Anda di halaman 1dari 206

Modul Permohonan Persetujuan Substansi Ranperda tentang

RTR Kabupaten/Kota

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL


DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG
DIREKTORAT PEMBINAAN PERENCANAAN TATA RUANG DAN PEMANFAATAN RUANG DAERAH
Jl. Sisingamangaraja No. 2 Kebayoran baru Jakarta Selatan 12110 Telp. (021) 7226901, 7393939
Daftar Isi .................................................................................................................... i
1 Pendahuluan ....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 2
1.2.1 Maksud.......................................................................................... 2
1.2.2 Tujuan ........................................................................................... 2
1.2.3 Sasaran ......................................................................................... 2
1.3 Ruang Lingkup.......................................................................................... 2
1.4 Acuan Normatif ......................................................................................... 2
1.5 Kedudukan Persetujuan Substansi RTR berdasarkan UU 26/2007........... 3
2 Ketentuan Umum
3 Tata Cara Pemberian Persetujuan Substansi Ranperda Tentang RTR
3.1 Pengajuan Rancangan Perda Tentang RTR ............................................. 9
3.2 Evaluasi Materi Rancangan Perda Tentang RTR.................................... 21
3.3 Pembahasan Lintas Sektor Dan Daerah Terkait Rancangan Perda
Tentang RTR .......................................................................................... 24
3.4 Penetapan Persetujuan Substansi Oleh Menteri. .................................... 29
4 Ketentuan Lain-Lain dan Ketentuan Peralihan
4.1 Ketentuan lain-lain .................................................................................. 31
4.2 Ketentuan Peralihan ............................................................................... 31
Lampiran
1.1 Latar Belakang

Persetujuan substansi adalah persetujuan yang diberikan oleh Menteri yang


menyatakan bahwa materi muatan teknis rancangan peraturan daerah
tentang rencana tata ruang wilayah mengacu pada Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional serta kebijakan nasional, dan rencana rinci tata ruang provinsi dan
kabupaten/kota telah mengacu pada rencana umum tata ruang, dengan
tujuan untuk menjamin kesesuaian muatan peraturan daerah, baik dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan maupun dengan pedoman bidang
penataan ruang.

Prosedur persetujuan substansi rancangan Perda tentang rencana tata ruang


merupakan tahapan kegiatan untuk memperoleh persetujuan substansi sejak
pengajuan oleh pemerintah daerah hingga persetujuan substansi yang
diberikan oleh Menteri sebelum rancangan Perda tentang rencana tata ruang
diproses lebih lanjut menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penilaian kelengkapan substansi materi teknis, raperda, dan peta dilakukan


berdasarkan pada pedoman yang ada. Pada beberapa daerah masih
terkendala dengan belum adanya kesepakatan format kelengkapan substansi
yang harus dipenuhi, oleh karena itu sangat diperlukan pemahaman terhadap
pedoman-pedoman yang mengatur substansi materi teknis, raperda, dan
peta.

Dengan adanya modul Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Rangka


Penetapan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota dan Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten/Kota dimaksud,
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

diharapkan dapat melengkapi peraturan pelaksanaan dalam rangka


implementasi UU 26/2007.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Maksud
Modul ini dimaksudkan sebagai bahan pembelajaran bagi pemerintah daerah
dalam pelaksanaan kegiatan Bimbingan Teknis Peninjauan Kembali/Revisi
Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota dan Bimbingan Teknis Penyusunan
RRTR Kabupaten/Kota.
1.2.2 Tujuan
Modul ini bertujuan untuk mempermudah peserta kegiatan dalam memahami
proses persetujuan substansi dalam rangka penetapan Perda Rencana Tata
Ruang Wilayah maupun Rencana Rinci Tata Ruang Kabupaten/Kota.
1.2.3 Sasaran
Peserta kegiatan adalah aparat pemerintah Kabupaten/kota yang menangani
bidang penataan ruang khsususnya penyusunan Rencana Tata Ruang
Kabupaten/Kota.

1.3 Ruang Lingkup

Modul ini berisi tentang tata cara dan proses pengajuan Persetujuan
Substansi Dalam Rangka Penetapan Peraturan Daerah Tentang Rencana
Tata Ruang Kabupaten/Kota.

1.4 Acuan Normatif


Modul ini disusun dengan memperhatikan antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang;
3. Peraturan Menteri Pekerjaan umum No 20 Tahun 2011 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi;
4. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 37 tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi Dan Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Kabupaten;
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

5. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan


Nasional Nomor 6 tahun 2017 tentang Tata Cara Peninjauan Kembali
Rencana Tata Ruang Wilayah;
6. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pedoman Pemberian
Persetujuan Substansi Dalam Rangka Penetapan Peraturan Daerah
Tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Dan Rencana Tata Ruang
Kabupaten/Kota
7. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional no 1 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten Dan Kota.
8. Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 121/ Kep-9.2/III/2018 tentang Pelimpahan Kewenangan
Penandatanganan Pemberian Persetujuan Substansi Rancangan
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
Beserta Rencana Rincinya.

1.5 Kedudukan Persetujuan Substansi RTR berdasarkan UU 26/2007

Kedudukan persetujuan substansi tentang Rencana Tata Ruang (RTR) telah


ditetapkan dalam UU no 26 tahun 2007.
Pasal 18 UU no. 26 tahun 2007 telah menetapkan bahwa:
1) Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata
ruang wilayah provinsi dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus
mendapat persetujuan substansi dari Menteri.
2) Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana
tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih
dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri setelah
mendapatkan rekomendasi Gubernur.
3) Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan
rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 Tahun 2010 tentang


Penyelenggaraan Penataan Ruang telah mengatur mengenai prosedur
penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (Pasal 33) dan Kota
(Pasal 37).

Secara garis besar prosedur penetapan rencana tata ruang untuk


Kabupaten/Kota ini meliputi:
1) Pengajuan rancangan peraturan daerah kota tentang rencana tata
ruang dari bupati/walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/kota;
2) Penyampaian rancangan peraturan daerah kota tentang rencana tata
ruang kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan substansi
dengan disertai rekomendasi gubernur; 

3) Persetujuan bersama rancangan peraturan daerah kota tentang
rencana tata ruang antara bupati/walikota dengan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah kabupaten/kota yang didasarkan pada persetujuan
substansi dari Menteri; 

4) Penyampaian rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang
rencana tata ruang kepada gubernur untuk dievaluasi; dan 

KEDUDUKAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM
5) Penetapan rancangan
MEKANISME DAN PROSEDURperaturan
REVIEW DANdaerah kabupaten/kota
REVISI RENCANA TATA RUANGtentang
rencana tata ruang oleh bupati/walikota. 

PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG
Gambar 1.1 Kedudukan Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Perda
Rencana Tata Ruang
PROSES PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG

PROSEDUR PENETAPAN

Penyam paian Persetujuan bersam a


Penyam paian Rancangan Perda Rancangan Perda
Pengajuan rancangan Penyam paian
Rancangan Perda kepada Menteri untuk antara Bupati/W alikota Penetapan rancangan
perda dari Rancangan Perda
kepada Gubernur untuk m em peroleh dengan DPRD yang perda oleh
Bupati/W alikota kepada kepada Gubernur untuk
m endapatkan Persetujuan Substansi didasarkan pada Bupati/W alikota
DPRD dievaluasi
Rekom endasi Gubernur dengan disertai persetujuan substansi
Rekom endasi Gubernur dari Menteri

Sumber: PP RI No. 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang


Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Persetujuan Substansi adalah persetujuan yang diberikan oleh Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang penataan ruang
yang menyatakan bahwa materi rancangan peraturan daerah tentang
rencana tata ruang telah mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan bidang penataan ruang, kebijakan nasional, dan mengacu
pada rencana tata ruang secara hierarki.
2. Rencana Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RTR adalah hasil
perencanaan tata ruang.
3. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah
hasil perencanaan tata ruang pada wilayah yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif.
4. Rencana Rinci Tata Ruang adalah hasil penjabaran dan merupakan alat
operasionalisasi rencana umum tata ruang yang dapat berupa rencana
tata ruang kawasan strategis dan/atau rencana detail tata ruang yang
penetapan kawasannya tercakup di dalam rencana tata ruang wilayah.
5. Kawasan Strategis Provinsi yang selanjutnya disingkat KSP adalah
wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi,
sosial, budaya, lingkungan, serta pendayagunaan sumber daya alam dan
teknologi tinggi.
6. Kawasan Strategis Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat KSK
adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota
terhadap ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, serta pendayagunaan
sumber daya alam dan teknologi tinggi.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

7. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah


rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota
yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
8. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda, adalah Peraturan
Daerah Provinsi dan/atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
10. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
11. Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah adalah pembahasan substansi
rancangan Peraturan Daerah tentang RTR yang melibatkan
Kementerian/Lembaga Nonkementerian dan Pemerintah Daerah terkait,
dalam rangka persetujuan substansi oleh Menteri.
12. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang penataan ruang.
13. Direktorat Jenderal Tata Ruang yang selanjutnya disebut Ditjen Tata
Ruang adalah unit Eselon I yang mempunyai tugas menyelenggarakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan tata ruang
dan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang penataan ruang.
14. Direktur Jenderal Tata Ruang yang selanjutnya disebut Dirjen adalah
Pejabat Eselon I yang memimpin Ditjen Tata Ruang.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

Tata cara Permohonan Persetujuan Substansi rancangan Perda tentang RTR


Kabupaten/kota meliputi:
a. pengajuan rancangan Perda tentang RTR;
b. evaluasi materi rancangan Perda tentang RTR;
c. pembahasan Lintas Sektor dan Daerah terkait rancangan Perda tentang
RTR; dan
d. penetapan Persetujuan Substansi oleh Menteri untuk RTRW Provinsi dan
penetapan Persetujuan Substansi Untuk RTR Kabupaten/kota oleh
Direktur Jenderal Tata Ruang.

Tata cara pemberian Persetujuan Substansi dan batasan waktu


pelaksanaannya dapat dilihat pada gambar berikut.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR Kabupaten/Kota

Tabel 3.1 Pelaksanaan Tata Cara Pemberian Persetujuan Substansi RTR Kabupaten/Kota

Sumber: Kepmen 121 tahun 2018


Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

Catatan:
1. Untuk tata cara pelimpahan kewenangan Kabupaten/Kota
mengacu kepada Kepmen Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 121/ Kep-9.2/III/2018 tentang
Pelimpahan Kewenangan Penandatanganan Pemberian
Persetujuan Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota Beserta Rencana
Rincinya.

3.1 Pengajuan Rancangan Perda Tentang RTR

Pengajuan rancangan Perda tentang RTR merupakan rancangan Perda yang


telah melalui beberapa tahapan yaitu:
a. dibahas dalam Badan/ Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah
Kabupaten/Kota,
 Pembahasan dalam BKPRD dibuktikan dengan berita acara. (Contoh
Terlampir, Lampiran 2);
b. dibahas antara Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota guna disepakati untuk
diajukan kepada Menteri dalam rangka mendapatkan persetujuan
substansi.
 Pembahasan antara Pemerintah daerah kabupaten/kota dengan
DPRD Kabupaten/kota dibuktikan dengan berita acara. (Contoh
Terlampir, Lampiran 4);
c. diperiksa secara mandiri oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan hasil
pembahasan serta peraturan perundang-undangan bidang penataan
ruang.
 Pemeriksaan mandiri dituangkan dalam bentuk tabel pemeriksaan
mandiri yang disertai dengan pernyataan kepala daerah yang
menyatakan bertanggung jawab terhadap kualitas rancangan Perda
tentang RTR. (Contoh terlampir, lampiran 5)
 Pemeriksaan mandiri dilengkapi dengan ringkasan penilaian mandiri
(contoh terlampir, Lampiran 6);
Lebih jelasnya mengenai tabel pemeriksaan mandiri dan ringkasan penilaian
mandiri dapat dilihat pada tabel berikut.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

Tabel 3.1 Format Tabel Pemeriksaan Mandiri


Nomor:
Tanggal:
Sistematika Kriteria Muatan RTR Kondisi Eksisting di Muatan Raperda Penilaian Mandiri
No Rancangan Perda Berdasarkan NSPK Daerah
RTRW*
1 2 3 4 5 6
1 TUJUAN,
KEBIJAKAN DAN
STRATEGI
PENATAAN RUANG
1.1. Tujuan (diisi berdasarkan kriteria (diisi dengan gambaran (diisi dengan muatan (diisi dengan penilaian
Penataan penyusunan rencana tata ruang kondisi eksisting di daerah tujuan penataan kesesuaian tujuan
Ruang sesuai NSPK) berdasarkan kriteria yang ruang) penataan ruang
terdapat pada kolom (3) berdasarkan kriteria)
Contoh: Contoh:
1) mendukung tujuan penataan Contoh: Pasal..... Contoh:
ruang yang tercantum pada  Visi daerah saat ini “Mewujudkan  Sudah mendukung
RTR di atasnya (RTRW adalah mewujudkan kabupaten modern tujuan penataan
nasional dan rencana rincinya, kabupaten modern dengan pembangunan ruang nasional dan
serta RTRW provinsi dan berbasis industry pariwisata provinsi khususnya
rencana rincinya; pertanian dan kelautan berkelanjutan berbasis terkait.....
2) mengacu pada Rencana industry pertanian dan  Sudah mengacu
Pembangunan Jangka kelautan” pada muatan
Panjang Daerah (RPJPD) RPJPD khususnya
Kabupaten; pada bagian....
3) mengakomodasi fungsi dan nomor..../pasal.....
peran kabupaten yang telah  Sudah
ditetapkan dalam RTRW mengadaptasi/
nasional, serta RTRW provinsi; mempertimbangkan
4) memperhatikan isu strategis, isu strategis
potensi unggulan dan provinsi terkait...
karakteristik wilayah  Tujuan penataan
kabupaten; ruang dimaksud
5) jelas, spesifik, terukur dan dapat dicapai dalam
dapat tercapai dalam jangka kurun waktu 20
waktu perencanaan; dan tahun berdasarkan
6) tidak bertentangan dengan parameter......
peraturan perundang-
undangan.

1.2. Kebijakan
Penataan
Ruang
1.3. Strategi
Penataan
Ruang
2 RENCANA
STRUKTUR RUANG
WILAYAH
2.1. Pusat kegiatan
di wilayah kabupaten

Sumber: Lampiran II, Permen ATR/BPN No. 8 Tahun 2017


Catatan:
1. Format sesuai dengan Lampiran II B dan C dalam Peraturan Menteri ATR/ BPN
No. 8 tahun 2017
2. Kolom 3 dilengkapi pula dengan NSPK yang mengatur kriteria maupun
penetapan sesuai dengan peraturan perundang-undangan biodang penataan
ruang dan peraturan perundang-undangan sektoral (contoh: Penetapan fungsi
pelabuhan sesuai dengan Permenhub no. 901 tahun 2016)
3. Contoh pengisian secara lengkap dapat dilihat dalam lampiran 5.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

Tabel 3.2 Tabel Ringkasan Penilaian Mandiri Rencana Tata


Ruang
Nomor:
Tanggal:
No Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan rencana untuk Mewujudkan tujuan
1 2 3
(diisi daerah) (diisi daerah)
1 (diisi dengan tujuan dalam rancangan (diisi dengan muatan rencana dalam struktur, pola ruang, arahan
Perda tentang RTR) pemanfaatan ruang, arahan pengendalian pemanfaatan ruang, atau
muatan lainnya dalam rancangan Perda tentang RTR, yang dibuat
untuk mencapai tujuan penataan ruang)
2

Dst

Sumber: Lampiran III, Permen ATR/BPN No. 8 Tahun 2017

Catatan:
1. Kolom 2 berisi mengenai aspek-aspek utama yang
menjadi tujuan penataan ruang yang ditetapkan.
2. Contoh pengisian secara lengkap dapat dilihat dalam
Lampiran 6

d. Pengajuan rancangan perda tentang RTR kabupaten/kota dilakukan


setelah melalui proses asistensi dan konsultasi teknis kepada Subdit
Pembinaan Wilayah Ditjen Tata Ruang.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR Kabupaten/Kota

Tabel 3.3 Contoh Tabel Ringkasan Penilaian Mandiri Rencana Tata Ruang
Sistematika
Kriteria Muatan RTR
Rancangan Perda Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
No Berdasarkan NSPK
RTRW
1 2 3 4 5 6
1 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
1.1. Tujuan 1) mendukung tujuan penataan 1. Visi Pemerintah Kabupaten Pasal 3  Sudah disesuaikan dengan masukan
Penataan ruang yang tercantum pada RTR Morowali “Percepatan Penataan Ruang wilayah Pokja BKPRD Kabupaten/Provinsi
Ruang di atasnya (RTRW nasional dan Pembangunan Daerah Menuju Kabupaten Morowali bertujuan untuk mendukung kebijakan penataan
rencana rincinya, serta RTRW Kabupaten Morowali (Si’e Ii) untuk Mewujudkan Kabupaten ruang dan Memastikan seluruh kata
provinsi dan rencana rincinya); Yang Maju, Sejahtera Dan Morowali yang Berdaya Saing, kunci dalam tujuan dapat diwujudkan
2) mengacu pada Rencana Mandiri Melalui Pengembangan dengan konsep dalam muatan kebijakan strategi
Pembangunan Jangka Panjang Sistem Agribisnis dan pengembangan Industri, hingga pengendalian pemanfaatan
Daerah (RPJPD) Kabupaten; Optimalisasi Pemanfaatan Pariwisata, Minapolitan, dan ruang
3) mengakomodasi fungsi dan peran Sumber Daya Alam Lestari, Agropolitan dengan  Sudah mendukung Arah Kebijakan
kabupaten yang telah ditetapkan Pembangunan Sektor Industri memperhatikan Asas Penataan Industri Nasional salah satunya adalah
dalam RTRW nasional, serta dan Jasa Berimbang” Ruang. penetapan Kawasan Industri (KI)
RTRWprovinsi; 2. Berdasarkan Kepmen ESDM Morowai.
No 3673 Tahun 2017 tentang  Mengakomodir
4) memperhatikan isu strategis, potensi Wisata
Penetapan Wilayah Kepulauan Sombori Kabupaten
potensi unggulan dan
Pertambangan Pulau Sulawesi Morowali untuk disejajarkan dengan
karakteristik wilayah kabupaten;
dimana Kabupaten Morowali
5) jelas, spesifik, terukur dan dapat terdapat potensi tambang
Wisata Raja Empat, Taman Nasional
tercapai dalam jangka waktu Wakatobi, dan wisata bahari lainnya di
mineral logam seperti nikel dan Indonesia skala internasional.
perencanaan;dan
pertambangan mineral non  Mengakomodir potensi perikanan
6) tidak bertentangan dengan logam lainnya.
peraturan perundang-undangan. Kecamatan Menui Kepulauan dan
3. Berdasarkan Perpres No. 3
Kecamatan Bungku Selatan
Tahun 2016 tentang Kabuapten Morowali dengan karakter
Percepatan Proyek Strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Nasional Kabupaten Morowali
direncanakan kawasan industri
(KI) pengohal hasil tambang di
Kecamatan Bahodopi.
4. Kawasan strategis nasional
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

Tabel 3.3 Tabel Ringkasan Penilaian Mandiri Rencana Tata


Ruang
Nomor:
Tanggal:
No Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan rencana untuk Mewujudkan tujuan
1 2 3
1 (…………………………………………………) Kebijakan terkait sector a:
1………….
Keywords: 2………….
a. Sektor a:
b. Sektor b:
Strategi terkait sector a:
1…………..
2…………

Rencana struktur ruang yang mendukung sector a:


1…………..
2…………

Rencana pola ruang yang mendukung sector a:


1…………..
2…………

Ketentuan pemanfaatan ruang untuk mwwujudkan kebijakan/strategi


sector a:
1…………..
2…………
Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan yang mendukung
kebijakan/strategi sector a:
1…………..
2…………

Contoh Tabel Ringkasan Penilaian mandiri Rencana Tata Ruang lihat Lampiran 6.

Rancangan Perda tentang RTR yang diajukan oleh Pemerintah Daerah kepada
Menteri harus menyertakan dokumen kelengkapan administrasi.

Dokumen kelengkapan administrasi disampaikan melalui petugas loket persetujuan


substansi yang berada pada kementerian yang menyelenggaraan urusan bidang
penataan ruang. Selanjutnya Petugas loket melakukan pemeriksaan terhadap
kelengkapan dokumen administrasi.

Apabila Pemeriksaan dokumen tidak memenuhi persyaratan maka dokumen


kelengkapan administrasi tersebut dikembalikan kepada Pemerintah Daerah untuk
dilengkapi. Lihat tabel berikut.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

Tabel 3.4 Dokumen Kelengkapan

NO KEWENANGAN DOKUMEN KELENGKAPAN KETERANGAN


1 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN
1.1 RENCANA UMUM 1. Surat Permohonan Persetujuan
substansi dari Bupati;
TATA RUANG
2. Berita Acara Ksepakatan dengan
Badan/Tim Koordinas Penataan Ruang
Daerah
3. Berita acara kesepakatan pengajuan
persetujuan substansi antara
Pemerintah Daerah Kabupaten dengan
DPRD Kabupaten;
4. Surat Rekomendasi Gubernur beserta
lampirannya, meliputi:
a. Tabel evaluasi dengan provinsi; dan
b. Berita Acara Pembahasan Forum
Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah Provinsi;
5. Rancangan Peraturan Daerah (dalam
format softcopy dan hardcopy);
6. Naskah Akademik (dalam format softcopy
dan hardcopy);
7. Materi Teknis yang terdiri atas buku
rencana dan fakta analisis (dalam format
softcopy dan hardcopy);
8. Album Peta (dalam format softcopy
(format *SHP));
a. peta dasar;
b. peta tematik; dan
c. peta rencana.
9. Surat pernyataan dari Kepala Daerah
bertanggung jawab terhadap kualitas
rancangan Perda tentang RTR;
10. Berita Acara Konsultasi Publik (minimal 2
(dua) kali);
11. Berita Acara dengan kabupaten yang
berbatasan;
12. Berita Acara yang dikeluarkan Oleh BIG
perihal Pernyataan Peta Dasar yang
Telah Siap Dilanjutkan untuk Proses
Persetujuan Substansi; dan
13. Dokumen Kajian Lingkungan Hidup
Strategis yang sudah divalidasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
1.2 RENCANA RINCI 1. Surat Permohonan Persetujuan
TATA RUANG substansi dari Bupati;
2. Berita acara pembahasan Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah
Kabupaten;
3. Berita acara kesepakatan pengajuan
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

NO KEWENANGAN DOKUMEN KELENGKAPAN KETERANGAN


persetujuan substansi antara
Pemerintah Daerah Provinsi dengan
DPRD Kabupaten;
4. Surat Rekomendasi Gubernur beserta
lampirannya, meliputi:
a. Tabel evaluasi dengan provinsi;
b. Berita Acara Pembahasan Forum
Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah Provinsi;
5. Surat Penetapan delineasi Kawasan
Strategis Kabupaten/RDTR oleh bupati
atau Pejabat Eselon II yang diberi
kewenangan mengatasnamakan Bupati;
6. Dokumen Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
dan lampiran (dalam format softcopy
(untuk peta dalam format *SHP) dan
hardcopy)
7. Rancangan Peraturan Daerah (dalam
format softcopy dan hardcopy;
8. Naskah Akademik (dalam format softcopy
dan hardcopy);
9. Materi Teknis yang terdiri atas buku
rencana dan fakta analisis dalam format
softcopy dan hardcopy);
10. Album Peta (dalam format softcopy
(format *SHP));
a. peta dasar;
b. peta tematik; dan
c. peta rencana.
11. Surat pernyataan dari Kepala Daerah
bertanggung jawab terhadap kualitas
rancangan Perda tentang RTR;
12. Berita Acara Konsultasi Publik (minimal 2
(dua) kali);
13. Berita Acara dengan kabupaten yang
berbatasan (*apabila berbatasan dengan
kabupaten lain);
14. Berita Acara yang dikeluarkan Oleh BIG
perihal Pernyataan Peta Dasar yang
Telah Siap Dilanjutkan untuk Proses
Persetujuan Substansi; dan
15. Dokumen Kajian Lingkungan Hidup
Strategis yang sudah divalidasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

NO KEWENANGAN DOKUMEN KELENGKAPAN KETERANGAN


1.3 RENCANA TATA 1. Surat Permohonan Persetujuan substansi
RUANG YANG dari Bupati;
2. Berita acara kesepakatan pengajuan
AKAN DIREVISI
persetujuan substansi antara
Pemerintah Daerah Kabupaten dengan
DPRD Kabupaten;
3. Surat keputusan peninjauan kembali dari
Bupati;
4. Surat keputusan pembentukan tim
peninjauan kembali dari Bupati;
5. Surat Rekomendasi Gubernur beserta
lampirannya, meliputi:
a. Tabel evaluasi dengan provinsi;
b. Berita Acara Pembahasan Forum
Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah Provinsi;
6. Berita acara kesepakatan Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah
Kabupaten:
7. Surat keputusan dari Bupati tentang
rekomendasi tindaklanjut hasil
pelaksanaan peninjauan kembali RTR;
8. Dokumen hasil peninjauan kembali (dalam
format softcopy dan hardcopy);
9. Materi teknis yang terdiri atas buku
rencana dan fakta analisis perubahan
rencana umum tata ruang dan/atau
rencana rinci tata ruang (dalam format
softcopy dan hardcopy);
10. Album Peta (dalam format softcopy
(format *SHP));
a. peta dasar;
b. peta tematik; dan
c. peta rencana.
11. Tabel sandingan rencana umum tata
ruang dan/atau rencana rinci tata ruang
eksisting dengan rancangan perubahan
rencana umum tata ruang dan/atau
rencana rinci tata ruang (dalam format
softcopy dan hardcopy);
12. Surat pernyataan dari Kepala Daerah
bertanggung jawab terhadap kualitas
rancangan Perda tentang RTR;
13. Berita Acara Konsultasi Publik (minimal 2
(dua) kali);
14. Berita Acara dengan kabupaten yang
berbatasan;
15. Berita Acara yang dikeluarkan Oleh BIG
perihal Pernyataan Peta Dasar yang Telah
Siap Dilanjutkan untuk Proses
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

NO KEWENANGAN DOKUMEN KELENGKAPAN KETERANGAN


Persetujuan Substansi; dan
16. Dokumen Kajian Lingkungan Hidup
Strategis yang sudah divalidasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2 PEMERINTAH DAERAH KOTA
2.1 RENCANA UMUM 1. Surat Permohonan Persetujuan
TATA RUANG substansi dari Walikota;
2. Berita acara kesepakatan Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah
Kota;
3. Berita acara kesepakatan pengajuan
persetujuan substansi antara Pemerintah
Daerah Kota dengan DPRD Kota
4. Surat Rekomendasi Gubernur beserta
lampirannya, meliputi:
a. Tabel evaluasi dengan provinsi;
b. Berita Acara Pembahasan Forum
Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah Provinsi;
5. Rancangan Peraturan Daerah (dalam
format softcopy dan hardcopy);
6. Naskah Akademis (dalam format
softcopy dan hardcopy);
7. Materi Teknis yang terdiri dari buku
rencana dan fakta analisis (dalam format
softcopy dan hardcopy);
8. Album Peta (dalam format softcopy
(format *SHP));
a. peta dasar;
b. peta tematik; dan
c. peta rencana.
9. Surat pernyataan dari Kepala Daerah
bertanggung jawab terhadap kualitas
rancangan Perda tentang RTR;
10. Berita Acara Konsultasi Publik (minimal
2 (dua) kali);
11. Berita Acara dengan kota yang
berbatasan;
12. Berita Acara yang dikeluarkan Oleh BIG
perihal Pernyataan Peta Dasar yang
Telah Siap Dilanjutkan untuk Proses
Persetujuan Substansi; dan
13. Dokumen Kajian Lingkungan Hidup
Strategis yang sudah divalidasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2.2 RENCANA RINCI 1. Surat Permohonan Persetujuan
TATA RUANG substansi dari Walikota;
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

NO KEWENANGAN DOKUMEN KELENGKAPAN KETERANGAN


2. Berita acara pembahasan Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah
Kota;
3. Berita acara kesepakatan pengajuan
persetujuan substansi antara Pemerintah
Daerah Kota dengan DPRD Kota;
4. Surat Rekomendasi Gubernur beserta
lampirannya, meliputi:
a. Tabel evaluasi dengan provinsi; dan
b. Berita Acara Pembahasan Forum
Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah Provinsi.
5. Surat Penetapan delineasi Kawasan
Strategis Kota/RDTR oleh Walikota atau
Pejabat Eselon II yang diberi
kewenangan mengatasnamakan
Walikota;
6. Dokumen Peraturan Daerah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan
lampiran (dalam format softcopy (untuk
peta dalam format *SHP) dan hardcopy)
7. Rancangan Peraturan Daerah (dalam
format softcopy dan hardcopy;
8. Naskah Akademik (dalam format softcopy
dan hardcopy);
9. Materi Teknis yang terdiri atas buku
rencana dan fakta analisis dalam format
(softcopy dan hardcopy);
10. Album Peta (dalam format softcopy
(format *SHP));
a. peta dasar;
b. peta tematik; dan
c. peta rencana.
11. Surat pernyataan dari Kepala Daerah
bertanggung jawab terhadap kualitas
rancangan Perda tentang RTR;
12. Berita Acara Konsultasi Publik (minimal 2
(dua) kali);
13. Berita Acara dengan kota yang
berbatasan (*apabila berbatasan dengan
kota lain);
14. Berita Acara yang dikeluarkan Oleh BIG
perihal Pernyataan Peta Dasar yang
Telah Siap Dilanjutkan untuk Proses
Persetujuan Substansi; dan
15. Dokumen Kajian Lingkungan Hidup
Strategis yang sudah divalidasi
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

NO KEWENANGAN DOKUMEN KELENGKAPAN KETERANGAN


2.3 RENCANA TATA 1. Surat Permohonan Persetujuan
RUANG YANG substansi dari Walikota;
2. Berita acara kesepakatan pengajuan
AKAN DI REVISI persetujuan substansi antara Pemerintah
Daerah Kota dengan DPRD Kota;
3. Surat keputusan peninjauan kembali dari
Walikota;
4. Surat keputusan pembentukan tim
peninjauan kembali dari Walikota;
5. Surat keputusan dari Walikota tentang
rekomendasi tindaklanjut hasil
pelaksanaan peninjauan kembali RTR;
6. Surat Rekomendasi Gubernur beserta
lampirannya, meliputi:
a. Tabel evaluasi dengan provinsi; dan
b. Berita Acara Pembahasan Forum
Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah Provinsi.
7. Berita acara kesepakatan Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah
Kabupaten:
8. Dokumen hasil peninjauan kembali
(dalam format softcopy dan hardcopy);
9. Materi teknis yang terdiri atas buku
rencana dan fakta analisis perubahan
rencana umum tata ruang dan/atau
rencana rinci tata ruang (dalam format
softcopy dan hardcopy);
10. Album Peta (dalam format softcopy
(format *SHP));
a. peta dasar;
b. peta tematik; dan
c. peta rencana.
11. Tabel sandingan rencana umum tata
ruang dan/atau rencana rinci tata ruang
eksisting dengan rancangan perubahan
rencana umum tata ruang dan/atau
rencana rinci tata ruang (dalam format
softcopy dan hardcopy);
12. Surat pernyataan dari Kepala Daerah
bertanggung jawab terhadap kualitas
rancangan Perda tentang RTR;
13. Berita Acara Konsultasi Publik (minimal 2
(dua) kali);
14. Berita Acara dengan Kota yang
berbatasan (*apabila berbatasan dengan
kota lain);
15. Berita Acara yang dikeluarkan Oleh BIG
perihal Pernyataan Peta Dasar yang
Telah Siap Dilanjutkan untuk Proses
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

NO KEWENANGAN DOKUMEN KELENGKAPAN KETERANGAN


Persetujuan Substansi; dan
16. Dokumen Kajian Lingkungan Hidup
Strategis yang sudah divalidasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Sumber: lampiran permen persub

Tabel 3.5 Persyaratan Tambahan Kelengkapan Dokumen Untuk Persetujuan Substansi


Sesuai dengan surat edaran dirjen no 17/200/5/2018 tanggal 9 januari tahun 2018

No Dokumen Ada Tidak Keterangan


Ada
1. Lampiran Peta RTRW (Pola Ruang dan Struktur
Ruang) yang telah diparaf oleh seluruh
pemangku kepentingan terkait di daerah, yang
sepenuhnya mencerminkan batang tubuh legal
draft Perda RTRW.
(ditandatangani oleh Kepala Dinas terkait,
Kepala Bappeda Kabupaten/Kota), Kepala Dinas
PU Tata Ruang, Kepala Kantor Pertanahan,
Kepala BPKH, Kepala Bappeda Provinsi, Kepala
Dinas Tata Ruang Provinsi)

Catatan:
Sesuai dengan surat edaran dirjen no 17/200/5/2018 tanggal 9 januari tahun
2018. Dokumen kelengkapan pengajuan pesetujuan substansi ditambah
dengan:
1. Lampiran Peta rencana struktur dan pola ruang yang telah di paraf oleh
SKPD (Provinsi, Kabupaten/kota), instansi vertikal yang ada di daerah
(Kantor pertanahan kabupaten/kota dan BPKH), dan stakeholder terkait.
2. Khusus untuk RDTR dilengkapi pula dengan paraf pada matriks ITBX
(Peraturan Zonasi)
3. Contoh kelengkapan dapat dilihat pada Lampiran:
Lampiran 1. Surat permohonan persub
Lampiran 2. Berita accara BKPRD
Lampiran 3. Rekomendasi Gubernur
Lampiran 4. Berita Acara antara Pemda dan DPRD
Lampiran 5. Pemeriksaan Mandiri
Lampiran 6. Ringkasan pemeriksaan mandiri
Lampiran 7. Konsultasi Publik
Lampiran 8. Berita acara dengan Kabupaten/Kota perbatasan
Lampiran 9. Berita acara BIG
Lampiran 10. Surat validasi KLHS
Lampiran 11. Tabel sandingan
Lampiran 12. Lampiran peta bertanda tangan kepala daerah.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

3.2 Evaluasi Materi Rancangan Perda Tentang RTR


Kepala Subdirektorat Pembinaan Wilayah yang berada di lingkungan Ditjen
Tata Ruang menindaklanjuti dokumen kelengkapan administrasi dengan
melakukan evaluasi materi rancangan Perda tentang RTR. Evaluasi tersebut
dengan tahapan sebagai berikut:
A. Evaluasi dan klarifikasi materi rancangan Perda tentang RTR
Evaluasi materi rancangan perda RTR dilakukan dengan memperhatikan
paling sedikit substansi yang memuat:
1) kebijakan strategis nasional;
Evaluasi tehadap kebijakan strategis nasional dilakukan dengan
melihat kesesuaian rencana tata ruang yang dievaluasi dengan
peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang (RTRWN),
kebijakan pembangunan nasional (RPJMN, PSN, dan kebijakan
sektor lainnya).
2) ruang terbuka hijau publik (untuk kawasan perkotaan di kabupaten
dan kota);
 Evaluasi terhadap ruang terbukan hijau publik dilakukan
dengan menghitung persentase RTH publik terhadap luas
wilayah kawasan perkotaan, mengacu pada ketentuan
pemenuhan 20% RTH publik sesuai dengan UU no. 26 tahun
2007 tentang penataan ruang.
 Perhitungan RTH publik dilakukan dengan
mempertimbangkan kepemilikan lahan berdasarkan data
pertanahan.
3) peruntukan kawasan hutan;
 Evaluasi terhadap peruntukan kawasan hutan dilakukan
dengan menganalisis kesesuaian peruntukan kawasan hutan
dalam rencana pola ruang dengan SK pengukuhan terakhir
(Perencanaan, tata batas kawasan atau penetapan) kawasan
hutan dari KLHK.
 penetapan peruntukan kawasan hutan harus mendapatkan
persetujuan dari BPKH provinsi yang dibuktikan dengan paraf
pada peta rencana pola ruang.
4) lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

 Evaluasi terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan


dilakukan dengan menganalisis kesesuaian peruntukan LP2B
dalam rencana pola ruang dengan kriteria yang ditetapkan
dalam permentan no. 7 tahun 2012 tentang Pedoman Teknis
Kriteria Dan Persyaratan Kawasan, Lahan Dan Lahan
Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dengan tetap
mempertimbangkan data audit sawah nasional tahun 2012
yang dikeluarkan oleh kementerian ATR/BPN.
 penetapan LP2B harus mendapatkan persetujuan dari dinas
pertanian kabupaten/kota yang dibuktikan dengan paraf pada
peta rencana pola ruang.
5) mitigasi bencana.
 Evaluasi terhadap mitigasi bencana dilakukan dengan melihat
penetapan kawasan rawan bencana dalam rencana pola
ruang serta pengaturannya dalam ketentuan umum peraturan
zonasi.
Tabel 3.6 Evaluasi MATERI RANCANGAN PERDA TENTANG RENCANA
TATA RUANG

Contoh tabel evaluasi terlampir .... lampiran XI


Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

Selain 5 (lima) muatan strategis tersebut diatas, dalam rangka menjaga


kualitas rencana tata ruang Subdit Pembinaan Wilayah juga melakukan
evaluasi terhadap :
1. Kesesuaian muatan dengan pedoman perencanaan tata ruang.
2. Sinergitas dan konsistensi muatan rencana tata ruang mulai dari
tujuan, rencana struktur ruang, rencana pola ruang, penetapan
kawasan strategis, indikasi program hingga ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang.
3. Konsistensi antara materi teknis, Raperda, dan peta.
4. Konsistensi antara rencana rinci dengan rencana umumnya (khusus
untuk RRTR).
5. Khusus untuk revisi RTRW dilakukan pula analisis terhadap:
a. Perubahan rencana struktur ruang dan pola ruang.
b. Perubahan tersebut ditunjukkan dengan tabel persandingan
muatan Perda lama dengan Raperda revisi, serta justifikasinya,
dan dilengkapi pula dengan tabel perubahan luasan pola ruang.
Contoh terlampir (Lampiran 11).
c. simpangan pemanfaatan ruang dalam rangka melihat adanya
indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang dan pemutihan. Indikasi
pelanggaran pemanfaatan ruang dapat dievaluasi melalui tahapan
berikut:
a) Membandingkan peta penggunaan lahan pada saat
penyusunan perda awal dengan peta penggunaan lahan
eksisting, untuk melihat perubahan penggunaan lahan.
b) Hasil perubahan penggunaan lahan dibandingkan dengan
peta rencana pola ruang perda lama, untuk melihat indikasi
pelanggaran pemanfaatan ruang.
c) Hasil indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang dibandingkan
dengan peta rencana pola ruang revisi RTRW untuk melihat
indikasi adanya pemutihan.

Klarifikasi materi yang dilakukan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan


hasil evaluasi materi yang telah dilakukan terhadap hal-hal tersebut di
atas.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

Evaluasi materi dan klarifikasi materi yang dilaksanakan oleh


Subdirektorat terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja. Serta dituangkan
dalam tabel evaluasi rancangan Perda tentang RTR. Lampiran XI.
Apabila pelaksanaan evaluasi dan klarifikasi materi telah sesuai dengan
muatan substansi yang telah ditetapkan, maka rancangan Perda tentang
RTR ditindaklanjuti dengan Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah.

B. perbaikan hasil evaluasi substansi rancangan Perda tentang RTR.


Dalam hal pelaksanaan evaluasi dan klarifikasi materi belum sesuai
dengan muatan substansi yang telah ditertapkan, maka rancangan Perda
tentang RTR disampaikan kepada Pemerintah Daerah untuk diperbaiki.
Penyampaian hasil evaluasi dan kalrifikasi dibuat secara tertulis dan
disertai dengan alasan pelaksanaan evaluasi dan klarifikasi materi.
Perbaikan hasil evaluasi substansi disampaikan kembali kepada
Subdirektorat terkait paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak
diterimanya penyampaian secara tertulis.
Apabila Pemerintah Daerah tidak dapat memenuhi jangka waktu
sebagaimana yang telah ditentukan, maka proses Persetujuan Substansi
tidak dapat dilanjutkan dan dokumen dikembalikan kepada Pemerintah
Daerah.
Apabila terjadi pengembalian, maka Pemerintah Daerah harus
menindaklanjuti dengan melakukan pengajuan kembali Persetujuan
Substansi Rancangan Perda tentang RTR.

3.3 Pembahasan Lintas Sektor Dan Daerah Terkait Rancangan Perda


Tentang RTR

Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah terkait rancangan Perda tentang RTR
dilakukan untuk memeriksa kesesuaian materi dan informasi spasial
rancangan Perda tentang RTR terhadap peraturan perundang-undangan
bidang penataan ruang dan kebijakan nasional.
Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah dilaksanakan melalui tahapan:
a. Persiapan
Persiapan dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum
pelaksanaan Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

Materi rapat terdiri atas:


1) rancangan Perda RTR;
2) album peta;
3) tabel pemeriksaan mandiri;
4) materi teknis berupa buku rencana dan fakta analisis; dan
5) dokumen kajian lingkungan hidup strategis.
b. pelaksanaan;
Pelaksanaan Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah dipimpin oleh Dirjen
atau Pejabat Eselon II yang ditunjuk. Pelaksanaan pembahasan tersebut
paling lama 2 (dua) hari kerja.
Selanjutnya hasil pembahasan dituangkan dalam Berita Acara
Pelaksanaan Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah. Lihat contoh
dibawah ini.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

Pembahasan lintas sektor dilaksanakan dalam rangka penyepakatan muatan


Rencana Tata Ruang khususnya peta rencana struktur dan pola ruang yang
dibuktikan dengan paraf Kementerian/ Lembaga terkait pada kedua peta
tersebut.
Hasil Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah ditindaklanjuti dengan
perbaikan rancangan Perda tentang RTR. Perbaikan dilakukan oleh
Pemerintah Daerah paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
Pemerintah Daerah menyerahkan kembali rancangan Perda tentang RTR
yang telah dilakukan perbaikan tersebut untuk ditindaklanjuti dengan proses
penetapan persetujuan substansi.
Apabila Pemerintah Daerah tidak dapat memenuhi jangka waktu yang telah
ditetapkan, maka rancangan Perda tentang RTR dinyatakan tidak dapat
diproses lebih lanjut dan dokumen dikembalikan kepada Pemerintah Daerah.
Apabila terjadi pengembalian melebihi waktu yang telah ditetapkan, maka
Pemerintah Daerah harus menindaklanjuti dengan melakukan pengajuan
kembali Persetujuan Substansi Rancangan Perda tentang RTR dari awal.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

3.4 Penetapan Persetujuan Substansi Oleh Menteri.


Proses penetapan Persetujuan Substansi terhadap rancangan Perda tentang
RTR diberikan berdasarkan hasil Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah
yang telah diperbaiki.
Rancangan Perda tentang RTR tersebut harus dilengkapi dengan dokumen:
a. tabel pemeriksaan mandiri;
b. tabel hasil evaluasi rancangan Perda tentang RTR memuat hasil
perbaikan rancangan Perda tentang RTR
c. album peta; dan
d. berita acara Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah.

Rancangan Perda beserta kelengkapan dokumen disampaikan kepada


Direktur Jenderal Tata Ruang untuk ditandatangani atas nama Menteri.
Direktur Jenderal Tata Ruang memberikan Persetujuan Substansi terhadap
rancangan Perda tentang RTR berdasarkan hasil:
a. pelaksanaan evaluasi materi Rancangan Perda tentang RTR; dan
b. Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah yang telah diperbaiki dan
mempunyai kelengkapan dokumen
Persetujuan Substansi diberikan dalam bentuk surat yang disertai dengan
berita acara Pembahasan Lintas Sektor dan Daerah.
LAMPIRAN VIII B
Modul Persetujuan
PERATURAN MENTERISubstansi Ranperda
AGRARIA DAN TATA RUANG/ tentang RTR
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2017
TENTANG
Kabupaten/Kota
PEDOMAN PEMBERIAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM RANGKA
PENETAPAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
PROVINSI DAN RENCANA TATA RUANG KABUPATEN/KOTA

KONSEP SURAT PERSETUJUAN SUBSTANSI RENCANA TATA RUANG KABUPATEN/KOTA

Nomor : Jakarta, ………................


Lampiran : 1 (satu) berkas

Kepada
Yth. Bupati/Walikota ………
di-
Tempat

Perihal : Persetujuan Substansi atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)


Kabupaten/Kota _____ tentang RTR Kabupaten/Kota _____

Menunjuk Surat Bupati/Walikota _____ Nomor: _____ tanggal _____ perihal Persetujuan
Substansi atas Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota _____ tentang RTR
Kabupaten/Kota _____, kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Sesuai dengan beberapa dokumen yang terdiri atas:


a. penilaian mandiri terhadap kesesuaian materi muatan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota _____ tentang RTR Provinsi _____ yang ditandatangani oleh
Gubernur __tanggal ___ nomor __.
b. berita acara pembahasan Lintas Sektor dan Daerah yang tertuang dalam lampiran I*.
2. Berdasarkan pertimbangan pada angka 1, pada prinsipnya substansi Rancangan Perda
dimaksud disetujui untuk segera diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Persetujuan substansi ini berlaku selama 1 (satu) tahun, dalam hal Pemerintah Daerah
tidak dapat menetapkan Rancangan Perda Provinsi _____ tentang RTR Provinsi _____ maka
Pemerintah Daerah wajib mengulang proses persetujuan substansi.

Demikian, dan atas perhatiannya kami menyampaikan terimakasih.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/


Kepala Badan Pertanahan Nasional,

..............................................
Tembusan Kepada Yth.:
1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
2. Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas;
3. Menteri Dalam Negeri; dan
4. Gubernur ____.
Keterangan:
* lampiran I sebagaimana dimuat dalam lampiran VI Peraturan Menteri ini
Lampiran I sampai dengan Lampiran VIII merupakan bagian tidak terpisahkan/satu kesatuan
dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
8 Tahun 2017 tentang Pedoman Pemberian Persetujuan Substansi Dalam Rangka Penetapan
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Provinsi dan Rencana Tata Ruang
Kabupaten/Kota.

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/


KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

Ttd.

SOFYAN A. DJALIL

Persetujuan Substansi untuk rancangan Perda tentang RTR kabupaten dan


RTR kota dapat didelegasikan kewenangan penandatanganannya oleh
Menteri kepada Direktur Jenderal Tata Ruang. Keputusan Menteri Agraria
Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 121/KEP-
9.2/III/2018 tentang Pelimpahan Kewenangan Penandatanganan Pemberian
Persetujuan Substansi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota Beserta Rencana Rincinya

Pemberian Persetujuan Substansi untuk rancangan Perda tentang rencana


rinci tata ruang kabupaten/kota dapat didelegasikan kewenangan
penandatanganannya oleh Menteri kepada Gubernur berdasarkan usulan
Dirjen dengan dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota

4.1 Ketentuan lain-lain


Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib mengirimkan salinan Perda
tentang RTR yang telah diundangkan serta dicatatkan dalam lembaran
daerah dan berita daerah kepada Menteri c.q Dirjen.
Surat Persetujuan Substansi atas rancangan Perda RTR yang diterbitkan oleh
Menteri batal demi hukum jika:
a. pemeriksaan mandiri yang telah dilakukan, dikemudian hari diketahui
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
b. terdapat perbedaan muatan antara persetujuan substansi dengan Perda
tentang RTR yang telah ditetapkan.
Masa berlaku dari Persetujuan Substansi paling lama 1 (satu) tahun sejak
tanggal ditandatangani oleh Direktur Jenderal Tata Ruang.
Masa berlaku surat Persetujuan Substansi berakhir dan Rancangan Perda
tentang RTR tidak ditindaklanjuti dengan penandatanganan oleh pejabat yang
berwenang maka Pemerintah Daerah harus mengajukan kembali
permohonan Persetujuan Substansi.

4.2 Ketentuan Peralihan

Peraturan Menteri ini berlaku terhadap permohonan Persetujuan Substansi


yang diajukan sejak tanggal ditetapkannya Peraturan Menteri ini.
Permohonan Persetujuan Substansi yang diajukan sebelum ditetapkannya
Peraturan Menteri ini mengacu kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, beserta
Rencana Rincinya.
Modul Persetujuan Substansi Ranperda tentang RTR
Kabupaten/Kota
LAMPIRAN I

SURAT PERMOHONAN PERSETUJUAN SUBSTANSI


LAMPIRAN II

BERITA ACARA BKPRD


BERITA ACARA

Pada hari ini Senin Tanggal Dua Puluh Dua Bulan Januari Tahun Dua Ribu
Delapan Belas, bertempat di Ruang Rapat Bapelitbang Kota Bontang, Jam 09.00
wrTA sampai dengan selesai, telah dilakukan Finalisasi Tingkat BKPRD Kota Bontang
Revisi RTRW Kota Bontang Tahun 2012 - 2032, dengan hasil sebagai berikut:

1. Saran dan masukan dari Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, DPRD Kota
Bontang, dan pemangku kepentingan Kota Bontang, terhadap rancangan perda
Revisi RTRW Kota Bontang Tahun 2012-2032 beserta lampiran peta struktur
dan pola ruang telah menjadi bahan penyempurnaan dokumen Revisi RTRW
Kota Bontang Tahun 2012-2032.
2. Terhadap saran dan masukan terkait batas 0 mil laut perairan Kota Bontang
akan di konsultasikan ke pihak Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan pihak
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
3. Beberapa saran dan masukan yang belum dapat diakomodir dan disepakati akan
di bahas lebih lanjut dalam Persetujuan Substansi tingkat lintas sektoral di
Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
4. Apabila dalam pembahasan Persetujuan Substansi belum juga didapatkan
kesepakatan maka saran dan masukan tersebut akan dijadikan bahan
pertimbangan dalam Peninjauan Kembali RTRW Kota Bontang berikutnya.

Demikian Berita acara ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk dapat digunakan
sebagaimana perlunya.

Bontang, 22 Januari 2018

Badan Perencanaan Penelitian dan


Pengembangan

Drs. H. Artahnan, MM Ir. Zulkifli, MT


Daftar Hadir Rapat

Hari/Tanggal Senin, 22 Januari 2018


Waktu 08.30 WITA s.d Selesai
Tempat Ruang Rapat Bapelitbang Kota Bontang
Acara Rapat Koordinasi BKPRD, Penyanripaian Progres Revisi RTRW Kota
Bontang Tahun 2012-2032 dan Penandatangan Peta Rencana Revisi
RTRW Kota Bontang Tahun 2012-2032

No Nama Instansi Jabatan

0 UpKipOly

^T^H Sauk. \<Ji{?ciJ

^ fir.

(jpttD

20

21
22 22--

23

1
24
k
25

26
(
27

28
<^
tec. J S K 5 M ^ > ^ ieCftt^
29
fee- ^^fen
30

31
HUWLS A
32
— \ - —
33

34
34./ 1 ^
35
A
v» "

36

1 '
37

38

39

40
T
4 0 . ^

41

42 1
43
\
44
- I
45 45. ^ 1
46

47 47.
48

49

50

51 51

52 52

53 53

54 54

55 55

56 56

57 57

58 58

59 59

60 60

61 61

62 62

63 63

64 64

65 65

66 66

67 67

68 68

69 69

70 70
LAMPIRAN III

REKOMENDASI GUBERNUR
GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR
Samarinda, 24 Maret 2017
Nomor : 660.1//TUUA-Bapp/2017 KepadaYth.
Lampiran : 1 (satu) berkas Menteri Agraria dan Tata
Perihal : Rekomendasi Pemberian Persetujuan Ruang/Kepala BPN
Substansi Rancangan Revisi Perda Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2012 tentang RTRW di -
Kota Bontang Tahun 2012 - 2032 JAKARTA

Sehubungan dengan Surat Pemerintah Kota Bontang Nomor


050/1681/Bappeda.2 tanggal 12 Oktober 2016 perihal Permohonan
Rekomendasi Gubernur untuk Proses Persetujuan Substansi terhadap
Rancangan Perda Kota Bontang tentang RTRW Bontang, dengan ini
disampaikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan
bahwa penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang
terlebih dahulu hams mendapat persetujuan substansi dari Menteri
setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur;
2. Telah dilaksanakan rapat pembahasan Rancangan Revisi Perda Nomor 11
Tahun 2012 tentang RTRW Kota Bontang Tahun 2012 - 2032 pada
tanggal 28 November 2016 dan ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kota
Bontang melaiui Surat Kepala Bappeda selaku Sekretaris BKPRD Kota
Bontang Nomor 050/239/Bapelitbang.2 tanggal 6 Februari 2017,
kemudian dilakukan beberapa kali perbaikan, dan
perbaikan/penyempurnaan terakhir berdasarkan hasil rapat pada tanggal
17 Maret 2017 antara BKPRD Provinsi Kalimantan Timur dan BKPRD Kota
Bontang (terlampir Rancangan Revisi Perda Nomor 11 Tahun 2012
tentang RTRW Kota Bontang Tahun 2016 - 2032);
3. Berdasarkan poin (1) dan (2) diatas, kami memberikan rekomendasi
bahwa Rancangan Revisi Perda Nomor 11 Tahun 2012 tentang RTRW
Kota Bontang Tahun 2012 - 2032 dapat diproses lebih lanjut untuk
mendapatkan persetujuan substansi dari Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala BPN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Demikian disampaikan, dan atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih.
LAMPIRAN IV

BERITA ACARA PEMDA DENGAN DPRD


BERITA ACARA KONSULTASI
PEMERINTAH KOTA BONTANG DENGAN DPRD KOTA BONTANG
DALAM PEMBAHASAN RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG
NOMOR11 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KOTA BONTANG TAHUN 2012-2032

Pada hari ini Senin tanggal Tiga bulan April tahun Dua Ribu Tujuh Belas, kami Tim
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Bontang antara Pemerintah Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2017 yang bertanda tangan di bawah ini, telah mengadakan
Rapat Konsultasi Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Bontang tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Bontang Tahun 2012-2032 dengan Panitia Khusus DPRD Kota Bontang
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Bontang tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kota Bontang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Bontang Tahun 2012-2032, dengan hasil sebagai berikut:
1. Berdasarkan Lampiran 11 angka 237 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka materi Rancangan Peraturan Daerah
Kota Bontang tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 11 Tahun
2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bontang Tahun 2012-2032 yang berubah
tidak lebih dari 50% (lima puluh persen);
2. Sesuai dengan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan, maka Rancangan Peraturan Daerah Kota Bontang tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Bontang Tahun 2012-2032 telah disertai dengan keterangan yang
memuat pokok pikiran dan materi yang diatur;
3. Rancangan Peraturan Daerah Kota Bontang tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota
Bontang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bontang Tahun
2012-2032 akan dibahas lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
4. Pemerintah Kota Bontang dan Panitia Khusus DPRD Kota Bontang sepakat untuk
melanjutkan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Bontang tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Kota Bontang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Bontang Tahun 2012-2032 dalam rangka Persetujuan Substansi dengan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Demikian Berita Acara ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bontang, 3 April 2017


Tim Pembahas Pemerintah Kota Bontang Panitia Khusus DPRD Kota Bontang

Ir. Zulkifli. MT
Kepala BAPELITBANG Kota Botang Ketua
Selaku Wakil Ketua
LAMPIRAN V

PEMERIKSAAN MANDIRI
LAMPIRAN V Pemeriksaan Mandiri

LAMPIRAN II C
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
NOMOR 8 TAHUN 2017
TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM RANGKA PENETAPAN
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG PROVINSI DAN RENCANA TATA
RUANG KABUPATEN/KOTA.

Nomor :
Tanggal :

Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR


No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
1 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN
STRATEGI PENATAAN RUANG
1.1 Tujuan Penataan Ruang Berdasarkan Permen-PU Dengan mempertimbangkan Raperda Perubahan RTRW 1. Sudah mengacu pada visi
Nomor 17 Tahun 2009 kondisi, aspirasi dan amanat Kota “X” Tahun 2012 Pembangunan jangka Panjang Kota
Tentang Pedoman Penyusunan pembangunan Nasional dan - 2032 “X” Tahun 2005 – 2025 yakni "Kota
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi “K”serta Pemerintah Kota Maritim Berkebudayaan Industri
“X” yang dituangkan dalam Pasal 6 Yang Berwawasan Lingkungan dan
Kota, kriteria tujuan penataan
Rencana Pembangunan Jangka Mensejahterakan Masyarakat"
ruang wilayah kota Tujuan penataan ruang
Panjang Daerah (RPJPD) Kota “X”, (Perda 5 Tahun 2011 tentang
dirumuskan sebagai berikut: Kota “X” adalah untuk
tahun 2005-2025 maka tujuan RPJPD Kota “X” Tahun 2005-2025)
a. Mengakomodasi fungsi mewujudkan Kota “X”
penataan ruang Kota “X” adalah 2. Sudah mendukung tujuan penataan
sebagai kota maritim
dan peran kota yang “Mewujudkan Kota “X” Sebagai ruang nasional khususnya terkait
berkebudayaan industri
telah ditetapkan dalam Kota Maritim Berkebudayaan dengan Pasal 2 PP 26 Tahun 2008
Industri Yang Berwawasan yang berwawasan
RTRWN, RTRW Provinsi Tentang RTRWN dan perubahanya
Lingkungan dan Mensejahterakan lingkungan dan
dan rencana tata ruang (PP 13 Tahun 2017):
Masyarakat Melalui Keterpaduan mensejahterakan
kawasan metropolitan ▪ keterpaduan perencanaan tata
Perencanaan Tata Ruang, masyarakat melalui
b. Tidak bertentangan ruang wilayah nasional, provinsi,
Pemanfaatan Ruang dan keterpaduan perencanaan
dengan tujuan penataan dan kabupaten/kota;
Pengendalian Pemanfaatan Ruang tata ruang, pemanfaatan
▪ keterpaduan pemanfaatan ruang
ruang wilayah provinsi ruang dan pengendalian
Antar Wilayah (Nasional, Provinsi darat, ruang laut, dan ruang
dan nasional maupun Kota), dan Antar pemanfaatan ruang antar
udara, termasuk ruang di dalam
c. Jelas dan dapat dicapai Kawasan (Lindung Dan wilayah (Nasional,
bumi dalam kerangka Negara
sesuai dengan jangka Budidaya)” Provinsi maupun
Kesatuan Republik Indonesia;
waktu perencanaan Kota),dan antar kawasan
▪ keterpaduan pengendalian
d. Tidak bertentangan (lindungn dan budidaya).
pemanfaatan ruang wilayah
dengan peraturan (Buku Fakta Analisa hal IV–1 s/d nasional, provinsi, dan
perundang – undangan IV-3) kabupaten/kota dalam rangka
pelindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat
pemanfaatan ruang.
3. Sudah mempertimbangkan tujuan
penataan ruang wilayah Provinsi
“K”yakni mewujudkan Ruang
Wilayah Provinsi yang mendukung
Pertumbuhan Ekonomi Hijau yang
Berkeadilan dan Berkelanjutan
berbasis Agroindustri dan Energi
Ramah Lingkungan (Pasal 3 Perda
No. 1 Tahun 2016 tentang RTRWP
“K” Tahun 2016-2036).

1.2 Kebijakan Penataan Berdasarkan Permen-PU Untuk mewujudkan tujuan Raperda Perubahan RTRW 1. Sudah mengakomodir Kebijakan
Ruang Nomor 17 Tahun 2009 pemanfaatan ruang tersebut di Kota “X” Tahun 2012 Penataan Ruang Nasional yang
Tentang Pedoman atas ditetapkan kebijakan dan - 2032 meliputi kebijakan pengembangan
strategi penataan ruang nasional struktur ruang dan pola ruang
Penyusunan Rencana Tata
yang meliputi kebijakan dan (Pasal 4, 5, 6, 7, dan 8 PP Nomor 26
Ruang Wilayah Kota, kriteria strategi pengembangan struktur Tahun 2008 ) dan perubahanya (PP
kebijakan penataan ruang Pasal 8 :
ruang dan pola ruang. 13 Tahun 2017),
wilayah kota dirumuskan Kebijakan pengembangan 2. Sudah mengakomodir Kebijakan
sebagai berikut: A. Kebijakan pengembangan struktur ruang kota: Penataan Ruang Pulau “K” (Pasal
a. Mengakomodasi kebijakan struktur ruang meliputi: a. Pengembangan sistem 6, 7, 8, 11, 12, 13, dan 14 Perpres
penataan ruang wilayah 1. peningkatan akses pusat-pusat pelayanan No. 3 Tahun 2012 tentang
nasional dan kebijakan pelayanan perkotaan dan wilayah kota secara Rencana Tata Ruang Pulau “K”)
pusat pertumbuhan hirarkis dan 3. Sudah mengakomodir Kebijakan
penataan ruang wilayah
ekonomi wilayah yang proporsional; Penataan Ruang Provinsi
provinsi yang berlaku pada merata dan berhierarki; b. Peningkatan kualitas “K”(Pasal 4 Perda Nomor. 1
wilayah kota bersangkutan 2. dan peningkatan kualitas dan jangkauan Tahun 2016)
b. Jelas, realistis, dan dapat dan jangkauan pelayanan pelayanan jaringan 4. Sudah mempertimbangkan
diimplementasikan dalam jaringan prasarana kebijakan penataan ruang wilayah
jangka waktu perencanaan prasarana yang merata
transportasi, Provinsi, yakni: perwujudan
pada wilayah kota dan terpadu.
telekomunikasi, energi, dan pembangunan yang berkelanjutan
bersangkutan sumber daya air yang Pasal 10 :
dengan menjaga harmonisasi
c. Mampu menjawab isu – isu terpadu dan merata di Kebijakan pengembangan kegiatan ekonomi, investasi, sosial
strategis baik yang ada seluruh wilayah nasional. pola ruang mencakup: dengan mempertimbangkan daya
sekarang maupun yang B. Kebljakan dan strategi a.Kebijakan pemantapan dukung dan kelestarian lingkungan
diperkirakan akan timbul pengembangan pola ruang kawsan lindung; serta menunjang aspek politik,
di masa yang akan dating meliputi: b.Kebijakan pertahanan dan keamanan. ( Pasal 4
1. kebijakan dan strategi pengembangan ayat (2) huruf e Perda No. 1 tentang
d. Tidak bertentangan dengan
pengembangan, kawasan budidaya. RTRWP “K” Tahun 2016 – 2036).
peraturan perundang-
pemanfaatan, dan Pasal 11 : 1. Kebijakan penataan ruang sudah
undangan pengelolaan kawasan selaras dengan strategi dan arah
lindung; Kebijakan pemantapan
kebijakan penataan ruang dalam
2. kebljakan dan strategi kawasan lindung
RPJPD Kota “X” tahun 2005- 2025
pengembangan kawasan mencakup:
(Perda Kota “X” No. 5 Tahun
budi daya; dan a. Pemeliharaan dan 2011), yakni meningkatkan
3. kebijakan dan strategi perwujudan kelestarian kualitas lingkungan hidup Kota
pengembangan kawasan fungsi kawasan “X”
strategi nasional. lindung; dan
C. Kebijakan pengembangan, b. Pencegahan dampak
pemanfaatan, dan pengelolaan negatif kegiatan
kawasan lindung meliputi: pemanfaatan ruang
1. pemeliharaan dan yang dapat
perwujudan kelestarian
menimbulkan
fungsi lingkungan hidup;
kerusakan lingkungan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
dan hidup.
2. pencegahan dampak Pasal 13:
negatif kegiatan manusia Kebijakan pengembangan
yang dapat menimbulkan kawasan budidaya,
kerusakan lingkungan mencakup:
hidup.
a.Perwujudan dan
D. Kebljakan pengembangan
kawasan budi daya peningkatan
sebagaimana dimaksud dalam keterpaduan dan
meliputi: keterkaitan antar
1. perwujudan dan kegiatan budidaya
peningkatan keterpaduan ruang darat, ruang laut
dan keterkaitan antar dan ruang udara;
kegiatan budi daya; dan b.Pengendalian
2. pengendalian perkembangan
perkembangan kegiatan budidaya agar tidak
budi daya agar tidak melampaui daya
melampaui daya dukung dukung dan daya
dan daya tampung tampung lingkungan;
lingkungan. dan
c. Peningkatan fungsi
Untuk mewujudkan tujuan
pemanfaatan ruang di tetapkan kawasan untuk
kebijakan penataan ruang Pulau pertahanan dan
“K” yang meliputi : keamanan negara
A. Kebijakan untuk mewujudkan
kelestarian kawasan
konservasi keanekaragaman
hayati dan kawasan berfungsi
lindung yang bervegetasi
hutan tropis basah paling
sedikit 45% (empat puluh lima
persen) dari luas Pulau “K”
sebagai Paru-paru Dunia
meliputi:
1. pelestarian kawasan yang
memiliki
keanekaragaman hayati
tumbuhan dan satwa
endemik kawasan;
2. pengembangan koridor
ekosistem antarkawasan
konservasi;
3. pemantapan kawasan
berfungsi lindung dan
rehabilitasi kawasan
berfungsi lindung yang
terdegradasi; dan
4. pengendalian kegiatan
budi daya yang
berpotensi mengganggu
kawasan berfungsi
lindung.
B. Kebijakan untuk mewujudkan
kemandirian energi dan
lumbung energi nasional
untuk ketenagalistrikan
meliputi:
1. pengembangan energi
baru dan terbarukan; dan
2. pengembangan
interkoneksi jaringan
transmisi tenaga listrik.
C. Kebijakan untuk mewujudkan
pusat pertambangan mineral,
batubara, serta minyak dan
gas bumi di Pulau “K”
meliputi:
1. pengembangan kawasan
perkotaan nasional
sebagai pusat industri
pengolahan dan industri
jasa hasil pertambangan
mineral, batubara, serta
minyak dan gas bumi;
dan
2. pengembangan kawasan
pertambangan mineral,
batubara, serta minyak
dan gas bumi dengan
memperhatikan daya
dukung dan daya
tampung lingkungan
hidup.
D. Kebijakan untuk mewujudkan
pusat pengembangan
kawasan perkotaan nasional
yang berbasis pada air
meliputi:
a. pengembangan kawasan
perkotaan nasional
sebagai kota tepi air
(waterfront city); dan
b. pengembangan prasarana
dan sarana perkotaan
berbasis mitigasi bencana
banjir.
E. Kebijakan untuk mewujudkan
kawasan ekowisata berbasis
hutan tropis basah dan wisata
budaya “K” meliputi:
a. pengembangan kawasan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
ekowisata berbasis
ekosistem kehidupan
orang utan, bekantan,
meranti, anggrek, serta
satwa dan tumbuhan
endemik kawasan
lainnya; dan
b. pengembangan kawasan
wisata berbasis budaya
“K”.
F. Kebijakan untuk mewujudkan
jaringan transportasi
antarmoda yang dapat
meningkatkan keterkaitan
antarwilayah, efisiensi
ekonomi, serta membuka
keterisolasian wilayah
dilakukan dengan
pengembangan jaringan
transportasi antarmoda yang
terpadu dan efisien untuk
menghubungkan kawasan
produksi komoditas unggulan
menuju bandar udara
dan/atau pelabuhan, dan
antarkawasan perkotaan,
serta membuka keterisolasian
wilayah.
G. Kebijakan untuk mewujudkan
swasembada pangan dan
lumbung pangan nasional
meliputi:
a. pelestarian dan
pengembangan kawasan
peruntukan pertanian
sawah beririgasi, rawa
pasang surut, dan sawah
non irigasi, termasuk
yang merupakan lahan
pertanian pangan
berkelanjutan;
b. pengembangan jaringan
prasarana sumber daya
air untuk pemenuhan
kebutuhan lahan
pertanian; dan
c. pengembangan sentra
pertanian tanaman
pangan dan sentra
perikanan yang didukung
dengan industri
pengolahan dan industri
jasa untuk mewujudkan
ketahanan pangan
nasional.

Untuk mewujudkan tujuan


pemanfaatan ruang di tetapkan
kebijakan penataan ruang
Provinsi “K”yakni:
e. perwujudan
pembangunan yang
berkelanjutan dengan
menjaga harmonisasi
kegiatan ekonomi,
investasi, sosial dengan
mempertimbangkan daya
dukung dan kelestarian
lingkungan serta
menunjang aspek politik,
pertahanan dan
keamanan.

Untuk mencapai sasaran pokok


pembangunan Kota “X” yaitu
meningkatkan kualitas
lingkungan hidup Kota “X” maka
diperlukan kebijakan sebagai
berikut:
A. Kebijakan Penataan Ruang:
a. Pengembangan struktur
ruang sesuai Rencana
Tata Ruang Wilayah
(RTRW)
 Pengembangan
struktur ruang yang
menuju pada
pertumbuhan wilayah
sekaligus mengurangi
kesenjangan antar
wilayah.
 Penyediaan
infrastruktur dalam
mendukung struktur
ruang wilayah sesuai
RTRW.
 Penataan kota untuk
menjaga
keseimbangan antara
budidaya dengan daya
dukung lingkungan.
b. Perencanaan dan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Pemanfaatan Ruang
 Penataan ruang
melalui kegiatan
perencanaan,
pemanfaatan ruang
dan pengendalian
pemanfaatan ruang
yang efektif dan
partisipatif dengan
memperhatikan
rencana kawasan
stategis skala nasional
maupun provinsi.
 Pemanfaatan ruang
wilayah sesuai RTRW
dengan tetap
mendukung
keseimbangan
ekologis.
c. Pengendalian
pemanfaatan ruang
wilayah berdasarkan
fungsi kawasan dalam
menopang daya dukung
lingkungan untuk jangka
panjang.
 Pengendalian dan
pengelolaan kawasan
sesuai fungsi ruang
dalam RTRW.
 Penataan kota dengan
menyediakan
alternatif sarana
transportasi umum
atau individu yang
terintegrasi dengan
baik.
B. Kebijakan Perumahan dan
Permukiman
 Pembangunan
perumahan dan
permukiman yang
berwawasan
lingkungan.
 Pembinaan dan
peningkatan kualitas
lingkungan
perumahan dan
permukiman disertai
dengan penyediaan
infrastruktur dasar
yang memadai.
 Pemenuhan
kebutuhan
perumahan dan
permukiman sesuai
tingkat kemampuan
pendapatan
masyarakat.
 Penataan dan
revitalisasi kawasan
permukiman kumuh.
 Penataan dan
pembatasan
permukiman di atas
air dalam rangka
perlindungan
ekosistem pesisir dan
Green Belt.
a. Air bersih
 Penyediaan drainase
kota, embung, daerah
resapan dan ruang
terbuka hijau yang
mampu mengurangi
genangan air dan
mencegah terjadinya
banjir.
 Penyediaan air bersih
yang memenuhi
syarat dengan
cakupan layanan
mendekati 90% oleh
pemerintah.
C. Kebijakan Lingkungan Hidup
a. Pengembangan kerangka
dasar pembangunan
daerah yang berwawasan
lingkungan.
 Peningkatan kualitas
dan kuantitas
sumberdaya manusia
khususnya dalam
rangka penanganan
sumberdaya alam dan
lingkungan hidup.
 Peningkatan peran
serta masyarakat dan
stakeholder lainnya
dalam pengelolaan
lingkungan.
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
 Penetapan perangkat
hukum lingkungan
dan penegakannya.
 Perlindungan
terhadap
keanekaragaman
hayati beserta
habitatnya, fauna dan
flora spesifik yang
ada.
 Perlindungan kualitas
air permukaan yang
memenuhi syarat
untuk diolah sebagai
air baku.
 Membangun
kerjasama dengan
pelaku industri untuk
menekan pencemaran
air, tanah, dan udara
agar tidak melebihi
ambang batas baku
mutu lingkungan.
 Membangun
kerjasama dengan
pelaku industri
mengembangkan
teknologi indutri yang
dapat mengurangi
emisi CO2 dan Gas
Rumah Kaca serta
usaha-usaha yang
mampu menurunkan
kadar CO2 di udara.
b. Pengelolaan lingkungan
hidup dalam mewujudkan
kelestarian lingkungan.
 Perlindungan
terhadap kawasan-
kawasan yang telah
ditetapkan sebagai
kawasan lindung dan
kawan konservasi laut
dalam rangka
perlindungan hewan
terrestrial dan biota
laut yang dilindungi.
 Peningkatan
inventarisasi,
penelitian, pendataan
dan pengembangan
informasi bidang
lingkungan hidup.
 Peningkatan
pelayanan dan
pengawasan pada
lokasi kegiatan
pembangunan yang
rawan perubahan
rona lingkungan alam.
 Peningkatan
pengawasan terhadap
kegiatan usaha dalam
pengelolaan
pencemaran air,
udara dan Bahan
Beracun Berbahaya
(B3) agar sesuai
dengan peraturan dan
perundang-undangan
lingkungan hidup.
 Penataan area bekas
penebangan hutan
atau perubahan
lainnya yang
berpotensi merusak
alam menjadi lebih
bernilai tambah.
 Pelaksanaan sanksi
atau hukuman yang
lebih tegas terhadap
pelaku perusakan
kawasan yang
dilindungi.
 Pengendalian dan
pengembalian fungsi
kawasan lindung
sesuai dengan
rencana tata ruang
yang telah ditetapkan.
 Pengendalian
kerusakan hutan,
lahan dan ekosistem
pesisir dan laut.
c. Pengelolaan lingkungan
hidup berbasis mitigasi
bencana alam.
 Pengembangan sistem
peringatan dini pada
kawasan rawan
bencana.
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
 Pengendalian
pemanfaatan wilayah
hulu sungai untuk
menjamin kelestarian
sumber-sumber air.
 Pengendalian
pemanfaatan kawasan
lindung dan kawasan
konservasi laut.
 Pengendalian
pemanfaatan ruang
terbuka hijau.
 Peningkatan kapasitas
infiltrasi dan
pencegahan erosi.
 Penataan aliran
sungai dan bantaran
sungai serta
pengamanan green
belt dalam rangka
pengendalian banjir.
 Peningkatan
pengelolaan dan
pendayagunaan
sumber daya alam
yang mampu
mendukung
perekonomian
masyarakat dengan
memperhatikan
kelestarian hasil dan
daya dukung
lingkungan hidup.

(Buku Fakta Analisa hal (Buku


Fakta Analisa hal II-20, II-22, II-
23, II-24, II-25, II-26, II-27, II-
28,II-36, II-37, II-38, Hal II-44 s/d
Hal II-47)
1.3 Strategi Penataan Ruang Berdasarkan Permen-PU Untuk mewujudkan tujuan Raperda Perubahan RTRW 1. Sudah mengakomodir Strategi
Nomor 17 Tahun 2009 pemanfaatan ruang tersebut di Kota “X” Tahun 2012 Penataan Ruang Nasional yang
Tentang Pedoman atas ditetapkan kebijakan dan - 2032 meliputi Strategi pengembangan
strategi penataan ruang nasional strutur ruang dan pola ruang (Pasal
Penyusunan Rencana Tata
yang meliputi kebijakan dan 4, 5, 6, 7, dan 8 PP Nomor 26
Ruang Wilayah Kota, kriteria strategi pengembangan struktur
strategi penataan ruang Pasal 9: Tahun 2008) dan perubahannya (PP
ruang dan pola ruang.
1) Strategi 13 Tahun 2017).
wilayah kota dirumuskan
pengembangan sistem 2. Sudah mengakomodir strategi
sebagai berikut: B. Strategi untuk peningkatan
akses pelayanan perkotaan pusat-pusat Penataan Ruang Pulau “K” (Pasal
a. Memiliki kaitan logis
dan pusat pertumbuhan pelayanan Kota 6, 7, 8, 11, 12, 13, dan 14 Per-Pres
dengan kebijakan
ekonomi wilayah meliputi: Secara hirarkis dan No. 3 Tahun 2012 tentang
penataan ruang wilayah
a. menjaga dan proporsional: Rencana Tata Ruang Pulau “K”)
kota
mewujudkan keterkaitan a. Mengatur dan 3. Sudah mengakomodir strategi
b. Tidak bertentangan dengan
antarkawasan perkotaan, mengendalikan Penataan Ruang Provinsi
tujuan, kebijakan, dan antara kawasan penyebaran “K”(Pasal 5 Perda Nomor. 1
startegi penataan ruang perkotaan dan kawasan penduduk sesuai Tahun 2016)
wilayah nasional dan perdesaan, serta antara dengan rencana 4. Sudah mempertimbangkan strategi
provinsi kawasan perkotaan dan struktur ruang penataan ruang wilayah Provinsi,
c. Jelas, realistis, dan dapat wilayah di sekitarnya;
Kota “X”; terkait strategi perwujudan
diimplementasikan dalam b. mengembangkan pusat
b. Membagi dan pembangunan yang berkelanjutan
jangka waktu perencanaan pertumbuhan baru di
kawasan yang belum mengembangkan dengan menjaga harmonisasi
pada wilayah kota
terlayani oleh pusat pusat-pusat kegiatan ekonomi, investasi, sosial,
bersangkutan
pertumbuhan; pelayanan wilayah dengan mempertimbangkan daya
d. Harus dapat dijabarkan
c. mengembangkan pusat kota sesuai dukung dan dkelestarian nasional,
secara spasial dalam
pertumbuhan kota karakteristik dan serta mendukung aspek politik,
rencana struktur ruang
maritim yang potensial wilayah, pertahanan dan keamanan, ( Pasal 5
dan rencana pola ruang
berkelanjutan; dengan tetap ayat (6) Perda No. 1 tentang RTRWP
wilayah kota.
d. mendorong kawasan memperhatikan “K” Tahun 2016 – 2036), berupa:
e. Tidak bertentangan dengan perkotaan dan pusat keseimbangan  pengendalian pembangunan
peraturan perundang – pertumbuhan agar lebih wilayah; dan melalui upaya tindakan
undangan kompetitif dan lebih c. Meningkatkan antisipatif dan kuratif yang
efektif dalam
keterkaitan antar konsisten dalam pengelolaan
pengembangan wilayah di
pusat-pusat kegiatan budidaya yang
sekitamya;
e. mengembangkan pelayanan maupun berpotensi dan/atau telah
pelayanan kawasan dengan wilayah terindikasi mengganggu
perkotaan yang pelayanan sesuai kelestarian lingkungan;
mendukung sektor dengan jenis dan  peningkatan upaya pemeliharaan
unggulan sebagai kota skala pelayanan. dan rehabilitasi kawasan yang
industri, wisata, dan 2) Strategi peningkatan telah mengalami degradasi
maritim secara kualitas dan lingkungan dan berpotensi
berkelanjutan; dan jangkauan pelayanan menimbulkan dampak bencana;
f. mengembangkan kota jaringan prasarana  penetapan kawasan lindung dan
dan kawasan perkotaan yang merata dan budidaya berdasarkan
baru secara holistik dan terpadu: karakterstik, kesesuian dan daya
terintegrasi, inklusif, a. Meningkatkan
serta berkelanjutan. dukung lingkungan yang turut
kualitas dan mempertimbangkan produktivitas
C. Strategi untuk peningkatan
kuantitas sarana ekonomi dan kepentingan sosial
kualitas dan jangkauan
pelayanan jaringan prasarana dan sarana budaya; dan
meliputi: transportasi darat  peningkatan fungsi pertahanan
a. meningkatkan kualitas dengan dan keamanan pada pusat
jaringan prasarana dan mengintegraskan kegiatan di wilayah perbatasan
mewujudkan pelayanan inter negara melalui penetapan zona
keterpaduan pelayanan dan antar moda; penyangga yang
transportasi darat, laut, b. Mengembangkan  berfungsi untuk pengamanan
dan udara; dan memantapkan kawasan lindung dan
b. mendorong pelayanan pengembangan kawasan
pengembangan prasarana pelabuhan dan
telekomunikasi terutama budidaya secara selektif.
bandar udara
di kawasan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
c. terisolasi; umum sebagai 5. Strategi penataan ruang Kota “X”
d. meningkatkan jaringan inlet dan outlet dijabarkan dalam masing- masing
energi untuk Kota “X” kebijakan yang mencakup :
memanfaatkan energi c. mengembangkan a. Kebijakan dan strategi
terbarukan dan tak pusat pembangkit pengembangan struktur ruang
e. terbarukan secara
dan jaringan energi kota;
optimal serta
dengan b. Kebijakan dan strategi
mewujudkan
keterpaduan sistem memanfaatkan pengembangan pola ruang kota;
penyediaan tenaga listrik; sumber-sumber c. Kebijakan dan strategi
f. meningkatkan energi selain pengembangan kawasan strategis
infrastruktur minyak dan minyak bumi, serta kota.
gas bumi nasional yang meningkatkan 6. Strategi penataan ruang sudah
optimal; dan pelayanan energi selaras dengan strategi dan arah
g. meningkatkan kualitas dengan kebijakan penataan ruang dalam
jaringan prasarana dan interkoneksi sistem RPJPD Kota “X” tahun 2005- 2025
mewujudkan regional; (Perda Kota “X” No. 5 Tahun
keterpaduan sistem d. memantapkan 2011), yakni meningkatkan
jaringan sumber daya air. pelayanan kualitas lingkungan hidup Kota
D. Strategi untuk pemeliharaan telekomunikasi “X”
dan perwujudan kelestarian
dengan
fungsi lingkungan hidup
mengembangkan
meliputi:
a. menetapkan kawasan jaringan kabel
lindung di ruang darat, mauun nirkabel
ruang laut, dan ruang yang menjangkau
udara, termasuk ruang di seluruh wilayah
dalam bumi; kota;
b. mewujudkan kawasan e. membangun dan
berfungsi lindung dalam meningkatkan
wilayah: jaringan
1. Pulau “K” dengan sumberdaya air
luas paling sedikit secara terpadu;
45% (empat puluh f. meningkatkan
lima persen) dari sistem prasarana
luas pulau tersebut pengelolaan
sesuai dengan
lingkungan yang
kondisi, karakter,
dan fungsi meliputi drainase,
ekosistemnya serta persampahan, air
tersebar secara limbah dan air
proporsional; minum yang
c. mengembalikan dan menjangkau
meningkatkan fungsi seluruh wilayah
kawasan lindung akibat kota; dan
pengembangan kegiatan g. menyedakan
budi daya dalam rangka prasarana bagi
mewujudkan dan pejalan kaki dan
memelihara evakuasi bencana
keseimbangan ekosistem dan terintegrasi
wilayah; dengan prasarana
d. mengendalikan
utilitas kota lainya.
pemanfaatan dan
penggunaan kawasan Pasal 12:
yang berpotensi (1) Strategi pemeliharaan
mengganggu fungsi dan perwujudan
lindung; dan kelestarian fungsi
e. mewujudkan, kawasan lindung:
memelihara, dan a. menetapkan
meningkatkan fungsi kawasan lindung di
kawasan lindung dalam ruang darat dan
rangka meningkatkan ruang laut;
daya dukung daerah b. memantapkan
aliran sungai. fungsi kawasan
E. Strategi untuk pencegahan
lindung di ruang
dampak negatif kegiatan
manusia yang dapat darat dan ruang
menimbulkan kerusakan laut;
lingkungan hidup meliputi: c. mengembalikan
a. menyelenggarakan upaya dan meningkatkan
terpadu untuk fungsi kawasan
melestarikan fungsi lindung yang telah
lingkungan hidup; menurun akibat
b. melindungi dan pengembangan
meningkatkan kegiatan budi
kemampuan lingkungan daya, dalam
hidup dari tekanan rangka
perubahan dan/ atau mewujudkan dan
dampak negatif yang
memelihara
ditimbulkan oleh suatu
keseimbangan
kegiatan agar tetap
mampu mendukung ekosistem wilayah;
perikehidupan manusia d. mengembangkan
dan makhluk hidup ruang terbuka
lainnya; hijau dengan luas
c. melindungl dan paling sedikit 30%
meningkatkan (tiga puluh persen)
kemampuan lingkungan dari luas wilayah
hidup untuk menyerap kota; dan
zat, energi dan/atau e. meningkatkan
komponen lain yang kerjasama dengan
dibuang kedalamnya; kabupaten yang
d. mencegah terjadinya berbatasan dalam
tindakan yang dapat
pemeliharaan
secara langsung atau
kelestarian fungsi
tidak langsung
menimbulkan perubahan kawasan lindung
sifat frsik lingkungan (2) Strategi pencegahan
yang mengakibatkan dampak negatif
lingkungan hidup tidak kegiatan pemanfaatan
berfungsi dalam ruang yang dapat
menunjang menimbulkan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
pembangunan yang kerusakan lingkungan
berkelanjutan; hidup, sebagaimana
e. mengendalikan dimaksud dalam Pasal
pemanfaatan sumber 11 huruf b, dengan:
daya alam secara a. melindungi
bijaksana untuk kemampuan
menjamin kepentingan lingkungan hidup
generasi masa kini dan
dari
generasi masa depan;
f. mengelola sumber daya tekananperubahan
alam tak terbarukan dan/atau dampak
untuk menjamin negatif yang
pemanfaatannya secara ditimbulkan oleh
bijaksana dan sumber suatu kegiatan
daya alam yang agar tetap mampu
terbarukan untuk mendukung
menjamin ke perikehidupan
sinambungan manusia dan
ketersediaannya dengan makhluk hidup
tetap memelihara dan lainnya;
meningkatkan kualitas b. meningkatkan
nilai serta
kemampuan
keanekaragamannya; dan
lingkungan hidup
g. mengembangkan kegiatan
budidaya yang untuk dapat
mempunyai daya adaptasi menyerap zat,
bencana di energi dan/atau
kawasan rawan bencana komponen lain
dan kawasan risiko yang dibuang ke
perubahan iklim. dalamnya;
F. Strategi untuk perwujudan c. mengelola dan
dan peningkatan keterpaduan mengendalikan
dan keterkaitan antar pemanfaatan
kegiatan budi daya meliputi: sumberdaya alam
a. menetapkan kawasan secara
budi daya yang memiliki berkelanjutan
nilai strategis nasional
dengan tetap
untuk pemanfaatan
memelihara dan
sumber daya alam di
ruang darat, ruang laut, meningkatkan
dan ruang udara, kualitas nilai serta
termasuk ruang di dalam keanekaragamanny
bumi secara sinergis a; dan
untuk mewujudkan d. mengembangkan
keseimbangan kegiatan
pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang
wilayah; berfungsi budidaya
b. dalam kawasan beserta yang adaptif
pa secara sinergis dan terhadap bencana.
berkelanjutan untuk Pasal 14
mendorong
pengembangan (1) Strategi perwujudan
perekonomian kawasan dan peningkatan
dan wilayah sekitamya; keterpaduan dan
c. mengembangkan kegiatan keterkaitan antar
budi daya untuk kegiatan budi daya di
menunjang aspek politik, ruang darat, ruang
pertahanan dan laut dan ruang udara,
keamanan, sosial budaya, sebagaimana
serta ilmu pengetahuan dimaksud dalam Pasal
dan teknologi; 13 ayat (1) huruf a,
d. menetapkan, dengan:
mengembangkan, a. mengembangkan
memanfaatkan, dan kegiatan budidaya
mempertahankan
unggulan di setiap
kawasan pertanian
kawasan beserta
pangan berkelanjutan
untuk mewujudkan sarana dan
kemandirian, ketahanan, prasarananya
dan kedaulatan p€rngan; secara terpadu dan
e. mengembangkan pulau- berkelanjutan
pulau kecil sebagai sentra untuk mendorong
ekonomi wilayah yang perekonomian
berbasis kelautan dan kawasan dan
perikanan yang berdaya wilayah sekitarnya;
saing dan berkelanjutan b. mengembangkan
f. mengelola kekayaan kawasan budidaya
sumber daya kelautan di yang dapat
wilayah perairan, wilayah mengakomodasi
yurisdiksi, laut lepas, dan
kebutuhan
wilayah dasar laut
pengembangan
internasional untuk
kedaulatan ekonomi sektoral dan
nasional; dan kegiatan para
g. mengembangkan pemangku
pemanfaatan ruang udara kepentingan di
nasional sebagai aset Kota “X” secara
pembangunan dengan sinergi dan
tetap menjaga fungsi berkelanjutan agar
pertahanan dan tidak terjadi
keamanan serta konflik antar
keselamatan sektor maupun
penerbangan. antar pelaku dalam
pemanfaatan ruang
Untuk mewujudkan tujuan
baik di darat, laut,
pemanfaatan ruang ditetapkan
strategi penataan ruang Pulau serta udara;
“K” yang meliputi: c. mengembangkan
A. Strategi untuk pelestarian kegiatan budidaya
kawasan yang memiliki yang berkelanjutan
keanekaragaman hayati dengan
tumbuhan dan satwa endemik memperhatikan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
kawasan meliputi: keterkaitan
a. mempertahankan dan ekologis (hubungan
merehabilitasi luasan fungsional) serta
kawasan konservasi yang keterpaduan
memiliki ekosistem darat,
keanekaragaman hayati laut dan udara;
tumbuhan dan satwa dan
endemik kawasan;
d. meningkatkan
b. melindungi dan
kegiatan budidaya
melestarikan
keanekaragaman hayati berbasis kelautan
tumbuhan dan satwa (maritim) yang
endemik di kawasan memiliki
konservasi dan kawasan keterkaitan dengan
hutan lindung; dan sumberdaya
c. mempertahankan wilayah darat dan
kelestarian daerah hinterland
keanekaragaman hayati Kota “X”.
tumbuhan dan satwa (2) Strategi pengendalian
endemik kawasan dengan perkembangan
meningkatkan fungsi kegiatan budi daya
ekologis di kawasan agar tidak melampaui
hutan produksi.
daya dukung dan
B. Strategi untuk pengembangan
daya tampung
koridor ekosistem antar
kawasan konservasi meliputi: lingkungan,
a. menetapkan koridor sebagaimana
ekosistem antarkawasan dimaksud dalam Pasal
suaka alam dan 13 ayat (1) huruf b,
pelestarian alam; dengan:
b. mengendalikan a. membatasi
pemanfaatan ruang perkembangan
kawasan budi daya yang kegiatan budidaya
berfungsi sebagai koridor di kawasan rawan
ekosistem; bencana untuk
c. membatasi meminimalkan
perkembangan kawasan potensi dampak
permukiman pada akibat bencana;
wilayah yang berfungsi b. menetapkan dan
sebagai koridor
menjalankan
ekosistem; dan
ketentuan
d. mengembangkan
prasarana yang ramah peraturan zonasi
lingkungan sebagai pada masing-
pendukung koridor masing kawasan
ekosistem. budidaya sesuai
C. Strategi untuk pemantapan dengan
kawasan berfungsi lindung karakteristiknya;
dan rehabilitasi kawasan dan
berfungsi lindung meliputi: c. mengembangkan
a. mempertahankan luasan kegiatan
dan meningkatkan fungsi pemanfaatan ruang
kawasan berfungsi di wilayah pesisir
lindung bervegetasi hutan dan laut dengan
tetap yang memberikan
memperhatikan
perlindungan terhadap
keunikan wilayah
kawasan bawahannya;
b. memulihkan kawasan pesisir dan pulau-
berfungsi lindung yang pulau kecil serta
terdegradasi dalam beragamnya
rangka memelihara sumberdaya yang
keseimbangan ekosistem ada.
pulau; dan (3) Strategi peningkatan
c. mempertahankan luasan fungsi kawasan untuk
dan melestarikan pertahanan
kawasan bergambut dankeamanan:
untuk menjaga sistem a. menetapkan
tata air alami dan kawasan strategis
ekosistem kawasan. nasional dengan
D. Strategi untuk pengendalian fungsi khusus
kegiatan budi daya yang
pertahanan dan
berpotensi mengganggu
keamanan;
kawasan berfungsi lindung
meliputi: b. mengembangkan
a. mempertahankan kawasan lindung
permukiman masyarakat dan/atau kawasan
adat dan menyediakan budidaya tidak
akses bagi masyarakat terbangun
adat yang tidak disekitar kawasan
mengganggu kawasan khusus
berfungsi lindung; dan pertahanan dan
b. mengendalikan kegiatan keamanan;
pemanfaatan ruang di c. mengembangkan
bagian hulu wilayah budidaya secara
sungai (WS), kawasan selektif di dalam
hutan lindung, kawasan
dan di sekitar
resapan air, dan kawasan
kawasan khusus
konservasi.
E. Strategi untuk pengembangan pertahanan dan
energi baru dan meliputi: keamanan; dan
a. mengembangkan d. turut serta
pembangkit listrik menjaga dan
berbasis energi baru memelihara asset-
berupa Pembangkit aset pertahanan.
Listrik Tenaga Uap
(PLTU), Pembangkit
Listrik Tenaga Gas
(PLTG), Pembangkit
Listrik Tenaga Gas Uap
(PLTGU), Pembangkit
Listrik Tenaga Mesin Gas
(PLTMG), dan Pembangkit
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Listrik Tenaga Gas
Batubara (PLTGB);
b. mengembangkan
pembangkit listrik
berbasis energi
terbarukan berupa
Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA),
Pembangkit Listrik
Tenaga Minihidro (PLTM),
Pembangkit Listrik
Tenaga Bayu (PLTB), dan
Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS); dan
c. mendorong
pengembangan
pembangkit listrik pada
mulut tambang di
kawasan pertambangan
batubara.
F. Strategi untuk pengembangan
interkoneksi jaringan
transmisi tenaga listrik
meliputi:
a. mengembangkan
interkoneksi jaringan
transmisi tenaga listrik
seluruh Pulau “K”; dan
b. mengembangkan
interkoneksi jaringan
transmisi tenaga listrik
antara Pulau “K” dan
wilayah lain di luar
Pulau “K” untuk
mendukung sistem
penyediaan tenaga listrik
nasional.
G. Strategi untuk pengembangan
kawasan perkotaan nasional
sebagai pusat industri
pengolahan dan industri jasa
hasil pertambangan mineral,
batubara, serta minyak dan
gas bumi meliputi:
a. mengembangkan
kawasan industri
pengolahan hasil
pertambangan mineral,
batubara, serta minyak
dan gas bumi yang
didukung oleh
pengelolaan limbah
industri terpadu; dan
b. mengembangkan
prasarana dan sarana
untuk kelancaran
distribusi hasil
pertambangan mineral,
batubara, serta minyak
dan gas bumi.
H. Strategi untuk pengembangan
kawasan pertambangan
mineral, batubara, serta
minyak dan gas bumi dengan
memperhatikan daya dukung
dan daya tampung lingkungan
hidup sebagaimana meliputi:
a. mengendalikan
perkembangan kawasan
pertambangan yang
mengganggu kawasan
berfungsi lindung;
b. mengembangkan sentra-
sentra produksi
komoditas unggulan
pertambangan mineral,
batubara, serta minyak
dan gas bumi dengan
memperhatikan daya
dukung dan daya
tampung lingkungan
hidup; dan
c. melakukan reklamasi dan
kegiatan pascatambang
pada kawasan
peruntukan
pertambangan untuk
memulihkan kualitas
lingkungan dan
ekosistem.
I. Strategi untuk pengembangan
kawasan perkotaan nasional
sebagai kota tepi air
(waterfront city) meliputi:
a. mengembangkan pusat
kegiatan ekonomi di
kawasan perkotaan yang
berdekatan/menghadap
badan air;
b. mengendalikan
perkembangan kawasan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
terbangun yang
mengganggu dan/atau
merusak fungsi
sempadan sungai; dan
c. mengembangkan jaringan
transportasi sungai yang
didukung dengan
prasarana dan sarana
yang memadai.
J. Strategi untuk pengembangan
prasarana dan sarana
perkotaan berbasis mitigasi
bencana banjir meliputi:
a. mengembangkan jaringan
drainase yang terintegrasi
dengan sungai; dan
b. menata kawasan
perkotaan yang adaptif
terhadap ancaman
bencana banjir.
K. Strategi untuk pengembangan
dan pemanfaatan kawasan
ekowisata berbasis ekosistem
kehidupan orang utan,
bekantan, meranti, anggrek,
serta satwa dan tumbuhan
endemik kawasan lainnya
meliputi:
a. mengembangkan
prasarana dan sarana
pendukung kegiatan
ekowisata pada zona
pemanfaatan di kawasan
konservasi dengan
prinsip-prinsip
berkelanjutan; dan
b. mengembangkan
prasarana dan sarana
transportasi yang
menghubungkan antara
kawasan ekowisata dan
obyek wisata lainnya dan
antara kawasan
ekowisata dan kawasan
perkotaan nasional.
L. Strategi untuk pengembangan
kawasan wisata berbasis
budidaya “K” meliputi:
a. Melestarikan kawasan
permukiman berbasis
budidaya “K”; dan
b. Mengembangkan sarana
dan prasarana
transportasi yang
menghubungkan antara
kawasan wisata budaya
dan kawasan wisata
budaya dan kawasan
perkotaan nasional.
M. Strategi untuk pengembangan
jaringan transportasi
antarmoda yang terpadu dan
efisien untuk
menghubungkan kawasan
produksi komoditas unggulan
menuju bandar udara
dan/atau pelabuhan, dan
antar kawasan perkotaan,
serta membuka keterisolasian
wilayah meliputi:
a. mengembangkan jaringan
jalan dan/atau jalur
kereta api secara terpadu
untuk
b. menghubungkan
kawasan perkotaan
sebagai pusat
pertumbuhan dengan
sentra produksi
komoditas unggulan dan
pelabuhan dan/atau
bandar udara;
mengembangkan
pelabuhan dan bandar
udara yang terpadu
dengan jaringan jalan,
transportasi sungai dan
penyeberangan;
c. mengembangkan alur-
alur pelayaran untuk
menjangkau pusat
pertumbuhan dan pusat
permukiman di wilayah
pedalaman; dan
d. meningkatkan fungsi
terusan yang
menghubungkan
antaralur pelayaran
sungai.
N. Strategi untuk pelestarian dan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
pengembangan kawasan
peruntukan pertanian sawah
beririgasi, rawa pasang surut,
dan sawah non irigasi,
termasuk yang merupakan
lahan pertanian pangan
berkelanjutan meliputi:
a. mempertahankan luasan
kawasan peruntukan
pertanian sawah
beririgasi, rawa pasang
surut, dan sawah non
irigasi, termasuk yang
merupakan lahan
pertanian pangan
berkelanjutan;
b. mengembangkan
kawasan peruntukan
pertanian sesuai dengan
kesesuaian lahan serta
kelayakan rawa dan
lahan kering/tadah
hujan; dan
c. mengendalikan alih
fungsi lahan kawasan
peruntukan pertanian
sawah menjadi non
sawah.
O. Strategi untuk pengembangan
jaringan prasarana sumber
daya air untuk pemenuhan
kebutuhan lahan pertanian
meliputi:
a. memelihara dan
mengembangkan
bendungan beserta
waduknya dan jaringan
irigasi teknis; dan
b. memelihara dan
mengembangkan jaringan
irigasi pasang surut.
P. Strategi untuk pengembangan
sentra pertanian tanaman
pangan dan sentra perikanan
yang didukung dengan
industri pengolahan dan
industri jasa untuk
mewujudkan ketahanan
pangan nasional meliputi:
a. mengembangkan sentra
pertanian tanaman
pangan di kawasan
andalan dengan sektor
unggulan pertanian
untuk ketahanan pangan;
b. mengembangkan sentra
produksi perikanan
dengan memperhatikan
potensi lestari; dan
c. mendorong
pengembangan kawasan
perkotaan nasional
sebagai pusat industri
pengolahan dan industri
jasa hasil pertanian
tanaman pangan dan
perikanan.

Untuk mewujudkan tujuan


pemanfaatan ruang ditetapkan
strategi penataan ruang yakni
meliputi:
A. Strategi perwujudan
pembangunan yang
berkelanjutan dengan
menjaga harmonisasi kegiatan
ekonomi, investasi, sosial
dengan mempertimbangkan
daya dukung dan kelestarian
lingkungan serta menunjang
aspek politik, pertahanan dan
keamanan, meliputi:
a. pengendalian
pembangunan melalui
upaya tindakan
antisipatif dan kuratif
yang konsisten dalam
pengelolaan kegiatan
budidaya yang berpotensi
dan/atau telah
terindikasi mengganggu
kelestarian lingkungan;
b. peningkatan upaya
pemeliharaan dan
rehabilitasi kawasan yang
telah mengalami
degradasi lingkungan dan
berpotensi menimbulkan
dampak bencana;
c. penetapan kawasan
lindung dan budidaya
berdasarkan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
karakterstik, kesesuian
dan daya dukung
lingkungan yang turut
mempertimbangkan
produktivitas ekonomi
dan kepentingan sosial
budaya; dan
d. peningkatan fungsi
pertahanan dan
keamanan pada pusat
kegiatan di wilayah
perbatasan negara
melalui penetapan zona
penyangga yang
berfungsi untuk
pengamanan kawasan
lindung dan
pengembangan kawasan
budidaya secara selektif.

Untuk mencapai sasaran pokok


pembangunan Kota “X” yaitu
meningkatkan kualitas
lingkungan hidup Kota “X” maka
diperlukan strategi berikut:
A. Strategi Penataan Ruang:
a. Pengembangan struktur
ruang sesuai Rencana
Tata Ruang Wilayah
(RTRW) .
b. Perencanaan dan
Pemanfaatan Ruang
c. Pengendalian
pemanfaatan ruang
wilayah berdasarkan
fungsi kawasan dalam
menopang daya dukung
lingkungan untuk jangka
panjang.
B. Strategi Penataan dan
Permukiman
a. Pembangunan
perumahan dan
permukiman yang
berwawasan lingkungan.
b. Air bersih
C. Strategi Lingkungan Hidup
a. Pengembangan kerangka
dasar pembangunan
daerah yang berwawasan
lingkungan.
b. Pengelolaan lingkungan
hidup dalam
mewujudkan kelestarian
lingkungan.
c. Pengelolaan lingkungan
hidup berbasis mitigasi
bencana alam.

(Buku Fakta Analisa hal II–10


s/d hal II-15 serta Hal II-20 s/d
Hal II-28, Hal II-44 s/d Hal II-47 )
2 RENCANA STRUKTUR Berdasarkan Permen-PU Raperda Perubahan RTRW 1. Rencana struktur ruang wilayah
RUANG WILAYAH Nomor 17 Tahun 2009 Kota “X” Tahun 2012 Kota “X” memperhatikan sistem
Tentang Pedoman - 2032 perkotaan yang termuat dalam PP
Penyusunan Rencana Tata 26 tahun 2008 tentang RTRWN dan
Ruang Wilayah Kota, kriteria Pasal 17 : perubahanya (PP 13 tahun 2017) ,
rencana struktur ruang (1) Rencana strukutr Rencana Tata Ruang Pulau “K”
wilayah kota dirumuskan ruang wilayah kota (Perpres No. 3 Tahun 2012) serta
sebagai berikut: “X” yakni: RTRW Provinsi “K” (Perda No. 1
a. Pembagian wilayah tahun 2016) yakni Kota “X” menjadi
a. Memperhatikan rencana
perkotaan; salah satu pusat kegiatan nasional
struktur wilayah
b. Hirarki pusat (PKN).
kabupaten/kota yang
pelayanan kota; 2. Fokus pengembangan Kota “X”
berbatasan
b. Jelas/realistis dan dapat c. Sistem jaringan sebagai PKN yakni memantapkan
diimplementasikan dalam prasarana wilayah fungsi keterkaitan dengan pusat-
jangka waktu perencanaan kota. pusat pertumbuhan internasional
pada wilayah kota (2) Pembagian wilayah dan mendorong pengembangan
perkotaan sektor industri (Perpres No. 2 tahun
bersangkutan
sebagaimana yang 2015 tenteng RPJMN 2015 - 2019).
c. Penentuan pusat – pusat
pelayanan di dalam dimaksudkan pada 3. Rencana struktur ruang wilayah
struktur ruang kota harus ayat (1) huruf a Kota “X” memperhatikan rencana
berhirarki dan tersebar mengacu pada batas dan kebutuhan pemekaran wilayah
secara proporsional di administrasi. administrasi Kota “X” sehingga
dalam ruang kota serta (3) Hirarki pusat sistem perwilayahan mengacu pada
saling terkait menjadi satu pelayanan kota wilayah administrasi.
kesatuan system sebagaimana dimaksud 4. Peta rencana struktur ruang wilayah
d. Sistem jaringan prasarana pada ayat (1) huruf b kota “X” digambarkan mengikuti
kota dibentuk oleh sistem meliputi: ketentuan pemetaan sesuai dengan
jaringan transportasi d. Pusat pelayanan Permen PU No.17 Tahun 2009
sebagai sistem jaringan kota; tentang Pedoman Penyusunan
prasarana utama dan e. sub pusat Rencana Tata Ruang Wilayah Kota,
dilengkapi dengan system pelayanan kota; yakni lampiran rancangan perda
jaringan prasarana lainnya dan tentang RTRW Kota disajikan
f. pusat lingkungan. dengan skala menyesuaikan dengan
(4) Sistem jaringan ukuran kertas format A3.
prasarana wilayah kota
sebagaimana dimaksud
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. sistem jaringan
transportasi;
b. sistem jaringan
energi;
c. sistem jaringan
telekomunikasi;
d. sistem jaringan
sumber daya air;
e. sistem jaringan
prasarana
pengelolaan
lingkungan; dan
f. sistem jaringan
prasarana dan
sarana lainnya.
(5) Rencana Struktur
Ruang Wilayah Kota
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1),
digambarkan dalam
satu lembar peta
secara utuh dengan
skala peta
menyesuaikan luas
wilayah perencanaan,
sebagaimana
tercantum dalam
Lampiran I.A yang
merupakan bagian
yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah
ini
Pasal 18: 1. Pembagian wilayah perkotaan dalam
(1) Pembagian wilayah rencana struktur ruang Kota “X”
perkotaan mengacu pada Permen PU No. 20
sebagaimana dimaksud Tahun 2011 tentang Pedoman
dalam Pasal 17 ayat (2) Penyusunan Rencana Detai Tata
mencakup: Ruang dan Peraturan Zonasi
a. BWP I mencakup 6 Kabupaten Kota. Bagian Wilayah
(enam) kelurahan, Perkotaan yang selanjutnya
yaitu Kelurahan disingkat BWP adalah bagian dari
Gunung Elai kabupaten/kota dan/atau kawasan
dan/atau sebutan strategis kabupaten/kota yang akan
lainnya atau perlu disusun rencana
berdasarkan rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai
peraturan arahan atau yang ditetapkan di
perundang- dalam RTRW kabupaten/kota yang
undangan, bersangkutan, dan memiliki
Kelurahan Api-Api, pengertian yang sama dengan zona
Kelurahan “X” peruntukan sebagaimana dimaksud
Baru dan/atau dalam Peraturan Pemerintah Nomor
sebutan lainnya 15 Tahun 2010 tentang
berdasarkan Penyelenggaraan Penataan Ruang.
peraturan 2. Bagian Wilayah Perkotaan (BWP)
perundang- dirumuskan berdasarkan batas
undangan, administrasi kecamatan dalam
Kelurahan “X” upaya pemeratan pembangunan dan
Kuala, Kelurahan pertumbuhan ekonomi kota, dan
Loktuan dan/atau diselaraskan dengan rencana
sebutan lainnya pembangunan jangka panjang Kota
berdasarkan “X”.
peraturan 3. Saat ini Kota “X” terdiri dari 3
perundang- Kecamatan, yakni: Kecamatan
undangan, “X01”, Kecamatan “X02”, dan
Kelurahan Kecamatan “X03”. Terdapat usulan
Guntung. pemekaran menjadi paling sedikit
b. BWP II terdiri dari 4(empat) Kecamatan untuk
3 (tiga) kelurahan, memenuhi ketentuan Pasal 35 ayat
meliputi Kelurahan (4) huurf c UU 23 Tahun 2014
Belimbing tentang Pemerintahan Daerah).
dan/atau sebutan 4. Masing-masing BWP telah
lainnya ditetapkan fungsi pengembangan
berdasarkan yang menjadi arahan pencapaian
peraturan dalam penyusunan rencana rinci
perundang- tata ruang.
undangan,
Kelurahan Gunung
Telihan dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan,
Kelurahan Kanaan.
c. BWP III terdiri dari
6 (enam)
kelurahan,
meliputi Kelurahan
Tanjung Laut,
Kelurahan Tanjung
Laut Indah,
Kelurahan Berbas
Pantai, Kelurahan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Berbas
Tengahdan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan,
Kelurahan
Satimpo, dan
Kelurahan “X”
Lestari dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan.
(2) Fungsi pengembangan
BWP mencakup:
a. BWP I mempunyai
fungsi utama
sebagai pusat
industri strategis
nasional, pusat
pariwisata dan
pusat koleksi dan
distribusi barang
regional,
sedangkan
kegiatan
pendukungnya
adalah kawasan
lindung,
perumahan,
perikanan, dan
militer;
b. BWP II mempunyai
fungsi utama
sebagai pusat
perdagangan
regional dan pusat
simpul
transportasi,
sedangkan
kegiatan
pendukungnya
adalah kawasan
lindung dan
perumahan; dan
c. BWP III
mempunyai fungsi
utama sebagai
pusat
pemerintahan
kota, pusat
industri strategis
nasional, pusat
perdagangan
regional, dan pusat
simpul
transportasi,
sedangkan
kegiatan
pendukungnya
adalah kawasan
lindung,
perumahan,
pariwisata, dan
perikanan.

2.1. Pusat kegiatan di wilayah Berdasarkan Permen-PU


Kota Nomor 17 Tahun 2009
Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota, Pusat
pelayanan di wilayah kota
merupakan pusat pelayanan
sosial, budaya, ekonomi,
dan/atau administrasi
masyarakat yang melayani
wilayah kota dan regional,
yang meliputi:
a. pusat pelayanan kota,
melayani seluruh wilayah
kota dan/atau regional
b. subpusat pelayanan kota,
melayani sub-wilayah
kota
c. pusat lingkungan,
melayani skala
lingkungan wilayah kota
a. Pusat Pelayanan Kota Raperda Perubahan RTRW 1. Pusat pelayanan kota dalam
Kota “X” Tahun 2012 rencana struktur ruang Kota “X”
– 2032 ditetapkan dengan
memperhatikan kondisi eksisting
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Pasal 19 dan kebutuhan pengembangan
(1) Pusat pelayanan kota kegiatan sosial ekonomi masyarakat
ditetapkan di BWP III dan administrasi pemerintahan yang
(2) Pusat pelayanan kota melayani wilayah kota dan regional.
berfungsi sebagai 2. Pusat pelayanan kota saat ini
pusat kegiatan dengan fungsi kegiatan
pemerintahan kota pemerintahan terdapat di Kelurahan
serta pusat kegiatan “X” Lestari (BWP III), sedangkan
perdagangan dan jasa. fungsi kegiatan perdagangan dan
(3) Pusat kegiatan jasa terdapat di Kelurahan “X” Baru
pemerintahan kota (BWP I). Terdapat rencana
sebagaimana dimaksud pembangunan pusat perdagangan
ayat (2) mencakup dan jasa moderen di Kelurahan
perkantoran Tanjung Laut Indah (BWP III).
pemerintahan daerah
dan dilengkapi fasilitas
pendukung
pemerintahan dan
pelayanan publik
lainnya.
(4) Pusat kegiatan
perdagangan dan jasa
sebagaimana dimaksud
ayat (2) mencakup
pusat pelayanan
perbelanjaan skala
kota dan dilengkapi
fasilitas perkantoran
swasta serta jasa
pelayanan lainnya.
b. Sub Pusat Pelayanan Raperda Perubahan RTRW 1. Sub-Pusat pelayanan kota dalam
Kota Kota “X” Tahun 2012 rencana struktur ruang Kota “X”
- 2032 ditetapkan dengan memperhatikan
Pasal 20: kondisi eksisting dan kebutuhan
(1) Sub pusat pelayanan pengembangan kegiatan sosial
kota sebagaimana ekonomi masyarakat dan
dimaksud dalam Pasal administrasi pemerintahan yang
17 ayat (3) huruf b melayani wilayah kota dan sub
berperan sebagai wilayah kota (Bagian Wilayah
pendukung kegiatan Perkotaan).
kota, yang ditetapkan 2. Sub pusat pelayanan Kota saat ini
dengan ketentuan: dengan fungsi kegiatan
a. Sub pusat pemerintahan berupa pelayanan
pelayanan kota di administrasi kecamatan yang
BWP I terdapat di berlokasi di Kelurahan “X” Baru
Kelurahan “X” (BWP I), Kelurahan Gunung
Baru dan/atau Telihan (BWP II), dan Kelurahan
sebutan lainnya Tanjung Laut (BWP III).
berdasarkan 3. Sedangkan sub pusat pelayanan
peraturan kota dengan fungsi kegiatan
perundang- perdagangan dan jasa berupa pasar
undangan dan tradisional saat ini terdapat di
Kelurahan Loktuan Kelurahan Loktuan (BWP I),
dan/atau sebutan Kelurahan gunung Telihan (BWP II),
lainnya dan Kelurahan Tanjung Laut Indah
berdasarkan (BWP III)
peraturan
perundang-
undangan memiliki
fungsi sebagai
pusat pelayanan
pemerintahan
skala kecamatan
dan pusat
perdagangan dan
jasa;
b. Sub pusat
pelayanan kota di
BWP II terdapat di
Kelurahan Gunung
Telihan dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan memiliki
fungsi sebagai
pusat pelayanan
pemerintahan
skala kecamatan
dan pusat
perdagangan dan
jasa;
c. Sub pusat
pelayanan kota di
BWP III terdapat di
Kelurahan Tanjung
Laut dan
Kelurahan Tanjung
Laut Indah
memiliki fungsi
sebagaipusat
pelayanan
pemerintahan
skala kecamatan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
dan pusat
perdagangan dan
jasa.
(2) Pusat pelayanan
pemerintahan skala
kecamatan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa:
a. Kantor kecamatan;
dan
b. Fasilitas
pendukung
pemerintahan
skala kecamatan.
(3) Dihapus
(4) Pusat perdagangan dan
jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
berupa fasilitas pasar
dan bangunan
komersial lainya.
(5) Dihapus.
c. Pusat Lingkungan Raperda Perubahan RTRW 1. Pusat Lingkungan dalam rencana
Kota “X” Tahun 2012 struktur ruang Kota “X”
- 2032 ditetapkan dengan memperhatikan
kondisi eksisting dan kebutuhan
Pasal 21: pengembangan kegiatan sosial
(1) Pusat Lingkungan ekonomi masyarakat dan
sebagaimana dimaksud administrasi pemerintahan yang
dalam Pasal 17 ayat (3) melayani skala lingkungan
huruf c berperan (kelurahan).
sebagai pusat 2. Pusat lingkungan dengan fungsi
pelayanan skala kegiatan pemerintahan berupa
kelurahan. pelayanan administrasi kelurahan
(2) Pusat lingkungan saat ini terdapat di masing-masing
tersebar di tiap 15 Kelurahan.
kelurahan yakni 3.
Kelurahan “X” Lestari
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, Kelurahan
Satimpo, Kelurahan
Berbas Tengah
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, Kelurahan
Berbas Pantai,
Kelurahan Tanjung
Laut, Kelurahan
Tanjung Laut Indah,
Kelurahan Api-Api,
Kelurahan “X” Kuala,
Kelurahan “X” Baru
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, Kelurahan
Gunung Elai dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, Kelurahan
Loktuan dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundang-undangan,
Kelurahan Guntung,
Kelurahan Belimbing
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, Kelurahan
Gunung Telihan
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, dan
Kelurahan Kanaan;
(3) Pusat lingkungan yang
ditetapkan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. kantor kelurahan;
dan
b. pelayanan
pendukung
pemerintahan
skala kelurahan.

2.2. Sistem Jaringan


Prasarana
2.2.1 Sistem jaringan Berdasarkan Permen-PU Raperda Perubahan RTRW 1. Pengembangan sistem jaringan
transportasi Nomor 17 Tahun 2009 Kota “X” Tahun 2012 transportasi perkeretaapian dalam
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Tentang Pedoman - 2032 rencana srtruktur ruang Kota “X”
Penyusunan Rencana Tata mengacu pada Lampiran III Perda
Ruang Wilayah Kota, kriteria Pasal 22: No. 1 Tahun 2016 tentang
jaringan transportasi (1) Rencana RTRWP “K”. Tahun 2016 – 2036,
pengembangan sistem mencakup:
mencakup:
jaringan transportasi  Pembangunan jaringan dan
a. sistem jaringan sebagaimana dimaksud
trasnportasi darat; layanan kereta api lintas utama
dalam Pasal 17 ayat (4)
b. sistem jaringan antar kota dengan prioritas
huruf a, mencakup:
transportasi laut; tinggi.
a. pengembangan
c. sistem jarigan transportasi sistem jaringan  Pengembangan jaringan dan
udara transportasi darat; layanan kereta api perintis;
b. pengembangan  Stasiun kereta api kelas sedang.
sistem jaringan 2. Pengembangan sistem jaringan
transportasi laut; transportasi perkeretaapian dalam
c. pengembangan rencana struktur ruang Kota “X”
sistem jaringan mengacu pada Rencana Induk
transportasi udara; Kereta Api Nasional (Peraturan
dan Menteri Perhubungan Nomor PM
d. pengembangan 43 Tahun 2011 Tentang Rencana
sistem jaringan Induk Perkeretaapian Nasional)
transportasi
perkeretaapian.
(2) Rencana
pengembangan sistem
jaringan transportasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)tercantum
dalam Lampiran I.
yang merupakan
bagian tidak
terpisahkan dari
peraturan daerah ini.
a. Sistem jaringan Berdasarkan Permen-PU Pasal 23:
transportasi darat Nomor 17 Tahun 2009 (1) Pengembangan sistem
Tentang Pedoman jaringan transportasi
Penyusunan Rencana Tata darat sebagaimana
Ruang Wilayah Kota, kriteria dimaksud dalam Pasal
sistem jaringan transportasi 22 huruf a, diarahkan
darat mencakup: pada peningkatan,
pemeliharaan jaringan
a. sistem jarigan jalan;
jalan dan fasilitas
b. sistem jaringan kereta api;
keselamatan lalu
dan lintas, pengadaan
c. sistem jaringan angkutan prasarana dan sarana
sungai, danau, dan transportasi,
penyebrangan. pengadaan prasarana
dan sarana angkutan
umum serta
pengembangan
jaringan jalan baru.
(2) Pengembangan sistem
jaringan transportasi
daat sebagaimana
dimaksud [ada ayat
(1) mencakup:
a. Pengembangan
jaringan jalan;
b. Pengembangan
jarigan prasarana
lalu lintas
angkutan jalan
(LLAJ;)
c. Pengembangan
jarimgan
pelayanan lalu
lintas angkutan
jalan (LLAJ); dan
d. Pengembangan
jalan khusus.
1) Jaringan jalan Berdasarkan Permen-PU
Nomor 17 Tahun 2009
Tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota, kriteria sistem jaringan
jalan terdiri atas:
a. jaringan jalan tol di dalam
wilayah kota dan jaringan
jalan sekunder di dalam
kota sesuai dengan PP No.
34 tahun 2006 tentang
Jalan;
b. jaringan jalan provinsi
yang ada di Daerah
Khusus Ibukota Jakarta;
c. jalan khusus yang berada
di wilayah kota;
d. lokasi terminal sesuai
dengan jenis dan kelas
pelayanannya; dan
e. pengembangan prasarana
dan sarana angkutan
umum.
a) Jaringan jalan
nasional yang ada
dalam wilayah
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
kota:

(1) jalan arteri Raperda Perubahan RTRW 1. Pengembangan jaringan jalan arteri
primer Kota “X” Tahun 2012 primer dalam rencana struktur
nasional - 2032 ruang Kota “X” sudah mengacu pada
Lampiran III Perda No. 1 Tahun
Pasal 24 ayat (1) huruf a 2016 tentang RTRWP “K”. Tahun
(1) Pengembangan 2016 – 2036, yakni:
jaringan jalan  Ruas Jalan Santan -”X”;
sebagaimana  Ruas Jalan “X” -Sangatta.
dimaksud dalam Pasal
23 ayat (2) huruf a,
mencakup:
a. pemeliharaan jalan
arteri primer ruas
Samarinda – “X”-
Sangatta (Trans
“K” Timur);

(2) jalan Berdasarkan Kepmen-PU No. - Pasal 24 ayat (1) huruf c 1. Pemeliharaan jaringan jalan kolektor
kolektor primer 248 Tahun 2015 tentang c. Pemeliharaan jalan primer (K-I) dalam rencana struktur
nasional Penetapan Ruas Jalan dalam kolektor primer ruang Kota “X” sudah mengacu
Jaringan Jalan Primer ruas Jalan Letjen pada Lampiran
Menurut Fungsinya Sebagai S. Parman, Jalan III Perda No. 1 Tahun 2016 tentang
Jalan Arteri (JAP) Dan Jalan Brigjen Katamso, RTRWP “K”. Tahun 2016 – 2036.
Kolektor (JKP-1), ruas jalan Jalan 2. Ruas jalan kolektor primer nasional
kolektor primer nasional Bhayangkara, dalam wilayah Kota “X” saat ini
dalam wilayah Kota “X” Jalan MT. memiliki panjang 9.23 km.
meliputi: Haryono, Jalan
a. Jln. S. Parman; Letjem. R.
b. Jln. Brigjen Katamso (Jln. Suprapto, Jalan
Bhayangkara); Mayjen . D.I.
c. Jln. MT. Haryono Panjaitan, Jalan
d. Jln. Letjen Suprapto (Jln. Kapten Piere
Diponegoro); Tandean;
e. Jln. D.I Panjaitan ( Jln.
Ahmad Dahlan);
f. Jln. Kapten Tendean (Jln.
Yos Sudarso).
(3) jalan - -
strategis
nasional

(4) jalan tol Berdasarkan PP 13 Tahun - Pasal 24 ayat (1) huruf f. 1. Pembangunan jalan bebas habatan
2017 pengembangan jaringan f. Pembangunan dalam rencana struktur ruang Kota
jalan bebas hambatan Jalan Bebas “X” sudah mengacu pada lampiran
mencakup ruas Samarinda – Hambatan ruas III PP 26 Tahun 2008 Tentang
“X” dan Ruas “X” – Sangatta. Samarinda – “X” - RTRWN dan perubahanya (PP 13
Sangatta Tahun 2017).
2. Pembangunan jalan bebas habatan
dalam rencana struktur ruang Kota
“X” sudah mengacu pada lampiran
III nomor 1 huruf E Perda No. 1
Tahun 2016 tentang RTRWP “K”
Tahun 2016-2036.
b) Jaringan -
jalan provinsi yang
berada pada
wilayah kota:
(1) Jalan Berdasarkan PP No. 34 tahun - Pasal 24 ayat (1) huruf d: 1. Ruas jalan kolektor primer provinsi
kolektor primer 2006 tentang Jalan pengertian g. peningkatan dan saat ini belum terdapat di wilayah
provinsi jalan kolektor primer yakni pemeliharaan jalan Kota “X”.
jalan yang menghubungkan kolektor primer 2. Terdapat usulan peningkatan fungsi
secara berdaya guna antara ruas Jalan Arief dan status jalan untuk ruas jalan
pusat kegiatan nasional Rahman Hakim, Arief Rahman Hakim, Jalan Brigjen.
dengan pusat kegiatan lokal, Jalan Brigjen. Slamet Riyadi, Jalan Laks. RE.
antar pusat kegiatan wilayah, Slamet Riyadi, Marthadinata menjadi jalan kolektor
atau antara pusat kegiatan Jalan Laks. RE. primer provinsi,dengan alasan ruas
wilayah dengan pusat kegiatan Marthadinata; jalan tersebut menghubungkan
lokal. pelabuhan nasional Loktuan menuju
ruas jalan “X” – Sangatta yang
merupakan jalan arteri primer.
(2) Jalan - -
strategis
provinsi
c) Jaringan jalan
yang menjadi
kewenangan kota:
(1) Jalan Berdasarkan PP No. 34 tahun - Pasal 24 ayat (1) huruf b 1. Ruas jalan Ir. Soekarno-Hatta, Jalan
arteri sekunder; 2006 tentang Jalan pengertian b. peningkatan dan Moh. Roem, dan Jl. Letjen. Urip
jalan arteri sekunder yakni pemeliharaan jalan Sumoharjo sudah ditetapkan dalam
jalan yang menghubungkan arteri sekunder SK Walikota No. 533 tahun 2015
kawasan primer dengan ruas Jalan Ir. tentang Penetapan Status Jalan
kawasan sekunder kesatu, Soekarno-Hatta, Kota “X”.
kawasan sekunder kesatu Jalan Moh. Roem, 2. Ruas jalan Ir. Soekarno-Hatta, Jalan
dengan kawasan sekunder dan Jl. Letjen. Urip Moh. Roem, dan Jl. Letjen. Urip
kesatu, atau kawasan Sumoharjo; Sumoharjo ditetapkan sebagai ruas
sekunder jalan arteri sekunder karena
kesatu dengan kawasan menghubungkan kawasan kota lama
sekunder kedua. Kota “X” dengan kawasan
pengembangan baru Kota “X”.
(2) Jalan Berdasarkan PP No. 34 tahun Pasal 24 ayat (1) huruf 1. Ruas jalan kolektor sekunder dalam
kolektor 2006 tentang Jalan pengertian e,g,h, dan i wilayah Kota “X” saat ini memiliki
sekunder jalan kolektor sekunder yakni e. pemeliharaan jalan panjang 50,99 km.
jalan yang menghubungkan kolektor sekunder. 2. Terdapat usaulan pembangunan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
kawasan sekunder kedua g. pembangunan ruas jalan kolektor sekunder baru
dengan kawasan sekunder jalan kolektor dalam wilayah Kota “X” dengan
kedua atau kawasan sekunder sekunder di Panjang kurang lebih 14.47 km.
kedua dengan kawasan Kelurahan Gunung
sekunder ketiga Elai dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan,
Kelurahan
Kanaan,Kelurahan
Satimpo, dan
Kelurahan “X”
Lestari dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan;
h. pembangunan
jalan lingkar
pesisir yang
menghubungkan
Kelurahan Loktuan
dan/atau sebutan
lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan-
Kelurahan “X”
Baru dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan -
Kelurahan “X”
Kuala-Kelurahan
Tanjung Laut
Indah; dan
i. pembangunan
jalan akses masuk
Kota “X” dari jalan
arteri primer ruas
Samarinda- “X”-
Sangatta (Trans
“K” Timur) ke
Kelurahan “X”
Lestari dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan.

(3) Jalan -
lokal sekunder
(4) Jalan -
lingkungan -
sekunder
d) Jalan khusus 1. Berdasarkan PP No. 34 Pasal 24 ayat (4) Pasal 24 ayat (4) 1. Jalan khusus dalam wilayah Kota
tahun 2006 tentang Jalan (4) Pengembangan jalan khusus (4) Pengembangan jalan “X” saat ini berupa:
pengertian jalan khusus sebagaimana dimaksud dalam khusus sebagaimana  jalan inspeksi pipa gas milik
yakni jalan yang dibangun pasal 23 ayat (2) huruf d dimaksud dalam Pasal PERTAGAS dengan panjang
adalah jalan untuk kegiatan 23 ayat (2) huruf d, 24,98 km;
dan dipelihara oleh orang
pertambangan batubara dan mencakup:
atau instansi untuk  jalan pengangkutan batubara
MIGAS. a. pemeliharaan jalan
melayani kepentingan milik PT. Indominco Mandiri
inspeksi pipa gas
sendiri. dengan panjang 18,06 km.
milik PERTAGAS
2. Berdasarkan Permen-PU 2. Terdapat rencana pembangunan
dan jalan
jalan pembatas bangunan tepi air di
Nomor 11 Tahun 20011 pengangkutan
Kelurahan “X” Kuala dengan
Tentang Pedoman batubara milik PT,
panjang kurang lebih 2,83 km
Penyelenggaraa Jalan Indominco Mandiri;
dengan fungsi jalan lokal.
Khusus, yakni: dan
a. Jalan khusus adalah jalan b. pembangunan
yang dibangun oleh jalan untuk
membatasi
instansi, badan usaha,
perumahan
perseorangan, atau
tepi/atas air di
kelompok masyarakat
Kelurahan “X”
untuk kpentingan sendiri Kuala
(Pasal 1);
b. Penyelenggara Jalan
Khusus adalah instansi,
badan usaha,
perseorangan, atau
kelompok masyarakat yang
melakukan
penyelenggaraan jalan
untuk melayani
kepentingannya sendiri.
e) Jembatan - -
2) Jaringan jalur Berdasarkan Permen-PU - Raperda Perubahan RTRW 1. Jaringan jalur kereta api pada saat
kereta api Nomor 17 Tahun 2009 Kota “X” Tahun 2012 ini belum terdapat di wilayah Kota
Tentang Pedoman - 2032 “X”.
Penyusunan Rencana Tata
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Ruang Wilayah Kota, kriteria Pasal 28A ayat (1):
sistem jaringan jalur kereta (1) Pengembangan sistem
api terdiri atas: jaringan transportasi
a. jaringan jalur kereta api perkeretaapian
termasuk subway dan sebagaimana dimaksud
monorail; dan dalam Pasal 22 ayat (1)
b. stasiun kereta api huruf d, meliputi:
a. jaringan dan
layanan kereta api;
dan
b. stasiun kereta api.
a) Jaringan jalur
kereta api umum
(1) jaringan - Raperda Perubahan RTRW 1. Berdasarkan Peraturan Menteri
jalur kereta Kota “X” Tahun 2012 Perhubungan Nomor PM 43 Tahun
api antarkota - 2032 2011 Tentang Rencana Induk
untuk Perkeretaapian Nasional, di Kota “X”
melayani Pasal 28A ayat (2) huruf a akan dibangun secara bertahap
perpindahan a. pembangunan rencana jaringan dan layanan kereta
antar kota jaringan dan api meliputi: pengembangan
yang layanan kereta api jaringan dan layanan kereta api
melintasi lintas utama antar kota lintas utama dengan
batas wilayah antarkota dengan prioritas tinggi dan lintas dengan
kota. prioritas tinggi potensi batubara.
yang 2. Pengembangan sistem jaringan
menghubungkan transportasi perkeretaapian dalam
Samarinda – “X”- rencana srtruktur ruang Kota “X”
Sangatta; sudah mengacu pada RTRWN (PP.
13 tahun 2017) dan RTRWP “K”
(Lampiran III Perda No. 1 Tahun
2016) yakni pengembangan jaringan
dan layanan kereta api perintis.

(2) jaringan - -
jalur kereta
api perkotaan
untuk
melayani
perpindahan
orang di
wilayah kota
dan/atau
perjalanan
ulangg alik
b) Jaringan jalur - Raperda Perubahan RTRW 1. Berdasarkan Peraturan Menteri
kereta api khusus Kota “X” Tahun 2012 Perhubungan Nomor PM 43 Tahun
- 2032 2011 Tentang Rencana Induk
Perkeretaapian Nasional, di Kota “X”
Pasal 28A ayat (2) huruf b akan dibangun secara bertahap
b. pengembangan rencana jaringan dan layanan kereta
jaringan dan api meliputi: pengembangan
layanan kereta api jaringan dan layanan kereta api
perintis. antar kota lintas utama dengan
prioritas tinggi dan lintas dengan
potensi batubara.
2. Pengembangan sistem jaringan
transportasi perkeretaapian dalam
rencana srtruktur ruang Kota “X”
sudah mengacu pada RTRWN (PP.
13 tahun 2017) dan RTRWP “K”
(Lampiran III Perda No. 1 Tahun
2016) yakni pengembangan jaringan
dan layanan kereta api perintis.

c) Stasiun kereta
api:
(1) stasiun - Raperda Perubahan RTRW 1. Pengembangan sistem jaringan
penumpa Kota “X” Tahun 2012 transportasi perkeretaapian dalam
ng - 2032 rencana srtruktur ruang Kota “X”
sudah mengacu pada RTRWN (PP.
Pasal 28 A ayat (3) 13 tahun 2017) dan RTRWP “K”
(3) Stasiun kereta api (Lampiran III Perda No. 1 Tahun
sebagaimana dimaksud 2016) yakni pengembangan jaringan
pada ayat (1) huruf b, dan layanan kereta api perintis.
berupa stasiun kereta
api kelas sedang
berlokasi di Kelurahan
“X” Lestari dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundang- undangan.

(2) stasiun - -
barang
(3) stasiun - -
operasi
3) Sistem Jaringan - -
transportasi
sungai, danau,
dan
penyeberangan
a) alur-pelayaran - -
sungai dan alur-
pelayaran danau,
yang terdapat pada
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
wilayah kota
(1) alur-pelayaran - -
kelas I yang
merupakan
kewenangan
pemerintah.
(2) alur-pelayaran - -
kelas II yang
merupakan
kewenangan
pemerintah
provinsi
(3) alur-pelayaran - -
kelas III yang
merupakan
kewenangan
pemerintah
kota
b) lintas - -
penyeberangan
yang terdapat pada
wilayah kota:
(1) lintas - -
penyeberanga
n antar
provinsi
(2) lintas - -
penyeberanga
n antar
negara
(3) lintas - -
penyeberanga
n lintas
kabupaten/ko
ta
(4) lintas - -
penyeberanga
n dalam kota
c) Pelabuhan - -
sungai, pelabuhan
danau, dan
pelabuhan
penyeberangan
yang terdapat
pada wilayah kota
4) Sistem - -
jaringan prasarana
lalu lintas dan
angkutan jalan
a) terminal
penumpang
(1) terminal -
penumpang
tipe A yang
merupakan
kewenangan
Pemerintah
(2) terminal Berdasarkan Permen Raperda Perubahan RTRW 1. Terminal penumpang yang ada saat
penumpang Perhubungan Nomor PM 132 Kota “X” Tahun 2012 ini di Kota “X” merupakan terminal
tipe B yang Tahun 2015 tentang - 2032 tipe B yang berlokasi di Kelurahan
merupakan Penyelenggaraan Terminal Gunung Telihan.
kewenangan Penumpang Angkutan Jalan Pasal 24 ayat (2) huruf a 2. Pemeliharaan dan peningkatan
pemerintah terminal penumpang tipe B (2) Pengembangan terminal penumpang tipe B dalam
provinsi merupakan terminal yang prasarana dan fasilitas rencana srtruktur ruang Kota “X”
peran utamanya melayani Lalu Lintas Angkutan sudah mengacu pada lampiran III
kendaraan umum untuk Jalan (LLAJ) Perda No. 1 Tahun 2016 tentang
angkutan antarkota dalam sebagaimana dimaksud RTRWP “K”. Tahun 2016
provinsi yang dipadukan dalam pasal 23 ayat (2) – 2036;
dengan pelayanan angkutan huruf b, mencakup:
perkotaan dan/atau angkutan a. Pemeliharaan dan
pedesaan peningkatan
terminal penumang
tipe B berlokasi di
Kelurahan Gunung
Telihan dan/atau
sebutan lainya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan;
(3) terminal - -
penumpang
tipe C yang
merupakan
kewenangan
pemerintah
kota
b) terminal barang - -
c) jembatan timbang - -
5) Sistem - -
jaringan
transportasi
multimoda
b. Sistem jaringan Berdasarkan Permen-PU Perda 11 / 2012 Tentang 1. Pengembangan sistem jaringan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
transportasi laut Nomor 17 Tahun 2009 RTRW Kota “X” trasnportasi laut dalam rencana
Tentang Pedoman Tahun 2012 – 2032: srtruktur ruang Kota “X” mengacu
Penyusunan Rencana Tata pada lampiran III Perda No. 1 Tahun
Ruang Wilayah Kota, kriteria Pasal 25: 2016 tentang RTRWP
sistem Jaringan transportasi Pengembangan sistem “K”. Tahun 2016 – 2036.
laut, mencakup rencana jaringan transportasi laut
pembangunan dan mencakup:
pengembangan pelabuhan a. Penataan pelabuhan
dengan mempertimbangkan b. Alur pelayaran
fungsi jaringan transportasi
laut:
a. alur pelayaran yang berada
pada wilayah kota
bersangkutan; dan
b. pelabuhan laut yang
berada di wilayah kota.
1) Pelabuhan laut
a) pelabuhan umum:
(1) pelabuhan -
utama
(2) pelabuhan Berdasarkan PP No. 61 Tahun a. Raperda Perubahan RTRW 1. Pelabuhan pengumpul yang terdapat
pengumpul 2009 tentang Kepelabuhan, Kota “X” Tahun 2012 di Kota “X” saat ini sudah sesuai
pelabuhan pengumpul - 2032 dengan hirarki pelabuhan dalam
pelabuhan yang fungsi Rencana Induk Pelabuhan Nasional
pokoknya melayani kegiatan Pasal 26 huruf a dan (Kepmen-Hub No.KP.414 tahun
angkutan laut dalam negeri, huruf b 2013) yakni pelabuhan Loktuan dan
alih muat angkutan laut Penataan pelabuhan Pelabuhan Tanjung Laut.
dalam negeri dalam jumlah sebagaimana dimaksud 2. Penataan dan pengembangan
menengah, dan sebagai tempat dalam Pasal 25 huruf a pelabuhan dalam rencana srtruktur
asal tujuan penumpang mencakup: ruang Kota “X” sudah mengacu
dan/atau barang, serta a. penataan fungsi dan pada lampiran III Perda No. 1 Tahun
ngkutan penyeberangan pengembangan 2016 tentang RTRWP “K”. Tahun
dengan jangkauan pelayanan Pelabuhan Umum 2016 – 2036, yakni pelabuhan
antarprovinsi. Loktuan sebagai Tanjung Laut dan Pelabuhan
pelabuhan Loktuan.
pengumpul; 3. Pengembangan sistem jaringan
b. penataan fungsi dan trasnportasi berupa pembangunan
pengembangan pelabuhan pengumpul Lhok Tuan
Pelabuhan Umum dan Tanjung Laut Kota “X” dalam
Tanjung Laut rencana srtruktur ruang Kota “X”
sebagai pelabuhan sudah mengacu pada Lampiran IV
pengumpul; PP No. 13 Tahun 2017 tentang
RTRWN;

(3) pelabuhan - -
pengumpan
regional
(4) pelabuhan - -
pengumpan
lokal yang
ada di
wilayah kota
2) Alur pelayaran Berdsarkan PP No. 5 Tahun Perda 11 / 2012 Tentang 1. Alur pelayaran yang terdapat di
2010 tentang Kenavigasian, RTRW Kota “X” Tahun wilayah perairan Kota “X” saat ini
alur pelayaran adalah perairan 2012 – 2032: merupakan alur pelayaran
yang dari segi kedalaman, Pelabuhan Loktuan dan Pelabuhan
lebar, dan bebas hambatan Pasal 27 Tanjung Laut serta TUKS/Terminal
pelayaran lainnya dianggap (1) Alur pelayaran Khusus yang sudah ditetapkan
aman dan selamat untuk sebagaimana dalam Rencana Induk
dimaksud dalam Pasal Pengembangan Pelabuhan oleh
dilayari.
25 huruf b, Menteri Perhubungan.
mencakup: 2. Alur pelayaran rakyat yang terdapat
a. alur pelayaran di wilayah perairan Kota “X” saat ini
nasional/internasi merupakan alur transportasi kapal
onal, yaitu alur tradisional yang dilakukan oleh
pelayaran terminal masyarakat Kota “X” untuk
khusus migas dan kepentingan perikanan maupun
alur pelayaran pengangkutan orang atau barang ke
terminal khusus pulau-pulau dalam wilayah
petrokima; administrasi Kota “X”.
b. alur pelayaran
rakyat, yaitu alur
pelayaran dari laut
ke arah
pelabuhan/dermag
a rakyat, pulau-
pulau pemukiman,
dan kawasan
terumbu karang di
tengah perairan
pesisir (gosong)
dan sebaliknya,
untuk kepentingan
nelayan
tradisional.
(2) Penataan alur
pelayaran rakyat
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b
diatur dengan
Peraturan Walikota.
a) pelabuhan khusus 1. Berdasarkan Peraturan Pasal 26 huruf c,d,e 1. Terminal untuk kepentingan sendiri
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Pemerintah Nomor 61 c. Pembangunan dan (TUKS) dan Terminal Khusus yang
Tahun 2009 Tentang pengembangan terdapat di Kota “X” saat ini yaitu:
Kepelabuhanan : Terminal Untuk  TUKS Industri milik PT. Pupuk
a. Terminal Khusus Kepentingan Sendiri “K” dan perusahaan lainnya
adalah terminal yang (TUKS) dan Terminal yang berlokasi di Kelurahan
terletak di luar Daerah Khusus, terdiri dari: Guntung.
Lingkungan Kerja dan 1. Terminal Untuk  TUKS migas milik PT. Badak
Daerah Lingkungan Kepentingan yang berlokasi di Kelurahan
Kepentingan pelabuhan Sendiri (TUKS) Satimpo
yang merupakan industri di  Terminal Khusus batubara milik
bagian dari pelabuhan Kelurahan PT. Indominco Mandiri yang
terdekat untuk Guntung yang berlokasi di Kelurahan “X”
melayani kepentingan berfungsi sebagai Lestari.
sendiri sesuai dengan terminal khusus
 TUKS bongkar muat material
usaha pokoknya. kegiatan / aktvitas
bahan bangunan milik PT.Karya
b. Terminal untuk industri;
Wiraputra “X” yang berlokasi di
Kepentingan Sendiri 2. Terminal Untuk
Kelurahan Tanjung Laut Indah.
(TUKS) adalah terminal Kepentingan
2. Pelabuhan Perikanan yang terdapat
yang terletak di dalam Sendiri (TUKS)
di Kota “X” saat ini adalah
Daerah Lingkungan migas di Kelurahan
Kerja dan Daerah pelabuhan perikanan kelas D berupa
Satimpo dan
Lingkungan pangkalan pendaratan ikan yang
Kelurahan “X”
Kepentingan pelabuhan berlokasi di Kelurahan “X” Baru.
Lestari dan/atau
yang merupakan 3. Terdapat usulan pembangunan
sebutan lainnya
bagian dari pelabuhan TUKS dan Terminal Khusus sebagai
berdasarkan
untuk melayani berikut:
peraturan
kepentingan sendiri perundang-  TUKS migas untuk kepentingan
sesuai dengan usaha undanganyang pembangunan kilang minyak di
pokoknya. berfungsi sebagai Kelurahan “X” Lestari;
terminal khusus  TUKS batubara untuk
2. Berdasarkan Peraturan kegiatan/aktivitas kepentingan pembangunan PLTU
Menteri Kelautan Dan pengolahan di Kelurahan “X” Lestari;
Perikanan Republik minyak bumi dan  TUKS untuk kepentingan
Indonesia Nomor gas alam; bongkar muat bahan material
Per.08/Men/2012 Tentang 3. Terminal Untuk bangunan untuk kepentingan
Kepelabuhanan Perikanan, Kepentingan swasta di Kelurahan Tanjung
pelabuhan perikanan Sendiri (TUKS) Laut Indah.
adalah tempat yang terdiri batubara di  Terminal Khusus industri untuk
atas daratan dan perairan Kelurahan “X” kepentingan pengembangan
di sekitarnya dengan Lestari dan/atau kawasan peruntukan industri di
batas-batas tertentu sebutan lainnya Kelurahan “X” Lestari.
sebagai tempat kegiatan berdasarkan
pemerintahan dan peraturan
kegiatan sistem bisnis perundang-
perikanan yang digunakan undanganyang
sebagai tempat kapal berfungsi sebagai
perikanan bersandar, terminal khusus
berlabuh, dan/atau kegiatan/aktivitas
bongkar muat ikan yang pembangkitan
dilengkapi dengan fasilitas energi yang berasal
keselamatan pelayaran dari batubara;
dan kegiatan penunjang 4. Terminal Khusus
perikanan. batubara di
Kelurahan “X”
Lestari dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan yang
berfungsi sebagai
terminal khusus
kegiatan/aktivitas
pertambangan;
5. Terminal Untuk
Kepentingan
Sendiri (TUKS)
bongkar muat di
Kelurahan Tanjung
Laut Indah yang
berfungsi sebagai
terminal khusus
kegiatan/ aktivitas
penumpukan
material/bahan
bangunan.
d. pengembangan
pelabuhan perikanan
atau pangkalan
pendaratan ikan
berlokasi di Kelurahan
“X” Baru dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan perundang-
undangan; dan
e. pembangunan
terminal khusus
berlokasi di Kelurahan
“X” Lestari dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan perundang-
undangan yang
berfungsi sebagai
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
outlet Kawasan
Peruntukan Industri
“X” Lestari
b) Alur pelayaran - -
umum dan
perlintasan
c) Alur - -
pelayaran masuk
pelabuhan
d) Alur pelayaran di - -
laut juga memiliki
Alur Laut
Kepulauan
Indonesia.
c. sistem jaringan Berdasarkan Permen-PU
transportasi udara Nomor 17 Tahun 2009
Tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota, kriteria jalan
transportasi udara menckup
rencana pembangunan dan
pengembangan bandar udara
dengan memeprtimbangkan
fungsi jaringan trasnporasi
udara yang dapat berupa
bandar udara pusat
penyebaran primer, pusat
penyebaran sekunder, dan
pusat penyebaran tersier
beserta sarana pendukungnya
dengan memepertimbangkan:
a. ruang udara di atas
bandara yang
dipergunakan langsung
untuk kegiatan bandar
udara (ketentuan
keselamatan yang
ditetapkan dalam Kawasan
Keselamatan Operasional
Penerbangan (KKOP).
Penentuan KKOP
mengikuti ketentuan
dalam Kepmen
Perhubungan Nomor KM
49 Tahun 2000);
b. ruang udara di sekitar
bandar udara yang
ditetapkan sebagai jalur
penerbangan; dan
c. bandar udara yang berada
di wilayah kota.
1) Bandar udara
a) bandar udara -
umum
(1) bandar -
udara
pengumpul
skala
pelayanan
primer
(2) bandar -
udara
pengumpul
skala
pelayanan
sekunder
(3) bandar Berdasarkan UU No. 1 Tahun Perda 11 / 2012 Tentang 1. Bandar udara yang terdapat di Kota
udara 2009 tentang Penerbangan: RTRW Kota “X” Tahun “X” saat ini berupa bandar udara
pengumpul a. Bandar udara pengumpul 2012 – 2032: khusus untuk melayani kepentingan
skala (hub) adalah bandar udara perusahaan PT. Badak maupun PT.
pelayanan yang mempunyai cakupan Pasal 28 Pupuk “K” dengan frekuensi
tersier pelayanan yang luas dari (1) Pengembangan sistem penerbangan 2 x penerbangan
berbagai bandar udara jaringan transportasi dalam sehari yang melayani rute “X”
yang melayani penumpang udara sebagaimana – Balikpapan.
dan/atau kargo dalam dimaksud dalam Pasal 2. Terdapat usulan pembangunan
jumlah besar dan 22 huruf c dilayani bandar udara umum untuk
mempengaruhi oleh Bandar Udara menggantikan bandar udara khusus
perkembangan ekonomi “X” Lestari sebagai yang ada saat ini. Bandara khusus
secara nasional atau bandar udara pusat saat ini sudah tidak layak dari sisi
berbagai provinsi. penyebaran skala keamanan karena lokasi berada di
b. Bandar udara dengan pelayanan tersier; tengah permukiman dan berdada
pelayanan tersier adalah (2) Rencana dekat dengan lokasi rencana
bandar udara sebagai pengembangan pembangunan kilang minyak.
salah satu prasarana bandar udara harus 3. Pengembangan sistem jaringan
penunjang pelayanan memperhatikan transportasi udara berupa bandar
Pusat Kegiatan Nasional kelayakan udara Kota “X” dalam rencana
(PKN) dan Pusat Kegiatan pembangunan bandar srtruktur ruang Kota “X” sudah
Wilayah (PKW) terdekat udara dan pemilihan mengacu pada:
yang melayani penumpang lokasi terkait dengan  Lampiran V PP No. 13 Tahun
dengan jumlah lebih besar dengan aspek 2017 tentang RTRWN;
dari atau sama dengan keselamatan  Perpres No.2 tahun 2015 tentang
500.000 (lima ratus ribu) RPJMN 2015 – 2019;
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
dan lebih kecil dari penerbangan;  Perpres No. 3 Tahun 2016
1.000.000 (satu juta) orang (3) Tatanan tentang Percepatan Proyek
per tahun. kebandarudaraan Strategi Nasional;
harus mendukung  Lampiran III Perda No. 1 Tahun
keberadaan dan 2016 tentang RTRWP “K”
perasional pesawat- tahun 2016 – 2036.
pesawat TNI AU
beserta peralatan dan
perlengkapan yang
mendukung.
(4) bandar - -
udara
pengumpan
b) bandar udara - -
khusus
2) Ruang udara - -
untuk
penerbangan
a) Ruang udara di - -
atas bandar
udara yang
dipergunakan
langsung
untuk kegiatan
bandar udara;
b) Ruang udara di - -
sekitar bandar
udara yang
dipergunakan
untuk operasi
penerbangan
c) Ruang udara - -
yang ditetapkan
sebagai jalur
penerbangan:
(1) jalur - -
udara (airway)
(2) jalur - -
udara dengan
pelayanan
saran
panduan
(advisory
route)
(3) jalur - -
udara dengan
pemanduan
(control
route)
dan/atau
jalur udara
tanpa
pemanduan
(uncontrolled
route)
(4) jalur udara - -
keberangkata
n (departure
route) dan
jalur udara
kedatangan
(arrival route)
2.2.2 Sistem jaringan Berdasarkan Permen-PU Pasal 29 1. Sistem jaringan energi dalam
energi Nomor 17 Tahun 2009 Rencana Pengembangan rencana struktur ruang Kota
Tentang Pedoman Sistem Energi, mencakup: “X” meliputi:
Penyusunan Rencana Tata a. Pengembangan  Pembangkit listrik
Ruang Wilayah Kota, kriteria jaringan pipa gas  Jaringan pipa minyak dan gas
rencana pengembangan bumi; bumi.
sistem jaringan energi / b. Pengembangan  Sistem prasarana listrik
pembangkit tenaga 2. Sistem jaringan energi dalam
kelistrikan meliputi:
listrik wilayah Kota “X” sudah
a. Pembangkit listrik (skala
besar maupun mikro) di mengacu pada:
wilayah kota;  Lampiran VA Peraturan
b. Jaringan prasarana energi Pemerintah No. 13 Tahun 2017)
yang mencakup:  Perpres No. 2 Tahun 2015
tentang RPJMN 2015 – 2019
1) Penjabaran jaringan
 Perpres No. 3 Tahun 2016
pipa minyak dan gas
tentang Percepatan Proyek
bumi, dalam wilayah
Strategis Nasional
kota (jika ada);
 Perda No. 1 Tahun 2016 tentang
2) penjabaran jaringan
RTRWP “K” tahun 2016 – 2036
transmisi tenaga listrik
Saluran Udara
Tegangan Ultra Tinggi
(SUTUT), Saluran Udara
Tegangan Ekstra Tinggi
(SUTET), dan Saluran
Udara Tegangan Tinggi
(SUTT) dalam wilayah
kota (jika ada);
3) jalur-jalur distribusi
energi kelistrikan,
lokasi pembangkit,
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
gardu induk distribusi,
dan sistem distribusi;
dan
4) rencana sistem
alternatif sumber daya
lainnya seperti migas,
panas bumi, dan tenaga
surya.
a. Jaringan Perda 11 / 2012 Tentang 1. Jaringan pipa gas untuk
infrastruktur minyak RTRW Kota “X” Tahun kepentingan perusahaan yang
dan gas bumi 2012 – 2032: terdapat di wilayah Kota “X” saat
ini berupa pipa gas milik
Pasal 30 PERTAGAS sepanjang kurang lebih
(1) Pengembangan 28 km yang berfungsi mengalirkan
jaringan pipa gas gas dari luar wilayah Kota “X”
bumi sebagaimana menuju kawasan PT. Pupuk “K”
dimaksud dalam Pasal dan kawasan PT. Badak.
29 huruf a diarahkan 2. Jaringan pipa gas untuk kebutuhan
untuk: masyarkat yang terdapat di wilayah
a. Jaringan pipa gas Kota “X” saat ini berupa jaringan gas
untuk melayani untuk rumah tangga yang dibangun
perusahaan; dan oleh Kementrian ESDM dan
b. Jaringan pipa gas Pemerintah Kota “X” untuk
untuk melayani mengalirkan gas langsung ke
kebutuhan rumah-rumah masyarakat di 14
masyarakat. Kelurahan dengan jumlah pelanggan
(2) Jaringan pipa gas kurang lebih 13000 sambungan
untuk melayani rumah.
perusahaan 3. Terdapat rencana penambahan
sebagaimana jumlah sambungan rumah jaringan
dimaksud pada ayat gas untuk rumah tangga sehingga
(1) huruf a terdapat di dapat melayani seluruh masyarakat
Kelurahan “X” di 15 Kelurahan.
Lestari, Kelurahan
Satimpo, Kelurahan
Belimbing, Kelurahan
Guntung dan
Kelurahan Gunung
Telihan.
(3) Jaringan pipa gas
untuk melayani
kebutuhan masyarkat
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) huruf b terdapat di
seluruh kelurahan di
wilayah Kota “X”.
b. Jaringan
infrastruktur
ketenagalistrikan
1) Infrastruktur
pembangkitan
tenaga listrik
dan sarana
pendukungnya
a) pembangkit Pasal 31 1. Pembangkit tenaga listrik yang ada
tenaga listrik (1) Pengembangan di wilayah Kota “X” saat ini yakni:
Pembangkit Tenaga  3 pembangkit listrik skala besar
Listrik sebagaimana berupa 1 PLTD dan 1 PLTMG di
dimaksud pada Pasal Kelurahan Telihan dan 1 PLTMG
29 huruf b diarahkan di Kelurahan Belimbing.
untuk:  5 pembangkit listrik sekala mikro
a. Pengembangan berupa PLTS di P. Gusung,
jaringan dan permukiman atas air di Selangan,
cakupan daerah Tihi-tihi, dan Melahing, serta di
pelayanan; dan daerah Lok Tunggul.
b. Diversifikasi 2. Pembangkit tenaga listrik dalam
sumberdaya listrik. rencana struktur ruang Kota “X”
(2) Pengembangan sudah mengacu RTRW Provinsi
Jaringan dan “K”yakni:
Cakupan Daerah  Kota “X” PLTD 4 x 24 MW
Pelayanan (perluasan daya)
sebagaimana
 PLTU “K” (FTP2) “X” 2x 100
dimaksud pada ayat
MW
(1) huruf a, adalah:
3. Pembangkit tenaga listrik dalam
a. Pengembangan
rencana struktur ruang Kota “X”
jaringan listrik di
sudah mengacu pada Perpres No. 2
Kelurahan “X”
Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2-
Lestari dan
19 dan Perpres No. 3 Tahun 2015
penambuhan di
tentang RPJMN (2015- 2019), yakni:
kawasan lain;
 PLTG/MG “K” Peaker 1 (Ex
b. Pengembangan
Sewa “X”) 100 MW
jaringan listrik
tegangan 150 kV  PLTU “K” 2 (FTP 2) 2 x 100
ke Jaringan Sistem MW
Mahakam; dan
c. Pengembangan
Gardu Induk “X”
tegangan 150 kV
dengan kapasitas
30 MVA.
(3) diversifikasi
sumberdaya listrik
sebagaimana
dimaksud pada ayat
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
(1) huruf b, adalah
pengembangan
sumberdaya listrik
dengan menggunakan
gas, batubara, angin
dan tenaga surya atau
sumber energi
alternatif lainya.
b) jetty -
c) sarana -
penyimpanan
bahan bakar;
d) sarana -
pengolahan hasil
pembakaran
e) travo set up -
f) pergudangan -
2) Infrastruktur
penyaluran tenaga
listrik dan sarana
pendukungnya
a) transmisi tenaga Infrastruktur penyaluran tenaga listrik
listrik untuk di Kota “X” terdapat 2 (dua) SUTT yang
menyalurkan melintasi Kelurahan Belimbing dan
tenaga Kelurahan Gn. Telihan
listrik antarsistem
dengan
menggunakan
kawat saluran
udara (Saluran
Udara Tegangan
Ultra Tinggi
(SUTUT), Saluran
Udara Tegangan
Ekstra
Tinggi(SUTET),
Saluran Udara
Tegangan Tinggi
(SUTT), dan
Saluran Udara
Tegangan Tinggi
Arus Searah
(SUTTAS)), dan
kabel laut
b) distribusi - Infrastruktur penyaluran tenaga listrik
tenaga listrik, di Kota “X” terdiri dari 8 (delapan)
meliputi Saluran SUTM yang melintasi 15 Kelurahan di
Udara Tegangan Kota “X”.
Menengah (SUTM),
Saluran Udara
Tegangan Rendah
(SUTR), dan
Saluran Kabel
Tegangan
Menengah (SKTM)
c) gardu induk Perda 11 / 2012 Tentang 1. Gardu induk yang terdapat di Kota
yang merupakan RTRW Kota “X” Tahun “X” saat ini terdapat 3 (tiga)
bagian yang tidak 2012 – 2032: GarduInduk yakni yang berada di
terpisahkan dari Kelurahan Gn. Telihan dan
transmisi tenaga Pasal 31 ayat (2) Kelurahan Belimbing.
listrik (2) Pengembangan 2. Pengembangan jaringan dan
Jaringan dan cakupan daerah pelayanan
Cakupan Daerah pembangkit tenaga listrik berupa
Pelayanan gardu induk dalam rencana struktur
sebagaimana ruang Kota “X” sudah mengacu
dimaksud pada ayat pada Perda No. 1 Tahun 2016
(1) huruf a, adalah: tentang RTRWP “K” tahun 2016 –
a. Pengembangan 2036 yakni: Gardu induk “X”, Gardu
jaringan listrik di Induk “X” Ext LB
Kelurahan “X”
Lestari dan
penambuhan di
kawasan lain;
b. Pengembangan
jaringan listrik
tegangan 150 kV
ke Jaringan Sistem
Mahakam; dan
c. Pengembangan
Gardu Induk “X”
tegangan 150 kV
dengan kapasitas
30 MVA.
d) gardu distribusi
yang merupakan
bagian tidak
terpisahkan dari
distribusi tenaga
listrik
2.2.3 Sistem jaringan
telekomunikasi,
meliputi sistem
kabel dan
nirkabel, terdiri
atas:
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
a. Infrastruktur Berdasarkan Permen-PU Perda 11 / 2012 Tentang 1. Sambungan telepon otomat (STO)
dasar telekomunikasi Nomor 17 Tahun 2009 RTRW Kota “X” Tahun yang terdapat di wilayah Kota “X”
di wilayah provinsi Tentang Pedoman Penyusunan 2012 – 2032: saat ini berjumlah 3 unit dan
berupa jaringan Rencana Tata Ruang Wilayah menara telekomunikasi (BTS)
telepon fixed line dan Kota, rencana sistem jaringan Pasal 32 berjumlah 61 unit.
lokasi pusat telekomunikasi yang Rencana Pengembangan 2. Pengembangan sistem jaringan
automatisasi Sistem Jaringan telekomunikasi dalam rencana
dikembangkan seperti meliputi
sambungan telepon Telekomunikasi mencakup struktur ruang Kota “X” sudah
(STO) sistem kabel, sistem nirkabel,
a. pengembangan mengacu pada lampiran V Perda No.
dan sistem satelit, yang terdiri
jaringan telepon 1 Tahun 2016 tentang RTRWP “K”.
atas: Tahun 2016 – 2036. Yakni:
terutama diarahkan
a. Rencana pengembangan a. Jaringan Mikro Digital
untuk penambahan
infrastruktur dasar jumlah sambungan b. Pengembangan Stasiun Telepon
telekomunikasi berupa rumah tangga, Otomat
jaringan telepon fixed line perdagangan, jasa, c. Rumah Internet
dan lokasi pusat perkantoran dan d. Rencana Rinci Wi-Fi Kabupaten
automatisasai sambungan industri;
telepon; b. pembangunan
b. Infrastruktur telepon jaringan fiber optik
nirkabel berupa lokasi untuk melayani
menara telekomunikasi Kelurahan “X”
termasuk menara Baze Lestari
Transceiver Station (BTS); c. pengembangan
dan menara
telekomunikasi (BTS)
c. Rencana peningkatan
diarahkan ke arah
pelayanan jaringan
Kelurahan “X”
telekomunikasi di wilayah
Lestari;
kota. d. perlunya pengawasan
b. Infrastruktur dan pemberian ijin
telepon nirkabel khusus terhadap
antara lain lokasi pihak operator yang
menara akan membangun
telekomunikasi dengan persyaratan
termasuk menara BTS yang disepakati secara
yang diarahkan dalam bersama; dan
bentuk pembangunan e. mempertimbangkan
menara kondisi kontur dan
telekomunikasi ketinggian, dan letak
bersama Menara
c. Jaringan peningkatan Telekomunikasi (BTS)
pelayanan tidak berdekatan
telekomunikasi di dengan permukiman,
wilayah kabupaten perdagangan jasa,
yang disesuaikan perkantoran, dan
dengan kondisi pusat kota.
wilayah
2.2.4 Sistem jaringan Berdasarkan Permen-PU Raperda Perubahan RTRW 1. Sistem jaringan sumber daya air
sumber daya air Nomor 17 Tahun 2009 Kota “X” Tahun 2012 dalam rencana struktur ruang Kota
Tentang Pedoman Penyusunan – 2032 “X” sudah mengacu pada lampiran
Rencana Tata Ruang Wilayah VI Perda No. 1 Tahun 2016 tentang
Kota, rencana sistem jaringan Pasal 33 ayat (1) : RTRWP “K”. Tahun 2016
sumber daya air kota (1) sistem jaringan – 2036
dikembangkan yang terdiri sumber daya air a. Wilayah sungai lintas kabupaten
atas: merupakan sistem / kota meliputi DAS “X” dan DAS
jaringan prasarana Nyerakat;
a. sistem jaringan sumber
wilayah kota sesuai b. Daerah rawa “X”;
daya air lintas negara,
dengan Pasal 17 ayat c. Kolam retensi - Kanaan
lintas provinsi, dan lintas
(4) huruf d. Meliputi: peruntukan air baku, pengendali
kabupaten/kota yang a. pengelolaan sistem banjir
berada pada wilayah kota jaringan sumber d. Bendungan - Nyerakat
bersangkutan; daya air lintas peruntukan air baku
b. wilayah sungai di wilayah kabupaten kota e. Intake - Nyerakat peruntukan air
kota, termasuk waduk, yang berada di baku
situ, dan embung pada wilayah Kota “X”; f. Sumur dalam - “X”
wilayah kota; b. pengelolaan sungai peruntukan air baku
c. sistem jaringan irigasi yang di wilayah Kota g. Pipa transmisi - jaringan pipa
berfungsi mendukung “X”; Marangkayu peruntukan air
kegiatan pertanian di c. pembangunan dan baku
wilayah kota; pemeliharaan h. Pipa transmisi jaringan pipa
sistem jaringan air Sukarahmat peruntukan air baku
d. sistem jaringan air baku
baku untuk air
untuk air bersih; dan
bersih; dan
e. sistem pengendalian banjir
d. pembangunan dan
di wilayah kota. pemeliharaan
sistem
pengendalian
banjir.

a. Jaringan sumber Raperda Perubahan RTRW 1. Sistem jaringan sumber daya air
daya air lintas Kota “X” Tahun 2012 yang terdapat di wilayah Kota
negara dan lintas – 2032 “X” saat ini meliputi:
provinsi dan lintas a. DAS Guntung dengan luas
kabupaten/kota yang Pasal 33 ayat (2) : 1195,23 km2 ;
berada pada wilayah (2) Pengelolaan sistem b. DAS “X” dengan luas 4914
kota jaringan sumber daya km2; dan
air lintas kabupaten c. DAS Nyerakat dengan luas
kota yang berada di 9845,98 km2.
wilayah Kota “X”
mencakup:
a. Daerah Aliran
Sungai (DAS)
Guntung;
b. Daerah Aliran
Sungai (DAS)
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
“X”; dan
c. Daerah Aliran
Sungai (DAS)
Nyerakat.
b. Wilayah sungai Raperda Perubahan RTRW 1. Sungai yang terdapat di wilayah
lintas Kota “X” Tahun 2012 Kota “X” saat ini meliputi:
kabupaten/kota, – 2032 a. Sungai “X” dengan panjang
termasuk waduk, kurang lebih 18 km ;
situ, dan embung Pasal 33 ayat (3) b. Sungai Guntung dengan
pada wilayah kota (3) Pengelolaan sungai di panjang kurang lebih 4 km;
wilayah Kota “X” c. Sungai Kanibungan dengan
sebagaimana yang panjang kurang lebih 2 km ;
dimaksud dalam ayat dan
1 huruf (b) berupa d. Sungai Nyerakat dengan
pengelolaan aliran panjang kurang lebih 17 km.
sungai, konservasi
dan pendayagunaan
sumber daya air, serta
pengendalian daya
rusak air di sepanjang
Sungai Kanibungan,
Sungai Guntung,
Sungai “X”, dan
Sungai Nyerakat.
c. Jaringan irigasi -
1) jaringan irigasi -
primer
2) jaringan irigasi -
sekunder
3) jaringan irigasi -
tersier
4) jaringan irigasi -
desa
5) jaringan irigasi air -
tanah

d. Jaringan air baku - Pasal 33 ayat (4) 1. Sistem jaringan air baku untuk air
untuk air bersih Pembangunan dan bersih yang terdapat di wilayah Kota
pemeliharaan sitem “X” saat ini masih memanfaatkan air
jaringn air baku untuk air tanah berupa sumur dalam (deep
bersih sebagaimana yang well) milik PDAM berjumlah 14 unit.
dimaksud dalam ayat 1 2. Terdapat rencana pembangunan 5
huruf (c) meliputi: unit deep well baru yang ada di
a. Pembangunan dan Kelurahan Api-api, Kelurahan
pemeliharaan sumur Satimpo, Kelurahan Kanaan, dan
dalam (deep well); Kelurahan Guntung.
b. Pembangunan dan 3. Terdapat rencana pemanfaatan air
pemeliharaan intake permukaan sebagai air baku untuk
Danau Kanaan; air bersih di Kota “X” berupa:
c. Pembangunan dan a. Pembangunaan Intake Danau
pemeliharaan intake Kanaan dan bendung Nyerakat;
DAM Nyerakat; dan b. Pembangunan jaringan
d. Pembangunan dan transmisi dari Bendungan
pemeliharaan jaringan Marangkayu di wilayah
trasnsmisi air baku Kabupaten Kutai Kartanegara,
dari Kecamatan Bendungan Sukarahmat,
Marangkayu dan/atau Danau Redan di
(Kabupaten Kutai wilayah Kabupaten Kutai
Kertanegara). Timur.
Kecamatan Teluk
Pandan dan
Kecamatan
Sukarahmat
(Kabupaten Kutai
Timur).
e. Jaringan air -
bersih ke kelompok
pengguna
2.2.5 Sistem
jaringan
prasarana
lingkungan
a. Sistem penyediaan Kriteria Sistem penyediaan air Perda 11 / 2012 Tentang 1. Sistem penyediaan air minum di
air minum kota minum kota berdasar Permen- RTRW Kota “X” Tahun wilayah Kota “X” saat ini
PU Nomor 17 Tahun 2009 2012 – 2032: sebanyak 10 unit WTP (Water
Tentang Pedoman Tretment Plant) dengan kapasitas
Penyusunan Rencana Tata Pasal 37 470 liter/det dengan jumlah
Ruang Wilayah Kota, sistem (1) Pengembangan sistem pelanggan mencapai 20.400
penyediaan air minum kota penyediaan air minum sambungan rumah.
mencakup: 2. Terdapat rencana pembangunan 1
mencakup sistem jaringan
a. Pengembangan unit WTP baru berlokasi di
perpipaan dan atau bukan
sistem pengelolaan Kelurahan Loktuan.
jaringan perpipaan.
air minum;
b. Pembagian
pengelolaan air
minun; dan
c. Pengembangan
prasarana air
minum.
(2) Pengembangan sistem
pengelolaan air
minum, sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) huruf a,
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
mencakup:
a. Pengembangan
sistem jaringan
komunal yang
berfungsi untuk
melayani sebagian
kelompok
masyarakat atau
sebagian wilayah
kota; dam
b. Pengembangan
sistem jaringan
publik yang
berfungsi melayani
seluruh kota
sebagai suatu yang
terintegrasi.
(3) Pembagian
pengelolaan air
minum sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) huruf b,
mencakup:
a. Pemerintah daerah;
b. Swasta; dan
c. Masyarakat
melalui swadaya
(4) Pengembangan
prasarana air minum
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) huruf c mencakup
seluruh wilayah Kota
“X”.

b. Sistem pengelolaan Kriteria Sistem sistem Raperda Perubahan 1. Pengelolaan air limbah yang ada di
air limbah pengelolaam air limbah kota RTRW Kota “X” Wilayah Kota “X” saat ini berupa :
berdasar Permen-PU Nomor Tahun 2012 – 2032 a. Sistem pengolahan air limbah
17 Tahun 2009 Tentang setempat berbasis komunal
Pedoman Penyusunan Pasal 38: berupa MCK komunal berjumlah
Rencana Tata Ruang Wilayah (1) Pengembangan sistem 12 unit, berlokasi di Kelurahan
Kota, sistem pengelolaan air pengelolaan air limbah Berbas Pantai, Kelurahan “X”
sebagaimana Lestari, Kelurahan Tanjung
limbah kota meliputi sistem
dimaksud dalam Pasal Laut, dan Kelurahan Tanjung
air pembuangan yang terdiri
34 huruf d, Laut Indah;
atas sistem pembuangan air b. Sistem pengolahan air limbah
mencakup:
limbah (sewage) termasuk a. sistem pengolahan terpusat berbasis komunal
sistem pengolahan berupa air limbah berupa tangki septik komunal
instalasi pengolahan air setempat; dan berjumlah 5 unit belokasi di
limbah (IPAL) dan sistem b. sistem pengolahan Kelurahan Satimpo, Kelurahan
pembuangan air buangan air limbah Berbas Tengah, Kelurahan
rumah tangga (sewerage) baik terpusat. Tanjung Laut indah, Kelurahan
individual maupun komunal. (2) Pengembangan sistem “X” Baru, dan Kelurahan
pengolahan air limbah Gunung Elai, serta IPAL komunal
setempat sebagaimana berjumlah 1 unit di Kelurahan
dimaksud pada ayat Gunung Elai.
(1) huruf a meliputi: c. Sistem pengolahan air limbah
a. pembangunan dan terpusat berupa IPAL kawasan
pengamanan berjumlah 4 unit yang berlokasi
tangki septik di Kelurahan “X” Kuala,
individual di setiap Kelurahan Berbas Pantai,
rumah dan/atau Kelurahan Loktuan, dan
bangunan sesuai Kelurahan Guntung,
dengan standar 2. Pada tahun 2017 sedang dibangun
teknis; instalasi pengolahan lumpur tinja
b. pembangunan dan (IPLT) yang berlokasi di Kelurahan
pemeliharaan “X” Lestari.
tangki septik 3. Terdapat rencana pembangunan
komunal untuk IPAL kawasan sejumlah 3 unit
penggunaan berlokasi di Kelurahan Tanjung Laut
bersama 2 sampai indah, Kelurahan Tanjung Laut, dan
dengan 10 rumah Kelurahan Berbas Tengah.
dan/atau
bangunan sesuai
dengan standar
teknis; dan
c. pengadaan dan
peningkatan
layanan
penyedotan lumpur
tinja.
(3) Pengembangan sistem
pengolahan air limbah
terpusat sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. pembangunan dan
pemeliharaan
instalasi
pengolahan air
limbah skala
komunal untuk
pengolahan air
limbah domestik
11 sampai 200
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
rumah dan/atau
bangunan sesuai
dengan ketentuan
teknis;
b. pembangunan dan
pemeliharaan
instalasi
pengolahan air
limbah skala
kawasan untuk
pengolahan air
limbah domestik di
atas 200 sampai
500 rumah
dan/atau
bangunan sesuai
dengan ketentuan
teknis;
c. pembangunan dan
pemeliharaan
instalasi
pengolahan air
limbah skala kota
untuk pengolahan
air limbah
domestik di atas
500 rumah
dan/atau
bangunan sesuai
dengan ketentuan
teknis; dan
d. pembangunan dan
pemeliharaan
instalasi
pengolahan lumpur
tinja berlokasi di
Kelurahan “X”
Lestari dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan.

c. Sistem pengelolaan Berdasar Permen-PU Nomor Pasal 38 ayat (4) 1. Sistem pengelolaan limbah B3 yang
limbah bahan 17 Tahun 2009 Tentang (4) Pengembangan ada di Wilayah Kota “X” saat ini
berbahaya dan Pedoman Penyusunan Instalasi pengolahan terdapat di kawasan industri PT.KIE,
beracun (B3) Rencana Tata Ruang Wilayah Air Limbah (IPAL) kawasan peruntukan industri PT.
Kota, air limbah yang Bahan Berbahaya Badak, dan rumah sakit.
mengandung B3, diperlukan Beracun untuk setiap
instalasi tambahan untuk kegiatan yang
menghasilkan limbah
membersihkan air limbah
Bahan Berbahaya
tersebut sebelum masuk ke
Beracun.
jaringan air buangan kota.
d. Sistem jaringan Berdasar Permen-PU Nomor Raperda Perubahan 1. Volume timbunan sampah yang ada
persampahan wilayah 17 Tahun 2009 Tentang RTRW Kota “X” di wilayah Kota “X” tahun 2015
Pedoman Penyusunan Tahun 2012 – 2032 sebesar 399,71 m3/hari dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah kapasitas pengelolaan sampah
Kota, sistem persampahan Pasal 36 terangkut ke TPA sebesar 380.01
kota meliputi tempat (1) Pengembangan sistem m3/hari atau hanya 95.07%.
penampungan sampah persampahan 2. Pendauran ulang dan pemanfaatan
sebagaimana kembali sampah melalui bank
sementara (TPS) dan tempat
dimaksud dalam pasal sampah yang terdapat di wilayah
pemrosesan akhir sampah
34 huruf b, meliputi: Kota “X” saat ini yakni:
(TPA).
a. program a. Bank sampah induk sebanyak 1
pengurangan unit;
sampah; dan b. Bank sampah unit, sebanyak 16
b. program unit;
penanganan c. Bank sampah sekolah berjumlah 17
sampah. unit.
(2) Program pengurangan d. Jumlah nasabah bank sampah
sampah sebagaimana sebanyak 8.271 orang dan 102 Kelas
dimaksud pada ayat untuk sekolah.
(1) huruf a, e. Jumlah sampah terolah di bank
mencakup: sampah sebesar 3,19 ton/hari.
a. pembatasan
timbulan sampah;
dan
b. pendauran ulang
sampah dan
pemanfaatan
kembali sampah
melalui
pemberdayaan
bank sampah yang
dikelola oleh
masyarakat di
setiap kelurahan di
wilayah Kota “X”.

1) tempat Berdasarkan Permen-PU No. Pasal 36 ayat 3 1. Sarana prasarana pengumpulan dan
penampungan 03/PRT/M/2013 tentang (3) Program penanganan pengangkutan sampah di wilayah
sampah sementara penyelenggaraan Prasarana sampah sebagaimana Kota “X” saat ini beupa:
(TPS) dan Sarana Persampahan dimaksud pada ayat  becak motor 31 unit;
Dalam Penanganan Sampah
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Rumah Tangga dan Sampah (1) huruf b,  pickup 2 unit;
Sejenis Sampah Rumah mencakup:  dump truck 17 unit;
Tangga: a. pengadaan sarana  arm roll truck 6 unit; and
a. Tempat Pengolahan pemilahan sampah  compactor truck 1 unit.
Sampah Dengan Prinsip 3R sesuai dengan 2. Sarana prasarana penampungan
(reduce, reuse dan recycle), jenis dan atau sifat dan pemilahan sampah yang ada di
yang selanjutnya disingkat sampah; wilayah Kota “X” saat ini berupa:
TPS 3R, adalah tempat b. peningkatan
 bak sampah 3689 unit; dan
dilaksanakannya kegiatan pelayanan
 countainer sebanyak 34 unit.
pengumpulan, pemilahan, pengumpulan dan
3. TPS 3R dan TPST yang ada di
penggunaan ulang, dan pengangkutan
wilayah Kota “X” saat ini
pendauran ulang skala sampah di setiap
berupa:
kawasan. kelurahan di
b. Tempat Pengolahan wilayah Kota “X”;  TPS 3R Satimpo;
Sampah Terpadu, yang c. pembangunan dan  TPS 3R Gunung Elai;
selanjutnya disingkat TPST, pemeliharaan  TPS 3R Tanjung Laut;
adalah tempat Tempat  TPS 3R Tanjung Laut Indah;
dilaksanakannya kegiatan Pengolahan  TPS 3R Berbas Pantai;
pengumpulan, pemilahan, Sampah dengan  TPS 3R Guntung;
penggunaan ulang, prinsip 3R (TPS 3R)  TPS 3R Belimbing;
pendauran ulang, berlokasi di setiap  TPST “X” Kuala.
pengolahan, dan kelurahan di 4. TPA yang ada di wilayah Kota “X”
pemrosesan akhir. wilayah Kota “X”; saat ini berlokasi di Kelurahan “X”
2) tempat Berdasarkan Permen-PU No. d. pembangunan dan Lestari dengan luas 15 Ha dan
pemroresan akhir 03/PRT/M/2013 tentang pemeliharaan daya tampung sebesar 900.000
sampah (TPA) penyelenggaraan Prasarana Tempat kubik/hari.
dan Sarana Persampahan Pengolahan
Dalam Penanganan Sampah Sampah Terpadu
Rumah Tangga dan Sampah yang berlokasi di
Sejenis Sampah Rumah Kelurahan “X”
Tangga, tempat pemrosesan Kuala; dan
akhir yang selanjutnya e. pengelolaan dan
disingkat TPA adalah tempat pengembangan
untuk memproses dan Tempat
mengembalikan sampah ke Pemrosesan Akhir
media lingkungan Sampah di
Kelurahan “X”
Lestari dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan

e. Sistem drainase kota Berdasar Permen-PU Nomor Raperda Perubahan 1. Kondisi topografi Kota “X” yang
17 Tahun 2009 Tentang RTRW Kota “X” banyak terdapat dataran redah
Pedoman Penyusunan Tahun 2012 – 2032 sehingga berpotensi terjadi
Rencana Tata Ruang Wilayah genangan. Hal ini juga dipengaruhi
Pasal 35: oleh kondisi pasang surut wilayah
Kota, sistem drainase kota (1) Pengembangan sistem
meliputi jaringan primer, pesisir.
drainase sebagaimana 2. Sistem drainase yang ada di wilayah
sekunder, dan tersier yang dimaksud dalam Pasal Kota “X” saat ini masih belum
berfungsi untuk mengalirkan 34 huruf a,
optimal disebabkan oleh:
limpasan air hujan (storm mencakup:
 Kapasitas saluran kurang
water) dan air permukaan a. pembangunan dan
memadai;
lainnya untuk menghindari pemeliharaan
saluran drainase  Pendangkalan saluran akibat
genangan air di wilayah kota.
primer; sedimen dan sampah;
b. pembangunan dan  Tingginya muka air di sungai
pemeliharaan pada saat kondisi air laut pasang;
saluran drainase  Penutupan bagian atas saluran
sekunder; dan secara permanen sehingga
c. pembangunan dan menyulitkan dalam
pemeliharaan pemeliharaan.
saluran drainase
tersier.
(2) Rencana
pembangunan dan
pemeliharaan saluran
drainase primer
sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1) huruf a, meliputi
Sungai “X”, Sungai
Guntung dan
Sungai Nyerakat.
(3) Rencana
pembangunan dan
pemeliharaan saluran
drainase sekunder
sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1) huruf b, berupa
saluran drainase pada
ruas jalan arteri
sekunder, dan saluran
drainase pada
ruasjalan kolektor
primer di wilayah Kota
“X”.
(4) Rencana
pembangunan dan
pemeliharaan saluran
drainase tersier
sebagaimana
dimaksud dalam ayat
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
(1) huruf c, berupa
saluran drainase pada
ruas jalan kolektor
sekunder di wilayah
Kota “X”.
f. Penyediaan dan Berdasarkan Permen-PU Pasal 40 1. Prasarana dan sarana jaringan
pemanfaatan Nomor 17 Tahun 2009 Penyediaan dan pejalan kaki yang ada di wilayah
prasarana dan sarana Tentang Pedoman Penyusunan pemanfaatan prasarana Kota “X” saat ini berupa pedistrian
jaringan jalan pejalan Rencana Tata Ruang Wilayah dan sarana jaringan jalan yang berada di sepanjang ruas
kaki pejalan kaki sebagaimana jalan kolektor primer. Sedangkan
Kota, penyediaan dan
dimaksud dalam pasal 39 untuk ruang pejalan kaki berada di
pemanfaatan prasarana dan huruf a mencakup: RTH berupa taman yang ada di
sarana jaringan alan pejalan a. prasarana dan sarana Kota “X”.
kaki Penyediaan dan untuk membantu
pemanfaatan prasarana dan mobilitas pejalan kaki
sarana jaringan jalan pejalan dan kelompok
kaki dapat direncanakan masyarakat
berkebutuhan
dalam bentuk ruang pejalan khusus;
kaki di sisi jalan, ruang b. jembatan
pejalan kaki di sisi air, ruang penyeberangan dan
pejalan kaki di kawasan penyeberangan
komersial/perkantoran, ruang sebidang; dan
pejalan kaki di RTH, ruang c. ruang pejalan kaki
dengan moda
pejalan kaki di bawah tanah,
transportasi seperti
dan ruang pejalan kaki di atas halte atau shelter
tanah. kendaraan umum;
g. Jalur evakuasi Berdasarkan Permen-PU Raperda Perubahan 1. Kebijakan penanggulangan bencana
bencana Nomor 17 Tahun 2009 RTRW Kota “X” yang ada di wilayah Kota “X” saat
Tentang Pedoman Tahun 2012 – 2032 ini mengacu pada:
Penyusunan Rencana Tata  Peraturan Walikota “X” No. 3
Ruang Wilayah Kota. Pasal 41 tahun 2007 tentang Pedoman
Jalur evakuasi bencana Jalur evakuasi bencana Penanggulangan Bencana dan
meliputi escape way dan sebagaimana dimaksud Penanganan Pengungsi di
melting point baik dalam skala dalam Pasal 39 huruf b, Daerah; dan
kota, kawasan, maupun meliputi:  Dokumen Kesepakatan Bersama
lingkungan. a. penyediaan melting Kesiapan dan Penanggulangan
point dengan Keadaan Darurat industri di Kota
memanfaatkan ruang “X” yang ditandatangani oleh
terbuka berupa: pemerintah Kota “X” bersama
1) halaman kawasan dengan PT.PKT, PT. Baadak NGL,
dan PT. Indominco Mandiri pada
perkantoran di
1 Desember 2012.
Kelurahan
2. Mengacu pada dokumen
Guntung, kesepakatan tersebut di atas maka
Kelurahan ditentukan lokasi melting point
Satimpo, dan sebagai berikut:
Kelurahan “X”  Halaman kantor utama PT. PKT;
Lestari dan/atau  Lapangan Town Center PT.
sebutan lainnya Badak;
berdasarkan  GOR PT. Badak
peraturan  Halaman kantor Kelurahan
perundang- Guntung;
undangan;  Halaman kantor Walikota;
2) lapangan kawasan  Halaman kantor Kelurahan
perumahan di “X” Lestari.
Kelurahan
Tanjung Laut,
Kelurahan Gunung
Elai dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan, dan
Kelurahan “X”
Kuala;
3) halaman kawasan
perdagangan dan
jasa di Kelurahan
Belimbing
dan/atau sebutan
lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan,
Kelurahan Gunung
Telihan dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan, dan
Kelurahan
Tanjung Laut
Indah;
4) lapangan kawasan
pertahanan dan
keamanan di
Kelurahan
Loktuan dan/atau
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK

1 2 3 4 5 6
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan, dan
Kelurahan Gunung
Elai dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan;
5) lapangan SPU
Sosial Budaya di
Kelurahan “X”
Baru dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan;
6) lapangan SPU
Transportasi di
Kelurahan
Tanjung Laut
Indah dan
Kelurahan Gunung
Telihan dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan;
7) lapangan SPU
Olahraga di
Kelurahan
Satimpo dan
Kelurahan Api-
Api;
8) halaman SPU
Pendidikan di
Kelurahan Api-
Api dan Kelurahan
Belimbing
dan/atau sebutan
lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan; dan
9) Ruang Terbuka
Hijau di Kelurahan
Satimpo,
Kelurahan Berbas
Pantai, dan
Kelurahan
Tanjung Laut.
b. penyediaan jalur
evakuasi dengan
pemanfaatan ruas jalan
arteri dan kolektor
menuju titik aman.

3. RENCANA POLA RUANG Berdasarkan Permen-PU Raperda Perubahan 1. Rencana pola ruang wilayah Kota “X”
WILAYAH YANG Nomor 17 Tahun 2009 RTRW Kota “X” merujuk rencana pola ruang yang
MELIPUTI KAWASAN Tentang Pedoman Penyusunan Tahun 2012 – 2032 ditetapkan dalam RTRW Provinsi “K”
LINDUNG DAN KAWASAN Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda No. 1 tahun 2016)
BUDI DAYA Kota, kriteria rencana pola Pasal 42: 2. Rencana pola ruang wilayah Kota
ruang wilayah kota (1) Rencana Pola Ruang “X” memperhatikan kebutuhan
dirumuskan sebagai berikut: Wilayah Kota, pembangunan dan perkembangan
a. merujuk rencana pola mencakup: ekonomi kota dengan tetap
a. kawasan lindung; memperhatikan kelestarian
ruang yang ditetapkan
dan lingkungan.
dalam RTRWN beserta
b. kawasan budidaya. 3. Peta rencana pola ruang wilayah kota
rencana rincinya; (2) Rencana Pola Ruang “X” digambarkan mengikuti
b. merujuk rencana pola Wilayah Kota ketentuan pemetaan sesuai dengan
ruang yang ditetapkan sebagaimana Permen PU 17-2009 tentang Tentang
dalam RTRW provinsi dimaksud pada ayat Pedoman Penyusunan Rencana Tata
beserta rencana rincinya; (1), digambarkan Ruang Wilayah Kota, yakni lampiran
c. memperhatikan rencana dalam satu lembar rancangan perda tentang RTRW Kota
pola ruang wilayah petasecara utuh disajikan dengan skala menyesuaikan
kabupaten/ kota yang dengan skala peta dengan ukuran kertas format A3.
berbatasan; menyesuaikan luas
d. memperhatikan mitigasi wilayah perencanaan,
bencana pada wilayah sebagaimana
tercantum dalam
kota;
Lampiran II yang
e. memperhatikan
merupakan bagian
kepentingan pertahanan tidak terpisahkan dari
dan keamanan dalam Peraturan Daerah ini.
wilayah kota;
f. menyediakan ruang
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
terbuka hijau minimal 30
% dari luas wilayah kota;
g. menyediakan ruang untuk
kegiatan sektor informal;
h. menyediakan ruang
terbuka non hijau untuk
menampung kegiatan
sosial, budaya, dan
ekonomi masyarakat kota;
dan
i. jelas, realistis, dan dapat
diimplementasikan dalam
jangka waktu perencanaan
pada wilayah kota
bersangkutan;
j. mengacu pada klasifikasi
pola ruang wilayah kota
yang terdiri atas kawasan
lindung dan kawasan budi
daya.
e. Kawasan Berdasarkan Permen-PU Raperda Perubahan 1. Sesuai dengan klasifikasi Kawasan
lindung Nomor 17 Tahun 2009 RTRW Kota “X” lindung dalam Permen-PU No. 17
Tentang Pedoman Penyusunan Tahun 2012 – 2032 tahun 2009 tentang Pedoman
Rencana Tata Ruang Wilayah Penyusunan Rencana Tata Ruang
Kota, kawasan budi daya, Pasal 43: Wilayah Kota, maka kawaasan
terdiri atas: Kawasan Lindung konservasi pesisir (pulau-pulau
sebagaimana dimaksud kecil) serta kawasan bencana
a. Kawasan lindung yang
dalam Pasal 42 ayat (1) lainnya masuk dalam kategori
terdiri atas:
huruf a mencakup: kawasan lindung lainya.
1) hutan lindung;
a. kawasan hutan
2) kawasan yang
lindung;
memberikan
b. kawasan yang
perlindungan terhadap memberikan
kawasan bawahannya, perlindungan terhadap
yang meliputi kawasan kawasan bawahannya;
bergambut dan c. kawasan perlindungan
kawasan resapan air; setempat;
3) kawasan perlindungan d. ruang terbuka hijau
setempat, yang meliputi (RTH) kota;
sempadan pantai, e. kawasan suaka alam
sempadan sungai, dan cagar budaya;
kawasan sekitar danau f. kawasan rawan
atau waduk, kawasan bencana alam; dan
g. kawasan lindung
sekitar mata air;
lainnya.
4) ruang terbuka hijau
(RTH) kota, yang antara
lain meliputi taman RT,
taman RW, taman kota
dan permakama;
5) kawasan suaka alam
dan cagar budaya;
6) kawasan rawan
bencana alam, yang
meliputi kawasan
rawan tanah longsor,
kawasan rawan
gelombang pasang dan
kawasan rawan banjir;
dan
7) kawasan lindung
lainnya.
3.1.1 Kawasan yang
memberikan
perlindungan terhadap
kawasan bawahannya:
a. Kawasan hutan Pasal 44 1. Dalam lampiran VIII perda No. 1
lindung Kawasan Hutan Lindung Tahun 2016 tentang RTRW Provinsi
sebagaimana yang “K”2016-2036 kawasan hutan
dimaksud dalam Pasal 43 lindung “X” seluas 4.535 mengacu
huruf a adalah Hutan pada keputusan Menteri
Lindung “X” yang berada Kehutanan RI Nomor SK.
di dalam wilayah 718/Menhut-II/2014 tentang
administrasi Kota “X” Kawasan Hutan Provinsi “K”dan “K”
berdasarkan penetapan Utara.
tata batas yang 2. Kawasan hutan lindung “X” saat ini
dikeluarkan oleh Menteri sudah mengacu pada Keputusan
Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan No:
Kehutanan seluas SK.4786/Menhut-VII/KUH/2014
4.607,73 (Empat Ribu tentang Penetapan kawasan Hutan
Enam Ratus Tujuh koma pada Kelompok Hutan Sungai
Tujuh Tiga) hektar yang Santan – Sengai Separi – Sungai
terletak di Kelurahan Benasar Besar – Sungai Banumuda
Belimbing dan/atau seluas 402.987,70 (empat ratus dua
sebutan lainnya ribu sembilan ratus delapan puluh
berdasarkan peraturan tujuh dan tujuh puluh per seratus)
perundang-undangan, hektar di Kota “X”, Kabupaten Kutai
Kelurahan Kanaan, Kartanegara, Kabupaten Kutai
Kelurahan Satimpo dan Timur, Provinsi “K” Timur.
Kelurahan “X” Lestari 3. Berdasarkan Berita Acara Tata Batas
dan/atau sebutan lainnya Definitif Kawasan Hutan Lindung
berdasarkan peraturan tanggal 15 Oktober 2015, yang
perundang-
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
undangan. dilakukan oleh BPKH Wilayah IV
Samarinda maka diperoleh luas
Hutan Lindung “X” di wilayah Kota
“X” sebesar 4.644,05 hektar.

b. Kawasan gambut Pasal 45 1. Dalam lampiran VI Perda No. 1


c. Kawasan resapan air Berdasarkan PP No 73 tahun Kawasan yang Tahun 2016 tentang RTRWP “K”
2013 tentang Rawa, rawa memberikan tahun 2016 – 2036 terdapat
adalah wadah air beserta air Perlindungan terhadap kawasan rawa di wilayah Kota “X”.
dan daya air yang terkandung Kawasan Bawahannya 2. Perubahan luas kawasan rawa dan
di dalamnya, tergenang secara sebagaimana yang resapan air di wilayah Kota “X”
terus menerus atau musiman, dimaksud dalam Pasal 43 disebabkan adanya pembatalan
terbentuk secara alami di huruf b berupa kawasan rencana pembangunan danau
lahan yang relatif datar atau rawa/gambut dan retensi yang berlokasi di dalam
cekung dengan endapan resapan air seluas 130,93 kawasan hutan lindung karena tidak
mineral atau gambut, dan (Seratus Tiga Puluh koma layak dari aspek teknis.
ditumbuhi vegetasi, yang SembilanTiga) hektar
merupakan suatu ekosistem. yang terdapat di
Kelurahan Loktuan
... dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundang-undangan,
Kelurahan Gunung Elai
dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundang-undangan,
Kelurahan “X” Baru
dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundang-undangan,
Kelurahan “X” Kuala,
Kelurahan Belimbing
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan,Kelurahan
Kanaan, Kelurahan
Satimpo, Kelurahan
Tanjung Laut, Kelurahan
Tanjung Laut Indah, dan
Kelurahan “X” Lestari
dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundang- undangan.

3.1.2 Kawasan perlindungan


setempat
a. sempadan pantai, Berdasarkan PP No. 51 tahun Pasal 46 hurf a: Pasal 46 huruf a : 1. Dalam pasal 25 Perda No. 1 Tahun
2016 tentang Batas Sempadan a.sempadan pantai berada di 2016 tentang RTRWP “K”. Tahun
Pantai, Sempadan pantai Kelurahan Berbas Pantai, Sempadan pantai seluas 2016 – 2036 terdapat Kawasan
adalah daratan sepanjang Kelurahan Tanjung Laut Indah, 590,25 (Lima Ratus sempadan pantai dalam rencana
tepian pantai, yang lebarnya kelurahan “X” Baru, Kelurahan Sembilan Puluh koma pola ruang Kota “X” .
proporsional dengan bentuk Loktuan, Kelurahan Gunung Dua Lima) hektar yang 2. Panjang pantai di wilayah Kota
dan kondisi fisik pantai, Elai dan Kelurahan “X” Kuala terletak di Kelurahan “X” saat ini sebesar 135.792 km.
minimal 100 (seratus) meter yang berjarak minimal 100 m Guntung, Kelurahan 3. Garis sempadan pantai di wilayah
dari titik pasang tertinggi ke dari titik pasang tertinggi ke Loktuan dan/atau Kota “X” ditentukan dengan jarak
arah darat. arah darat; sebutan lainnya 100 m dari garis pantai ke arah
berdasarkan peraturan darat, sesuai dengan ketentuan PP
perundang-undangan, No. 51 tahun 2016 tentang Batas
Kelurahan Gunung Ela Sempadan Pantai.
idan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, Kelurahan “X”
Kuala, Kelurahan
Tanjung Laut Indah,
Kelurahan Berbas Pantai,
Kelurahan Satimpo, dan
Kelurahan “X” Lestari
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan;
b. sempadan sungai 1. Berdasarkan permen PU Pasal 46 huruf c: Pasal 46 huruf b : 1. Panjang sungai di wilayah Kota
No.28 Tahun 2015 tentang lebar sempadan sungai yang Sempadan sungai seluas “X” sebasar 31 km.
Penetapan Garis Sempdan melintasi Kota “X” adalah 67,77 (Enam Tujuh koma 2. Garis sempadan sungai di wilayah
Sungai Dan Garis sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) Tujuh Tujuh) hektar Kota “X” ditentukan 10 meter dari
Sempadan Danau, garis meter kanan-kiri dihitung dari berupa sempadan Sungai tepi kiri dan tepi kanan sungai,
sempadan sungai adalah tepi “X”, sempadan Sungai sesuai dengan ketentuan permen PU
garis maya di kiri dan sungai; dan Guntung, sempadan No.28/PRT/M/2015 tentang
kanan palung sungai yang Sungai Kanibungan dan penetapan garis sempdan sungai
ditetapkan sebagai batas sempadan Sungai dan garis sempadan danau, bahwa
perlindungan sungai. Nyerakat; dan garis sempadan sungai tidak
2. Garis sempadan pada betanggul di dalam wilayah
sungai tidak bertanggul di perkotaan dengan kedalaman sungai
dalam kawasan perkotaan kurang dari atau samadengan 3 m.
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2)
huruf a, ditentukan:
a. paling sedikit berjarak
10 (sepuluh) meter dari
tepi kiri dan kanan
palung sungai
sepanjang alur sungai,
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
dalam hal kedalaman
sungai kurang dari atau
sama dengan 3 (tiga)
meter;
b. paling sedikit berjarak
15 (lima belas) meter
dari tepi kiri dan kanan
palung sungai
sepanjang alur sungai,
dalam hal kedalaman
sungai lebih dari 3 (tiga)
meter sampai dengan
20 (dua puluh) meter;
dan
c. paling sedikit berjarak
30 (tiga puluh) meter
dari tepi kiri dan kanan
palung sungai
sepanjang alur sungai,
dalam hal kedalaman
sungai lebih dari 20
(dua puluh) meter.
c. kawasan sekitar Berdasarkan Permen PU Pasal 46 d: Pasal 46 huruf c : 1. Garis sempadan danau di wilayah
danau atau waduk, No.28/PRT/M/2015 tentang Sempadan danau seluas Kota “X” ditentukan 50 (lima puluh)
Penetapan Garis Sempdan 7,20 (tujuh koma dua nol) meter dari tepi danau, sesuai
Sungai Dan Garis Sempadan hektar berupa sempadan dengan Permen PU
Danau: Danau Kanaan di No.28/PRT/M/2015 tentang
a. Sempadan danau adalah Kelurahan Kanaan. Penetapan Garis Sempdan Sungai
luasan lahan yang Dan Garis Sempadan Danau
mengelilingi dan berjarak
tertentu dari tepi badan
danau yang berfungsi
sebagai kawasan pelindung
danau
b. Garis sempadan danau
ditentukan mengelilingi
danau paling sedikit
berjarak 50 (lima puluh)
meter dari tepi muka air
tertinggi yang pernah
terjadi
d. kawasan sekitar mata - -
air,
e. kawasan lindung - -
spiritual dan kearifan
lokal
3.1.3 Ruang terbuka hijau 1. Berdasarkan Permen PU Raperda Perubahan 1. Ruang Terbuka Hijau yang diatur
(RTH) kota No.17 tahun 2009 tentang RTRW Kota “X” dalam pasal 47 Raperda Perubahan
Pedoman penyusunan Tahun 2012 – 2032 RTRW Kota “X” tahun 2012- 2032
RTRW, yang termasuk RTH berupa hutan kota, taman kota,
meliputi ruang terbuka Pasal 47: taman lingkungan, jalur hijau dan
hijau (RTH) kota, yang RTH Kota sebagaimana taman pemakaman umum sehingga
antara lain meliputi taman dimaksud dalam Pasal 43 luas RTH sebesar 2.530,0 hektar
RT, taman RW, taman kota Huruf d, terdiri dari atau hanya 15,89% dari luas
dan permakaman. hutan kota, taman kota, wilayah darat Kota “X” yang
2. Berdsarkan Undang- taman lingkungan, jalur bertambah menjadi 16.156 hektar,
Undang No. 26 Tahun 2007 hijau dan taman akan tetapi jika hanya
tentang Penataan Ruang, pemakaman umum memperhitungkan luas wilayah
perencanaan tata ruang seluas 2.578,59 (Dua darat efektif pembangunan (luas
wilayah kota harus Ribu Lima Ratus Tujuh wilayah darat dikurangi dengan luas
memuat rencana Puluh Delapan koma hutan lindung dan luas Taman
penyediaan dan Lima Sembilan) hektar Nasional Kutai) sebesar 10.890,26
pemanfaatan ruang yang tersebar di wilayah hektar maka prosentase RTH sudah
terbuka hijau yang luas Kota “X” mencapai 23,57%, atau sudah
minimalnya sebesar 30% memenuhi proporsi RTH publik
dari luas wilayah kota. sesuai dengan ketentuan UU No. 26
Proporsi ruang terbuka tahun 2007 sebesar 20%.
hijau publik pada wilayah
kota paling sedikit 20 (dua
puluh) persen dari luas
wilayah kota.
a. taman RT
b. taman RW
c. taman kelurahan
d. taman kecamatan
e. taman kota
f. hutan kota
g. pemakaman
3.1.4 Kawasan konservasi
a. Kawasan suaka alam:
1) Cagar alam dan -
cagar alam laut
2) Suaka -
margasatwa dan
suaka margasatwa
laut
b. Kawasan pelestarian
alam

1) Taman nasional 1. Berdasarkan PP No. 108 Perda 11 / 2012 Tentang RTRW Raperda Perubahan 1. Kawasan Hutan Taman Nasional
Tahun 2015 tentang Kota “X” Tahun 2012 – 2032: RTRW Kota “X” Kutai yang terdapat di Wilayah Kota
Perubahan Atas Peraturan Tahun 2012 – 2032 “X” saat ini sudah mengacu pada
Pemerintah Nomor 28 lampiran Keputusan Menteri
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Tahun 2011 Tentang Pasal 48 Pasal 48 Kehutanan No: SK.4194/Menhut-
Pengelolaan Kawasan Kawasan suaka alam dan cagar Kawasan suaka alam dan VII/KUH/2014 tentang Penetapan
Suaka Alam Dan Kawasan budaya sebagaimana yang cagar budaya Kawasan Hutan Taman Nasional
Pelestarian Alam, Taman dimaksud dalam pasal 43 huruf e sebagaimana yang Kutai Seluas 192.709,55 (Seratus
Nasional adalah KPA yang meliputi : dimaksud dalam Pasal 43 Sembilan Puluh Dua Ribu Tujuh
mempunyai Ekosistem asli, a. kawasan Taman Nasional huruf e meliputi: Ratussembilan Dan Lima Puluh
dikelola dengan sistem Kutai seluas 710,96 Hektar; a. kawasan Taman Lima Perseratus) Hektar Di
zonasi yang dimanfaatkan dan Nasional Kutai Kota”X”, Kabupaten Kutai
untuk tujuan penelitian, b. kawasan Cagar Budaya yang berdasarkan Kartanegara, Dan Kabupatenkutai
ilmu pengetahuan, terdapat di perumahan atas penetapan tata batas Timur, Provinsi “K” Timur.
pendidikan, menunjang air di Kelurahan “X” Kuala. yang dikeluarkan oleh 2. Kawasan Cagar Budaya yang
budidaya, pariwisata, dan Menteri Lingkungan terdapat di Wilayah Kota “X” saat ini
rekreasi. Hidup dan Kehutanan berupa Benda Cagar Budaya
2. Berdasarkan Permen-PU seluas 649,56 (Enam dan/atau Bangunan Cagar Budaya
dan Perumahan No. 01 Ratus Empat Puluh dan/atau Struktur Cagar Budaya
Tahun 2015 tentang Sembilan koma Lima yang masih dalam proses penetapan,
Bangunan Gedung Cagar Enam) hektar terletak berlokasi di Kelurahan “X” Kuala.
Budaya yang Dislestarikan, di Kelurahan
Cagar budaya adalah Guntung, Kelurahan
warisan budaya bersifat “X” Baru dan/atau
kebendaan yang berupa sebutan lainnya
benda cagar budaya, berdasarkan
bangunan cagar budaya, peraturan perundang-
struktur cagar budaya, undangan dan
situs cagar budaya, dan Kelurahan “X” Kuala;
kawasan cagar budaya di dan
darat dan/atau di air yang b. kawasan Cagar
perlu dilestarikan Budaya terdapat di
keberadaannya karena Kelurahan “X”
memiliki nilai penting bagi Kuala.
sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan,
agama,dan/atau
kebudayaan melalui proses
penetapan.
2) Taman hutan raya -
3) Taman wisata -
alam dan taman
wisata alam laut
c. Kawasan taman buru -
d. Kawasan -
konservasi di
wilayah pesisir dan
pulau- pulau kecil
1) kawasan Berdasarkan Permen Kelautan Raperda Perubahan 1. Kawasan konservasi pesisir dan
konservasi pesisir dan Perikanan No. RTRW Kota “X” pulau-pulau kecil yang ada di
dan pulau-pulau 47/Permen-KP/2016 tentang Tahun 2012 – 2032 wilayah Kota “X” sudah mengacu
kecil Pemanfaatan Kawasan pada Perda Kota “X” No. 16 tahun
Konservasi Perairan, Kawasan Pasal 50 huruf b 2012 tentang Pengelolaan
Konservasi Perairan adalah b. Kawasan konservasi Kaawasan Konservasi Perairan
kawasan perairan yang pesisir dan pulau- Wilayah Pesisir dan Laut, yakni:
dilindungi, dikelola dengan pulau kecil seluas  Zona inti yang berada di Kawasan
sistem zonasi, untuk 3.130,81 (Tiga Ribu Konservasi Kedindingan; dan
mewujudkan pengelolaan Seratus Tiga Puluh  Zona pemanfaatan terbatas
sumber daya ikan dan koma Delapan Satu) mencakup kawasan konservasi
lingkungannya secara hektar, meliputi: Beras Basah, Kawasan
berkelanjutan. 1) Zona inti Konservasi Karang Segajah,
Kedindingan dan Kawasan konsercasi Melahing,
Zona Pemanfaatan dan Kawasan konserasi Tihik-
Terbatas Beras tihik.
Basah dengan luas 2. Perubahan luas Kawasan Konservasi
777,87 (Tujuh Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam
Ratu Tujuh Puluh Raperda Perubahan RTRW Kota “X”
Tujuh koma tahun 2012-2032 terjadi setelah
Delapan Tujuh) dilakukan perhitungan ulang
hektar; terhada peta batas kawasan
2) Zona pemanfaatan konservasi pesisir dan pulau-pulau
terbatas Melahing, kecil yang telah ditetapkan dalam
dengan luas Keputusan Walikota “X” No. 112 No.
2.212,36 (Dua 2011 tentang Pencadangan Kawasan
Ribu Dua Ratus Konservasi Perairan Wilayah Pesisir
Dua Belas koma dan Laut Kota “X”.
Tiga Enam) hektar;
dan
3) Zona pemanfaatan
terbatas Sapa
Segajah, dengan
luas 370,09 (Tiga
Ratus Tujuh Puluh
koma Nol
Sembilan) hektar.
4) Zona Pemanfaatan
Terbatas Tihik-
tihik dengan luas
1.721,74 (Seribu
Tujuh Ratus Dua
Puluh Satu koma
Tujuh Empat)
hektar.
a) suaka pesisir -
b) suaka pulau -
kecil
c) taman pesisir -
d) taman pulau -
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
kecil
2) kawasan
konservasi maritim
a) daerah -
perlindungan
adat maritim
b) daerah -
perlindungan
budaya maritim
3) kawasan -
konservasi
perairan
3.1.5 Kawasan lindung geologi -
a. kawasan cagar alam -
geologi
1) kawasan -
keunikan batuan
dan fosil
2) kawasan -
keunikan bentang
alam
3) kawasan -
keunikan proses
geologi
b. kawasan yang -
memberikan
perlindungan
terhadap air tanah:
1) kawasan -
imbuhan air tanah
2) kawasan -
sempadan mata air
3.1.6 Kawasan rawan bencana Berdasarkan UU No. 24 Tahun
alam yang tingkat 2007 Tentang Penanggulangan
kerawanan dan Bencana, bencana alam
probabilitas ancaman adalah bencana yang
atau dampak paling tinggi diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan,
angin topan, dan tanah
longsor
a. kawasan rawan Pasal 49 huruf a Kawasan rawan bencana banjir yang
bencana banjir Kawasan rawan bencana ada di Wilayah Kota “X” mengacu pada
alam sebagaimana Dokumen Rencana Penanggulangan
dimaksud dalam Pasal 43 Bencana yang disusun pada tahun
huruf f terdiri dari: 2013. Adapun wilayah Kota “X” yang
a. kawasan rawan memiliki resiko tinggi bencana banjir
bencana banjir sebagai berikut:
meliputi Kelurahan  Kelurahan Loktuan
Guntung, Kelurahan  Kelurahan Belimbing
Gunung Elai  Kelurahan Gunung Telihan
dan/atau sebutan  Kelurahan Gunung Elai
lainnya berdasarkan
 Kelurahan “X” Baru
peraturan perundang-
 Kelurahan Api-Api
undangan, Kelurahan
“X” Baru dan/atau  Kelurahan Berbas Tengah
sebutan lainnya  Kelurahan Berbas Pantai
berdasarkan  Kelurahan Tanjung Laut Indah.
peraturan perundang-  Kelurahan “X” Kuala
undangan, Kelurahan
“X” Kuala, Kelurahan
Api Api, Kelurahan
Gunung Telihan
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, Kelurahan
Kanaan, Kelurahan
Satimpo, Kelurahan
Tanjung Laut Indah,
Kelurahan Berebas
Tengah dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, dan
Kelurahan “X” Lestari
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan;

b. kawasan rawan Pasal 49 huruf b Kawasan rawan bencana longsor yang


bencana gerakan kawasan rawan bencana ada di Wilayah Kota “X” mengacu pada
tanah (termasuk longsor meliputi Dokumen Rencana Penanggulangan
tanah longsor) Kelurahan Loktuan Bencana yang disusun pada tahun
dan/atau sebutan lainnya 2013. Adapun wilayah Kota “X” yang
berdasarkan peraturan memiliki resiko tinggi bencana tanah
perundang-undangan, longsor sebagai berikut:
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Kelurahan Belimbing  Kelurahan Loktuan
dan/ atau sebutan  Kelurahan Guntung
lainnya berdasarkan  Kelurahan Satimpo
peraturan perundang-  Kelurahan Kanaan
undangan, Kelurahan
 Kelurahan “X” Lestari
Kanaan, dan Kelurahan
“X” Lestari dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
c. Kawasan rawan -
bencana letusan
gunung api
d. kawasan rawan -
bencana tsunami
e. sempadan patahan -
aktif (active fault)
pada kawasan rawan
bencana gempa bumi
f. Kawasan rawan Pasal 49 huruf c Kawasan rawan bencana kebakaran
bencana kebakaran kawasan rawan bencana yang ada di Wilayah Kota “X” mengacu
kebakaran meliputi pada Dokumen Rencana
seluruh kelurahan di Penanggulangan Bencana yang disusun
wilayah Kota “X”; dan pada tahun 2013. Adapun wilayah Kota
“X” yang memiliki resiko tinggi bencana
kebakaran sebagai berikut:
 Kelurahan Satimpo
 Kelurahan Guntung
 Kelurahan Kanaan
 Kelurahan “X” Kuala
 Kelurahan “X” Lestari
g. Kawasan rawan Pasal 49 huruf d Kawasan rawan bencana angin puting
bencana angin puting kawasan rawan bencana beliung yang ada di Wilayah Kota “X”
beliung angin puting beliung mengacu pada Dokumen Rencana
terdapat di Kelurahan Penanggulangan Bencana yang disusun
“X” Kuala dan pada tahun 2013. Adapun wilayah Kota
Kelurahan Loktuan “X” yang memiliki resiko tinggi bencana
dan/atau sebutan lainnya puting beliung sebagai berikut:
berdasarkan peraturan  Kelurahan Belimbing
perundang-undangan.  Kelurahan Gunung Telihan
 Kelurahan Gunung Elai
 Kelurahan “X” Baru
 Kelurahan Api-Api
 Kelurahan Berbas Tengah
 Kelurahan Berbas Pantai
 Kelurahan Bontag Kuala
 Kelurahan Tanjung Laut Indah
 Kelurahan Tanjung laut
 Kelurahan “X” Lestari

3.1.7 Kawasan lindung lainnya Raperda Perubahan


RTRW Kota “X”
Tahun 2012 – 2032

Pasal 50
Kawasan lindung
lainnya:
a. Kawasan rawan
bencana gagal
teknologi
b. Kawasan konservasi
pesisir
a. Kawasan rawan Pasal 50 huruf a Kawasan rawan bencana gagal
bencana gagal kawasan rawan bencana teknologi yang terdapat di Kota “X”
teknologi gagal teknologi berupa mencakup seluruh wilayah
kebocoran pipa minyak
adminsitrasi Kota “X” sebagai
dan gas, serta resiko
kegiatan industri lainnya, konsekuensi keberadaan industri
meliputi seluruh pengolahan minyak bumi dan gas
kelurahan di wilayah Kota alam yang memiliki potensi risiko
“X”; bencana berupa vapor cloud,
keracunan gas, kebakaran, ledakan,
dan pencemaran lingkungan
3.2 Kawasan budidaya Berdasarkan Permen-PU
Nomor 17 Tahun 2009
Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota, kawasan
budi daya terdiri atas:
a. Kawasan budidaya terdiri
atas:
1) kawasan perumahan
yang dapat dirinci,
meliputi perumahan
dengan kepadatan
tinggi, perumahan
dengan kepadatan
sedang, dan perumahan
dengan kepadatan
rendah;
2) kawasan perdagangan
dan jasa, yang
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
diantaranya terdiri atas
pasar tradisional, pusat
perbelanjaan dan toko
modern;
3) kawasan perkantoran
yang diantaranya terdiri
atas perkantoran
pemerintahan dan
perkantoran swasta;
4) kawasan industri, yang
meliputi industri rumah
tangga/kecil dan
industri ringan;
5) kawasan pariwisata,
yang diantaranya terdiri
atas pariwisata budaya,
pariwisata alam, dan
pariwisata buatan;
6) kawasan ruang terbuka
non hijau;
7) kawasan ruang
evakuasi bencana
meliputi ruang terbuka
atau ruang-ruang
lainnya yang dapat
berubah fungsi menjadi
melting point ketika
bencana terjadi;
8) kawasan peruntukan
ruang bagi kegiatan
sektor informal; dan
9) kawasan peruntukan
lainnya, meliputi antara
lain: pertanian,
pertambangan (disertai
persyaratan yang ketat
untuk pelaksanaan
penambangannya),
pelayanan umum
(pendidikan, kesehatan,
peribadatan, serta
keamanan dan
keselamatan),militer,da
n lain-lain sesuai
dengan peran dan
fungsi kota.
3.2.1 Kawasan Berdasarkan Permen-PU No. Raperda Perubahan 1. Kawasan perumahan dalam Raperda
permukiman/perumah 17/PRT/M/2009 tentang RTRW Kota “X” Perubahan RTRW Kota “X” tahun
an Pedoman Penyusunan Tahun 2012 – 2032 2012-2032 tidak dirinci berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah kepadatan. Pendetailan kepadatan
Pasal 53: kawasan perumahan akan
Kota, kawasan perumahan
Kawasan Perumahan dicantumkan dalam Rencana Rinci
yang dapat dirinci, meliputi sebagaimana dimaksud
perumahan dengan kepadatan Tata Ruang Kota.
dalam Pasal 52 huruf a
tinggi, perumahan dengan seluas 3.284,14 (Tiga
kepadatan sedang, dan Ribu Dua Ratus Delapan
perumahan dengan kepadatan Puluh Empat koma Satu
rendah; Empat) hektar yang
tersebar di wilayah Kota
“X”.

3.2.2 Kawasan perdagangan Berdasarkan Permen-PU No. Raperda Perubahan 1. Kawasan perdagangan dan jasa yang
dan jasa 17 Tahun 2009 tentang RTRW Kota “X” terdapat di Wilayah Kota “X” saat ini
Pedoman Penyusunan Tahun 2012 – 2032 antara lain:
Rencana Tata Ruang Wilayah  Pertokoan di sepanjang ruas
Kota, kawasan perdagangan Pasal 54
jalan arteri sekunder, kolektor
dan jasa, yang diantaranya (1) Kawasan Perdagangan primer, dan kolektor sekunder.
terdiri atas pasar tradisional, dan Jasa sebagaimana
 Pasar tradisional Citra Mas di
pusat perbelanjaan dan toko dimaksud dalam Pasal
52 huruf b dengan Kelurahan Loktuan, Pasar
modern; Tradisional Rawa Indah di
luas 959,63 (Sembilan
Ratus Lima Puluh Kelurahan Tanjung Laut Indah,
Sembilan koma Enam dan Pasar Tradisional telihan di
Tiga)hektar, terdiri Kelurahan Gunung Telihan.
dari:  Pusat Perbelanjaan moderen
a. kawasan Ramayana di Kelurahan “X”
perdagangan dan Baru.
jasa terdapat di 2. Terdapat rencana pembangunan
sepanjang ruas pusat perbelanjaan moderen di
jalan Arteri Kelurahan Tanjung Laut Indah dan
Sekunder, Kolektor
Kelurahan Belimbing.
Primer dan
Kolektor Sekunder
di wilayah Kota
“X”;
b. pusat perdagangan
tradisional
terdapat di
Kelurahan Loktuan
dan/atau sebutan
lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan,
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Kelurahan Tanjung
Laut Indah,
Kelurahan Gunung
Telihan dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan, dan
dan Kelurahan “X”
Lestari dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan;
c. pusat perdagangan
modern terdapat di
Kelurahan “X”
Baru, Kelurahan
Belimbing
dan/atau sebutan
lainnya
berdasarkan
peraturan
perundang-
undangan, dan
Kelurahan Tanjung
Laut.

3.2.3 Kawasan perkantoran Berdasarkan Permen-PU No. Raperda Perubahan 1. Perkantoran pemerintah yang
17 Tahun 2009 tentang RTRW Kota “X” terdapat di Wilayah Kota “X” saat ini
Pedoman Penyusunan Tahun 2012 – 2032 berupa Kantor Kelurahan di 15
Rencana Tata Ruang Wilayah Kelurahan, Kantor Kecamatan di
Kota, kawasan perkantoran Pasal 55 Kelurahan “X” Baru, Kelurahan
yang diantaranya terdiri atas Kawasan Perkantoran Tanjung Laut, dan Kelurahan
perkantoran pemerintahan sebagaimana dimaksud Gunung Telihan serta Kantor
dan perkantoran swasta; dalam Pasal 52 huruf Walikota dan Kantor OPD di
seluas 73,84 (Tujuh Kelurahan “X” Lestari.
Puluh Tiga koma Delapan 2. Perkantoran Swasta yang terdapat di
Empat) hektar yang Wilayah Kota “X” saat ini berupa
tersebar di wilayah Kota Kantor Pusat PT. PKT dan Kantor
“X”, terdiri dari: PT. KIE di Kelurahan Guntung,
a. perkantoran Kantor PT. KPI di Kelurahan
pemerintahan daerah Loktuan, Kantor PT.KNE di
terdapat di Kelurahan Kelurahan Belimbing, Kantor Pusat
Guntung, Kelurahan PT. Badak di Kelurahan Satimpo.
Loktuan dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, Kelurahan
Gunung Elai
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, Kelurahan
“X” Baru dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, Kelurahan
“X” Kuala, Kelurahan
Api-Api, Kelurahan
Belimbing dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, Kelurahan
Gunung Telihan
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan,
Kelurahaan Kanaan,
Kelurahan Tanjung
Laut, Kelurahan
Tanjung Laut Indah,
Kelurahan Berbas
Pantai, Kelurahan
Berbas Tengah
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, Kelurahan
Satimpo, dan
Kelurahan “X” Lestari
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan; dan
b. perkantoran swasta
yang terdapat di
Kelurahan Loktuan
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan, Kelurahan
Belimbing dan/atau
sebutan lainnya
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
berdasarkan
peraturan perundang-
undangan dan
Kelurahan Satimpo.
3.2.4 Kawasan peruntukan 1. Berdasarkan Peraturan Raperda Perubahan 1. Kawasan peruntukan industri yang
industri Pemerintah RI Nomor 2006 RTRW Kota “X” terdapat di Wilayah Kota “X” saat
tahun 2008 tentang Tahun 2012 – 2032 ini meliputi:
RTRWN, Pasal 69.  Kawasan peruntukan industri PT.
Pasal 56
Kawasan peruntukan Pupuk “K” 411,16 Ha;
Kawasan Peruntukan
industri ditetapkan dengan  Kawasan industri PT. “K”
Industri sebagaimana
kriteria: dimaksud dalam Pasal 52 Industri Estate 214,08 Ha;
a. berupa wilayah yang huruf d seluas 2.509,00  Kawasan peruntukan industri PT.
dapat dimanfaatkan (Dua Ribu Lima Ratus Black Bear Resource Indonesia
untuk kegiatan Sembilan koma Nol Nol 10,26 Ha;
indsustri; hektar, terdiri dari:  Kawasan peruntukan industri PT.
b. tidak mengganggu a. Industri Petrokimia Badak 330,96 Ha
kelestarian fungsi yang terdapat di 2. Terdapat rencana pembangunan
lingkungan hidup; dan Kelurahan Guntung kawasan peruntukan industri
atau dan Kelurahan meliputi:
Loktuan dan/atau
c. tidak mengubah lahan  Area Pembangunan Kilang
sebutan lainnya
produktif. berdasarkan Minyak (refinary) 385,97 Ha
2. Berdasarkan Kepmen PU peraturan perundang- dengan rencana reklamasi seluas
No.41 tentang Pedoman undangan; 82,54 Ha;
Kriteria Teknis Kawasan b. Industri pengolahan  Kawasan industri “X” Lestari
Budi Daya kriteria umum minyak dan gas yang Seluas 500,99 Ha dengan
dan kaidah perencanaan terdapat di Kelurahan rencana reklamasi seluas 45,05
kawasan industi yakni: Satimpo dan Ha;
Kelurahan “X” Lestari  Kawasan peruntukan industri
a. Ketentuan pokok
dan/atau sebutan lainnya di Kelurahan “X”
tentang pengaturan, lainnya berdasarkan
pembinaan dan Lestari 413,31 Ha.
peraturan perundang-
pengembangan industri; undangan; dan 3. Dalam lampiran XI Perda No. 1
serta izin usaha c. Aneka industri yang Tahun 2016 tentang RTRW Provinsi
industri mengacu terdapat di Kelurahan “K”2016-2036 terdapat rencana
kepada Undang-Undang “X” Lestari dan/atau pengembanan kawasan
Nomor 5 Tahun 1984 sebutan lainnya peruntukan industri di Kota “X”
tentang Perindustrian; berdasarkan seluas 1.754 Ha.
b. Pemanfaatan kawasan peraturan perundang-
peruntukan industri undangan.
harus sebesar-besarnya
diperuntukan bagi
upaya mensejahterakan
masyarakat melalui
peningkatan nilai
tambah dan
peningkatan
pendapatan yang
tercipta akibat efisiensi
biaya investasi dan
proses aglomerasi,
dengan tetap
mempertahankan
kelestarian fungsi
lingkungan hidup;
c. Jenis industri yang
dikembangkan harus
mampu menciptakan
lapangan kerja dan
dapat meningkatkan
kualitas sumber daya
masyarakat setempat.
Untuk itu jenis industri
yang dikembangkan
harus memiliki
hubungan keterkaitan
yang kuat dengan
karakteristik lokasi
setempat, seperti
kemudahan akses ke
bahan baku dan atau
kemudahan akses ke
pasar;
d. Kawasan peruntukan
industri harus memiliki
kajian Amdal, sehingga
dapat ditetapkan
kriteria jenis industri
yang diizinkan
beroperasi di kawasan
tersebut;
e. Untuk mempercepat
pengembangan
kawasan peruntukan,
di dalam kawasan
peruntukan industri
dapat dibentuk suatu
perusahaan kawasan
industri yang mengelola
kawasan industri;
f. Ketentuan tentang
kawasan industri diatur
tersendiri melalui
Keputusan Presiden
Nomor 41 Tahun 1996
tentang Kawasan
Industri dan Surat
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Keputusan Menteri
Perindustrian dan
Perdagangan Nomor
50/M/SK/ 1997
tentang Standar Teknis
Kawasan Industri yang
mengatur beberapa
aspek substansi serta
hak dan kewajiban
Perusahaan Kawasan
Industri, Perusahaan
Pengelola Kawasan
Industri, dan
Perusahaan Industri
dalam pengelolaan
Kawasan Industri;
g. Khusus untuk kawasan
industri, pihak
pengelola wajib
menyiapkan kajian
studi Amdal sehingga
pihak industri cukup
menyiapkan RPL dan
RKL.
3.2.5 Kawasan pariwisata 1. Berdasarakan UU No. 10 Perda 11 / 2012 Tentang 1. Pengembangan kawasan pariwisata
Tahun 2009 tentang RTRW Kota “X” Tahun Kota “X” sudah mengakomodir
Kepariwisataan, Pariwisata 2012 – 2032: Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 50 Tahun 2011
adalah berbagai macam
Pasal 57 Tentang Rencana Induk
kegiatan wisata dan Pembangunan Kepariwisataan
didukung berbagai fasilitas Pengembangan Kawasan Nasional Tahun 2010-2025 sebagai
serta layanan yang Pariwisata sebagaimana Kawasan Pengembangan Pariwisata
disediakan oleh dimaksud dalam Pasal Nasional (KPPN) “X” – Sangatta dan
masyarakat, pengusaha, 52 huruf e, mencakup: sekitarnya (lampiran II).
Pemerintah, dan a. kawasan pariwisata 2. Pengembangan kawasan pariwisata
alam diarahkan di Kota “X” sudah mengacu pada
Pemerintah Daerah.
Taman Nasional Kutai RTRW Provinsi “K”2016-2036 (Pasal
Berdasarkan Permen-Pu 34 dan lampiran XI).
dan pengembangan
No. 17 Tahun 2009 tentang
kawasan hutan
Pedoman Penyusunan mangrove di
RTRW kawasan pariwisata, Kelurahan Berbas
yang diantaranya terdiri Pantai, dan Kelurahan
atas pariwisata budaya, “X” Lestari;
pariwisata alam, dan b. kawasan pariwisata
pariwisata buatan; buatan diarahkan di
2. Berdasarkan Permen-PU Danau Permai PC VI
No.41 tentang Pedoman PKT. Danau Kanaan,
Kriteria Teknis Kawasan dan Taman Tugu
Budi Daya, kawasan Equator
pariwisata adalah kawasan c. kawasan pariwisata
yang diperuntukan bagi sejarah dan budaya di
kegiatan pariwisata atau Kelurahan “X” Kuala
segala sesuatu yang dan Kelurahan
berhubungan dengan Guntung; dan
wisata termasuk d. kawasan pariwisata
pengusahaan obyek dan bahari meliputi diving
daya tarik wisata serta dan snorkling di Beras
usaha-usaha yang terkait Basah dan Karang
di bidang tersebut. Segajah, Wisata
permukiman di atas
. air di Tihik-tihik,
Selangan, dan
Melahing.
3.2.6 Kawasan ruang 1. Berdasarkan Permen_PU Raperda Perubahan 1. Perubahan kawasan Ruang Terbuka
terbuka non hijau No. 17 tentang Pedoman RTRW Kota “X” Non-hijau di Wilayah Kota “X” pada
Penyusunan RTRW, Tahun 2012 – 2032 Raperda perubahan RTRW Kota “X”
rencana pola ruang wilayah terjadi untuk mengakomodir Ruang
kota dirumuskan dengan Pasal 58: Terbuka (RT) Biru berupa danau,
kriteria salah satunya Kawasan Ruang Terbuka bendung, dan polder. Sedangkan
yakni menyediakan ruang Non-Hijau sebagaimana Ruang Terbuka (RT) perkerasan
terbuka non hijau untuk dimaksud dalam Pasal 52 berupa ruang pejalan kaki dan
menampung kegiatan huruf f berupa tubuh air, ruang evakuasi bencana
sosial, budaya, dan mencakup : sebagaimana terdapat dalam Perda
ekonomi masyarakat kota. a. Danau seluas 8,38 No. 11 Tahun 2012 tentang RTRW
2. Berdasarkan Permen-PU (Delapan koma Tiga Kota “X” Tahun 2012-2032 sudah
No. 12 tahun 2009 tentang Delapan) hektar yang terakomodir dalam Pasal 40 dan
Pedoman Penyediaan dan terletak di Kelurahan Pasal 41 Raperda perubahan RTRW
Pemanfaatan Ruang Kanaan dan/atau Kota “X”.
Terbuka Non Hijau (RTNH) sebutan lainnya 2. Ruang Terbuka Non-Hijau berupa
di Kawasan Perkotaan, berdasarkan tubuh air yang terdapat di Wilayah
Ruang Terbuka Non Hijau peraturan perundang- Kota “X” saat ini yakni:
(RTNH) adalah ruang undangan;  Danau Kanaan di Kelurahan
terbuka di bagian wilayah b. Bendung seluas 40,90 Kanaan seluas 3,8 Ha;
perkotaan yang tidak (Empat Puluh koma  Polder Tanjung Laut di Kelurahan
termasuk dalam kategori Sembilan Nol) hektar Tanjung Laut seluas 0,1 Ha.
RTH, berupa lahan yang yang terletak di 3. Terdapat rencana pengembangan
diperkeras atau yang Kelurahan “X” Lestari Ruang Terbuka Non-Hijau berupa:
berupa badan air, maupun dan/atau sebutan  Perluasan Danau Kanaan di
kondisi permukaan lainnya berdasarkan Kelurahan Kanaan seluas 4,58
tertentu yang tidak dapat peraturan perundang- Ha.
ditumbuhi tanaman atau undangan;
berpori. Ruang Terbuka  Pembangunan Bendung Nyerakat
c. Polder seluas 17,48 di Kelurahan “X” Lestari seluas
Non Hijau dalam kawasan (Tujuh Belas koma
perkotaan meliputi: 40,90 Ha;
Empat Delapan)
a. RT perkerasan (Paved) :  Pembangunan Polder “X” Kuala di
hektar yang terletak di
1) Linear: Keluahan “X” Kuala
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
a) Pembatas; Kelurahan “X” Kuala, seluas 11,14 Ha;
b) Koridor: Kelurahan Gunung  Pembangunan Polder Tanjung
c) Dll Elai dan/atau Limau di Kelurahan “X” Baru
2) Non-Linear: sebutan lainnya seluas 6,08 Ha;
a) Plasa berdasarkan  Perluasan Polder Tanjung Laut di
b) Parkir peraturan perundang- Kelurahan Tanjung Laut seluas
c) Lapangan OR undangan, dan 0,17 Ha.
d) Tempat bermain Kelurahan Tanjung
e) dll Laut.
b. RT Biru (Badan Air);
dan
1) Laut
2) Sungai
3) Danau
4) Waduk
5) Situ
c. RT Kondisi tertentu
Lainnya.
1) Lumpur
2) Gurun
3) Cadas
4) kapur
3.2.7 Kawasan evakuasi -
bencana
3.2.8 Kawasan peruntukan -
ruang bagi sector
informal
3.2.9 Kawasan peribadatan -
3.2.10 kawasan pendidikan -
3.2.11 kawasan kesehatan -
3.2.12 kawasan olahraga -
3.2.13 kawasan -
pertahanan dan
keamanan
3.2.14 kawasan peruntukan
lainnya
a. kawasan Berdasarkan Kepmen PU
peruntukan No.41 tentang Pedoman
hutan produksi Kriteria Teknis Kawasan Budi
Daya, kawasan peruntukan
hutan produksi adalah
kawasan yang diperuntukan
untuk kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
Kawasan peruntukan hutan
produksi meliputi hutan
produksi tetap, hutan
produksi
terbatas, dan hutan produksi
yang dikonversi. Ketentuan
lebih rinci untuk
masingmasing
jenis peruntukan diatur dalam
bagian ketentuan teknis.
1) hutan -
produksi
terbatas
2) hutan -
produksi tetap
3) hutan Berdasarkan Permen-Hut No. Raperda Perubahan 1. Dalam lampiran XI perda No. 1
produksi P.33 Tahun 2010 tentang Tata - RTRW Kota “X” Tahun 2016 tentang RTRW Provinsi
yang dapat Cara Pelepasan Kawasan Tahun 2012 – 2032: “K”2016-2036 luas hutan produksi
dikonversi Hutan Produksi Yang Dapat konversi di Wilayah Kota “X” seluas
Dkonversi, Hutan produksi Pasal 59 huruf a 87 Ha mengacu pada keputusan
yang dapat dikonversi yang kawasan Hutan Produksi Menteri Kehutanan RI Nomor SK.
selanjutnya disebut HPK 718/Menhut-II/2014 tentang
Konversi seluas 62,07
adalah kawasan hutan yang Kawasan Hutan Provinsi “K”dan “K”
(Enam Puluh Dua koma
Utara.
secara ruang dicadangkan Nol Tujuh) hektar yang 2. Kawasan hutan Produksi yang dapat
untuk digunakan bagi terletak di Kelurahan “X” dikonversi di Wilayah Kota “X” saat
pembangunan di luar kegiatan Lestari dan/atau sebutan ini sudah mengacu pada Keputusan
kehutanan. Adapun kriteria lainnya berdasarkan Menteri Kehutanan No:
yang harus dipenuhi sebagi peraturan perundang- SK.4786/Menhut-VII/KUH/2014
berikut: undangan; tentang Penetapan kawasan Hutan
a. fungsi HPK sesuai dengan pada Kelompok Hutan Sungai
ketentuan peraturan Santan - Sengai Separi - Sungai
perundang-undangan; Benasar Besar - Sungai Banumuda
b. tidak dibebani izin seluas 402.987,70 (empat ratus dua
penggunaan kawasan ribu sembilan ratus delapan puluh
hutan, izin pemanfaatan tujuh dan tujuh puluh per seratus)
hutan dan/atau perizinan hektar di Kota “X”, Kabupaten Kutai
lainnya dari Menteri; Kartanegara, Kabupaten Kutai
c. dalam kondisi berhutan Timur, Provinsi “K” Timur.
maupun tidak berhutan; 3. Berdasarkan Berita Acara Tata Batas
Definitif Kawasan Hutan Lindung
dan
tanggal 15 Oktober 2015, yang
d. berada pada provinsi yang
dilakukan oleh BPKH Wilayah IV
luas kawasan hutannya di Samarinda maka diperoleh luas
atas 30% (tiga puluh Hutan Produksi yang Dapat
perseratus). Dikonversi di wilayah Kota “X”
sebesar 62,07 hektar.

b. kawasan 1. Berdasarkan UU No. 41 Raperda Perubahan 1. Dalam lampiran XI Perda No. 1


peruntukan Tahun 2009 Tentang RTRW Kota “X” Tahun 2016 tentang RTRW Provinsi
pertanian Perlindungan Lahan Tahun 2012 – 2032: “K”2016-2036 terdapat rencana
pengembangan
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Pertanian Pangan kawasan peruntukan pertanian di
berkelanjutan, kawasan Pasal 59 huruf b wilayah Kota “X” meliputi:
pertanian pangan kawasan pertanian  Kawasan pertanian tanaman
berkelanjutan adalah pangan seluas 62,07 pangan dan hortikultura seluas 5
wilayah budi daya (Enam Puluh Dua koma Ha; dan
pertanian terutama pada Nol Tujuh)hektar yang  Kawasan perkebunan seluas
wilayah perdesaan yang terletak di Kelurahan 1.076 Ha.
memiliki hamparan Lahan “X” Lestari dan/ atau 2. Perubahan kawasan pertanian di
Pertanian Pangan sebutan lainnya Wilayah Kota “X” pada Raperda
Berkelanjutan dan/atau berdasarkan peraturan perubahan RTRW Kota “X” terjadi
hamparan Lahan perundang-undangan; guna mengakomodir lahan pertanian
Cadangan Pertanian pangan berkelanjutan yang
Pangan Berkelanjutan diusulkan untuk ditetapkan sebagai
serta unsur penunjangnya Kawasan Pertanian Pangan
dengan fungsi utama Berkelanjutan dalam Rencana Tata
untuk mendukung Ruang Wilayah Kota, sekaligus
kemandirian, ketahanan, sebagai koreksi terhadap kawasan
dan kedaulatan pangan pertanian yang terdapat dalam Perda
nasional. No. 11 Tahun 2011 tentang Rencana
2. Berdasarkan PP No. 1 Tata Rung Wilayah Kota “X” 2012-
Tahun 2011 Tentang 2032.
Penetapan dan Alih Fungsi 3. Kawasan Pertanian yang ditetapkan
Lahan Pertanian Pangan sebagai Kawasan Pertanian Pangan
Berkelanjutan, Kriteria Berkelanjutan pada Raperda
Kawasan Pertanian Pangan perubahan RTRW Kota “X” Tahun
berkelanjutan yakni: 2016-2032 merupakan areal
a. memiliki hamparan pertanian yang dimiliki dan sudah
lahan dengan luasan dikelola oleh masyarakat melalui
tertentu sebagai Lahan Kelompok Tani Sabar Menanti.
Pertanian Pangan
Berkelanjutan dan/atau
Lahan Cadangan
Pertanian Pangan
Berkelanjutan; dan
b. menghasilkan pangan
pokok dengan tingkat
produksi yang dapat
memenuhi kebutuhan
pangan sebagian besar
masyarakat setempat,
kabupaten/kota,
provinsi, dan/atau
nasional.
Persyaratan Kawasan
Pertanian Pangan
Berkelanjutan yakni:
a. berada di dalam
dan/atau di luar
kawasan peruntukan
pertanian; dan
b. termuat dalam Rencana
Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan
Berkelanjutan.
c. kawasan
peruntukan
pertambangan
1) kawasan
peruntukan
pertambangan
mineral
a) kawasan
peruntuka
n
pertamban
gan
mineral
radioaktif
b) kawasan
peruntuka
n
pertamban
gan
mineral
logam
c) kawasan
peruntuka
n
pertamban
gan
mineral
bukan
logam
d) kawasn
peruntuka
n
pertamban
gan
batuan
2) kawasan
peruntukan
pertambangan
batubara
3) kawasan Berdasarkan Permen-ESDM Perda 11 / 2012 Tentang RTRW Raperda Perubahan 1. Kawasan pertambangan yang
peruntukan No. 37 Tahun 2013 tentang Kota “X” Tahun 2012 – RTRW Kota “X” terdapat di Wilayah Kota “X”
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
pertambangan Kriteria Teknis Kawasan 2032: Tahun 2012 – 2032 saat ini berupa anjungan minyak
minyak dan Peruntukan Pertambangan, dan gas lepas pantai di area
gas bumi Kawasan Peruntukan Pasal 59 Huruf e: Pasal 59 huruf e: Kedindingan dan area Melahing yang
Pertambangan adalah wilayah kawasan pertambangan migas di Kawasan pertambangan dikelola oleh Chevron.
yang perairan lepas pantai dengan migas di perairan lepas
memiliki potensi sumber daya jarak pantai dengan luas
bahan tambang dan sampai dengan 4 mil laut; 2.643,84 (Dua Ribu Enam
merupakan tempat Ratus Empat Puluh Tiga
dilakukannya kegiatan koma Delapan Empat)
pertambangan di wilayah hektar
darat maupun perairan.

Kawasan Peruntukan
Pertambangan minyak dan gas
bumi ditetapkan berdasarkan
kriteria teknis sebagai berikut:
a. terdapat pada cekungan
minyak dan gas bumi dan/
atau cekungan batubara;
b. dan/ atau terdapat data
indikasi dan data potensi
minyak dan gas bumi
berdasarkan data hasil
survei geologi dan
geofisika.

d. kawasan
peruntukan panas
bumi
e. awasan Berdasarkan PP No. 54 Tahun Raperda Perubahan 1. Rencana pengembangan kawasan
peruntukan 2002 tentang Usaha RTRW Kota “X” perikanan Kota “X” sudah
perikanan, yang Perikanan, usaha perikanan Tahun 2012 – 2032 mengacu pada RTRW Provinsi
dirinci meliputi adalah semua usaha “K”2016-2036 meliputi:
kawasan perorangan atau badan Pasal 59 huruf c a. Kawasan perikanan tangkap;
peruntukan: hukum untuk menangkap kawasan perikanan yang b. Kawasan budidaya perikanan;
perikanan atau membudidayakan ikan, terdiri dari: dan
tangkap, budi termasuk kegiatan 1) Perikanan budidaya c. Kawasan pengolahan ikan. (Pasal
daya perikanan, menyimpan, payau seluas 138,09 32 dan lampiran XI).
dan pengolahan mendinginkan atau (Seratus Tiga Puluh 2. Perubahan kawasan perikanan di
ikan; mengawetkan ikan untuk Delapan koma Nol Wilayah Kota “X” pada Raperda
tujuan komersial. Sembilan) hektar, perubahan RTRW Kota “X” terjadi
Usaha perikanan terdiri dari: terdapat di Kelurahan guna mengakomodir kegiatan
a. usaha penangkapan ikan; “X” Kuala dan pembudidayaan ikan di air payau.
dan/atau Kelurahan Tanjung
b. usaha pembudidayaan Laut Indah;
ikan. 2) Perikanan budidaya
Usaha pembudidayaan ikan laut seluas 425,01
meliputi jenis kegiatan: (Empat Ratus Dua
a. pembudidayaan ikan di air Puluh Lima koma Nol
tawar; Satu) hektar, terdapat
b. pembudidayaan ikan di air di Kelurahan “X”
payau; dan/atau Kuala, Kelurahan
c. pembudidayaan ikan di Tanjung Laut Indah
laut. dan Kelurahan “X”
Lestari dan/atau
sebutan lainnya
berdasarkan
peraturan perundang-
undangan; dan
3) Perikanan tangkap di
perairan laut di bawah
4 mil.
f. kawasan 1. Berdasarkan PP No. 68 Raperda Perubahan 1. kawasan pertahanan dan keamanan
pertahanan dan tahun 2014 tentang RTRW Kota “X” dalam pola ruang wilayah Kota “X”
keamanan Penataan Wilayah Tahun 2012 – 2032 sudah mengacu pada PP No. 68
Pertahanan Negara, tahun 2014 tentang Penataan
Wilayah Pertahanan adalah Pasal 59 huruf d Wilayah Pertahanan Negara
wilayah yang ditetapkan Kawasan pertahanan dan (Lampiran II) dan Perda No. 1 tahun
untuk mempertahankan keamanan seluas 53,12 2016 tentang RTRWP Provinsi
kedaulatan negara, (Lima Puluh Tiga koma “K”2016-2036 (Lampiran XI)
keutuhan wilayah Negara Satu Dua) hektar 2. Kawasan pertahanan dan keamanan
Kesatuan Republik terdapat diKelurahan “X” yang terdapat di Wilayah Kota “X”
Indonesia dan keselamatan Baru dan/atau sebutan meliputi:
segenap bangsa dari lainnya berdasarkan  KODIM; 0908/”X”;
ancaman dan gangguan peraturan perundang-  Koramil 0908-01;
keutuhan bangsa dan undangan dan Kelurahan  Den Arhanud RUDAL-002;
negara. Wilayah Gunung Elai dan/atau  POLRES “X”;
Pertahanan terdiri atas: sebutan lainnya
a. pangkalan militer atau  POLSEK “X” Utara;
berdasarkan peraturan
kesatrian; perundang- undangan;  POLSEK “X” Selatan.
b. daerah latihan militer;
c. instalasi militer;
d. daerah uji coba
peralatan dan
persenjataan militer;
e. daerah penyimpanan
barang eksplosif dan
berbahaya lainnya;
f. daerah disposal
amunisi dan peralatan
pertahanan berbahaya
lainnya;
g. obyek vital nasional
yang bersifat strategis;
dan/atau
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
h. kepentingan
pertahanan udara.
2. Berdasarkan PP No. 23
Tahun 2007 tentang
Daerah Hukum Kepolisian
Negara Republik Indonesia,
daerah hukum kepolisian
adalah wilayah yurisdiksi
Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang meliputi
wilayah darat, wilayah
perairan dan wilayah
udara dengan batas
tertentu dalam rangka
melaksanakan fungsi dan
peran kepolisian sesuai
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Daerah hukum kepolisian
meliputi:
a. daerah hukum
kepolisian markas besar
untuk wilayah Negara
Kesatuan Republik
Indonesia;
b. daerah hukum
kepolisian daerah
untuk wilayah provinsi;
c. daerah hukum
kepolisian resort untuk
wilayah
kabupaten/kota;
d. daerah hukum
kepolisian sektor untuk
wilayah kecamatan;
g. sarana pelayanan Berdsarkan Permen PU. No.
umum 17 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penyusunan RTRW
Wilayah Kota, sarana
pelayanan umum bertujuan
untuk memberikan pelayanan
publik berupa fasilitas
pendidikan, kesehatan,
peribadatan, serta keamanan
dan keselamatan, dan lain-
lain sesuai dengan peran dan
fungsi kota.
1) Sarana - Raperda Perubahan 1. Sarana pelayanan energi yang ada di
pelayanan RTRW Kota “X” wilayah Kota “X” saat ini berupa:
energi Tahun 2012 – 2032  Area pembangkitan energi berupa
1 PLTD dan 1 PLTMG di
Pasal 59 f Kelurahan Telihan; dan
Sarana pelayanan energi  Area pembangkitan energi berupa
dengan luas 57,49 (Lima 1 PLTMG di Kelurahan
Puluh Tujuh koma Empat
Belimbing.
Sembilan) hektar,
terdapat di Kelurahan 2. Terdapat rencana pembangunan
Belimbin gdan/atau sarana pelayanan energi berupa 1
sebutan lainnya PLTU di Kelurahan “X” lestari.
berdasarkan peraturan
perundang-undangan,
Kelurahan Telihan
dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundang-undangan,
Kelurahan “X” Lestari
dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan
peraturan perundang-
undangan;

2) Sarana - Raperda Perubahan 1. Sarana pelayanan lainnya yang


pelayanan RTRW Kota “X” terdapat di Wilayah Kota “X”
lainnya Tahun 2012 – 2032 meliputi:
 sarana pelayanan pendidikan
Pasal 59 f seluas 93,49 Ha yang terebar di
Sarana pelayanan lainnya Wilayah Kota “X”;
seluas 430,04 (Empat  Sarana pelayanan Kesehtan
Ratus Tiga Puluh koma seluas 19,84 Ha yang terebar di
Nol Empat) hektar yang Wilayah Kota “X”;
tersebar di wilayah Kota
 Sarana pelayanan peribadatan
“X”;
seluas 11,82 Ha yang terebar di
Wilayah Kota “X”;
 Sarana pelayanan olahraga
seluas 121,71 Ha yang terebar di
Wilayah Kota “X”;
 Sarana pelayanan sosial budaya
0,55 Ha terdapat di Kelurahan
“X” Baru.
 Sarana pelayanan trasnportasi
seluas 159,94 Ha terdapat di
Kelurahan Loktuan, Kelurahan
Satimpo, Kelurahan Tanjung Laut
Indah, Kelurahan “X” Baru,
Sistematika Rancangan Perda Kriteria Muatan RTR
No. Kondisi Eksisting di Daerah Muatan Raperda Penilaian Mandiri
RTRW* Berdasarkan NSPK
1 2 3 4 5 6
Kelurahan Telihan, dan
Kelurahan “X” Lestari;
 Sarana pengolahan lingkungan
seluas 22,09 Ha terdapat di
Kelurahan Loktuan, Kelurahan
Gunung Elai, Kelurahan Satimpo,
dan Kelurahan “X” Lestari.

Saya yang bertandatangan di bawah ini, selaku Kepala Daerah Kota “X” menyatakan bertanggung jawab penuh terhadap materi
muatan Rancangan Perda Perubahan RTRW Kota “X” Tahun 2012-2032. Apabila terdapat ketidaksesuaian materi muatan dengan
peraturan perundang-undangan terkait bidang penataan ruang, maka persetujuan substansi dinyatakan batal.

Walikota,

NENI MOERNIAENI
LAMPIRAN VI

RINGKASAN PEMERIKSAAN MANDIRI


LAMPIRAN III
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2017
TENTANG
PEDOMAN PEMBERIAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM RANGKA PENETAPAN PERATURAN
DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG PROVINSI DAN RENCANA TATA RUANG
KABUPATEN/KOTA.

Tabel Ringkasan Penilaian Mandiri Rencana Tata Ruang


Nomor :
Tanggal :

No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
1. Tujuan penataan ruang Kota “X” A. Kota Maritim
adalah untuk mewujudkan Kota RENCANA STRUKTUR RUANG
“X” sebagai kota maritim 1. Menetapkan 2 BWP sebagai kawasan yang mempunyai fungsi pengembangan
berkebudayaan industri yang sebagai kawasan perikanan dan kawasan lindung
berwawasan lingkungan dan 2. Mengembangkan sistem jaringan transportasi laut yang mencakup penataan
mensejahterakan masyarakat pelabuhan dan alur pelayaran
melalui keterpaduan a. Penataan pelabuhan mencakup
perancanaan tata ruang, 1) penataan fungsi dan pengembangan Pelabuhan Umum Loktuan sebagai
pemanfaatan ruang dan pelabuhan pengumpul
pengendalian pemanfaatan ruang 2) penataan fungsi dan pengembangan Pelabuhan Umum Tanjung Laut
antar wilayah (Nasional, Provinsi sebagai pelabuhan pengumpul
maupun Kota),dan antar kawasan 3) pembangunan dan pengembangan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri
(lindungn dan budidaya). (TUKS) dan Terminal Khusus
4) pengembangan pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan
berlokasi di Kelurahan “X1” dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan
5) pembangunan terminal khusus berlokasi di Kelurahan “X2” dan/atau
sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang- undangan, yang
berfungsi sebagai outlet Kawasan Peruntukan Industri “X2”.
b. Alur pelayaran mencakup
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
1) alur pelayaran nasional/internasional, yaitu alur pelayaran terminal
khusus migas dan alur pelayaran terminal khusus petrokima
2) alur pelayaran rakyat, yaitu alur pelayaran dari laut ke arah
pelabuhan/dermaga rakyat, pulau-pulau pemukiman, dan kawasan
terumbu karang di tengah perairan pesisir (gosong) dan sebaliknya,
untuk kepentingan nelayan tradisional.
RENCANA POLA RUANG
1. Menetapkan kawasan sempadan pantai seluas 590,25 hektar yang terletak di
Kelurahan Guntung, Kelurahan Loktuan dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahan Gunung Ela
idan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan,
Kelurahan “X3”, Kelurahan Tanjung Laut Indah, Kelurahan Berbas Pantai,
Kelurahan Satimpo, dan Kelurahan “X2” dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan
2. Menetapkan kawasan konservasi pesisir dan pulau – pulau kecil seluas
3.130,81 Hektar, meliputi:
a. Zona inti Kedindingan dan Zona Pemanfaatan Terbatas Beras Basah
dengan luas 777,87 (Tujuh Ratu Tujuh Puluh Tujuh koma Delapan Tujuh)
hektar;
b. Zona pemanfaatan terbatas Melahing, dengan luas 2.212,36 (Dua Ribu Dua
Ratus Dua Belas koma Tiga Enam) hektar; dan
c. Zona pemanfaatan terbatas Sapa Segajah, dengan luas 370,09 (Tiga Ratus
Tujuh Puluh koma Nol Sembilan) hektar.
d. Zona Pemanfaatan Terbatas Tihik-tihik dengan luas 1.721,74 (Seribu Tujuh
Ratus Dua Puluh Satu koma Tujuh Empat) hektar
3. Mengembangkan kawasan pariwisata yang mencakup:
a. kawasan pariwisata alam diarahkan di Taman Nasional Kutai dan
pengembangan kawasan hutan mangrove di Kelurahan Berbas Pantai, dan
Kelurahan “X2”;
b. kawasan pariwisata sejarah dan budaya di Kelurahan “X3” dan Kelurahan
Guntung; dan
c. kawasan pariwisata bahari meliputi: diving dan Snorkelling di Beras Basah
dan Karang Segajah, Wisata Pemukiman di atas air di Tihik-Tihik, Selangan
dan Melahing;
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
4. Menetapkan kawasan peruntukan lainnya berupa kawasan perikanan yang
terdiri dari:
a. Perikanan budidaya payau seluas 138,09 (Seratus Tiga Puluh Delapan
koma Nol Sembilan) hektar, terdapat di Kelurahan “X3” dan Kelurahan
Tanjung Laut Indah;
b. Perikanan budidaya laut seluas 425,01 (Empat Ratus Dua Puluh Lima
koma Nol Satu) hektar, terdapat di Kelurahan “X3”, Kelurahan Tanjung
Laut Indah dan Kelurahan “X2” dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
c. Perikanan tangkap di perairan laut di bawah 4 mil.
KAWASAN STRATEGIS KOTA
1. Kawasan strategis berdasarkan kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup ditetapkan di Wilayah Pesisir.
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
1. Mengembangkan dan memantapkan pelayanan pelabuhan dan bandar udara
umum sebagai inlet dan outlet Kota “X”
a. Penataan dan pengembangan Pelabuhan Loktuan
b. Penataan dan pengembangan Pelabuhan Tanjung Laut
c. Pembangunan dan pengembangan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri
(TUKS)
d. Pengembangan Pelabuhan Perikanan / Pangkalan Pendaratan Ikan
e. Pembangunan Pelabuhan Kargo dan Peti Kemas
f. Pemeliharaan alur pelayaran
2. Pengembangan dan pengendalian kawasan peruntukan lainnya
a. Pembinaan, pengembangan dan pengawasan perikanan budidaya Payau
b. Pembinaan, pengembangan dan pengawasan perikanan budidaya laut
c. Pembinaan, pengembangan dan pengawasan perikanan tangkap
3. Pelaksanaan ketentuan umum peraturan zonasi
a. Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP3K)
b. Penyusunan Peraturan Kepala Daerah mengenai tata cara penerbitan
perizinan pelaksanaan reklamasi
4. Perlindungan dan rehabilitasi kawasan yang memiliki fungsi lingkungan
hidup yang strategis
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
a. Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Strategis Kota
b. Pembentukan kelembagaan pengelola Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
c. Penyusunan Peraturan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
d. Perlindungan dan pengawasan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
e. Pelaksanaan Disinsentif Khusus dalam Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
1. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan
terhadapkawasan bawahannya terdiri atas:
a. Kegiatan yang diperbolehkan, antara lain:
1) ruang terbuka hijau;
2) hutan rakyat;
3) permukiman yang sudah terbangun di kawasan resapan air sebelum
ditetapkan sebagai kawasan lindung dengan syarat:
 tingkat kerapatan bangunan rendah dengan KDB maksimum 20
(dua puluh) persen dan KLB maksimum 40 % (empat puluh
persen);
 perkerasan permukiman menggunakan bahan yang memiliki
daya resap tinggi; dan
 dilengkapi dengan sumur-sumur resapan.
4) kegiatan wisata alam dengan syarat tidak mengubah bentang alam;
5) kegiatan pendidikan dan penelitian dengan syarat tidak mengubah
bentang alam; dan
6) diizinkan terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang
memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan.
b. Kegiatan yang dilarang yakni seluruh jenis kegiatan yang dapat
mengganggu fungsi resapan air.
2. Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan Konservasi Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil terdiri dari:
a. Zona Inti
1) pemanfaatan ruang yang diperbolehkan antara lain:
 perlindungan habitat dan populasi ikan;
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
 alur migrasi biota laut;
 perlindungan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau
kecil yang rentan terhadap perubahan;
 perlindungan situs budaya dan/atau adat tradisional; dan
 penelitian dan/atau pendidikan.
2) pemanfaatan ruang yang dilarang antara lain :
 kegiatan yang dapat mengganggu fungsi kawasan;
 kegiatan yang dapat merusak dan/atau mencemari ekosistem
pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
 pemanfaatan sumber daya alam berupa karang, lamun dan/atau
kayu bakau sehingga dapat mengurangi luas tutupan dan
kualitas ekosistem.
b. Zona Pemanfaatan Terbatas
1) pemanfaatan ruang yang diperbolehkan antara lain :
 perlindungan habitat dan populasi ikan;
 rehabilitasi ekosistem pesisir yang rentan terhadap perubahan;
 penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
 pendidikan;
 pariwisata dan rekreasi; dan
 budidaya perikanan dan non-perikanan.
2) pemanfaatan ruang yang dilarang antara lain :
 kegiatan yang dapat mengganggu fungsi kawasan;
 kegiatan yang dapat merusak dan/atau mencemari ekosistem
pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
 pemanfaatan sumber daya alam berupa karang, lamun dan/atau
kayu bakau tanpa ijin sehingga dapat mengurangi luas tutupan
dan kualitas ekosistem.
3. Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Kawasan Pariwisata adalah:
a. kegiatan penunjang terkait dengan pariwisata diperkenankan sepanjang
tidak mengganggu kegiatan pariwisata;
b. GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kenyamanan;
c. tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan,
kawasan keselamatan operasi penerbangan serta mempertimbangkan
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
aspek keselamatan penghuni;
4. Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada kawasan perikanan meliputi:
a. dalam kawasan perikanan, masih diperkenankan kegiatan lain yang
bersifat mendukung kegiatan perikanan seperti: wisata alam secara
terbatas, penelitian dan pendidikan;
b. pemanfaatan sumberdaya yang lestari di kawasan perikanan;
c. dilarang semua aktivitas yang dapat mengganggu kualitas air laut,
sungai dan danau.
B. Berkebudayaan Industri
RENCANA STRUKTUR RUANG
1. Menetapkan 2 BWP sebagai kawasan yang mempunyai fungsi pengembangan
sebagai pusat industri strategis nasional
2. pembangunan dan pengembangan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri
(TUKS) dan Terminal Khusus, terdiri dari:
a. Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) industri di Kelurahan
Guntung yang berfungsi sebagai terminal khusus kegiatan/aktivitas
industri;
b. Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) migas di Kelurahan Satimpo
dan Kelurahan “X2” dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berfungsi sebagai terminal khusus
kegiatan/aktivitas pengolahan minyak bumi dan gas alam;
c. Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) batubara di Kelurahan “X2”
dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berfungsi sebagai terminal khusus kegiatan/aktivitas
pembangkitan energi yang berasal dari batubara;
d. Terminal Khusus batubara di Kelurahan “X2” dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berfungsi
sebagai terminal khusus kegiatan/aktivitas pertambangan; dan
e. pembangunan terminal khusus berlokasi di Kelurahan “X2” dan/atau
sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang
berfungsi sebagai outlet Kawasan Peruntukan Industri “X2”.
f. Pengembangan sistem jaringan trasnportasi laut berupa alur pelayaran
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
nasional/internasional untuk pelayaran terminal khusus migas dan alur
pelayaran terminal khusus petrokimia
3. Pengembangan jaringan pipa gas bumi untuk melayani perusahaan/industri
di Kelurahan “X2”, Kelurahan Satimpo, Kelurahan Belimbing, Kelurahan
Guntung dan Kelurahan Gunung Telihan
RENCANA POLA RUANG
1. Kawasan Peruntukan Industri seluas 2370,40 (Dua Ribu Tiga Ratus Tujuh
Puluh koma Empat Nol) hektar, terdiri dari:
a. Industri Petrokimia yang terdapat di Kelurahan Guntung dan Kelurahan
Loktuan dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan;
b. Industri pengolahan minyak dan gas yang terdapat di Kelurahan Satimpo
dan Kelurahan “X2” dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan; dan
c. Aneka industri yang terdapat di Kelurahan “X2” dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
1. Pengembangan dan pengendalian kawasan peruntukan industri
a. Pengembangan industri petrokimia di kawasan peruntukan industri
wilayah utara
b. Pengembangan industri pengolahan migas di kawasan peruntukan
industri wilayah tengah
c. Pengembangan aneka industri di kawasan peruntukan industri wilayah
selatan
d. Penyediaan ruang terbuka hijau sebagai buffer zone kawasan peruntukan
industri
2. Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri dapat dilakukan melalui
kegiatan reklamasi
3. Pengembangan dan peningkatan kawasan strategis cepat tumbuh sebagai
pusat pertunbuhan ekonomi kota
a. Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Strategis Kota
b. Pembentukan kelembagaan pengelola Kawasan Industri
c. Pengadaan lahan untuk Kawasan Peruntukan Industri
d. Penyusunan Peraturan Pengelolaan Kawasan Peruntukan Industri
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
e. Pembangunan jalan akses ke Kawasan Peruntukan Industri
f. Penyediaan jaringan air bersih, energi, telekomunikasi ke Kawasan
Penruntukan Industri
g. Pembangunan dan pengembangan sarana, prasarana dan utilitas dalam
Kawasan Peruntukan Industri
h. Pelaksanaan Insentif Khusus dalam Kawasan Peruntukan Industri
i. Pembinaan dan pengawasan Kawasan Peruntukan Industri
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
1. Pembagian zonasi dalam Kawasan Industri untuk penyusunan RDTR
didasarkan pada skala besaran seperti industri besar, sedang, kecil dan
rumah tangga dengan batasan sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Kawasan Industri adalah:
a. membatasi penggunaan non industri pada kawasan industri;
b. menyediakan prasarana (IPAL, parkir, bongkar-muat, gudang) minimum
yang memadai sesuai ketentuan dan/atau standar yang berlaku;
c. GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kenyamanan;
d. tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan,
kawasan keselamatan operasi penerbangan serta mempertimbangkan
aspek keselamatan penghuni;
e. ketentuan KDB, KLB dan KDH dirinci pada Lampiran VI mengenai
Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum.
3. Reklamasi untuk kegiatan industri dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Perencanaan dan pelaksanaan reklamasi wajib mempertimbangkan aspek
teknis, aspek lingkungan hidup, dan aspek sosial ekonomi dan
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
b. Reklamasi dilarang dilakukan pada Zona Inti Kawasan Konservasi Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil, dan/atau alur pelayaran laut
c. Tata cara penerbitan perizinan pelaksanaan reklamasi diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Wali Kota
C. Berwawasan Lingkungan
RENCANA STRUKTUR RUANG
1. Pada arahan pembagian wilayah perkotaan, semua BWP mempunyai fungsi
pendukung sebagai kawasan lindung
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
2. Mengembangkan sistem jaringan sumber daya air yang meliputi:
a. pengelolaan sistem jaringan sumber daya air lintas kabupaten/kota yang
berada di wilayah Kota “X”;
1) Daerah Aliran Sungai (DAS)Guntung;
2) Daerah Aliran Sungai (DAS) “X”; dan
3) Daerah Aliran Sungai (DAS) Nyerakat.
b. pengelolaan sungai di wilayah Kota “X” berupa pengelolaan aliran
sungai, konservasi dan pendayagunaan sumber daya air, serta
pengendalian daya rusak air di sepanjang Sungai Kanibungan, Sungai
Guntung, Sungai “X”, dan Sungai Nyerakat
3. Pengembangan dan penataan dimensi sungai, mencakup:
a. Normalisasi dan pemeliharaan saluran sungai
b. Penataan wilayah sempadan sungai
4. Pengembangan sistem persampahan berupa program penanganan sampah
yang mencakup:
a. Pengadaan sarana pemilahan sampah sesuai dengan jenis dan atau sifat
sampah;
b. Peningkatan pelayanan pengumpulan dan pengangkutan sampah di
setiap kelurahan di wilayah kota “X”;
c. Pembangunan dan pemeliharaan tempat pengolahan sampah dengan
prinsip 3r (tps 3r) berlokasi di setiap kelurahan di wilayah kota “X”;
d. Pembangunan dan pemeliharaan tempat pengolahan sampah terpadu
yang berlokasi di Kelurahan “X3”; dan
e. Pengelolaan dan pengembangan tempat pemrosesan akhir sampah di
Kelurahan “X2” dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
5. Pengembangan sistem pengelolaan air limbah yang mencakup:
a. Sistem pengolahan air limbah setempat; dan
b. Sistem pengolahan air limbah terpusat.
RENCANA POLA RUANG
1. Kawasan Lindung mencakup:
a. Kawasan hutan lindung seluas 4.644,05 Ha;
b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
seluas 130,93 Ha;
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
c. Kawasan perlindungan setempat seluas 590,25 Ha;
d. RTH kota 2.530 Ha;
e. Kawasan suaka alam seluas 621,69 Ha ;
f. Kawasan rawan bencana alam yang terbagi atas kawasan rawan bencana
banjir, longsor, kebakaran, dan angin puting beliung;
g. Kawasan lindung lainnya yang berupa kawasan bencana gagal teknologi,
dan kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil seluas 3.130,81 Ha.
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
1. Peningkatan pelayanan, sarana dan prasarana sumberdaya air
a. Pengelolaan DAS Guntung, DAS “X”, dan DAS Nyerakat
b. Pengelolaan sungai di Sungai Kanibungan, Sungai Guntung, Sungai
“X”, dan Sungai Nyerakat
c. Pembangunan dan pemeliharaan sumur dalam (Deep Well)
d. Pembangunan dan pemeliharaan intake Danau Kanaan
e. Pembangunan dan pemeliharaan intake DAM Nyerakat
f. Pembangunan dan pemeliharaan jaringan transmisi air baku dari
Benndungan Marangkayu, Bendali Sukarahmat, dan Danau Redan
g. Perluasan dan pemeliharaan Danau Kanaan
h. Pembangunan dan pemeliharaan Estuary DAM Nyerakat
i. Pembangunan dan pemeliharaan polder banjir
j. Pembangunan saluran pengendali banjir dan tanggul penahan banjir
k. Penyediaan pompa untuk pembuangan air genangan
2. Peningkatan pelayanan, sarana dan prasarana pengelolaan lingkungan
a. Pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan instalasi pengolahan air
minum (Water Treatment Plant)
b. Pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan jaringan distribusi dan
sambungan rumah
c. Penyediaan air minum non perpipaan
d. Pembangunan dan pengamanan tangki septik individual
e. Pembangunan dan pemeliharaan tangki septik komunal
f. Pengadaan dan peningkatan layanan penyedotan tinja
g. Pembangunan dan pemeliharaan IPAL skala komunal
h. Pembangunan dan pemeliharaan IPAL skala kawasan
i. Pembangunan dan pemeliharaan IPAL skala kota
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
j. Pembangunan dan pemeliharaan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
(IPLT)
k. Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Bahan Berhaya
Beracun
l. Pemberdayaan bank sampah
m. Pengadaan sarana pemilahan sampah
n. Peningkatan pelayanan pengumpulan dan pengangkutan sampah
o. Pembangunan dan pemeliharaan Tempat Pengolahan Sampah dengan
prinsip 3R (TPS 3R)
p. Pembangunan dan pemeliharaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
(TPST)
q. Pengelolaan dan pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah
r. Pembangunan dan pemeliharaan saluran drainase
3. Pemantapan dan pengelolaan kawasan hutan lindung
a. Perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan kualitas kawasan hutan
lindung
4. Pemantapan dan pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya
a. Perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan kawasan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya sebagai daerah resapan air
5. Pemantapan dan pengelolaan kawasan perlindungan setempat
a. Penetapan, perlindungan dan pengendalian sempadan pantai berhutan
bakau
b. Penetapan, perlindungan dan pengendalian sempadan sungai
c. Penetapan, perlindungan dan pengendalian sempadan Danau Kanaan
6. Pemantapan dan pengelolaan kawasan suaka alam dan cagar budaya
a. Perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan kualitas Kawasan Suaka
Alam
b. Penetapan, perlindungan dan revitalisasi Kawasan dan Bangunan Cagar
Budaya
7. Pemantapan dan pengelolaan kawasan lindung lainnya
a. Pembangunan dan pemeliharaan tempat kumpul dan jalur evakuasi
bencana akibat gagal teknologi
b. Peningkatan sistem penyelenggaraan penanggulangan bencana akibat
gagal teknologi
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
c. Penetapan dan perlindungan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil
d. Rehabilitasi Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
8. Pemantapan dan pengelolaan ruang terbuka hijau
a. Penetapan, perlindungan dan pemeliharaan Hutan Kota
b. Penetapan, pemeliharaan dan pemanfaatan Taman Kota dan Taman
Lingkungan
c. Penetapan dan pemeliharaan Jalur Hijau Jalan
d. Penetapan, pengembangan dan pemeliharaan Taman Pemakaman Umum
e. Pengendalian RTH Privat
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
1. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung, terdiri atas
a. kegiatan yang diperbolehkan dalam kawasan hutan lindung
1) pengembangan kegiatan pariwisata alam terbatas dengan syarat tidak
boleh mengubah bentang alam dan menebang vegetasi di atasnya;
2) pemanfaatan sebagai ruang terbuka hijau; dan
3) kegiatan budidaya kehutanan yang diusahakan oleh penduduk
setempat dengan luasan tetap dengan syarat tidak mengurangi fungsi
kawasan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
b. kegiatan yang dilarang dalam kawasan hutan lindung
1) kegiatan yang mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan
serta keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna,
serta kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
2) kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan dan perusakan
terhadap keutuhan kawasan dan kosistemnya sehingga
mengurangi/menghilangkan fungsi dan luas kawasan seperti
perambahan hutan, pembukaan lahan, penebangan pohon, dan
perburuan satwa yang dilindungi.
2. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya terdiri atas:
a. Kegiatan yang diperbolehkan, antara lain:
1) Ruang terbuka hijau
2) Hutan rakyat
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
3) Permukiman yang sudah terbangun di kawasan resapan air sebelum
ditetapkan sebagai kawasan lindung dalam RTRW Kota
4) kegiatan wisata alam dengan syarat tidak mengubah bentang alam;
5) kegiatan pendidikan dan penelitian dengan syarat tidak mengubah
bentang alam; dan
6) diizinkan terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang
memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan.
b. Kegiatan yang dilarang yakni seluruh jenis kegiatan yang dapat
mengganggu fungsi resapan air
3. Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada kawasan RTH kota terdiri atas:
a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan antara lain :
1) sebagai konservasi lingkungan, peningkatan keindahan kota, rekreasi,
dan sebagai penyeimbang guna lahan industri dan permukiman
2) pendirian bangunan yang menunjang kegiatan rekreasi serta
prasarana, sarana dan utilitas umum, sesuai dengan intensitas ruang
yang ditetapkan
b. pemanfaatan ruang yang dilarang antara lain :
1) seluruh kegiatan yang bersifat alih fungsi RTH; dan
2) pendirian bangunan yang bersifat permanen selain prasarana, sarana
dan utilitas umum, serta fasilitas penunjang rekreasi
4. Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada kawasan Taman Nasional terdiri
atas:
a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan antara lain :
1) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
2) pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
3) penyimpanan dan/atau penyerapan karbon;
4) pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin;
5) wisata alam;
6) pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar;
7) pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya; dan
8) pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat, berupa kegiatan
pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta
perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi.
b. pemanfaatan ruang yang dilarang antara lain:
1) kegiatan yang dapat merusak bentang alam dan/atau mengubah
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
fungsi kawasan; dan
2) kegiatan pemanfaatan tanpa izin
5. Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan rawan bencana alam
terdiri atas:
a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan antara lain:
1) pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman dan
penanggulangan bencana;
2) pemanfaatan sebagai ruang terbuka hijau; dan
3) pelestarian flora, fauna dan ekosistem unik kawasan
b. pemanfaatan ruang yang dilarang adalah kegiatan yang memliki fungsi
strategis kota.
D. Mensejahterakan Masyarakat
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
1. Pembagian wilayah perkotaan
a. Review RDTR dan Peraturan Zonasi masing-masing Bagian Wilayah
Perkotaan
b. Penyusunan Naskah Akademis dan Rancangan Perda Revisi RDTR dan
Peraturan Zonasi Kota “X”
2. Pengembangan hirarki pusat pelayanan kota
a. Penyusunan RTBL Pusat Pelayanan Kota
b. Penyusunan RTBL Sub-pusat Pelayanan Kota BWP “X” Utara
c. Penyusunan RTBL Sub-pusat Pelayanan Kota BWP “X” Barat
3. Peningkatan keterkaitan antar pusat pelayanan dengan wilayah
pelayanannya
a. Pembangunan dan rehabilitasi kantor Camat dan Lurah
b. Pembangunan dan rehabilitasi fasilitas pendukung pemerintahan skala
kecamatan dan kelurahan
c. Pembangunan pusat perdagangan jasa skala kota
d. Pembangunan dan pemeliharaan pusat perdagangan skala kecamatan
4. Peningkatan pelayanan, sarana dan prasarana transportasi
a. Pemeliharaan jalan arteri primer ruas Samarinda – “X” – Sangatta
(Trans Kaltim)
b. Peningkatan dan pemeliharaan jalan arteri sekunder ruas Jl. Soekarno-
Hatta, Jl. Moh.Roem, dan Jl. Letjen Urip Sumoharjo
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
c. Pemeliharaan jalan kolektor primer ruas Jl. Letjen S. Parman, Jl. Brigjen
Katamso, Jl. MT. Haryono, Jl. Letjen R. Suprapto, Jl. Mayjen DI.
Panjaitan, Jl. Kapten Piere Tendean
d. Peningkatan dan pemeliharaan jalan kolektor primer ruas Jl. Arief
Rahman Hakim, Jl. Brigjen Slamet Riyadi, Jl. Laks RE. Martadinata
e. Pemeliharaan jalan kolektor sekunder
f. Pembangunan jalan bebas hambatan ruas Samarinda-”X”-Sangatta
g. Pembangunan jalan kolektor sekunder ruas simpang Jl. Brigjen Katamso
– Jl. MT. Haryono menuju Jl. Soekarno-Hatta
h. Pembangunan jalan akses masuk selatan Kota “X” dari jalan arteri
primer ruas Samarinda-”X”-Sangatta
i. Pemeliharaan dan peningkatan terminal penumpang Tipe B
j. Pembangunan sarana pengujian kendaraan bermotor
k. Pembangunan dan pemeliharaan Area Traffic Control System
l. Pengembangan angkutan umum massal
m. Pengembangan rute angkutan umum kota
n. Pemeliharaan jalan khusus migas dan batubara
o. Pembangunan jalan khusus pembatas perumahan atas air
p. Pembangunan jaringan dan layanan kereta api lintas utama antarkota
q. Pengembangan jaringan dan layanan kereta api perintis
r. Pembangunan Stasiun Kereta Api
5. Mengembangkan dan memantapkan pelayanan pelabuhan dan bandar udara
umum sebagai inlet dan outlet Kota “X”
a. Penataan Bandar Udara Khusus
b. Pembangunan dan penataan Bandar Udara Umum
6. Peningkatan pelayanan, sarana dan prasarana energi
a. Pengembangan jaringan pipa gas untuk kepentingan perusahaan
b. Pengembangan jaringan pipa gas untuk kebutuhan masyarakat
c. Pembangunan dan pengembangan pembangkit listrik
d. Pembangunan dan pemeliharaan gardu induk
e. Pengembangan jaringan listrik
7. Peningkatan pelayanan, sarana dan prasarana telekomunikasi
a. Pembangunan dan pemeliharaan jaringan telepon fixed line dan fiber
optic
b. Pembangunan dan pemeliharaan Stasiun Telepon Otomat (STO)
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
c. Pembangunan dan pemeliharaan jaringan internet
d. Pembangunan dan pemeliharaan menara telekomunikasi seluler
8. Peningkatan pelayanan, sarana dan prasarana lainnya
a. Pembangunan dan pemeliharaan ruang pejalan kaki
b. Pembangunan fasilitas penyeberangan pejalan kaki
c. Pembangunan dan pemeliharaan jalur sepeda
d. Penyediaan Melting Point
e. Penyediaan Escape Ways
9. Pemantapan dan pengelolaan kawasan rawan bencana alam
a. Pencegahan, mitigasi, tanggap darurat dan rehabilitasi bencana banjir
b. Pencegahan, mitigasi, tanggap darurat dan rehabilitasi bencana longsor
c. Pencegahan, mitigasi, tanggap darurat dan rehabilitasi bencana
kebakaran
d. Pencegahan, mitigasi, tanggap darurat dan rehabilitasi bencana angin
puting beliung
10. Pengembangan dan pengendalian kawasan peruntukan lainnya
a. Pengembangan dan pemeliharaan sarana pelayanan pendidikan
b. Pengembangan dan pemeliharaan sarana pelayanan kesehatan
c. Pengembangan dan pemeliharaan sarana pelayanan peribadatan
d. Pengembangan dan pemeliharaan sarana pelayanan peribadatan
Olahraga
e. Pengembangan dan pemeliharaan sarana pelayanan peribadatan Sosial
Budaya
f. Pengembangan dan pemeliharaan sarana pelayanan transportasi
g. Pengembangan dan pemeliharaan sarana pelayanan energi
h. Pengembangan dan pemeliharaan sarana pelayanan pengelolaan
lingkungan
11. Pengembangan dan pengendalian kawasan perdagangan dan jasa
a. Pembangunan dan revitalisasi pasar tradisional menjadi pusat
perdagangan skala kecamatan
b. Pengembangan pusat perbelanjaan modern yang terpadu dengan pusat
jasa menjadi pusat perdagangan skala regional/kota
c. Penyediaan kawasan perdagangan dan jasa di sepanjang jalan arteri dan
kolektor dengan konsep multi fungsi
d. Penyusunan Peraturan Bangunan Khusus (PBK) Koridor Jalan Arteri dan
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
Kolektor
12. Pengembangan dan pengendalian kawasan perkantoran dan pemerintahan
a. Pembangunan dan pemeliharaan perkantoran pemerintah dan pelayanan
publik
b. Pengembangan perkantoran swasta sebagai pendukung sub-pusat
pelayanan kota di setiap BWP
c. Penyediaan kawasan perkantoran di sepanjang jalan arteri dan kolektor
dengan konsep multi fungsi
13. Pengembangan dan pengendalian kawasan pariwisata
a. Penyusunan RIPPDA
b. Penyusunan RIPOW
c. Pengembangan pariwisata yang terintegrasi antara obyek wisata, kegiatan
wisata, akomodasi dan cinderamata dalam satu kemasan wisata kota
14. Pengembangan dan pengendalian kawasan perumahan
a. Pengendalian pembangunan perumahan dan kawasan permukiman
sesuai dengan klasifikasi kepadatan tinggi, sedang dan rendah
b. Penetapan dan penataan perumahan dan kawasan permukiman di atas
air
c. Pencegahan dan peningkatan kualitas lingkungan perumahan dan
kawasan permukiman kumuh
d. Penyediaan bantuan perumahan layak huni bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR)
e. Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA) dan Rumah
Susun Sederhana Milik (RUSUNAMI)
15. Pengembangan dan pengendalian kawasan peruntukan lainnya
a. Perencanaan pembangunan Kawasan Hutan Produksi Konversi untuk
kepentingan di luar kegiatan kehutanan
b. Proses pelepasan Kawasan Hutan Produksi Konversi
c. Penetapan dan perlindungan Kawasan Pertanian Pangan sebagai Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)
d. Peningkatan produksi dan nilai tambah hasil pertanian pangan
16. Pelaksanaan ketentuan umum peraturan zonasi
a. Penyusunan Peraturan Kepala Daerah mengenai penataan dan
pemanfaatan Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
b. Penyusunan Peraturan Kepala Daerah mengenai penataan dan
No. Tujuan Penataan Ruang Ringkasan Muatan Rencana untuk Mewujudkan Tujuan
pembangunan menara telekomunikasi sistem nirkabel/satelit
c. Penyusunan Peraturan Kepala Daerah mengenai penetapan dan
pengaturan garis sempadan sungai
d. Penyusunan Peraturan Kepala Daerah mengenai penetapan dan
pengaturan garis sempadan danau
e. Penyusunan Peraturan Kepala Daerah mengenai penyediaan dan
pemanfaatan jalur dan ruang evakuasi bencana
17. Pelaksanaan ketentuan perizinan
a. Penyusunan Peraturan Daerah mengenai ketentuan, jenis dan tata cara
perizinan pemanfaatan ruang
b. Penyusunan Peraturan Kepala Daerah mengenai kriteria kegiatan
strategis bagi Kota “X” dan berdampak penting terhadap kehidupan
masyarakat
18. Pelaksanaan insentif dan disinsentif
a. Penyusunan Peraturan Daerah mengenai ketentuan insentif dan
disinsentif pemanfaatan ruang
b. Penyusunan Peraturan Kepala Daerah mengenai Insentif Khusus
19. Pelaksanaan arahan sanksi
a. Penyusunan Peraturan Kepala Daerah mengenai Disinsentif Khusus
b. Penyusunan Peraturan Daerah mengenai ketentuan, jenis dan tata cara
pengenaan sanksi administratif
20. Pelaksanaan kelembagaan
a. Penyusunan Peraturan Kepala Daerah mengenai tugas, susunan
organisasi dan tata kerja BKPRD
21. Penyelenggaraan penataan ruang daerah
a. Monitoring dan Evaluasi RTRW berbasis GIS
b. Penyusunan RTRW Kota “X” Tahun 2033-2053

Walikota
NENI MOERNIAENI
LAMPIRAN VII

KONSULTASI PUBLIK
LAMPIRAN VIII

BERITA ACARA DENGAN KABUPATEN/KOTA PERBATASAN


KESEPAKATAN ANTARA
BKPRD KOTA BONTANG
DENGAN
BKPRD KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BONTANG
TAHUN 2012 - 2032

Tenggarong, 18 Oktober 2016

Pada hari ini Selasa tanggal Delapan Belas bulan Oktober tahun Dua Ribu Enam
Be las, bertempat di Bappeda Kabupaten Kutai Kartanegara telah dilakukan
Kesepakatan bersama antara Pemerintah Kota Bontang dengan Pemerintah
Kabupaten Kutai Kartanegara tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bontang.

Demi tercapainya sinkronisasi dan optimalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah


terutama pada wilayah yang berbatasan m a k a disepakati h a l sebagai berikut :
1. Menjaga konektivitas j a l a n bebas hambatan dan jaringan kereta api r u a s
Samarinda - Bontang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 T a h u n 2016).
2. Menjaga konektivitas j a l a n akses ke Bontang dari Kecamatan Marangkayu
Kabupaten Kutai Kartanegara (ruas j a l a n Desa San tan Ilir ke ruas j a l a n Urip
Sumoharjo Kota Bontang).
3. Menjaga keberlangsungan kawasan hutan lindung Bontang diwilayah
administrasi Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Kartanegara dalam rangka
keberlanjutan sumber air tanah dalam bagi masyarakat.
4. Sinergi antara Rencana Ruang Terbuka Hijau dan pengembangan kawasan
perumahan di Kota Bontang dengan peruntukan Kawasan Industri Kutai
Kartanegara dengan memperhitungkan intensitas pemanfaatan ruang terhadap
penurunan kualitas lingkungan alih fungsi lahan dan kesenjangan antar dan
didalam Wilayah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kutai
Kartanegara dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bontang.
5. Menjaga Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) terkait
dengan Pembangunan Bandara Umum Kota Bontang di Wilayah Perbatasan
antara Kota Bontang dengan Kabupaten Kutai Kartanegara.
6. Ruang lingkup perencanaan menggambarkan asumsi dan proyeksi yang
diselaraskan disesuaikan dengan analisis potensi masalah pengembangan
sumber daya yang ada di kedua belah pihak.
Demikian Kesepakatan ini dibuat dalam upaya sinkronisasi Rencana Tata Ruang
Wilayah dengan daerah yang berbatasan dan memenuhi prosedur penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah Kota Bontang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Bontang Tahun 2012 - 2032 sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 47 tahun 2012 tentang pedoman penyusunan perda RTRW provinsi dan
Kabupaten Kota, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2016 perihal
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah.

KEPALA BAPPEDA KEPALA BAPPEDA


KOTA BONTANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
Selaku Sekretaris BKPRD Selaku Sekretaris BKPRD
Kabupaten Kutai Kartanegara,

Ir. H. Totok Heru Subroto,M.Si


Pembina Utama Muda /IVc
NIP. 19620731 199301 1 001 NIP. 19630827 199003 1 012
PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
B A D AN P E R E N C A N A A N P E M B A N G U N A N D A E R A H
Komplek Perkantoran Bupati Kutai Kartanegara
Alamat : Jl Wolter Monginsidi Telp ( 0541 ) 6669139, Fax ( 0541 ) 6669149
Website : www.bappeda.kutaikartaneqarakab.ao.id E-mail: bappedakukar@ymail.com Kode Pos 75511

DAFTAR HADIR PERTEMUAN RAPAT

Hari Selasa
Tanggal 18 Oktober 2016
Waktu 10.00 W i t a - s e l e s a i
Tempat Ruang Rapat Jaitan Layar Lantai I Bappeda Kakx Kutai Kartanegara
Acara Rapat Koordinasi dengan Pemerintah Daerah yang berbatasan terkait
penyusunan revisi RTRW Kota Bontang

NAMA JABATAN/PANGKAT

(C4-' fr&WM iCv&rK,

4.

8.

10. 9 ^ ?^<AJ
it IT*
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
LAMPIRAN IX

BERITA ACARA BIG (BADAN INFORMASI GEOSPASIAL)


LAMPIRAN X

SURAT VALIDASI KLHS


Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
LAMPIRAN XI

TABEL EVALUASI MATERI RANCANGAN


PERDA TENTANG RENCANA TATA RUANG
LAMPIRAN V
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
NOMOR 8 TAHUN 2017
TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM RANGKA PENETAPAN
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG PROVINSI DAN RENCANA TATA RUANG
KABUPATEN/KOTA.

Evaluasi Materi Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bontang Tahun 2012-2032

NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI


1 2 3 4 5
1 Kebijakan 100% terakomodir 1. Pasal 65A ayat (1) huruf a: 1. RPJMN 2015 – 2019 (Lampiran
Strategis Pemanfaatan ruang untuk Buku III Agenda Pembangunan
Nasional mendukung fungsi PKN sebagai Wilayan Perpres No. 2 Tahun
pusat industri strategis nasional, 2015)
pusat pengolahan migas, pusat a. Kota Bontang merupakan
pemerintahan kota, pusat salah satu lokasi prioritas
perdagangan regional, pusat kota sedang yang berfokus
koleksi dan distribusi barang pada upaya pemerataan
regional, serta pusat pengolahan wilayah di Kalimantan,
perikanan. yakni sebagai Pusat
Kegiatan Nasional (PKN)
2. Pasal 9 ayat (2) huruf b: yang memantapkan fungsi-
Mengembangkan dan fungsi keterkaitan dengan
memantapkan pelayanan pusat-pusat pertumbuhan
pelabuhan dan bandar udara wilayah Internasional dan
umum sebagai inlet dan outlet Kota mendorong perkembangan
Bontang. sektor industri (P3).
b. Kota Bontang merupakan
3. Pasal 36 ayat (3) huruf e: prioritas lokasi
Pengelolaan dan pengembangan pengembangan pusat
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah kegiatan Pulau Kalimantan,
di Kelurahan Bontang Lestari yakni sebagai bagian dari
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
dan/atau sebutan lainnya Pusat Kegiatan Nasional
berdasarkan peraturan (PKN) Kawasan Perkotaan
perundangan. Samarinda – Balikpapan –
Bontang (I/C/1)
4. Pasal 38 ayat (3): c. Kegiatan Strategis Jangka
Pengembangan sistem pengolahan Menengah Nasional berupa:
air limbah terpusat sebagaimana  Pengembangan Bandara
dimaksud pada ayat (1) huruf b Bontang;
meliputi:  Pembangunan TPA
a. pembangunan dan Sanitary Landfill dan
pemeliharaan instalasi IPAL;
pengolahan air limbah skala  Pengurangan kawasan
komunal untuk pengolahan air kumuh.
limbah domestik 11 sampai 200  Pembangunan PLTU
rumah dan/atau bangunan Kaltim (FTP2) 2 x 100
sesuai dengan ketentuan MW.
teknis;
b. pembangunan dan 2. RTRWN (PP No. 13 Tahun
pemeliharaan instalasi 2017)
pengolahan air limbah skala a. Lampiran I : Rencana Jalur
kawasan untuk pengolahan air Jaringan Kereta Api di Kota
limbah domestik di atas 200 Bontang.
sampai 500 rumah dan/atau b. Lampiran II : Rencana
bangunan sesuai dengan Pengembangan/
ketentuan teknis; Peningatan Fungsi Kota
c. pembangunan dan Pusat Pertumbuhan
pemeliharaan instalasi Nasional PKN Kawasan
pengolahan air limbah skala Perkotaan Balikpapan –
kota untuk pengolahan air Tenggarong – Samarinda –
limbah domestik di atas 500 Bontang (II/C/1)
rumah dan/atau bangunan c. Lampiran III: Rencana
Pengembanagn Jaringan
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
sesuai dengan ketentuan Jalan Bebas Hambatan
teknis; dan ruas Samarinda - Bontang
d. pembangunan dan (III/6) dan ruas Bontang –
pemeliharaan instalasi Sangatta (III/6).
pengolahan lumpur tinja d. Lampiran IV: Rencana
berlokasi di Kelurahan Bontang Pemantapan Pelabuhan
Lestari dan/atau sebutan Pengumpul Lhok Tuan
lainnya berdasarkan peraturan (II/3) dan Tanjung Laut
perundangan. (II/3).
e. Lampiran V: Rencana
5. Lampiran IV Tabel Indikasi Pemantapan Bandara
Program Penataan Ruang Kota Udara Pengumpul Tersier
Bontang Tahun 2012-2032 Nomor Bontang (II/5)
B2. Perwujudan Kawasan f. Lampiran VA: Rencana
Budidaya, Program Utama 2.1 Pembangkitan Tenaga
Pengembangan dan pengendalian Listrik di Kta Bontang
kawasan perumahan, indikasi (II/1)
kegiatan berupa pencegahan dan g. Lampiran VIII: Rencana
peningkatan kualitas lingkungan Rehabilitasi dan
perumahan dan kawasan Pemantapan Fungsi
permukiman kumuh. Kawasan Lindung Taman
Nasional Kutai (II/A/4)
6. Pasal 31 ayat (3): h. Lampiran IX: Rencana
Diversifikasi sumberdaya listrik Pengembangan dan
sebagaimana dimaksud pada ayat pengendalian kawasan
(1) huruf b, adalah pengembangan andalan
sumberdaya listrik dengan  Kawasan Bontang-
menggunakan gas, batubara, angin Samarinda -Tenggarong,
dan tenaga surya atau sumber Balikpapan - Penajam
energi alternatif lainnya. dan Sekitarnya
(Bonsamtebajam),
7. Pasal 28A ayat (2): dengan sektor unggulan
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
Jaringan dan layanan kereta api berupa industri,
sebagaimana yang dimaksud pada perkebunan,
ayat (1) huruf a, mencakup: pertambangan ,
a. pembangunan jaringan dan kehutanan, perikanan,
layanan kereta api lintas utama pariwisata, pertanian,
antarkota dengan prioritas pertambangan, minyak
tinggi yang menghubungkan dan gas bumi.
Samarinda-Bontang-Sangatta;  Kawasan Andalan Laut
dan Bontang-Tarakan dan
b. pengembangan jaringan dan Sekitarnya dengan sektor
layanan kereta api perintis. unggulan berupa
perikanan,
8. Pasal 24 ayat (1) huruf f: pertambangan,
Pembangunan Jalan Bebas pariwisata, minyak dan
Hambatan ruas Samarinda– gas bumi.
Bontang–Sangatta  Proyek Strategi Nasional
(Perpres No.3 Tahun
9. Pasal 26 huruf a dan b: 2016) berupa Proyek
a. penataan fungsi dan Pembangunan Kilang
pengembangan Pelabuhan Minyak Bontang.
Umum Loktuan sebagai
pelabuhan pengumpul;
b. penataan fungsi dan
pengembangan Pelabuhan
Umum Tanjung Laut sebagai
pelabuhan pengumpul.

10. Pasal 48 huruf a:


kawasan Taman Nasional Kutai
berdasarkan penetapan tata batas
yang dikeluarkan oleh Menteri
Lingkungan Hidup Dan Kehutanan
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
seluas 621,69 (Enam Ratus Dua
Puluh Satu koma Enam Sembilan)
hektar terletak di Kelurahan
Guntung Kelurahan A dan/atau
sebutan lainnya berdasarkan
peraturan perundangan dan
Kelurahan C.

11. Pasal 56 :
Kawasan Peruntukan Industri
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 huruf d seluas 2.509,01
(Dua Ribu Lima Ratus Sembilan
koma Nol Satu) hektar, terdiri dari:
a. Industri Petrokimia yang
terdapat di Kelurahan Guntung
dan Kelurahan Loktuan
dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundangan;
b. Industri pengolahan minyak
dan gas yang terdapat di
Kelurahan Satimpo dan
Kelurahan Bontang Lestari
dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundangan; dan
c. Aneka industri yang terdapat di
Kelurahan Bontang Lestari
dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundangan.
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5

12. Pasal 59 huruf e:


Kawasan pertambangan migas di
perairan lepas pantai dengan luas
2.643,84 (Dua Ribu Enam Ratus
Empat

13. Pasal 59 huruf c:


kawasan perikanan yang terdiri
dari:
1) Perikanan budidaya payau
seluas 138,09 (Seratus Tiga
Puluh Delapan koma Nol
Sembilan) hektar, terdapat di
Kelurahan C dan Kelurahan D;
2) Perikanan budidaya laut seluas
425,01 (Empat Ratus Dua
Puluh Lima koma Nol Satu)
hektar, terdapat di Kelurahan
C, Kelurahan D dan Kelurahan
Bontang Lestari dan/atau
sebutan lainnya berdasarkan
peraturan perundangan; dan
3) Perikanan tangkap di perairan
laut di bawah 4 mil.

14. Pasal 57:


Pengembangan Kawasan
Pariwisata sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 huruf e,
mencakup:
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
a. kawasan pariwisata alam
diarahkan di Taman Nasional
Kutai dan pengembangan
kawasan hutan mangrove di
Kelurahan Bontang
Lestarierbas Pantai, dan
Kelurahan Bontang Lestari;
b. kawasan pariwisata buatan
diarahkan di Danau Permai PC
VI PKT, Danau Kanaan, dan
Taman Tugu Equator;
c. kawasan pariwisata sejarah
dan budaya di Kelurahan C
dan Kelurahan Guntung; dan
d. kawasan pariwisata bahari
meliputi: diving dan
Snorkelling di Beras Basah dan
Karang Segajah, Wisata
Pemukiman di atas air di
Tihik-Tihik, Selangan dan
Melahing.

15. Pasal 59 huruf b:


kawasan pertanian pangan seluas
13,49 (Tiga Belas koma Empat
Sembilan) hektar yang terletak di
Kelurahan Bontang Lestari
dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundangan.

16. Pasal 59 huruf a:


NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
kawasan Hutan Produksi Konversi
seluas 62,07 (Enam Puluh Dua
koma Nol Tujuh)hektar yang
terletak di Kelurahan Bontang
Lestari dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundangan.

17. Pasal 56 huruf b:


Industri pengolahan minyak dan
gas yang terdapat di Kelurahan
Satimpo dan Kelurahan Bontang
Lestari dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan
perundangan.

2 RTH Publik A: Eksisting >20%: RTH 1. Pasal 47 Ruang Terbuka Hijau yang diatur
(untuk publik harus tetap Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota dalam Pasal 47 Raperda
Kawasan dipertahankan sebagaimana dimaksud dalam Perubahan RTRW Kota Bontang
Pekotaan di Pasal 43 Huruf d, terdiri dari hutan Tahun 2012-2032 berupa hutan
Kabupaten dan B: Eksisiting < 20% harus kota, taman kota, taman kota, taman kota, taman
Kota) tetap merencanakan RTH lingkungan, jalur hijau dan taman lingkungan, jalur hijau dan taman
20% dilengkapi dengan pemakaman umum seluas 2.567,43
pemakaman umum sehingga luas
strategi penyediaan RTH (Dua Ribu Lima Ratus Enam Puluh
RTH sebesar 2.567,43 hektar atau
dan pentahapan dalam Tujuh koma Empat Tiga) hektar
indikasi program yang tersebar di wilayah Kota hanya 15,89% dari luas wilayah
Bontang. darat Kota Bontang yang
bertambah menjadi 16.156
hektar, akan tetapi jika hanya
memperhitungkan luas wilayah
darat efektif pembangunan (luas
wilayah darat dikurangi dengan
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
luas hutan lindung dan luas
Taman Nasional Kutai) sebesar
10.890,26 hektar maka
prosentase RTH sudah mencapai
23,57%, atau sudah memenuhi
proporsi RTH publik sesuai
dengan ketentuan UU No. 26
tahun 2007 sebesar 20%.
Berdasarkan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No:
05/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan RTH di Kawasan
Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau
terdiri dari RTH pekarangan, RTH
taman dan hutan kota, RTH jalur
hijau jalan, serta RTH fungsi
tertentu. Dalam RTH fungsi
tertentu terdapat sempadan
sungai dan sempadan pantai yang
termasuk Kawasan Perlindungan
Setempat dalam Rencana Tata
Ruang. Salah satu tujuan dan
fungsi RTH adalah sebagai
kawasan resapan air yang
termasuk Kawasan yang
memberikan Perlindungan
terhadap Kawasan Bawahannya
dalam Rencana Tata Ruang.
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
Selain itu di Kota Bontang juga
terdapat Kawasan Hutan Lindung
Bontang yang juga berfungsi
sebagai kawasan resapan air, dan
Kawasan Suaka Alam Taman
Nasional Kutai yang didominasi
oleh vegetasi mangrove.

Apabila luas RTH turut


memperhitungkan Kawasan yang
memberikan Perlindungan
terhadap Kawasan Bawahannya
dan Kawasan Perlindungan
Setempat, maka total luas RTH di
Kota Bontang mencapai 3.362,80
hektar atau sebesar 20,81% dari
luas wilayah darat Kota Bontang,
dan jika hanya dibandingkan
dengan luas wilayah darat efektif
pembangunan (luas wilayah darat
dikurangi dengan luas hutan
lindung dan luas Taman Nasional
Kutai) sebesar 10.890,26 hektar
maka prosentase RTH di Kota
Bontang sudah mencapai 30,88%
atau sudah memenuhi proporsi
RTH kawasan perkotaan sebesar
30% sesuai dengan ketentuan UU
No. 26 tahun 2007.
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
Apabila memperhitungkan semua
RTH berupa area
memanjang/jalur dan atau
mengelompok yang
penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam, maka total luas
RTH di Kota Bontang adalah
sebesar 8.628,54 hektar atau
prosentase mencapai 53,1%.

3 Peruntukan 100% Sesuai dengan SK 1. Pasal 44 1. Hutan Lindung


kawasan hutan Menhut terkait alokasi Kawasan Hutan Lindung a. Dalam lampiran VIII perda
luasan serta sebaran sebagaimana yang dimaksud No. 1 Tahun 2016 tentang
kawasan hutan di dalam Pasal 43 huruf a adalah RTRW Provinsi Kalimantan
provinsi/kabupataten/kota Hutan Lindung Bontang yang Timur 2016-2036 kawasan
berada di dalam wilayah hutan lindung Bontang
administrasi Kota Bontang seluas 4.535 mengacu pada
berdasarkan penetapan tata batas keputusan Menteri
yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan RI Nomor SK.
Lingkungan Hidup dan Kehutanan 718/Menhut-II/2014
seluas 4.644,05 (Empat Ribu Enam tentang Kawasan Hutan
Ratus Empat Puluh Empat koma Provinsi Kalimantan Timur
Nol Lima)hektar yang terletak di dan Kalimantan Utara.
Kelurahan Bontang Lestarielimbing b. Kawasan hutan lindung
dan/atau sebutan lainnya Bontang saat ini sudah
berdasarkan peraturan mengacu pada Keputusan
perundangan, Kelurahan Kanaan, Menteri Kehutanan No:
Kelurahan Satimpo dan Kelurahan SK.4786/Menhut-
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
Bontang Lestari dan/atau sebutan VII/KUH/2014 tentang
lainnya berdasarkan peraturan Penetapan kawasan Hutan
perundangan. pada Kelompok Hutan
Sungai Santan - Sengai
2. Pasal 48 huruf a Separi - Sungai Benasar
Kawasan Taman Nasional Kutai Besar - Sungai Banumuda
berdasarkan penetapan tata batas seluas 402.987,70 (empat
yang dikeluarkan oleh Menteri ratus dua ribu sembilan
Lingkungan Hidup dan Kehutanan ratus delapan puluh tujuh
seluas 621,69 (Enam Ratus Dua dan tujuh puluh per
Puluh Satu koma Enam Sembilan) seratus) hektar di Kota
hektar terletak di Kelurahan Bontang, Kabupaten Kutai
Guntung, Kelurahan A dan/atau Kartanegara, Kabupaten
sebutan lainnya berdasarkan Kutai Timur, Provinsi
peraturan perundangan dan Kalimantan Timur.
Kelurahan C; dan c. Berdasarkan Berita Acara
Tata Batas Definitif
3. Pasal 59 huruf a: Kawasan Hutan Lindung
Kawasan Hutan Produksi Konversi tanggal 15 Oktober 2015,
seluas 62,07 (Enam Puluh Dua yang dilakukan oleh BPKH
koma Nol Tujuh) hektar yang Wilayah IV Samarinda maka
terletak di Kelurahan Bontang diperoleh luas Hutan
Lestari dan/atau sebutan lainnya Lindung Bontang di wilayah
berdasarkan peraturan Kota Bontang sebesar
perundangan 4.644,05 hektar.

2. Taman Nasional Kutai


Kawasan Hutan Taman
Nasional Kutai yang terdapat
di Wilayah Kota Bontang saat
ini sudah mengacu pada
lampiran Keputusan Menteri
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
Kehutanan No:
SK.4194/Menhut-
VII/KUH/2014 tentang
Penetapan Kawasan Hutan
Taman Nasional Kutai Seluas
192.709,55 (Seratus Sembilan
Puluh Dua Ribu Tujuh
Ratussembilan Dan Lima
Puluh Lima Perseratus) Hektar
Di Kota Bontang, Kabupaten
Kutai Kartanegara, Dan
Kabupatenkutai Timur,
Provinsi Kalimantan Timur.

3. Hutan Produksi Konversi


a. Dalam lampiran XI Perda
No. 1 Tahun 2016 tentang
RTRW Provinsi Kalimantan
Timur 2016-2036 luas
hutan produksi konversi di
Wilayah Kota Bontang
seluas 87 Ha mengacu pada
keputusan Menteri
Kehutanan RI Nomor SK.
718/Menhut-II/2014
tentang Kawasan Hutan
Provinsi Kalimantan Timur
dan Kalimantan Utara.
b. Kawasan hutan Produksi
yang dapat dikonversi di
Wilayah Kota Bontang saat
ini sudah mengacu pada
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
Keputusan Menteri
Kehutanan No:
SK.4786/Menhut-
VII/KUH/2014 tentang
Penetapan kawasan Hutan
pada Kelompok Hutan
Sungai Santan - Sengai
Separi - Sungai Benasar
Besar - Sungai Banumuda
seluas 402.987,70 (empat
ratus dua ribu sembilan
ratus delapan puluh tujuh
dan tujuh puluh per
seratus) hektar di Kota
Bontang, Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kabupaten
Kutai Timur, Provinsi
Kalimantan Timur.
c. Berdasarkan Berita Acara
Tata Batas Definitif
Kawasan Hutan Lindung
tanggal 15 Oktober 2015,
yang dilakukan oleh BPKH
Wilayah IV Samarinda maka
diperoleh luas Hutan
Produksi yang Dapat
Dikonversi di wilayah Kota
Bontang sebesar 62,07
hektar.
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
4 Lahan A. Terdapat usulan 1. Pasal 59 huruf b: 1. Dalam lampiran XI Perda No. 1
Pertanian rencana luasan dan kawasan pertanian pangan seluas Tahun 2016 tentang RTRW
Pangan sebaran lokasi LP2B 14,09 (Empat Belas koma Nol Provinsi Kalimantan Timur
Berkelanjutan B. 100% dari sawah ber Sembilan) hektar yang terletak di 2016-2036 terdapat rencana
irigasi teknis eksisting Kelurahan Bontang Lestari dan/ pengembangan kawasan
atau sebutan lainnya berdasarkan peruntukan pertanian di
peraturan perundangan; wilayah Kota Bontang meliputi:
 Kawasan pertanian tanaman
pangan dan hortikultura
seluas 5 Ha; dan
 Kawasan perkebunan seluas
1.076 Ha.
2. Perubahan kawasan pertanian
di Wilayah Kota Bontang pada
Raperda perubahan RTRW Kota
Bontang terjadi guna
mengakomodir lahan pertanian
pangan berkelanjutan yang
diusulkan untuk ditetapkan
sebagai Kawasan Pertanian
Pangan Berkelanjutan dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota, sekaligus sebagai koreksi
terhadap kawasan pertanian
yang terdapat dalam Perda No.
11 Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Rung Wilayah
Kota Bontang 2012-2032.
3. Kawasan Pertanian yang
ditetapkan sebagai Kawasan
Pertanian Pangan
Berkelanjutan pada Raperda
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
perubahan RTRW Kota Bontang
Tahun 2016-2032 merupakan
areal pertanian yang dimiliki
dan sudah dikelola oleh
masyarakat melalui Kelompok
Tani Sabar Menanti.

5 Mitigasi A. 100% kawasan rawan 1. Pasal 49 1. Berdasarkan Dokumen


Bencana bencana tinggi (Letusan Kawasan rawan bencana alam Rencana Penanggulangan
Gunung Api, Gerakan sebagaimana dimaksud dalam Bencana Kota Bontang (Tahun
Tanah/Longsor, dan Pasal 43 huruf f terdiri dari: 2013), wilayah Kota Bontang
Sempadan Sesar Aktif) a. kawasan rawan bencana banjir yang memiliki resiko tinggi
menjadi kawasan meliputi Kelurahan Guntung, bencana banjir sebagai
lindung, dan Kelurahan Gunung Elai berikut:
pemanfaatan ruangnya dan/atau sebutan lainnya  Kelurahan Loktuan
diatur secara rinci berdasarkan peraturan  Kelurahan Bontang
dalam peraturan zonasi perundangan, Kelurahan A, Lestarielimbing
(KUPZ dan PZ) Kelurahan C, Kelurahan Api  Kelurahan Gunung Telihan
B. Kawasan rawan Api, Kelurahan Gunung Telihan  Kelurahan Gunung Elai
bencana tinggi (Banjir dan/atau sebutan lainnya  Kelurahan A
dan Tsunami), yang berdasarkan peraturan  Kelurahan Api-Api
diusulkan menjadi perundangan, Kelurahan  Kelurahan Bontang
kawasan budidaya, Kanaan, Kelurahan D, Lestarierbas Tengah
harus memenuhi Kelurahan Bontang  Kelurahan Bontang
persyaratan teknis yang Lestarierebas Tengah dan/atau Lestarierbas Pantai
adaptif terhadap sebutan lainnya berdasarkan
 Kelurahan D.
bencana, yang diatur peraturan perundangan, dan
 Kelurahan C
secara rinci dalam Kelurahan Bontang Lestari
peraturan zonasi (KUPZ dan/atau sebutan lainnya
2. Berdasarkan Dokumen
dan PZ) berdasarkan peraturan
Rencana Penanggulangan
perundangan;
Bencana Kota Bontang (Tahun
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
b. kawasan rawan bencana 2013), wilayah Kota Bontang
longsor meliputi Kelurahan yang memiliki resiko tinggi
Loktuan dan/atau sebutan bencana tanah longsor sebagai
lainnya berdasarkan peraturan berikut:
perundangan, Kelurahan  Kelurahan Loktuan
Bontang Lestarielimbing  Kelurahan Guntung
dan/atau sebutan lainnya  Kelurahan Satimpo
berdasarkan peraturan  Kelurahan Kanaan
perundangan, Kelurahan  Kelurahan Bontang Lestari
Kanaan, dan Kelurahan
Bontang Lestari dan/atau 3. Berdasarkan Dokumen
sebutan lainnya berdasarkan Rencana Penanggulangan
peraturan perundangan; Bencana Kota Bontang (Tahun
c. kawasan rawan bencana 2013), wilayah Kota Bontang
kebakaran meliputi seluruh yang memiliki resiko tinggi
kelurahan di wilayah Kota bencana kebakaran sebagai
Bontang; dan berikut:
d. kawasan rawan bencana angin  Kelurahan Satimpo
puting beliung terdapat di  Kelurahan Guntung
Kelurahan C dan Kelurahan  Kelurahan Kanaan
Loktuan dan/atau sebutan
 Kelurahan C
lainnya berdasarkan peraturan
 Kelurahan Bontang Lestari
perundangan.
4. Berdasarkan Dokumen
2. Pasal 50 huruf a
Rencana Penanggulangan
a. kawasan rawan bencana gagal
Bencana Kota Bontang (Tahun
teknologi berupa kebocoran pipa
2013), wilayah Kota Bontang
minyak dan gas, serta resiko
yang memiliki resiko tinggi
kegiatan industri lainnya,
bencana puting beliung
meliputi seluruh kelurahan di
sebagai berikut:
wilayah Kota Bontang.
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
3. Pasal 77C ayat (3)  Kelurahan Bontang
Ketentuan umum peraturan zonasi Lestarielimbing
pada kawasan rawan bencana  Kelurahan Gunung Telihan
alam terdiri atas:  Kelurahan Gunung Elai
a. pemanfaatan ruang yang  Kelurahan A
diperbolehkan antara lain:  Kelurahan Api-Api
1) pendirian bangunan untuk  Kelurahan Bontang
kepentingan pemantauan Lestarierbas Tengah
ancaman dan  Kelurahan Bontang
penanggulangan bencana; Lestarierbas Pantai
2) pemanfaatan sebagai ruang
 Kelurahan Bontang
terbuka hijau; dan Lestariontag Kuala
3) pelestarian flora, fauna dan
 Kelurahan D
ekosistem unik kawasan
 Kelurahan Tanjung laut
b. pemanfaatan ruang yang
dilarang antara lain:  Kelurahan Bontang Lestari
1) prasarana, sarana dan
utilitas umum; dan 5. Kawasan rawan bencana gagal
2) kegiatan yang memliki teknologi yang terdapat di Kota
fungsi strategis kota. Bontang mencakup seluruh
wilayah adminsitrasi Kota
Bontang sebagai konsekuensi
4. Pasal 77E ayat (3) keberadaan industri
Ketentuan Umum Peraturan zonasi pengolahan minyak bumi dan
pada kawasan rawan bencana gas alam yang memiliki
terdiri atas: potensi risiko bencana berupa
a. penyediaan prasarana, sarana vapor cloud, keracunan gas,
dan utilitas yang dapat kebakaran, ledakan, dan
menjamin kelangsungan hidup pencemaran lingkungan
masyarakat yang mengalami
bencana, baik pada saat
NO SUBSTANSI SYARAT MUATAN RANCANGAN PERDA HASIL EVALUASI
1 2 3 4 5
dan/atau setelah terjadinya
bencana;
b. penyediaan ruang dan jalur
evakuasi bencana yang
memenuhi standar keamanan;
dan
c. etentuan mengenai penyediaan
dan pemanfaatan jalur dan
ruang evakuasi bencana akan
diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Wali Kota.
LAMPIRAN XII

TABEL SANDINGAN PERDA LAMA DENGAN


RANCANGAN PERDA
Matriks Sanding Perubahan Perda RTRW Kota “X” 2012-2032

Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
Menimbang: Menimbang:
a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kota “X” dengan memanfaatkan ruang wilayah a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka Ruang dan Pasal 81 sampai Pasal 92 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Penataan Ruang, rencana tata ruang dapat ditinjau kembali untuk melihat kesesuaian antara Rencana Tata
Tata Ruang Wilayah; Ruang Wilayah dan kebutuhan pembangunan dengan memperhatikan perkembangan wilayah strategis dan
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan dinamika internal serta pelaksanaan penataan ruang;
masyarakat, maka Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan lokasi investasi b. bahwa berdasarkan hasil peninjauan kembali terhadap kualitas, keabsahan dan kesesuaian Rencana Tata Ruang
pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha; Wilayah dengan arah perkembangan pemanfaatan ruang eksisting, perlu melakukan revisi terhadap Rencana
c. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang Wilayah Kota “X”;
Penataan Ruang, jangka waktu rencana tata ruang wilayah Kabupaten/kota adalah 20 tahun, c. bahwa untuk mengakomodir dinamika pembangunan dan kebijakan pemerintah dan pemerintah provinsi terkait
sehingga Peraturan Daerah Kota “X” Nomor: 3 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang dengan rencana pembangunan kilang, perubahan batas hutan lindung dan Taman Nasional Kutai, perlindungan
Wilayah Kota “X” Tahun 2001 s.d. 2010 sudah tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan lahan pertanian pangan berkelanjutan, sistem penyediaan air minum regional, jalan bebas hambatan dan jalur
perundang-undangan yang berlaku sehingga perlu diganti dengan Peraturan Daerah yang kereta api, kawasan industri Bontang dan reklamasi pantai, pembatasan permukiman atas laut, penyesuaian
baru; ruang terbuka hijau, jalan lingkar pesisir serta penanggulangan banjir, perlu merubah Peraturan Daerah Kota
d. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana “X” Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota “X” Tahun 2012-2032;
Tata Ruang Wilayah Nasional, maka strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan
nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota “X”; Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan Ruang Wilayah Kota “X” Tahun 2012-2032;
huruf d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota “X”
Tahun 2012-2032.

Mengingat : Mengingat :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 47 tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten 2. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau,
Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota “X” (Lembaran Negara Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota “X” (Lembaran Negara Republik Indonesia
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 175, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 175, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) sebagaimana telah
Nomor 3896) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2000 diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 47
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 74, tambahan Lembaran Negara Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat,
Republik Indonesia Nomor 3962) Kabupaten Kutai Timur dan Kota “X” (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 74,
3. Undang-Undang Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3962);
Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
4152); Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); sebagaimana telah
Nomor 3839), sebagaimana diubah beberapa kali yang terakhir dengan Undang Undang Nomor diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang,Peraturan Pemerintah
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Republik Indonesia
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Nomor 5103).
4725);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
1
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta
Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3660);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan
Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas
Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4436);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4828);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4858);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
14. Peraturan Daerah Kota “X” Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang
Menjadi Kewenangan Daerah (Lembaran Daerah Kota “X” Tahun 2008 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Daerah Kota “X” Nomor 17).

BAB I BAB I
KETENTUAN UMUM KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu Bagian Kesatu
Pengertian Umum Pengertian Umum
Pasal 1 Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota “X”; 1. Daerah adalah Kota “X”;
2. Pemerintah Daerah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan
Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara 3. Pemerintah Daerah adalah Wali Kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
Pemerintahan Daerah; pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom Kota “X”.
2
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah DPRD Kota “X”; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah DPRD Kota “X”;
5. Kepala Daerah adalah WaliKota “X”; 5. Wali Kota adalah Wali Kota “X”;
6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di 6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya; kelangsungan hidupnya;
7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang; 7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang;
8. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan 8. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pengendalian pemanfaatan ruang; pemanfaatan ruang;
9. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang; 9. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;
10. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang 10. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional; sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional;
11. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya; 11. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya;
12. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian 12. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan dalam konteks yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
wilayah pesisir dan laut serta pulau-pulau kecil kawasan ini disebut kawasan pemanfaatan; 13. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
13. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk keberadaannya sebagai hutan tetap
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap 14. Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan
14. Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan
pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan nilai dan keanekaragamannya;
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya; 15. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik
15. Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat; 16. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi
16. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan, dalam konteks wilayah pesisir,
atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya laut dan pulau-pulau kecil, kawasan ini disebut dengan kawasan pemanfaatan umum;
buatan, dalam konteks wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, kawasan ini disebut dengan 17. Dihapus;
kawasan pemanfaatan umum; 18. Kawasan pertahanan adalah wilayah yang digunakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan.
17. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena 18a. Bagian Wilayah Perkotaan, yang selanjutnya disebut BWP adalah bagian dari wilayah kota yang perlu disusun
mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan rencana rincinya dalam bentuk Rencana Detail Tata Ruang.
keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang 19. Pusat pelayanan kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial budaya dan/atau administrasi masyarakat yang
ditetapkan sebagai warisan dunia; melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional.
18. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan 20. Subpusat pelayanan kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial budaya dan/atau administrasi masyarakat yang
untuk kepentingan pertahanan; melayani sub wilayah kota.
19. Pusat pelayanan kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi yang 21. Pusat lingkungan adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial budaya dan/atau administrasi masyarakat yang
melayani seluruh wilayah kota dan/atau regional; melayani skala lingkungan di wilayah kota.
20. Subpusat pelayanan kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi yang 22. Daerah Aliran Sungai, yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
melayani sub wilayah kota; kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
21. Pusat lingkungan adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan/atau administrasi yang melayani yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
lingkungan di wilayah kota; topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
22. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih 23. Ruang terbuka hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
2.000 km2; sengaja ditanam.
23. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya 24. Dihapus.
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang 25. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan
3
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
sengaja ditanam; pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci
24. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang selanjutnya disebut ZEE Indonesia adalah jalur di luar tata ruang.
dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang- 26. Kawasan Strategis Kota adalah kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, sangat penting dalam lingkup kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, serta pendayagunaan
dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut sumber daya alam dan teknologi.
wilayah Indonesia; 27. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau
25. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan pemangku kepentingan non Pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan 28. Peran serta masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaat ruang dan
zonanya dalam rencana rinci tata ruang; pengendalian pemanfaatan ruang.
26. Kawasan strategis kota adalah wilayah diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat 29. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di
penting dalam lingkup kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan; darat dan di laut. Batas ke arah darat (land-ward) adalah kecamatan pesisir, dan batas ke arah laut adalah 4 mil
27. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, dari garis pantai.
korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non Pemerintah lain dalam penyelenggaraan 30. Pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya.
penataan ruang. 30a. Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan di pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri
28. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaat khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; berkelanjutan.
29. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh 31. Dihapus.
perubahan di darat dan di laut. Batas ke arah darat (land-ward) adalah kecamatan pesisir, dan 32. Wilayah laut adalah ruang laut yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
batas ke arah laut adalah 4 mil dari garis pantai; sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional yang diukur dari garis pantai ke
30. Pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi paling jauh 12 (duabelas) mill laut termasuk
ekosistemnya; wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
31. Sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya non-hayati, 33. Dihapus.
sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan: 34. Dihapus.
32. Wilayah laut adalah ruang laut yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait 35. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disingkat BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Walikota dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
provinsi paling jauh 12 (duabelas) mill laut dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi
untuk kabupaten/kota termasuk wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil:
33. Masyarakat pesisir adalah masyarakat kelurahan yang tinggal disepanjang daerah wilayah pesisir
yang dipengaruhi oleh kompleksitas, aktivitas dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut.
34. Nelayan tradisional adalah masyarakat yang mata pencaharian sehari-hari mengeksploitasi
sumber daya laut yang dilakukan secara turun temurun dengan menggunakan bahan dan
peralatan tradisional:
35. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan
bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Walikota
dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

Bagian Kedua Bagian Kedua


Peran dan Fungsi Peran dan Fungsi
Pasal 2 Pasal 2
RTRW Kota “X” disusun sebagai alat operasional pelaksanaan pembangunan di wilayah Kota “X”. RTRW Kota “X” disusun sebagai alat operasional pelaksanaan pembangunan di wilayah Kota “X”.

4
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
Pasal 3 Pasal 3
RTRW Kota “X” menjadi pedoman untuk: RTRW Kota “X” menjadi pedoman untuk:
a. Memfomulasikan kebijakan dan strategis penataan ruang wilayah kota; a. Memfomulasikan kebijakan dan strategis penataan ruang wilayah kota;
b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan wilayah Kota “X” b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan wilayah Kota “X” serta keserasian
serta keserasian antar sektor. antar sektor.
c. Memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam RTRW kota; c. Memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam RTRW kota;
d. Pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan/atau masyarakat; dan d. Pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan/atau masyarakat; dan
e. Penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota e. Penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota

Bagian Ketiga Bagian Ketiga


Ruang Lingkup Pengaturan Muatan Ruang Lingkup Pengaturan Muatan
Pasal 4 Pasal 4
RTRW Kota “X” memuat: RTRW Kota “X” memuat:
a. Tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota; a. Tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota;
b. Rencana struktur ruang wilayah kota; b. Rencana struktur ruang wilayah kota;
c. Rencana pola ruang wilayah kota; c. Rencana pola ruang wilayah kota;
d. Penetapan kawasan strategis kota; d. Penetapan kawasan strategis kota;
e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota; dan e. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota; dan
f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. f. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.

Bagian Keempat Bagian Keempat


Wilayah Perencanaan Wilayah Perencanaan
Pasal 5 Pasal 5
(1) Wilayah perencanaan RTRW Kota “X” meliputi seluruh wilayah administrasi Kota “X” yang (1) Wilayah perencanaan RTRW Kota “X” meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara mencakup
terdiri dari 3 (tiga) kecamatan: seluruh wilayah administrasi Kota “X”.
a. Kecamatan Bontang Utara; (2) Kota “X” secara geografis terletak 0º 01’ Lintang Utara - 0º 12’ Lintang Utara dan 117º 23’ Bujur Timur -
b. Kecamatan Bontang Selatan; dan 117º 38’ Bujur Timur, dengan luas 16.185,92 (Enam Belas Ribu Seratus Delapan Puluh Lima koma Sembilan
c. Kecamatan Bontang Barat. Dua) hektar.
(2) Kota “X” secara geografis terletak 0001’ Lintang Utara - 0012’ Lintang Utara dan 117023’ (3) Batas-batas wilayah perencanaan RTRW meliputi:
Bujur Timur - 117038’ Bujur Timur, dengan luas 14.780 (empat belas ribu tujuh ratus a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur;
delapan puluh) hektar. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Makasar;
(3) Batas-batas wilayah perencanaan RTRW meliputi: c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara; dan
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur; d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Makasar;
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara; dan
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur.

BAB II BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian Kesatu Bagian Kesatu
Tujuan Tujuan
Pasal 6 Pasal 6
Tujuan penataan ruang Kota “X” adalah untuk mewujudkan Kota “X” sebagai kota maritim Tujuan penataan ruang Kota Bontang adalah untuk mewujudkan Kota Bontang sebagai kota maritim
berkebudayaan industri yang berwawasan lingkungan dan mensejahterakan masyarakat melalui berkebudayaan industri yang berwawasan lingkungan dan mensejahterakan masyarakat melalui keterpaduan
5
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
keterpaduan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang antar perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang antar wilayah (Nasional, Provinsi
wilayah (Nasional, Provinsi maupun Kota), dan antar kawasan (lindung dan budidaya). maupun Kota), dan antar kawasan (lindung dan budidaya).

Bagian Kedua Bagian Kedua


Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kota Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Kota
Paragraf 1 Umum Paragraf 1 Umum
Pasal 7 Pasal 7
Kebijakan dan strategi penataan ruang, mencakup: Kebijakan dan strategi penataan ruang, mencakup:
a. kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang kota; a. kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang kota;
b. kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang kota; b. kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang kota;
c. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis kota. c. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis kota.

Paragraf 2 Paragraf 2
Kebijakan dan Strategi Peengembangan Struktur Ruang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang
Pasal 8 Pasal 8
Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, mencakup: Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, mencakup:
a. pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan wilayah kota secara hirarkis dan proporsional; dan a. pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan wilayah kota secara hirarkis dan proporsional; dan
b. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana yang merata dan terpadu. b. peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana yang merata dan terpadu.

Pasal 9 Pasal 9
(1) Strategi Pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan secara hirarkis dan proporsional (1) Strategi Pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan secara hirarkis dan proporsional sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a, dengan: dalam pasal 8 huruf a, dengan:
a. mengatur dan mengendalikan penyebaran penduduk sesuai dengan rencana struktur ruang a. mengatur dan mengendalikan penyebaran penduduk sesuai dengan rencana struktur ruang Kota “X”;
Kota “X”; b. membagi dan mengembangkan pusat-pusat pelayanan wilayah kota sesuai karakteristik dan potensi
b. membagi dan mengembangkan pusat-pusat pelayanan wilayah kota sesuai karakteristik dan wilayah, dengan tetap memperhatikan keseimbangan wilayah; dan
potensi wilayah, dengan tetap memperhatikan keseimbangan wilayah; dan c. meningkatkan keterkaitan antar pusat-pusat pelayanan maupun dengan wilayah pelayanannya sesuai
c. meningkatkan keterkaitan antar pusat-pusat pelayanan maupun dengan wilayah dengan jenis dan skala pelayanan.
pelayanannya sesuai dengan jenis dan skala pelayanan. (2) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana yang merata dan terpadu
(2) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana yang merata dan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, dengan:
terpadu sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, dengan: a. meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana transportasi darat dengan mengintegrasikan
a. meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana transportasi darat dengan pelayanan inter dan antar moda;
mengintegrasikan pelayanan inter dan antar moda; b. mengembangkan dan memantapkan pelayanan pelabuhan dan bandar udara umum sebagai inlet dan outlet
b. mengembangkan dan memantapkan pelayanan pelabuhan dan bandar udara umum sebagai Kota “X”;
inlet dan outlet Kota “X”; c. mengembangkan pusat pembangkit dan jaringan energi dengan memanfaatkan sumber-sumber energi
c. mengembangkan pusat pembangkit dan jaringan energi dengan memanfaatkan sumber- selain minyak bumi, serta meningkatkan pelayanan energi dengan interkoneksi sistem regional;
sumber energi selain minyak bumi, serta meningkatkan pelayanan energi dengan d. memantapkan pelayanan telekomunikasi dengan mengembangkan jaringan kabel maupun nirkabel yang
interkoneksi sistem regional; menjangkau seluruh wilayah kota;
d. memantapkan pelayanan telekomunikasi dengan mengembangkan jaringan kabel maupun e. membangun dan meningkatkan jaringan sumberdaya air secara terpadu;
nirkabel yang menjangkau seluruh wilayah kota; f. meningkatkan sistem prasarana pengelolaan lingkungan yang meliputi drainase, persampahan, air limbah
e. membangun dan meningkatkan jaringan sumberdaya air secara terpadu; dan air minum yang menjangkau seluruh wilayah kota; dan
f. meningkatkan sistem prasarana pengelolaan lingkungan yang meliputi drainase, g. menyediakan prasarana bagi pejalan kaki dan evakuasi bencana yang terintegrasi dengan prasarana dan
persampahan, air limbah dan air minum yang menjangkau seluruh wilayah kota; dan utilitas kota lainnya.
g. menyediakan prasarana bagi pejalan kaki dan evakuasi bencana yang terintegrasi dengan
6
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
prasarana dan utilitas kota lainnya.

Paragraf 3 Paragraf 3
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pola Ruang Kota Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pola Ruang Kota
Pasal 10 Pasal 10
Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, mencakup:
mencakup: a. kebijakan dan strategi pemantapan kawasan lindung; dan
a. kebijakan dan strategi pemantapan kawasan lindung; dan b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya.
b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya.

Pasal 11 Pasal 11
Kebijakan pemantapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, mencakup: Kebijakan pemantapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, mencakup:
a. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi kawasan lindung; dan a. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi kawasan lindung; dan
b. pencegahan dampak negatif kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat menimbulkan kerusakan b. pencegahan dampak negatif kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.
lingkungan hidup.

Pasal 12 Pasal 12
(1) Strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi kawasan lindung sebagaimana (1) Strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal
dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, dengan: 11 huruf a, dengan:
a. menetapkan kawasan lindung di ruang darat dan ruang laut; a. menetapkan kawasan lindung di ruang darat dan ruang laut;
b. memantapkan fungsi kawasan lindung di ruang darat dan ruang laut; b. memantapkan fungsi kawasan lindung di ruang darat dan ruang laut;
c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan
pengembangan kegiatan budi daya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara kegiatan budi daya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah;
keseimbangan ekosistem wilayah; d. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah
d. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) kota; dan
dari luas wilayah kota; dan e. meningkatkan kerjasama dengan kabupaten yang berbatasan dalam pemeliharaan kelestarian fungsi
e. meningkatkan kerjasama dengan kabupaten yang berbatasan dalam pemeliharaan kelestarian kawasan lindung
fungsi kawasan lindung (2) Strategi pencegahan dampak negatif kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat menimbulkan kerusakan
(2) Strategi pencegahan dampak negatif kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat menimbulkan lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, dengan:
kerusakan lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, dengan: a. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang
a. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup
yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia lainnya;
dan makhluk hidup lainnya; b. meningkatkan kemampuan lingkungan hidup untuk dapat menyerap zat, energi dan/atau komponen lain
b. meningkatkan kemampuan lingkungan hidup untuk dapat menyerap zat, energi dan/atau yang dibuang ke dalamnya;
komponen lain yang dibuang ke dalamnya; c. mengelola dan mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan dengan tetap
c. mengelola dan mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan dengan memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya; dan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya; dan d. mengembangkan kegiatan pemanfaatan ruang berfungsi budidaya yang adaptif terhadap bencana.
d. mengembangkan kegiatan pemanfaatan ruang berfungsi budidaya yang adaptif terhadap
bencana.

Pasal 13 Pasal 13
Kebijakan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, Kebijakan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, mencakup:
mencakup: a. perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya ruang darat, ruang laut dan
a. perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya ruang darat, ruang udara;
7
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
ruang laut dan ruang udara; b. pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung
b. pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya lingkungan; dan
tampung lingkungan; dan c. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.
c. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

Pasal 14 Pasal 14
(1) Strategi perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budi daya di (1) Strategi perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budi daya di ruang darat,
ruang darat, ruang laut dan ruang udara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, ruang laut dan ruang udara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, dengan:
dengan: a. mengembangkan kegiatan budidaya unggulan di setiap kawasan beserta sarana dan prasarananya secara
a. mengembangkan kegiatan budidaya unggulan di setiap kawasan beserta sarana dan terpadu dan berkelanjutan untuk mendorong perekonomian kawasan dan wilayah sekitarnya;
prasarananya secara terpadu dan berkelanjutan untuk mendorong perekonomian kawasan b. mengembangkan kawasan budidaya yang dapat mengakomodasi kebutuhan pengembangan sektoral dan
dan wilayah sekitarnya; kegiatan para pemangku kepentingan di Kota “X” secara sinergi dan berkelanjutan agar tidak terjadi
b. mengembangkan kawasan budidaya yang dapat mengakomodasi kebutuhan pengembangan konflik antar sektor maupun antar pelaku dalam pemanfaatan ruang baik di darat, laut, serta udara;
sektoral dan kegiatan para pemangku kepentingan di Kota “X” secara sinergi dan c. mengembangkan kegiatan budidaya yang berkelanjutan dengan memperhatikan keterkaitan ekologis
berkelanjutan agar tidak terjadi konflik antar sektor maupun antar pelaku dalam (hubungan fungsional) serta keterpaduan ekosistem darat, laut dan udara; dan
pemanfaatan ruang baik di darat, laut, serta udara; d. meningkatkan kegiatan budidaya berbasis kelautan (maritim) yang memiliki keterkaitan dengan
c. mengembangkan kegiatan budidaya yang berkelanjutan dengan memperhatikan keterkaitan sumberdaya wilayah darat dan daerah hinterland Kota “X”.
ekologis (hubungan fungsional) serta keterpaduan ekosistem darat, laut dan udara; dan (2) Strategi pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya
d. meningkatkan kegiatan budidaya berbasis kelautan (maritim) yang memiliki keterkaitan tampung lingkungan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, dengan:
dengan sumberdaya wilayah darat dan daerah hinterland Kota “X”. a. membatasi perkembangan kegiatan budidaya di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi
(2) Strategi pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dampak akibat bencana;
dan daya tampung lingkungan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, b. menetapkan dan menjalankan ketentuan peraturan zonasi pada masing-masing kawasan budidaya sesuai
dengan: dengan karakteristiknya; dan
a. membatasi perkembangan kegiatan budidaya di kawasan rawan bencana untuk c. mengembangkan kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan laut dengan memperhatikan keunikan
meminimalkan potensi dampak akibat bencana; wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta beragamnya sumberdaya yang ada.
b. menetapkan dan menjalankan ketentuan peraturan zonasi pada masing-masing kawasan (3) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan:
budidaya sesuai dengan karakteristiknya; dan a. menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan;
c. mengembangkan kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan laut dengan b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun disekitar kawasan khusus
memperhatikan keunikan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta beragamnya pertahanan dan keamanan;
sumberdaya yang ada. c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan khusus pertahanan dan
(3) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan: keamanan; dan
a. menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan; d. turut serta menjaga dan memelihara asset-aset pertahanan.
b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun disekitar
kawasan khusus pertahanan dan keamanan;
c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan khusus
pertahanan dan keamanan; dan
d. turut serta menjaga dan memelihara asset-aset pertahanan.

Paragraf 4 Paragraf 4
Kebijakan dan Strategi Peengembangan Kawasan Strategis Kota Kebijakan dan Strategi Peengembangan Kawasan Strategis Kota
Pasal 15 Pasal 15
Kebijakan pengembangan kawasan strategis kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, Kebijakan pengembangan kawasan strategis kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, mencakup:
mencakup: a. kawasan strategis berdasarkan kepentingan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan dan peningkatan
a. kawasan strategis berdasarkan kepentingan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan dan fungsi kawasan dalam memajukan perekonomian kota yang produktif, komparatif dan kompetitif; dan
8
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
peningkatan fungsi kawasan dalam memajukan perekonomian kota yang produktif, komparatif b. kawasan strategis berdasarkan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan melalui pelestarian dan
dan kompetitif; dan peningkatan fungsi kawasan serta daya dukung lingkungan untuk mempertahankan dan meningkatkan
b. kawasan strategis berdasarkan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan melalui keseimbangan ekosistem dan fungsi perlindungan kawasan, serta melestarikan keanekaragaman hayati,
pelestarian dan peningkatan fungsi kawasan serta daya dukung lingkungan untuk keunikan bentang alam dan warisan budaya daerah.
mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem dan fungsi perlindungan kawasan,
serta melestarikan keanekaragaman hayati, keunikan bentang alam dan warisan budaya daerah.

Pasal 16 Pasal 16
(1) Strategi pengembangan kawasan strategis berdasarkan kepentingan pertumbuhan ekonomi (1) Strategi pengembangan kawasan strategis berdasarkan kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada pasal 15 huruf a, dengan: dimaksud pada pasal 15 huruf a, dengan:
a. menetapkan kawasan strategis cepat tumbuh berdasarkan keunggulan komparatif dan a. menetapkan kawasan strategis cepat tumbuh berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif wilayah
kompetitif wilayah sebagai penggerak utama perekonomian Kota “X”; sebagai penggerak utama perekonomian Kota “X”;
b. mengembangkan kegiatan sektoral serta membangun sarana dan prasarana yang b. mengembangkan kegiatan sektoral serta membangun sarana dan prasarana yang mendukung fungsi
mendukung fungsi kawasan; dan kawasan; dan
c. meningkatkan fungsi kawasan sebagai pusat pertumbuhan dan kegiatan ekonomi baru Kota c. meningkatkan fungsi kawasan sebagai pusat pertumbuhan dan kegiatan ekonomi baru Kota “X”.
“X”. (2) Strategi pengembangan kawasan strategis berdasarkan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
(2) Strategi pengembangan kawasan strategis berdasarkan kepentingan fungsi dan daya dukung sebagaimana dimaksud pada pasal 15 huruf b, dengan:
lingkungan sebagaimana dimaksud pada pasal 15 huruf b, dengan: a. menetapkan kawasan strategis berfungsi lindung;
a. menetapkan kawasan strategis berfungsi lindung; b. mencegah dan membatasi pemanfaatan ruang di kawasan strategis yang berpotensi mengurangi fungsi
b. mencegah dan membatasi pemanfaatan ruang di kawasan strategis yang berpotensi lindung kawasan; dan
mengurangi fungsi lindung kawasan; dan c. merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang di dalam dan di
c. merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat dampak pemanfaatan ruang sekitar kawasan strategis.
di dalam dan di sekitar kawasan strategis.

BAB III BAB III


RENCANA STRUKTUR RUANG RENCANA STRUKTUR RUANG
Bagian Kesatu Bagian Kesatu
Umum Umum
Pasal 17 Pasal 17
(1) Rencana struktur ruang wilayah kota diwujudkan berdasarkan arahan: (1) Rencana struktur ruang wilayah kota diwujudkan berdasarkan arahan:
a. sistem dan fungsi perwilayahan; a. Pembagian wilayah perkotaan;
b. hirarki pusat pelayanan; dan b. Hirarki pusat pelayanan kota; dan
c. sistem jaringan prasarana wilayah kota. c. Sistem jaringan prasarana wilayah kota.
(2) Sistem perwilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah organisasi wilayah (2) Pembagian wilayah perkotaan sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat (1) huruf a mengacu pada batas
pengembangan berupa Bagian Wilayah Kota yang selanjutnya disebut BWK. administrasi.
(3) Hirarki pusat pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: (3) Hirarki pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pusat pelayanan kota; a. pusat pelayanan kota;
b. sub pusat pelayanan kota; dan b. sub pusat pelayanan kota; dan
c. pusat lingkungan. c. pusat lingkungan.
(4) Sistem jaringan prasarana wilayah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: (4) Sistem jaringan prasarana wilayah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. sistem jaringan transportasi; a. sistem jaringan transportasi;
b. sistem jaringan energi; b. sistem jaringan energi;
c. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan telekomunikasi;
d. sistem jaringan sumber daya air; d. sistem jaringan sumber daya air;
9
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
e. sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan; dan e. sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan; dan
f. sistem jaringan prasarana dan sarana lainnya. f. sistem jaringan prasarana dan sarana lainnya.
(5) Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan (5) Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan dalam satu lembar
dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1:25.000, tercantum dalam Lampiran I dan peta secara utuh dengan skala peta menyesuaikan luas wilayah perencanaan, sebagaimana tercantum dalam
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Lampiran I.A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Bagian Kedua


Sistem dan Fungsi Perwilayahan Pembagian Wilayah Perkotaan
Pasal 18 Pasal 18
(1) BWK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) mencakup: (1) Pembagian wilayah perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) mencakup:
a. BWK I terdiri dari 8 (delapan) kelurahan meliputi: Kelurahan D, Kelurahan Gunung a. BWP I mencakup 6 (enam) kelurahan, yaitu Kelurahan A dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
Elai, Kelurahan C, Kelurahan B, Kelurahan M, Kelurahan L, Kelurahan J, Kelurahan K; perundang-undangan, Kelurahan B, Kelurahan C dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
b. BWK II terdiri dari 6 (enam) kelurahan meliputi: Kelurahan N, Kelurahan H, Kelurahan perundang-undangan, Kelurahan D, Kelurahan E dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
I, Kelurahan G, Kelurahan E, Kelurahan F; dan perundang-undangan, dan Kelurahan F.
c. BWK III mencakup 1 (satu) kelurahan yaitu Kelurahan O. b. BWP II terdiri dari 3 (tiga) kelurahan, meliputi Kelurahan G dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
(2) Fungsi perwilayahan wilayah Kota “X” mencakup: peraturan perundang-undangan, Kelurahan H dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
a. BWK I mempunyai fungsi utama sebagai pusat perdagangan dan jasa, sedangkan kegiatan perundang-undangan, dan Kelurahan I.
pendukungnya adalah kawasan lindung, permukiman, pariwisata, pelabuhan, dan c. BWP III terdiri dari 6 (enam) kelurahan, meliputi Kelurahan J, Kelurahan K, Kelurahan L, Kelurahan
perikanan; M dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahan N, dan Kelurahan
b. BWK II mempunyai fungsi utama sebagai kawasan industri, pelabuhan dan pergudangan, O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
sedangkan kegiatan pendukungnya adalah kawasan lindung, permukiman, pariwisata, (2) Fungsi pengembangan BWP mencakup:
perikanan, militer, alur pelayaran; dan a. BWP I mempunyai fungsi utama sebagai pusat industri strategis nasional, pusat pariwisata dan pusat
c. BWK III mempunyai fungsi utama sebagai pusat pemerintahan kota, industri, dan pusat koleksi dan distribusi barang regional, sedangkan kegiatan pendukungnya adalah kawasan lindung,
kegiatan olahraga, sedangkan kegiatan pendukungnya adalah kawasan lindung, perumahan, perikanan, dan militer;
permukiman, pariwisata, alur pelayaran, perikanan dan bandar udara. b. BWP II mempunyai fungsi utama sebagai pusat perdagangan regional dan pusat simpul transportasi,
sedangkan kegiatan pendukungnya adalah kawasan lindung dan perumahan; dan
c. BWP III mempunyai fungsi utama sebagai pusat pemerintahan kota, pusat industri strategis nasional,
pusat perdagangan regional, dan pusat simpul transportasi, sedangkan kegiatan pendukungnya adalah
kawasan lindung, perumahan, pariwisata, dan perikanan.

Bagian Ketiga Bagian Ketiga


Hirarki Pusat Pelayanan Hirarki Pusat Pelayanan
Pasal 19 Pasal 19
(1) Pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf a adalah pusat (1) Pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf a ditetapkan di BWP III.
pelayanan kota yang ditetapkan di BWK III; (2) Pusat pelayanan kota berfungsi sebagai pusat kegiatan pemerintahan kota serta pusat kegiatan perdagangan
(2) Pusat pelayanan skala kota berfungsi sebagai pusat pelayanan pemerintahan daerah; dan jasa.
(3) Pusat kegiatan pemerintahan adalah pusat pelayanan kegiatan pemerintahan yang dilengkapi (3) Pusat kegiatan pemerintahan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perkantoran pemerintahan
dengan pengembangan fasilitas mencakup: daerah dan dilengkapi fasilitas pendukung pemerintahan dan pelayanan publik lainnya.
a. Perkantoran pemerintahan daerah; (4) Pusat kegiatan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup pusat pelayanan
b. Fasilitas kantor pemerintahan pendukung dan pelayanan publik lainnya. perbelanjaan skala kota dan dilengkapi fasilitas perkantoran swasta serta jasa pelayanan lainnya.

Pasal 20 Pasal 20
(1) Sub pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (3) huruf b berperan (1) Sub pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (3) huruf b berperan sebagai pendukung
10
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
sebagai pendukung kegiatan kota, yang ditetapkan dengan ketentuan: kegiatan kota, yang ditetapkan dengan ketentuan:
a. Sub pusat pelayanan kota di BWK I terdapat di Kelurahan C dan Kelurahan J memiliki a. Sub pusat pelayanan kota di BWP I terdapat di Kelurahan C dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
fungsi sebagai: sub pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan dan atau pendukung peraturan perundang-undangan dan Kelurahan E dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
pemerintahan kota, pusat pelayanan pendidikan dan sebagai pusat perdagangan; perundang-undangan memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan dan
b. Sub pusat pelayanan kota di BWK II terdapat di Kelurahan E memiliki fungsi pusat perdagangan dan jasa;
sebagai sub pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan dan pusat transportasi laut. b. Sub pusat pelayanan kota di BWP II terdapat di Kelurahan H dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
(2) Pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan dan atau pendukung pelayanan pemerintahan peraturan perundang-undangan memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan
kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilengkapi: dan pusat perdagangan dan jasa;
a. Kantor kecamatan; c. Sub pusat pelayanan kota di BWP III terdapat di Kelurahan J dan Kelurahan K memiliki fungsi sebagai
b. Perkantoran pendukung pemerintahan kota. pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan dan pusat perdagangan dan jasa.
(3) Pusat pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilengkapi dengan (2) Pusat pelayanan pemerintahan skala kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
fasilitas sekolah lanjutan tingkat atas. a. Kantor kecamatan; dan
(4) Pusat pelayanan perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilengkapi dengan b. Fasilitas pendukung pemerintahan skala kecamatan.
fasilitas pasar. (3) Dihapus
(5) Pusat pelayanan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilengkapi (4) Pusat perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa fasilitas pasar dan bangunan
dengan fasilitas pelabuhan nasional. komersial lainnya.
(5) Dihapus.

Pasal 21 Pasal 21
(1) Pusat Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (3) huruf c berperan adalah pusat (1) Pusat Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (3) huruf c berperan sebagai pusat pelayanan
pelayanan skala lingkungan skala kelurahan.
(2) Pusat lingkungan tersebar di 15 (lima belas) kelurahan yakni Kelurahan O, Kelurahan N, (2) Pusat lingkungan tersebar di tiap kelurahan yakni Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
Kelurahan M, Kelurahan L, Kelurahan J, Kelurahan K, Kelurahan B, Kelurahan D, peraturan perundang-undangan, Kelurahan N, Kelurahan M dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
Kelurahan C, Kelurahan Gunung Elai, Kelurahan E, Kelurahan F, Kelurahan G, Kelurahan H, perundang-undangan, Kelurahan L, Kelurahan J, Kelurahan K, Kelurahan B, Kelurahan D, Kelurahan C
dan Kelurahan I; dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahan Adan/atau sebutan lainnya
(3) Pusat lingkungan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahan E dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
a. pelayanan pemerintahan; perundang-undangan, Kelurahan F, Kelurahan G dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
b. pelayanan kesehatan; undangan, Kelurahan H dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan Kelurahan
c. pelayanan pendidikan; dan I;
d. pelayanan persampahan. (3) Pusat lingkungan yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kantor kelurahan;
b. pelayanan pendukung pemerintahan skala kelurahan

Pasal 21A
Hirarki pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 tercantum dalam
Lampiran I.B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

Bagian Keempat Bagian Keempat


Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Kota Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Kota
Paragraf 1 Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 22 Pasal 22
11
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi, mencakup: (1) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (4) huruf a,
a. pengembangan sistem jaringan transportasi darat; mencakup:
b. pengembangan sistem jaringan transportasi laut; dan a. pengembangan sistem jaringan transportasi darat;
c. pengembangan sistem jaringan transportasi udara. b. pengembangan sistem jaringan transportasi laut; dan
c. pengembangan sistem jaringan transportasi udara.
c. pengembangan sistem jaringan transportasi Perkeretaapian..
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi tercantum dalam Lampiran I.C yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.

Pasal 23 Pasal 23
(1) Pengembangan sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf (1) Pengembangan sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a,
a, diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan jaringan jalan dan fasilitas keselamatan lalu diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan jaringan jalan dan fasilitas keselamatan lalu lintas, pengadaan
lintas, pengadaan prasarana dan sarana transportasi, pengadaan prasarana dan sarana angkutan prasarana dan sarana transportasi, serta pengembangan jaringan jalan baru.
umum serta pengembangan jaringan jalan baru. (2) Pengembangan sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
(2) Pengembangan sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) a. pengembangan jaringan jalan;
mencakup: b. pengembangan prasarana dan fasilitas Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ);
a. pengembangan jaringan jalan; c. pengembangan pelayanan Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ); dan
b. pengembangan jaringan prasarana Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ); d. pengembangan jalan khusus.
c. pengembangan jaringan pelayanan Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ); dan
d. pengembangan jalan khusus.

Pasal 24 Pasal 24
(1) Pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) huruf a, (1) Pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) huruf a, mencakup:
mencakup: a. pemeliharaan jalan arteri primer ruas Samarinda-Bontang-Sangatta (Trans Kalimantan Timur);
a. ruas jalan arteri primer terdiri dari jalan arteri primer yang menghubungkan Bontang - b. peningkatan dan pemeliharaan jalan arteri sekunder ruas Jalan Ir. Soekarno-Hatta, Jalan Moh. Roem, dan
Samarinda - Sangatta (Trans Kalimantan Timur) dan jalan arteri primer baru sebagai bagian Jalan Letjen. Urip Sumoharjo;
dari Highway Balikpapan - Samarinda - Bontang yang berada di bagian selatan kota c. pemeliharaan jalan kolektor primer ruas Jalan Letjen. S. Parman, Jalan Brigjen. Katamso, Jalan MT.
melintasi lokasi kawasan pengembangan baru di Kelurahan O; dan Haryono, Jalan Letjen. R. Suprapto, Jalan Mayjen. D.I. Panjaitan, Jalan Kapten Piere Tendean;
b. ruas jalan rencana meliputi pengembangan jalan akses masuk Kota “X” dari Nyerakat d. peningkatan dan pemeliharaan jalan kolektor primer ruas Jalan Arief Rahman Hakim, Jalan Brigjen.
(Kelurahan O) ke arah Trans Kalimantan Timur, pengembangan jalan kota diarahkan ke Slamet Riyadi, Jalan Laks. RE. Marthadinata;
Kelurahan O, dan pengembangan jalan lingkar pesisir (coastal road). e. pemeliharaan jalan kolektor sekunder;
(2) Pengembangan jaringan prasarana Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) sebagaimana dimaksud f. pembangunan Jalan Bebas Hambatan ruas Samarinda–Bontang–Sangatta;
dalam pasal 23 ayat (2) huruf b, mencakup: g. pembangunan jalan kolektor sekunder di Kelurahan Adan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
a. terminal tipe B bekerjasama dan berlokasi di Kabupaten Kutai Timur; perundang-undangan, Kelurahan I, Kelurahan N, dan Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
b. terminal tipe C berlokasi di Kelurahan H. peraturan perundang-undangan;
(3) Pengembangan jaringan pelayanan Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) sebagaimana dimaksud h. pembangunan jalan lingkar pesisir yang menghubungkan Kelurahan E dan/atau sebutan lainnya
dalam pasal 23 ayat (2) huruf c, mencakup: berdasarkan peraturan perundang-undangan-Kelurahan Bontang Baru-Kelurahan Bontang Kuala-
a. pengembangan rute angkutan umum diintegrasikan dengan sistem pusat pelayanan kota, Kelurahan K; dan
sub pusat pelayanan kota dan pusat lingkungan; i. pembangunan jalan akses masuk Kota “X” dari jalan arteri primer ruas Samarinda-Bontang-Sangatta
b. pengembangan angkutan umum yang mengarah kepada angkutan umum massal. (Trans Kalimantan Timur) ke Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
(4) Pengembangan jalan khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) huruf d adalah undangan.
jalan untuk kegiatan pertambangan batubara dan MIGAS. (2) Pengembangan prasarana dan fasilitas Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) sebagaimana dimaksud dalam pasal
23 ayat (2) huruf b, mencakup:
a. pemeliharaan dan peningkatan terminal penumpang tipe B berlokasi di Kelurahan Gunung Telihan
12
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan;
b. pembangunan sarana pengujian kendaraan bermotor di Kelurahan Bontang Lestari dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan
c. pemeliharaan dan pembangunan Area Traffic Control System berlokasi di ruas Jalan Brigjen. Katamso,
Simpang ruas Jalan Cipto Mangunkusumo–Jalan Arief Rahman Hakim–Jalan Brigjen. Slamet Riyadi,
Simpang ruas Jalan Letjen. R. Suprapto–Jalan Jend. A. Yani–Jalan Mayjen D. I. Panjaitan, Simpang ruas
Jalan Letjen R. Suprapto–Jalan MT. Haryono–Jalan MH. Thamrin, Simpang ruas Jalan Letjen S. Parman–
Jalan Brigjen Katamso.
(3) Pengembangan pelayanan Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2)
huruf c, mencakup:
a. pengembangan rute angkutan umum yang melayani pusat pelayanan kota, sub pusat pelayanan kota dan
pusat lingkungan;
b. pengembangan angkutan umum yang mengarah kepada angkutan umum massal.
(4) Pengembangan jalan khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) huruf d, mencakup:
a. pemeliharaan jalan inspeksi pipa gas milik PERTAGAS dan jalan pengangkutan batubara milik PT,
Indominco Mandiri; dan
b. pembangunan jalan untuk membatasi perumahan tepi/atas air di Kelurahan D

Pasal 25 Pasal 25
Pengembangan sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pengembangan sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b,
mencakup: mencakup:
a. penataan pelabuhan a. penataan pelabuhan
b. alur pelayaran b. alur pelayaran

Pasal 26 Pasal 26
Penataan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a mencakup: Penataan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a mencakup:
a. penataan fungsi dan pengembangan Pelabuhan Loktuan sebagai pelabuhan pengumpul a. penataan fungsi dan pengembangan Pelabuhan Umum Loktuan sebagai pelabuhan pengumpul;
berfungsi untuk pelayanan kapal penyeberangan antar propinsi; b. penataan fungsi dan pengembangan Pelabuhan Umum Tanjung Laut sebagai pelabuhan pengumpul;
b. pengembangan Pelabuhan Tanjung Laut sebagai pelabuhan pengumpan untuk jaringan c. pembangunan dan pengembangan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) dan Terminal Khusus,
pengumpul angkutan barang; mencakup:
c. pengembangan terminal khusus, mencakup: 1) Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) industri di Kelurahan F yang berfungsi sebagai
1. terminal industri di Kelurahan F, Kelurahan E dan Kelurahan O yang berfungsi sebagai terminal khusus kegiatan/aktivitas industri;
Terminal Khusus yang diperuntukkan untuk kegiatan/aktivitas industri; 2) Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) migas di Kelurahan N dan Kelurahan O dan/atau
2. terminal khusus Migas di Kelurahan N berfungsi sebagai Terminal Khusus yang sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undanganyang berfungsi sebagai terminal khusus
diperuntukkan untuk kegiatan/aktivitas industri Migas; dan kegiatan/aktivitas pengolahan minyak bumi dan gas alam;
3. terminal industri Batubara di Kelurahan O. 3) Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) batubara di Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya
d. pengembangan pelabuhan harus menjaga fungsi pertahanan dan keamanan Negara, dengan berdasarkan peraturan perundang-undanganyang berfungsi sebagai terminal khusus kegiatan/aktivitas
tidak menutup akses pelabuhan dan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan milik TNI AL. pembangkitan energi yang berasal dari batubara;
4) Terminal Khusus batubara di Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
undanganyang berfungsi sebagai terminal khusus kegiatan/aktivitas pertambangan; dan
5) Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) bongkar muat di Kelurahan K yang berfungsi sebagai
terminal khusus kegiatan/aktivitas penumpukan material/bahan bangunan.
d. pengembangan pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan berlokasi di Kelurahan C; dan/atau
sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
13
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
e. pembangunan terminal khusus berlokasi di Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berfungsi sebagai outlet Kawasan Peruntukan Industri Bontang Lestari

Pasal 27 Pasal 27
(1) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b, mencakup: (1) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b, mencakup:
a. alur pelayaran nasional/internasional, yaitu alur pelayaran terminal khusus migas dan alur a. alur pelayaran nasional/internasional, yaitu alur pelayaran terminal khusus migas dan alur pelayaran
pelayaran terminal khusus petrokima; terminal khusus petrokima;
b. alur pelayaran rakyat, yaitu alur pelayaran dari laut ke arah pelabuhan/dermaga rakyat, b. alur pelayaran rakyat, yaitu alur pelayaran dari laut ke arah pelabuhan/dermaga rakyat, pulau-pulau
pulau-pulau pemukiman, dan kawasan terumbu karang di tengah perairan pesisir (gosong) pemukiman, dan kawasan terumbu karang di tengah perairan pesisir (gosong) dan sebaliknya, untuk
dan sebaliknya, untuk kepentingan nelayan tradisional. kepentingan nelayan tradisional.
(2) Penataan alur pelayaran rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan (2) Penataan alur pelayaran rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan
Peraturan Walikota. Walikota.

Pasal 28 Pasal 28
(1) Pengembangan sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 (1) Pengembangan sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c dilayani
huruf c dilayani oleh Bandar Udara Bontang Lestari sebagai bandar udara pusat penyebaran oleh Bandar Udara Bontang Lestari sebagai bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan tersier;
skala pelayanan tersier; (2) Rencana pengembangan bandar udara harus memperhatikan kelayakan pembangunan bandar udara dan
(2) Rencana pengembangan bandar udara harus memperhatikan kelayakan pembangunan bandar pemilihan lokasi terkait dengan dengan aspek keselamatan penerbangan;
udara dan pemilihan lokasi terkait dengan dengan aspek keselamatan penerbangan; (3) Tatanan kebandarudaraan harus mendukung keberadaan dan operasional pesawat-pesawat TNI AU beserta
(3) Tatanan kebandarudaraan harus mendukung keberadaan dan operasional pesawat-pesawat peralatan dan perlengkapan yang mendukung.
TNI AU beserta peralatan dan perlengkapan yang mendukung.

Pasal 28A
(1) Pengembangan sistem jaringan transportasi perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1)
huruf d, meliputi:
a. jaringan dan layanan kereta api; dan
b. stasiun kereta api.
(2) Jaringan dan layanan kereta api sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
a. pembangunan jaringan dan layanan kereta api lintas utama antarkota dengan prioritas tinggi yang
menghubungkan Samarinda-Bontang-Sangatta; dan
b. pengembangan jaringan dan layanan kereta api perintis.
(3) Stasiun kereta api sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa stasiun kereta api kelas sedang
di Kelurahan O dan/atau sebutan lainya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2 Paragraf 2
Sistem Jaringan Energi Sistem Jaringan Energi
Pasal 29 Pasal 29
Rencana Pengembangan Sistem Energi, mencakup: Rencana Pengembangan Sistem Energi mencakup:
a. pengembangan jaringan pipa gas bumi; a. pengembangan jaringan pipa gas bumi;
b. pengembangan pembangkit tenaga listrik. b. pengembangan pembangkit tenaga listrik.

Pasal 30 Pasal 30
(1) Pengembangan jaringan pipa gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a (1) Pengembangan jaringan pipa gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a diarahkan untuk:
14
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
diarahkan untuk: a. jaringan pipa gas untuk melayani perusahaan; dan
a. jaringan pipa gas untuk melayani perusahaan; dan b. jaringan pipa gas untuk melayani kebutuhan masyarakat.
b. jaringan pipa gas untuk melayani kebutuhan masyarakat. (2) Jaringan pipa gas untuk melayani perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di
(2) Jaringan pipa gas untuk melayani perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a Kelurahan O, Kelurahan N, Kelurahan G, Kelurahan F dan Kelurahan terdapat di Kelurahan O, Kelurahan
N, Kelurahan G, Kelurahan Gunung Telihan;
Guntung dan Kelurahan H; (3) Jaringan pipa gas untuk melayani kebutuhan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat huruf b terdapat di
(3) Jaringan pipa gas untuk melayani kebutuhan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seluruh kelurahan di wilayah Kota “X”.
huruf b terdapat di seluruh kelurahan di wilayah Kota “X”.

Pasal 31 Pasal 31
(1) Pengembangan Pembangkit Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 huruf b (1) Pengembangan Pembangkit Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 huruf b diarahkan untuk:
diarahkan untuk: a. pengembangan jaringan dan cakupan daerah pelayanan; dan
a. pengembangan jaringan dan cakupan daerah pelayanan; dan b. diversifikasi sumberdaya listrik.
b. diversifikasi sumberdaya listrik. (2) Pengembangan Jaringan dan Cakupan Daerah Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
(2) Pengembangan Jaringan dan Cakupan Daerah Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah;
huruf a, adalah; a. pengembangan jaringan listrik di Kelurahan O dan penambahan di kawasan lain;
a. pengembangan jaringan listrik di Kelurahan O dan penambahan di kawasan b. pengembangan jaringan listrik tegangan 150 kV ke Jaringan Sistem Mahakam; dan
lain; c. pengembangan Gardu Induk Bontang tegangan 150 kV dengan kapasitas 30 MVA
b. pengembangan jaringan listrik tegangan 150 kV ke Jaringan Sistem Mahakam; dan (3) Diversifikasi sumberdaya listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah pengembangan
c. pengembangan Gardu Induk Bontang tegangan 150 kV dengan kapasitas 30 MVA sumberdaya listrik dengan menggunakan gas, batubara, angin dan tenaga surya atau sumber energi alternatif
(3) Diversifikasi sumberdaya listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah lainnya.
pengembangan sumberdaya listrik dengan menggunakan gas, batubara, angin dan tenaga surya
atau sumber energi alternatif lainnya.

Paragraf 3 Paragraf 3
Sistem Jaringan Telekomunikasi Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 32 Pasal 32
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi mencakup: Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi mencakup:
a. pengembangan jaringan telepon terutama diarahkan untuk penambahan jumlah sambungan a. pengembangan jaringan telepon terutama diarahkan untuk penambahan jumlah sambungan rumah tangga,
rumah tangga, perdagangan, jasa, perkantoran dan industri; perdagangan, jasa, perkantoran dan industri;
b. pembangunan jaringan fiber optik untuk melayani Kelurahan O; b. pembangunan jaringan fiber optik untuk melayani Kelurahan O;
c. pengembangan menara telekomunikasi (BTS) diarahkan ke arah Kelurahan O; c. pengembangan menara telekomunikasi (BTS) diarahkan ke arah Kelurahan O;
d. perlunya pengawasan dan pemberian ijin khusus terhadap pihak operator yang akan d. perlunya pengawasan dan pemberian ijin khusus terhadap pihak operator yang akan membangun dengan
membangun dengan persyaratan yang disepakati secara bersama; dan persyaratan yang disepakati secara bersama; dan
e. mempertimbangkan kondisi kontur dan ketinggian, dan letak Menara Telekomunikasi (BTS) e. mempertimbangkan kondisi kontur dan ketinggian, dan letak Menara Telekomunikasi (BTS) tidak berdekatan
tidak berdekatan dengan permukiman, perdagangan jasa, perkantoran, dan pusat kota. dengan permukiman, perdagangan jasa, perkantoran, dan pusat kota.

Paragraf 4 Paragraf 4
Sistem Jaringan Sumber Daya Air Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 33 Pasal 33
(1) Sistem Jaringan Sumber Daya Air di Kota Bontang terdiri dari Sungai Guntung, Sungai (1) Sistem Jaringan Sumber Da ya Air sebagaimana dimaksud pada pasal 17 ayat (4) huruf d meliputi :
Bontang dan Sungai 03. a. pengelolaan sistem jarin gan sumber daya air lintas kabupaten/kota yang berada di wilayah Kota “X”;
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air, mencakup: b. pengelolaan sungai di w ilayah Kota “X”;
a. pengembangan dan penataan dimensi sungai; c. pembangunan dan peme liharaan sistem jaringan air baku untuk air bersih; dan
15
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
b. pengembangan kolam retensi; d. pembangunan dan pemeliharaan sistem pengendalian banjir.
c. penanganan terhadap daerah genangan di Kota “X”; dan (2) Pengelolaan sistem jaringan sumber daya air lintas kabupaten/kota yang berada di wilayah Kota “X”
d. pengadaan saluran pengendali banjir (kanal banjir). sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 huruf (a) mencakup:
(3) Pengembangan dan penataan dimensi sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), huruf a a. Daerah Aliran Sungai (DAS) 01;
mencakup: b. Daerah Aliran Sungai (DAS) 02; dan
a. pengadaan bendungan di bagian hulu Sungai 02 guna mencegah potensi kiriman debit c. Daerah Aliran Sungai (DAS) 03.
banjir secara langsung ke kawasan perkotaan; (3) Pengelolaan sungai di wilayah Kota “X” sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 huruf (b) berupa
b. pendalaman atau pengerukan bagian hilir Sungai Bontang dan muara pantainya guna pengelolaan aliran sungai, konservasi dan pendayagunaan sumber daya air, serta pengendalian daya rusak air
meningkatkan debit tampungan di bagian hilir; dan di sepanjang Sungai Kanibungan, Sungai 01, Sungai 02, dan Sungai 03.
c. pembuatan sungai-sungai kecil buatan yang menghubungkan antara kawasan-kawasan (4) Pembangunan dan pemeliharaan sistem jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana yang dimaksud dalam
rendah, cekungan atau lembah ke Sungai 01 dan Sungai 02. ayat 1 huruf (c) meliputi :
(4) Pengembangan kolam retensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diarahkan pada a. pembangunan dan pemeliharaan sumur dalam (deep well);
daerah peralihan dari dataran tinggi ke dataran rendah dan memiliki banyak potensi outlet b. pembangunan dan pemeliharaan intake Danau Kanaan;
sungai baik besar maupun kecil, yaitu Kelurahan O, Kelurahan H, Kelurahan I dan Kelurahan c. pembangunan dan pemeliharaan intake DAM Nyerakat; dan
G. d. pembangunan dan pemeliharaan jaringan transmisi air baku dari Kecamatan Marangkayu (Kabupaten
(5) Penanganan terhadap daerah genangan di Kota “X” sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kutai Kartanegara), Kecamatan Teluk Pandan dan Kecamatan Sukarahmat (Kabupaten Kutai Timur).
huruf c, mencakup: (5) Pembangunan dan pemeliharaan sistem pengendalian banjir sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 huruf
a. pengerukan rawa-rawa di daerah dataran rendah (Bontang Utara dan Bontang Selatan) (d) meliputi :
yang masih belum berubah menjadi lahan permukiman sebagai daerah tampungan atau a. pengembangan dan penataan dimensi sungai;
kolam retensi; b. pembangunan dan pemeliharaan danau, DAM, dan polder; dan
b. penyediaan pompa sebagai prasarana pembuangan air genangan apabila kapasitas kolam c. penanganan terhadap daerah genangan di Kota “X”;
retensi tidak mampu menerima debit hujan secara keseluruhan; dan
c. pengadaan saluran pembuangan berupa pipa yang disambungkan dengan pompa.

Pasal 33A
(1) Pengembangan dan penataan dimensi sungai sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (5) huruf a, mencakup
:
a. normalisasi dan pemeliharaan saluran sungai; dan
b. penataan wilayah sempadan sungai.
(2) Pembangunan dan pemeliharaan danau, DAM, dan polder sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (5) huruf
b, mencakup :
a. perluasan dan pemeliharaan Danau Kanaan di Kelurahaan Kanaan;
b. pembangunan dan pemeliharaan Estuary DAM Nyerakat di Kelurahan O; dan/atau sebutan lainya
berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan
c. pembangunan dan pemeliharaan polder di Kelurahan Adan/atau sebutan lainya berdasarkan peraturan
perundang-undangan, Kelurahan D, dan Kelurahan J.
(3) Penanganan terhadap daerah genangan di Kota “X” sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (5) huruf c,
mencakup:
a. Perlindungan terhadap daerah resapan air sebagai kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahanya;
b. pembangunan saluran pengendali banjir dan tanggul penahan banjir; dan
c. penyediaan pompa untuk pembuangan air genangan.

16
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Per da Revisi RTRW
Paragraf 5 Paragraf 5
Sistem Jaringan Prasarana Pengelolaan Lingkungan Sistem Jaringan Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 34 Pasal 34
Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Pengelolaan Lingkungan, mencakup: Sistem Jaringan Prasarana Pengelolaan Lingkungan menc akup:
a. pengembangan sistem drainase; a. pengembangan sistem drainase;
b. pengembangan sistem persampahan; b. pengembangan sistem persampahan;
c. pengembangan sistem penyediaan air minum; dan c. pengembangan sistem penyediaan air minum; dan
d. pengembangan sistem pengelolaan limbah. d. pengembangan sistem pengelolaan limbah.

Pasal 35 Pasal 35
Pengembangan sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a, mencakup: (1) Pengembangan sistem drainase sebagaimana dimaks ud dalam Pasal 34 huruf a, mencakup:
a. pengembangan sistem drainase kota secara terpadu; a. pembangunan dan pemeliharaan saluran draina se primer;
b. perbaikan jaringan saluran drainase sekunder dan tersier di seluruh wilayah Kota “X”; b. pembangunan dan pemeliharaan saluran draina se sekunder; dan
dan c. pembangunan dan pemeliharaan saluran draina se tersier.
c. penambahan kapasitas dimensi pada saluran drainase. (2) Rencana pembangunan dan pemeliharaan saluran drainase primer sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a, meliputi Sungai 02, Sungai 01 d an Sungai 03.
(3) Rencana pembangunan dan pemeliharaan saluran drainase sekunder sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, berupa saluran drainase pada ruas jalan arteri sekunder, dan saluran drainase pada ruas jalan kolektor
primer di wilayah Kota “X”.
(4) Rencana pembangunan dan pemeliharaan salurandrainase tersier sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c, berupa saluran drainase pada ruas jalan kole ktor sekunder di wilayah Kota “X”.

Pasal 36 Pasal 36
(1) Pengembangan sistem persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b, (1) Pengembangan sistem persampahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 huruf b, meliputi:
mencakup: a. program pengurangan sampah; dan
a. pengembangan area pelayanan; dan b. program penanganan sampah.
b. pengembangan prasarana penampungan sampah. (2) Program pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
(2) Pengembangan area pelayanan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, mencakup: a. pembatasan timbulan sampah; dan
a. peningkatan pelayanan pengangkutan persampahan terutama di 4 kelurahan yaitu b. pendauran ulang sampah dan pemanfaatan kembali sampah melalui pemberdayaan bank sampah yang
Kelurahan N, Kelurahan G, Kelurahan I dan Kelurahan Bontang dikelola oleh masyarakat di setiap kelurahan di wilayah Kota “X”.
Lestari; dan (3) Program penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup:
b. peningkatan pelayanan pengangkutan persampahan di kelurahan lain terutama dalam hal a. pengadaan sarana pemilahan sampah sesuai dengan jenis dan atau sifat sampah;
kecepatan pengangkutan dan frekuensi pengangkutan tiap harinya dari 1-2 kali menjadi 3 b. peningkatan pelayanan pengumpulan dan pengangkutan sampah di setiap kelurahan di wilayah Kota
kali sehari. Bontang;
(3) Pengembangan prasarana penampungan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, c. pembangunan dan pemeliharaan Tempat Pengolahan Sampah dengan prinsip 3R (TPS 3R) berlokasi di
mencakup: setiap kelurahan di wilayah Kota “X”;
a. pembangunan TPS (Tempat Penampungan Sementara) pada tiap kelurahan; dan d. pembangunan dan pemeliharaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang berlokasi di Kelurahan
b. pengembangan TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) yang meliputi pengumpulan, Bontang Kuala; dan
pemilahan, penggunaan ulang, pendaur ulangan, pemrosesan akhir sampah di Kelurahan e. pengelolaan dan pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah di Kelurahan Bontang Lestari
Bontang Lestari. dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 37 Pasal 37
(1) Pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf c, (1) Pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaim ana dimaksud dalam Pasal 34 huruf c, mencakup:
mencakup: a.pengembangan sistem pengelolaan air minum;
17
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
a. pengembangan sistem pengelolaan air minum; b. pembagian pengelolaan air minum; dan
b. pembagian pengelolaan air minum; dan c.pengembangan prasarana air minum;
c. pengembangan prasarana air minum; (2) Pengembangan sistem pengelolaan air minum, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, mencakup:
(2) Pengembangan sistem pengelolaan air minum, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, a. pengembangan sistem jaringan komunal yang berfungsi untuk melayani sebagian kelompok masyarakat
mencakup: atau sebagian wilayah kota; dan
a. pengembangan sistem jaringan komunal yang berfungsi untuk melayani sebagian b. pengembangan sistem jaringan publik yang berfungsi melayani seluruh kota sebagai suatu yang
kelompok masyarakat atau sebagian wilayah kota; dan terintegrasi.
b. pengembangan sistem jaringan publik yang berfungsi melayani seluruh kota sebagai suatu (3) Pembagian pengelolaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup:
yang terintegrasi. a. pemerintah daerah;
(3) Pembagian pengelolaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup: b. swasta; dan
c. pemerintah daerah; c. masyarakat melalui swadaya.
d. swasta; dan (4) Pengembangan prasarana air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mencakup seluruh wilayah
e. masyarakat melalui swadaya. Kota “X”.
(4) Pengembangan prasarana air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mencakup
seluruh wilayah Kota “X”.
Pasal 38 Pasal 38
Rencana pengembangan sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 (1) Pengembangan sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf d, mencakup:
huruf d, mencakup: a. sistem pengolahan air limbah setempat; dan
a. pengembangan sistem pembuangan air rumah tangga individu, yang dikembangkan pada b. sistem pengolahan air limbah terpusat.
perumahan yang sudah ada; (2) Pengembangan sistem pengolahan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
b. pengembangan sistem pembuangan komunal, yang dikembangkan pada kawasan perumahan meliputi:
yang akan dikembangkan dan kawasan perumahan di atas air di Bontang Kuala, Selangan, a. pembangunan dan pengamanan tangki septik individual di setiap rumah dan/atau bangunan sesuai
Tihik-Tihik, Gusung, dan Melahing; dengan standar teknis;
c. pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dalam hal ini pengolahan Lumpur b. pembangunan dan pemeliharaan tangki septik komunal untuk penggunaan bersama 2 sampai dengan 10
Tinja akan dilakukan pada setiap perumahan di atas air dan Kelurahan O; dan rumah dan/atau bangunan sesuai dengan standar teknis; dan
d. pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Bahan Berbahaya Beracun untuk c. pengadaan dan peningkatan layanan penyedotan lumpur tinja.
setiap kegiatan yang menghasilkan limbah Bahan Berbahaya Beracun. (3) Pengembangan sistem pengolahan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. pembangunan dan pemeliharaan instalasi pengolahan air limbah skala komunal untuk pengolahan air
limbah domestik 11 sampai 200 rumah dan/atau bangunan sesuai dengan ketentuan teknis;
b. pembangunan dan pemeliharaan instalasi pengolahan air limbah skala kawasan untuk pengolahan air
limbah domestik di atas 200 sampai 500 rumah dan/atau bangunan sesuai dengan ketentuan teknis;
c. pembangunan dan pemeliharaan instalasi pengolahan air limbah skala kota untuk pengolahan air
limbah domestik di atas 500 rumah dan/atau bangunan sesuai dengan ketentuan teknis; dan
d. pembangunan dan pemeliharaan instalasi pengolahan lumpur tinja berlokasi di Kelurahan O
dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengembangan instalasi pengolahan air limbah bahan berbahaya beracun untuk setiap kegiatan/aktivitas
usaha yang menghasilkan limbah bahan berbahaya beracun.

Paragraf 6 Paragraf 6
Sistem Jaringan Prasarana dan Sarana Lainnya Sistem Jaringan Prasarana dan Sarana Lainnya
Pasal 39 Pasal 39
Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana dan sarana lainnya, mencakup: Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana dan sarana lainnya, mencakup:
a. penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki; dan a. penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki; dan
18
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
b. jalur evakuasi bencana. b. jalur evakuasi bencana.

Pasal 40 Pasal 40
Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki sebagaimana Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam pasal
dimaksud dalam pasal 39 huruf a mencakup: 39 huruf a mencakup:
a. prasarana dan sarana untuk membantu mobilitas pejalan kaki dan kelompok masyarakat a. prasarana dan sarana untuk membantu mobilitas pejalan kaki dan kelompok masyarakat berkebutuhan khusus;
berkebutuhan khusus; b. jembatan penyeberangan dan penyeberangan sebidang; dan
b. jembatan penyeberangan dan penyeberangan sebidang; dan c. ruang pejalan kaki dengan moda transportasi seperti halte atau shelter kendaraan umum
c. ruang pejalan kaki dengan moda transportasi seperti halte atau shelter kendaraan umum.

Pasal 41 Pasal 41
Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b, meliputi:
dalam pasal 39 huruf b terdapat di Jalan S. Parman dan Jalan Arif Rahman Hakim. a. penyediaan melting point dengan memanfaatkan ruang terbuka berupa:
1) halaman kawasan perkantoran di Kelurahan F, Kelurahan N, dan Kelurahan O dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan;
2) lapangan kawasan perumahan di Kelurahan J, Kelurahan Adan/atau sebutan lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan, dan Kelurahan D;
3) halaman kawasan perdagangan dan jasa di Kelurahan G dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan, Kelurahan H dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan, dan Kelurahan K;
4) lapangan kawasan pertahanan dan keamanan di Kelurahan E dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan, dan Kelurahan Adan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
5) lapangan SPU Sosial Budaya di Kelurahan C dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
6) lapangan SPU Transportasi di Kelurahan K dan Kelurahan H dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
7) lapangan SPU Olahraga di Kelurahan N dan Kelurahan B;
8) halaman SPU Pendidikan di Kelurahan B dan Kelurahan G dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan; dan
9) Ruang Terbuka Hijau di Kelurahan N, Kelurahan L, dan Kelurahan J.
b. penyediaan jalur evakuasi dengan pemanfaatan ruas jalan arteri dan kolektor menuju titik aman.

BAB IV BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA
Bagian Kesatu Bagian Kesatu
Umum Umum
Pasal 42 Pasal 42
(1) Rencana Pola Ruang Wilayah Kota, mencakup: (1) Rencana Pola Ruang Wilayah Kota, mencakup:
a. kawasan lindung; dan a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya b. kawasan budidaya
(2) Rencana Pola Ruang Wilayah Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan dalam (2) Rencana Pola Ruang Wilayah Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan dalam satu lembar peta
peta dengan tingkat ketelitian skala 1:25.000, tercantum dalam Lampiran II dan merupakan secara utuh dengan skala peta menyesuaikan luas wilayah perencanaan sebagaimana tercantum dalam
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
19
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW

Bagian Kedua Bagian Kedua


Kawasan Lindung Kawasan Lindung
Pasal 43 Pasal 43
Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a mencakup: Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a mencakup:
a. kawasan hutan lindung; a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat; c. kawasan perlindungan setempat;
d. ruang terbuka hijau (RTH) kota; d. RTH kota;
e. kawasan suaka alam dan cagar budaya; e. kawasan suaka alam dan cagar budaya;
f. kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil; f. kawasan rawan bencana alam; dan
g. kawasan rawan bencana alam; dan g. kawasan lindung lainnya.
h. kawasan bencana lainnya.

Pasal 44 Pasal 44
Hutan Lindung Kota “X” sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 43 huruf a adalah seluas Kawasan Hutan Lindung sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 43 huruf a adalah Hutan Lindung Bontang yang
5.698,57 Hektar di Kecamatan Bontang Selatan dan Kecamatan Bontang Barat. berada di dalam wilayah administrasi Kota “X” berdasarkan penetapan tata batas yang dikeluarkan oleh
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan seluas 4.607,73 (Empat Ribu Enam Ratus Tujuh koma Tujuh
Tiga)hektar yang terletak di Kelurahan G dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan, Kelurahan I, Kelurahan N dan Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan

Pasal 45 Pasal 45
Kawasan yang memberikan Perlindungan terhadap Kawasan Bawahannya sebagaimana yang Kawasan yang memberikan Perlindungan terhadap Kawasan Bawahannya sebagaimana yang dimaksud dalam
dimaksud dalam pasal 43 huruf b terdiri dari: Pasal 43 huruf b berupa kawasan rawa/gambut dan resapan air seluas 130,93 (Seratus Tiga Puluh koma Sembilan
a. kawasan rawa seluas kurang lebih 23,88 Hektar yang terletak di Kelurahan Gunung Elai, Tiga) hektar yang terdapat di Kelurahan E dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
Kelurahan I, Kelurahan N, Kelurahan C, Kelurahan K, Kelurahan B dan Kelurahan E undangan, Kelurahan Adan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahan C
b. kawasan resapan air seluas kurang lebih 221 Hektar yang terdapat di Kelurahan I, dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahan D, Kelurahan G dan/atau
Kelurahan G dan Kelurahan H. sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahan I, Kelurahan N, Kelurahan J,
Kelurahan K, dan Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 46 Pasal 46
Kawasan Perlindungan Setempat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 43 huruf c terdiri dari: Kawasan Perlindungan Setempat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 43 huruf c seluas 665,22 (Enam Ratus
a. sempadan pantai berada di Kelurahan L, Kelurahan K, Kelurahan C, Kelurahan E, Enam Puluh Lima koma Dua Dua) hektar, terdiri dari:
Kelurahan Adan Kelurahan D yang berjarak minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah a. Sempadan pantai seluas 590,25 (Lima Ratus Sembilan Puluh koma Dua Lima) hektar yang terletak di
darat; Kelurahan F, Kelurahan E dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang- undangan,
b. kawasan pantai dengan vegetasi mangrove di Kota “X” adalah wilayah pantai sebelah Kelurahan Adan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahan D, Kelurahan
selatan Bontang Kuala dengan luas kawasan mencapai 1.093 Hektar; K, Kelurahan L, Kelurahan N, dan Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
c. lebar sempadan sungai yang melintasi Kota “X” adalah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) undangan;
meter kanan-kiri dihitung dari tepi sungai; dan b. Sempadan sungai seluas 67,77 (Enam Tujuh koma Tujuh Tujuh) hektar berupa sempadan Sungai 02,
d. kawasan sekitar danau yang lebarnya antara 50 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat sempadan Sungai 01, sempadan Sungai Kanibungan dan sempadan Sungai 03; dan
yang terletak di Danau di Kanaan dan di Kelurahan O. c. Sempadan danau seluas 7,20 (tujuh koma dua nol) hektar berupa sempadan Danau Kanaan di Kelurahan
I.
20
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW

Pasal 47 Pasal 47
Rencana penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota “X” sebagaimana dimaksud dalam RTH Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 Huruf d, terdiri dari hutan kota, taman kota, taman
Pasal 43 Huruf d, dilakukan dengan mengembangkan kawasan RTH publik dengan luas total lingkungan, jalur hijau dan taman pemakaman umum seluas 2.578,59 (Dua Ribu Lima Ratus Tujuh Puluh
keseluruhan 5.670, 93 Hektar atau 38,37 % dari luas kota, yang mencakup: Delapan koma Lima Sembilan) hektar yang tersebar di wilayah Kota “X”.
a. hutan kota dan taman kota di Kecamatan Bontang Barat lebih kurang 173,79 Hektar,
Kecamatan Bontang Utara lebih kurang 192,38 Hektar dan Kecamatan Bontang Selatan lebih
kurang 1.044,72 Hektar;
b. resapan air seluas lebih kurang 221,26 Hektar terletak di Kecamatan Bontang Barat;
c. RTH Olahraga seluas lebih kurang 171,65 Hektar yang terletak di Kecamatan Bontang Utara
dan Bontang Selatan;
d. Tempat Pemakaman Umum (TPU) seluas lebih kurang 23,08 Hektar yang terletak di
Kecamatan Bontang Utara, Kecamatan Bontang Barat dan Kecamatan Bontang Selatan;
e. sempadan pantai seluas lebih kurang 3.619,04 Hektar yang terletak di Kecamatan Bontang
Utara dan Kecamatan Bontang Selatan.
f. sempadan Sungai seluas lebih kurang 77,5 Hektar.
g. sempadan Danau seluas lebih kurang 9,2 Hektar.
h. kawasan mangrove seluas lebih kurang 124,26 Hektar.

Pasal 48 Pasal 48
Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 43 huruf e Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 43 huruf e meliputi :
meliputi: a. kawasan Taman Nasional Kutai berdasarkan penetapan tata batas yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan
a. kawasan Taman Nasional Kutai seluas 710,96 Hektar; dan Hidup Dan Kehutanan seluas 649,56 (Enam Ratus Empat Puluh Sembilan koma Lima Enam) hektar terletak di
b. kawasan Cagar Budaya yang terdapat di perumahan atas air di Kelurahan D. Kelurahan F Kelurahan C dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang- undangan dan
Kelurahan D;
b. kawasan Cagar Budaya terdapat di Kelurahan D.

Pasal 49 Pasal 49
Kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 huruf f, Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf f terdiri dari:
meliputi: a. kawasan rawan bencana banjir meliputi Kelurahan F, Kelurahan Adan/atau sebutan lainnya berdasarkan
a. kawasan konservasi Gosong Kedindingan dan sekitarnya seluas lebih kurang 43,49 Hektar; peraturan perundang-undangan, Kelurahan C dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
b. kawasan konservasi Gosong di Melahing, Tebok Batang, Agar-agar serta Tanjung Sekubur undangan, Kelurahan D, Kelurahan Api Api, Kelurahan H dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
dan sekitarnya seluas lebih kurang 203,96 Hektar dan kawasan Konservasi Gosong di perundang-undangan, Kelurahan I, Kelurahan N, Kelurahan K, Kelurahan M dan/atau sebutan lainnya
kawasan Tihik-Tihik, Siaca, Selangan, Pulau Panjang dan Manuk-Manuk seluas lebih kurang berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
159,65 Hektar; peraturan perundang-undangan;
c. kawasan taman pulau kecil di kawasan Pulau Beras Basah dan sekitarnya seluas lebih kurang b. kawasan rawan bencana longsor meliputi Kelurahan E dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
34,63 Hektar; dan perundang-undangan, Kelurahan G dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang- undangan,
d. kawasan konservasi terumbu karang di kawasan perairan Karang Segajah dan sekitarnya Kelurahan I, dan Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan;
seluas lebih kurang 34,04 Hektar. c. kawasan rawan bencana kebakaran meliputi seluruh kelurahan di wilayah Kota “X”; dan
d. kawasan rawan bencana angin puting beliung terdapat di Kelurahan D dan Kelurahan E dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

21
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Per da Revisi RTRW

Pasal 50 Pasal 50
Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 huruf g meliputi: Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf g terdiri dari :
a. kawasan rawan gelombang pasang di Kelurahan Bontang Kuala, Kelurahan Loktuan, a. kawasan rawan bencana gagal teknologi berupa kebocoran pipa minyak dan gas, serta resiko kegiatan
Kelurahan Gunung Elai, Kelurahan J, Kelurahan K, Kelurahan industri lainnya, meliputi seluruh kelurahan di wilayah Kota “X”;
Bontang Baru, Kelurahan O; dan b. Kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil seluas 3.130,81 (Tiga Ribu Seratus Tiga Puluh koma
b. kawasan rawan banjir Kelurahan I, Kelurahan H, Kelurahan B, Delapan Satu) hektar, meliputi:
Kelurahan Gunung Elai, KelurahanTanjung Laut, Kelurahan Bontang Baru, Kelurahan 1) Zona inti Kedindingan dan Zona Pemanfaatan Terbatas Beras Basah dengan luas 777,87 (Tujuh Ratu
Satimpo dan Kelurahan F. Tujuh Puluh Tujuh koma Delapan Tujuh) hektar;
2) Zona pemanfaatan terbatas Melahing, dengan luas 2.212,36 (Dua Ribu Dua Ratus Dua Belas koma
Tiga Enam) hektar; dan
3) Zona pemanfaatan terbatas Sapa Segajah, dengan luas 370,09 (Tiga Ratus Tujuh Puluh koma Nol
Sembilan) hektar.
4) Zona Pemanfaatan Terbatas Tihik-tihik dengan luas 1.721,74 (Seribu Tujuh Ratus Dua Puluh Satu
koma Tujuh Empat) hektar.

Pasal 51 Pasal 51
Kawasan rawan bencana lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 huruf h adalah kebocoran dihapus
pipa gas dan resiko kegiatan industri lainnya yang meliputi seluruh wilayah Kota “X”.

Bagian Ketiga Bagian Ketiga


Kawasan Budidaya Kawasan Budidaya
Pasal 52 Pasal 52
Kawasan Budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b mencakup: Kawasan Budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 2 ayat (1) huruf b mencakup:
a. kawasan perumahan; a. kawasan perumahan;
b. kawasan perdagangan dan jasa; b. kawasan perdagangan dan jasa;
c. kawasan perkantoran; c. kawasan perkantoran;
d. kawasan industri; d. kawasan peruntukan industri;
e. kawasan pariwisata; e. kawasan pariwisata;
f. kawasan ruang terbuka non-hijau; dan f. kawasan ruang terbuka non-hijau; dan
g. kawasan peruntukan lainnya. g. kawasan peruntukan lainnya.

Pasal 53 Pasal 53
(1) Rencana Pengembangan Kawasan Perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a, (1) Kawasan Perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a seluas 3.284,14 (Tiga Ribu Dua Ratus
22
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
terdiri dari : Delapan Puluh Empat koma Satu Empat) hektar yang tersebar di wilayah Kota “X”.
a. pengembangan perumahan kepadatan tinggi; (2) Dihapus.
b. pengembangan perumahan kepadatan sedang; dan (3) Dihapus.
c. pengembangan perumahan kepadatan rendah. (4) Dihapus.
(2) Pengembangan perumahan kepadatan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdapat di Kelurahan D, Kelurahan L, Kelurahan E dan perumahan di atas air dengan arahan
pembatasan jumlah perumahan.
(3) Pengembangan perumahan kepadatan sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdapat di Kelurahan Gunung Elai, Kelurahan C, Kelurahan B, Kelurahan M, Kelurahan J,
Kelurahan K, Kelurahan N, Kelurahan Telihan, Kelurahan I, Kelurahan G dan Kelurahan F
dengan arahan pengembangan menahan laju perkembangan.
(4) Pengembangan perumahan kepadatan rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
diarahkan pada kawasan Kelurahan O.

Pasal 54 Pasal 54
(1) Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b, (1) Kawasan Perdagangan dan Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b dengan luas 959,63
terdiri dari: (Sembilan Ratus Lima Puluh Sembilan koma Enam Tiga) hektar, terdiri dari:
a. kawasan perdagangan meliputi pusat perbelanjaan retail dalam berbagai tingkatan skala a. kawasan perdagangan dan jasa terdapat di sepanjang ruas jalan Arteri Sekunder, Kolektor Primer dan
pelayanan, seperti mall atau plaza, pertokoan, department store, rumah makan, pasar Kolektor Sekunder di wilayah Kota “X”;
tradisional dan sebagainya; dan b. pusat perdagangan tradisional terdapat di Kelurahan E dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
b. kegiatan jasa seperti perhotelan, perbankan, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum, jasa perundang-undangan, Kelurahan K, dan Kelurahan H dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
travel dan lain-lain. perundang-undangan dan Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
(2) Rencana Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa mencakup: undangan ;
a. pertokoan di ruas Jalan Bhayangkara, Jalan Mayjen MT. Haryono, Jalan Letjen Suprapto, c. pusat perdagangan modern terdapat di Kelurahan C dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
Jalan Jenderal Ahmad Yani, Jalan Jendral Sudirman, Jalan Sutan Syahrir, Jalan Pelabuhan I, perundang-undangan, Kelurahan G dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
Jalan WR. Supratman, Jalan Sultan Hasanudin, Jalan Gatot Subroto, Jalan Gajahmada, Jalan undangan, dan Kelurahan J.
Hayam Wuruk, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Slamet Riyadi, Jalan Letjen S. Parman, (2) Dihapus.
Jalan Brigjen Katamso, Jalan AIT KS Tubun, Jalan Ir.H Juanda, Jalan HM Roem, dan Jalan
Oerip Sumoharjo; dan
b. sentra tradisional di Kelurahan Loktuan, Kelurahan Tanjung Laut Indah, Kelurahan
H, Kelurahan O dan Kelurahan C.

Pasal 55 Pasal 55
Rencana Pengembangan Kawasan Perkantoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c, Kawasan Perkantoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c seluas 73,84 (Tujuh Puluh Tiga koma
mencakup: Delapan Empat) hektar yang tersebar di wilayah Kota “X”, terdiri dari:
a. perkantoran pemerintahan daerah di Kelurahan O; dan a. perkantoran pemerintahan daerah terdapat di Kelurahan F, Kelurahan E dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
b. perkantoran swasta meliputi ruas Jalan Bhayangkara, Jalan Mayjen MT. Haryono, Jalan peraturan perundang-undangan, Kelurahan Adan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
Letjen Suprapto, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Jalan Jendral Sudirman, Jalan Sutan Syahrir, undangan, Kelurahan C dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahan D,
Jalan Pelabuhan I, Jalan WR. Supratman, Jalan Sultan Hasanudin, Jalan Gatot Subroto, Jalan Kelurahan B, Kelurahan G dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahan
Gajahmada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Slamet Riyadi, Jalan H dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahaan Kanaan, Kelurahan J,
Letjen S. Parman, Jalan Brigjen Katamso, Jalan AIT KS Tubun, Jalan Ir.H Juanda, Jalan HM Kelurahan K, Kelurahan L, Kelurahan M dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
Roem, dan Jalan Oerip Sumoharjo; undangan, Kelurahan N, dan Kelurahan O dan/atau

23
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan
b. perkantoran swasta yang terdapat di Kelurahan E Guntung, Kelurahan E dan/atau sebutan lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahan G dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangandan Kelurahan N.

Pasal 56 Pasal 56
Pengembangan Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf d, mencakup: Kawasan Peruntukan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf d seluas 2.509,00 (Dua Ribu Lima
a. industri besar yaitu Industri Petrokimia dan Migas di Kelurahan Guntung, Kelurahan Ratus Sembilan koma Nol Nol) hektar, terdiri dari:
E, Kelurahan N, dan Kelurahan O; a. Industri Petrokimia yang terdapat di Kelurahan F dan Kelurahan E dan/atau sebutan lainnya berdasarkan
b. industri sedang dan kecil diarahkan di Kelurahan O; dan peraturan perundang-undangan;
c. kawasan pergudangan umum diarahkan di Kelurahan O. b. Industri pengolahan minyak dan gas yang terdapat di Kelurahan N dan Kelurahan O dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan
c. Aneka industri yang terdapat di Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 57 Pasal 57
Pengembangan Kawasan Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf e, mencakup: Pengembangan Kawasan Pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf e, mencakup:
a. kawasan pariwisata alam diarahkan di Taman Nasional Kutai dan pengembangan kawasan a. kawasan pariwisata alam diarahkan di Taman Nasional Kutai dan pengembangan kawasan hutan mangrove di
hutan mangrove di Kelurahan L, dan Kelurahan O; Kelurahan L, dan Kelurahan O;
b. kawasan pariwisata buatan diarahkan di Danau Permai PC VI PKT, Danau Kanaan, dan b. kawasan pariwisata buatan diarahkan di Danau Permai PC VI PKT, Danau Kanaan, dan Taman Tugu Equator;
Taman Tugu Equator; c. kawasan pariwisata sejarah dan budaya di Kelurahan D dan Kelurahan F; dan
c. kawasan pariwisata sejarah dan budaya di Kelurahan D dan Kelurahan F; dan d. kawasan pariwisata bahari meliputi: diving dan Snorkelling di Beras Basah dan Karang Segajah, Wisata
d. kawasan pariwisata bahari meliputi: diving dan Snorkelling di Beras Basah dan Karang Pemukiman di atas air di Tihik-Tihik, Selangan dan Melahing;
Segajah, Wisata Pemukiman di atas air di Tihik-Tihik, Selangan dan Melahing;

Pasal 58 Pasal 58
Rencana penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau di Kota “X”, sebagaimana Kawasan Ruang Terbuka Non-Hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf f berupa tubuh air, mencakup :
dimaksud pada Pasal 52 huruf f mencakup: a. Danau seluas 8,38 (Delapan koma Tiga Delapan) hektar yang terletak di Kelurahan I;
a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang pejalan kaki mencakup ruang pejalan kaki sisi b. Bendung seluas 40,90 (Empat Puluh koma Sembilan Nol) hektar yang terletak di Kelurahan O dan/atau
jalan, ruang pejalan kaki sisi air, ruang pejalan kaki di kawasan komersial dan ruang pejalan sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan;
kaki di RTH; c. Polder seluas 17,48 (Tujuh Belas koma Empat Delapan) hektar yang terletak di Kelurahan D, Kelurahan
b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang untuk kegiatan sektor informal dengan Adan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan Kelurahan J.
menempati fungsi-fungsi penunjang di kawasan utama yaitu, di sekitar perdagangan dan jasa,
dan beberapa aktifitas kota lainnya seperti: pasar, terminal dan pelabuhan; dan
c. rencana ruang evakuasi bencana meliputi ruang terbuka atau ruang-ruang lainnya yang dapat
berubah fungsi menjadi tempat berkumpul ketika bencana terjadi meliputi Stadion
Mulawarman, Stadion Bontang Lestari dan di ruang terbuka publik di setiap Sub Pusat
Pelayanan Kota.

Pasal 59 Pasal 59
Kawasan Peruntukan Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf g, mencakup: Kawasan Peruntukan Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf g, mencakup:
a. kawasan pertanian diarahkan di Kelurahan F dan Kelurahan I dengan kegiatan unggulan a. kawasan Hutan Produksi Konversi seluas 62,07 (Enam Puluh Dua koma Nol Tujuh) hektar yang terletak di
tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan, serta peternakan; Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan;
24
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
b. kawasan usaha perikanan di perairan umum daratan dan/atau perikanan budidaya payau di b. kawasan pertanian pangan seluas 12,68 (Dua Belas koma Enam Delapan) hektar yang terletak di Kelurahan
kawasan pesisir Kota “X”; O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan;
c. kawasan perikanan tangkap, mencakup : c. kawasan perikanan yang terdiri dari:
1. daerah penangkapan ikan I (0 – 4 mil), yaitu perairan pantai diukur dari permukaan air 1) Perikanan budidaya payau seluas 138,09 (Seratus Tiga Puluh Delapan koma Nol Sembilan) hektar,
laut pada surut yang terendah pada setiap pulau sampai dengan 4 (empat) mil laut ke arah terdapat di Kelurahan D dan Kelurahan K;
laut; dan 2) Perikanan budidaya laut seluas 425,01 (Empat Ratus Dua Puluh Lima koma Nol Satu) hektar, terdapat di
2. daerah penangkapan ikan II yaitu daerah penangkapan ikan dengan batas perairan di luar Kelurahan D, Kelurahan K dan Kelurahan O dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-
batas 4 mil laut. undangan; dan
d. kawasan perikanan budidaya laut, mencakup perikanan budidaya ikan dan non ikan; 3) Perikanan tangkap di perairan laut di bawah 4 mil.
e. kawasan pertambangan migas di perairan lepas pantai dengan jarak sampai dengan 4 mil laut; d. Kawasan pertahanan dan keamanan seluas 53,12 (Lima Puluh Tiga koma Satu Dua) hektar terdapat di
f. kawasan pertahanan dan keamanan di Kelurahan O, Kelurahan C dan Kelurahan Gunung Kelurahan C dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau sebutan lainnya
Elai. berdasarkan peraturan perundang-undangan dan Kelurahan Adan/atau sebutan lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
e. Kawasan pertambangan migas di perairan lepas pantai dengan luas 2.643,84 (Dua Ribu Enam Ratus Empat
Puluh Tiga koma Delapan Empat) hektar; dan
f. Sarana pelayanan umum, terdiri dari:
1) Sarana pelayanan energi dengan luas 57,49 (Lima Puluh Tujuh koma Empat Sembilan) hektar, terdapat di
Kelurahan G dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahan Telihan
dan/atau sebutan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kelurahan O dan/atau sebutan
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan;
2) Sarana pelayanan lainnya seluas 430,44 (Empat Ratus Tiga Puluh koma Empat Empat) hektar yang tersebar
di wilayah Kota “X”;

BAB V BAB V
KAWASAN STRATEGIS KOTA KAWASAN STRATEGIS KOTA
Pasal 60 Pasal 60
(1) Kawasan strategis kota ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: (1) Kawasan strategis kota ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a. kawasan strategis berdasarkan kepentingan pertumbuhan ekonomi; dan a. kawasan strategis berdasarkan kepentingan pertumbuhan ekonomi; dan
b. kawasan strategis berdasarkan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup b. kawasan strategis berdasarkan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
(2) Kawasan strategis kota berdasarkan kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana (2) Kawasan strategis kota berdasarkan kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan di Kelurahan O. huruf a ditetapkan di Kelurahan O.
(3) Kawasan strategis kota berdasarkan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup (3) Kawasan strategis kota berdasarkan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan di Wilayah Pesisir. dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan di Wilayah Pesisir.
(4) Kawasan strategis kota digambarkan dalam peta kawasan strategis Kota “X” sebagaimana (4) Kawasan strategis kota digambarkan dalam peta kawasan strategis Kota “X” sebagaimana tercantum
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
daerah ini.

BAB VI BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA
Pasal 61 Pasal 61
(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota meliputi: (1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kota meliputi:
a. perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang a. perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan
wilayah dan kawasan strategis; dan kawasan strategis; dan
b. pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah kota b. pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah kota
25
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
(2) Perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata (2) Perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan
ruang kawasan strategis dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah strategis dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang diberi wewenang untuk
(BKPRD) yang diberi wewenang untuk merencanakan dan mengendalikan pemanfaatan ruang. merencanakan dan mengendalikan pemanfaatan ruang.

Pasal 62 Pasal 62
(1) Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah (1) Perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan
dan kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat (1) huruf a merupakan strategis sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat (1) huruf a merupakan prioritas pelaksanaan
prioritas pelaksanaan pembangunan yang disusun berdasarkan atas kemampuan pembiayaan pembangunan yang disusun berdasarkan atas kemampuan pembiayaan dan kegiatan yang mempunyai efek
dan kegiatan yang mempunyai efek mengganda sesuai arahan umum pembangunan daerah. mengganda sesuai arahan umum pembangunan daerah.
(2) Pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah kota dan (2) Pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah kota dan kawasan strategis
kawasan strategis dilakukan selama kurun waktu 20 tahun, yang dibagi menjadi 4 tahapan, dilakukan selama kurun waktu 20 tahun, yang dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu:
yaitu: a. tahap I : tahun 2012 – 2016;
a. tahap I : tahun 2012 – 2016; b. tahap II : tahun 2017 – 2020;
b. tahap II : tahun 2017 – 2020; c. tahap III : tahun 2022 – 2026; dan
c. tahap III : tahun 2022 – 2026; dan d. tahap IV : tahun 2027 – 2032.
d. tahap IV : tahun 2027 – 2032. (3) Prioritas pelaksanaan pembangunan disusun dalam indikasi program terdiri atas:
(3) Prioritas pelaksanaan pembangunan disusun dalam indikasi program terdiri atas: a. program utama;
a. program utama; b. lokasi;
b. lokasi; c. instansi pelaksana; dan
c. instansi pelaksana; dan d. waktu pelaksanaan
d. waktu pelaksanaan (4) Program pemanfaatan ruang disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam
(4) Program pemanfaatan ruang disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan Lampiran IV.
yang ditetapkan dalam Lampiran IV.

BAB VII BAB VII


KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA
Bagian Kesatu Bagian Kesatu
Umum Umum
Pasal 63 Pasal 63
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota “X” digunakan sebagai acuan (1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota Bontang digunakan sebagai acuan dalam
dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kota. pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kota.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas: (2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi; a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan; b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi. d. arahan sanksi.

Bagian Kedua Bagian Kedua


Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Paragraf 1 Paragraf 1
Umum Umum
Pasal 64 Pasal 64
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf a (1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf a digunakan sebagai
digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi; pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi;
26
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi meliputi: (2) Ketentuan umum peraturan zonasi meliputi:
a. struktur ruang; dan a. struktur ruang; dan
b. pola ruang b. pola ruang
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran V yang (3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih l anjut di dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2 Paragraf 2
Struktur Ruang Struktur Ruang
Pasal 65 Pasal 65
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf
(2) huruf a meliputi: a, meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportasi; a. Ketentuan umum peraturan zonasi hirarki pusat pelayanan kota; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan telekomunikasi; b. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana wilayah kota
c. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan energi/kelistrikan; (2) Ketentuan umum peraturan zonasi hirarki pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
d. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan sumber daya air; dan
terdiri dari :
e. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan prasarana perkotaan.
a. ketentuan umum peraturan zonasi pusat pelayanan kota;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sub pusat pelayanan kota; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi pusat lingkungan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana wilayah kota sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b terdiri dari :
a. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportasi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan energi;
c. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan telekomunikasi;
d. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan sumber daya air; da
e. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan prasarana pengelolaan lingkungan.

Pasal 65A
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) huruf
a meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk mendukung fungsi Pusat Kegiatan Nasional sebagai pusat industri strategis
nasional, pusat pengolahan migas, pusat pemerintahan kota, pusat perdagangan regional, pusat koleksi dan
distribusi barang regional, serta pusat pengolahan perikanan;
b. penyediaan prasarana, sarana dan utilitas untuk kegiatan pemerintahan kota;
c. penyediaan prasarana, sarana dan utilitas untuk kegiatan perdagangan dan jasa skala kota; dan
d. penyediaan sistem jaringan prasarana wilayah yang terpadu.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sub pusat pelayanan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2)
huruf b meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk mendukung fungsi utama masing-masing BWP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (2);
b. penyediaan prasarana, sarana dan utilitas untuk kegiatan pemerintahan kecamatan;
c. penyediaan prasarana, sarana dan utilitas untuk kegiatan perdagangan dan jasa skala kecamatan; serta
d. penyediaan sistem jaringan prasarana wilayah yang terpadu
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi pusat lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) huruf c
27
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
meliputi :
a. pemanfaatan ruang untuk mendukung kegiatan pendukung masing-masing BWP sebagaimana dmaksud
dalam Pasal 18 ayat (2);
b. penyediaan prasarana, sarana dan utilitas untuk kegiatan pemerintahan kelurahan;
c. penyediaan prasarana, sarana dan utilitas untuk kegiatan perdagangan dan jasa skala kelurahan; serta
d. penyediaan sistem jaringan prasarana wilayah yang terpadu.

Pasal 66 Pasal 66
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf a,
65 huruf a, meliputi: meliputi:
a. jaringan transportasi darat; a. jaringan transportasi darat;
b. jaringan transportasi udara; dan. b. jaringan transportasi udara;
c. jaringan transportasi laut. c. jaringan transportasi laut;

Pasal 67 Pasal 67
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
dalam Pasal 66 huruf a meliputi: huruf a meliputi:
a. peraturan zonasi jaringan jalan; dan a. peraturan zonasi jaringan jalan; dan
b. peraturan zonasi terminal b. peraturan zonasi terminal
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a (2) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
meliputi: a. zonasi untuk jaringan jalan terdiri dari zona ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan
a. zonasi untuk jaringan jalan terdiri dari zona ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan jalan;
ruang pengawasan jalan; b. zona ruang manfaat jalan adalah untuk median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, lereng, ambang
b. zona ruang manfaat jalan adalah untuk median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, pengaman, trotoar, badan jalan, saluran tepi jalan , peletakan bangunan utilitas dalam tanah dan dilarang
lereng, ambang pengaman, trotoar, badan jalan, saluran tepi jalan , peletakan bangunan untuk kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan;
utilitas dalam tanah dan dilarang untuk kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi c. zona ruang milik jalan adalah untuk ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas
jalan; serta kebutuhan ruang untuk pengamanan jalan dan dilarang untuk kegiatan-kegiatan yang di luar
c. zona ruang milik jalan adalah untuk ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan kepentingan jalan;
jalur lalu lintas serta kebutuhan ruang untuk pengamanan jalan dan dilarang untuk kegiatan- d. zona ruang pengawasan jalan adalah untuk ruang terbuka yang bebas pandang dan dilarang untuk kegiatan
kegiatan yang di luar kepentingan jalan; yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan;
d. zona ruang pengawasan jalan adalah untuk ruang terbuka yang bebas pandang dan dilarang e. RTH pada zona ruang milik jalan minimal 20 persen; dan dilengkapi dengan fasilitas pengaturan lalu lintas
untuk kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan; dan marka jalan ; dan
e. RTH pada zona ruang milik jalan minimal 20 persen; dan dilengkapi dengan fasilitas f. jaringan jalan yang merupakan lintasan angkutan barang dan angkutan umum memiliki lajur minimal 2
pengaturan lalu lintas dan marka jalan ; dan lajur, menghindari persimpangan sebidang.
f. jaringan jalan yang merupakan lintasan angkutan barang dan angkutan umum memiliki (3) Ketentuan umum peraturan zonasi terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
lajur minimal 2 lajur, menghindari persimpangan sebidang. a. zonasi terminal terdiri dari zona fasilitas utama, zona fasilitas penunjang dan zona kepentingan terminal;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b b. zona fasilitas utama adalah untuk tempat keberangkatan, tempat kedatangan, tempat menunggu, tempat
meliputi: lintas, dan dilarang kegiatan-kegiatan yang menggangu kelancaran lalu lintas kendaraan;
a. zonasi terminal terdiri dari zona fasilitas utama, zona fasilitas penunjang dan zona c. zona fasilitas penunjang adalah untuk kamar kecil/toilet, musholla, kios/kantin,ruang pengobatan, ruang
kepentingan terminal; informasi dan pengaduan, telepon umum, tempat penitipan barang, taman dan tempat tunggu penumpang
b. zona fasilitas utama adalah untuk tempat keberangkatan, tempat kedatangan, tempat dan/atau pengantar, menara pengawas, loket penjualan karcis, rambu-rambu dan papan informasi, yang
menunggu, tempat lintas, dan dilarang kegiatan-kegiatan yang menggangu kelancaran lalu sekurang-kurangnya memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadual perjalanan, pelataran parkir kendaraan
lintas kendaraan; pengantar dan/atau taksi, dan dilarang kegiatan-kegiatan yang menggangu keamanan dan kenyamanan;
c. zona fasilitas penunjang adalah untuk kamar kecil/toilet, musholla, kios/kantin,ruang d. zona kepentingan terminal meliputi ruang lalu lintas sampai dengan titik persimpangan yang terdekat dari
28
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
pengobatan, ruang informasi dan pengaduan, telepon umum, tempat penitipan barang, terminal dan dilarang untuk kegiatan yang menganggu kelancaran arus lalu lintas; dan
taman dan tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar, menara pengawas, loket e. fasilitas terminal penumpang harus dilengkapi dengan fasilitas bagi penumpang penyandang cacat; dan
penjualan karcis, rambu-rambu dan papan informasi, yang sekurang-kurangnya memuat f. terminal terpadu intra dan antar moda adalah untuk menyediakan fasilitas penghubung yang pendek dan
petunjuk jurusan, tarif dan jadual perjalanan, pelataran parkir kendaraan pengantar dan/atau aman serta penggunaan fasilitas penunjang bersama.
taksi, dan dilarang kegiatan-kegiatan yang menggangu keamanan dan kenyamanan;
d. zona kepentingan terminal meliputi ruang lalu lintas sampai dengan titik persimpangan
yang terdekat dari terminal dan dilarang untuk kegiatan yang menganggu kelancaran arus
lalu lintas; dan
e. fasilitas terminal penumpang harus dilengkapi dengan fasilitas bagi penumpang
penyandang cacat; dan
f. terminal terpadu intra dan antar moda adalah untuk menyediakan fasilitas penghubung yang
pendek dan aman serta penggunaan fasilitas penunjang bersama.

Pasal 68 Pasal 68
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada pasal 66 huruf b,
pasal 66 huruf b, meliputi Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) dengan meliputi Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP) dengan ketentuan sebagai berikut :
ketentuan sebagai berikut : a. zona KKOP terdiri atas zona pendekatan dan lepas landas; zona kemungkinan bahaya kecelakaan, zona di
a. zona KKOP terdiri atas zona pendekatan dan lepas landas; zona kemungkinan bahaya bawah permukaan horisontal-dalam, dan zona permukaan kerucut dan permukaan transisi;
kecelakaan, zona di bawah permukaan horisontal-dalam, dan zona permukaan kerucut dan b. zona KKOP dilarang untuk kegiatan yang menimbulkan asap, menghasilkan cahaya serta memelihara burung
permukaan transisi; yang mengganggu keselamatan penerbangan; dan
b. zona KKOP dilarang untuk kegiatan yang menimbulkan asap, menghasilkan cahaya serta c. ketentuan KKOP berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
memelihara burung yang mengganggu keselamatan penerbangan; dan
c. ketentuan KKOP berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 69 Pasal 69
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transportasi laut sebagaimana yang dimaksud Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transportasi laut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 66
dalam Pasal 66 huruf c terdiri atas kawasan di sekitar dermaga dan alur pelayaran. huruf c terdiri atas kawasan di sekitar dermaga dan alur pelayaran.

Pasal 70 Pasal 70
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
dimaksud dalam Pasal 65 huruf b meliputi: 65 huruf b meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan tetap; a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan tetap;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sentral telekomunikasi; dan b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sentral telekomunikasi; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan bergerak selular. ; d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan bergerak selular. ;
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
huruf a meliputi : a. zonasi jaringan tetap terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang bebas;
a. zonasi jaringan tetap terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang bebas; b. zona ruang manfaat adalah untuk tiang dan kabel-kabel dapat diletakkan pada zona manfaat jalan; dan
b. zona ruang manfaat adalah untuk tiang dan kabel-kabel dapat diletakkan pada zona manfaat c. zona ruang bebas dibebaskan dari bangunan dan pohon yang dapat mengganggu fungsi jaringan.
jalan; dan (3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sentral telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
c. zona ruang bebas dibebaskan dari bangunan dan pohon yang dapat mengganggu fungsi meliputi :
jaringan. a. zonasi sentral telekomunikasi terdiri dari zona fasilitas utama dan zona fasilitas penunjang;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sentral telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada b. zona fasilitas utama adalah untuk instalasi peralatan telekomunikasi;
ayat (1) huruf b meliputi : c. zona fasilitas penunjang adalah untuk bangunan kantor pegawai, dan pelayanan publik;.
a. zonasi sentral telekomunikasi terdiri dari zona fasilitas utama dan zona fasilitas penunjang; d. persentase luas lahan terbangun maksimal sebesar 50 persen ; dan
29
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
b. zona fasilitas utama adalah untuk instalasi peralatan telekomunikasi; e. prasarana dan sarana penunjang terdiri dari parkir kendaraan, sarana kesehatan, ibadah gudang peralatan,
c. zona fasilitas penunjang adalah untuk bangunan kantor pegawai, dan pelayanan publik;. papan informasi, dan loket pembayaran.
d. persentase luas lahan terbangun maksimal sebesar 50 persen ; dan (4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan bergerak selular (menara telekomunikasi) sebagaimana
e. prasarana dan sarana penunjang terdiri dari parkir kendaraan, sarana kesehatan, ibadah dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
gudang peralatan, papan informasi, dan loket pembayaran. a. zona menara telekomunikasi terdiri dari zona manfaat dan zona aman;
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan bergerak selular (menara telekomunikasi) b. zona manfaat adalah untuk instalasi menara baik di atas tanah atau di atas bangunan;
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : c. zona aman dilarang untuk kegiatan yang mengganggu sejauh radius sesuai tinggi menara;
a. zona menara telekomunikasi terdiri dari zona manfaat dan zona aman; d. menara harus dilengkapi dengan sarana pendukung dan identitas hukum yang jelas. sarana pendukung
b. zona manfaat adalah untuk instalasi menara baik di atas tanah atau di atas bangunan; antara lain pentanahan, penangkal petir, catu daya, lampu halangan penerbangan, dan marka halangan
c. zona aman dilarang untuk kegiatan yang mengganggu sejauh radius sesuai tinggi menara; penerbangan, identitas hukum antara lain nama pemilik, lokasi, tinggi, tahun pembuatan/pemasangan,
d. menara harus dilengkapi dengan sarana pendukung dan identitas hukum yang jelas. sarana kontraktor, dan beban maksimum menara;
pendukung antara lain pentanahan, penangkal petir, catu daya, lampu halangan e. dilarang membangun menara telekomunikasi pada bangunan bertingkat yang menyediakan fasilitas
penerbangan, dan marka halangan penerbangan, identitas hukum antara lain nama pemilik, helipad;
lokasi, tinggi, tahun pembuatan/pemasangan, kontraktor, dan beban maksimum menara; f. jarak antar menara BTS pada wilayah yang datar minimal 10 km, dan pada wilayah yang
e. dilarang membangun menara telekomunikasi pada bangunan bertingkat yang menyediakan bergelombang/berbukit/ pegunungan minimal 5 km;
fasilitas helipad; g. menara telekomunikasi untuk mendukung sistem trasmisi radio microwave, apabila merupakan menara
f. jarak antar menara BTS pada wilayah yang datar minimal 10 km, dan pada wilayah yang rangka yang dibangun di atas permukaan tanah maksimum tingginya 72 m;
bergelombang/berbukit/ pegunungan minimal 5 km; h. menara telekomunikasi untuk sistem telekomunikasi yang dibangun di atas permukaan tanah maksimum
g. menara telekomunikasi untuk mendukung sistem trasmisi radio microwave, apabila tingginya 50 m ; daN
merupakan menara rangka yang dibangun di atas permukaan tanah maksimum tingginya 72 i. menara telekomunikasi dilarang dibangun pada lahan dengan lereng lebih dari 20 persen.
m;
h. menara telekomunikasi untuk sistem telekomunikasi yang dibangun di atas permukaan
tanah maksimum tingginya 50 m ; dan
i. menara telekomunikasi dilarang dibangun pada lahan dengan lereng lebih dari 20 persen.

Pasal 71 Pasal 71
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi/kelistrikan sebagaimana (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi/kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud dalam Pasal 65 huruf c, meliputi: Pasal 65 huruf c, meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik; a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk gardu induk; dan b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk gardu induk; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transmisi listrik; c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transmisi listrik;
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud (2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
pada ayat (1) huruf a meliputi: a meliputi:
a. zona pembangkit tenaga listrik terdiri dari zona manfaat pembangkit listrik dan zona a. zona pembangkit tenaga listrik terdiri dari zona manfaat pembangkit listrik dan zona penyangga;
penyangga; b. zona manfaat pembangkit listrik adalah untuk bangunan dan peralatan pembangkit listrik;
b. zona manfaat pembangkit listrik adalah untuk bangunan dan peralatan pembangkit listrik; c. zona peyangga dilarang untuk kegiatan yang menganggu keselamatan operasional pembangkit tenaga
c. zona peyangga dilarang untuk kegiatan yang menganggu keselamatan operasional listrik; dan
pembangkit tenaga listrik; dan b. pada setiap lokasi instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen
a. pada setiap lokasi instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga tegangan tinggi dan menengah yang berpotensi membahayakan keselamatan umum harus diberi tanda
listrik konsumen tegangan tinggi dan menengah yang berpotensi membahayakan peringatan yang jelas;
keselamatan umum harus diberi tanda peringatan yang jelas; (3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk gardu induk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi:
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk gardu induk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) a. zona gardu induk terdiri dari zona manfaat dan zona bebas;
huruf b meliputi: b. zona manfaat adalah untuk instalasi gardu induk dan fasilitas pendukungnya; dan
a. zona gardu induk terdiri dari zona manfaat dan zona bebas; c. zona bebas berjarak minimum 20 m di luar sekeliling gardu
30
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
b. zona manfaat adalah untuk instalasi gardu induk dan fasilitas pendukungnya; dan induk dan dilarang untuk bangunan dan kegiatan yang mengganggu operasional gardu induk.
c. zona bebas berjarak minimum 20 m di luar sekeliling gardu (4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transmisi listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
induk dan dilarang untuk bangunan dan kegiatan yang mengganggu operasional gardu c meliputi:
induk. a. zona jaringan transmisi terdiri dari ruang bebas dan ruang aman;
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan transmisi listrik sebagaimana dimaksud b. zona ruang bebas harus dibebaskan baik dari orang, maupun benda apapun demi keselamatan orang,
dalam ayat (1) huruf c meliputi: makhluk hidup, dan benda lainnya;
a. zona jaringan transmisi terdiri dari ruang bebas dan ruang aman; c. zona ruang aman adalah untuk kegiatan apapun dengan mengikuti jarak bebas minimum vertikal dan
b. zona ruang bebas harus dibebaskan baik dari orang, maupun benda apapun demi horizontal; dan
keselamatan orang, makhluk hidup, dan benda lainnya; a. ketinggian serta jarak bangunan, pohon, pada zona ruang aman mengikuti ketentuan minimum terhadap
c. zona ruang aman adalah untuk kegiatan apapun dengan mengikuti jarak bebas minimum konduktur dan as menara, mengacu peraturan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yang
vertikal dan horizontal; dan berlaku.
d. ketinggian serta jarak bangunan, pohon, pada zona ruang aman mengikuti ketentuan
minimum terhadap konduktur dan as menara, mengacu peraturan Saluran Udara Tegangan
Ekstra Tinggi (SUTET) yang berlaku.

Pasal 72 Pasal 72
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
dalam Pasal 65 huruf d meliputi ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan sungai. huruf d meliputi ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan sungai.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
meliputi: a. zonasi jaringan sungai terdiri atas:
a. zonasi jaringan sungai terdiri atas: 1) zona sempadan adalah untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai dan dilarang untuk
1) zona sempadan adalah untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai dan dilarang membuang sampah, limbah padat dan atau cair dan mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan
untuk membuang sampah, limbah padat dan atau cair dan mendirikan bangunan tempat usaha;
permanen untuk hunian dan tempat usaha; 2) zona manfaat adalah untuk mata air, palung sungai dan sempadan yang telah dibebaskan; dan
2) zona manfaat adalah untuk mata air, palung sungai dan sempadan yang telah 3) zona penguasaan adalah untuk dataran banjir, kawasan retensi, bantaran atau daerah sempadan yang
dibebaskan; dan tidak dibebaskan;
3) zona penguasaan adalah untuk dataran banjir, kawasan retensi, bantaran atau daerah b. pemanfaatan lahan di kawasan sempadan adalah untuk kegiatan-kegiatan budidaya pertanian dan kegiatan
sempadan yang tidak dibebaskan; budidaya lainnya yang tidak mengganggu fungsi perlindungan aliran sungai;
b. pemanfaatan lahan di kawasan sempadan adalah untuk kegiatan-kegiatan budidaya c. zona penguasaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. persentase luas ruang terbuka hijau minimal 30
pertanian dan kegiatan budidaya lainnya yang tidak mengganggu fungsi perlindungan persen;
aliran sungai; d. garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan adalah sekurang-kurangnya 5 m dan di dalam
c. zona penguasaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. persentase luas ruang terbuka kawasan perkotaan adalah sekurang-kurangnya 2,5 m di sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
hijau minimal 30 persen; e. garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan untuk sungai besar, yaitu sungai yang
d. garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan adalah sekurang-kurangnya 5 mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 km2 atau lebih, dilakukan ruas per ruas dengan
m dan di dalam kawasan perkotaan adalah sekurang-kurangnya 2,5 m di sebelah luar mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang bersangkutan sekurang-kurangnya 100
sepanjang kaki tanggul; m dan sungai kecil, yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kurang dari 500 km2,
e. garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan untuk sungai besar, yaitu sekurang-kurangnya 50 m dihitung dari tepi sungai; dan
sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas 500 km2 atau lebih, dilakukan f. garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan adalah sekurang-kurangnya 10 m
ruas per ruas dengan mempertimbangkan luas daerah pengaliran sungai pada ruas yang (untuk sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 m), 15 m (untuk sungai yang mempunyai
bersangkutan sekurang-kurangnya 100 m dan sungai kecil, yaitu sungai yang mempunyai kedalaman antara 3 m sampai dengan 20 m), dan 30 m (untuk sungai yang mempunyai kedalaman
daerah pengaliran sungai seluas kurang dari 500 km2, sekurang-kurangnya 50 m dihitung maksimum lebih dari 20 m), dari tepi sungai.
dari tepi sungai; dan
f. garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan adalah sekurang-
kurangnya 10 m (untuk sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 m), 15 m
31
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
(untuk sungai yang mempunyai kedalaman antara 3 m sampai dengan 20 m), dan 30 m
(untuk sungai yang mempunyai kedalaman maksimum lebih dari 20 m), dari tepi sungai.

Pasal 73 Pasal 73
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan prasarana perkotaan sebagaimana dimaksud (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk jaringan prasarana perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
dalam Pasal 65 huruf e, meliputi: huruf e, meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem penyediaan air minum (SPAM); a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem penyediaan air minum (SPAM);
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan drainase; b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan drainase;
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pengelolaan limbah; dan c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pengelolaan limbah; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pengelolaan persampahan. d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pengelolaan persampahan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem penyediaan air minum (SPAM) sebagaimana (2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem penyediaan air minum (SPAM) sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: ayat (1) huruf a meliputi:
a. zonasi penyediaan air minum terdiri atas: a. zonasi penyediaan air minum terdiri atas:
1) zona unit air baku adalah untuk bangunan penampungan air, bangunan 1) zona unit air baku adalah untuk bangunan penampungan air, bangunan pengambilan/penyadapan, alat
pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta
pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya; perlengkapannya;
2) zona unit produksi adalah untuk prasarana dan sarana pengolahan air baku menjadi 2) zona unit produksi adalah untuk prasarana dan sarana pengolahan air baku menjadi air minum;
air minum; 3) zona unit distribusi adalah untuk sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan penampungan, alat
3) zona unit distribusi adalah untuk sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan ukur dan peralatan pemantauan;
penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan; 4) zona unit pelayanan adalah untuk sambungan rumah, hidran umum, dan hidran kebakaran; dan
4) zona unit pelayanan adalah untuk sambungan rumah, hidran umum, dan hidran 5) zona unit pengelolaan adalah untuk pengelolaan teknis yang meliputi kegiatan operasional,
kebakaran; dan pemeliharaan dan pemantauan dari unit air baku, unit produksi dan unit distribusi dan pengelolaan
5) zona unit pengelolaan adalah untuk pengelolaan teknis yang meliputi kegiatan nonteknis yang meliputi administrasi dan pelayanan;
operasional, pemeliharaan dan pemantauan dari unit air baku, unit produksi dan unit b. persentase luas lahan terbangun pada zona unit air baku maksimal sebesar 20 persen;
distribusi dan pengelolaan nonteknis yang meliputi administrasi dan pelayanan; c. persentase luas lahan terbangun pada zona unit produksi maksimal sebesar 40 persen;
b. persentase luas lahan terbangun pada zona unit air baku maksimal sebesar 20 persen; d. persentase luas lahan terbangun pada zona unit distribusi maksimal sebesar 20 persen;
c. persentase luas lahan terbangun pada zona unit produksi maksimal sebesar 40 persen; e. unit produksi terdiri dari bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat operasional, alat
d. persentase luas lahan terbangun pada zona unit distribusi maksimal sebesar 20 persen; pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan penampungan air minum;
e. unit produksi terdiri dari bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat f. limbah akhir dari proses pengolahan air baku menjadi air minum wajib diolah terlebih dahulu sebelum
operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan penampungan air dibuang ke sumber air baku dan daerah terbuka;
minum; g. unit distribusi wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan jaminan kontinuitas pengaliran 24
f. limbah akhir dari proses pengolahan air baku menjadi air minum wajib diolah terlebih jam per hari; dan
dahulu sebelum dibuang ke sumber air baku dan daerah terbuka; h. untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan hidran umum harus dipasang alat ukur
g. unit distribusi wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan jaminan kontinuitas berupa meter air yang wajib ditera secara berkala oleh instansi yang berwenang.
pengaliran 24 jam per hari; dan (3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
h. untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan hidran umum harus diarahkan dengan ketentuan sebagai berikut:
dipasang alat ukur berupa meter air yang wajib ditera secara berkala oleh instansi yang a. zona jaringan drainase terdiri atas:
berwenang. 1) zona manfaat adalah untuk penyaluran air dan dapat diletakkan pada zona manfaat jalan; dan
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada 2) zona bebas di sekitar jaringan drainase dibebaskan dari kegiatan yang dapat mengganggu kelancaran
ayat (1) huruf b diarahkan dengan ketentuan sebagai berikut: penyaluran air.;
a. zona jaringan drainase terdiri atas: b. pemeliharan dan pengembangan jaringan drainase dilakukan selaras dengan pemeliharaan dan
1) zona manfaat adalah untuk penyaluran air dan dapat diletakkan pada zona manfaat pengembangan atas ruang milik jalan.
jalan; dan (4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
2) zona bebas di sekitar jaringan drainase dibebaskan dari kegiatan yang dapat huruf c meliputi:
32
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
mengganggu kelancaran penyaluran air.; a. zona limbah domestik terpusat terdiri atas ;
b. pemeliharan dan pengembangan jaringan drainase dilakukan selaras dengan pemeliharaan 1) zona ruang manfaat, adalah untuk bangunan atau instalasi pengolahan limbah; dan
dan pengembangan atas ruang milik jalan. 2) zona ruang penyangga, dilarang untuk kegiatan yang mengganggu fungsi pengolahan limbah hingga
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pembuangan air limbah sebagaimana jarak 10 m sekeliling ruang manfaat
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: 3) persentase luas lahan terbangun maksimal sebesar 10 persen;
a. zona limbah domestik terpusat terdiri atas ; b. pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan kotoran manusia/tinja dilakukan
1) zona ruang manfaat, adalah untuk bangunan atau instalasi pengolahan limbah; dan dengan menggunakan sistem setempat atau sistem terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan air/
2) zona ruang penyangga, dilarang untuk kegiatan yang mengganggu fungsi pengolahan resapan air baku;
limbah hingga jarak 10 m sekeliling ruang manfaat c. perumahan dengan kepadatan rendah hingga sedang, setiap rumah wajib dilengkapi dengan sistem
3) persentase luas lahan terbangun maksimal sebesar 10 persen; pembuangan air limbah setempat atau individual yang berjarak minimal 10 m dari sumur;.
b. pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan kotoran d. perumahan dengan kepadatan tinggi, wajib dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah terpusat atau
manusia/tinja dilakukan dengan menggunakan sistem setempat atau sistem terpusat agar komunal, dengan skala pelayanan satu lingkungan, hingga satu kelurahan, serta memperhatikan kondisi
tidak mencemari daerah tangkapan air/ resapan air baku; daya dukung lahan dan SPAM, serta mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat; dan
c. perumahan dengan kepadatan rendah hingga sedang, setiap rumah wajib dilengkapi e. sistem pengolahan limbah domestik pada kawasan dapat berupa IPAL sistem konvensional atau alamiah
dengan sistem pembuangan air limbah setempat atau individual yang berjarak minimal 10 dan pada bangunan tinggi berupa IPAL dengan teknologi modern.
m dari sumur;. (5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
d. perumahan dengan kepadatan tinggi, wajib dilengkapi dengan sistem pembuangan air huruf d terdiri atas:
limbah terpusat atau komunal, dengan skala pelayanan satu lingkungan, hingga satu a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Tempat Penampungan Sementara (TPS); dan
kelurahan, serta memperhatikan kondisi daya dukung lahan dan SPAM, serta b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat; dan (6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Tempat Penampungan Sementara (TPS) meliputi:
e. sistem pengolahan limbah domestik pada kawasan dapat berupa IPAL sistem a. zona ruang manfaat adalah untuk penampungan sampah dan tempat peralatan angkutan sampah; dan
konvensional atau alamiah dan pada bangunan tinggi berupa IPAL dengan teknologi b. zona ruang penyanggah dilarang untuk kegiatan yang mengganggu penampungan dan pengangkutan
modern. sampah sampai sejarak 10m dari sekeliling zona ruang manfaat;
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud c. persentase luas lahan terbangun sebesar 10 persen;
dalam ayat (1) huruf d terdiri atas: d. dilengkapi dengan prasarana dan sarana minimum berupa ruang pemilahan, gudang, tempat pemindah
a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Tempat Penampungan Sementara (TPS); dan sampah yang dilengkapi dengan landasan container dan pagar tembok keliling; dan
b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). e. luas lahan minimal 100 m2 untuk melayani penduduk 2.500 jiwa.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Tempat Penampungan Sementara (TPS) meliputi: (7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) meliputi :
a. zona ruang manfaat adalah untuk penampungan sampah dan tempat peralatan angkutan a. zona ruang manfaat adalah untuk pengurugan dan pemrosesan akhir sampah;
sampah; dan b. zona ruang penyanggah dilarang untuk kegiatan yang mengganggu pemrosesan sampah sampai sejarak 300
b. zona ruang penyanggah dilarang untuk kegiatan yang mengganggu penampungan dan m untuk perumahan, 3 km untuk penerbangan, dan 90 m untuk sumber air bersih dari sekeliling zona ruang
pengangkutan sampah sampai sejarak 10m dari sekeliling zona ruang manfaat; manfaat;
c. persentase luas lahan terbangun sebesar 10 persen; c. persentase luas lahan terbangun sebesar 20 persen dilengkapi dengan prasarana dan sarana minimum
d. dilengkapi dengan prasarana dan sarana minimum berupa ruang pemilahan, gudang, tempat berupa lahan penampungan, sarana dan peralatan pemrosesan sampah, jalan khusus kendaraan sampah,
pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container dan pagar tembok keliling; kantor pengelola, tempat parkir kendaraan, tempat ibadah, tempat olahraga dan pagar tembok keliling;
dan d. menggunakan metode lahan urug terkendali;
e. luas lahan minimal 100 m2 untuk melayani penduduk 2.500 jiwa. e. tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman;
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) meliputi : dan
a. zona ruang manfaat adalah untuk pengurugan dan pemrosesan akhir sampah; f. lokasi TPA dilarang di kawasan perkotaan dan kawasan lindung.
b. zona ruang penyanggah dilarang untuk kegiatan yang mengganggu pemrosesan sampah
sampai sejarak 300 m untuk perumahan, 3 km untuk penerbangan, dan 90 m untuk sumber
air bersih dari sekeliling zona ruang manfaat;
c. persentase luas lahan terbangun sebesar 20 persen dilengkapi dengan prasarana dan sarana
minimum berupa lahan penampungan, sarana dan peralatan pemrosesan sampah, jalan
33
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
khusus kendaraan sampah, kantor pengelola, tempat parkir kendaraan, tempat ibadah,
tempat olahraga dan pagar tembok keliling;
d. menggunakan metode lahan urug terkendali;
e. tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman; dan
f. lokasi TPA dilarang di kawasan perkotaan dan kawasan lindung.

Paragraf 3 Paragraf 3
Pola Ruang Pola Ruang
Pasal 74 Pasal 74
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf b
huruf b meliputi: meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung; dan a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya. b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya.

Pasal 75 Pasal 75
(1) Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a terdiri atas: (1) Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a meliputi :
a. kawasan perlindungan kawasan bawahannya; dan a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan perlindungan setempat. b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang kawasan lindung dilakukan untuk melindungi c. kawasan perlindungan setempat;
kawasan dan bangunan yang memiliki nilai dan peran penting bagi keberlanjutan kehidupan d. kawasan RTH kota;
dan budaya kota agar tercipta kualitas ruang yang mampu melindungi dan menjaga e. kawasan suaka alam dan cagar budaya;
sumberdaya alam lingkungan hidup dan sumberdaya buatan dan dapat berfungsi secara efektif. f. kawasan rawan bencana.;
g. kawasan lindung lainya
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang kawasan lindung dilakukan untuk melindungi kawasan dan bangunan
yang memiliki nilai dan peran penting bagi keberlanjutan kehidupan dan budaya kota agar tercipta kualitas
ruang yang mampu melindungi dan menjaga sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

Pasal 75A
(1) Kawasan Hutan Lindung sebagaimana dimaksud pada pasal 75 ayat (1) huruf a merupakan kawasan
pelestarian yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa alami atau buatan,
jenis asli dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, budaya, pariwisata
dan rekreasi, serta kawasan resapan air;
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan hutan lindung ditujukan untuk melindungi kelestarian
kawasan hutan yang memiliki nilai dan peran penting bagi kawasan sekitarnya dan bawahannya sebagai
pengatur tata air.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung, terdiri atas :
a. kegiatan yang diperbolehkan dalam kawasan hutan lindung antara lain:
1) pengembangan kegiatan pariwisata alam terbatas dengan syarat tidak boleh mengubah bentang alam
dan menebang vegetasi di atasnya;
2) pemanfaatan sebagai ruang terbuka hijau; dan
3) kegiatan budidaya kehutanan yang diusahakan oleh penduduk setempat dengan luasan tetap dengan
syarat tidak mengurangi fungsi kawasan dan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
b. kegiatan yang dilarang dalam kawasan hutan lindung antara lain:
34
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
1) kegiatan yang mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan serta keawetan tanah, fungsi
hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
2) kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan dan perusakan terhadap keutuhan kawasan dan
ekosistemnya sehingga mengurangi/menghilangkan fungsi dan luas kawasan seperti perambahan
hutan, pembukaan lahan, penebangan pohon, dan perburuan satwa yang dilindungi.
(4) Penyelesaian penguasaan tanah yang berada di dalam kawasan hutan lindung ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan

Pasal 76 Pasal 76
(1) Kawasan Perlindungan Kawasan Bawahannya sebagaimana dimaksud pada pasal 71 ayat (1) (1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam
huruf a merupakan kawasan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan Pasal 75 ayat (1) huruf b merupakan kawasan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan
kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan
erosi serta memelihara kesuburan tanah; erosi serta memelihara kesuburan tanah.
(2) Kawasan Perlindungan Bawahannya meliputi hutan lindung, yang merupakan kawasan (2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan yang memberikan Perlindungan terhadapkawasan
pelestarian yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa alami bawahannya ditujukan untuk melindungi kelestarian kawasan yang memiliki nilai dan peran penting bagi
atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan kawasan sekitarnya dan bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara
latihan, budaya, pariwisata dan rekreasi; serta kawasan resapan air; kesuburan tanah.
(3) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan hutan lindung ditujukan untuk (3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan terhadapkawasan bawahannya
melindungi kelestarian kawasan hutan yang memiliki nilai dan peran penting bagi kawasan terdiri atas:
sekitarnya dan bawahannya untuk mewujudkan kualitas ruang yang mampu memberikan a. Kegiatan yang diperbolehkan, antara lain:
perlindungan secara efektif terhadap kawasan sekitar dan bawahannya sebagai pengatur tata 1) ruang terbuka hijau;
air, pencegah banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah; 2) hutan rakyat;
(4) Kegiatan yang dilarang di kawasan hutan lindung, terdiri atas: 3) permukiman yang sudah terbangun di kawasan resapan air sebelum ditetapkan sebagai kawasan
a. kegiatan yang mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan serta keawetan tanah, lindung dengan syarat:
fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup; a) tingkat kerapatan bangunan rendah dengan KDB maksimum 20 (dua puluh) persen dan KLB
dan/atau maksimum 40 % (empat puluh persen);
b. kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan dan perusakan terhadap keutuhan kawasan b) perkerasan permukiman menggunakan bahan yang memiliki daya serap tinggi; dan
dan ekosistemnya sehingga mengurangi / menghilangkan fungsi dan luas kawasan seperti c) dilengkapi dengan sumur-sumur resapan.
perambahan hutan, pembukaan lahan, penebangan pohon, dan perburuan satwa yang 4) kegiatan wisata alam dengan syarat tidak mengubah bentang alam;
dilindungi. 5) kegiatan pendidikan dan penelitian dengan syarat tidak mengubah bentang alam; dan
6) diizinkan terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam
menahan limpasan air hujan.
b. Kegiatan yang dilarang yakni seluruh jenis kegiatan yang dapat mengganggu fungsi resapan air.
(4) Dihapus.

Pasal 77 Pasal 77
(1) Kawasan Perlindungan Setempat sebagaimana dimaksud pada pasal 75 ayat (1) huruf b (1) Kawasan Perlindungan Setempat sebagaimana dimaksud pada pasal 75 ayat (1) huruf b meliputi sempadan
meliputi sempadan danau/waduk, sempadan sungai dan sempadan mata air; danau/waduk, sempadan sungai dan sempadan mata air;
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Perlindungan Setempat adalah (2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Perlindungan Setempat adalah memberikan
memberikan perlindungan yang efektif terhadap keberlangsungan fungsi danau/waduk, sungai perlindungan yang efektif terhadap keberlangsungan fungsi danau/waduk, sungai dan mata air melalui
dan mata air melalui perlindungan sempadannya untuk mewujudkan kualitas ruang sempadan perlindungan sempadannya untuk mewujudkan kualitas ruang sempadan danau/waduk, sempadan sungai dan
danau/waduk, sempadan sungai dan sempadan mata air yang terjaga dan terlindungi sehingga sempadan mata air yang terjaga dan terlindungi sehingga fungsi kualitas danau/waduk, sungai dan mata air
fungsi kualitas danau/waduk, sungai dan mata air terjaga dan memenuhi aspek kesehatan dan terjaga dan memenuhi aspek kesehatan dan keselamatan;

35
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
keselamatan; (3) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Kawasan Perlindungan Setempat adalah:
(3) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Kawasan Perlindungan Setempat adalah: a. tidak diperkenakan adanya kegiatan/bangunan/bangun-bangunan di dalam batas sempadan yang
a. tidak diperkenakan adanya kegiatan/bangunan/bangun-bangunan di dalam batas sempadan mengganggu fungsi danau/waduk, sungai dan mata air;
yang mengganggu fungsi danau/waduk, sungai dan mata air; b. ketentuan lebar sempadan merujuk peraturan perundangan yang berlaku; dan
b. ketentuan lebar sempadan merujuk peraturan perundangan yang berlaku; dan c. diperkenankan adanya prasarana dan/atau sarana vital dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
c. diperkenankan adanya prasarana dan/atau sarana vital dengan Koefisien Dasar Bangunan maksimum 2%.
(KDB) maksimum 2%. (5) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada kawasan sempadan pantai adalah :
(4) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada kawasan sempadan pantai adalah : a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan meliputi;
a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan meliputi; 1. ruang terbuka hijau;
1. ruang terbuka hijau; 2. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah bencana pesisir;
2. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah bencana pesisir; 3. penelitian dan pendidikan;
3. penelitian dan pendidikan; 4. kepentingan adat dan kearifan lokal, yang mencakup upacara adat, upacara keagamaan, hak dan
4. kepentingan adat dan kearifan lokal, yang mencakup upacara adat, upacara keagamaan, kewajiban masyarakat adat, serta tradisi dan kebiasaan;
hak dan kewajiban masyarakat adat, serta tradisi dan kebiasaan; 5. pertahanan dan keamanan;
5. pertahanan dan keamanan; 6. perhubungan; dan
6. perhubungan; dan 7. komunikasi.
7. komunikasi. b. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan dengan syarat tertentu yaitu kegiatan rekreasi, wisata bahari, dan
b. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan dengan syarat tertentu yaitu kegiatan rekreasi, ekowisata, dengan syarat tidak termasuk untuk pendirian bangunan permanen dan/atau hotel.
wisata bahari, dan ekowisata, dengan syarat tidak termasuk untuk pendirian bangunan
permanen dan/atau hotel.

Pasal 77A
(1) RTH kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) huruf d berupa hutan kota, taman kota, taman
lingkungan, jalur hijau jalan dan taman pemakaman umum.
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan RTH kota berupa:
a. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah timbulnya kerusakan
lingkungan hidup;
b. perlindungan lahan untuk fungsi rekreasi dan fungsi preservasi;
c. perlindungan lahan yang rawan/ sensitif secara lingkungan hidup;
d. perlindungan terhadap kawasan RTH eksisting agar tidak menjadi kawasan terbangun; dan
e. penegasan aturan KDB dan KDH pada kawasan RTH maupun pada kawasan budidaya lainnya yang
memiliki potensi penyediaan RHT privat.
(3) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada kawasan RTH kotaterdiri atas:
a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan antara lain :
1) pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai konservasi lingkungan, peningkatan keindahan kota,
rekreasi, dan sebagai penyeimbang guna lahan industri dan permukiman; dan
2) pendirian bangunan yang menunjang kegiatan rekreasi serta prasarana, sarana dan utilitas umum ,
sesuai dengan intensitas ruang yang ditetapkan.
b. pemanfaatan ruang yang dilarang antara lain :
1) seluruh kegiatan yang bersifat alih fungsi RTH; dan
2) pendirian bangunan yang bersifat permanen selain prasarana, sarana dan utilitas umum, serta fasilitas
penunjang rekreasi.

36
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
Pasal 77B
(1) Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalamPasal 75 ayat (1) huruf e berupa
kawasan taman nasional dan cagar budaya.
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya adalah memberikan
perlindungan terhadap kawasan agar tidak terjadi alih fungsi lahan dan berpotensi merusak fungsi kawasan.
(3) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada kawasan Taman Nasionalterdiri atas:
a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan antara lain :
1) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
2) pendidikan dan peningakatn kesadartahuan konservasi alam;
3) penyimpanan dan/atau penyerapan karbon;
4) pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin;
5) wisata alam;
6) pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar;
7) pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya; dan
8) pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat, berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan
kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi.
b. pemanfaatan ruang yang dilarang antara lain:
1) kegiatan yang dapat merusak bentang alam dan/atau mengubah fungsi kawasan; dan
2) kegiatan pemanfaatan tanpa izin.
c. penyediaan daerah penyangga di sekitar kawasan Taman Nasional, dapat berupa tanah negara bebas
atau tanah yang dibebani hak, untuk menjaga keutuhan kawasan;
d. penetapan daerah penyangga sebagaimana dimaksud huruf c dilakukan oleh pemerintah; dan
e. penyelesaian penguasaan tanah yang berada di dalam kawasan Taman Nasional dan daerah penyangga
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Cagar Budaya terdiri atas:
a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan antara lain:
1) kegiatan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, agama, kebudayaan,
dan/atau pariwisata sesuai dengan fungsi kawasan;
2) pemugaran untuk mengembalikan kondisi fisik cagar budaya melalui kegiatan rekonstruksi,
konsolidasi, rehabilitasi dan restorasi; dan
3) pemberian insentif berupa pengurangan pajak bumi dan bangunan.
b. pemanfaatan ruang yang dilarang antara lain:
1) kegiatan yang dapat menyebabkan cagar budaya menjadi rusak, hancur, hilang, atau musnah, baik
seluruh maupun bagian-bagiannya dari kesatuan, kelompok, dan/atau letak asal; dan
2) kegiatan yang dapat mengubah fungsi cagar budaya, baik keseluruhan mupun bagian-bagiannya.
c. Penyelesaian hak dan penguasaan cagar budaya ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 77C
(1) Kawasan Rawan Bencana Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) huruf f berupa kawasan rawan
bencana banjir, bencana longsor, bencana kebakaran, dan bencana angin puting beliung.
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan rawan bencana berupa upaya mitigasi bencana, yaitu
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan rawan bencana alam terdiri atas:
37
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
a. pemanfaatan ruang yang diperbolehkan antara lain:
(1) pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman dan penanggulangan bencana;
(2) pemanfaatan sebagai ruang terbuka hijau; dan
(3) pelestarian flora, fauna dan ekosistem unik kawasan
b. pemanfaatan ruang yang dilarang adalah kegiatan yang memliki fungsi strategis kota.

Pasal 77D
(1) Kawasan Lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) huruf g meliputi:
a. kawasan rawan bencana gagal teknologi; dan
b. kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Lindung Lainnya ditujukan untuk melindungi
kelestarian lingkungan hidup, ekosistem dan potensi yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan

Pasal 77E
(1) Kawasan rawan bencana gagal teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77D ayat (1) huruf a berupa
kawasan rawan bencana akibat kebocoran pipa minyak dan gas, atau bencana lainnya akibat kegiatan
industri.
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan rawan bencana gagal teknologi berupa upaya
mitgiasi bencana, yaitu serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
(3) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada kawasan rawan bencana terdiri atas:
a. penyediaan prasarana, sarana dan utilitas yang dapat menjamin kelangsungan hidup masyarakat yang
mengalami bencana, baik pada saat dan/atau setelah terjadinya bencana;
b. penyediaan ruang dan jalur evakuasi bencana yang memenuhi standar keamanan; dan
c. ketentuan mengenai penyediaan dan pemanfaatan jalur dan ruang evakuasi bencana akan diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Wali Kota.

Pasal 77F
(1) Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77D ayat (1) huruf b
berupa zona inti dan zona pemanfaatan terbatas
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah
memberikan perlindungan terhadap kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dari kerusakan dan/atau
pencemaran
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau terdiri dari:
a. Zona Inti
1) pemanfaatan ruang yang diperbolehkan antara lain:
a) perlindungan habitat dan populasi ikan;
b) alur migrasi biota laut;
c) perlindungan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan terhadap
perubahan;
d) perlindungan situs budaya dan/atau adat tradisional; dan
e) penelitian dan/atau pendidikan.
2) pemanfaatan ruang yang dilarang antara lain :
38
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
a) kegiatan yang dapat mengganggu fungsi kawasan;
b) kegiatan yang dapat merusak dan/atau mencemari ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
c) pemanfaatan sumber daya alam berupa karang, lamun dan/atau kayu bakau sehingga dapat
mengurangi luas tutupan dan kualitas ekosistem.
b. Zona Pemanfaatan Terbatas
1) pemanfaatan ruang yang diperbolehkan antara lain :
a) perlindungan habitat dan populasi ikan;
b) rehabilitasi ekosistem pesisir yang rentan terhadap perubahan;
c) penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
d) pendidikan;
e) pariwisata dan rekreasi; dan
f) budidaya perikanan dan non-perikanan.
2) pemanfaatan ruang yang dilarang antara lain :
a) kegiatan yang dapat mengganggu fungsi kawasan;
b) kegiatan yang dapat merusak dan/atau mencemari ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
c) pemanfaatan sumber daya alam berupa karang, lamun dan/atau kayu bakau tanpa ijin sehingga
dapat mengurangi luas tutupan dan kualitas ekosistem.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil akan diatur dalam
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pasal 78 Pasal 78
(1) Ketentuan Umum Peraturan zonasi di dalam kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam (1) Ketentuan umum peraturan zonasi di dalam kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 74 huruf
pasal 74 huruf b terdiri atas: b terdiri atas:
a. kawasan perumahan; a. kawasan perumahan;
b. kawasan perdagangan dan jasa; b. kawasan perdagangan dan jasa;
c. kawasan perkantoran c. kawasan perkantoran dan pemerintahan;
d. kawasan industri; d. kawasan peruntukan industri;
e. kawasan pariwisata; e. kawasan pariwisata;
f. kawasan ruang terbuka non-hijau; dan f. kawasan ruang terbuka non-hijau; dan
g. kawasan peruntukan lainnya. g. kawasan peruntukan lainnya.
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang kawasan budidaya dilakukan untuk menjaga kualitas (2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang kawasan budidaya dilakukan untuk menjaga kualitas minimum
minimum ruang yang ditetapkan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan karakteristik ruang yang ditetapkan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan karakteristik kawasan; Pengembangan kawasan
kawasan; Pengembangan kawasan budidaya harus memenuhi persyaratan keselamatan budidaya harus memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan internasional;
penerbangan internasional;

Pasal 79 Pasal 79
(1) Kawasan Perumahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf a, merupakan (1) Kawasan Perumahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) huruf a, merupakan kawasan untuk
kawasan untuk tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan fasilitas yang
sarana yang mendukung bagi perikehidupan dan penghidupan; mendukung bagi perikehidupan dan penghidupan;
(2) Pembagian zonasi dalam Kawasan Perumahan untuk penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (2) Pembagian zona dalam Kawasan Perumahan untuk penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan/atau
(RDTR) dan/atau Peraturan Zonasi didasarkan pada klasifikasi kepadatan rendah, kepadatan Peraturan Zonasi didasarkan pada klasifikasi kepadatan rendah, kepadatan sedang, kepadatan tinggi dan
sedang dan kepadatan tinggi berdasarkan batasan ketentuan yang berlaku; perumahan di atas air berdasarkan batasan ketentuan yang berlaku;
(3) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Perumahan ditujukan menyediakan (3) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Perumahan ditujukan untuk mewujudkan tertib tata
lahan untuk pengembangan hunian dengan kepadatan dan tipe yang bervariasi untuk ruang pada kawasan perumahan sesuai dengan fungsinya dan peraturan perundangan yang berlaku.
39
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
mewujudkan lingkungan hunian yang sehat, nyaman, selamat, aman dan asri sesuai dengan (4) Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan Perumahan terdiri atas :
ragam kepadatan dan tipe hunian yang dikembangkan; a. menampung kegiatan yang terkait langsung dengan kegiatan hunian yang dilengkapi dengan prasarana,
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi pada Kawasan Perumahan yaitu: sarana dan fasilitas pendukungnya;
a. dapat menampung kegiatan yang terkait langsung dengan kegiatan hunian yang dilengkapi b. Garis Sempadan Bangunan (GSB) mempertimbangkan aspek keselamatan dan kebisingan suara sesuai
dengan prasarana dan sarana pendukungnya; dengan fungsi jaringan jalan dan fungsi kawasan, dengan GSB sedikitnya 2 m untuk kapling kurang dari
b. Garis Sempadan Bangunan (GSB) mempertimbangkan aspek keselamatan dan kebisingan 60 m2;
suara sesuai dengan fungsi jaringan jalan dan fungsi kawasan, dengan GSB sedikitnya 2 m c. tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan, kawasan keselamatan operasi
untuk kapling kurang dari 60 m2; penerbangan dan aspek keselamatan penghuni;
c. tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan, kawasan keselamatan d. ketentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum, Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum
operasi penerbangan serta mempertimbangkan aspek keselamatan penghuni; dan Koefisien Dasar Hijau (KDH) minimum diatur pada Lampiran VI mengenai Rencana Pengaturan
d. ketentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum, Koefisien Lantai Bangunan KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
(KLB) maksimum dan Koefisien Dasar Hijau (KDH) minimum diatur pada Lampiran VI Daerah ini.
mengenai Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum.

Pasal 80 Pasal 80
(1) Kawasan Perdagangan dan Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf b (1) Kawasan Perdagangan dan Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf b merupakan kawasan
merupakan kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan komersil, termasuk perdagangan, jasa, yang diperuntukkan untuk kegiatan komersil, termasuk perdagangan, jasa, hiburan, dan perhotelan yang
hiburan, dan perhotelan yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada suatu
dan memberikan nilai tambah pada suatu kawasan; kawasan;
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Perdagangan dan Jasa dilakukan untuk (2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Perdagangan dan Jasa dilakukan untuk menyediakan lahan
menyediakan lahan untuk menampung kegiatan perdagangan dan jasa untuk mewujudkan untuk menampung kegiatan perdagangan dan jasa untuk mewujudkan kawasan perdagangan dan jasa yang
kawasan perdagangan dan jasa yang nyaman, aman dan produktif untuk berbagai macam pola nyaman, aman dan produktif untuk berbagai macam pola pengembangan komersial;
pengembangan komersial; (3) Pada kawasan ini tidak diperkenankan kegiatan yang mengganggu fungsi perdagangan dan jasa;
(3) Pada kawasan ini tidak diperkenankan kegiatan yang mengganggu fungsi perdagangan dan (3) Kawasan Perdagangan dan Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
jasa; a. zona perdagangan; dan,
(4) Kawasan Perdagangan dan Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: b. zona jasa.
a. zona perdagangan; dan,
b. zona jasa.

Pasal 81 Pasal 81
(1) Zona Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (4) huruf a mencakup (1) Zona Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (4) huruf a mencakup perdagangan grosir,
perdagangan grosir, eceran aglomerasi (pusat belanja/mall, tunggal/toko maupun berupa linier eceran aglomerasi (pusat belanja/mall, tunggal/toko maupun berupa linier serta perdagangan di pusat primer
serta perdagangan di pusat primer dan sekunder); dan sekunder);
(2) Pembagian zonasi dalam Zona Perdagangan untuk penyusunan RDTR didasarkan pada skala (2) Pembagian zonasi dalam Zona Perdagangan untuk penyusunan RDTR didasarkan pada skala pelayanannya
pelayanannya (Regional, Kota dengan Pusat kota; bagian wilayah Kota dengan Sub Pusat Kota (Regional, Kota dengan Pusat kota; bagian wilayah Kota dengan Sub Pusat Kota dan lingkungan dengan Pusat
dan lingkungan dengan Pusat Lingkungan) maupun luasannya; Lingkungan) maupun luasannya;
(3) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang Zona Perdagangan dilakukan untuk menyediakan (3) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang Zona Perdagangan dilakukan untuk menyediakan lahan untuk
lahan untuk menampung kegiatan perdagangan untuk mewujudkan kawasan perdagangan yang menampung kegiatan perdagangan untuk mewujudkan kawasan perdagangan yang nyaman, aman dan
nyaman, aman dan produktif untuk berbagai macam pola pengembangan; produktif untuk berbagai macam pola pengembangan;
(4) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Zona Perdagangan meliputi: (4) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Zona Perdagangan meliputi:
a. setiap kegiatan perdagangan dalam zona perdagangan harus menyediakan prasarana a. setiap kegiatan perdagangan dalam zona perdagangan harus menyediakan prasarana minimum (parkir,
minimum (parkir, bongkar muat, penyimpanan/gudang yang memadai sesuai ketentuan bongkar muat, penyimpanan/gudang yang memadai sesuai ketentuan atau standar minimal yang
atau standar minimal yang ditetapkan); ditetapkan);
b. setiap kegiatan perdagangan dalam zona perdagangan tidak menimbulkan gangguan b. setiap kegiatan perdagangan dalam zona perdagangan tidak menimbulkan gangguan terhadap kepentingan
40
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
terhadap kepentingan umum; umum;
c. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang serta tata masa bangunan sebagai berikut: c. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang serta tata masa bangunan sebagai berikut:
1. intensitas pemanfaatan ruang pada dasarnya ditetapkan dengan mempertimbangkan 1. intensitas pemanfaatan ruang pada dasarnya ditetapkan dengan mempertimbangkan tipe/karakteristik
tipe/karakteristik kegiatan komersial daya dukung baik lahan dan kapasitas jalan kegiatan komersial daya dukung baik lahan dan kapasitas jalan melalui analisis dampak lalu lintas;
melalui analisis dampak lalu lintas; 2. ketentuan KDB, KLB dan KDH merujuk pada Lampiran VI tentang Ketentuan KDB, KLB Maksimum
2. ketentuan KDB, KLB dan KDH merujuk pada Lampiran VI tentang Ketentuan KDB, dan KDH Minimum
KLB Maksimum dan KDH Minimum; 3. Garis Sempadan Bangunan (GSB) berdasarkan hirarki pusat pelayanan dan zona perdagangan.
3. Garis Sempadan Bangunan (GSB) berdasarkan hirarki pusat pelayanan dan zona
perdagangan.

Pasal 82 Pasal 82
(1) Zona Jasa sebagaimana dimaksud pada Pasal 80 ayat (4) huruf b mencakup kegiatan jasa pada (1) Zona Jasa sebagaimana dimaksud pada Pasal 80 ayat (4) huruf b mencakup kegiatan jasa pada luasan lahan >
luasan lahan > 10.000 m2, 5.000 m2-10.000 m2, 1.000 m2 – 5.000 m2, 200 m2 – 1.000 m2 dan 10.000 m2, 5.000 m2-10.000 m2, 1.000 m2 – 5.000 m2, 200 m2 – 1.000 m2 dan kegiatan jasa yang berada di
kegiatan jasa yang berada di pusat pelayanan kota dan sub pusat pelayanan kota; pusat pelayanan kota dan sub pusat pelayanan kota;
(2) Pembagian zonasi dalam Zona Jasa untuk penyusunan RDTR didasarkan pada skala (2) Pembagian zonasi dalam Zona Jasa untuk penyusunan RDTR didasarkan pada skala pelayanannya (Regional,
pelayanannya (Regional, Kota dengan Pusat pelayanan kota; bagian wilayah Kota dengan Sub Kota dengan Pusat pelayanan kota; bagian wilayah Kota dengan Sub Pusat Pelayanan Kota dan lingkungan
Pusat Pelayanan Kota dan lingkungan dengan Pusat Lingkungan) dan luasannya; dengan Pusat Lingkungan) dan luasannya;
(3) Upaya Pengendalian pemanfaatan ruang Zona Jasa dilakukan untuk menyediakan lahan lahan (3) Upaya Pengendalian pemanfaatan ruang Zona Jasa dilakukan untuk menyediakan lahan lahan untuk
untuk menampung kegiatan jasa untuk mewujudkan kawasan jasa yang nyaman, aman dan menampung kegiatan jasa untuk mewujudkan kawasan jasa yang nyaman, aman dan produktif untuk berbagai
produktif untuk berbagai macam pola pengembangan; macam pola pengembangan;
(4) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Zona Jasa adalah: (4) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Zona Jasa adalah:
a. setiap kegiatan perdagangan dalam zona jasa harus menyediakan prasarana minimum a. setiap kegiatan perdagangan dalam zona jasa harus menyediakan prasarana minimum (parkir, bongkar
(parkir, bongkar muat, penyimpanan/gudang yang memadai sesuai ketentuan atau standar muat, penyimpanan/gudang yang memadai sesuai ketentuan atau standar minimal yang ditetapkan);
minimal yang ditetapkan); b. setiap kegiatan perdagangan dalam zona jasa tidak menimbulkan gangguan terhadap kepentingan umum;
b. setiap kegiatan perdagangan dalam zona jasa tidak menimbulkan gangguan terhadap c. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang serta tata masa bangunan sebagai berikut:
kepentingan umum; 1. intensitas pemanfaatan ruang pada dasarnya ditetapkan dengan mempertimbangkan tipe/karakteristik
c. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang serta tata masa bangunan sebagai berikut: kegiatan komersial daya dukung baik lahan dan kapasitas jalan melalui analisis dampak lalu lintas;
1. intensitas pemanfaatan ruang pada dasarnya ditetapkan dengan mempertimbangkan 2. ketentuan KDB, KLB dan KDH merujuk pada Lampiran VI tentang Ketentuan KDB, KLB
tipe/karakteristik kegiatan komersial daya dukung baik lahan dan kapasitas jalan Maksimum dan KDH Minimum;
melalui analisis dampak lalu lintas; 3. Garis Sempadan Bangunan (GSB) berdasarkan hirarki pusat layanan dan bentuk zona jasa:
2. ketentuan KDB, KLB dan KDH merujuk pada Lampiran VI tentang Ketentuan KDB, a) Pusat Pelayanan Kota
KLB Maksimum dan KDH Minimum; 1) minimum dihitung berdasarkan rumus GSB = (0.5 x lebar rumija) + 1 untuk jalan > 8 meter,
3. Garis Sempadan Bangunan (GSB) berdasarkan hirarki pusat layanan dan bentuk zona sedangkan untuk jalan ≤ 8 meter menggunakan rumus GSB = 0.5 x lebar rumija.
jasa: 2) untuk GSB samping dan belakang diatur berdasarkan pertimbangan keselamatan, estetika
a) Pusat Pelayanan Kota atau karakter kawasan yang ingin dibentuk.
1) minimum dihitung berdasarkan rumus GSB = (0.5 x lebar rumija) + 1 untuk b) Sub Pusat Pelayanan Kota:
jalan > 8 meter, sedangkan untuk jalan ≤ 8 meter menggunakan rumus GSB = 1) minimum dihitung berdasarkan rumus GSB = (0.5 x lebar rumija) + 1 untuk jalan > 8 meter,
0.5 x lebar rumija. sedangkan untuk jalan ≤ 8 meter menggunakan rumus GSB = 0.5 x lebar rumija.
2) untuk GSB samping dan belakang diatur berdasarkan pertimbangan 2) untuk GSB samping dan belakang diatur berdasarkan pertimbangan keselamatan, estetika
keselamatan, estetika atau karakter kawasan yang ingin dibentuk. atau karakter kawasan yang ingin dibentuk.
b) Sub Pusat Pelayanan Kota: c) Pusat Lingkungan:
1) minimum dihitung berdasarkan rumus GSB = (0.5 x lebar rumija) + 1 untuk 1) ketentuan GSB mengikuti aturan lingkungan perumahan;
jalan > 8 meter, sedangkan untuk jalan ≤ 8 meter menggunakan rumus GSB = 2) berdasarkan koridor jalan untuk bukan shopping street;
0.5 x lebar rumija. 3) arteri: GSB minimum 17,50 meter;
41
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
2) untuk GSB samping dan belakang diatur berdasarkan pertimbangan 4) kolektor: GSB minimum 12 meter
keselamatan, estetika atau karakter kawasan yang ingin dibentuk. 5) lokal dan lingkungan: GSB minimum 5 meter.
c) Pusat Lingkungan:
1) ketentuan GSB mengikuti aturan lingkungan perumahan;
2) berdasarkan koridor jalan untuk bukan shopping street;
3) arteri: GSB minimum 17,50 meter;
4) kolektor: GSB minimum 12 meter;
5) lokal dan lingkungan: GSB minimum 5 meter.

Pasal 83 Pasal 83
(1) Kawasan Perkantoran sebagaimana dimaksud pada 78 ayat (1) huruf c, mencakup kawasan (1) Kawasan Perkantoran sebagaimana dimaksud pada 78 ayat (1) huruf c, mencakup kawasan untuk tempat
untuk tempat kegiatan pemerintahan kota; kegiatan pemerintahan kota;
(2) Pembagian zonasi dalam Kawasan Pemerintahan untuk penyusunan RDTR dan/atau Peraturan (2) Pembagian zonasi dalam Kawasan Pemerintahan untuk penyusunan RDTR dan/atau Peraturan Zonasi
Zonasi didasarkan pada skala pelayanan (kota, sub pusat kota atau kecamatan, dan lingkungan didasarkan pada skala pelayanan (kota, sub pusat kota atau kecamatan, dan lingkungan atau kelurahan);
atau kelurahan); (3) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Pemerintahan ditujukan menyediakan lahan
(3) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Pemerintahan ditujukan menyediakan pengembangan kegiatan pemerintahan dengan tipe dan karakteristik yang bervariasi di seluruh wilayah kota
lahan pengembangan kegiatan pemerintahan dengan tipe dan karakteristik yang bervariasi di untuk mewujudkan lingkungan pemerintahan yang sehat, nyaman, selamat, aman dan asri sesuai dengan
seluruh wilayah kota untuk mewujudkan lingkungan pemerintahan yang sehat, nyaman, ragam karakteristik dan tipe pemerintahan yang dikembangkan;
selamat, aman dan asri sesuai dengan ragam karakteristik dan tipe pemerintahan yang (4) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Kawasan Pemerintahan adalah:
dikembangkan; a. kegiatan penunjang terkait dengan pemerintahan diperkenankan sepanjang tidak mengganggu kegiatan
(4) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Kawasan Pemerintahan adalah: pemerintahan [tempat ibadah, kantin]
a. kegiatan penunjang terkait dengan pemerintahan diperkenankan sepanjang tidak b. GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kebisingan.
mengganggu kegiatan pemerintahan [tempat ibadah, kantin] c. dilengkapi prasarana parkir sesuai dengan kapasitas pelayanan.
b. GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kebisingan. d. tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan dan prasarana lingkungan, kawasan
c. dilengkapi prasarana parkir sesuai dengan kapasitas pelayanan. keselamatan operasi penerbangan serta mempertimbangkan aspek keselamatan pengguna.
d. tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan dan prasarana e. ketentuan KDB maksimum, KLB maksimum dan KDH minimum dirinci pada Lampiran VI mengenai
lingkungan, kawasan keselamatan operasi penerbangan serta mempertimbangkan aspek Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum.
keselamatan pengguna.
e. ketentuan KDB maksimum, KLB maksimum dan KDH minimum dirinci pada Lampiran
VI mengenai Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum.

Pasal 84 Pasal 84
(1) Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada 78 ayat (1) huruf d, mencakup kawasan yang (1) Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada 78 ayat (1) huruf d, mencakup kawasan yang diperuntukkan
diperuntukkan bagi kegiatan industri (termasuk sentra industri kecil) dan pergudangan; bagi kegiatan industri (termasuk sentra industri kecil) dan pergudangan;
(2) Pembagian zonasi dalam Kawasan Industri untuk penyusunan RDTR didasarkan pada skala (2) Pembagian zonasi dalam Kawasan Industri untuk penyusunan RDTR didasarkan pada skala besaran seperti
besaran seperti industri besar, sedang, kecil dan rumah tangga dengan batasan sesuai ketentuan industri besar, sedang, kecil dan rumah tangga dengan batasan sesuai ketentuan yang berlaku.
yang berlaku. (3) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Industri ditujukan menyediakan ruang bagi kegiatan
(3) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Industri ditujukan menyediakan ruang industri dan manufaktur serta pergudangan dalam upaya meningkatkan keseimbangan antara penggunaan
bagi kegiatan industri dan manufaktur serta pergudangan dalam upaya meningkatkan lahan secara ekonomis dan mendorong pertumbuhan lapangan kerja untuk mewujudkan kawasan industri yang
keseimbangan antara penggunaan lahan secara ekonomis dan mendorong pertumbuhan berkualitas tinggi dan ramah lingkungan, dan terlindunginya masyarakat dan kepentingan umum dari kegiatan
lapangan kerja untuk mewujudkan kawasan industri yang berkualitas tinggi dan ramah industri;
lingkungan, dan terlindunginya masyarakat dan kepentingan umum dari kegiatan industri; (4) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Kawasan Industri adalah:
(4) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Kawasan Industri adalah: a. membatasi penggunaan non industri pada kawasan industri;
a. membatasi penggunaan non industri pada kawasan industri; b. menyediakan prasarana (IPAL, parkir, bongkar-muat, gudang) minimum yang memadai sesuai ketentuan
42
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
b. menyediakan prasarana (IPAL, parkir, bongkar-muat, gudang) minimum yang memadai dan/atau standar yang berlaku;
sesuai ketentuan dan/atau standar yang berlaku; c. GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kenyamanan;
c. GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kenyamanan; d. tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan, kawasan keselamatan operasi
d. tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan, kawasan keselamatan penerbangan serta mempertimbangkan aspek keselamatan penghuni;
operasi penerbangan serta mempertimbangkan aspek keselamatan penghuni; e. ketentuan KDB, KLB dan KDH dirinci pada Lampiran VI mengenai Rencana Pengaturan KDB, KLB
e ketentuan KDB, KLB dan KDH dirinci pada Lampiran VI mengenai Rencana Pengaturan Maksimum dan KDH Minimum.
KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum.
(3)
Pasal 84 A
(1) Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri dapat dilakukan melalui kegiatan reklamasi.
(2) Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan
manfaat sumber daya lahan ditinjau dari aspek sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan,
pengeringan lahan dan/atau drainase.
(3) Perencanaan dan pelaksanaan reklamasi wajib mempertimbangkan aspek teknis, aspek lingkungan hidup, dan
aspek sosial ekonomi.
(4) Aspek teknis sebagaimana dimaksud ayat (3) meliputi hidro-oceanografi, hidrologi, batimetri, topografi,
geomorfologi, dan/atau geoteknik.
(5) Aspek lingkungan hidup sebagaimana dimaksud ayat (3) meliputi kualitas air laut, kualitas air tanah, kualitas
udara, kondisi ekosistem pesisir (mangrove,lamun, terumbu karang), flora dan fauna darat, serta biota
perairan.
(6) Aspek sosial ekonomi sebagaimana dimaksud ayat (3) meliputi demografi, akses publik, dan potensi relokasi.
(7) Perencanaan dan pelaksanaan reklamasi sebagaimana dimaksud ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundangan.
(8) Reklamasi dilarang dilakukan pada Zona Inti Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan/atau
alur pelayaran laut.
(9) Tata cara penerbitan perizinan pelaksanaan reklamasi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Wali Kota.

Pasal 85 Pasal 85
(1) Kawasan Pariwisata sebagaimana dimaksud pada 78 ayat (1) huruf e, adalah kawasan untuk (1) Kawasan Pariwisata sebagaimana dimaksud pada 78 ayat (1) huruf e, adalah kawasan untuk kegiatan
kegiatan pariwisata yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana kegiatan pariwisata; pariwisata yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana kegiatan pariwisata;
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Pariwisata ditujukan menyediakan (2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Pariwisata ditujukan menyediakan lahan untuk
lahan untuk pengembangan kegiatan pariwisata dengan karakteristik sesuai dengan fungsi dan pengembangan kegiatan pariwisata dengan karakteristik sesuai dengan fungsi dan peraturan perundangan yang
peraturan perundangan yang berlaku; berlaku;
(3) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Kawasan Pariwisata adalah: (3) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Kawasan Pariwisata adalah:
a. kegiatan penunjang terkait dengan pariwisata diperkenankan sepanjang tidak mengganggu a. kegiatan penunjang terkait dengan pariwisata diperkenankan sepanjang tidak mengganggu kegiatan
kegiatan pariwisata; pariwisata;
b. GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kenyamanan; b. GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kenyamanan;
c. tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan, kawasan keselamatan c. tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan, kawasan keselamatan operasi
operasi penerbangan serta mempertimbangkan aspek keselamatan penghuni; penerbangan serta mempertimbangkan aspek keselamatan penghuni;
d. ketentuan KDB, KLB dan KDH dirinci pada Lampiran VI mengenai Rencana Pengaturan d. ketentuan KDB, KLB dan KDH dirinci pada Lampiran VI mengenai Rencana
KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum. Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum.

Pasal 86 Pasal 86
(1) Kawasan Ruang Terbuka non-Hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf f (1) Kawasan Ruang Terbuka non-Hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf f mencakup fasilitas
43
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
mencakup fasilitas lingkungan yang berfungsi untuk menyelenggarakan dan mengembangkan lingkungan yang berfungsi untuk menyelenggarakan dan mengembangkan kehidupan umum.
kehidupan umum. (2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Ruang Terbuka non-Hijau ditujukan menyediakan
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Ruang Terbuka non-Hijau ditujukan lahan untuk fasilitas umum penunjang kawasan perkotaan untuk mewujudkan lingkungan yang sehat, nyaman,
menyediakan lahan untuk fasilitas umum penunjang kawasan perkotaan untuk mewujudkan selamat, aman dan asri sesuai dengan ragam kepadatan dan tipe hunian yang dikembangkan.
lingkungan yang sehat, nyaman, selamat, aman dan asri sesuai dengan ragam kepadatan dan (3) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Kawasan Ruang Terbuka non-Hijau meliputi:
tipe hunian yang dikembangkan. a. tidak diperkenankan kegiatan lain yang mengganggu berlangsungnya kegiatan fasilitas umum;
(3) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Kawasan Ruang Terbuka non-Hijau meliputi: b. GSB minimum mempertimbangkan aspek keselamatan dan perlindungan atas kebisingan;
a. tidak diperkenankan kegiatan lain yang mengganggu berlangsungnya kegiatan fasilitas c. Tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan, kawasan keselamatan operasi
umum; penerbangan serta mempertimbangkan aspek keselamatan penghuni;
b. GSB minimum mempertimbangkan aspek keselamatan dan perlindungan atas kebisingan; d. ketentuan KDB, KLB dan KDH dirinci pada Lampiran VI mengenai Rencana Pengaturan KDB, KLB
c. Tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan, kawasan keselamatan Maksimum dan KDH Minimum;
operasi penerbangan serta mempertimbangkan aspek keselamatan penghuni; e. ketentuan fasilitas yang diperbolehkan dibangun hanya untuk fasilitas penunjang seperti toilet, perkerasan
d. ketentuan KDB, KLB dan KDH dirinci pada Lampiran VI mengenai Rencana Pengaturan jalur pedestrian, parkir, dan bangku/tempat duduk.
KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum;
e. ketentuan fasilitas yang diperbolehkan dibangun hanya untuk fasilitas penunjang seperti
toilet, perkerasan jalur pedestrian, parkir, dan bangku/tempat duduk.

Pasal 87 Pasal 87
(1) Kawasan Peruntukan Lainnya sebagaimana dimaksud pada 78 ayat (1) Kawasan Peruntukan Lainnya sebagaimana dimaksud pada 78 ayat (4) huruf g, meliputi :
(4) huruf g adalah kawasan untuk kegiatan pertanian, perikanan, pertambangan serta kawasan a. Kawasan Hutan Produksi konversi
pertahanan dan keamanan; b. Kawasan Pertanian Pangan
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Peruntukan Lainnya ditujukan c. Kawasan Perikanan
menyediakan lahan dengan karakteristik sesuai dengan fungsi dan peraturan perundangan d. Kawasan Pertahanan dan Keamanan
yang berlaku; e. Kawasan Pertambangan
(3) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Kawasan Peruntukan Lainnya adalah: f. Sarana Pelayanan Umum
a. kegiatan penunjang terkait dengan peruntukan lainnya diperkenankan sepanjang tidak (2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Peruntukan Lainnya ditujukan untuk mewujudkan
mengganggu kegiatan lainnya; tertib tata ruang pada kawasan peruntukan lainnya sesuai dengan fungsinya dan peraturan perundangan.
b. GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kenyamanan; (3) Dihapus
c. tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan, kawasan
keselamatan operasi penerbangan serta mempertimbangkan aspek keselamatan penghuni;
d. ketentuan KDB, KLB dan KDH merujuk pada Lampiran VI mengenai Rencana
Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum.

Pasal 87A
(1) Kawasan Hutan Produksi Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) huruf a adalah kawasan
hutan yang secara ruang dapat dicadangkan bagi pembangunan di luar kegiatan kehutanan.
(2) Ketentuan umum Peraturan Zonasi Kawasan Hutan Produksi Konversi terdiri atas:
a. Kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
sarana penunjang, antara lain:
1) penempatan korban bencana alam;
2) waduk dan bendungan;
3) fasilitas pemakaman;
4) fasilitas pendidikan;
5) fasilitas keselamatan umum;
44
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
6) rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat;
7) kantor Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;
8) permukiman dan/atau perumahan;
9) transmigrasi;
10) bangunan industri;
11) pelabuhan;
12) bandar udara;
13) stasiun kereta api;
14) terminal;
15) pasar umum;
16) pengembangan/pemekaran wilayah;
17) pertanian tanaman pangan;
18) budidaya pertanian;
19) perkebunan;
20) perikanan;
21) peternakan; dan/atau
22) sarana olah raga.
b. Pemanfaatan ruang Kawasan Hutan Produksi Konversi untuk kepentingan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan sebagaimana huruf a dilakukan melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan;
c. Mekanisme Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Konversi untuk kepentingan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan sebagaimana ayat huruf b diatur lebih lanjut dalam ketentuan yang dikeluarkan
oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; dan
d. Penyelesaian penguasaan tanah yang berada di dalam Kawasan Hutan Produksi Konversi ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan KDB maksimum, KLB maksimum dan KDH minimum disesuaikan dengan bentuk
pemanfaatannya untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan sebagaimana ayat (2) huruf a
diatur pada Lampiran III mengenai Ketentuan Umum Peraturan Zonasi, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 88 Pasal 88
(1) Kawasan Pertanian sebagaimana dimaksud pada 87 ayat (1) adalah kawasan untuk kegiatan (1) Kawasan Pertanian sebagaimana dimaksud pada 87 ayat (1) adalah kawasan untuk kegiatan bercocok tanam,
bercocok tanam, yang terdiri dari tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan serta kegiatan yang terdiri dari tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan serta kegiatan peternakan;
peternakan; (2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Pertanian dilakukan untuk menyediakan dan
(2) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Pertanian dilakukan untuk menyediakan mempertahankan lahan untuk kegiatan bercocok tanam, peternakan yang produktif, berkelanjutan dan tidak
dan mempertahankan lahan untuk kegiatan bercocok tanam, peternakan yang produktif, mengganggu kinerja zona lainnya;
berkelanjutan dan tidak mengganggu kinerja zona lainnya; (3) Pada Kawasan Pertanian tidak diperkenankan kegiatan yang mengganggu kegiatan pertanian dan/atau
(3) Pada Kawasan Pertanian tidak diperkenankan kegiatan yang mengganggu kegiatan pertanian menyebabkan peluang perubahan guna lahan ke non pertanian;
dan/atau menyebabkan peluang perubahan guna lahan ke non pertanian; (4) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Zona Pertanian adalah:
(4) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada Zona Pertanian adalah: a. dapat menampung kegiatan yang terkait langsung dengan pertanian lahan kering dengan kepadatan
a. dapat menampung kegiatan yang terkait langsung dengan pertanian lahan kering dengan rendah;
kepadatan rendah; b. GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kebisingan;
b. GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kebisingan; c. tinggi bangunan maksimum 2 lantai untuk rumah dan gudang pertanian serta mempertimbangkan bentukan
c. tinggi bangunan maksimum 2 lantai untuk rumah dan gudang pertanian serta lanskap yang mendukung karakter kegiatan pertanian
mempertimbangkan bentukan lanskap yang mendukung karakter kegiatan pertanian d. ketentuan KDB maksimum, KLB maksimum dan KDH minimum diatur pada Lampiran VI mengenai
45
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
d. ketentuan KDB maksimum, KLB maksimum dan KDH minimum diatur pada Lampiran Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum.
VI mengenai Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum.

Pasal 89 Pasal 89
(1) Kawasan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 87 ayat (1) adalah kawasan untuk (1) Kawasan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 87 ayat (1) adalah kawasan untuk kegiatan
kegiatan Perikanan Perairan Umum Daratan, Perikanan Budidaya Payau, Perikanan Budidaya Perikanan Perairan Umum Daratan, Perikanan Budidaya Payau, Perikanan Budidaya Laut dan Perikanan
Laut dan Perikanan Tangkap. Tangkap.
(2) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada kawasan perikanan meliputi: (2) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada kawasan perikanan meliputi:
a. dalam kawasan perikanan, masih diperkenankan kegiatan lain yang bersifat mendukung a. dalam kawasan perikanan, masih diperkenankan kegiatan lain yang bersifat mendukung kegiatan perikanan
kegiatan perikanan seperti: wisata alam secara terbatas, penelitian dan pendidikan; seperti: wisata alam secara terbatas, penelitian dan pendidikan;
b. pemanfaatan sumberdaya yang lestari di kawasan perikanan; b. pemanfaatan sumberdaya yang lestari di kawasan perikanan;
c. dilarang semua aktivitas yang dapat mengganggu kualitas air laut, sungai dan danau. c. dilarang semua aktivitas yang dapat mengganggu kualitas air laut, sungai dan danau.

Pasal 90 Pasal 90
(1) Kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud pada 87 ayat (1) adalah kawasan untuk (1) Kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud pada 87 ayat (1) adalah kawasan untuk kegiatan
kegiatan pertambangan migas lepas pantai; pertambangan migas lepas pantai;
(2) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada kawasan pertambangan meliputi : (2) Ketentuan Umum Peraturan zonasi pada kawasan pertambangan meliputi :
a. kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk pemusatan kegiatan pertambangan, a. kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk pemusatan kegiatan pertambangan, serta tidak
serta tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup; mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b. dilarang mengakibatkan terjadinya pencemaran pada air laut, pantai dan udara dengan b. dilarang mengakibatkan terjadinya pencemaran pada air laut, pantai dan udara dengan minyak mentah atau
minyak mentah atau hasil pengolahannya, gas yang merusak, zat yang mengandung racun, hasil pengolahannya, gas yang merusak, zat yang mengandung racun, bahan radio aktif, barang yang tidak
bahan radio aktif, barang yang tidak terpakai lagi serta barang kelebihan dan lain-lain. terpakai lagi serta barang kelebihan dan lain-lain.

Pasal 91 Pasal 91
(1) Kawasan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 87 ayat (1) (1) Kawasan Pertahanan dan Keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 87 ayat (1) merupakan kawasan
merupakan kawasan untuk kegiatan pertahanan dan keamanan, fasilitas dan instalasi militer untuk kegiatan pertahanan dan keamanan, fasilitas dan instalasi militer serta perumahan militer penunjang
serta perumahan militer penunjang fungsi pertahanan dan keamanan; fungsi pertahanan dan keamanan;
(2) Pembagian zonasi dalam Kawasan Pertahanan dan Keamanan untuk penyusunan RDTR (2) Pembagian zonasi dalam Kawasan Pertahanan dan Keamanan untuk penyusunan RDTR dan/atau Peraturan
dan/atau Peraturan Zonasi didasarkan pada klasifikasi fungsi jenis instansi (kepolisian maupun Zonasi didasarkan pada klasifikasi fungsi jenis instansi (kepolisian maupun militer), perumahan militer,
militer), perumahan militer, maupun berdasarkan klasifikasi tingkat kerahasiaan/bahaya; maupun berdasarkan klasifikasi tingkat kerahasiaan/bahaya;
(3) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Pertahanan dan Keamanan ditujukan (3) Upaya pengendalian pemanfaatan ruang pada Kawasan Pertahanan dan Keamanan ditujukan untuk
untuk menyediakan lahan bagi pengembangan fasilitas pertahanan dan keamanan untuk menyediakan lahan bagi pengembangan fasilitas pertahanan dan keamanan untuk mewujudkan lingkungan
mewujudkan lingkungan fasilitas, instalasi dan kegiatan pertahanan dan keamanan, perumahan fasilitas, instalasi dan kegiatan pertahanan dan keamanan, perumahan militer/hankam yang terjamin
militer/hankam yang terjamin keselamatan dan keamanannya serta tidak mengganggu keselamatan dan keamanannya serta tidak mengganggu lingkungan sekitarnya;
lingkungan sekitarnya; (4) Ketentuan Umum peraturan zonasi pada Kawasan Pertahanan dan Keamanan adalah:
(4) Ketentuan Umum peraturan zonasi pada Kawasan Pertahanan dan Keamanan adalah: a. penetapan zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis dengan kawasan budidaya terbangun;
a. penetapan zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis dengan kawasan budidaya b. penetapan kegiatan budidaya secara selektif didalam dan disekitar kawasan strategis untuk menjaga fungsi
terbangun; pertahanan dan keamanan;
b. penetapan kegiatan budidaya secara selektif didalam dan disekitar kawasan strategis untuk c. dapat menampung hunian (asrama/barak/perumahan militer) berkepadatan rendah sampai tinggi dengan
menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; ketentuan yang sama dengan jenis kawasan perumahan yang setara;
c. dapat menampung hunian (asrama/barak/perumahan militer) berkepadatan rendah sampai d. pergudangan senjata/peluru maupun kegiatan tembak menembak dan sejenisnya harus dilengkapi
tinggi dengan ketentuan yang sama dengan jenis kawasan perumahan yang setara; pengamanan;
d. pergudangan senjata/peluru maupun kegiatan tembak menembak dan sejenisnya harus e. GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kebisingan suara;
dilengkapi pengamanan; f. tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan, kawasan keselamatan operasi
46
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
e. GSB mempertimbangkan aspek keselamatan dan kebisingan suara; penerbangan serta mempertimbangkan aspek keselamatan..
f. tinggi bangunan maksimum mempertimbangkan daya dukung lahan, kawasan keselamatan g. ketentuan KDB maksimum, KLB maksimum dan KDH minimum diatur pada Lampiran VI mengenai
operasi penerbangan serta mempertimbangkan aspek keselamatan.. Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum.;
g. ketentuan KDB maksimum, KLB maksimum dan KDH minimum diatur pada h. tidak diperkenakan adanya kegiatan yang tidak terkait langsung dengan kegiatan pertahanan dan
Lampiran VI mengenai Rencana Pengaturan KDB, KLB Maksimum dan KDH Minimum.; keamanan.
h. tidak diperkenakan adanya kegiatan yang tidak terkait langsung dengan kegiatan
pertahanan dan keamanan.

Bagian Ketiga Bagian Ketiga


Ketentuan Perizinan Ketentuan Perizinan
Pasal 92 Pasal 92
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b merupakan acuan (1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b merupakan acuan dalam
dalam penerbitan izin pemanfaatan ruang, yang terdiri dari Izin Prinsip, Izin Lokasi, Izin penerbitan izin pemanfaatan ruang, yang terdiri dari Izin Prinsip, Izin Lokasi, Izin Penggunaan Pemanfaatan
Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT), dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB); Tanah (IPPT), dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
(2) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh pejabat yang (2) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh pejabat yang berwenang;
berwenang; (3) Penerbitan izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur perizinan;
(3) Penerbitan izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur perizinan; (4) Walikota menerbitkan izin prinsip kepada pemohon yang melakukan kegiatan investasi yang strategis bagi
(4) Walikota menerbitkan izin prinsip kepada pemohon yang melakukan kegiatan investasi yang Kota “X”, dan berdampak penting terhadap kehidupan masyarakat dengan luas lahan lebih besar dari
strategis bagi Kota “X”, dan berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat dengan luas 2.500 meter persegi.
lahan lebih besar dari 2.500 meter persegi.

Pasal 93 Pasal 93
(1) Setiap kegiatan dan pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang wajib memiliki (1) Setiap kegiatan dan pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang wajib memiliki izin yang
izin yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah; diterbitkan oleh Pemerintah Daerah;
(2) Penerbitan dan penolakan perizinan yang berdampak ruang mengacu pada RDTRK, Peraturan (2) Penerbitan dan penolakan perizinan yang berdampak ruang mengacu pada RDTRK, Peraturan Zonasi dan/atau
Zonasi dan/atau pedoman pembangunan sektoral lainnya yang terkait; pedoman pembangunan sektoral lainnya yang terkait;
(3) Dalam hal acuan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia, maka (3) Dalam hal acuan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia, maka penerbitan perizinan
penerbitan perizinan mengacu kepada ketentuan umum peraturan zonasi dalam RTRW mengacu kepada ketentuan umum peraturan zonasi dalam RTRW sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini; ini;
(4) Jenis perizinan yang harus dimiliki bagi suatu kegiatan dan pembangunan ditetapkan dengan (4) Jenis perizinan yang harus dimiliki bagi suatu kegiatan dan pembangunan ditetapkan dengan Peraturan
Peraturan Daerah. Daerah.

Bagian Keempat Bagian Keempat


Ketentuan Umum Insentif dan Disinsentif Ketentuan Umum Insentif dan Disinsentif
Pasal 94 Pasal 94
(1) Bentuk insentif dan disinsentif yang dapat diterapkan terdiri atas aspek pengaturan atau (1) Bentuk insentif dan disinsentif yang dapat diterapkan terdiri atas aspek pengaturan atau kebijakan, aspek
kebijakan, aspek ekonomi, dan aspek pengadaan langsung oleh Pemerintah Daerah. ekonomi, dan aspek pengadaan langsung oleh Pemerintah Daerah.
(2) Jenis insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkaitan dengan: (2) Jenis insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkaitan dengan:
a. elemen guna lahan; a. elemen guna lahan;
b. pelayanan umum; b. pelayanan umum;
c. penyediaan prasarana. c. penyediaan prasarana.

Pasal 95 Pasal 95
(1) Insentif diberikan terhadap pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana struktur ruang, (1) Insentif diberikan terhadap pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang,
47
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
rencana pola ruang, dan arahan peraturan zonasi. dan arahan peraturan zonasi.
(2) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur (2) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana
ruang, rencana pola ruang, dan arahan peraturan zonasi. pola ruang, dan arahan peraturan zonasi.
(3) Bentuk insentif, mencakup: (3) Bentuk insentif, mencakup:
a. keringanan pajak; a. keringanan pajak;
b. kompensasi; b. kompensasi;
c. sewa ruang; c. sewa ruang;
d. urun saham; d. urun saham;
e. penyediaan infrastruktur; e. penyediaan infrastruktur;
f. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau f. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
g. penghargaan. g. penghargaan.
(4) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mencakup: (4) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mencakup:
a. disinsentif untuk pemerintah daerah; dan a. disinsentif untuk pemerintah daerah; dan
b. disinsentif untuk masyarakat. b. disinsentif untuk masyarakat.
(5) Disinsentif untuk pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, mencakup: (5) Disinsentif untuk pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, mencakup:
a. pembatasan penyediaan infrastruktur; a. pembatasan penyediaan infrastruktur;
b. pengenaan kompensasi; dan/atau b. pengenaan kompensasi; dan/atau
c. penalti. c. penalti.
(6) Disinsentif untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, mencakup: (6) Disinsentif untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, mencakup:
a. pengenaan pajak yang tinggi; a. pengenaan pajak yang tinggi;
b. pembatasan penyediaan infrastruktur; b. pembatasan penyediaan infrastruktur;
c. pengenaan kompensasi; dan/atau c. pengenaan kompensasi; dan/atau
d. penalti. d. penalti.
(7) Walikota menetapkan prosedur insentif dan disinsentif dengan Peraturan Walikota. (7) Walikota menetapkan prosedur insentif dan disinsentif dengan Peraturan Walikota.

Pasal 96 Pasal 96
(1) Insentif khusus akan diberikan untuk mendorong pengembangan kawasan strategis kota di (1) Insentif khusus akan diberikan untuk mendorong pengembangan kawasan strategis kota di Kelurahan O.
Kelurahan O. (2) Insentif untuk mendorong pengembangan kawasan strategis kota meliputi:
(2) Insentif untuk mendorong pengembangan kawasan strategis kota meliputi: a. kemudahan perizinan;
a. kemudahan perizinan; b. pemberian keluwesan batasan KLB dan ketinggian bangunan;
b. pemberian keluwesan batasan KLB dan ketinggian bangunan; c. penyediaan pelayanan jaringan utilitas air dan drainase.
c. penyediaan pelayanan jaringan utilitas air dan drainase.

Pasal 97 Pasal 97
(1) Disinsentif khusus akan dikenakan untuk membatasi pembangunan di kawasan strategis kota (1) Disinsentif khusus dapat dikenakan untuk membatasi pembangunan di kawasan strategis kota berdasarkan
yang dikendalikan perkembangannya. kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
(2) Disinsentif yang dikenakan untuk menghambat pembangunan di kawasan strategis kota yang (2) Disinsentif khusus sebagaimanan dimaksud ayat (1), meliputi :
dikendalikan perkembangannya adalah: a. tidak dikeluarkan perpanjangan izin bagi kegiatan yang sudah ada;
a. tidak dikeluarkan izin lokasi baru; b. pengenaan pajak dan/atau retribusi daerah kegiatan yang relatif lebih besar daripada di kawasan
b. tidak dibangun jaringan prasarana baru kecuali prasarana penting daerah. lainnya;
c. pengenaan pajak kegiatan yang relatif lebih besar daripada di wilayah lainnya; c. pengenaan denda terhadap kegiatan yang menimbulkan dampak negatif bagi kepentingan umum seperti
d. pengenaan denda terhadap kegiatan yang menimbulkan dampak negatif bagi gangguan keamanan, kenyamanan dan keselamatan;
kepentingan umum seperti gangguan keamanan, kenyamanan dan keselamatan. d. penyediaan prasarana minimum sesuai dengan standar yang ditetapkan;
e. Penyediaan prasarana minimum sesuai dengan standar yang ditetapkan. e. mekanisme pengenaan disinsentif khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur lebih lanjut
48
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
dalam peraturan kepala daerah.

Bagian Kelima Bagian Kelima


Ketentuan Sanksi Ketentuan Sanksi
Pasal 98 Pasal 98
(1) Ketentuan sanksi merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap: (1) Ketentuan sanksi merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah kota;
wilayah kota; b. pelanggaran ketentuan peratuan zonasi Kota;
b. pelanggaran ketentuan peratuan zonasi Kota; c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW; d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW; berdasarkan RTRW;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang f. pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
diterbitkan berdasarkan RTRW; dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau
f. pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau (2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenai sanksi administratif.
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenai sanksi a. peringatan tertulis;
administratif. b. penghentian sementara kegiatan;
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: c. penghentian sementara pelayanan umum;
a. peringatan tertulis; d. penutupan lokasi;
b. penghentian sementara kegiatan; e. pencabutan izin;
c. penghentian sementara pelayanan umum; f. pembatalan izin;
d. penutupan lokasi; g. pembongkaran bangunan;
e. pencabutan izin; h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
f. pembatalan izin; i. denda administratif.
g. pembongkaran bangunan; (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Walikota.
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan
Peraturan Walikota.

BAB VIII BAB VIII


PERAN MASYARAKAT DAN KELEMBAGAAN PERAN MASYARAKAT DAN KELEMBAGAAN
Bagian Kesaatu Bagian Kesaatu
Peran Masyarakat Peran Masyarakat
Pasal 99 Pasal 99
(1) Masyarakat dapat berperan dalam penyelengaraan penataan ruang; (1) Masyarakat dapat berperan dalam penyelengaraan penataan ruang;
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup; (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup;
a. Partisipasi dalam penyusunanan rencana tata ruang; a. Partisipasi dalam penyusunanan rencana tata ruang;
b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan b. Partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. a. Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 100 Pasal 100


49
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
Bentuk peran masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang dapat berupa: Bentuk peran masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang dapat berupa:
a. Masukan mengenai: a. Masukan mengenai:
1. Persiapan penyusunan rencana tata ruang; 1. Persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. Penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan; 2. Penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. Pengindentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan 3. Pengindentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan
4. Perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan 4. Perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan
5. Penetapan rencana tata ruang. 5. Penetapan rencana tata ruang.
b. Kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur masyarakat dalam b. Kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata
perencanaan tata ruang. ruang.

Pasal 101 Pasal 101


Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang, dapat berupa: Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang, dapat berupa:
a. Masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang; a. Masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. Kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesame unsur masyarakat dalam b. Kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesame unsur masyarakat dalam pemanfaatan
pemanfaatan ruang. ruang.
c. Kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang c. Kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
telah ditetapkan; d. Peningkatan efisiensi, efektifitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara dan
d. Peningkatan efisiensi, efektifitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang didalam bumi dengan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ruang udara dan ruang didalam bumi dengan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- e. Kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi
undangan. lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan
e. Kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan f. Kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan
f. Kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 102 Pasal 102


Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang, dapat berupa: Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang, dapat berupa:
a. Masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif a. Masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta penganaan
serta penganaan sanksi; sanksi;
b. Keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang pelaksanaan b. Keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang pelaksanaan rencana tata ruang
rencana tata ruang yang telah ditetapkan; yang telah ditetapkan;
c. Pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan c. Pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau
penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
yang telah ditetapkan; dan d. Pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pejabat yang berwenang terhadap
d. Pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pejabat yang pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 103 Pasal 103


Tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang di daerah dilakukan sesuai dengan peraturan Tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang di daerah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
perundang-undangan. undangan.

Pasal 104 Pasal 104


(1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelengaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan (1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelengaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui
melalui pengadilan; pengadilan;
50
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
(2) Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan , tergugat dapat membuktikan bahwa tidak (2) Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan , tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi
terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang; penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang;

Bagian Kedua Bagian Kedua


Kelembagaan Kelembagaan
Pasal 105 Pasal 105
(1) Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah, dibentuk Badan (1) Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah, dibentuk Badan Koordinasi Penataan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD); Ruang Daerah (BKPRD).
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur (2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Walikota.
oleh Walikota.

BAB IX KETENTUAN PENYIDIKAN BAB IX KETENTUAN PENYIDIKAN


Pasal 106 Pasal 106
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas menyidik (1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas menyidik tindak
tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga
ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Kota;
Pemerintah Kota; (2) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
(2) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk: a. menerima laporan atau pengaduan berkenaan dengan tindak pidana di bidang RTRWK;
a. menerima laporan atau pengaduan berkenaan dengan tindak pidana di bidang RTRWK; b. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau pengaduan berkenaan dengan tindak
b. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau pengaduan berkenaan dengan tindak pidana di bidang RTRWK;
pidana di bidang RTRWK; c. melakukan pemanggilan terhadap perseorangan atau badan usaha untuk di dengar dan
c. melakukan pemanggilan terhadap perseorangan atau badan usaha untuk di dengar dan diperiksa sebagai tersangka atau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang RTRWK;
diperiksa sebagai tersangka atau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang RTRWK; k. melakukan pemeriksaan terhadap perseorangan atau badan usaha yang diduga melakukan tindak pidana di
d. melakukan pemeriksaan terhadap perseorangan atau badan usaha yang diduga melakukan bidang RTRWK;
tindak pidana di bidang RTRWK; l. memeriksa tanda pengenal sesorang yang berada di tempat terjadinya tidak pidana di bidang RTRWK;
e. memeriksa tanda pengenal sesorang yang berada di tempat terjadinya tidak pidana di m. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang RTRWK;
bidang RTRWK; n. meminta keterangan atau bahan bukti dari perseorangan atau badan hukum sehubungan dengan tindak
f. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang RTRWK; pidana di bidang RTRWK;
g. meminta keterangan atau bahan bukti dari perseorangan atau badan hukum sehubungan o. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan;
dengan tindak pidana di bidang RTRWK; p. membuat dan menandatangani berita acara; dan
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan; q. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang
i. membuat dan menandatangani berita acara; dan RTRWK.
j. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana (3) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil
di bidang RTRWK. penyidikan tersebut kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan
menyerahkan hasil penyidikan tersebut kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

BAB X BAB X
KETENTUAN PIDANA KETENTUAN PIDANA
Pasal 107 Pasal 107
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dipidana dengan
dipidana dengan Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah); rupiah);
51
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran; (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran;
(3) Selain ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diancam pidana sesuai (3) Selain ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diancam pidana sesuai dengan peraturan
dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. perundang-undangan yang mengaturnya.

BAB IX BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 108 Pasal 108
(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kota “X” adalah 20 (dua puluh) tahun sejak (1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kota “X” sampai dengan 2032 dan dapat ditinjau kembali 1
tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun; (satu) kali dalam setiap 5 (lima) tahun;
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar (2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau
dan/atau perubahan batas territorial wilayah yang ditetapkan dengan peraturan perundang- perubahan batas territorial wilayah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, Rencana Tata
undangan, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota “X” dapat ditinjau kembali lebih dari 1 Ruang Wilayah Kota “X” dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Pasal 109 Pasal 109


(1) Dalam hal terdapat penetapan Kawasan Hutan oleh Menteri Kehutanan terdapat bagian (1) Dalam hal terdapat penetapan Kawasan Hutan oleh Menteri Kehutanan terdapat bagian wilayah Kota “X”
wilayah Kota “X” yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat Peraturan Daerah ini yang kawasan hutannya belum disepakati pada saat Peraturan Daerah ini ditetapkan, Rencana dan Album Peta
ditetapkan, Rencana dan Album Peta disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan disesuaikan dengan peruntukan kawasan hutan berdasarkan hasil penetapan Menteri Kehutanan;
berdasarkan hasil penetapan Menteri Kehutanan; (2) Pengintegrasian peruntukan kawasan hutan berdasarkan penetapan Menteri Kehutanan ke dalam RTRW Kota
(2) Pengintegrasian peruntukan kawasan hutan berdasarkan penetapan Menteri Kehutanan ke “X” diatur dengan Peraturan Daerah;
dalam RTRW Kota “X” diatur dengan Peraturan Daerah; (3) Dalam hal penetuan izin, kawasan hutan yang belum disepakati, ditangguhkan dalam pemberian izin baru,
(3) Dalam hal penetuan izin, kawasan hutan yang belum disepakati, ditangguhkan dalam sampai ada hasil penetapan Menteri Kehutanan.
pemberian izin baru, sampai ada hasil penetapan Menteri Kehutanan.

BAB XII BAB XII


KETENTUAN PERALIHAN KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 110 Pasal 110
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan (1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan
dengan penataan ruang daerah yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak penataan ruang daerah yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini; diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini;
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka; (2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka;
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi sesuai dengan ketentuan Peraturan a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap
Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini
Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan: berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan 1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan
fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan penyesuaian dengan masa 2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan penyesuaian dengan masa transisi
transisi berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk 3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan
dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, maka penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, maka izin yang telah
izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut
akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak. dapat diberikan penggantian yang layak.
c. Pemanfaatan ruang di daerah yang diselenggarakan tanpa izin dan bertentangan dengan c. Pemanfaatan ruang di daerah yang diselenggarakan tanpa izin dan bertentangan dengan ketentuan
52
Perda Kota “X” No. 11 Tahun 2012 Rancangan Perda Revisi RTRW
ketentuan Peraturan Daerah ini, akan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah Peraturan Daerah ini, akan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.
ini. d. Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, agar dipercepat untuk
d. Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, agar dipercepat mendapatkan izin yang diperlukan .
untuk mendapatkan izin yang diperlukan .

BAB XIII BAB XIII


KETENTUAN PENUTUP KETENTUAN PENUTUP
Pasal 111 Pasal 111
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kota “X” Nomor 3 Tahun Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kota “X” Nomor 3 Tahun 2003 tentang
2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota “X” dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota “X” dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 111A
1) Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak
Peraturan Daerah ini diberlakukan
2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini:
a. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota
“X” dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini;
b. Apabila terdapat perbedaan arahan pemanfaatan ruang antara Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2016
tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota “X” dengan Peraturan Daerah ini,
maka yang digunakan sebagai acuan arahan pemanfaatan ruang adalah muatan dalam Peraturan Daerah ini
sampai dengan dilakukannya penyesuaian Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Detail
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota “X”;
c. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota
“X” disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Peraturan
Daerah ini diberlakukan.

Pasal 112 Pasal 112


Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota “X”. dalam Lembaran Daerah Kota “X”.

53
LAMPIRAN XII

PETA BERTANDA TANGAN KEPALA DAERAH

Anda mungkin juga menyukai