Anda di halaman 1dari 74

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Maluku Barat Daya adalah salah satu kabupaten di Provinsi Maluku,

Indonesia. Ibukota-nya adalah Tiakur, Moa. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2008 yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Maluku

Tenggara Barat. Sebagai sebuah kabupaten yang baru dimekarkan, saat ini kabupaten

MBD sedang dilakukan pembangunan infrastruktur di berbagai bidang terutama dalam

bidang transportasi yang merupakan urat nadi dari sebuah perekonomian.

Dalam mendukung pembangunan infrastruktur transportasi di daerah tersebut,

maka pemerintah dalam hal ini Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

(PUPR), melalui Balai Pembangunan Jalan Nasional Sembilan (BPJN IX) wilayah Maluku

dan Maluku Utara, gencar melakukan proyek-proyek pembangunan jalan dan jembatan

yang bertujuan untuk menghubungkan setiap desa dalam wilayah kabupaten MBD,

diantaranya adalah proyek pelaksanaan jalan pulau Wetar yang membawahi beberapa

paket proyek yaitu: 1.Pembangunan jalan Tepa-Mabuar-Letwurung (SBSN), berlokasi di

pulau Tepa. 2.Pembangunan jalan Tiakur-Weat (SBSN), berlokasi di pulau Moa.

3.Pembangunan jalan Ilwaki-Lurang (SBSN), berlokasi di pulau Wetar. 4.Pembangunan

jalan lingkar pulau Marsela (SBSN), berlokasi di pulau Marsela. 5.Rekonstruksi /

peningkatan jalan Pelabuhan-Wonreli-Lapter (SBSN), berlokasi di pulau Kisar.

6.Rekonstruksi/peningkatan struktur Lurang-Ilwaki, berlokasi di Wetar. 7.Rekonstruksi

struktur Ilwaki-Lurang, berlokasi di Wetar.

Adapun beberapa kendala yang terjadi di lapangan dalam proses pembangunan

jalan dan jembatan di wilayah tersebut, diantaranya adalah ketersediaan material proyek
1
yang secara alami memang tidak disediakan oleh alam dalam wilayah tersebut (kususnya

di pulau Tepa, Moa, Kisar dan Marsela), sehingga untuk mendapatkannya maka harus di

ambil dari luar daerah/pulau, di sisi lain sistim perhitungan kebutuhan material yang tidak

tepat juga turut berpengaruh dalam kelangsungan pekerjaan dan mengakibatkan terjadinya

keterlambatan dalam proyek-proyek tersebut.

Perencanaan kebutuhan material dalam suatu proyek dimaksudkan agar dalam

pelaksanaan pekerjaan, penggunaan material menjadi efisien dan efektif sehingga tidak

terjadi masalah akibat tidak tersedianya material pada saat dibutuhkan. Perencanaan

kebutuhan material (Material Requirement Planning) adalah suatu metode untuk

menentukan bahan-bahan atau komponen-komponen apa yang harus dibuat atau dibeli,

berapa jumlah yang dibutuhkan, dan kapan dibutuhkan.

Pentingnya persediaan material membuat perusahaan harus benar-benar

memperhatikan hubungan antar item persediaan, sehingga dalam menentukan kebutuhan

material secara cepat dan tepat dapat lebih efisien. Untuk itu perlu dilakukan perencanaan

kebutuhan material secara menyeluruh yang tepat, sehingga dapat menjamin ketersediaan

bahan baku guna menunjang keberlangsungan dari sebuah pekerjaan/proyek.

Berdasarkan latar belakan diatas, maka penulis berinisiatif untuk membuat

penuliasan dengan judul: “Pemodelan Kebutuhan Material Proyek Konstruksi Jalan

Sesuai Standar Bina Marga (Studi Kasus Di Proyek Pelaksanaan Jalan Pulau Wetar

Pada Wilayah Kabupaten MBD)”

2
1.2 Rumusan Masalah

Adapun beberapa masalah yang dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi variabel bebas dan variabel terikat dalam

pemodelan kebutuhan material proyek pembangunan jalan ?

2. Bagaimanakah model matematika yang sesuai untuk perhitungan rencana kebutuhan

material dari sebuah proyek konstruksi jalan dengan standar Bina Marga ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan ini dimaksudkan untuk :

1. Mengetahui Faktor – faktor apa saja yang menjadi variabel bebas dan variabel terikat

dalam pemodelan perhitungan kebutuhan material proyek konstruksi jalan.

2. Membuat pemodelan dalam bentuk matematika untuk menghitung rencana kebutuhan

material sebuah proyek konstruksi jalan standar Bina Marga.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang digunakan sebagai acuan

estimasi pemakaian material di lapangan, dalam proyek konstruksi jalan bagi para

kontraktor. Dimana dengan ditentukannya standar/rumus dalam perhitungan kebutuhan

material proyek konstruksi jalan, akan memberikan kontribusi dalam estimasi perhitungan

antara rencana kebutuhan material dengan pemakaian material pada saat pelaksanaan

proyek konstruksi jalan standar Bina Marga kususnya di wilayah kabupaten MBD, dan

diharapkan dapat mengurangi resiko terjadinya keterlambatan dalam sebuah proyek

konstruksi jalan.

3
1.5 Batasan Masalah

Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Proyek konstruksi jalan yang akan ditinjau adalah yang desainnya berdasarkan standar

yang dikeluarkan oleh Bina Marga (revisi-3) dan contoh kasus berada di wilayah

kabupaten MBD.

2. Proyek konstruksi jalan yang diteliti adalah yang bertipe perkerasan lentur (flexible

pavement) dari lapis pondasi bawah sampai lapis permukaan.

3. Tinjauan yang dilakukan akan dibatasi pada material-mateial yang hanya digunakan

dalam proyek konstruksi jalan standar Bina Marga.

4
Bab II

Landasan Teori

2.1 Proyek Konstruksi

Proyek dalam analisis jaringan kerja adalah serangkaian kegiatan-kegiatan yang

bertujuan untuk menghasilkan produk yang unik dan hanya dilakukan dalam periode

tertentu (temporer) (Maharesi, 2002). Menurut Nurhayati (2010) Proyek didefinisikan

sebagai kombinasi kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan yang harus dilakukan dalam

urutan waktu tertentu sebelum keseluruhan tugas diselesaikan. Munawaroh (2003)

menyatakan proyek merupakan bagian dari program kerja suatu organisasi yang sifatnya

temporer untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi, dengan memanfaatkan sumber

daya manusia maupun non sumber daya manusia.

Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali

dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Suatu proses yang mengolah sumber

daya proyek (manpower, material, machines, method, money) menjadi suatu fisik

bangunan. Karateristik proyek konstruksi dapat dipandang dalam tiga dimensi, yaitu unik,

membutuhkan sumber daya, dan membutuhkan organisasi (Ervianto, 2005). Suatu proyek

konstruksi selalu menginginkan hasil yang terbaik dalam setiap hasil proyeknya. Baik

dalam segi bangunan, struktur yang mantap, keawetan bangunan dan anggaran dana yang

tidak melebihi anggaran. Proyek konstruksi akan sukses bila terciptanya harapan-harapan

awal mulai dari anggaran, sumber daya yang digunakan dan tepat waktu dalam pengerjaan.

Menurut Ervianto (2005) Proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua jenis

kelompok bangunan, yaitu :

5
1. Bangunan Gedung meliputi rumah, kantor dan lain-lain. Ciri-ciri dan

kelompokbangunan ini adalah :

a. Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal.

b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit dan kondisi pondasi

umumnya sudah diketahui.

c. Manajemen dibutuhkan, terutama untuk progressing pekerjaan.

2. Bangunan Sipil meliputi jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya. Ciri-ciri

dari kelompok bangunan ini adalah :

a. Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar berguna bagi

kepentingan manusia.

b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang kondisi pondasi sangat

berbeda satu sama lain dalam suatu proyek.

c. Manajemen dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan.

Kedua kelompok bangunan tersebut sebenarnya saling tumpang tindih, tetapi pada

umumnya direncanakan dan dilaksanakan oleh disiplin ilmu perencana dan pelaksana yang

berbeda.

2.2 Manajemen Proyek

Definisi manajemen proyek menurut Ervianto (2005) adalah semua perencanaan,

pelaksanaan, pengendalian dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga

berakhirnya proyek untuk menjamin pelaksanaan proyek secara tepat waktu, tepat biaya

dan tepat mutu. Menurut Harold Koontz (1990) manajemen adalah proses merencanakan,

mengorganisir, memimpin dan mengendalikan kegiatan anggota serta sumber daya yang

lain untuk mencapai sasaran organisasi perusahaan yang telah ditentukan. Manajemen

6
proyek sendiri terbagi menjadi bagian-bagian ilmu yaitu manajemen waktu, manajemen

biaya, manajemen mutu, manajemen sumber daya manusia, manajemen lapangan,

manajemen hubungan kerja, manajemen resiko, manajemen usaha, dan manajemen

kekompakan (Austen dan Neale, 1991).

Adapun aspek-aspek dari manajemen waktu yaitu menentukan penjadwalan proyek,

mengukur dan membuat laporan dari kemajuan proyek, membandingkan penjadwalan

dengan kemajuan proyek sebenarnya dilapangan, menentukan akibat yang ditimbulkan

oleh perbandingan jadwal dengan kemajuan di lapangan pada akhir penyelesaian proyek,

merencanakan penanganan untuk mengatasi akibat tersebut, yang terakhir memperbaharui

kembali penjadwalan proyek (Austen dan Neale, 1991).

Dari definisi manajemen proyek, perencanaan menempati urutan pertama dari

fungsi-fungsi lain seperti mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan. Perencanaan

adalah proses yang mencoba meletakkan dasar tujuan dan sasaran termasuk menyiapkan

segala sumber daya untuk mencapainya (Soeharto, 1999). Kunci utama keberhasilan

melaksanakan proyek tepat waktu adalah perencanaan dan penjadwalan proyek yang

lengkap dan tepat. Keterlambatan dapat dianggap sebagai akibat tidak dipenuhinya rencana

jadwal yang telah dibuat, karena kondisi kenyataan tidak sama/sesuai dengan kondisi saat

jadwal tersebut dibuat (Ardity and Patel, 1989).

Keterlambatan proyek sering kali menjadi sumber perselisihan dan tuntutan antara

pemilik dan kontraktor, sehingga keterlambatan proyek akan menjadi sangat mahal

nilainya baik ditinjau dari sisi kontraktor maupun pemilik. Kontraktor akan terkena denda

pinalti sesuai dengan kontrak, disamping itu kontraktor juga mengalami tambahan biaya

overhead selama proyek masih berlangsung. Dari sisi pemilik keterlambatan proyek akan

membawa dampak pengurangan pemasukan karena penundaan pengoperasian fasilitasnya.

7
Berdasarkan alasan tersebut diatas, maka seorang manajer proyek yang kompeten biasanya

akan mengambil langkah antisipasi yaitu melakukan usaha percepatan aktivitas proyek,

bila disinyalir adanya indikasi keterlambatan proyek, karena keterlambatan pada salah satu

aktivitas kritis maupun non kritis.

2.3 Konstruksi Jalan

2.3.1 Proses Perancangan Jalan

Proses desain struktur perkerasan haruslah memperhatikan aspek-aspek secara

keseluruhan mulai dari kondisi tanah dasar, lalu-lintas,lingkungan, sumber daya alam yang

berkaitan dengan material, sampai dengan pembiayaan dan proses pemeliharaan. EJ. Yoder

dan M.W. Witczak dalam bukunya Principles of Pavement Design (edisi kedua),

memberikan gambaran proses desain seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1, Proses Perancangan Struktur Jalan (Principles of Pavement Design-edisi 2)

8
Dari gambar diatas dijelaskancbahwa proses desain secara garis besar dibagi dalam

empat tahap,yaitu :

1. Variabel input sebagai basis dasar rancangan (fundamental),terdiridari penganalisaan:

a. Tegangan - regangan dalam struktur

b. Analisa pembebanan struktur akibat lalu-lintas

c. Tinjau juga faktor lingkungan, yang akan memberikan faktor pengaruh regional.

Variabel input lainnya adalah jenis material yang akan memberikan parameter

rancangan, yaitu: jenis material tanah dasar,lapis pondasi dan lapis permukaan.

2. Memutuskan nilai - nilai desain yang bagaimana yang akan ditempuh, yang akan

memberikan resiko alternatif biaya yang berbeda-beda. Pada tahapan ini kondisi

pendanaan sangat mempengaruhi desain mana yangakan dipilih.

3. Hasil pilihan struktur pada butir 3,harus dilakukan pemeriksaan lebih rinci yang

mengarah pada proses pemeriksaan kinerja struktur apakah akan cukup baik menerima

beban yang ada, atau melampaui persyaratan standar.

4. Disini dilakukan evaluasi dan re-evaluasi pemilihan yang telah dilakukan di langkah1,2

dan 3. Sudah dipertimbangkan pula masa pemeliharaan dan rekonstruksi selama umur

rencana, apakah memang memadai dengan semua asumsi yangada. Bila tidak sesuai

lakukan perubahan dan kembali ke langkah 3 dengan merubah pengambilan keputusan

yang sudah diambil, tentunya dengan merubah pula asumsi-asumsi yang diambil pada

langkah 1 dan 2. Demikian lakukan proses ulang,sampai memenuhi semua syarat

kriteria perancangan.

Tahapan - tahapan ini harus terinventarisasi dengan baik dalam suatu pangkalan

data (data base),sehingga aliran proses perancangan dapattersusun dengan baik.

Dikemudian hari bilamana terjadi kesalahan, data inidapat dijadikan bahan kajian kembali

9
(review).Secara lebih luas lagi data dapat dijadikan bahan kajian untuk penelitian dan

pengembangan struktur perkerasan secara spesifik pada lokasi lain,dengan mengambil

formulasi dari data yang sudah diamati dan diteliti tersebut.

2.3.2 Perancangan Jalan Baru

Berdasarkan Ir,Hamirhan Saodang, M.Sce (dalam bukunya yang berjudul

perancangan konstruksi jalan raya), sasarandariperancangan jalanbaru dapat berupa:

a. Pembukaan lahan potensial baru

b. Pengembangan wilayah

c. Pernbukaan jaringan transportasi darat baru

d. Pengembangan tata ruang

e. Membuka daerah yang terisolir

Pada dasarnya dalam perancangan jalan baru, umumnya yang diutamakan

keseimbangan tata ruang wilayah yang sudah ada. Konsistensi pengembangan tidak

merubah peruntukan lahan yang sudah ada. Malahan dengan penempatan lokasi jalan yang

sesuai diusahakan membantu perbaikan peruntukan lahan yang sudah ada.

Kriteria perancangan jalan dan perkerasan harus mengikuti pola yang ada dan pola-

pola yang akan dikembangkan. Prediksi lalu-lintas dan prediksi perkembangan pola

transportasi harus diadakan pada sistem yang akan dibangun.

2.3.3 Peningkatan Jalan Lama

Berdasarkan Ir,Hamirhan Saodang, M.Sce (dalam bukunya yang berjudul

perancangan konstruksi jalan raya), sasaran dari perancangan peningkatan jalan lama dapat

berupa:

10
a. Struktur perkerasan jalan lama sudah melampaui masa pelayanannya (umur rencana)

yang memerlukan rekonstruksi baru.

b. Struktur perkerasan jalan lama sudah melampaui masa pelayanannya (umur rencana),

namun masih berada dalam kondisi yang hanya memerlukan rehabilitasi dibeberapa

tempat saja.

c. Jalan lama dengan perubahan karakteristik lalu-lintas sehingga struktur perkerasan yang

ada tidak mampu memikul beban lalu-lintas.

d. Teriadinya kerusakan pada struktur perkerasan akibat kondisi alam,bencana alam,atau

penyebab lainnya.

e. Kapasitas jalan sudah tidak dapat menampung arus lalu - lintas.

Kriteria perancangan dan parameter-nya akan berbeda sesuai dengan sasaran dan

kondisi yang ada. Umumnya menggunakan data dasar yang semula.

Pada kategori ini adalah perancangan bagi jalan-jalan untuk program peningkatan

jalan, pemeliharaan jalan, rehabilitasi jalan,rekonstruksi jalan dan pelapisan ulang jalan.

2.3.4 Elemen Penampang Jalan

1. Jalur lalu-lintas, adalah bagian jalan yang digunakan untuk lalu-lintas kendaraan

(carriage way, traffic line), secara fisik berupa perkerasan jalan.

2. Jalur adalah bagian jalur-lalu lintas yang memanjang,dibatasi oleh marka lajur jalan,

memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan

rencana.

3. Bahu Jalan, adalah bagian jalan yang berdampingan ditepi jalur lalu-lintas, dan harus

diperkeras, berfungsi untuk lajur lalu-lintas darurat, ruang bebas samping dan

penyangga perkerasan terhadap beban lalu-lintas.

11
4. Median,adalah bagian jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur lalu-lintas yang

berlawanan arah, guna memungkinkan kendaraan bergerak cepat dan aman.

5. Lereng/talud, adalah bagian tepi perkerasan yang diberi kemiringan,untuk

menyalurkan air ke saluran tepi. Dapat juga berarti lerengkiri-kanan jalan dari suatu

perbukitan,yang dipotong untuk pembentukan badan jalan.

2.3.5 Elemen Struktur Perkerasan Jalan

1. Badan Jalan, adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu-lintas,trotoar,median

dan bahu jalan,serta talud/lereng badan jalan,yang merupakan satu kesatuan untuk

mendukung beban lalu lintas yang lewat diatas permukaan jalan.

2. Ambang Pengaman,laiur terluar “damaja” yang dimaksudkan untuk mengamankan

bangunan konstruksi jalan, terhadap struktur lain untuk tidak masuk kawasan jalan.

3. Perkerasan Jalan, adalah lapisan konstruksi yang dipasang langsung diatas tanah dasar

badan jalan pada jalur lalu lintas yang bertujuan menerima dan menahan beban

langsung dari lalu-lintas.

4. Perkerasan jalan lentur (flexible pavement), yang mana bahan perkerasan tersebut

terdiri dari campuran/gabungan aggregat dan aspal.

5. Perkerasan jalan kaku (rigid pavement), disebut juga sebagai perkerasan beton semen

dimana bahan perkerasan terdiri dari bahan adukan beton.

6. Tanah dasar (sub grade), adalah lapisan tanah asli/tidak asli yang disiapkan/diperbaiki

kondisinya, untuk meletakkan perkerasan jalan.

7. Lapis pondasi bawah (sub-base course), adalah bagian struktur perkerasan jalan, yang

terletak diatas lapis tanah dasar, untuk perkerasan lentur biasa terdiri dari bahan batu

12
pecah, stabilisasi semen, stabilisasi kapur atau bahan lainnya, sedang untuk perkerasan

kaku berupa lapis beton khusus

8. Lapis pondasi atas (base-course) adalah lapisan diatas lapis pondasi bawah,pada

perkerasan lentur berupa aggregat atau campuran aggregat dan aspal, sedangkan pada

perkerasan kaku lapisan ini tidak ada.

9. Lapis permukaan (surface course),adalah lapis paling atas dari perkerasan jalan,pada

perkerasan lentur berupa campuran aggregat dan aspal,pada perkerasankaku berupa

pelat beton. Secara alternatif dibawah lapis ini ada binder course juga berupa

campuran aspal dengan aggregate halus.

10. Lapis resap pengikat (prime coat), adalah berupa leburan aspal sebagai bahan pengikat

lapis perkerasan baru dengan lapisan atas berikutnya.

11. Lapis peresap (tack coat), adalah berupa leburan aspal sebagai bahan pengikat lapis

perkerasan lama dengan lapisan diatasnya.

2.3.6 Elemen Non Struktur Perkerasan Jalan

1. Marka Jalan, tanda atau cat yang dipasang pada permukaan jalan,untukmenandai garis

tengah jalan, garis tepi jalan,batas lajur,dan lain-lain.

2. Patok kilometer danpatok hektometer, adalah patok yang menandakan batas 1 km dan

batas ratusan meter disepanjang ruas jalan.

3. Rambu lalu-lintas, berupa tanda-tanda lalu-lintas pengarah dan petunjuk bagi

pengemudi.

4. Trotoar,adalah jalur pejalan kaki yang teletak pada damija,diberi lapisan

permukaan,diberi elevasi yang lebih tinggi, dari permukaan perkerasan,dan umumnya

sejaiar dengan jalur lalu-lintas kendaraan.

13
5. Saluran tepi samping, adalah selokan di kiri-kanan yang berfungsi untuk menampung

dan mengalirkan air hujan,limpasan dari permukaan jalan dan daerah sekitarnya lalu

membuangnya ke saluran alamiah (sungai,danau, dll.).

2.3.7 Material

Material perkerasan yang umum digunakan di Indonesia,adalah:

a. Material untuk lapis permukaan :

1. Struktur jalan dengan campuran aspal (prkerasan lentur)

2. Struktur jalan dengan beton semen (perkerasan kaku)slab/pelat beton.

b. Material untuk lapis pondasi atas :

1. Agregat Kelas A.

2. Stabilisasi tanah dengan semen, kapur, atau dengan bahan kimia.

3. Cement Treated Base.

c. Material untuk lapis pondasi bawah:

1. Agregat Kelas B.

2. Stabilisasi tanah dengan semen, kapur,atau dengan bahankimia.

3. Struktur beton semen kurus (perkerasan kaku).

2.3.8 Perkerasan Lentur (flexible pavement)

Lapisan pada perkerasan lentur berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan

menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Beban lalu lintas dilimpahkan keperkerasan jalan

melalui bidang kontak roda kendaraan berupa beban terbagi rata. Beban tersebut diterima

oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar. Lapisan konstruksi perkerasan

lentur pada umumnya terdiri dari lapis permukaan, lapis pondasi atas, lapisan pondasi

14
bawah, dan tanah dasar. Tiap lapisan mempunyai fungsi masing – masing dalam menerima

beban dari lapisan atasnya.

Gambar 2.2. Struktur Lapisan Perkerasan Lentur (Hamirhan Saodang, 2005)

A. Lapis permukaan (surface course)


Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan pengikat

aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan

daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang berfungsi sebagai berikut:

1. Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai

stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan.

2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya yang

akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.

3. Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan sehingga

mudah menjadi aus.

4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul oleh

lapisan lain.

15
Jenis lapis permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah Laston (lapis aspal

beton), yaitu lapis perkerasan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat

yang mempunyai gradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu

tertentu. Laston terdiri dari 3 macam campuran, yaitu:

1 Laston Lapis Aus (AC-WC).

2 Laston Lapis Pengikat (AC-BC).

3 Laston Lapis Pondasi (ACBase).

B. Lapis pondasi atas (base course)

Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka lapisan ini

bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu material yang digunakan harus

berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar. Fungsi dari base course

adalah sebagai berikut:

1. Menyebarkan gaya dari beban roda ke lapisan bawahnya.

2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

3. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

Jenis lapis pondasi atas yang biasa digunakan di Indonesia adalah agregat

bergradasi baik yang dibedakan atas:

1. Batu pecah kelas A (Agregat klas A)

2. Batu pecah kelas B (Agregat klas B)

3. Batu pecah kelas C (Agregat klas C)

Batu pecah kelas A bergradasi lebih baik dari batu pecah kelas B dan batu pecah kelas

B lebih baik dari batu pecah kelas C. Kriteria dari masing–masing jenis lapisan di atas

dapat diperoleh dari spesifikasi yang diberikan.

16
C. Lapis pondasi bawah (subbase course)

Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi dan

tanah dasar. Fungsi dari lapisan pondasi bawah adalah:

1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

2. Effisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatip lebih murah

dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya.

3. Mengurangi tebal lapis di atasnya yang materialnya lebih mahal.

4. Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

5. Lapisan untuk mencegah pertikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas.

Jenis pondasi bawah yang biasa digunakan di Indonesia adalah Agregat bergradasi

baik, yang dibedakan atas:

1. Sirtu/pitrun kelas A.

2. Sirtu/pitrun kelas B.

3. Sirtu/pitrun kelas C.

D. Tanah dasar (subgrade course)

Lapisan paling bawah adalah lapisan tanah dasar yang dapat berupa permukaan tanah

asli, tanah galian atau tanah timbunan yang menjadi dasar untuk perletakan bagian-

bagian perkerasan lainnya. Perkerasan lain diletakkan di atas tanah dasar, sehingga

secara keseluruhan mutu dan daya tahan seluruh konstruksi perkerasan tidak lepas dari

sifat tanah dasar. Tanah dasar harus dipadatkan hingga mencapai tingkat kepadatan

tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik.

Berikut adalah gambar struktur perkerasan lentur yang biasa di gunakan dalam

proyek konstruksi jalan standar Bina Marga di wilayah MBD:

17
Gambar 2.3, struktur perkerasan lentur pada proyek konstruksi jalan
standar Bina Marga di wilayah MBD

2.4 Kuesioner

Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh periset untuk

memperoleh data dari sumbernya secara langsung melalui proses komunikasi atau dengan

mengajukan pertanyaan.

2.4.1 Jenis-jenis kuesioner

Menurut Jhon Hendri (Riset pemasaran, Universitas Gunadarma ‐ 2009), jenis-jenis

kuesioner terbagi atas:

A. Kesioner terstruktur yang yerbuka

Tingkat struktur dalam kuesioner adalah tingkat standarisasi yang diterapkan pada

suatu kuesioner. Pada kuesioner terstruktur yang terbuka dimana

pertanyaanpertanyaan diajukan dengan susunan kata-kata dan urutan yang sama

kepada semua responden ketika mengumpulkan data. Contoh:

18
Apakah anda merasa bahwa Negara kita membutuhkan lebih banyak atau lebih sedikit

peraturan perundang-undangan mengenai antipolusi?

1. Membutuhkan lebih banyak

2. Membutuhkan lebih sedikit

3. Tidak lebih maupun kurang

4. Tidak memberikan pendapat

Pertanyaan diatas merupakan contoh yang baik tentang pertanyaan terstruktur yang

terbuka, karena: pertama, tujuannya jelas, pertanyaan diatas berusaha untuk

menentukan sikap subjek terhadap peraturan perundang-undangan antipolusi dengan

cara yang langsung. Kedua, pertanyaan diatas menggunakan format yang sangat

terstruktur, para responden dibatasi untuk memilih salah satu diantara empat jawaban.

B. Kuesioner tak terstruktur yang terbuka

Kuesioner tak terstruktur yang terbuka dimana tujuan studi adalah jelas tetapi respon

atau jawaban atas pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka. Perhatikan pertanyaan

berikut:

“Bagaimana pendapat anda mengenai polusi dan perlunya lebih banyak lagi peraturan

perundang-undangan antipolusi?”

Pertanyaan diatas mempunyai tujuan yang jelas. Selanjutnya pewawancara mencoba

untuk membuat subjek berbicara dengan bebas mengenai sikapnya terhadap polusi.

Hal ini merupakan pertanyaan dengan tujuan terbuka, dan seringkali berakhir dengan

wawancara yang sangat tidak terstruktur.

C. Kuesioner tidak terstruktur yang tersamar

Kuesioner tidak terstruktur yang tersamar berlandaskan pada riset motivasi. Para

periset telah mencoba untuk mengatasi keengganan responden untuk membahas

19
perasaan mereka dengan cara mengembangkan teknik-teknik yang terlepas dari

masalah kepedulian dan keinginan untuk membuka diri. Teknik tersebut dikenal

dengan metode proyektif. Kekuatan utama dari metode proyektif adalah untuk

menutupi tujuan utama riset dengan menggunakan stimulus yang disamarkan.

Metode proyektif merupakan cara yang digunakan untuk menggambarkan kuesioner

yang mengandung stimulus yang memaksa para subjek untuk menggunakan emosi,

kebutuhan, motivasi, sikap, dan nilai-nilai yang dimilikinya sendiri dalam

memberikan suatu jawaban atau respon.

Stimulus yang paling sering digunakan adalah asosiasi kata, kelengkapan kalimat, dan

bercerita atau penuturan cerita.

D. Kuesioner terstruktur yang tersamar

Kuesioner terstruktur yang tersamar merupakan teknik yang paling jarang digunakan

dalam riset pemasaran. Kuesioner ini dikembangkan sebagai cara untuk

menggabungkan keunggulan dari penyamaran dalam mengungkapkan motif dan sikap

dibawah sadar dengan keunggulan struktur pengkodean serta tabulasi jawaban.

Sebagai contoh, salah satu teori menyatakan bahwa pengetahuan, persepsi, dan

ingatan individu akan suatu subjek disesuaikan oleh sikapnya terhadap subjek

tersebut. Jadi untuk mendapatkan informasi mengenai sikap seseorang apabila

pertanyaan langsung akan menghasilkan jawaban yang bias, teori ini menyarankan

agar kita hanya menanyakan hal-hal yang mereka ketahui, bukan apa pendapat

mereka. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang lebih banyak mungkin

mencerminkan kekuatan dan arah dari suatu sikap. Misalnya, para pendukung partai

demokrat mungkin mengetahui lebih banyak tentang calon-calon dari partai demokrat

dan platform partai itu daripada mereka yang akan memilih partai golkar.

20
2.4.2 Merancang kuesioner

Menurut Jhon Hendri (Riset pemasaran-Universitas Gunadarma, 2009), ada

sembilan tahapan dalam merancang kuesioner, yaitu:

1. Tetapkan Informasi Yang Ingin Diketahui.

2. Tentukan Jenis Keusioner Dan Metode Administrasinya.

3. Tentukan Isi Dari Masing-Masing Pertanyaan.

4. Tentukan Banyak Respon Atas Setiap Pertanyaan.

5. Tentukan Kata-Kata Yang Digunakan Untuk Setiap Pertanyaan.

6. Tentukan Urutan Pertanyaan.

7. Tentukan Karakteristik Fisik Kuesioner.

8. Uji Kembali Langkah 1 Sampai 7 Dan Lakukan Perubahan Jika Perlu.

9. Lakukan Uji Awal Atas Kuesioner Dan Lakukan Perubahan Jika Perlu.

2.5 Model dan Pemodelan

2.5.1 Definisi, Kriteria Model dan Pemodelan

Model adalah representasi suatu realitas dari seorang pemodel. Dengan kata lain,

model adalah jembatan antara dunia nyata (real world) dengan dunia berpikir (thinking)

untuk memecahkan suatu masalah (Akhmad Fauzi, 2006). Proses penjabaran atau

merepresentasikan realitas ini disebut pemodelan (modelling). Pemodelan merupakan

proses berpikir melalui tahapan yang logis. Secara skematis proses pemodelan dapat

digambarkan sebagai berikut :

21
Gambar 2.4. Intersepsi Dunia Model dengan Dunia Nyata (Akhmad Fauzi, 2006)

Dari Gambar 2.3. terlihat bahwa model dibangun atas proses berpikir (melalui indra
fisik), tentang dunia nyata yang kemudian diinterpretasikan melalui proses berpikir,
sehingga menghasilkan pengertian dan pemahaman tentang realitas (dunia nyata) tersebut.
Pemahaman ini tidak bisa sepenuhnya menggambarkan keadaan dunia nyata / realitas
(daerah irisan antara dunia nyata dengan dunia model), sehingga dalam pemodelan dikenal
istilah ”there is such thing as one to onemaping” (tidak ada peta yang satu banding satu).
Selain itu, model yang dirancang bukan untuk memecahkan masalah sekali untuk
selamanya (once and for all) atau memecahkan semua masalah karena segala sesuatu
berubah, mengalir dan tidak ada yang tetap.
Pemodelan merupakan proses menerima, memformulasikan, memproses, dan

menampilkan kembali persepsi tentang dunia luar. Di dalam proses interpretasi dunia nyata

tersebut ke dalam dunia model, berbagai proses transformasi atau bentuk model bisa

dilakukan. Ada model yang lebih mengembangkan interpretasi verbal (seperti bahasa), ada

yang diterjemahkan ke dalam bahasa simbolik, seperti bahasa matematika, sehingga

menghasilkan model yang kuantitatif. Untuk menjembatani dunia nyata yang dalam

persepsi manusia bersifat kualitatif menjadi model yang bersifat kuantitatif diperlukan

proses transformasi berupa alat pengukuran dan proses pengambilan keputusan. Tanpa

pengukuran yang jelas, tidak mungkin dibangun model kuantitatif yang kokoh. Jadi,

dengan kata lain pengukuran dalam membangun model sangat penting, sebab dapat

menentukan seberapa jauh model yang dibangun dapat dikendalikan dan dikelola.

22
Gambar 2.5. Transformasi Kualitatif – Kuantitatif (Akhmad Fauzi, 2006)

Pada Gambar 2.5, boks di sebelah kiri dan sebelah kanan merupakan ”esensi seni”
dari pemodelan, sementara boks di tengah merupakan esensi pemecahan dari model. Oleh
karena itu, dalam pemodelan dikenal istilah ”modelling is an art,solving is a science”
(pemodelan adalah seni, sementara memecahkan model adalah sains).
Beberapa definisi model yang diberikan oleh praktisi pemodelan, yaitu :

a. Murdick et al (1984 dan 1990) mendefinisikan model adalah aproksimasi atau

penyimpulan dari sistim nyata yang dapat disusun dalam berbagai bentuk dan

merupakan representasi yang memadai dari suatu sistim. Memadai jika telah sesuai

dengan tujuan dalam pikiran analis. Beliau menambahkan bahwa membangun model

dapat dipandang sebagai suatu proses pemilihan representasi yang tepat dan memadai

dari suatu sistim nyata.

b. Krisnamurti (1993) mendefinisikan model adalah abstraksi dan penyederhanaan dari

dunia nyata yang menyatakan berbagai hubungan fungsional yang langsung maupun

tidak langsung, interaksi dan keterkaitan antara satu unsur dengan unsure lainnya

c. Wilson (1984), model adalah representasi dari sistim baik secara kuantitatif dan

kualitatif yang mewakili suatu proses atau kejadian dimana dapat menggambarkan

secara jelas hubungan interaksi antara berbagai faktor penting yang diamati.

23
d. Simatupang (1995), model dilahirkan atas dasar teori dan kenyataan. Model yang baik

akan dipergunakan sebagai alat yang baik untuk menyusun pola dasar sistim yang

dihadapi, sehingga akan diperoleh strategi yang tepat dalam rangka pelaksanaan atau

tindakan yang diperlukan. Pemodelan sendiri adalah proses membangun sebuah model

dari suatu sistim nyata ke dalam bahasa formal tertentu.

Berdasarkan definisi dari para konseptor model diatas dapat disimpulkan bahwa

model adalah suatu representase atau formalisasi dalam bahasa tertentu dari suatu sistim

nyata. Dengan demikian maka pemodelan adalah proses membangun atau membentuk

model dari sistim nyata.

Suatu model yang baik harus memenuhi kriteria berikut (Krisnamurti, 1993) :

a. Kesesuaian, yaitu harus mampu mencakup unsur-unsur yang sangat pokok dari

persoalan yang dihadapi.

b. Kesederhanaan yaitu harus dibuat sesederhana mungkin sesuai dengan kemampuan

yang ada dan urgensi permasalahan yang dihadapi.

c. Keserasian, yaitu harus mampu mengesampingkan hal-hal yang kurang berguna.

Suatu model yang baik memiliki karakteristik berikut ini :

a. Tingkat generalisasi yang tinggi

Semakin tinggi tingkat generalisasi suatu model, maka model tersebut akan semakin

baik karena kemampuan model untuk memecahkan masalah semakin besar.

b. Mekanisme transparansi

Sebuah model dikatakan baik jika kita dapat memahami mekanisme model tersebut

dalam memecahkan masalah. Artinya kita bisa menerangkan kembali

(merekonstruksi) tanpa ada yang disembunyikan. Jadi kalau ada suatu formula maka

formula tersebut dapat diterangkan atau dijelaskan kembali

24
c. Potensial untuk dikembangkan

Suatu model yang berhasil biasanya mampu membangkitkan minat dari peneliti lain

untuk menyelidikinya lebih lanjut, serta membuka kemungkinan pengembangannya

menjadi model yang lebih kompleks dan berdaya guna untuk menjawab sistem nyata.

d. Peka terhadap perubahan asumsi

Hal ini menunjukan bahwa proses pemodelan tidak pernah berakhir (selesai) dan

selalu memberikan celah untuk membangkitan asumsi.

2.5.2 Jenis model

Secara umum model dapat dikategorikan menurut skala waktu dan tingkat

kompleksitas yang dicerminkan dari aspek ketidak pastian. Jika model tidak

mempertimbangkan aspek waktu, model tersebut disebut model statis. Jika aspek waktu

dipertimbangkan, maka model tersebut dinamakan model dinamik. Jika model yang

dibangun tidak mempertimbangkan aspek ketidak pastian yang lebih menggambarkan

realitas dunia nyata maka model tersebut disebut model deterministic. Sebaliknya jika

ketidak pastian dimasukan ke dalam model, maka disebut model stochastic. Interaksi

antara skala waktu dan ketidak pastian akan menghasilkan model yang lebih kompleks,

seperti model dinamik stokastik. Jenisjenis model tersebut terlihat pada Gambar 2.3. Pada

gambar tersebut arah panah dari kiri ke kanan menggambarkan derajat kompleksitas

model. Dengan kata lain, semakin jauh panah bergerak ke kanan, semakin rumit model

yang dibangun.

25
Gambar 2.6, Jenis – Jenis Model (Akhmad Fauzi, 2006)

Selain kategori di atas, model juga dapat bersifat analitik dan empirik. Model
analitik dibangun tanpa harus mengandalkan data riil. Model ini lebih dibangun dari proses
berpikir, membangun teori, maupun membangun building block yang dapat dijadikan
sebagai model dasar dari analisa yang lain. Sedangkan model empiric dibangun dari
pengamatan empiris data riil. Dengan demikian, model ini sering bersifat kasuistik (case
studies) dan belum tentu dapat diterapkan pada kasus yang berbeda. Pakar sistim dinamik
Jay W. Foresster (1961) mengklasifikasikan model ke dalam beberapa kelompok yang
dijelaskan sebagai berikut :
a. Model fisik dan abstrak

Model fisik adalah miniatur obyek yang diamati sedanghkan model abstrak adalah

merupakan model yang berhubungan dengan mental, bahasa serta model matematik

yang sifatnya abstrak.

b. Model statik dan dinamik

Model statik adalah model yang mewakili situasi yang tidak berubah terhadap waktu

sedangkan model dinamik adalah model yang berinteraksi dengan perubahan waktu.

26
c. Model linear dan non linear

Model linear adalah model dimana pengaruh dari luar pada sistim adalah murni

penjumlahan dan berlakunya prinsip superposisi. Pada model non linear pengaruh dari

luar tidak hanya bersifat penjumlahan saja.

d. Model stabil dan tidak stabil

Model stabil adalah model yang selalu kembali ke keadaan awal setelah mengalami

perubahan sedangkan model tidak stabil adalah model yang tidak bisa kembali ke

keadaan awal setelah mengalami perubahan.

e. Model kondisi tunak dan transien

Model yang berulang terhadap waktu dan pola perilaku pada suatu periode sama

sifatnya dengan periode lainnya disebut model kondisi tunak sedangkan model

transien adalah model dimana fenomena yang terjadi dalam model tidak dapat

berulang.

2.5.3 Aturan dasar pembuatan model

Dalam membangun sebuah model diperlukan beberapa tahapan agar dihasilkan

model suatu model yang baik. Secara umum tahapan tahapan tersebut dapat dilihat pada

Gambar 2.4. Dari gambar tersebut terlihat bahwa tahapanidentifikasi, khususnya

identifikasi masalah yang dibangun dari berbagai pertanyaan merupakaan tahapan yang

sangat penting dalam membangun sebuah model. Kelemahan mengidentifikasi masalah

sering menghasilkan suatu model yang tidak valid.

27
Identifikasi

Membangun Asumsi

KonstruksiModel

Analisa

Interpretasi

Validasi

Implementasi

Gambar 2.7, Tahapan Proses Pemodelan (Akhmad Fauzi, 2006)

Setelah identifikasi masalah, langkah berikutnya adalah membangun asumsi


asumsi. Hal ini diperlukan karena model adalah penyederhanaan suatu realitas yang
kompleks. Oleh karena itu setiap penyederhanaan memerlukan asumsi, sehingga ruang
lingkup model berada dalam koridor permasalahan yang akan dicari solusi atau
jawabannya. Setelah asumsi dibangun, langkah selanjutnya adalah membuat konstruksi
dari model itu sendiri. Hal ini dapat dilakukan baik melalui hubungan fungsional dengan
cara membuat grafik, diagram, alur maupun persamaan-persamaan matematis.
Konstruksi model ini dapat dilakukan dengan bantuan komputer software atau

secara analitis. Tahap berikutnya yang cukup krusial dalam membangun model adalah

menentukan analisa yang tepat. Inti tahap ini adalah mencari solusi yang sesuai untuk

menjawab pertanyaan yang dibangun pada tahap identifikasi. Di dalam pemodelan, analisa

ini biasanya dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan melakukan optimisasi dan kedua

dengan melakukan simulasi. Optimasi dirancang untuk mencari solusi ”what should

happen” (apa yang seharusnya terjadi),sementara simulasi dirancang untuk mencari solusi

28
”what would happen” (apa yangakan terjadi). Masing-masing analisa tersebut di atas

memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga keduanya dapat digunakan sesuai dengan

kebutuhan permasalahan yang harus dijawab.

Tahap selanjutnya dalam pengembangan model adalah melakukan interpretasi atas

hasil yang dicapai dalam tahap analisa. Interpretasi ini penting dilakukan untuk mengetahui

rasionalitas hasil yang diperoleh. Interpretasi juga diperlukan untuk mengomunikasikan

keinginan si pemodel dengan hasil analisa yang dilakukan oleh komputer ataupun alat

pemecah model lainnya (solver). Tahapan ini diperkuat tahapan berikutnya, yaitu validasi

model, yang tidak hanya menginterpretasikan model, tapi juga melakukan verifikasi atas

keabsahan model yang dirancang dengan asumsi yang dibangun sebelumnya.

Pengembangan suatu model yang baik, berguna dan menghemat biaya perlu

memperhatikan aturan-aturan dasar dalam pembuatan model, yaitu :

a. Pertimbangkan tujuan utama dari model.

Apakah dipergunakan untuk mensimulasi sistim atau untuk mengevaluasi atau untuk

menyederhanakan gambaran suatu sistim, digunakan untuk apakah hasilnya, siapa

yang menggunakan model akhir dan hasilnya.

b. Identifikasi kelas umum dari model.

Tentukan tipe aktual dari model yang akan digunakan dan tidak memaksakan problem

agar cocok dengan suatu jenis model, tetapi memilih model yang paling tepat dengan

problem yang ada.

c. Pertimbangan level dari model.

Dengan menentukan level model maka dapat diperkirakan banyaknya variabel,

banyaknya hubungan dan saling keterkaitan. Semakin detil suatu model tidak berarti

semakin baik model itu. Cara yang paling tepat untuk menentukan level dari model

29
adalah memulai dari model yang sederhana. Kemudian dievalusi dan menambahakan

hal-hal baru jika mutlak diperlukan untuk perbaikan model dan hasilnya.

d. Definisikan sistim, batasannya, input dan output serta komponen atau sub sistim.

Hal ini dimaksudkan untuk membantu dalam membuat flow chart atau network untuk

mempresentasikan sistim.

Dalam pemodelan terdapat kontrol yang dijadikan umpan balik untuk peningkatan

kualitas model. Karena itu, proses pemodelan pada dasarnya bukan merupakan proses satu

arah, melainkan iteratif dan bila perlu selalu diperbaharui sesuai perubahan - perubahan

perilaku sejalan dengan bertambahnya waktu.

2.6 Analisa korelasi

Analisis korelasi adalah alat yang membahas tentang derajat hubungan antara satu

variabel dengan variabel lainnya (Walpole, R.E :1995).

Dua variabel dikatakan berkolerasi apabila perubahan dalam satu variabel diikuti oleh

perubahan variabel lain, baik yang searah maupun tidak. Hubungan antara variabel dapat

dikelompokkan menjadi tiga jenis :

1. Korelasi Positif

Terjadinya korelasi positif apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti oleh

variabel lainnya dengan arah yang sama (berbanding lurus). Artinya apabila variabel

yang satu meningkat, maka akan diikuti peningkatan variabel lainnya.

2. Korelasi Negatif

Terjadinya korelasi negatif apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti oleh

variabel lainnya dengan arah yang berlawanan (berbanding terbalik). Artinya apabila

variabel yang satu meningkat, maka akan diikuti penurunan variabel lainnya.

30
3. Korelasi Nihil

Terjadinya korelasi nihil apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti oleh

variabel lainnya dengan arah yang tidak teratur (acak). Artinya apabila variabel yang

satu meningkat, maka akan diikuti penurunan variabel. Artinya apabila variabel yang

satu meningkat, kadang diikuti dengan peningkatan pada variabel lain dan kadang

diikuti dengan penurunan pada variabel lain.

Berdasarkan hubungan antar variabel yang satu dengan variabel lainnya dinyatakan

dengan koefisien korelasi yang disimbolkan dengan “ r “ . besarnya koefisien korelasi

berkisar antara -1 ≤ r ≤ +1

Nilai koefisien korelasi adalah -1 ≤ r ≤ +1. Jika dua variabel berkorelasi negatif

maka nilai koefisien korelasinya akan mendekati -1 ; jika dua variabel tidak berkolerasi

maka nilai koefisien korelasinya akan mendekati 0 ; sedangkan jika dua variabel

berkolerasi positif maka nilai koefisien korelasinya akan mendekati 1.

Untuk lebih mengetahui seberapa jauh derajat antara variabel – variabel tersebut,

dapat dilihat dalam perumusan berikut:

 -1 ≤ r ≤ -0.80 Berarti korelasi kuat secara negatif

 -0.79 ≤ r ≤ -0.50 Berarti korelasi sedang secara negative

 -0.49 ≤ r ≤ +0.49 Berarti korelasi lemah

 +0.50 ≤ r ≤ +0.79 Berarti korelasi sedang secara positif

 +0.80 ≤ r ≤ +1 Berarti korelasi kuat secara positif

korelasi dapat dicari dengan menggunakan bantuan software excel, yaitu dengan

memakai Fungsi CORREL,biasanya digunakan untuk memeriksa hubungan di antara dua

property.

31
Contoh: hubungan di antara lokasi temperatur rata-rata dan penggunaan AC. Cara

pengerjaannya pada excel adalah:

Gambar 2.8, Simulasi Correlasi Excel (Panduan excel 2007)

2.7 Analisis Regresi

Korelasi dan regresi keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Setiap

regresi pasti ada korelasinya, tetapi korelasi belum tentu dilanjutkan dengan regresi.

Korelasi yang tidak dilanjutkan dengan regresi, adalah korelasi antara dua variabel yang

tidak mempunyai hubungan kasual/sebab akibat, atau hubungan fungsional. Untuk

menetapkan kedua variabel mempunyai hubungan kusal atau tidak, maka harus didasarkan

pada teori atau konsep-konsep tentang dua variabel tersebut (Sugiyono 2010). Hubungan

antara panas dengan tingkat muai panjang, dapat dikatakan sebagai hubungan yang kausal,

hubungan antara kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai dapat dikatakan hubungan

yang fungsional, hubungan antara kupu-kupu yang datang dengan banyaknya tamu di

rumah bukan merupakan hubungan kausal maupun fungsional. Kita gunakan analisis

regresi bila kita ingin mengetahui bagaimana variabal dependen/kriteria dapat

diprediksikan melalui variabel independen atu variabel prediktor, secara individual.

Dampak dari penggunaan analisis regresi dapat digunakan untuk memutuskan

apakah naik dan menurunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui menaikan dan

menurunkan keadaan variabel independen, atau meningkatkan keadaan variabel

32
dependen/terikat dapat dilakukan dengan meningkatkan variabel independen/bebas dan

sebaliknya.

2.7.1 Regresi Linear Sederhana

Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal antara satu

variabel independen dengan satu variabel dependen. Persamaan umum regresi linier

sederhana adalah :

. . . 2.1 Rumus Regresi Linear Sederhana

Dimana :

ý = Subyek dalam variabel dependen/terikat yang diprediksikan.

a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan).

b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun

penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b (+)

maka naik, dan bila (-) maka terjadi penurunan.

X = subyek pada variabel Independen/bebas yang mempunyai nilai tertentu.

2.7.2 Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linier berganda memberikan kemudahan bagi pengguna untuk

memasukkan lebih dari satu variabel prediktor hingga p-variabel predictor dimana

banyaknya p kurang dari jumlah observasi (n). Sehingga model regresi dapat ditunjukkan

sebagai berikut :

Y =  0  1 X 1   2 X 2   P X P  
. . . 2.2Rumus Regresi Linear Berganda

karena model diduga dari sampel, maka secara umum ditunjukkan sebagai berikut :

33
Y  b0  b1 x1  b2 x2  ......  bP P . . . 2.3 Rumus Regresi Linear Berganda

secara umum

Salah satu prosedur pendugaan model untuk regresi linier berganda adalah dengan

prosedur Least Square (kuadrat terkecil). Konsep dari metode least square adalah menduga

koefisien regresi (β) dengan meminimumkan kesalahan (error).

Sehingga dugaan bagi β (atau dinotasikan dengan b) dapat dirumuskan sebagai

berikut (Draper and Smith, 1992) :

b   X X 
I
X Y . . . 2.4 Rumus dugaan bagi β

Dimana :

X = Matriks 1 digabung dengan p-variabel prediktor sebagai kolom dengan n buah

observasi sebagai baris.

Y = Variabel respon yang dibentuk dalam vektor kolom dengan n buah observasi;

Meski model telah diperoleh, model masih perlu diuji untuk memenuhi kriteria

Adapun persyaratannya adalah :

1. Linieritas :Untuk menguji linieritas hubungan 2 buah variabel, pertama-tama harus

membuat diagram pencarnya. Dari sini dapat dilihat apakah titik-titik data tersebut

membentuk pola linier atau tidak.

2. Normalitas :Salah satu cara mengecek kenormalitasan adalah dengan plot Probabilitas

Normal. Dengan plot ini, masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai

harapan pada distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik (data) terkumpul di

sekitar garis lurus. Untuk uji keberangkatan (asal) data dari normalitas digunakan uji

sampel Kolmogorov-Smirnov, sebab metode ini dirancang untuk menguji keselarasan pada

data yang kontinyu.

34
2.8 Defenisi dan jenis variabel

Sugiyono (2008:38) menyatakan bahwa “variabel merupakan gejala yang

menjadi focus penelitian untuk diamati. Dan variabel penelitian adalah atribut atau sifat

atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Sugiyono (2008:390) juga menyatakan bahwa variabel terbagi menjadi dua macam,

yaitu variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen (variabel terikat)

A. Variabel independen sering juga disebut sebagai variabel stimulus, predictor dan

antecedent. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

B. Variabel dependen sering juga disebut sebagai variabel output, kriteria dan konsekuen.

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

karena adanya variabel bebas.

2.9 Validasi

Validitas sebuah tes menyangkut apa yang diukur tes dan seberapa baik tes itu bisa

mengukur. Validitas sebuah tes memberitahu kita tentang apa yang bisa kita simpulkan

dari skor-skor tes. Menilai validitas adalah penting bagi peneliti karena sebagian besar

instrumen yang digunakan dalam penyelidikan pendidikan dan psikologis dirancang untuk

mengukur konstruksi hipotetis (Sugiyono, 2010). Pada dasarnya, semua prosedur untuk

menentukan validitas tes berkaitan dengan hubungan antara kinerja pada tes dan fakta-

fakta lain yang dapat diamati secara independent tentang ciri-ciri prilaku.

Bukti hubungan antara tes dan kriteria yang relevan berfokus pada pertanyaan

“Bagaimana kriteria kinerja secara akurat dapat diperkirakan dari nilai pada tes?” Kriteria

35
adalah beberapa hasil penting untuk pengujian. Kriteria harus juga mewakili atribut yang

diukur atau yang lain yang akan digunakan. Yang dimaksudkan dengan koefisien validitas

adalah korelasi antara skor tes dan pengukuran kriteria. Karena memberikan indeks

numerik tunggal validitas tes, koefisien validitas umumnya digunakan dalam pegangan-

pegangan tes untuk melaporkan validitas sebuah tes menurut tiap kriteria dari data yang

tersedia.

Sebelumnya kita mendeskripsikan sebagai validasi konvergen dan kemudian

sebagai validasi diskriminan. Korelasi sebuah tes penalaran kuantitatif dengan nilai-nilai

selanjutnya dalam mata pelajaran matematika akan menjadi contoh validasi konvergen.

Untuk tes yang sama, validitas diskriminan akan dibuktikan oleh korelasi rendah dan tidak

signifikan.

Kriteria validitas dapat Anda tentukan dengan melihat nilai pearson correlation

dan Sig. (2-tailed). Jika Nilai pearson correlation > nilai pembanding berupa r-tabel, maka

item tersebut valid. Atau jika nilai Sig. (2-tailed) < 0,05 berarti item tersebut valid dan

berlaku sebaliknya. r-kritis bisa menggunakan tabel r atau dengan uji -t.

2.10 Minitab 17

Dalam penelitian ini, penulis memilih untuk melakukan eksekusi analisis regresi

terhadap pemodelan kebutuhan material proyek konstruksi jalan dengan menggunakan

bantuan software minitab.

Paket program Minitab merupakan salah satu software yang sangat besar

kontribusinya sebagai media pengolahan data statistik. Software ini menyediakan berbagai

jenis perintah yang memungkinkan proses pemasukan data, manipulasi data, pembuatan

grafik dan berbagai analisis statistik.

36
Minitab mempunyai dua layar primer, yaitu Worksheet (lembar kerja) untuk

melihat dan mengedit lembar kerja, serta sesi Command yang merupakan layar untuk

menampilkan hasil. Perintah-perintah Minitab dapat diakses melalui menu, kotak dialog

maupun perintah interaktif.Untuk memulai Minitab for windows dapat dilakukan melalui

langkah-langkah berikut:

» Klik STAR

» Pindahkan pointer mouse ke Program kemudian geser ke grup Minitab.

» Klik icon Minitab

Setelah langkah-langkah di atas dilakukan maka anda akan berhadapan dengan

layar Minitab, yaitu layar sesi command , layar worksheet dan baris menu. Tampilan

tesebut dapat anda perhatikan pada gambar berikut :

Gambar 2.9. Tampilan Software Minitab (minitab 14)

Berikut akan disampaikan beberapapenggunaan menu yang sering digunakan:

A. Menu File

New Project : Membuka project baru.

New Worksheet : Membuka worksheet baru.

37
Open Project : Membuka file project.

Open Worksheet : Membuka file worksheet.

Save Project : Menyimpan project.

Save Worksheet : Menyimpan worksheet.

b. Menu Edit

Undo : Membatalkan proses/perintah sebelumnya.

Clear Cells : Menghapus isi cell tanpa merubah baris/kolom.

Delete Cells : Menghapus isi cell.

Copy Cells : Menggandakan isi cell.

Cut Cells : Menghapus/memindah isi cell.

Paste Cells : Menyisipkan isis cell.

c. Menu Data

Sort : Mengurutkan data dalam satu kolom atau lebih.

Rank : Menyimpan skor rangking dalam suatu kolom.

Delete Rows : Menghapus baris-baris tertentu dari setiap kolom.

Erase Variables : Menghapus variabel.

Copy Columns : Menggandakan kolom.

Stack : Menggabungkan beberapa kolom menjadi satu kolom.

Unstack : Memecah satu kolom menjadi beberapa kolom.

Concatenate : Menggabungkan beberapa kolom text dalam satu kolom.

Code : Memberikan koding nilai pada suatu kolom.

Change D. Type : Merubah tipe kolom.

Display Data : Menampilkan data dari worksheet ke sesi command.

38
d. Menu Calc

Calculator : Operasi aritmatika.

Column Statistic : Perhitungan statistik berdasarkan kolom.

Row Statistics : Perhitungan statistik berdasarkan baris.

Standardize : Pemusatan dan penskalaan data dalam suatu kolom.

Random Data : Pembangkitan bilangan random untuk distribusi tertentu.

Prob. Distri. : Menghitung peluang, peluang kumulatif dan invers

peluangkumulatif dari data kontonu.

Matrices : Perintah untuk operasi matriks.

e. Menu Stat

Basic Statistics : Perhitungan statistika dasar meliputi; deskripsi data, ujihipotesis,

korelasi dan uji normalitas.

Regression : Perhitungan/uji untuk analisis regresi.

ANOVA : Perhitungan/uji untuk analisis variansi.

DOE : Perhitungan/uji untuk rancangan percobaan.

Multivariate : Perhitungan/uji untuk analisis multivariabel.

39
Bab III

Metodelogi Penelitian

Hasil yang diharapkan dari penelian ini, yaitu mendapatkan suatu hasil dalam hal

ini adahal “model” yang optimal sesuai dengan kondisi sesungguhnya yang terjadi di

lapangan. Bertolak dari harapan diatas maka penentuan metodologi penelitian dalam upaya

pencapaian tujuan adalah merupakan langkah awal yang sangat penting. Sehingga

metodologi penelitiannya sebagai berikut :

3.1. Lokasi dan waktu penelitian

Untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan penulisan ini, maka penulis

melakukan tinjauan secara langsung ke instansi terkait, yaitu Balai Pembangunan Jalan

Nasional IX (Maluku dan Maluku Utara) dan kantor kontraktor yang terkait, Waktu

penelitian yang penulis butuhkan dalam melakukan penilitian yaitu ± 2 (dua) bulan.

3.2. Pengumpulan Data dan Informasi

Untuk pengumpulan data dan informasi digunakan metote Diskriptif, yaitu metode

pengadaan data, fakta dan informasi terkait dengan permasalahan sesuai objek dan subjek

yang diteliti dengan menggunakan teknik pengadaan data. Dalam penelitian ini ada 2 jenis

data yang dibutuhkan yaitu :

1. Data primer

Data primer diperoleh melalui wawancara tertulis (kuisioner) dengan pihak manajemen

proyek / kontraktor, metode ini dilakukan untuk melengkapi data sekunder.

40
2. Data sekunder

Data sekunder yang digunakan pada penalitian ini diantaranya:

 Dokumen kontrak dari PPK Balai Pembangunan Jalan Nasional IX (Maluku dan

Maluku Utara) wilayah 3.

 Data PCM ( Pre Construction Metting) oleh Kontraktor.

 Laporan Harian di lapangan oleh Kontraktor.

Sampel Data yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 5 proyek.

3.3. Analisis Data

Adapun metode-metode analisis yang digunakan dalam menganalisa data-data yang

terkait dengan pemodelan kebutuhan material proyek konstruksi jalan, adalah sebagai

berikut:

1. Analisis penetapan variabel, pada tahap ini akan dicari setiap variabel - variabel yang

saling berhubungan dalam hal pemakaian material, contoh: “jumlah pemakaian

aggregat berkaitan/dipengaruhi oleh panjang dan lebar jalan”.

2. Analisis korelasi, adalah untuk mengetahui kekuatan hubungan antara satu variabel

dengan variabel lainnya, dimana hubungan terkuat mempunyai nilai = 1 (satu).

3. Analisis regresi, dalam analisis ini akan diregresikan beberapa variabel yang memiliki

hubungan/korelasi yang kuat guna mendapatkan sebuah model matematika yang

diharapkan dapat digunakan dalam perhitungan material pada suatu item pekerjaan

proyek konstruksi jalan standar Bina Marga.

4. Analisis validasi, pada tahap ini setiap model yang telah dihasilkan akan di uji

validasi-nya guna mengetahui apakah model tersebut valid atau tidak.

41
5. Simulasi model, pada tahap ini model yang sudah valid akan di simulasikan guna

melihat kelayakan dari model tersebut.

3.4. Bagan Alur Penelitian

Urutan tahapan penelitan ini, dapat digambarkan pada diagram alur dibawah ini:

Gambar 3.1. Bagan Alir Diagram

42
Bab IV

Analisis dan Pembahasan

4.1 Gambaran Umum Permasalahan di Lapangan

Berdasarkan hasil survey dengan menggunakan kuesioner, maka didapatkan hasil

sebagai berikut:

1. Jawaban responden untuk pertanyan poin 1, yang berbunyi: “Apakah sering terjadi

keterlambatan dalam proses pelaksaan pekerjaan pada proyek pembangunan jalan di

kawasan MBD ?”.

Tabel.4.1, Jawaban responden untuk pertanyaan kuesioner


poin satu.

2. Jawaban responden untuk pertanyaan poin 2, yang berbunyi: “Apakah kendala utama

yang mengakibatkan terjadinya keterlambatan dalam pelaksanaan proyek tersebut ?”.

Tabel.4.2, Jawaban responden untuk pertanyaan kuesioner


poin dua.

3. Jawaban responden untuk pertanyaan poin 3, yang berbunyi: “Dimanakah lokasi

pengambilan material ?”.

43
Tabel.4.3, Jawaban responden untuk pertanyaan kuesioner
poin tiga.

4. Jawaban responden untuk pertanyaan poin 3, yang berbunyi: “Apakah sering terjadi

keterlambatan dalam proses pengambilan/pengiriman material ?”.

Tabel.4.4, Jawaban responden untuk pertanyaan kuesioner


poin empat.

Darim data-data diatas terlihat 75% responden mengakui bahwa memang pernah

terjadi keterlambatan dalam proses pekerjaan pada proyek konstruksi jalan di kawasan

kabupaten MBD, 58.33% responden mengakui bahwa ketersediaan material

merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya keterlamban pekerjaan, 75%

responden mengakui bahwa lokasi pengambilan material dari luar pulau, dan 83.33%

responden mengakui bahwa memang terjadi keterlambatan dalam proses pengiriman

material ke lokasi proyek.

4.2. Gambaran Umum Pemakaian Material di Lapangan

Berdasarkan hasi wawancara dan pengumpulan data, maka diketahui jenis-jenis

material yang dipakai pada proyek konstruksi jalan (perkeresan lentur) standar Bina Marga

di kawasan kabupaten MBD sebagai berikut:

1. Lapis pondasi agregat kelas-S, (Item pekerjaan bahu jalan).

44
2. Lapis pondasi agregat kelas-A, untuk perkerasan badan jalan, (Item pekerjaan

perkerasan berbutir).

3. Lapis pondasi agregat kelas-B, untuk perkerasan badan jalan, (Item pekerjaan

perkerasan berbutir).

4. Lapis resap pengikat - aspal cair, (Item pekerjaan perkerasan aspal).

5. Lapis perekat - Aspal cair, (Item pekerjaan perkerasan aspal).

6. Lataston lapis aus (HRS - WC), (Item pekerjaan perkerasan aspal).

7. Lataston lapis pondasi (HRS - Base), (Item pekerjaan perkerasan aspal).

8. Bahan anti pengelupasan, (Item pekerjaan perkerasan aspal).

Berikut adalah rangkuman kondisi riil pemakaian material proyek di lapangan:

1. Pembangunan jalan Ilwaki - Lurang.

240 Hari Kalender. Panjang penanganan 7 KM, lebar penanganan badan jalan 7M,

lebar penanganan bahu jalan (L/R) 2M.

Tabel 4.5, kondisi riil pemakain material pada proyek pembangunan jalan Ilwaki – Lurang.

45
2. Rekonstruksi peningkatan jalan Pelabuhan - Wonreli - Lapter.

240 Hari Kalender. Panjang penanganan 10.850 KM, lebar penanganan badan jalan

bervariasi 0.2M - 2.1M, lebar penanganan bahu jalan bervariasi (L/R) 2.5M - 4M.

Tabel 4.6, kondisi riil pemakain material pada proyek rekonstruksi peningkatan jalan
Pelabuhan - Wonreli – Lapter.

3. Pembangunan jalan Tiakur - Weat

240 Hari Kalender. Panjang penanganan 13 KM, lebar penanganan badan jalan untuk

perkerasan berbutir 5,6M (Kaewatu - Weat) dan 1.3M (Kaewatu - Tiakur), sedangkan

untuk pekerjaan aspal memiliki lebar 5.5M.

Tabel 4.7, kondisi riil pemakain material pada proyek pembangunan jalan Tiakur - Weat.

46
4. Pembangunan jalan lingkar Pulau Marsela

240 Hari Kalende. Panjang penanganan 8 KM, lebar penanganan badan jalan 6M.

Tabel 4.8, kondisi riil pemakain material pada proyek pembangunan jalan lingkar Pulau
Marsela.

5. Pembangunan jalan Tepa - Masbuar - Letwurung

240 Hari Kalender. Panjang penanganan 12 KM, lebar penanganan badan jalan 7M,

lebar penanganan bahu jalan (L/R) 4M.

Tabel 4.9, kondisi riil pemakain material pada proyek Pembangunan jalan Tepa - Masbuar
- Letwurung.

47
6. Rekonstruksi/peningkatan struktur Lurang-Ilwaki

210 Hari Kalender. Panjang penanganan 7.7 KM, panjang perkerasan berbutir dan

pekerjaan aspal 1 KM, lebar penanganan badan jalan 4.50M, lebar penanganan bahu

jalan (L/R) 2.5M.

Tabel 4.10, kondisi riil pemakain material pada proyek Rekonstruksi/peningkatan struktur
Lurang-Ilwaki.

7. Rekonstruksi struktur Ilwaki-Lurang

210 Hari Kalender. Panjang penanganan 8.8 KM, lebar penanganan badan jalan 4.5M,

lebar penanganan bahu jalan (L/R) 2.5M.

Tabel 4.11, kondisi riil pemakain material pada proyek Rekonstruksi struktur Ilwaki-
Lurang.

48
4.3 Penetapan Variabel, Analisis Korelasi dan Pemodelan Material Proyek

Konstruksi Jalan (Perkerasan Lentur)

Dengan menggunakan data-data yang ada pada ketujuh proyek konstruksi tersebut,

selanjutnya akan ditetapkan variabel “X” dan ”Y” untuk selanjutnya dilakukan analisis

korelasi (menggunakan software excel) dan pemodelan dengan metode regresi yang

dieksekusi melalui software MiniTab-17, berikut adalah sistem pengkodean yang dipakai

oleh penulis dalam meng-input data ke dalam Excel dan MiniTab:

1. Angka “1” dipakai untuk melambangkan sampel pertama, yaitu proyek

“Pembangunan jalan Ilwaki – Lurang”.

2. Angka “2” dipakai untuk melambangkan sampel kedua, yaitu proyek “Rekonstruksi

peningkatan jalan Pelabuhan - Wonreli - Lapter”.

3. Angka “3” dipakai untuk melambangkan sampel ketiga, yaitu proyek “Pembangunan

jalan Tiakur - Weat”.

4. Angka “4” dipakai untuk melambangkan sampel keempat, yaitu proyek

“Pembangunan jalan lingkar Pulau Marsela”.

5. Angka “5” dipakai untuk melambangkan sampel kelima, yaitu proyek “Pembangunan

jalan Tepa - Masbuar - Letwurung”.

6. Angka “6” dipakai untuk melambangkan sampel keenam, yaitu proyek

“Rekonstruksi/peningkatan struktur Lurang-Ilwaki”.

7. Angka “7” dipakai untuk melambangkan sampel ketujuh, yaitu proyek “Rekonstruksi

struktur Ilwaki-Lurang”.

8. “X” dipakai untuk melambangkan variabel bebas, yaitu “kuantitas material

berdasarkan kontrak”.

49
9. “Y” dipakai untuk melambangkan variabel terikat, yaitu “pemakaian material secara

riil di lapangan”.

4.3.1 Penetapan Variabel

1. Lapis Pondasi Agregat Kelas-S

Tabel 4.12, Pemakaian agregat kelas-S

Dari data diatas terlihat bahwa pada Proyek ke 3 dan 4 tidak digunakan agregat kelas-

S, dengan demikian maka pada poin ini hanya akan digunakan 5 sampel dalam

melakukan analisis korelasi dan pemodelan.

2. Lapis Pondasi Agregat Kelas-A

Tabel 4.13, Pemakaian agregat kelas-A

50
Pada poin ini terlihat bahwa pada semua proyek digunakan agregat kelas-A, maka

total sampel yang digunakan dalam analisis korelasi dan pemodelan adalah sebanyak 7

proyek.

3. Lapis Pondasi Agregat Kelas-B

Tabel 4.14, Pemakaian agregat kelas-B

Dari data diatas terlihat bahwa pada proyek ke 2 dan 5 tidak digunakan agregat kelas-

B, dengan demikian maka pada poin ini hanya akan digunakan 5 sampel dalam

melakukan analisi korelasi dan pemodelan.

4. Lapis Resap Pengikat-Aspal Cair

Tabel 4.15, Lapis resap pengikat-aspal cair.

Pada poin ini terlihat bahwa pada semua proyek digunakan lapis resap pengikat-aspal

cair, maka total sampel yang digunakan dalam analisis korelasi dan pemodelan adalah

sebanyak 7 proyek.

51
5. Lapis Perekat-Aspal Cair

Tabel 4.16, Lapis perekat-aspal cair.

Pada poin ini terlihat bahwa pada semua proyek digunakan lapis perekat-aspal cair,

maka total sampel yang digunakan dalam analisis korelasi dan pemodelan adalah

sebanyak 7 proyek.

6. Lataston Lapis Aus (HRS-WC)

Tabel 4.17, Lataston lapis aus (HRS-WC).

Pada poin ini terlihat bahwa pada semua proyek digunakan lataston lapis aus (HRS-

WC), maka total sampel yang digunakan dalam analisis korelasi dan pemodelan

adalah sebanyak 7 proyek.

52
7. Lapis Pondasi (HRS-Base)

Tabel 4.18, Lapis pondasi (HRS-Base).

Pada poin ini terlihat bahwa pada semua proyek digunakan lapis pondasi (HRS-Base),

maka total sampel yang digunakan dalam analisis korelasi dan pemodelan adalah

sebanyak 7 proyek.

:8. Bahan Anti Pengelupasan

Tabel 4.19, Bahan anti pengelupasan.

Pada poin ini terlihat bahwa pada semua proyek digunakan bahan anti pengelupasan,

maka total sampel yang digunakan dalam analisis korelasi dan pemodelan adalah

sebanyak 7 proyek.

53
4.3.2 Analisis Korelasi

Dengan menggunakan fungsi “Correlasi Pearson” pada software excel dan

mengacu pada standar di bawah ini, maka didapatkan hasil korelasi sebagai beikut:

 -1 ≤ r ≤ -0.80 Berarti korelasi kuat secara negatif

 -0.79 ≤ r ≤ -0.50 Berarti korelasi sedang secara negative

 -0.49 ≤ r ≤ +0.49 Berarti korelasi lemah

 +0.50 ≤ r ≤ +0.79 Berarti korelasi sedang secara positif

 +0.80 ≤ r ≤ +1 Berarti korelasi kuat secara positif

Tabel 4.20, Hasil korelasi

Dari hasil diatas, terlihat bahwa semua hasil korelasi memiliki nilai yang sangat

tinggi, yang artinya bahwa diantara variabel-variabel tersebut (Kuantitas material

berdasarkan kontrak vs Pemakaian material di lapangan) saling mempengaruhi (memiliki

hubungan yang sangat kuat) sehingga dapat diinput untuk proses regresi/pemodedan.

4.3.3 Pemodelan Kebutuhan Material

Dengan menggunakan fungsi regresi yang di eksekusi melalui software MiniTab-

17, maka didapat hasil pemodelan sebagai berikut:

54
1. Pemodelan Kebutuhan Lapis Pondasi Agregat Kelas-S

Gambar 4.1, Pemodelan kebutuhan agregat kelas-S

2. Pemodelan Kebutuhan Lapis Pondasi Agregat Kelas-A

Gambar 4.2, Pemodelan kebutuhan agregat kelas-A

55
3. Pemodelan Kebutuhan Lapis Pondasi Agregat Kelas-B

Gambar 4.3, Pemodelan kebutuhan agregat kelas-B

4. Pemodelan Kebutuhan Lapis Resap Pengikat-Aspal Cair

Gambar 4.4, Pemodelan kebutuhan lapis resap pengikat-aspal cair.

56
5. Pemodelan Kebutuhan Lapis Perekat-Aspal Cair

Gambar 4.5, Pemodelan kebutuhan lapis perekat-aspal cair.

6. Pemodelan Kebutuhan Lataston Lapis Aus (HRS-WC)

Gambar 4.6, Pemodelan kebutuhan lataston lapis aus (HRS-WC).

57
7. Pemodelan Kebutuhan Lapis Pondasi (HRS-Base)

Gambar 4.7, Pemodelan kebutuhan Lapis pondasi (HRS-Base).

8. Pemodelan Kebutuhan Bahan Anti Pengelupasan

Gambar 4.8, Pemodelan kebutuhan bahan anti pengelupasan.


58
4.4. Uji Validasi Model

Setelah diketahui model persamaannya, selanjutnya dilakukan uji validasi model.

Dimana pada uji validasi ini akan diketahui apakah model tersebut “valid” atau dapat

digunakan untuk menghitung besarnya kebutuhan riil material pada proyek konstruksi

jalan (perkerasan lentur) standar Binamarga. Dengan berlandaskan teori pada point 2.9,

maka didapatkan hasil validasi sebagai berikut:

Tabel 4.21, Hasil validasi model

4.5 Simulasi Model

Pada poin ini akan dilakukan simulasi perhitungan kebutuhan material proyek.

Contoh; suatu ketika dilakukan pekerjaan konstruksi jalan (tipe perkerasan lentur) di pulau

Moa (Kab.MBD) dengan volume perkerasan agregat kelas-A sebagai berikut, lebar 7

meter, panjang 2 kilo meter dengan ketebalan 15 cm.

Penyelesaian:

Volume perkerasan = 2100 M³

Kebutuhan riil perkerasan Agregat Kelas-A, (Y) = -3.46 + 1.0964X

= -3.46 + (1.0964 x 2100)

= 2298.98 >>> 2299 M³.

59
BAB V

Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis diatas, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat variasi persentase/proporsi pemakaian material (jumlah pemakaian material

secara riil berbanding kuantitas material sesuai kontrak) dalam proses pekerjaan

konstruksi jalan di lingkup pekerjaan PPK-Pulau Wetar (lihat poin 4.2, table 4.5

sampai 4.11).

2. Terdapat hubungan/korelasi yang sangat kuat secara positif antara variabel bebas “X”

(kuantitas material berdasarkan kontrak) dengan variabel terikat “Y” (pemakaian

material secara riil di lapangan).

3. Berdasarkan hasil analisis, maka didapatkan model untuk perhitungan pemakaian

material pada pekerjaan konstruksi jalan (tipe perkerasan lentur) standar Bina Marga

sebagai berikut:

a. Model kebutuhan “Agregat kelas-S”: Y = -3.46 + 1.0964 X

b. Model kebutuhan “Agregat kelas-A”: Y = -146 + 1.09992 X

c. Model kebutuhan “Agregat kelas-B”: Y = 26.8 + 1.0778 X

d. Model kebutuhan “Lapis resap pengikat - aspal cair”: Y = -62 + 1.00858 X

e. Model kebutuhan “Lapis perekat - aspal cair”: Y = 65.7 + 1.00010 X

f. Model kebutuhan “Lataston lapis aus (HRS-WC)”: Y = 67.3 + 1.01307 X

g. Model kebutuhan “Lapis pondasi (HRS-Base)”: Y = 67.6 + 1.01266 X

h. Model kebutuhan “Bahan anti pengelupasan”: Y = 76 + 1.0117 X

60
5.2 Saran

Bagi pihak-pihak terkait, sangat disarankan untuk mengadakan studi yang lebih
mendalam tentang kebutuhan pemakaian material secara riil di lapanagn, dengan tujuan
untuk terciptanya efisien biaya, waktu, dan tepat mutu dalam proyek konstruksi, terutama
untuk proyek konstruksi jalan standar Binamarga.

61
Daftar Pustaka

Bambang Sridadi, Pemodelan dan Simulasi Sistem, Bandung, 2009.

Direktorat Jenderal Bina Marga, Materials for Asphalt Pavements, Post Graduate Program
on Highway Engineeting, ITB-Bandung, 1976.

M. Giatman, Ekonomi Teknik, Jakarta, Rajawali pers, 2011.

Fatima, Ima, dan Soemardi, Biemo, W, Studi Pemodelan Matematis Karakteristik Kurva
Kemajuan Pekerjaan Konstruksi, Penelitian Departemen Teknik Sipil, ITB, 2005.

Hermiaty, Dessy, Pemodelan dan Analisis Proporsi Upah Tenaga Kerja pada Proyek
Konstruksi, Tesis Magister Manajemen Konstruksi, UII, 2007

Hamirhan Saodang, Konstruksi Jalan Raya (Buku 2, perencanaan perkerasan jaln raya),
Bandung, 2005.

Kodoatie, Robert, J “Analisis Ekonomi Teknik”, Andi, Yogyakarta, 2005.

Mulyono, Eduard, Pengembangan Model Optimasi Biaya Pada PenjadwalanProyek


Linier, Tesis Magister Teknik Industri, ITB, 2003.

Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, Bandung, 2010.

Walpole, R.E. Pengantar statistika. Edisi ke 3. Jakarta , 1995.

Saapang Salmon, Analisis Komposisi Sumber Daya Pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi
Jembatan Di Seram Utara, Tesis Magister Teknik Sipil, UKI-Paulus, 2012.

62
Lampiran

63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74

Anda mungkin juga menyukai