Anda di halaman 1dari 12

INOVASI DALAM MENGEMBANGKAN KEDEWASAAN

BERDEMOKRASI di INDONESIA BERDASARKAN PANCASILA


Mipa Amarul Haq (4301416057)
amarulhaq10@gmail.com

Selama ini Indonesia menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, serta
pandangan hidup bangsa. Itu tidak terlepas dari fakta bahwa Pancasila dirumuskan oleh
Ir. Soekarno berdasarkan kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri. Oleh karena itu
segala tindakan dalam berbagai bidang harus sejalan dengan Pancasila. Entah itu dalam
kehidupan bernegara, berekonomi, berpolitik, dan berdemokrasi. Namun, kenyataannya
sekarang banyak sekali praktek-praktek, terutama perpolitikan dan demokrasi yang
sudah melenceng dari Pancasila. Para pemangku kebijakan lebih mementingkan
kepentingan kelompok daripada kepentingan bangsa.
Demokrasi sering disatu artikan dengan kebebasan. Sehingga dewasa ini banyak
penginterpretasian demokrasi yang melebih batas. Kebebasan mencaci maki, black
campaign merupakan suatu hal yang sudah biasa di negara ini,
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui aktualisasi karakter Inovatif
dalam mewujudkan demokrasi yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila atau biasa
disebut Demokrasi Pancasila. Aktualisasi ini diharapakan mampu memperbaiki tatanan
kehidupan berpolitik dan praktek demokrasi yang sudah melenceng dari nilai Pancasila.
Inovasi itu memang perlu demi berkembangnya suatu negara, tidak ada negara yang
tetap ingin berada dalam kondisi yang sama dari tahun ke tahun

Kata kunci : Karakter inovatif, Politik, Pancasila


A. Pendahuluan
Pancasila merupakan barang yang sangat mahal harganya bagi negara ini.
Pancasila merupakan ideologi bangsa, landasan hukum segala peraturan yang
diterapkan, dan pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pancasila yang
merupakan buah pemikiran Presiden Soekarno yang disampaikan pada sidang
BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 bersumber pada adat istiadat, kebiasaan, serta pola
hidup masyarakat Indonesia. Maka tidak heran, segala tatanan kehidupan dan
tingkah laku masyarakat Indonesia harus sejalan dengan Pancasila.
Praktek-praktek politik, ekonomi, dan berdemokrasi harus sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Tidak boleh menempatkan kepentingan kelompok di atas
kepentingan bangsa. Dalam pengambilan keputusan, para pemangku jabatan
harus memperhatikan plus minus untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia,
bukan kejayaan kaum tertentu. Tapi, kenyataan di lapangan lain. Demokrasi
tidak dijalankan dengan baik.
Menurut Priyo Budi Santoto, bahwa penegakan demokrasi dan kebebasan
warga negara, tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga dampak
negatif, seperti kegaduhan politik. Salah satu dampak negatif dari penegakan
demokrasi adalah makin pudarnya nilai-nilai budaya Indonesia, yakni tata karma
yang ramah tamah, serta jiwa gotong royong dan kekeluargaan. Indonesia belum
mencapai pada tahapan pelaksanaan demokrasi yang substansial, yaitu sikap-
sikap dari perilaku warga negara demokratis. Hal ini tampak bukan hanya pada
masyarakat itu sendiri, tetapi juga pada pemerintah, karena itu tidak
mengeherankan, salah satu contoh, jika keributan pada pelaksanaan Pilkada
masih sering mewarnai proses demokrasi di Indonesia.
Di samping itu, tingkat nasionalitas politik masyarakat pada umumnya
dinilai masih rendah karena demokrasi substansial belum dilaksanakan dengan
baik. Kiranya hal ini dapat mengindikasikan jalan panjang demokrasi Indonesia
masih penuh dengan hambatan dan tantangan justru dari efek demokrasi itu
sendiri.
Terhadap pemahaman demokrasi Barat ini, Hatta (2010:14) mengatakan
bahwa kebebasan individu ini nantinya mengakibatkan ketidakadilan dalam
masyarakat, karena kedaulatan hanya berpusat pada para pemilik modal, kritik
selajutnya dapat kita baca sebagai berikut :

“Jadinya, demokrasi Barat yang dilahirkan oleh Revolusi Prancis tiada


membawa kemerdekaan rakyat yang sebenarnya, melainkan menimbulkan
kekuasaan kapitalisme, sebab itu demokrasi politik saja tidaklah cukup
untuk mencapai demokrasi yang sebenarnya yaitu kedaulatan rakyat.
Haruslah ada pula kedaulatan ekonomi, yang memakai dasar, bahwa
segala penghasilan yang mengenal penghidupan orang banyak harus
berlaku dibawah tanggungan orang banyak juga.”

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa demokrasi Barat hanya


memberikan kedaulatan kaum pemodal, Hatta menambahkan, demokrasi
kapitalis inilah yang harus ditolak dan tidak cocok untuk Indonesia. Sebaliknya,
demokrasi modern yang berbasis pada nasionalisme religius adalah bentuk
demokrasi yang dicita-citakan bangsa Indonesia yang Kemudian merupakan
cikal bakal lahirnya Demokrasi Pancasila.
Dalam alam demokrasi, inovasi merupakan kreasi bersama dari berbagai
aktor. Pemimpin atau kepala daerah yang memiliki visi inovator harus bisa
memosisikan diri sebagai fasilitator dalam proses inovasi.
Menurut Lewin (1951) untuk melakukan perubahan inovasi harus melalui
tiga tahapan yaitu unfreezing, changing, dan refreezing. Tujuan utama kajian ini
adalah menelusuri perilaku bupati untuk membangun kesadaran dan pola
pemikiran (unfreezing) kepada berbagai pihak. Hal ini mengingat pihak yang
merasa nyaman dan diuntungkan akan berusaha menentang dan
mempertahankan sistem lama. Lewin (1951) menyatakan bahwa proses
unfreezing sangat penting dan menentukan keberhasilan proses selanjutnya.
Unfreezing, merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau
adanya kebutuhan untuk berubah. Changing, merupakan langkah tindakan, baik
memperkuat (driving force) maupun memperlemah (resistences), sehingga
proses perubahan dapat berlangsung. Refreezing, membawa kembali organisasi
kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium).

B. Tinjauan Pustaka
Karakter, pengertian dari susunan kata adalah sebagai tabia; sifat-sifat
kejiwaan; akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang
lain; watak. Berkarakter berarti mempunyai tabiat, mempunyai kepribadian.
Dengan demikian karakter dapat diartikan sebagai sikap pribadi yang stabil
sebagai hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis, integrasi
pernyataan dan tindakan (Khan, 2010).
Secara bahasa, kata karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu
“charassein”, yang berarti barang atau alat untuk menggores, yang di kemudian
hari dipahami sebagai stempel/cap. Jadi, watak itu stempel atau cap, sifat-sifat
yang melekat pada seseorang. Watak sebagai sikap seseorang dapat dibentuk,
artinya watak seseorang berubah, kendati watak mengandung unsur bawaan
(potensi internal), yang setiap orang dapat berbeda. Namun, watak amat sangat
dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu keluarga, sekolah masyarakat,
lingkungan pergaulan, dan lain-lain. (Sutardjo A, 2013: 77)
Inovatif, memiliki pengertian usaha seseorang dengan mendayagunakan
pemikiran, kemampuan imajinasi, berbagai stimulan, dan individu yang
mengelilinginya atau lingkungannya, dalam menghasilkan produk baru, baik
bagi dirinya sendiri ataupun lingkungannya. Berpikir inovatif bercirikan
elastisitas, produktivitas, orisinalitas, dan sensitivitas tinggi. Inovasi berarti
proses dan/atau hasil pengembangan pemanfaatan pengetahuan, keterampilan
dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk berupa barang
dan/atau jasa, proses, dan/atau sistem yang baru, yang memberikan nilai yang
berarti secara ekonomi dan sosial (FMIPA, 2016).
Perilaku inovatif adalah semua perilaku individu yang diarahkan untuk
menghasilkan, mengenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal baru, yang
bermanfaat dalam berbagai level organisasi. Inovasi yang sesuai dengan perilaku
inovatif adalah inovasi imkremental, yaitu perilaku inovasi yang biasanya hanya
dapat menjelaskan kepada orang-orang karena mereka terpaku untuk sesuatu
yang sudah dipahami (FMIPA, 2016).
Implementasi karakter inovatif dilakukan dengan pendekatan edukatif,
komunikatif, dan keteladanan. Pendekatan edukatif merupakan cara pandang
yang diterapkan untuk menananmkan konsep atau nilai melalui proses
pendidikan secara sistematik dan futuristik. Pendekatan komunikatif dilakukan
dalam bentuk ajakan dan diskusi pemikiran secara realistis dan argumentatif.
Pendekatan keteladanan dimanifestasikan dalam bentuk pemberian contoh yang
mencerminkan kemampuan berpikir dan bertindak secara inovatif. (FMIPA,
2016).
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya
memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi – baik secara
langsung atau melalui perwakilan – dalam perumusan, pengembangan, dan
pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya
yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Demokrasi dan kebebasan sering diasumsikan sebagai dua hal dalam satu
paket. Mendapatkan demokrasi “pasti” mendapatkan pula kebebasan. Pada sisi
yang lain, demokrasi dan kebebasan terkadang masih menemui banyak
persoalan dalam pelaksanannya, terutama yang berkaitan dengan kebebasan
warga negara, sementara kebebasanpun hanya bisa didapat atau diperoleh bila
ada demokrasi dan konstitusi yang menjaminnya. Pada hakikatnya, demokrasi
tidaklah bisa menjamin kebebasan secara mutlak, perlu ada komitmen untuk
membangun tradisi kebebasan, tradisi diantara semua warga yang diwujudkan
dalam aturan serta penegakan hukum yang tegas, bahwa setiap orang bebas
berbicara dan menyalurkan pendapatnya. (Jaelani; 2015:134)
Demokrasi dalam praktek dimana pun di muka bumi selalu menuntut tiga
atau empat syarat yang saling melengkapi, yaitu: rasa bertanggungjawab, lapang
dada, rela menerima kekalahan secara sportif, dan tidak membiarkan kesadaran
membeku. Demokratisasi memang melelahkan, tetapi gagasan kembali kepada
sistem dinastik, otoritarian dalam berbagai format, hanya akan mempertinggi
tempat jatuh. Oleh sebab itu pilihan pada demokrasi adalah pilihan yang tepat,
sekalipun harus belajar dari berbagai kegagalan yang telah dilalui selama ini.
(Syafii Maarif; 1998: 148-149)
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan pada asas
kekeluargaan dan gotong royong yang ditujukan demi kesejahteraan rakyat,
yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, yang berdasarkan
kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan
berkesinambungan.
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian
sebagai berikut:
1) Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan
kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan
rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius,
berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur,
berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
2) Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara
dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
3) Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak,
tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
4) Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi
dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh
semamgat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau
minoritas.

C. Pembahasan
Karakter inovatif mutlak diperlukan untuk pelaksanaan demokrasi di
Indonesia. Karakter inovatif tersebut juga mampu untuk mewujudkan demokrasi
yang berasaskan Pancasila.
Dalam upaya mewujudkan demokrasi Pancasila, membangun institusi-
institusi demokratik adalah prasyarat penting bagi peletakan sistem politik
demokratis tersebut.
Hal yang tak kalah penting adalah upaya kita agar terbangunnya etika dan
moralitas politik baru, khususnya di kalangan para elit dan tokoh politik, yang
sebangun dengan tuntutan sistem politik demokratik. Prasyarat penting yang
diperlukan untuk memenuhi tuntutan itu adalah terbangunnya kebudayaan dan
kepribadian politik demokratik yang menurut Gould (1998) meliputi elemen-
elemen: inisiatif rasional politik, kesantunan politik, disposisi resiprositas
toleransi, fleksibilitas dan open mindness, komitmen, kejujuran, dan akhirnya
keterbukaan. Dengan demikian berarti, terbangunnya etika dan moralitas politik
yang berkeadaban demokratik merupakan prasyarat yang tidak dapat ditawar
lagi.
Pada masa Orba terjadi proses penyingkiran corak egaliter dan
demokratik dari budaya bangsa Indonesia dan kemudian digantikan dengan
corak feodalistik yang dimungkinkan oleh dua hal pokok.
Pertama, melalui integrasi, pembersihan dan penyatuan birokrasi negara
dan militer di bawah satu komando. Dari upaya ini, lantas membuka jalan lebar
bagi penjabaran dan pemberian logika baru dalam feodalisme budaya bangsa
Indonesia secara nyata dan operasional. Jabaran dan logika baru ini semakin
menemukan momentumnya berkaitan dengan kenyataan di masyarakat yang
tengah menghadapi kesulitan ekonomi sangat parah di satu pihak dan obsesi
negara untuk membangun pertumbuhan ekonomi sebagai peletak dasar
penghapusan kemiskinan di lain pihak.
Kedua, pengukuhan negara qua negara, juga dilakukan melalui upaya
penyingkiran hiruk pikuk politik massa. Partisipasi politik yang terlalu luas dan
tidak terkontrol, dianggap dapat membahayakan stabilitas politik yang
merupakan conditio sine qua non bagi berlangsungnya pembangunan ekonomi.
Karena itu, keterlibatan negara melalui aparat birokrasi dan militer diabsahkan
untuk menjangkau ke seluruh aspek kehidupan masyarakat. (Pudjo Suharso,
2002).
Penyingkiran demokrasi pada masa Orba inilah yang menyebabkan
adanya ketidakadilan dalam berpolitik. Segala bentuk pendapat dikekang.
Hasilnya Presiden Soeharto dapat memimpin Indonesia begitu lama karena
dukungan dari parlemen dan juga oknum tertentu.
Pasca reformasi bangsa Indonesia adalah negara demokrasi dan negara
hukum yang melindungi setiap warga negara dalam melakukan setiap bentuk
kebebasan berpendapat, menyampaikan gagasan baik secara lisan maupun
tulisan, hal ini dilindungi peraturan perundang-undangan di Indonesia baik di
dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 28, maupun diatur secara jelas dalam
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan
politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh negara mengenai hak
berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama di hadapan
hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan. Di era Reformasi, daerah
juga lebih bisa membangun daerahnya sendiri dengan segala kekayaannya
melalui mekanisme Otonomi Daerah dan desentralisasi kekuasaan.
Desentralisasi dan pemberian otonomi yang sangat luas kepada pemerintah
daerah, secara tidak langsung menjanjikan adanya inovasi. Demikian pula
dengan demokratisasi, masyarakat semakin menuntut sikap tanggap atau
proaktif dari pemerintah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, salah
satunya dengan inovasi.
Pada era reformasi juga, sistem pemilihan presiden yang semula
proporsional tertutup diubah menjadi proporsional terbuka. Ini merupakan
sebuah karakter inovatif yang menginginkan perbaikan tatanan ketatanegaraan
dalam Indonesia.
Dengan sistem proporsional terbuka, seluruh rakyat Indonesia mempunyai
hak untuk memilih langsung calon pemimpinnya. Tidak lagi mewakilkan
suaranya kepada DPR/MPR untuk masalah pemilihan presiden. Hal tersebut
mempengaruhi daerah juga untuk melaksanakan proporsional terbuka dalam
memilih Gubernur maupun Bupati.
Masalahnya sekarang kenapa dari pelaksanaan pemilu ataupun pilkada di
banyak daerah selalu diwarnai oleh keributan yang tidak jarang menjadi
kerusuhan? Padahal jika kita menilik nilai-nilai demokrasi sejatinya hal tesebut
justru bertentangan dengan demokrasi. Dalam pengamatan selanjutnya ternyata
Indonesia masih dalam tataran melakasanakan demokrasi pada tingkatan
prosedural yaitu sesuai dengan prosedur demokratis seperti adanya pemilu,
adanya lembaga-lembaga perwakilan dan seterusnya. Belum ada kedewasaan
dalam berdemokrasi dari masyarakat kita, terutam para elit-elit politik dan
pemangku kewenangan.
Pemerintahan saat ini sudah melakukan inovasi baru dalam pelaksanaan
demokrasi. Dimulai pada tahun 2015, Pilkada di berbagai daerah dilaksanakan
secara serentak. Salah satu keuntungan pilkada serentak adalah perencanaan
pusat dan daerah lebih bersinergi. Lalu, rakyat tidak perlu berulang kali ke bilik
suara. Juga ada efisiensi biaya dan waktu, tidak banyak tim sukses. Selanjutnya,
bila ada sengketa, untuk dibatasi waktu jika sengketa melalui pengadilan,
sehingga tahapan tidak terganggu. Terakhir, pelantikan dapat dilakukan serentak
oleh presiden dan atau menteri dalam negeri, dan atau oleh gubernur.
Kelemahannya adalah jika terjadi ekses pilkada (kerusuhan) yang bersamaan
mengancam stabilitas nasional, penanganannya membutuhkan sumber daya yang
besar termasuk dana dan gelar pasukan yang belum merata di seluruh daerah.
Selain itu, pengawasan pilkada relatif sulit.
Birokrasi di Indonesia saat ini mulai menggunakan istilah e-government.
Segala kegiatan birokrasi sekarang dapat dipantau langsung oleh masyarakat
melalui website resmi atau media elektronik yang kredibel. Layanan publik juga
sudah mulai menggunakan sistem on-line. Masyarakat juga bisa menyampaikan
kritik dan saran secara langsung kepada pemerintah, misal melalui sms.
Contohnya adalah apa yang dilakukan oleh Wali Kota Semarang, Hendrar
Prihadi, atau akrab disapa Mas Hendi. Warga Semarang bisa menyampaikan
kritik dan saran melalui sms yang dikenal “Lapor Hendi”. Pengurusan akta
kelahiran kini juga bisa secara on-line langsung di rumah sakit atau puskesmas.
E-government diharapkan mampu mengubah birokrasi ke arah yang lebih
baik dan maju. Sistem pemerintahan ini juga selaras dengan prinsip-prinsip
demokrasi Indonesia, yaitu pemerintahan yang terbuka dan bertanggungjawab.
Sistem ini juga memudahkan seorang pemimpin untuk mengawasi dan
berkomunikasi dengan jajaran kepegawaiannya.
Tuntutan masyarakat terhadap inovasi pelayanan perizinan terpadu sangat
tinggi, karena diharapkan banyak memberikan manfaat kepada masyarakat,
sebagai pengguna pelayanan. Jika birokrat menolak, maka akan berhadapan
dengan tekanan publik. Demikian juga tuntutan terhadap reformasi birokrasi
melalui inovasi e-goverment yang cukup tinggi, karena akan memberikan
manfaat bagi kedua belah pihak, baik birokrat maupun masyarakat.
Inovasi lainnya seperti e-voting, juga bisa diaplikasikan dalam setiap
pesta demokrasi di Indonesia. E-voting ini nantinya akan memudahkan dalam
proses rekapitulasi suara. Karena setiap selesai voting, suaranya akan langsung
direkap secara on-line. E-voting, di beberapa negara maju sudah diaplikasikan
dalam pemilu, seperi Pemilihan Presiden di Amerika Serikat belum lama ini.
Selain secara langsung berkenaan dengan praktek sistem demokrasinya,
inovasi pasif atau diluar praktek sistem, harus juga dilaksanankan. Terutama
dalam memberikan edukasi kepada masyarakat Indonesia tentang apa itu
demokrasi dan pentingnya berdemokrasi. Kita bisa mengedukasi melalui sebuah
acara diskusi maupun dengan media sosial.
Pada pilkada serentak tahun ini, ada fenomena menarik di Kabupaten Pati.
Dimana ada relawan kotak kosong yang berjuang untuk melawan calon tunggal.
Ini menunjukkan adanya niat untuk menyelamatkan demokrasi. Karena dengan
hanya ada calon tunggal, esensi dari berdemokrasi jadi sedikit berkurang. Tidak
ada pilihan lain.
Mengajarkan demokrasi untuk masyarakat sejak di bangku sekolah sangat
penting. Di sekolah-sekolah sekarang juga banyak yang menerapkan proses
Pemilu secara langsung untuk memilih Ketua OSIS. Dengan penanaman
pemahaman tersebut, diharapkan seluruh masyarakat Indonesia sadar akan
pentingnya memberikan hak suara dalam sebuah pemilihan.
Demokrasi juga erat kaitannya dengan kebebasan. Kebebasan
berpendapat di Indonesia dewasa ini sangat menyedihkan. Hate speech, hoax,
black campaign sering sekali dipost di media sosial. Ini tentu bisa menimbulkan
disintegrasi bagi bangsa Indonesia. Disintegrasi tersebut akan menyebabkan
kemunduran untuk Indonesia.
Inovasi yang bisa dilakukan, seperti BNPT, adalah merekrut orang-orang
yang sering muncul di media sosial untuk menyuarakan perdamaian dan
semangat demokrasi.
Orang-orang yang telah dikenal oleh publik, seperti public figure, atlet
bisa diajak bekerja sama untuk mengedukasi para fans untuk berdemokrasi
dengan batasan yaitu sesuai dengan Pancasila.

D. Simpulan
1) Indonesia menganut sistem Demokrasi Pancasila yaitu norma yang mengatur
penyelenggaraan kedaulatan rakyat dan penyelenggaraan pemerintahan
negara, dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan, bagi setiap warga negara Republik Indonesia, organisasi kekuatan
sosial politik, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga kemasyarakatan
lainnya serta lembaga-lembaga negara baik di pusat maupun di daerah.
2) Sebagai sebuah Negara, Indonesia belum mencapai pada tahapan
pelaksanaan demokrasi yang substansial, yaitu perwujudan sikap-sikap dan
perilaku warga negara yang demokratis. Hal ini tampak bukan hanya pada
masyarakat itu sendiri, tetapi juga pada pemerintahannya. Karena itu, tidak
mengherankan, sebagai salah satu contoh, jika kericuhan dan anarkhis pada
pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah, masih terus mewarnai proses
demokrasi di Indonesia, yang kecenderungannya dari waktu ke waktu terus
meningkat.
3) Aktualisasi karakter inovatif dalam mewujudkan Demokrasi Pancasila dapat
berwujud sebuah kebijakan maupun perilaku praksis. Inovasi itu memang
perlu demi berkembangnya suatu negara, tidak ada negara yang tetap ingin
berada dalam kondisi yang sama dari tahun ke tahun. Akan tetapi, suatu
inovasi yang krusial, yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat Indonesia
haruslah membuat suatu perencanaan yang matang.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku

Adisusilo, Sutardjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: PT. Raja Gravindo
Persada.

Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna (historis, rasionalitas, dan aktualitas pancasila).
Jakarta: Kompas Gramedia.

Nadir, Ahmad. 2005. Pilkada Langsung dan Masa Depan Demokrasi. Malang:
Averroes Press.

Suharso, Pudjo. 2000. “Quo Vadis Demokrasi Indonesia” dalam Mahfud MD, Wacana
Politik, Hukum dan Demokrasi. Yogyakarta: LkiS.

Syafii, Maarif Ahmad. 1998. Islam dan Politik di Indonesia: Pada Masa Demokrasi
Terpimpin 1959-1960. Yogjakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press.

Zaenuri, dkk. 2016. Karakter Inovatif Penguat Konservasi. Buku Panduan. FMIPA.
Universitas Negeri Semarang.

Sumber Internet
https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi. diakses tanggal 9 Mei 2017.
https://id.wikipedia.org/wiki/Karakter. diakses tanggal 10 Mei 2017.
http://tikiacendekia.wordpress.com. diakses tanggal 10 Mei 2017.

Anda mungkin juga menyukai