KATA KUNCI
1. Pasien 45 tahun
2. Sesak napas beberapa hari
3. Disertai batuk
4. Dahak berwarna kecokelatan dan mulut berbau
5. Tanda vital suhu 38C
PERTANYAAN
JAWABAN
MEKANISME BATUK
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase
inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi
sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan
meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan
ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah
besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang
diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di
atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang
dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital.
Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume
yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan
ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan
memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih
mudah.
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis
akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan
meningkat sampai 50 – 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk,
yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan
menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup
adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di
pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase
ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara
yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi
yang maksimal akan tercapai dalam waktu 30–50 detik setelah glotis terbuka,
yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap' Kecepatan udara yang
dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini
dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%.
MEKANISME SESAK
trakheobronkial
Hipersekresi mukus
Edema mukosa
hiperventilasi
sesak
Referensi :
MEKANISME DEMAM
Referensi :
1. Sherwood Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. EGC :
Jakarta Hal. 693
2. Aru W.Sudoyono, Setiyohadi Bambang. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III. Edisi IV. 2006. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 1697
Sputum adalah lendir dan bahan lain yang dibawah dari paru-paru ,
bronkus dan trakea yang dapat dibatukkan dan dimuntahkan atau kata “sputum”
dipinjam langsung dari bahasa latin “Spit”. Disebut juga dahak. Orang dewasa
biasanya membentuk dahak ± 100 ml/hari. Jika kelebihan produksi ,proses
pembersihan mungkin tidak efektif lagi sehingga dahak akan terkubur. Sumber dahak
,warna , volume , dan konsistensi dahak perlu dipelajari.
Dahak adalah bahan yang dikeluarkan dari paru-paru dan trakea melalui mulut
biasanya juga disebut juga ecpectoratorian. Sputum yang dikeluarkan oleh pasien harus
dapat mengevaluasi sumber, warna , volume , dan konsistensi karena kondisi sputum
biasanya menunjukkan secara spesifik proses peristiwa patologis pada pembentuk sputum
itu sendiri. Diperlukan pemeriksaan dahak jika di duga ada penyakit paru-paru.
Orang dewasa normal dapat menghasilkan 100 ml lendir di saluran udara setiap
hari. Lendir ini digiring di dalam faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel
yang melapisi saluran pernapasan. Keadaaan abnormal produksi lendir yang berlebihan (
akibat gangguan fisik, kimia atau infeksi yang terjadi pada selaput lendir ) , menyebabkan
proses pembersihan tidak berjalan secara normal sehingga banyak lendir yang terkubur .
ketika ini terjadi , selpaut lendir akan terangsang dan lendir akan dikeluarkan dengan
tekanan intra thoracic dan intra abdominal yang tinggi , batuk udara keluar dengan
akselerasi cepat bersam dengan membawa sekret lendir yang terkubur sebelumnya.
Lendir akan keluar sebagai dahak. Keluaran yang dilepaskan oleh pasien harus dievaluasi
sumber, warna, volume dan konsistensi dari kondisi dahak yang biasa menunjukkan
secara khusus proses.peristiwa patologis dalam pembentukan dahak itu sendiri.
Warna dahak bervariasi tergantung pada stadium penyakit yang diderita oleh pasien :
Jika ada warna merah yang melapisi darah , perhatikan juga bercampur
dengan dahak atau hanya menutupinya dengan tidak merata hanya ada bagian luar
dan apa itu darah berbusa dan warnanya muda, karakteristiknya mungkin
memberikan instruksi untuk melokalisasi pendarahan.
Mulut Berbau
Referensi :
ANAMNESIS
3. Riwayat alergi:
PEMERIKSAAN FISIK
INSPEKSI
PALPASI
4. Lakukan pemeriksaan posisi trakea dengan jari telunjuk apakah normal, deviasi
ke kanan atau ke kiri.
6. Menilai vokal remitus, letakkan kedua sisi medial telapak tangan pada
dinding/samping dada
10. Menentukan perbedaan vocal fremitus (Taktil fremitus) kiri dan kanan
PERKUSI
11. Melakukan perkusi dari atas kebawah pada dada depan merata di seluruh dada
13. Membandingkan tempat-tempat yang sama pada kedua sisi kanan dan kiri
15. Beri tanda untuk tindakan punksi percobaan (bila ditemukan daerah pekak
curiga efusi pleura) AUSKULTASI
16. Stetoskop diletakkan pada anterior, lateral dan posterior dada secara sistematis
18. Lakukan auskultasi secara sistematis dan bandingkan bunyi yang terdengar
pada tiap sisi
POSTERIOR
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan dahak
Pemeriksaan dahak harus mencakup pemeriksaan bilasan sputum gram
(gram stained smear) untuk membuktikan adanya radang saluran napas dan jenis
gram patogen penyebabnya.
Spirometri
Radiologi
Foto toraks
Tes invasif
Bronkoskopi
Referensi
PNEUMONIA ASPIRASI
Definisi
Epidemiologi
Etiologi
Kesadaran yang berkurang, merupakan hasil ayang berbahaya dari reflex batuk
dan penutupan glottis
Patofisiologi
Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang.Di sini
terdapat perananaksi mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan
material yang teraspirasi. Terdapat 3 faktor determinan yang berperan dalam
pneumonia aspirasi, yaitu sifat material yang teraspirasi,volume aspirasi, serta
faktor defensif host.Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak
dapat dibedakan antaraberbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus
gangguan terjadi pada parenkim disertaibronkiolitis dan gangguan
interstisial.Perubahan patologis meliputi kerusakan epitel,pembentukan mukus
dan akhirnya terjadi penyumbatan bronkus.Selanjutnya terjadi infiltrasi selradang
peribronkial (peribronkiolitis) dan terjadi infeksi baik pada jaringan interstisial,
duktusalveolaris maupun dinding alveolus, dapat pula disertai pembentukan
membran hialin danperdarahan intra alveolar.
Gangguan paru dapat berupa restriksi, difusi dan perfusi.Pneumonia
aspirasi mengarah kepada konsekuensi patologis akibat secret orofaringeal,nanah,
atau isi lambung yang masuk ke saluran napas bagian bawah. Penyakit ini terjadi
pada orang dengan level kesadaran yang berubah karena serangan cerebrovascular
accident(CVA), CNS lesion mass, keracunan obat atau overdosis dan cidera
kepala. Kebanyakan individumengaspirasi sedikit secret orofaringeal selama tidur,
dan secret tersebut akan dibersihkan secaranormal.
Klasifikasi
2.) Reflek penutupan saluran nafas: aspirasi cairan (air, garam, makanan
nasogastrik) dapat menyebabkan laringospasme pada saluran pernafasan dan
edema pulmo yang menghasilkan hipoksemia. Pengobatan termasuk pernafasan
dengan tekanan positif yang tidak teratur dengan 100% oksigen dan isoproterenol.
3.) Obstruksi mekanik: aspirasi cairan atau zat partikel (saluran pernafasan
makanan secara parsial, hot dog, kacang) bisa menghasilkan penghambatan
mekanis yang sederhana. Terjadinya batuk, desahan dab dispnea dengan
atelektasis yang terlihat pada X-raydi dada. Pengobatan memerlukan penyedotan
trakeobronkial dan menghilangkan zat partikel dengan serat optic bronkoskopi.
4.) Pneumonia aspirasi: aspirasi bakteri dari orofaring. Pasien mengalami batuk,
demam, batuk berdahak dan hasil radiografi menunjukkan infiltrasi. Pengobatan
membutuhkan anti biotik.
Gejala Klinis
Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Radiologi
Penatalaksanaan
Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau
gangguan reflex menelan perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan
teraspirasi, trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya.
Lakukan maneuver Heimlichuntuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan
yang teraspirasi tidak dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi
(krikotirotomi). Pengeluaran bahan yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan
bronkoskopi.Berikan oksigen nasal atau masker bila ada tanda gagal napas
berikan bantuan ventilasi mekanik. Lakukan postural drainageuntuk membantu
pengeluaran mukus dari paru-paru.
Pneumonia aspirasi (PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat
diberikan penisilin atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin 600 mg
iv/ 8 jam bila penisilin tidak mempan atau alergi terhadap penisilin. Bila PA
didapatkan di rumah sakit diberikan antibiotika spectrum luas terhadap kuman
aerob dan anaerob, misalnya aminoglikosida dikombinasikan dengan sefalosporin
generasi ke 3 atau 4, atau klindamisin.Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi
kuman di rumah sakit bersangkutan. Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi
terhadap terapi berdasarkan gambaran klinis bakteriologis untuk memutuskan
penggantian atau penyesuaian antibiotik (AB).Tidak ada patokan pasti lamanya
terapi.Antibiotik perlu diteruskan hingga kondisi pasien baik, gambaran radiologis
bersih atau stabil selama 2 minggu.Biasanya diperlukan terapi 3-6 minggu.
Definisi
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru
yang terlokaisir dengan proses supurasi sehingga membentuk kavitas yang berisi
pus dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Kavitas ini berisi material
purulen sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi.
Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses)
dinamakan necrotizing pneumonia.
Epidemiologi
a. Alkoholi (50%)
b. Ca Bronkogenik (25%)
c. Karies gigi (20%)
d. Miscellaneous (tidak teridentifikasi) 23,3%
e. Penyalahgunaan obat (cth : steroid) 3,3%
f. Epilepsi (6,6%)
Penelitian terdahulu menemukan adanya infeksi pada pasien abses paru. Dari
hasil kultur sputum didapatkan adanya infeksi staphylococcus (46,%),
klebsiella(26,6%), D. pneumonia (16,6%) dan E.coli (10%). Penelitian lain
melaporkan beberapa faktor predisposisi abses paru yang terjadi pada anak-anak,
paling banyak disebabkan oleh aspirasi pada daerah orofaring.
Etiologi
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi. 46% abses
paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri
anaerob dan aerob. Disebut abses primer apabila infeksi diakibatkan aspirasi atau
pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder apabila
infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti
obstruksi, bronkektasis dan gangguan imunitas.
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia
pada umumnya yaitu:
Demam
Dijumpai pada 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan
temperatur > 400C.
Batuk
Pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses
dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas
(Foetor ex oroe)
Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oroe
Dijumpai pada 40 – 75% penderita abses paru.
Nyeri Dada
Batuk darah
Gejala lain : Lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Radiologi
Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan
bentuk abses paru. Abses paru ditandai dengan peradangan di jaringan paru yang
menimbulkan nekrosis dengan pengumpulan nanah. Pada hari-hari pertama
penyakit, foto dada hanya menunjukkan gambaran opak dari satu atau lebih
segmen paru, atau hanya berupa gambaran densitas homogeny yang berbentuk
bulat. Kemudian akan ditemukan gambaran radioluse dalam bayangan infiltrate
yang padat.
Abses yang terbentuk dari bahan nekrotik akan tampak sebagai jaringan lunak
sampai terhubung dengan bronkus. Hubungan ini memungkinkan pengaliran
keluar debris nekrotik. Bahan nekrotik ini akan dibatukkan keluar dan akan
menimbulkan gambaran radiologik berupa defek lusen atau kavitas.
Terdapat area berbatas tegas transparan di lobus kiri atas (panah putih).
Kavitas diisi oleh cairan dan udara (air-fluid level) (panah hitam).
Posisi Lateral
Pemerikasaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai kelainan seperti nyeri tekan lokal,
tanda-tanda konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara bronchial dengan ronki
basah atau krepitasi di tempat abses, mungkin ditambah dengan tanda-tanda efusi
pleura.
Apabila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks
(empiema toraks) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding
dada tertinggal di tempat lesi, fremitus vocal menghilang, perkusi redup/pekak,
bunyi nafas menghilang, dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum
terutama pendorongan jantung kearah kontralateral tempat lesi.
TERAPI
Antibiotik
Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari
intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat
ditambahkan kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi
yang baik akan terjadi dalam 2-4 minggu, dan selanjutnya bisa
dilanjutkan dengan terapi antibiotik peroral. Pada terapi peroral
diberikan:
Drainase postural
Selalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh
diposisikan sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada
kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus,
dengan produksi sputum purulen.
Bronkoskopi
Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun menjadi
lancar. Pada beberapa kasus, harus dikerjakan pula bronkoskopi untuk
menilai daerah abses pada cabang-cabang bronkial.
Bedah
Sekarang ini intervensi bedah sangat jarang dilakukan pada pasien abses
paru. Tindakan bedah pada abses paru biasanya dilakukan pada kasus
dengan komplikasi seperti haemoptisis masif, fistulla bronchopleural dan
empiema.
Prognosis
Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik. Lebih dari 90% dari abses
paru-paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan oleh
obstruksi bronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang disebabkan
oleh abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era preantibiotika dan
sampai 15 – 20 % pada era sekarang.
BRONKIEKTASIS
Definisi
Klasifikasi
Etiologi
1. Bronkiektasis lokal terjadi setelah pneumonia berat atau terjadi distal dari
endobronkial (benda asing atau tumor) atau obstruksi ekstrabronkial
(tuberkulosis KGB hilus-sindrom Brock).
2. Bronkiektasis generalisata : fibrosis kistik, diskinesia silier (sindrom
kartagener), sindrom young (kelainan mukus) dan defek imun (defisiensi
imunoglobulin atau komplemen, penyakit granulomatosa kronis) menyebabkan
infeksi persisten d an kerusakan dinding bronkus, begitu pula kompleks imun
(aspergilosis bronkopulmonal alergika, atritis reumatoid, penyakit inflamasi
usus). Adanya fibrosis paru sebagai penyakit yang mendasari bisa
menyebabkan tarikan dinding bronkus sehingga menjadi bronkiektasis traksi.
Penyakit langka yang berhubungan dengan keluhan ini adalah sindrom kuku
kuning, defisiensi α1-antitripsin dan sindrom marfan.
Patofiologi
Tanda dan gejala yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas
dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidaknya komplikasi
lanjut. Beberapa tanda dan gejala yang sering ditemui antara lain:
Pemeriksaan Diagnostic
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Sputum
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi
purulen, mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum
dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus
pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus, klebsiela,
aerobakter, proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan
sputum berbau busuk menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
b. Pemeriksaan Darah Tepi
Akan ditemukan dalam batas normal. Terkadang ditemukan adanya
leukositosis yang menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia
menunjukkan adanya infeksi yang menahun.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas
corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran
sarang tawon serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara
cairan.
b. Pemeriksaan Bronkografi
Ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus. Bronkografi
sendiri adalah pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras
kedalam system saluran bronkus pada berbagai posisi. Pemeriksaan
bronkografi ini juga dapat menentukan bentuk bronkiektasis yang dapat
dibedakan menjadi bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler
(kistik), dan varikosis.
3. Pemeriksaan Fungsi Paru
Pemeriksaan spirometri dapat memperlihatkan gambaran keterbatasan aliran
napas dengan penurunan FEV1dan penurunan rasio FEV1/FVC, namun pada
beberapa pasien dapat ditemukan gambaran spirometri normal.FVC dapat normal
atau sedikit menurun mengindikasikan suatu impaksi mukus. Hipereaktivitas
bronkus juga dilaporkan didapatkan pada penderita bronkiektasis. FEV1 memiliki
korelasi terhadap keparahan abnormalitas pada HRCT. Penurunan volume paru
mengindikasikan penyakit paru interstitial sebagai penyakit dasarnya, sedangkan
peningkatan volume paru meng indikasikan suatu ai trapping atau impaksi
mukus pada saluran napas kecil.11Pemeriksaan 6 minute walking test dilakukan
untuk melihat kapasitas fungsional paru dan dapat diterapkan pada bronkiektasis.
Penurunan kapasitas latihan berkorelasi dengan tingkat keparahan pada HRCT.9
4. Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi sputum adalah pemeriksaan yang sangat penting
dalam penanganan bronkiektasis.Penelitian yang dilakukan di 4 pusat kesehatan
dengan spesialisasi bronkiektasis (di Hongkong; Tyler, Texas;Barcelona, Spanyol;
dan Cambridge, Inggris) mendapatkandata bahwa H influenzae adalah patogen
yang paling sering terisolasi (yaitu 29% sampai dengan 42% kasus).Patogen lain
yang sering teridentifikasi antara lain Staphylococcus aureus, Moraxella
catarrhalis,dan Pseudomonas aeruginosa. Patogen-patogen tersebut mempunyai
kemampuan menghambat bersihan mukosilier,merusak epitel respirasi, dan
membentuk biofilm yang dapat mempermudah infeksi persisten melalui
mekanisme inhibisi imunitas innate serta meningkatkan resistensi antibiotik.
Penatalaksanaan
Non-farmakologi
1. Pengendalian infeksi dengan terapi antimikroba berdasarkan pada hasil
pemeriksaan sensitivitas pada organism yang dikultur dari sputum.
2. Drainase postural untuk pernafasan dan batuk yang produktif, bertujuan
untuk mengeluarkan secret secara maksimal.
3. Bronkodilator diberikan untuk memperbaiki drainase secret. Alat
pelembab dan nebulizer dapat dipakai untuk melembabkan secret.
4. Bronkoskopi terkadang diberikan untuk pengangkatan benda asing atau
sumbatan mucus. Pasien dianjurkan untuk menghindari rangsangan
bronkus dari asap rokok dan polusi udara yang tercemar berat dan
mencegah pemakaian obat sedative dan obat yang menekan efek batuk.
5. Pembedahan dilakuakan apabila pasien tidak menunjukan perbaikan klinis
setelah mendapat pengobatan konservatif yang adekuat selama 1 tahun
atau timbul hemoptisis yang massif. Pertimbangan operasi berdasarkan
fungsi pernafasan, umur, keadaan, mental, luasnya bronkiektasis,
kemampuan ahli bedah, hasil terhadap pengobatannya.
Farmakologi
Komplikasi
1. Bronkitis kronik.
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis.
3. Pleuritis.
Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4. Efusi pleura/empiema.
Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis yang berat dan
lanjut atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila
anastomosis cabang-cabang arteri dan vena pumonalis pada dinding
bronkus akan terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral,
dan selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal. Selanjutnnya terjadi gagal jantung kanan.
9. Kegagalan pernapasan
Prognosis
Prognosis pada pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringan dan
luasnya penyakit yang diderita pasien. Pengobatan yang tepat dapat memperbaiki
prognosis penyakit tersebut.
Pada kasus yang berat dan tidak dapat diobati, memiliki prognosis yang jelek dan
memiliki kemungkinan hidup tidak lebih dari 5-15 tahun. Kematian tersebut
biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis, dan lain
lain. Pada kasus tanpa komplikasi bronchitis kronik biasnya memilki disabilitas
yang ringan.
Sumber :
1. Allsagaf, Hood & Abdul Mukti. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya:Airlangga University Press
2. Rahmatullah, Pasiyan. Bronkiektasis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FK UI
3. Soeparman & Sarwono W. Ilmu penyakit dalam Jilid II Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
4. Sylvia&Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC