Anda di halaman 1dari 45

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI TIMUR

NOMOR 6 TAHUN 2012


TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
TAHUN 2011 - 2031

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI MANGGARAI TIMUR,

Menimbang : a. bahwa dalam kerangka mengarahkan pembangunan di


Kabupaten Manggarai Timur dengan memanfaatkan ruang
wilayah secara berdayaguna, berhasilguna, serasi, selaras,
seimbang dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana
Tata Ruang Wilayah;
b. bahwa dalam kerangka mewujudkan keterpaduan pembangunan
antara sektor, daerah dan masyarakat maka rencana tata ruang
wilayah merupakan arahan kebijakan pembangunan yang
dilaksanakan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha;
c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor
26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
maka strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang
Wilayah Nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai
Timur Tahun 2011 – 2031;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 104,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Ke
Dua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
4 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pembentukan
Kabupaten Manggarai TImur di Provinsi Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 102,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4752);
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82.Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaga Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103)
9. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan
Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaga
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah;
11. Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1 Tahun
2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Timur ( Lembaran Daerah Propinsi Nusa Tenggara
Timur Tahun 2011 Nomor 02, Tambahan Lembaran Daerah
Propinsi Nusa Tenggara Nomor 0045) ;
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MANGGARAI TIMUR


dan
BUPATI MANGGARAI TIMUR
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG


WILAYAH KABUPATEN MANGGARAI TIMUR TAHUN 2011 –
2031.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Kabupaten Manggarai Timur.
2. Bupati adalah Bupati Manggarai Timur.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur
4. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk hidup lain, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
kehidupannya.
6. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
7. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
8. Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah yang selanjutnya di singkat RTRW Daerah
adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten
Manggarai Timur.
9. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
10. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
11. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
13. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
14. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
15. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
16. Sistem Perwilayahan adalah pembagian wilayah dalam kesatuan sistem pelayanan,
yang masing-masing memiliki kekhasan fungsi pengembangan.
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau
aspek fungsional.
18. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
19. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan.
20. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dan sumberdaya buatan.
21. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
22. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
23. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap
ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
24. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa
provinsi.
25. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa
kecamatan.
26. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
27. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disingkat PKLP adalah kawasan
perkotaan yang dipromosikan untuk menjadi PKL.
28. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disingkat PKSN adalah kawasan
perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan
negara.
29. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa
desa.
30. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
31. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
32. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
33. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disingkat BKPRD
adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-
undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Daerah dan mempunyai
fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di Daerah.
34. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanam, baik yang tumbuhnya
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
35. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel
36. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
37. Orang adalah orang pribadi dan / atau korporasi.
38. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah dalam bidang
penataan ruang.

BAB II
ASAS,TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Pertama
Asas

Pasal 2

RTRW Daerah disusun berasaskan :


a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan
e. keterbukaan;
f. kebersamaan dan kemitraan;
g. perlindungan kepentingan umum;
h. kepastian hukum dan keadilan; dan
i. akuntabilitas.

Bagian Kedua
Tujuan Penataan Ruang

Pasal 3

(1) Penataan ruang Daerah bertujuan untuk mewujudkan Daerah agribisnis yang maju,
mandirii dan berdaya saing didukung oleh potensi dan budaya Manggarai.
(2) RTRW Daerah merupakan pedoman untuk :
a. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten
Manggarai Timur;
b. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten
Manggarai Timur;
c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten
Manggarai Timur;
d. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor;
e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. Penataan ruang kawasan strategis Kabupaten Manggarai Timur.

Bagian Ketiga
Kebijakan Penataan Ruang

Pasal 4

Kebijakan penataan ruang Daerah terdiri atas :


a. pengembangan pusat-pusat pelayanan secara berhirarki dan bersinergis antara pusat
pengembangan utama di ibukota kabupaten dan perkotaan lainnya;
b. pengembangan prasarana wilayah meliputi transportasi, energi, sumberdaya air,
telekomunikasi dan prasarana lingkungan dalam mendukung pengembangan sentra
produksi pertanian dan pusat permukiman secara terpadu dan efisien;
c. pemantapan pelestarian dan perlindungan kawasan lindung;
d. pemantapan sistem agropolitan, industri berbasis pertanian dan ekowisata, serta
kegiatan budidaya lainnya dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan;
e. pengembangan kawasan pesisir dan laut; dan
f. peningkatan fungsi pertahanan dan keamanan negara.
Bagian Keempat
Strategi Penataan Ruang

Pasal 5
(1) Strategi pengembangan pusat-pusat pelayanan secara berhirarki dan bersinergis
antara pusat pengembangan utama di ibukota Daerah dan perkotaan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, terdiri atas :
a. memantapkan pusat-pusat kegiatan secara berhirarki dengan membentuk PPK,
dan PPL;
b. menyiapkan perkotaan Borong sebagai perkotaan yang menunjang
perkembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun
(Lisiba);
c. memantapkan hubungan desa/kota (rural/urban linkage) melalui pemantapan
sistem agropolitan;
d. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan pada kawasan perdesaan sebagai
inti kawasan agropolitan.
(2) Pengembangan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b,
terdiri atas :
a. meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur terutama infrastruktur jalan
untuk mendukung sistem agropolitan;
b. mengembangkan sistem prasarana transportasi laut dan udara untuk
meningkatkan aksesibilitas antar wilayah/kecamatan dan antar wilayah
kabupaten/provinsi;
c. mengembangkan sistem prasarana pengairan untuk menunjang kegiatan
pertanian, peternakan, dan perikanan;
d. mengembangkan sarana dan prasarana telekomunikasi untuk menunjang
percepatan akses informasi dan komunikasi antar wilayah;
e. mengembangkan prasarana kelistrikan diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan
akan energi listrik di perkotaan dan perdesaan dengan mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia, seperti panas bumi dan mikro
hidro;
f. mengembangkan prasarana persampahan yang diarahkan untuk meningkatkan
kualitas lingkungan pemukiman yang sehat dalam mendukung aktivitas
masyarakat; dan
g. mengembangkan prasarana perdagangan khususnya pasar untuk menciptakan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi pada beberapa kawasan strategis dan cepat
tumbuh.
(3) Strategi pemantapan pelestarian dan perlindungan kawasan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, terdiri atas :
a. melestarikan kawasan yang termasuk hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan
pengembangan hutan atau perkebunan tanaman keras tegakan tinggi;
b. melakukan pengendalian ketat dan pengawasan agar tidak terjadi alih fungsi
pada kawasan yang memiliki kekayaan plasma nutfah;
c. membatasi alih fungsi hutan untuk kegiatan terbangun;
d. pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan lindung untuk memperoleh manfaat
ekonomi terhadap jasa lingkungan;
e. melakukan pemeliharaan hutan melalui penanaman dan penebangan secara
bergilir;
f. memperbaiki dan meningkatkan fungsi lindung pada daerah yang mengalami alih
fungsi;
g. mencegah aktifitas perusakan, pengendalian pencemaran dan meningkatkan
upaya konservasi laut, pesisir serta merehabilitasi ekosistem yang rusak;
h. melindungi kawasan sepanjang sempadan sungai untuk kawasan terbangun;
i. melindungi sekitar waduk/danau untuk kegiatan yang menyebabkan alih fungsi
lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas air;
j. melindungi sekitar mata air untuk kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung
dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air;
k. mengamankan kawasan lindung spiritual dan dan kearifan lokal dengan
melindungi tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai sejarah, situs
purbakala;
l. melindungi ekosistem flora dan fauna khas Daerah;
m. menghindari kawasan yang rawan terhadap bencana longsor, gelombang
pasang, banjir, dan bencana alam lainnya sebagai kawasan terbangun; dan
n. mengembangkan hutan mangrove dan bangunan yang dapat meminimasi akibat
gelombang pasang.
(4) Strategi pemantapan sistem agropolitan, industri berbasis pertanian dan ekowisata,
serta kegiatan budidaya lainnya dengan memperhatikan daya dukung dan daya
tampung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, terdiri atas :
a. meningkatkan kawasan permukiman perkotaan secara sinergis dengan
permukiman perdesaan untuk mendukung sistem agropolitan;
b. meningkatkan akses petani terhadap sumberdaya produktif;
c. melakukan pemeliharaan sistem irigasi;
d. mempertahankan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan menjaga kecukupan
pangan daerah;
e. mengembangkan kawasan hutan produksi untuk meningkatkan produktivitas
lahan dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan;
f. menetapkan dan mengembangkan kawasan hutan rakyat dalam mendukung
penyediaan hutan oleh rakyat;
g. mengembangkan komoditas-komoditas unggul perkebunan di setiap wilayah;
h. menata dan mengendalikan kawasan dan lokasi Industri; dan
i. meningkatkan pengembangan pariwisata berbasis ekowisata dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan, pelestarian budaya leluhur dan
melibatkan peran serta masyarakat;
(5) Strategi pengembangan kawasan pesisir dan laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf e, terdiri atas :
a. melestarikan kawasan penunjang ekosistem pesisir baik sebagai kawasan hutan
mangrove, terumbu karang, rumput laut, dan estuaria sebagai satu kesatuan
ekosistem yang terpadu di bagian darat maupun laut;
b. mengembangkan kawasan budidaya seperti permukiman, pelabuhan, pariwisata,
industri, perikanan sepanjang tidak mengubah fungsi pesisir dan kelestariannya;
c. mengembangkan zona kawasan pesisir dan laut yang potensial di Daerah; dan
d. meningkatkan produktivitas dan nilai tambah perikanan baik ikan tangkap dan
budidaya melalui sentra pengolah hasil ikan.

(6) Strategi peningkatan fungsi pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 4 huruf f terdiri atas :
a. menetapkan jarak bebas aman kawasan khusus militer dengan guna lahan
lainnya terutama permukiman; dan
b. mengendalikan kawasan sekitar kawasan militer secara ketat.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH DAERAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 6
(1) Rencana struktur ruang wilayah Daerah meliputi :
a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah Daerah digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Pusat-Pusat Kegiatan

Pasal 7
(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf a terdiri atas :
a. PKL;
b. PPK; dan
c. PPL.
(2) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Borong di Kecamatan Borong
(3) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Wae Lengga di Kecamatan
Kota Komba, Mano di Kecamatan Poco Ranaka, dan Pota di Kecamatan Sambi
Rampas.
(4) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. Benteng Jawa di Kecamatan Lamba Leda; dan
b. Lengko Elar di Kecamatan Elar.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 8
(1) Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Manggarai Timur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.
(2) Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.a dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 9
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. jaringan jalan;
b. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; dan
c. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
1. jaringan jalan arteri primer yang ada di Daerah, yaitu ruas jalan Wae Reno / Lame
- Mano - Kota Borong – Kisol – Wae Rana – Wae Lengga – Wae Mokel (Batas
kab. Ngada);
2. peningkatan Fungsi jalan yang ada di Daerah, yaitu ruas jalan Reo – Dampek –
Pota – Buntal – Wae Kelambu (Batas Kabupaten); dan
3. peningkatan jalan provinsi yang ada di Daerah, yaitu ruas jalan Bea Laing –
Nceang / Waling – Mukun – Paan Leleng – Mbata – Paan Waru – Simpang Lima
– Raong/Wukir – Mbajang / Batas Kabupaten;
4. jaringan jalan kolektor primer 4 yang ada di Daerah, terdiri atas :
5. ruas jalan Borong – Nceang / Waling – Banggarangga – Watunggong – Lengko
Ajang – Wae Kara – Baras/Pota;
6. ruas jalan Watunggong – Mombok – Elar – Lempang Paji;
7. Ruas jalan Borong – Kisol – Mok – Paang Leleng – Mukun – Koit – Teno Mese /
Lengor - Likang Telu – Pembe – Lawi – Watu Nggong;
8. ruas jalan Likang Telu – Haju Ngendong - Mombok – Rana Kulan - Pota;
9. ruas jalan Borong – Paan Leleng – Mbata – Mamba – Simpang Lima - Raong /
Wukir – Lewurla – Lempang Paji – Toang – Golo Lebo - Buntal;
10. ruas jalan Mok – Mbengan - Nunur – Lete – Rita Pada – Kota Tunda/Sopang
Rajong – Runus – Simpang Lima;
11. ruas jalan Kota Ndora (Borong) – Liang Bala – Tanjung Bendera – Wae Wole –
Wae Lengga – Lete – Rita Pada;
12. ruas jalan Borong – Nceang / Waling – Banggarangga – Mawe – Bea Muring –
Benteng Jawa - Dampek;
13. ruas jalan Borong – Nceang / Waling – Banggarangga – Mawe – Bea Muring –
Benteng Jawa – Satar Punda;
14. ruas jalan Borong – Nceang / Waling – Banggarangga – Mawe – Bea Muring –
Benteng Jawa – Wae Naong (Batas Kabupaten);
15. ruas jalan Borong – Nceang / Waling – Banggarangga – Mawe – Lawir – Wae
Togong Atas – Golo Tango – Lengko Ajang;
16. ruas jalan Deno – Arus – Wae Togong Tengah – Reweng / Cp. Wunis – Poka /
Lada Mese – Wae Rewen – Wae Kara – Baras/Pota;
17. ruas jalan Borong – Nceang / Waling – Cabang Waling – Watu Cie – Bea Laing –
Sp. Mano – Wesang – Batas Kabupaten Manggarai;
18. ruas jalan Deno – Menge / Poeng – Lento – Watu Cie;
19. ruas jalan Sok – Nanga Lanang – Wae Care (Batas Kabupaten)
20. ruas jalan Paka/Sita – Ntaur – Torok Golo – Pupung – Bea Ngencung – Wae
Care (Batas kabupaten); dan
21. ruas jalan Borong – Warat – Ngampang Mas – Paan Leleng.

(3) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b yaitu terminal penumpang tipe C, terdapat di :
a. Kembur, di Kecamatan Borong;
b. Paan Leleng dan Wae Lengga, di Kecamatan Kota Komba;
c. Mano, di Kecamatan Poco Ranaka;
d. Watu Nggong dan Pota, di Kecamatan Sambi Rampas;
e. Elar, di Kecamatan Elar; dan
f. Benteng Jawa, di Kecamatan Lamba Leda.
(4) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, terdiri atas :
a. trayek angkutan penumpang dan barang lintas kabupaten, terdiri atas :
1. Borong – Ruteng – Labuhan Bajo;
2. Borong – Bajawa – Ende;
3. Pota – Buntal – Riung – Mbay – Maumere; dan
4. Benteng Jawa – Pagal.
b. trayek angkutan penumpang dan barang dalam kabupaten, terdiri atas :
1. Borong – Wae Lengga;
2. Borong – Waling;
3. Borong – Tilir;
4. Borong – Golo Meleng – Comu – Teber;
5. Borong – Ntaur – Papo;
6. Borong – Prang Mese – Nanga Lanang – Lidi;
7. Borong – Paang Leleng – Mbata – Mamba – Wukir – Lempang Paji – Buntal;
8. Borong – Bea Muring – Benteng Jawa – Dampek;
9. Borong – Bea Muring – Benteng Jawa – Gongger;
10. Borong – Colol – Watu Nggong – Lengko Ajang – Pota;
11. Borong – Colol – Watu Nggong – Lengko Ajang – Wae Kara – Pota;
12. Borong – Colol – Watu Nggong – Mombok – Elar – Lempang Paji;
13. Borong – Watu Cie – Tanggar – Bea Muring;
14. Borong – Bealaing – Mano – Wesang;
15. Borong – Mawe – Rengkam;
16. Borong – Kisol – Mok – Rita Pada;
17. Borong – Ngampang Mas – Paan Leleng – Mukun;
18. Wae Lengga – Mok – Paan Leleng – Mukun;
19. Wae Lengga – Mok – Paan Leleng – Mbata;
20. Wae Lengga – Lete – Rita Pada – Kalang Mahit – Runus;
21. Benteng Jawa – Lengko Ajang;
22. Mano – Benteng Jawa;
23. Pota – Dampek – Gongger;
24. Elar – Mombok – Rana Kulan – Pota;
25. Elar – Lempang Paji – Wukir; dan
26. Elar – Lempang Paji – Buntal.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 10
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf
b, meliputi :
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Pelabuhan pengumpan, terdiri atas :
1. Pelabuhan Wae Wole di Kecamatan Kota Komba;
2. Pelabuhan Borong di Kecamatan Borong; dan
3. Pelabuhan Wae Kelambu di Buntal, Kecamatan Elar
4. Pelabuhan Nanga Baras di Pota, Kecamatan Sambi Rampas
b. Terminal khusus, terdapat di Wae Wole di Kecamatan Kota Komba
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Wae Wole – Bima – Benoa/Denpasar;
b. Wae Wole – Labuhan Bajo – Makasar;
c. Wae Kelambu – Reo – Labuhan Bajo – Makasar;
d. Wae Kelambu – Pota – Reo – Labuhan Bajo – Bima – Benoa/Denpasar –
Surabaya;
e. Borong – Bima – Benoa/Denpasar;
f. Borong – Labuhan Bajo – Makasar; dan
g. Wae Kelambu – Makasar.
h. Wae Wole – Tenau/Kupang;
i. Wae Wole – Waingapu /Sumba Timur; dan
j. Borong – Waingapu /Sumba Timur.

(4) Tatanan Kepelabuhanan harus menjaga fungsi pertahanan dan keamanan Negara,
dengan tidak menutup akses pelabuhan dan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan
Peralatan utama Sistem Persenjataan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
(TNI AL).

Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 11
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
huruf c, terdiri atas :
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu
rencana pengembangan bandara baru yang terdapat di Kawasan Tanjung Bendera,
Kecamatan Kota Komba.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur
lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Tatanan Kebandarudaraan harus mendukung keberadaan dan operasional pesawat-
pesawat Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara beserta peralatan
pendukungnya.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 12
(1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf c, terdiri atas :
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.
(2) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan
dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.b dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi

Pasal 13
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a,
meliputi :
a. pembangkit tenaga listrik; da
b. jaringan prasarana energi.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh) di Kecamatan Poco Ranaka,
Kecamatan Borong, Kecamatan Kota Komba, Kecamatan Sambi Rampas,
Kecamatan Lamba Leda dan Kecamatan Elar.
b. Pembangkit Listrik Tenaga Geotermal (PLTG) di Kecamatan Kota Komba
(Rana Masak), Kecamatan Borong (Rana Roko dan Golo Loni), Kecamatan
Poco Ranaka (Pinggan Ras, Kecamatan Sambi Rampas (Kelong), dan
Kecamatan Lamba Leda (Wodong).
c. Pembangkit Listrik Tenaga Angin di wilayah kepulauan dan pesisir di
Kecamatan Borong (Nangalabang) dan Kecamatan Kota Komba (Tanjung
Bendera).
d. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di wilayah pedesaan dan terpencil
di Kecamatan Poco Ranaka, Kecamatan Borong, Kecamatan Kota Komba,
Kecamatan Sambi Rampas, Kecamatan Lamba Leda dan Kecamatan Elar.
e. Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang di wilayah kecamatan-kecamatan
pesisir.
(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu
jaringan transmisi tenaga listrik yang terdiri atas :
a. Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang menghubungkan
Ruteng (Kabupaten Manggarai) – Kecamatan Poco Ranaka – Kecamatan
Borong – Kecamatan Kota Komba – Aimere (Kabupaten Ngada);
b. Gardu Induk (GI) terletak di Borong, Kecamatan Borong; dan
c. Gardu Distribusi (GD) terletak di setiap pusat kecamatan.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 14
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf
b, terdiri atas :
a. sistem jaringan kabel;
b. sistem jaringan nirkabel; dan
c. sistem jaringan satelit.
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di
Borong, Kecamatan Borong yang memanfaatkan Stasiun Telepon Otomat (STO) di
Ruteng, Kabupaten Manggarai.
(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di
ibukota kecamatan dan titik – titik strategis pengembangan wilayah.
(4) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat di
ibukota kecamatan, yaitu Kecamatan Borong, Elar, Kota Komba, Lambaleda, Sambi
Rampas, dan Poco Ranaka.
(5) Lokasi menara bersama telekomunikasi ditetapkan lebih lanjut oleh penyelenggara
telekomunikasi dengan memperhatikan efisiensi pelayanan, keamanan dan
kenyamanan lingkungan sekitarnya.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 15
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
huruf c, terdiri atas :
a. wilayah sungai;
b. daerah irigasi;
c. prasarana air baku untuk air minum;
d. jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan
e. sistem pengendalian banjir.
(2) Wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :
a. wilayah sungai Wae Mese meliputi Wae Dingin, Wae Musur, Wae Togong, Wae
Mbaling, Wae Lampang, Wae Naong dan beberapa anak sungai yang ada di
sekitarnya;
b. wilayah sungai Aesesa meliputi Wae Mokel, Wae Mapar, Wae Bobo dan
beberapa anak sungai yang ada di sekitarnya.
(3) Daerah irigasi sebagaimana dimaksud ada ayat (1) huruf b, meliputi :
a. Kecamatan Borong luas daerah irigasi potensial kurang lebih 3.488 Ha, dan luas
daerah irigasi fungsional kurang lebih 2.590 ha;
b. Buntal, Kecamatan Elar yang memiliki kawasan pertanian Kawasan Gising luas
daerah irigasi potensial kurang lebih 4.869,5 Ha, serta luas daerah irigasi
fungsional kurang lebih 1.546,5 Ha; dan
c. Kawasan Kalang Maghit di Kecamatan Kota Komba luas daerah irigasi potensial
kurang lebih 4.125 Ha dan luas daerah irigasi fungsional kurang lebih 2.765 Ha.
(4) Prasarana air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud ada ayat (1) huruf c,
terdiri atas :
a. pemanfaatan air dari Dam di Kecamatan Borong, Sambi Rampas, Kota Komba,
Poco Ranaka, Elar, dan Kecamatan Lamba Leda;
b. pemanfaatan air permukaan di Kecamatan Borong, Sambi Rampas, Kota Komba,
Poco Ranaka, Elar, dan Kecamatan Lamba Leda;
c. pemanfaatan air bawah tanah dengan memperhatikan produktivitas akuifer
sebagai berikut:
1. akuifer produksi tinggi, meliputi seluruh wilayah Kecamatan Borong,
Kecamatan Kota Komba (kecuali Desa Komba dan Bambo bagian barat) dan
Elar bagian timur;
2. akuifer produksi sedang, meliputi wilayah utara yaitu Kecamatan Elar (kecuali
Buntal), Kecamatan Sambi Rampas (kecuali Pota dan Nanga Rema),
Kecamatan Lamba Leda bagian timur; dan
3. akuifer produksi rendah, meliputi Kecamatan Lamba Leda bagian barat, Poco
Ranaka dan Sambi Rampas bagian selatan.
(5) Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud ada ayat (1) huruf
d, terdiri atas :
a. pemanfaatan sumber air minum Wae Dingin yang terdapat di Desa Golo Rutuk
Kecamatan Borong, dengan wilayah pelayanan yang meliputi Kecamatan Borong
bagian timur dan sebagian Kecamatan Kota Komba bagian Selatan.
b. pemanfaatan sumber air minum Wae Wau yang terletak di Desa Satar Nawang
Kecamatan Sambi Rampas, dengan wilayah pelayanan meliputi Kecamatan
Sambi Rampas (Desa Satar Nawang, Desa Golo Ngawan, Kelurahan Golo
Wangkung, Desa Buti, Desa Ladan Mese), Kecamatan Poco Ranaka (Desa
Ngkiong Dora, Desa Benteng Rampas, Desa Compang Wunis), Kecamatan Elar
(Desa Lengko Namut).
c. pemanfaatan sumber air bersih di Wae Rana Poja yang terletak di Kecamatan
Poco Ranaka dengan wilayah pelayanan pada seluruh wilayah Kecamatan Poco
Ranaka dan Kecamatan Lamba Leda bagian barat dan selatan.
d. pemanfaatan sumber air minum Wae Tabar yang terletak di Desa Nanga Mbaling
Kecamatan Sambi Rampas, dengan wilayah pelayanan meliputi Kecamatan
Sambi Rampas (Desa Nanga Mbaling, Desa Nanga Mbaur, Kelurahan Pota, dan
Kelurahan Nanga Baras)
e. Optimalisasi pemanfaatan sumber air bersih Wae Buntang Rana untuk
memenuhi kebutuhan air minum di Kelurahan Tiwu Kondo, Desa Golo Munde,
Desa Biting dan Desa Rana Gapang Kecamatan Elar.
(6) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, yaitu
pembangunan waduk penampung banjir di sungai / kali Wae Bobo, Wae Reca, Wae
Musur di Kecamatan Borong.

Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan

Pasal 16
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (1) huruf d, terdiri atas :
a. sistem jaringan persampahan;
b. sistem jaringan air limbah;
c. sistem jaringan air minum;
d. sistem jaringan drainase; dan
e. jalur dan ruang evakuasi bencana;
(2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
menggunakan prasarana lintas wilayah administratif kabupaten yang meliputi :
a. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) terpadu dengan metode sanitary landfill yang
dikelola bersama untuk kepentingan antar wilayah; dan
b. tempat pengelolaan limbah industri Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan non
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
(3) Upaya mengurangi sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya melalui
program pembatasan timbunan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau
pemanfaatan kembali sampah.
(4) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Tangki septiteng per Kepala Keluarga (KK) untuk limbah rumah tangga dan
tangki septik umum pada wilayah perkotaan dan perdesaan menggunakan
tangki septik; dan
b. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di kawasan industri
mengikuti kaidah teknis berdasarkan peraturan perundangan.
(5) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi
jaringan pipa air minum pada kawasan perumahan dan permukiman di seluruh
kecamatan.
(6) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. sistem drainase makro (utama) dan jaringan drainase mikro (lokal) yang saling
melengkapi dan terpadu dengan sistem jaringan sungai dan pengendalian banjir;
dan
b. sistem drainase buatan, berupa saluran drainase di kawasan perkotaan dan
kawasan rawan genangan.
(7) Jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
memanfaatkan jaringan jalan menuju ruang evakuasi bencana.
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 17
(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi :
a. rencana kawasan lindung; dan
b. rencana kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Pasal 18
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung

Pasal 19
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a dengan luas
kurang lebih 24.724,65 Ha, terdiri atas:
a. Kawasan Hutan Puntu II RTK 19 Kecamatan Lamba Leda dengan luas kurang lebih
4.191,45 Ha;
b. Kawasan Hutan Pota RTK 101 Kecamatan Sambi Rampas dengan luas kurang lebih
7.472,37 Ha;
c. Kawasan Hutan Ndeki Komba RTK 115 Kecamatan Kota Komba dengan luas kurang
lebih 2.835,30 Ha;
d. Kawasan Hutan Sawe Sange RTK 141, Ngada Wolo Merah RTK 142 Kecamatan Elar
dengan luas kurang lebih 9.047,47 Ha;
e. Kawasan Hutan Riwu RTK 23 Kecamatan Borong. dengan luas kurang lebih 1.178,06
Ha;

Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Pasal 20
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf b, yaitu kawasan resapan air yang terdiri atas :
a. kawasan-kawasan di Daerah yang memiliki kelerengan diatas 25%,
b. Kecamatan Borong luas kurang lebih 3.419,54 Ha, Kecamatan Elar luas kurang lebih
6.693,85 Ha, Kecamatan Kota Komba luas kurang lebih 1.708,24 Ha, Kecamatan
Lamba Leda luas kurang lebih 5.132,90 Ha, Kecamatan Pocoranaka luas kurang lebih
133,71 Ha, dan Kecamatan Sambi Rampas luas kurang lebih 768,84 Ha.

Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 21
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c,
terdiri atas :
a. kawasan sempadan pantai;
b. kawasan sempadan sungai;
c. kawasan sekitar danau/waduk;
d. kawasan sekitar mata air; dan
e. kawasan ruang terbuka hijau perkotaan.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdapat di
sepanjang pesisir Utara dan Selatan meliputi pantai di Kecamatan Borong luas kurang
lebih 313,37 Ha, Kecamatan Kota Komba luas kurang lebih 549,59 Ha, Kecamatan
Elar luas kurang lebih 205,87 Ha, Kecamatan Sambi Rampas luas kurang lebih 514
Ha, dan Kecamatan Lamba Leda luas kurang lebih 718,28 Ha dengan ketentuan :
a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang
air laut tertinggi ke arah darat; atau
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau
terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi
seluruh wilayah kecamatan dengan ketentuan :
a. Sungai bertanggul : Garis Sempadan Sungai yang bertanggul di dalam kawasan
perkotaan adalah 3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul dan garis
sempadan Sungai yang bertanggul di luar kawasan perkotaan adalah 5 (lima)
meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul;
b. Sungai tidak bertanggul, terdiri atas :
1. garis Sempadan Sungai yang tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan
dengan ketentuan :
a) sungai yang berkedalaman kurang dari 3 (tiga) meter adalah 10
(sepuluh) meter;
b) sungai yang berkedalaman 3 (tiga) sampai dengan 20 (dua puluh)
meter adalah 15 (lima belas) meter; atau
c) sungai yang berkedalaman lebih dari 20 (dua puluh) meter adalah 30
(tiga puluh) meter.
2. garis Sempadan Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan dengan
ketentuan:
a) sungai Besar, adalah 100 (seratus) meter; atau
b) sungai Kecil, adalah 50 (lima puluh) meter.
(4) Kawasan sekitar danau / waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi kawasan sekitar danau di Kecamatan Poco Ranaka, Kecamatan Borong,
Sambi Rampas dan Elar, dengan ketentuan daratan sekitar danau dengan jarak
minimal 100 meter dari titik pasang air danau tertinggi ke arah darat.
(5) Kawasan sekitar sumber mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
meliputi Kawasan lindung Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng di Kecamatan Poco
Ranaka, Kecamatan Borong, Kecamatan Elar, Kecamatan Sambi Rampas dan
Kecamatan Kota Komba dengan ketentuan ditetapkan sekurang-kurangnya dengan
jari-jari 200 m di sekeliling mata air kecuali untuk kepentingan umum.
(6) Kawasan ruang terbuka hijau perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
ditetapkan sebagai sempadan, dengan ketentuan :
a. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan ditentukan minimal seluas 30 % dari luas
kawasan terbangun, meliputi 20% Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik dan 10%
Ruang Terbuka Hijau (RTH) privat, berada di PKL dan PKLP; dan
b. ketentuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagaimana dimaksud pada huruf a
akan diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) lebih lanjut.

Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 22
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 huruf d, terdiri atas :
a. kawasan suaka margasatwa;
b. kawasan cagar alam;
c. kawasan taman wisata alam; dan
d. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Kawasan Suaka margasatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak di
Kecamatan Sambi Rampas Burung Kalong, Biawak Raksasa (Rugu), Kecamatan Kota
Komba Burung Lawe Lujang dan ular di Gunung Poco Ndeki.
(3) Kawasan Cagar Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Gunung : Gunung Ranaka di Kecamatan Poco Ranaka;
b. Gua : Cincoleng di Kecamatan Lamba Leda; dan
c. Kawah Gunung : Anak Ranaka di Kecamatan Poco Ranaka
(4) Kawasan Taman Wisata Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terletak di
Kecamatan Poco Ranaka, Borong, Sambi Rampas, Kota Komba dan Elar.
(5) Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi :
a. Lingkungan non bangunan meliputi :
1. Nggong leda liur dan rempa ndiwal di Kecamatan Elar, arca watu embu
poco ndeki di Kecamatan Kota komba;
2. Arca, Batu Manusia, Compang Pembe, Compang Mano, Compang
Bangka Ajang dan Compang Biting di Kecamatan Elar; dan
3. Kubur Meka Nggene di Kecamatan Kota Komba.
b. Lingkungan bangunan non gedung meliputi :
1. Compang Kuleng di Kecamatan Poco Ranaka;
2. Compang Lalang dan compang Teber di Kecamatan Borong;
3. Compang Pembe di Kecamatan Sambi Rampas; dan
4. Compang Deru, Compang Necak, Liang Wusu dan Liang Bone, Gua
Cingcoleng, Gua Wara Witu di Kecamatan Lamba Leda.
c. Lingkungan bangunan dan gedung meliputi :
1. Kampung Riwu Lama di Kecamatan Borong;
2. Perkampungan Adak Lamba Leda di Kecamatan Lamba Leda
3. Kampung Tuwit Kecamatan Elar;
4. Perkampungan dan Compang Teber di Kecamatan Borong; dan
5. Kampung Wae Lawas di Kecamatan Lamba Leda.

Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 23
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf e, terdiri
atas :
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang; dan
c. kawasan rawan banjir.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat
di seluruh Kecamatan yaitu Lamba Leda, Poco Ranaka, Borong, Elar, Kota Komba,
dan Sambi Rampas .
(3) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi Kecamatan Elar, Sambi Rampas, Lamba Leda, Kota Komba dan Borong.
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi seluruh
kecamatan.
Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi

Pasal 24
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf f, yaitu
kawasan rawan bencana alam geologi.
(2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas :
a. kawasan rawan letusan gunung berapi, terdapat di Gunung Ranaka dan Anak
Ranaka di Kecamatan Poco Ranaka;
b. kawasan rawan gempa bumi, terdapat di seluruh kecamatan;
c. kawasan rawan gerakan tanah, terdapat di seluruh kecamatan;
d. kawasan yang terletak di zona patahan aktif, terdapat di seluruh kecamatan; dan
e. kawasan rawan tsunami, terdapat di Kecamatan Elar, Sambi Rampas, Lamba
Leda, Kota Komba dan Borong.

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya

Pasal 25
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. Kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan lainnya

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 26
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a,
terdiri atas :
a. kawasan hutan produksi tetap; dan
b. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
(2) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat
di Kecamatan Kota Komba dengan luas kurang lebih 6.351,06 Ha, Kecamatan Lamba
Leda dengan luas kurang lebih 5.509,02 Ha, Kecamatan Sambi Rampas dengan luas
kurang lebih 2.112,16 Ha.
(3) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, yaitu Kawasan Hutan Wae Laku RTK 114 di Kecamatan Borong dengan luas
kurang lebih 1.315,26 Ha, Kecamatan Elar dengan luas kurang lebih 827,96 Ha, dan
Kecamatan Kota Komba dengan luas kurang lebih 671,60 Ha.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat

Pasal 27
Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b terdapat
di seluruh kecamatan.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 28
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, terdiri
atas :
a. kawasan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan pertanian hortikultura;
c. kawasan perkebunan; dan
d. kawasan peternakan.
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdapat di seluruh kecamatan seluas kurang lebih 26.050 Ha.
(3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat
di seluruh kecamatan.
(4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat di
seluruh kecamatan dengan luas kurang lebih 5.422,51 Ha.
(5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi :
a. kawasan pengembangan ternak besar (sapi dan kerbau) di Kecamatan Borong,
Kecamatan Kota Komba dan Kecamatan Elar; dan
b. kawasan pengembangan ternak kecil dan unggas terdapat di seluruh kecamatan.

(6) Kawasan pertanian tanaman pangan di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan, dengan luasan kurang
lebih 4500 Ha.
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d,
terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan budidaya perikanan; dan
c. kawasan pengolahan ikan.
(2) Kawasan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu
kawasan yang berbatasan dengan daerah zona penangkapan ikan dan berada pada
zona 4 mil dari bibir pantai meliputi Kecamatan Borong, Kota Komba, Elar, Sambi
Rampas dan Lamba Leda;
(3) Kawasan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri
atas :
a. kawasan perikanan budidaya air payau terletak di Kecamatan Borong, Kota
Komba, Lamba Leda, Elar dan Sambi Rampas;
b. kawasan budidaya laut terdapat di Kecamatan Borong, Kota Komba, Elar, Sambi
Rampas, dan Lambaleda; dan
c. kawasan pengembangan perikanan budidaya darat terdapat di sungai dan danau
yang terletak di beberapa kecamatan.
(4) Kawasan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di
Desa Satar Padut (Dampek) di Kecamatan Lamba Leda, Pota di Kecamatan Sambi
Rampas, Buntal di Kecamatan Elar, Wae Lengga di Kecamatan Kota Komba, Borong
dan Nanga Lanang di Kecamatan Borong.
(5) Kawasan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilengkapi dengan
penyediaan fasilitas mini cool storage, pelabuhan pendaratan ikan dan sarana
pengolahan ikan lainnya.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 30
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e
terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara;
b. kawasan peruntukan pertambangan panas bumi; dan
c. air tanah di kawasan pertambangan.
(2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. kawasan peruntukan pertambangan mineral logam;
b. kawasan peruntukan pertambangan mineral non logam; dan
c. kawasan peruntukan pertambangan batuan.
(3) Kawasan peruntukan pertambangan mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a terdiri atas:
a. Mangan, terletak di Kecamatan Lamba Leda (Desa Satar Punda,Desa Satar
Teu,Desa Nampar Tabang,Desa Goreng Meni,Desa Tengku Lawar,Desa Necak,
Desa Golo Munga), Kecamatan Elar (Kel. Tiwukondo, Desa Rana Kulan),
Kecamatan Sambi Rampas (Kel. Nanga Baras, Desa Nanga Mbaur, Desa Nanga
Mbaling);
b. Pasir Besi terletak di Kecamatan Kota Komba (Desa Bamo);
c. Besi terletak di Kecamatan Lambaleda (Desa Lencur);
d. Tembaga terletak di Kecamatan Poco Ranaka (Desa Benteng Rampas, Desa
Ngkiong Dora, Desa Rende Nau), Kecamatan Sambi Rampas (Desa Nanga
Mbaur, Desa Satar Nawang), Kecamatan Elar (Desa Golo Lijun, Desa Golo
Lebo);
e. Emas terletak di Kecamatan Poco Ranaka (Desa Benteng Rampas, Desa
Ngkiong Dora, Desa Rende Nau), Kecamatan Sambi Rampas (Desa Nanga
Mbaur, Desa Satar Nawang), Kecamatan Elar (Desa Golo Lijun, Desa Golo
Lebo);
f. Seng terletak di Kecamatan Poco Ranaka (Desa Benteng Rampas Desa Ngkiong
Dora, Desa Rende Nau Kecamatan Sambi RampasDesa Nanga Mbaur Desa
Satar Nawang Kecamatan Elar. Desa Golo Lijun Desa Golo Lebo);
g. Timbal terletak di Kecamatan Poco RanakaDesa Benteng RampasDesa Ngkiong
Dora Desa Rende Nau), Kecamatan Sambi Rampas (Desa Nanga Mbaur Desa
Satar Nawang, Kecamatan Elar. Desa Golo Lijun Desa Golo Lebo); dan
h. Perak terletak di Kecamatan Poco Ranaka (Desa Benteng Rampas, Ngkiong
Dora, Rende Nao), Kecamatan Sambi Rampas (Desa Nanga Mbaur dan Satar
Nawang), Kecamatan Elar (Desa Golo Lijun dan Golo Lebo).

(4) Kawasan peruntukan pertambangan mineral non logam sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. Batu Gamping terletak di Kecamatan lamba Leda (Desa Satar Punda, Desa Satar
Teu, Nampar Tabang, Goreng Meni, Tengku Lawar, Compang Necak, Golo
Munga), Kecamatan Elar (Kelurahan Tiwu Kondo dan desa Rana Kulan),
Kecamatan Sambi Rampas (Kelurahan Naga Baras, Desa Nanga Mbaur dan
Desa Nanga Mbaling);
b. Barit terletak di Kecamatan Kota Komba (Kelurahan Tanah Rata;
c. Oker terletak di Kecamatan Poco Ranaka (Desa Pocong);
d. Toseki terletak di Desa Nanga Mbaur Kecamatan Sambi Rampas dan Desa Golo
Lijun Kecamatan Elar;
e. Zeolit terletak di Desa Benteng Rampas, Kecamatan Poco Ranaka;
f. Kaolin terletak di Desa Haju Ngendong, Kecamatan Kecamatan Elar
g. Dolomit di Desa Golo Munga, Kecamatan Lambaleda; dan
h. Dasit di Desa Golo Munga, Kecamatan Lambaleda.
(5) Kawasan peruntukan pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c terdiri atas:
a. Marmer, terletak di Desa Nanga Mbaur Kecamatan Sambi Rampas;
b. Tras, terletak di Desa Sita dan Nanga Labang Kecamatan Borong;
c. Pasir, terletak di Kecamatan Borong (Wae Laku, Wae Bobo, Wae Musur),
Kecamatan Poco Ranaka (wae Togong), Kecamatan Kota Komba (Wae Mokel),
Kecamatan Sambi Rampas (Wae Togong, Wae lampang, Wae pota, Wae Tiwu
Sengit), Kecamatan Elar (Wae Reno, Wae Larik); dan
d. Batu, terletak di Kecamatan Borong (Wae Laku, Wae Bobo, Wae Musur),
Kecamatan Poco Ranaka (Wae Togong dan Wae Reno), Kecamatan Kota
Komba (Wae Mokel), Kecamatan Sambi Rampas (Wae Togong, Wae Lampang,
Wae Pota, Wae Tiwu Sengit), Kecamatan Elar (Wae Reno, Wae larik).
(6) Kawasan peruntukan pertambangan panas bumi sebagimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdapat di Desa Rana Masak dan Desa Golo Loni Kecamatan Borong ; Ledu
Desa Compang Wunis, Kecamatan Paca Ranaka ; Merong Desa Nanga Baling
Kecamatan Sambi Rampas ; Rana Roko Kelurahan Kota Dora Kecamatan Borong.
(7) Air tanah di kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdapat di Kecamatan Lamba Leda, Sambi Rampas, Elar, Kota Komba dan Poco
Ranaka.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf f, terdiri
atas :
a. kawasan peruntukan industri besar;
b. kawasan peruntukan industri sedang; dan
c. kawasan peruntukan industri rumah tangga.
(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdapat di kawasan pelabuhan Wae Wole Kecamatan Kota Komba dan kawasan
Nanga Lanang Kecamatan Borong.
(3) Kawasan peruntukan industri sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdapat di kawasan Buntal Kecamatan Elar, kawasan Pota Kecamatan Sambi
Rampas dan kawasan Dampek Kecamatan Lamba Leda.
(4) Kawasan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c terdapat di seluruh kecamatan di Daerah sesuai dengan potensi dan jenis
kerajinan tangan yang diproduksi.
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 32
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf g,
terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pariwisata budaya;
b. kawasan peruntukan pariwisata alam;dan
c. kawasan peruntukan pariwisata buatan.
(2) Kawasan peruntukkan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, meliputi :
a. Kubur Ngiung di Kampung Wuntu, Kedu Kobor di Ulayat, Nggong Leda Liur,
Kampung Tuwit, Compang Biting dan Rempa Ndiwal di Kecamatan Elar;
b. Arca Watu Embu Poco Ndeki, Kubur Meka Nggene di Kecamatan Kota Komba;
c. Compang Pembe di Kecamatan Sambi Rampas;
d. Compang Mano, Compang Bangka Kuleng, Compang Bangka Ajang di
Kecamatan Poco Ranaka;
e. Compang Necak, Kampung Wae Lawas, Compang Deru, Liang Wusu dan Liang
Bone, Gua Wara Witu di Kecamatan Lamba Leda;
f. Kampung Teber dan Compang Teber, Kampung Riwu Lama di Kecamatan
Borong; dan
g. Wisata Religius, terdapat di Kecamatan Lamba Leda (Gua Cincoleng),
Kecamatan Poco Ranaka (Gunung Ranaka), Kecamatan Sambi Rampas (Gereja
St. Theresia Lengko Ajang/Gereja Tua).
(3) Kawasan peruntukkan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi :
a. Taman Wisata Alam, di Kecamatan Poco Ranaka, Borong, Sambi Rampas, Kota
Komba dan Elar;
b. Wisata Danau Rana Mese di Kecamatan Borong, Danau rana Mese di
Kecamatan Sambi Rampas, Danau Rana Kulan dan Rana Ngandong di
Kecamatan Elar;
c. Wisata Fauna, Binatang Kalong di Kecamatan Sambi Rampas, Biawak Raksasa
(Rugu) di Kecamatan Sambi Rampas dan Elar, Burung Lawe Lujang di Poco
Ndeki Kecamatan Poco Ranaka;
d. Wisata Flora, Tratai Raksasa (Tratai Tonjong) di Kecamatan Sambi Rampas.
e. Kawasan Pantai Mbalata dan Nanga Rawa di Kecamatan Kota Komba;
f. Kawasan Pantai Cepi Watu di Kecamatan Borong;
g. Kawasan pantai pesisir utara di Dampek Kecamatan Lamba Leda, Pota di
Kecamatan Sambi Rampas dan Buntal Kecamatan Elar;
h. Wisata Taman Laut Wae Wole di Kecamatan Kota Komba;
i. Wisata Pendaki Gunung / Tracking di Kecamatan Kota Komba;
j. Wisata Air Terjun Cunca Rede dan Cunca Ngkuang di Kecamatan Borong; dan
k. Wisata air panas rana roko di Kecamatan Borong.
(4) Kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
yaitu pada bangunan Gereja Santa theresia Lengko Ajang/Gereja Tua di Kecamatan
Sambi Rampas

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 33
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf h
terdiri atas :
a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdapat di Kecamatan Borong.
(3) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdapat di seluruh kecamatan dengan memperhatikan peruntukan kawasan
sekitarnya yang meliputi :
a. pengembangan permukiman pesisir, yang selain berorientasi perikanan juga
berorientasi perkebunan kelapa;
b. pengembangan permukiman di sekitar kawasan pariwisata yang ditujukan untuk
menunjang kegiatan wisata;
c. kawasan permukiman yang berorientasi pertanian diarahkan pada perhatian
pelayanan transportasi untuk mempermudah aliran arus komoditi pertanian;
d. pengembangan permukiman hinterland yang diarahkan untuk kecamatan-
kecamatan yang berbatasan langsung; dan
e. pengembangan pusat pelayanan permukiman pada tiap pusat pelayanan Ibu
Kota kecamatan.

Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Lainnya

Pasal 34
Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf i yaitu kawasan
peruntukan pertahanan dan keamanan meliputi :
a. kawasan yang mempunyai nilai strategis; dan
b. kawasan latihan di pantai Utara dan pantai Selatan;

Pasal 35
(1) Pemanfaatan kawasan peruntukan lain selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 sampai dengan Pasal 33 dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi
kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan
setelah adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari badan
atau pejabat yang tugasnya mengkoordinasikan penataan ruang di Daerah.

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Pasal 36
(1) Kawasan strategis yang ada di Daerah terdiri atas :
a. Kawasan Strategis Nasional;
b. Kawasan Strategis Provinsi; dan
c. Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Rencana Kawasan Strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 37
Kawasan Strategis Nasional yang ada di Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (1) huruf a, yaitu Kawasan Ruteng – Bajawa, yang merupakan kawasan andalan dari
sudut kepentingan ekonomi.

Pasal 38
Kawasan Strategis Provinsi Nusa Tenggara Timur yang ada di Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. Kawasan Wae Jamal – Lembor yang mencakup Kabupaten Manggarai Timur yang
merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi; dan
b. Kawasan percepatan pertumbuhan kawasan tertinggal Lamba Leda, Sambi Rampas,
Elar yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi.

Pasal 39
(1) Kawasan Strategis Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c,
terdiri atas :
a. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi; dan
b. kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a terdiri atas :
a. Kawasan strategis yang terdapat di sepanjang lintasan Jalan Negara Wae Reno
– Borong – Wae Mokel, Laut Flores dan sekitarnya (Gongger – Dampek – Pota –
Buntal);
b. Kawasan strategis Ekonomi Cepat tumbuh meliputi :
1. Kawasan Buntal;
2. Kawasan Perkotaan Borong;
3. Kawasan Mano dan sekitarnya;
4. Kawasan Bahari Terpadu Pota dan sekitarnya; dan
5. Kawasan Bahari Terpadu Kota Komba.
(3) Kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng; dan
b. Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS)

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
`
Pasal 40
(1) Pemanfaatan ruang wilayah Daerah berpedoman pada rencana struktur ruang dan
pola ruang.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah Daerah dilaksanakan melalui penyusunan dan
pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya.
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang - undangan.

Pasal 41
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) disusun
berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran V
dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan
kerja sama pendanaan.
(3) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan

BAB VII

KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG


Bagian Kesatu
Umum

Pasal 42
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Daerah digunakan sebagai
acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Daerah.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 43
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam
menyusun peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem prasarana
nasional dan wilayah, terdiri atas :
1. kawasan sekitar prasarana transportasi;
2. kawasan sekitar prasarana energi;
3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi; dan
4. kawasan sekitar prasarana sumber daya air;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran VI dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan

Pasal 44
(1) Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam
pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 45
(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang yang ada di Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b, terdiri atas :
a. Izin Prinsip;
b. Izin Lokasi;
c. Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah; dan
d. Izin Mendirikan Bangunan;
(2) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pasal 46
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2)
huruf c merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pemberian insentif dan
pengenaan disinsentif.
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang,
rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur dalam
Peraturan Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau
dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

Pasal 47
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah
Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat.
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang
sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 48
(1) Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47
ayat (1), yaitu insentif yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang yang
mendukung pengembangan kawasan dalam bentuk :
a. keringanan pajak,
b. pemberian kompensasi,
c. subsidi silang,
d. imbalan,
e. sewa ruang,
f. urun saham;
g. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
h. kemudahan prosedur perizinan; dan
i. pemberian penghargaan kepada masyarakat dan swasta
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif diatur dengan Peraturan
Bupati.
Pasal 49
(1) Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47 ayat (1), yaitu disinsentif yang dikenakan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang
yang menghambat pengembangan kawasan yaitu dalam bentuk :
a. pengenaan pajak yang tinggi, disesuaikan dengan besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan
ruang; dan
b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti
disinsentif yang dikenakan terhadap kegiatan pemanfaatan ruang yang
menghambat pengembangan kawasan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian disinsentif diatur dengan
Peraturan Bupati.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi

Pasal 50
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d merupakan
acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pengenaan sanksi administratif kepada
pelanggar pemanfaatan ruang.
(2) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola
ruang;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan
RTRW Daearah;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW Daerah;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Daerah;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak
benar.

Pasal 51
(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a, huruf
b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dikenakan sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. Pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c
dikenakan sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau;
g. denda administratif.

Pasal 52
Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang telah
ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan bidang penataan ruang.

BAB VIII
KELEMBAGAAN

Pasal 53
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan kerjasama
antar sektor/antar daerah bidang penataan ruang, dibentuk Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.

BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Hak Masyarakat

Pasal 54
Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berhak:
a. berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah;
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari
penataan ruang;
d. memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
e. mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan; dan
f. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat

Pasal 55
Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berkewajiban:
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang diberikan; dan
c. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 56
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah,
baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara turun
temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung
lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat
menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat

Pasal 57
Peran masyarakat dalam penataan ruang Daerah dilakukan melalui :
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 58
Tata cara peran masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 huruf a dilaksanakan dengan cara :
a. menyampaikan masukan mengenai arah pengembangan, potensi dan masalah,
rumusan konsepsi/rancangan rencana tata ruang melalui media komunikasi dan/atau
forum pertemuan; dan
b. melakukan kerjasama dalam perencanaan tata ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 59
Tata cara peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 57 huruf b dilaksanakan dengan cara :
a. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang melalui media
komunikasi dan/atau forum pertemuan;
b. melakukan kerjasama dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. melakukan kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; dan
d. melakukan kegiatan penataan terhadap izin pemanfaatan ruang.

Pasal 60
Tata cara peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 huruf c dilaksanakan dengan cara :
a. menyampaikan masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi kepada pejabat yang
berwenang;
b. memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang;
c. melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan
dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang
melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 61
Bentuk peran masyarakat pada tahap perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 huruf a dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. penentuan arah pengembangan wilayah;
2. potensi dan masalah pembangunan;
3. perumusan rencana tata ruang; dan
4. penyusunan rencana struktur dan pola ruang.
b. menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang; dan
c. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau sesama
unsur masyarakat.

Pasal 62
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
57 huruf b dapat berupa:
a. melakukan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
c. memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam pengelolaan
pemanfaatan ruang;
d. meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat,
ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan
lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. melakukan kerjasama pengelolaan ruang dengan Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau dan pihak lainnya secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan
penataan ruang;
f. menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan Sumber
Daya Alam (SDA);
g. melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian; dan
h. mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah atau pihak lain apabila kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan merugikan.

Pasal 63
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 huruf c dapat berupa:
a. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang,
rencana tata ruang yang telah ditetapkan, dan pemenuhan standar pelayanan minimal
di bidang penataan ruang;
c. melaporkan kepada instansi/pejabat yang berwenang dalam hal menemukan kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan
adanya indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak memenuhi standar
pelayanan minimal dan/atau masalah yang terjadi di masyarakat dalam
penyelenggaraan penataan ruang;
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang; dan
e. mengajukan gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang kepada instansi/pejabat yang berwenang.
Pasal 64
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung
dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada
Bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan
melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 65
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah Daerah membangun sistem
informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat.

Pasal 66
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan perundangundangan.

BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 67
(1) RTRW Daerah dilengkapi dengan lampiran berupa buku Rencana Tata Ruang
Wilayah Daerah Tahun 2011 – 2031 dan album peta skala 1:50.000.
(2) Buku RTRW Daerah dan album peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 68
(1) Jangka waktu RTRW Daerah adalah 20 (dua puluh) tahun sejak tanggal ditetapkan
Peraturan Daerah ini dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar, perubahan batas territorial Negara, dan/atau perubahan batas wilayah
yang ditetapkan dengan Undang-Undang, RTRW Daerah dapat ditinjau kembali lebih
dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila
terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan
ruang Daerah dan/atau dinamika internal wilayah Daerah.

Pasal 69
(1) Untuk operasionalisasi RTRW Daerah disusun Rencana Detail Tata Ruang Daerah
dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Daerah.
(2) Rencana Detail Tata Ruang Daerah dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Derah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 70
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini


dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Manggarai Timur.

Diundangkan di Borong
pada tanggal 28 April 2012
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
NOMOR : 6 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
TAHUN 2011 - 2031

I. UMUM

1. Sesuai jiwa dan semangat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahah Daerah bahwa dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah memiliki kewenangan yang luas untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi
dan tugas pembantuan, guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat
dalam pembangunan.
Salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
berdasarkan 14 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahah Daerah adalah terkait dengan perencanaan, pemanfaatan dan
pengawasan tata ruang Kabupaten.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 25 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten.

2. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk hidup lain, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
kehidupannya. Untuk menjaga seserasian atau keseimbangan ekosistem terkait
dengan kompleksitas dinamika pembangunan, baik pada masa kini terutama
pada masa yang akan datang, maka pemanfaatan ruang perlu ditata sedemikian
rupa dalam bentuk Struktur Ruang meliputi susunan pusat-pusat permukiman
dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakatl, selanjutnya diatur melalui Pola Ruang,
terkait distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan
ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
Ketentuan tentang perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang
mutlak harus dalam bentuk produk hukum peraturan daerah sehingga dapat
memberikan jaminan hukum kepada para pihak (Stake holders) untuk melakukan
investasi usaha ekonomi atau usaha sosial budaya lainnya.
3. Tujuan penataan ruang di Kabupaten Manggarai Timur adalah untuk
mewujudkan Kabupaten Manggarai Timur sebagai Kabupaten agribisnis yang
maju, mandiri dan berdaya saing didukung oleh potensi dan budaya Manggarai.
Dengan adanya Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Manggarai Timur maka merupakan payung hukum untuk dipedomani
terkait dengan :
a. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten
Manggarai Timur;
b. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Kabupaten Manggarai Timur;
c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
Kabupaten Manggarai Timur;
d. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor;
e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. Penataan ruang kawasan strategis Kabupaten Manggarai Timur.
Berdasarkan pertimbangan sebagaimanan diuraian di atas maka Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Manggarai Timur Tahun 2011 – 2031, perlu ditetapkan dengan
Peraturan Dearah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Padsal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI TIMUR NOMOR 78

Anda mungkin juga menyukai