Anda di halaman 1dari 7

PELAKSANAAN ADVOKASI PERAWAT DALAM INFORMED CONSENT

DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Maria Agustina Ermi Tri Sulistiyowati*)


*)
Dosen Stikes St.Elisabeth Semarang

ABSTRAK

Pelaksanaan praktik informed consent sebagian besar difokuskan untuk mendapatkan tanda tangan
dari pasien, dan dokter memilih perawat untuk bertindak sebagai delegasi daripada sebagai advokat
pasien yang dapat berkontribusi mandiri sesuai keahlian perawat sendiri. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pelaksanaan advokasi perawat dalam informed consent di rumah sakit Islam Sultan
Agung Semarang.Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi.
Informan utama dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana, sedangkan informan triangulasi
adalah kepala ruang. Informan utama diambil dengan tehnik purposive sampling. Pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah dan observasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pelaksanaan advokasi perawat dalam informed consent meliputi : memberikan
informasi rencana tindakan, menjelaskan hak pasien, memastikan pasien/keluarga kompeten,
klarifikasi pemahaman pasien, menjadi penghubung antara pasien dan dokter, menjadi saksi, meminta
dokter menjelaskan kembali, memberikan kesempatan untuk mengambil keputusan, menanyakan
keputusan, menanyakan alasan penolakan, dan menghargai keputusan pasien. Hambatan pelaksanaan
advokasi adalah kurangnya kemampuan komunikasi perawat dan belum terjalinnya hubungan
kemitraan antara perawat dan dokter.Perawat sudah melaksanakan advokasi dalam informed consent,
tetapi belum optimal. Disarankan kepada manajer rumah sakit untuk mengkaji kembali standar
operasional prosedur informed consent, dan meningkatkan peran komite keperawatan. Perawat perlu
meningkatkan pengetahuan dan menjalin kemitraan dengan dokter.

Kata kunci : advokasi, perawat, informed consent

ABSTRACT

The main focus of the informed consents’ implementation is to get the patient’s signature and doctors
choose the nurses as their representatives instead of as patients’ advocator that can contribute based
on their skills as nurses. This research aimed to know how far the implementation of nursing
advocacy during informed consent process in Sultan Agung Islamic Hospital of Semarang.This is a
qualitative research with the phenomenological approach. The main participants in this research
were associate nurses, whereas triangulation participants were the head nurses. The main
participants have been chosen by purposive sampling technique. Depth interview, focus group
discussion, and observation were used to collect the data.The research result showed us the
implementation of nursing advocacy during informed consent, these were: give the information about
plan of action, explain the patients’ rights, make sure that the patients and the families are competent,
clarify the patients’ understanding, the bridge between the patients and the doctors, witnesses, ask the
doctors to reply the explanation toward the patients, give chance to take decisions, ask the decisions,
ask the reason of the rejection, and appreciate the patients’ decisions. The obstacles of this advocacy
were the nurses lacked of knowledge and there was still no cooperation yet.Nurses have been
advocating in the informed consent, but has not been optimal. The hospital’s manager has been
suggested to reassess the standard operational procedure of informed consent, and enhance the
nursing committee’s role. The nurses need to enhance their knowledge and build the cooperation with
the doctors.

Keywords: advocacy, nurse, informed consent

188
PENDAHULUAN nasibnya sendiri dan hak untuk mendapatkan
informasi. (Dalami Ernawati, 2010).
Rumah Sakit merupakan institusi kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan Pelaksanaan advokasi perawat di luar negeri
perorangan secara paripurna, menyediakan berdasarkan hasil penelitian P.Mc Grath
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan rawat menunjukkan bahwa advokasi merupakan
darurat.Pelayanan kesehatan di rumah sakit tanggung jawab profesional perawat. Proses
memiliki peran yang sangat strategis dalam advokasi pasien sangat penting dalam asuhan
upaya mempercepat peningkatan derajat keperawatan yang berpusat pada
kesehatan masyarakat. Pemerintah memberi- pasien.Advokasi pada profesi keperawatan
kan kepastian hukum bagi masyarakat dan memiliki komitmen yang kuat untuk
rumah sakit dengan mengatur kepentingan filosofi keperawatan sebagai inti
penyelenggaraan rumah sakit melalui UU No profesi. (P.Mc Grath, 2006).
44 tahun 2009 tentang rumah sakit. Undang –
Undang ini menetapkan kewajiban rumah Perawat memiliki peran sebagai advokat
sakit, antara lain untuk menghormati dan dalam proses pelaksanaan informed consent,
melindungi hak – hak pasien. (Pemerintah tetapi pada kenyataannya, perawat belum
Republik Indonesia, 2009). dapat melaksanakan peran ini secara optimal
sesuai dengan standar praktik keperawatan.
Pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan Hasil penelitian Astrid Pratidina Susilo
mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh menunjukkan pelaksanaan praktik informed
rumah sakit. Menurut Pasal 32 UU Nomor 44 consent sebagian besar difokuskan untuk
tahun 2009 tentang rumah sakit,pasien mendapatkan tanda tangan dari pasien, dan
memiliki hak untukmemperoleh informasi dokter memilih perawat untuk bertindak
tentang hak dan kewajibannya, mendapat sebagai delegasi mereka daripada sebagai
informasi, serta memberikan persetujuan atau advokat pasien yang dapat berkontribusi
menolak tindakan yang akan dilakukan oleh mandiri sesuai keahlian perawat
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang sendiri.(Astrid Pratidina Susilo, 2010).
dideritanya. (Pemerintah Republik Indonesia,
2009). Pelaksanaan informed consent terhadap pasien
merupakan wewenang dokter untuk
Upaya rumah sakit dalam melaksanakan mendapatkan persetujuan tindakan medik yang
pelayanan kesehatan danmemenuhi hak-hak akan dilakukannya, sedangkan perawat
pasien memerlukan dukungan sumber daya berperan untuk mencegah terjadinya
manusia yang handal. Perawat sebagai unsur kecelakaan dan melindungi pasien dari
sumber daya manusia dalam rumah sakit kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari
merupakan komponen penting dan strategis suatu tindakan diagnostik maupun pengobatan.
dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Perawat mempunyai peran sebagai advokat
Perawat memiliki peran fundamental selama pasien dan bertanggung jawab menyaksikan
24 jam serta mempengaruhi kualitas, efisiensi pemberian persetujuan tindakan, yang meliputi
dan efektifvitas pelayanan kesehatan. (Huber : menyaksikan pertukaran informasi antara
DL, 2006). pasien dan dokter, memastikan pasien
mendapatkan informasi yang diperlukan,
Perawat dalam melaksanakan pelayanan memastikan pasien benar – benar paham
kesehatan memiliki peran sebagai advokat dengan informasi yang diberikan, serta
pasien, yaitu sebagai pembela untuk menyaksikan pasien menandatangani formulir
melindungi hak pasien. Salah satu peran persetujuan tindakan(Kozier, 2007).
advokasi perawat adalah dalam proses
informed consent. Informed consentmerupakan METODE PENELITIAN
persetujuan tindakan yang diberikan oleh
pasien dan atau keluarganya atas dasar Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif
penjelasan mengenai tindakan medis yang dengan pendekatan studi fenomenologi.
akan dilakukan terhadap pasien serta Populasi penelitian adalah perawat yang
resikonya.Informed consent berasal dari hak bertugas di rumah sakit Islam Sultan Agung
asasi pasien, yaitu hak untuk menentukan Semarang. Jumlah informan utama 7 perawat

189
pelaksana di ruang penyakit bedah yang “kita sampaikan kepada pasien kalau
diambil dengan menggunakan tehnik nanti saat dijelaskan sama dokternya
purposive sampling. Kriteria inklusi informan belum jelas bisa bertanya, kita pasti
adalah perawat tetap ruang penyakit bedah menganjurkan pada pasien atau keluarga
rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang untuk bertanya, kadang kan ada keluarga
dengan masa kerja minimal 2 tahun. Informan yang tidak mudheng dengan penjelasan
triangulasi adalah kepala ruang penyakit bedah tindakan yang akan dilakukan, monggo
sebanyak 2 orang. dari keluarga kalau ada yang mau
konsultasi saat dokternya rawuh atau visit
Peneliti sebagai instrument utama penelitian. bisa langsung tanya sama dokternya yang
Peneliti menggunakan alat bantu pengumpulan bersangkutan” (I.2)
data berupa buku catatan, alat tulis, panduan
wawancara, panduan diskusi kelompok 2. Advokasi sebagai pelindung
terarah, panduan observasi, alat perekam suara Informan menyatakan bahwa advokasi
dan video. Data diambil dengan wawancara sebagai pelindung dilakukan dengan
mendalam, diskusi kelompok terarah, dan memastikan pasien/keluarga penerima
observasi. informasi adalah yang kompeten/mampu
menerima informasi dan mengambil
HASIL PENELITIAN keputusan. Kompetensi keluarga
ditentukan berdasarkan hubungan keluarga
Hasil penelitian meliputi pelaksanaan advoksi (suami, istri, anak, saudara dekat,
perawat dalam informed consent (sebagai penanggung jawab pasien), berusia
pemberi informasi, pelindung, mediator, dewasa, sehat mental, dan sadar penuh.
pelaku, pendukung) dan hambatan Hal ini dinyatakan informan utama dengan
pelaksanaan advokasi perawat dalam informed pernyataan berikut :
consent.
1. Advokasi sebagai pemberi informasi “ kita pastikan itu adalah keluarga
Sebagian besar informan utama pasien, bisa suami, istri, anak,orang tua,
menyatakan bahwa sebelum penanggung jawab, anak, kalau anak
pasien/keluarga mendapatkan penjelasan sudah dewasa paling tidak 21 tahun,
dari dokter, perawat terlebih dahulu sehat mental, dan sadar penuh” (I.1, I.4)
memberikan informasi tentang rencana
tindakan yang akan dilakukan kepada Selain memastikan kompetensi keluarga,
pasien. Hal ini dinyatakan informan utama perawat juga melakukan klarifikasi
dengan pernyataan berikut : pemahaman pasien dengan cara
menanyakan kembali kepada
“Kita memberitahukan ini akan pasien/keluarga apakah sudah jelas dengan
diprogram apa, dari kita cuma garis informasi yang diberikan. Hal ini
besarnya, nanti yang secara detail dari disampaikan informan utama melalui
dokter. Yang kita jelaskan itu biasanya pernyataan berikut :
programnya ini, habis itu nanti yang lebih
detailnya dari dokter, anestesi juga dari “Kalau dokter sudah menjelaskan di meja
dokter. Seumpama program URS, kita kan konsultasi, disini, untuk haknya pasien,
cuma garis besar, lha nanti lainnya dari kita nanti biasanya mengkonfirmasi, ibu
dokter, soal anestesi dari dokter atau nyuwun sewu, ada yang belum jelas?”
tindakannya seperti apa, nanti dari (I.1)
dokter” (I.1)
3. Advokasi sebagai mediator
Selain memberikan informasi tentang Perawat yang mengetahui pasien/keluarga
rencana tindakan, perawat juga belum jelas dengan informasi yang
memberikan penjelasan tentang hak pasien disampaikan oleh dokter, akan
untuk bertanya pada saat mendapatkan menyampaikan kepada dokter tersebut
penjelasan dari dokter. Hal ini dinyatakan bahwa pasien belum jelas dengan
informan utama dengan pernyataan berikut informasi yang disampaikan dan ingin
: dijelaskan atau konsultasi kembali. Hal ini

190
disampaikan oleh informan utama dengan caramemberikan kesempatan untuk
pernyataan berikut : mengambil keputusan, menanyakan
keputusan, menanyakan alasan penolakan,
“kalau pasien belum jelas, dan arahnya dan menghargai keputusan pasien. Hal ini
medis atau pelaksanaan tindakan operasi, dinyatakan informan utama dengan
tentunya kita kan terbatas dengan kode pernyataan berikut :
etik, kita konfirmasi ke dokternya
bahwasannya pasien belum puas, masih “Kita beri waktu untuk berpikir dulu atau
perlu konsultasi lagi (I.6) rembugan dengan keluarga, kita tanyakan
sudah ada keputusan atau belum, kalau
Perawat juga menandatangi lembar belum atau pasien menolak, kita tanyakan
informed consent sebagai saksi. Hal ini mengapa, apa masalah biaya, apa
disampaikan oleh informan utama pada kesiapan pasien, atau apa gitu,atau masih
saat wawancara mendalam maupun perlu penjelasan lagi nanti kita jelaskan
diskusi kelompok terarah. Pernyataan lagi, misalnya mau operasi pasien
informan utama tersebut adalah sebagai menolak, itu hak pasien, tidak bisa
berikut : dipaksa, kita tetep harus menerima dan
menghargai, yang penting mereka sudah
“ Saat dokter menjelaskan itu, kita tahu resikonya, ada bukti penolakan, jadi
sebagai saksi, pasiennya itu benar – benar kalau terjadi apa – apa tidak bisa
sudah diinformasikan atau belum. Kita menuntut” (I.3,I.5)
kan nanti juga tanda tangan sebagai saksi
di lembar persetujuan ataupun penolakan 6. Hambatan pelaksanaan advokasi perawat
itu (I.7) dalam informed consent
Empat informan utama menyatakan bahwa
4. Advokasi sebagai pelaku salah satu hambatan pelaksanaan advokasi
Pelaksanaan advokasi perawat sebagai perawat dalam informed consent adalah
pelaku dilaksanakan dengan cara meminta kurangnya pemahaman perawat tentang
dokter untuk memberikan penjelasan pada penyakit dan rencana tindakan yang akan
pasien/keluarga yang belum mendapatkan dilakukan kepada pasien. Hal ini
informasi atau belum jelas dengan dinyatakan oleh informan utama dengan
informasi yang diberikan. Berikut pernyataan berikut :
pernyataan informan :
“Hambatan dari perawat sendiri itu tadi,
“kita harus menyetop dokternya untuk di
kalo dokter nyuruh kita” yang njelasin,
situ dulu, kita minta dokternya di situ dulu
kan kita juga ndak tau yang kita jelaskan
menjelaskan sampai keluarganya jelas
itu sesuai ndak, pengetahuan kita kan
(I.2)
terbatas, hanya garis besarnya saja, yang
lebih tau kan dokternya, jadi kita jelaskan
Pelaksanaan adokasi perawat sebagai
sebisa kita ajalah” (I.1)
pelaku tidak selalu berhasil, hal ini
disebabkan oleh kesibukan dari dokter
Informan juga menyatakan bahwa
sehingga akhirnya dokter mendelegasikan
hambatan pelaksanaan advokasi perawat
pemberian informasi kepada perawat.
dalam informed consent adalah belum
Pernyataan informan sebagai berikut :
terjalinnya hubungan kemitraan antara
“Dokter itu kan kebanyaan dari luar, perawat dan dokter.
mereka itu sibuk, jadi kadang tidak ada
waktu banyak untuk menjelaskan atau Pernyataan informan tersebut adalah sebagai
diskusi dengan pasien atau kita, kadang berikut :
kalo tindakannya kecil nyuruh kita yang
njelasin” (I.3) “kita belum bisa untuk diskusi dengan dokter,
dokter itu sebagian besar dari luar, sibuk, jadi
5. Advokasi sebgai pendukung tidak punya banyak waktu untuk diskusi
Pelaksanaan advokasi perawat sebagai dengan kita, kalau kita ingatkan dokter,
pendukung dilaksanakan dengan

191
kadang ya tidak bisa, belum bisalah sebagai timkesehatan lain. Hal ini dilakukan sebagai
mitra” (I.7) upaya untuk membela kepentingan pasien,
membantu pasien memahami semua informasi
PEMBAHASAN dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim
kesehatan.(Kusnanto, 2004)
Perawat sebagai advokat bertanggung jawab
melindungi hak pasien untukk mendapatkan Kehadiran seorang perawat sebagai saksi
informasi. Perawat menjadi sumber informasi dalam proses pertukaran informasi ini sangat
yang paling dapat diakses oleh penting. Perawat menyaksikan pertukaran
pasien/keluarganya. Perawat bertanggung informasi antara pasien/keluarga dengan
jawab memberikan informasi lain yang dokter, menyaksikan pasien/keluarga
diperlukan untuk mengambil persetujuan atas menandatangani formulir informed consent,
tindakan yang diberikan kepada pasien.(Susan dan menandatangi formulir informed consent
B.Bastale, 2004) sebagai saksi. Perawat harus memeriksa
apakah pasien telah membahas dengan
Informan melaksanakan advokasi sebagai dokternya tentang sifat, keuntungan, resiko,
pemberi informasi dengan memberikan prognosis, alternative, dan hal lain yang
informasi tentang rencana tindakan dan pasien berkaitan dengan tindakan yang akan
untuk bertanya. Penjelasan hak pasien yang dilakukan. (Mary Baradero, 2005)
diberikan oleh informan belum mencakup
semua hak yang dimiliki pasien dalam Perawat dalam melaksanakan adokasi sebagai
informed consent. Hak untuk mendapatkan pelaku siap menghadapi konflik dengan tenaga
informasi, hak untuk meminta pendapat dokter kesehatan lain apabila ia mengetahui tindakan
lain, dan hak untuk menerima atau menolak tenaga kesehatan lain dapat merugikan pasien.
rencana tindakan belum dijelaskan oleh Advokasi perawat sebagai pelaku dilakukan
perawat. Hal ini dapat disebabkan oleh dengan secara langsung mengintervensi atas
kurangnya tingkat pengetahun pasien tentang nama pasien. Perawat sebagai pelaku berani
hak yang mereka miliki, sehingga pasien tidak untuk menentang permintaan tenaga kesehatan
menuntut penjelasan hak secara rinci dari lain, apabila permintaan tenaga kesehatan lain
perawat. tersebut dirasakan oleh perawat akan
merugikan pasiennya. (Kozier, 2010)
Sebagai pelindung, informan mengklarifikasi
pemahaman pasien terhadap informasi yang Perawat sebagai pendukung memiliki peran
diberikan. Pemahaman (understanding) sebagai konselor, yaitu sebagai tempat
tentang keuntungan dan kerugian keputusan konsultasi bagi pasien terhadap masalah yang
menjadi dasar dalam pengambilan keputusan. dialami atau mendiskusikan tindakan
Informan juga memastikan kompetensi keperawatan yang tepat untuk diberikan.
pengambil keputusan berdasarkan hubungan Perawat memberikan keyakinan kepada pasien
keluarga (suami, istri, anak, saudara dekat, bahwa mereka mempunyai hak dan tanggung
penanggung jawab pasien), berusia dewasa, jawab dalam menentukan pilihan atau
sehat mental, dan sadar penuh. Kriteria yang keputusan sendiri. Perawat harus dapat
digunakan informan ini sejalan Permenkes memberikan bimbingan terhadap masalah
nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang pasien sehingga pemecahan masalah dapat
persetujuan tindakan medik.Persetujuan lebih mudah dilakukan dan pasien dapat
tindakan medik hanya dapat diberikan oleh mengambil keputusan yang tepat.(Atep Adya
pasien yang kompeten. Apabila pasien tidak Barata, 2005)
kompeten, maka persetujuan tindakan
diberikan oleh keluarga terdekat dengan urutan Informan menyatakan bahwa kurangnya
sebagai berikut : suami atau istri, ayah atau pemahaman perawat menjadi faktor
ibu, anak kandung, saudara kandung, dan penghambat pelaksanaan advokasi perawat
wali/penjamin. (Pemerintah Republik dalam informed consent. Informan
Indonesia, 2008) menyampaikan bahwa perawat yang
mendapatkan delegasi untuk menjelaskan
Perawat sebagai advokat, berfungsi sebagai informed consent menyadari bahwa mereka
penghubung antara pasien dengan kurang memahami informasi apa saja yang

192
harus diberikan kepada pasien/keluarga dan Pelaksanaan advokasi perawat sebagai
mereka mengalami kesulitan untuk pendukung tergambar melalui peran perawat
menjelaskan dengan bahasa yang dapat sebagai konselor. Perawat memberikan
dipahami oleh pasien. Kurangnya pemahaman kesempatan untuk mengambil keputusan,
perawat tentang hal – hal yang didelegasikan menanyakan keputusan, menanyakan alasan
kepadanya dapat menyebabkan kesalahan penolakan, menerima dan menghargai
dalam pemberian informasi dan keputusan pasien. Perawat belum dapat
membahayakan pasien. melaksanakan advokasi dalam informed
consent dengan optimal. Hambatan
Selain kurangnya pemahaman perawat, belum pelaksanaan advokasi perawat dalam informed
terjalinnya hubungan kemitraan antara perawat consent meliputi kurangnya kemampuan
dan dokter juga menjadi faktor penghambat komunikasi perawat, dan belum terjalinnya
pelaksanaan advokasi perawat dalam informed hubungan kemitraan antara perawat dan dokter
consent. Secara konseptual, hubungan dokter
dan perawat adalah sebagai mitra, namun SARAN
kenyataannya perawat lebih banyak
diposisikan sebagai pembantu dokter. Hal ini Manajer rumah sakit diharapkan mengkaji
dapat disebabkan karena perbedaan jenjang kembali standar operasional prosedur
pendidikan antara perawat pelaksana dengan pelaksanaan informed consent dan
dokter. Sebagain besar perawat pelaksana di meningkatkan peran komite etik untuk
Indonesia memiliki latar belakang pendidikan meningkatkan pelaksanaan advokasi perawat
DIII, sedangkan pendidikan dokter minimal dalam informed consent. Perawat
S1. Perbedaan sistem pendidikanmenjadi salah diharapkanmeningkatkan pengetahuan tentang
satu hambatan kerja sama perawat dan dokter. advokasi dalam informed consent dan
Dokter dan perawat memiliki latar belakang menjalin hubungan kemitraan dengan dokter
pendidikan yang berbeda dan memiliki pola
pikir yang berbeda. (Eugenia L.siegler, 2004) DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN Pemerintah Republik Indonesia. Undang-


Undang Nomor 44 Tahun 2009. Tentang:
Pelaksanaan advokasi perawat sebagai Rumah Sakit.
pemberi informasi dilaksanakna dengan
Huber DL. (2006). Leadership and Nursing
memberikan informasi rencana tindakan dan
Care Management.3rd. USA: Elsevier.
menjelaskan hak pasien dalam informed
consent. Perawat merupakan sumber informasi Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi dan
yang paling dapat diskes pasien.Pelaksanaan Praktik Keperawatan profesional. Jakarta:
advokasi perawat sebagai pelindung tergambar EGC
melalui tindakan memastikan pasien/keluarga Dalami Ermawati. (2010). Etika Keperawatan.
kompeten dan klarifikasi pemahaman pasien. Jakarta: Trans Info Media
Perawat sebagai advokat bertanggung jawab
untuk melindungi hak pasien. P.Mc Grath,et al. (2006). Nursing Advocacy in
an Australian Multidisciplianary Context:
Pelaksanaan advokasi perawat sebagai Findings on Medico Centrism. Journal
mediator tergambar melalui tindakan sebagai Compilation. Nordic College of Caring
penghubung antara pasien dan dokter serta Science.
menjadi saksi dalam pertukaran informasi Astrid Pratidina Susilo. (2010). Patient or
antara dokter dengan pasien. Kehadiran Physician Safety ? Physicians’ Views
perawat sebagai saksi sangat penting dalam Informed Consent and Nurses’ Role in an
proses informed consent.Pelaksanaan advokasi Indonesian Setting. Journal of
perawat sebagai pelaku tergambar melalui Interprofesional Care.
tindakan meminta dokter menjelaskan
kembali. Tindakan advokasi sebagai pelaku Kozier. (2010). Fundamental of Nursing:
tidak selalu berhasil karena tidak semua dokter Concept, Process, and Practice. Jakarta:
mau memberikan penjelasan kembali kepada EGC.
pasien/keluarga.

193
Susan B. Bastable. (2004). Perawat Sebagai
Pendidik. Jakarta: EGC
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor
290/MENKES/PER/III/2008. Tentang:
Persetujuan Tindakan Medik
Mary Baradero. (2005). Keperawatan
Perioperatif: Prinsip dan Praktik. Jakarta:
EGC.
Atep Adya Barata. (2005). Dasar – Dasar
Pelayanan Prima. Jakarta: Elex Media
Computindo

194

Anda mungkin juga menyukai