Anda di halaman 1dari 3

Proses Terapi Okupasi

Salah satu pelayanan rehabilitasi adalah terapi okupasi. Tujuan utama dari okupasi terapi adalah
untuk memungkinkan seseorang berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Okupasi
terapis dalam mencapai tujuan bekerjasama dengan orang lain dan masyarakat untuk
meningkatkan kemampuan mereka dalam aktivitas yang diinginkan, dibutuhkan, atau
diharapkan, atau dengan memodifikasi aktivitas maupun lingkungan yang lebih baik untuk
mendukung dalam keikutsertaan okupasional.

Proses pelayanan okupasi terapi meliputi:

1. Asesmen terapi okupasi meliputi pengumpulan informasi berupa gangguan komponen


kinerja okupasi yang meliputi komponen motorik, sensorik, persepsi, kognitif, dan
psikososial. Isi asesmen yang dilakukan oleh okupasi terapis sekurang-kurangnya
memuat data anamnesa yang meliputi identitas umum dan riwayat keluhan, serta
pemeriksaan komponen kinerja okupasi dan area kinerja okupasi serta
mempertimbangkan pemeriksaan penunjang. Re-asesmen atau pemeriksaan ulang
dimungkinkan bilamana terjadi perubahan yang signifikan pada kondisi pasien dalam
fase pengobatan/intervensi. Hasil asesmen dituliskan pada lembar rekam medis
pasien/klien baik pada lembar rekam medis terintegrasi dan/atau pada lembar kajian
khusus terapi okupasi
2. Diagnosis terapi okupasi merupakan suatu pernyataan yang mengambarkan keadaan
multi dimensi pasien yang dihasilkan dari analisis hasil pemeriksaan dan pertimbangan
klinis, yang dapat menunjukkan adanya disfungsi/gangguan komponen kinerja
okupasional dan area okupasional. Diagnosis terapi okupasi dapat berupa adanya
gangguan komponen kinerja okupasional dan area okupasional.
3. Intervensi terapi okupasi dilaksanakan dengan metode yang berbasis bukti sesuai
perkembangan keilmuan terapi okupasi. Intervensi terapi okupasi meliputi: adjunctive
therapy, enabling activity, purposefull activity, dan occupational activity. Intervensi
terapi okupasi dilaksanakan dengan mengutamakan keselamatan pasien/klien, dilakukan
berdasarkan program perencanaan intevensi dan dapat dimodifikasi setelah dilakukan
evaluasi serta pertimbangan teknis dengan melalui persetujuan pasien/klien dan/atau
keluarganya terlebih dahulu.
4. Evaluasi/re-evaluasi dilakukan oleh okupasi terapis sesuai tujuan perencanaan intervensi.
Evaluasi/re-evaluasi merupakan kegiatan monitoring-evaluasi yang dilakukan pada saat
intervensi dan/atau setelah periode tertentu intervensi, serta didokumentasikan pada
rekam medis. Hasil evaluasi/re-evaluasi dapat berupa kesimpulan, termasuk dan tidak
terbatas pada rencana penghentian program atau merujuk pada dokter/profesional lain
terkait.
5. Pendokumentasian. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan
terapi okupasi memperhatikan pentingnya dokumentasi sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dalam pelayanan terapi okupasi yang bermutu dan dapat
dipertanggungjawabkan. Isi dokumentasi terapi okupasi sekurang-kurangnya memuat
data umum pasien/klien, data hasil pemeriksaan komponen kinerja okupasional dan area
okupasional, termasuk identitas okupasi terapis, maupun identitas perujuk (jika ada).
Dokumentasi terapi okupasi terintegrasi dengan rekam medis dan dapat diakses oleh
profesional kesehatan lain. (Wicaksono, 2018)

Proses Terapi Rehabilitasi

Upaya rehabilitasi sosial diselenggarakan dengan kerjasama lintas sektor baik yang
diselenggarakan oleh berbagai lembaga maupun oleh unsur masyarakat. Rehabilitasi difokuskan
pada peningkatan kemampuan mengendalikan gejala dan sosialisasi dengan lingkungan,
meningkatkan kemandirian dan produktivitas serta menurunkan stigma. Terapi vokasional
dan okupasional merupakan jenis rehabilitasi yang paling sering dikembangkan karena
ditujukan untuk mengembangkan keterampilan kerja bagi ODGJ di era dunia kerja yang lebih
terstruktur dan lapangan kerja yang kompetitif. Jenis rehabilitasi ini juga merupakan terapi yang
paling mungkin dilaksanakan di dalam lingkup perawatan di rumah sakit maupun institusi
rehabilitasi sebelum pada akhirnya mereka bekerjadi tempat-tempat kerja di komunitas.
Memiliki keterampilan kerja dan pekerjaan dapat meningkatkan peran sosial di komunitas.
Keterampilan kerja dapat dilatihkan dengan dua metode yaitu a train and place (dilatih
kemudian ditempatkan) dan place and train (ditempatkan dan dilatih). Untuk memungkinkan
hal tersebut, rumah sakit atau institusi rehabilitasi perlu memiliki tempat-tempat kerja di
komunitas yang dapat terwujud melalui kerjasama antara rumah sakit atau institusi rehabilitasi
dengan layanan kesehatan terdekat dari tempat kerja, tempat-tempat kerja, dan organisasi
kemasyarakatan sangat penting (Kemenkes, 2017).

Proses terapi vokasional dan okupasional bervariasi dimulai dari bentuk yang sederhana
hingga yang lebih kompleks, seperti:

a. Penyusunan jadwal harian


b. Latihan perawatan diri: mandi, etika makan, olah raga, dan lain-lain
c. Latihan seni: lukis, musik, keramik, dan lain-lain
d. Latihan keterampilan: komputer, pertanian, peternakan, membuat batako, pernak-
pernik, memasak dan menyajikan makanan
e. Latihan melamar pekerjaan: membuat cv, menulis lamaran, melakukan
wawancara, mengatasi kegagalan

Anda mungkin juga menyukai