Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan peredaran darah di otak (GPDO) atau dikenal dengan Cerebro
Vascular Accident (CVA) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda
yang sesuai dengan daerah yang terganggu.
Hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak pecah. Otak sangat
sensitif terhadap perdarahan, dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat.
Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan
pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma.
Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak.
Penderita stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau
ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf.
Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya,
stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, stroke masih
merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya.
Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penanggulangan stroke
yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.
Keberadaan unit stroke di Rumah Sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi
sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihat penderita stroke yang terus
meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan stroke yang
cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk
itulah kami menyusun makalah mengenai stroke yang menunjukan masih menjadi
salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan
tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman

1
kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya
hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-
kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam
parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya
bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Oleh karena itu, dalam kasus ini kami akan membahas makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Cerebro Vascular Accident Hemoragik”.
B. Tujuan
1. Untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang konsep teori
pada Cerebro Vascular Accident Hemoragik. Sehingga mahasiswa
mampu memahami secara benar tentang penyakit Cerebro Vascular
Accident Hemoragik dan bagaimana tindakan pengobatan yang dapat
dilakukan pada penderita Cerebro Vascular Accident Hemoragik.
2. Untuk mendorong mahasiswa agar mampu dalam pembuatan konsep
asuhan keperawatan dan diagnosa keperawatan pada Cerebro Vascular
Accident Hemoragik sehingga mampu membuat asuhan keperawatan
dengan benar.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Cerebro Vascular Accident (CVA) disebut juga stroke adalah suatu
gangguan neurologis akut, yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran
darah ke otak dimana secara mendadak (dalam beberapa detik), atau secara tepat
(dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda sesuai dengan daerah fokal di otak
yang terganggu.
Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan gangguan sirkulasi serebral
dan sebagai salah satu manifestasi neurologi yang umum dan timbul secara
mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplay dalam ke otak. (Depkes RI
1996)
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vascular. (Muttaqin, 2008)
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi
antara lain : hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. (Ria Artiani, 2009)
B. Etiologi
1. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
pendarahan kedalam jaringan otak atau seluruh ruang sekitar otak).
Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak.
Hemoragi serebral dapat terjadi di berbagai tempat yaitu :
a. Hemoragi obstrudural
b. Hemoragi subdural
c. Hemoragi subakhranoid
d. Hemoragi intraserebral

3
2. Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang
akhirnya dapat pecah.
3. Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti
kelainan arteriovenosa.
4. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.
5. Serebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih
besar.
6. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin)
7. Overdosis narkoba, seperti kokain.
C. Pathway

Hemoragik serebral Aneurisme

Pecah pembulu darah otak

Peningkatan TIK vasospasme arteri cerebral

Penekanan saluran Iskemik Perdarahan subhialoid retina


nafas

Pola nafas Defisit neurologi Penurunan kesadaran


tidak efektif

Ganggua mobilisasi

Deficit perawatan diri Resiko trauma Resiko jatuh

4
D. Manifestasi Klinis
1. Kehilangan motorik
a. Hemiplegis, hemiparesis
b. Paralisis flaksid dan kehilangan atau penurunan tendon profunda
2. Kehilangan komunikasi
a. Disartria
b. Difagia
c. Afagia
d. Afraksia
3. Gangguan konseptual
a. Hamonimus hemia hopia (kehilangan setengah dari lapang pandang)
b. Gangguan dalam hubungan visual-spasial (sering sekali terlihat pada
pasien hemiplagia kiri)
c. Kehilangan sensori : sedikit kerusakan pada sentuhan lebih buruk
dengan piosepsi, kesulitan dalam mengatur stimulus visual, taktil dan
auditori.
4. Kerusakan aktivitas mental dan efek psikologis :
a. Kerusakan lobus frontal : kapasitas belajar memori ,atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin mengalami kerusakan
disfungsi tersebut. Mungkin tercermin dalam rentang perhatian
terbatas, kesulitan dalam komperhensi, cepat lupa dan kurang
komperhensi.
b. Depresi, masalah psikologis-psikologis lainnya. Kelabilan emosional,
bermusuhan, frustasi, menarik diri, dan kurang kerja sama.
5. Disfungsi kandung kemih :
a. Inkontinansia urinarius transia
b. Inkontinensia urinarius persisten/retensi urine (mungkin simtomatik
dari kerusakan otak bilateral)
c. Inkontinensia urine dan defekasi berkelanjutan.

5
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
2. Lumbal Pungsi
Tekanan yang berkembang atau berubah naik dan disertai bercak darah
pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid
atau perdarahan pada intrakranial.
3. CT Scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Memanfaatkan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan besar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Menurunkan kerusakan iskemik serebral
Infark serebral terdapat kehilangan secara mantap inti sentral jaringan
otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa
diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak
mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah
yang adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki disritmia (irama dan
frekuensi) serta tekanan darah.

6
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan
Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase akut.
b. Obat anti trombotik
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik atau
emobolik.
c. Diuretika
Untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita
beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum
sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat
dipertahankan.
G. Komplikasi
1. Dini (0-48 jam pertama)
Odema serebri, defisit neorologis memperberat mengakibatkan
peningkatan TIK, herniasi dan akhirnya kematian.
2. Jangka pendek
Pneumonia (akibat imobilisasi), infark miokard, emboli paru (cenderung
terjadi 7-14 hari paska stroke).

7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit,
nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Yang sering menjadi alasan pasien untuk meminta bantuan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit saat ini
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak
pada saat pasien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat anti hipertensi, anti
lipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan obat kontrasepsi oral.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus atau riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang
mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa

8
bicara, dan tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi.
b. B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan pasien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi
pernafasan. Auskultasi didapatkan bunyi nafas tambahan seperti
ronkhi pada pasien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada pasien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada pasien dengan
tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian inspeksi pernafasan
tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus
seimbang kiri dan kanan. Auskultasi tidak didapatka bunyi nafas
tambahan.
c. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang terjadi pada pasien stroke. TD biasanya terjadi
peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD > 200
mmHg.
d. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 merupakan pemerikasaan terfokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
1) Fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan pasien dan tingkah lakunya,
nilai bicara pasien, observasi wajah, dan aktivitas motorik dimana
pada pasien stroke tahap lanjut biasanya status mental pasien
mengalami perubahan.

9
Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan
memori baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus pasien
mengalami kerusakan otak, yaitu kerusakan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
Kemampuan bahasa : penurunan kemampuan bahasa tergantung
dari daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia resertif,
yaitu pasien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis. Sedangkan lesi pada daerah posterior dari girus frontalis
inferior (area broca) didapatkan disfagia ekspresif dimana pasien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara) ditunjukkan
dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya) seperti terlihat ketika pasien mengambil
sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
2) Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal
kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih
tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan
kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi
masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi
umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respon alamiah pasien
terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga
umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional,
bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.

10
3) Hemisfer : stroke hemisfer kanan menyebabkan hemiparese
sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan
terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh kesisi yang
berlawanan tersebut. Stroke pada hemisfer kiri, mengalami
hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan
lapang pandang sebelah kanan, disfagia, global, afasia, dan mudah
frustasi.
4) Pemeriksaan syaraf kranial
Syaraf I. Biasanya pada pasien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
Syaraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensorik primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih
objek dalam area spasial) sering terlihat pada pasien dengan
hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian
kebagian tubuh.
Syaraf III, IV, dan VI. Apabila akibat stroke mengakibatkan
paralisis sesisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
Syaraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah. Penyimpangan rahang bawah ke sisi
ipsilateral dan kelumpuhan sesisi otot-otot pterigoideus internus
dan eksternus.
Syaraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
Syaraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
Syaraf IX dan X. kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut.
Syaraf XI. Tidak ada atrofi sternokleidomastoideus dan trapezius.

11
Syaraf XII. Lidah simetris, terdapat devisiasi pada satu sisi dan
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
5) Sistem motoric
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena
neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
e. B4 (Bladder)
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urine
sementara kerena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan postural.
f. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual, dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan
dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan
masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia
alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
g. B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron
motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada
sisi yang berlawanan arah otak.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular
3. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular
4. Resiko jatuh berhubungan dengan penyakit maskular.

12
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Ketidakefektifan pola NOC : NIC :
nafas berhubungan 1. Respiratory status : 1. Kaji TTV pasien
dengan gangguan Vntilasi 2. Kaji perlunya
neurologis 2. Vital sigh status pemasngan alat bantu
Kriteria Hasil : nafas
1. Menunjukan jalan 3. Pasang alat bantu nafas
nafas normal 4. Montor aliran oksigen
2. TTV dalam rentang 5. Monitor adanya
normal cushing triad berupa
tekanan nadi melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik
2 Defisit perawatan diri NOC : NIC :
berhubungan dengan 1. Self care status 1. Pantau tingkat
gangguan 2. Activity tolerance kekuatan dan toleransi
neuromuscular Kriteria Hasil : aktivitas
1. Mampu melakukan 2. Bantu pasien dalam
aktivitas fisik beraktivitas
mendasar 3. Berikan fasilitas untuk
mempermudah
aktivitas
3 Hambatan mobilisasi NOC : NIC :
fisik berhubungan 1. Joint movement : 1. Monitor vital sign
dengan gangguan aktif sebelum dan sesudah
neuromuscular 2. Self care : ADLs ADLs
3. Mobility level 2. Bantu pasien
Kriteria Hasil : menggunakan alat
1. Pasien meningkat bantu berjalan

13
dalam aktivitas 3. Kaji kemampuan
2. Memverbalkan pasien dalam
perasaan dalam mobilisasi
meningkatkan 4. Damping dan bantu
kekuatan dan pasien saat mobilisasi
kemampuan dan bantu pemenuhan
berpindah ADLs

4 Resiko jatuh NOC : NIC :


berhubungan dengan 1. Trauma Risk For 1. Mengidentifikasi
penyakit maskular 2. Injury Risk For perilaku dan faktor
Kriteria Hasil : yang mempengaruhi
1. Perilaku pencegahan resiko jatuh
jatuh 2. Mengidentifikasi
2. Tidak ada kejadian karakteristik
jatuh lingkungan yang dapat
3. Pemahaman meningkatkan potensi
pencegahan jatuh jatuh
3. Gunakan rel sisi
tempat tdur untuk
mencegah jatuh
4. Memberikan HE
kepada keluarga
tentang faktor resiko
yang bekontribusi
terhadap jatuh dan
bagaimana dapat
menurunkan resiko itu
5. Gunakan teknik yang
tepat saat mentransfer
pasien

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cerebro Vascular Accident (CVA) disebut juga stroke adalah suatu
gangguan neurologis akut, yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran
darah ke otak dimana secara mendadak (dalam beberapa detik), atau secara tepat
(dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda sesuai dengan daerah fokal di otak
yang terganggu.
Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan gangguan sirkulasi serebral
dan sebagai salah satu manifestasi neurologi yang umum dan timbul secara
mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplay dalam ke otak. (Depkes RI
1996)
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi
antara lain : hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. (Ria Artiani, 2009)
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Karena setiap saat
ilmu pengetahuan dapat berubah dan diperbaharui. Dengan adanya makalah ini
semoga kita semua mengetahui bagaimana penanganan Cerebro Vascular
Accident (CVA) Hemoragik. Kami menerima kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat dijadikan referensi
khususnya bagi mahasiswa keperawatan

15
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 1996. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Diknakes, Jakarta.

Engram, Barbara, 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume


3, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000. Rencana Asuhan


Keperawatan. Edisi 3, EGC, Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai