Anda di halaman 1dari 15

Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki beragam sumber daya alam

seperti minyak bumi dan gas alam. Bagi Indonesia, minyak bumi merupakan sumber daya
alam yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena disamping untuk keperluan dalam
negeri, juga diperuntukkan menambah devisa melalui ekspor migas. Selain dapat
menghasilkan energy, minyak bumi digunakan sebagai bahan bakar maupun untuk
pembangkit tenaga listrik. Hasil pengolahan minyak bumi juga menghasilkan produk lain
sesuai dengan jenis minyak mentah dan pengolahannya.

Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat menghasilkan energi
baik untuk bahan bakar maupun untuk pembangkit tenaga listrik. Bagi Indonesia, minyak
bumi merupakan sumber daya alam yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena
disamping untuk keperluan dalam negeri, juga diperuntukkan menambah devisa melalui
ekspor Migas. Seiring dengan perkembangan industri dan pembangunan di Indonesia
maka kebutuhan energi akan meningkat dari tahun ke tahun.
Perkembangan penggunaan minyak bumi dewasa ini terus berkembang dan semakin
meningkat. Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang masih
digunakan, terutama untuk pembangkit tenaga listrik serta sebagai baham bakar berbagai
jenis mesin. Konsumsi minyak bumi ini terus meningkat terutama untuk keperluan dalam
negeri diantaranya mencapai 34 % sebagai bahan bakar minyak (BBM) untuk kebutuhan
pulau Jawa.

Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai beragam sumber daya alam seperti
minyak bumi dan gas alam. Bagi Indonesia, minyak bumi merupakan sumber daya alam
yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena disamping untuk keperluan dalam negeri,
juga diperuntukkan menambah devisa melalui ekspor migas. Minyak bumi merupakan
salah satu sumber energi utama yang masih digunakan untuk pembangkit listrik dan
sebagai bahan bakar. (Ajeng, 2017 sama academia.edu Ghubay Woles)

Seiring dengan perkembangan industri dan pembangunan maka kebutuhan


akan sumber energi khususnya minyak bumi terus meningkat dari tahun ke tahun.
Untuk itu pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 19/1960 tentang pendirian
Perusahaan Negara dan UU No. 44/1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi, maka pada tahun 1961 dibentuk perusahaan negara sektor minyak dan gas
bumi, yaitu PN Pertamin dan PN Permina. Kedua perusahaan tersebut digabung
menjadi PN Pertamina pada tanggal 20 Agustus 1968. Untuk kelanjutan dan
perkembangannya, maka Pemerintah mengeluarkan UU No. 8/1971 tentang
Pertamina sebagai pengelola tunggal di bidang minyak dan gas bumi di Indonesia.
Berdasarkan PP No. 31/2003 sebagai amanat dari pasal 60 UU No. 22/2001
tentang Minyak dan Gas Bumi, PN Pertamina berubah menjadi PT Pertamina
hingga saat ini.

Untuk itu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 19/1960 Tentang Perusahaan


Negara dan UU No. 44/1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Atas dasar
kedua Undang-Undang tersebut, maka pada tahun 1961 dibentuk perusahaan negara
sektor Minyak dan Gas Bumi, yaitu:
PN PERTAMIN
PN PERMINA

Kedua perusahaan tersebut bertindak selaku kuasa pertambangan yang usahanya meliputi
bidang gas dan minyak bumi dengan kegiatan sebagai berikut:
Eksplorasi
Eksploitasi
Pemurnian dan Pengelolaan
Pengangkutan

Kemudian, kedua perusahaan tersebut digabung menjadi PN PERTAMINA. Untuk


kelanjutan dan perkembangannya, maka Pemerintah mengeluarkan UU No. 8/1971
Tentang PERTAMINA sebagai Pengelolaan Tunggal di Bidang Minyak Dan Gas Bumi di
Indonesia. Kemudian berubah menjadi PT PERTAMINA (Persero) berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 31 Tahun 2003 sebagai amanat dari pasal 60 UU no. 22 th 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi.

Seiring dengan perkembangan industri dan pembangunan makakebutuhan akan


sumber energi khususnya minyak bumi terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk itu
Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 19/1960 Tentang Perusahaan Negara dan
UU No. 44/1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Atas dasar kedua
Undang-Undang tersebut, maka pada tahun 1961 dibentuk perusahaan negara sektor
Minyak dan Gas Bumi,yaitu :
 PN PERTAMIN
 PN PERMINA
Kedua perusahaan tersebut bertindak selaku kuasa pertambangan yang usahanya
meliputi bidang gas dan minyak bumi dengan kegiatan meliputi :

 Eksplorasi
 Eksploitasi
 Pemurnian dan pengolahaan
 Pengangkutan / pemasaran
Kedua perusahaan tersebut digabung menjadi PN PERTAMINA pada tanggal 20 Agustus
1968. Untuk kelanjutan dan perkembangannya, maka Pemerintah mengeluarkan UU No.
8/1971 tentang PERTAMINA sebagai Pengelola Tunggal di Bidang Minyak dan Gas
Bumi di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.31 tahun 2003 sebagai amanat
dari pasal 60 UU No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi PN Pertamina berubah
menjadi PT Pertamina (Persero) hingga saat ini.

Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan industri maka kebutuhan energi


khususnya minyak bumi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Untuk itu Pemerintah
Indonesia mengeluarkan UU No. 19 Tahun 1960 Tentang Perusahaan Negara dan UU No.
44 Tahun 1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Atas dasar kedua Undang-
Undang tersebut, makan pada tahun 1961 dibentuk perusahaan negara sektor Minyak dan
Gas Bumi yaitu PN Pertamin dan PN Pertamina. Kedua perusahaan tersebut bertindak
selaku kuasa pertambangan yang usahanya meliputi eksplorasi, eksploitasi, pemurnian
dan pengolahan, serta pengangkutan atau pemasaran pada bidang gas dan minyak bumi.
(Ajeng, 2017)

Kedua perusahaan tersebut digabung menjadi PN Pertamina pada tanggal 20 Agustus


1968. Untuk perkembangannya, maka Pemerintah mengeluarkan UU No. 8 Tahun 1971
Tentang Pertamina sebagai Pengelola Tunggal di Bidang Minyak dan Gas Bumi di
Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2003 sebagai amanat dari
pasal 60 UU No.

22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi PN Pertamina berubah menjadi PT
Pertamina (Persero) hingga saat ini. (Ajeng, 2017)

Dalam mendukung proses produksi, Pertamina memiliki unit-unit operasi yang tersebar di
seluruh Indonesia yang terdiri dari 7 Refinery Unit dan 8 Unit Pemasaran dengan
kapasitas yang berbeda-beda. Kapasitas masing-masing unit pengolahan serta lokasi tiap
Refinery Unit dapat dilihat pada gambar I.1.

Pertamina memiliki unit-unit operasi yang tersebar di seluruh Indonesia yang memiliki
beberapa operasi Eksplorasi dan Produksi yang terdiri dari 7 Refinery Unitdan 8 Unit Pemasaran
dengan kapasitas yang berbeda-beda. Kapasitas masing-masing unit pengolahan serta lokasi tiap
Refinery Unit dapat dilihat dalam gambar 1.1.

Sejalan dengan pembangunan yang meningkat pesat, kebutuhan akan produk minyak
bumi semakin bertambah. Untuk itu perlu dibangun unit pengolahan minyak bumi guna
memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam usaha tersebut, pada tahun 1974 dibangun kilang minyak
di Cilacap yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah dan
dari dalam negeri, dengan maksud untuk mendapatkan produk BBM, serta untuk mendapatkan
bahan dasar minyak pelumas dan aspal. Pertamina Refinery Unit IV Cilacap mengolah minyak dari
daerah Timur Tengah seperti Arabian Light Crude (ALC), Iranian Light Crude (ILC) dan Basrah
Light Crude (BLC). Untuk minyak dalam negeri berasal dari daerah Arjuna dan Attaka.
Pertamina RefineryUnitIVCilacapinimerupakanunitpengolahan terbesaryang
dikelolaPertaminasecarakeseluruhan yangdilihatdarihasilproduksinya.
Pembangunan kilang minyak Pertamina Refinery UnitIV Cilacap dilaksanakan dalam
dalam lima tahap yaitu Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene, Debottlenecking
Project, Kilang SRU, dan Kilang RFCC.
Unit pengolahan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh Pertamina
terbagi atas 7 lokasi dan kapasitas yang berbeda-beda seperti ditunjukkan pada
gambar 1.1.

Pembangunan kilang di Cilacap pada tahun 1974 dirancang untuk


mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah guna memenuhi
peningkatan kebutuhan BBM dan produksi bahan dasar minyak pelumas dan
aspal. Refinery Unit IV Cilacap ini merupakan unit pengolahan terbesar yang
dikelola Pertamina secara keseluruhan yang dilihat dari hasil produksinya.
Berikut adalah tabel yang berisi perkembangan PT. Pertamina RU IV
Cilacap dari tahun 1974 hingga 2015.

PERTAMINA memiliki unit-unit operasi yang tersebar di seluruh Indonesia yang meliputi
beberapa operasi Eksplorasi dan Produksi, 7 Refinery Unit, 8 Unit Pemasaran.
Sejalan dengan pembangunan yang meningkat pesat, maka kebutuhan akan produk minyak
bumi akan semakin bertambah. Untuk itu perlu dibangun Refinery Unit minyak bumi guna
memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat tersebut. Dalam usaha tersebut, maka pada
tahun 1974 dibangun kilang minyak di Cilacap yang dirancang untuk mengolah bahan baku
minyak mentah dari Timur Tengah, dengan maksud selain untuk mendapatkan produk BBM,
juga untuk mendapatkan bahan dasar minyak pelumas dan aspal.
Pembangunan kilang di Cilacap merupakan pembangunan salah satu dari unit-Refinery Unit
yang ada di

Indonesia. Pertamina Refinery Unit IV Cilacap berada di bawah tanggung jawab Direktorat
Hilir PERTAMINA. Refinery Unit IV Cilacap ini merupakan Refinery Unit terbesar yang dikelola
PERTAMINA secara keseluruhan yang dilihat dari hasil produksinya.

Kilang Minyak Cilacap didirikan dengan maksud untuk menghasilkan produk BBM dan non-
BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri yang selalu meningkat dan mengurangi
ketergantungan terhadap suplai BBM dari luar negeri. Pembangunan kilang minyak di Cilacap
dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu Kilang Minyak I, Kilang Minyak II, dan Kilang Paraxylene.

Sejalan dengan pembangunan yang meningkat dengan pesat, maka kebutuhan minyak bumi
akan terus semakin bertambah. Untuk itu perlu dibangun unit pengolahan minyak bumi guna
memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat tersebut. Dalam usaha tersebut maka pada
tahun 1974 dibangunlah kilang minyak yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak
mentah dari Timur Tengah, dengan maksud selain untuk mendapatkan produk BBM, juga
untuk mendapatkan bahan dasar minyak pelumas dan aspal.
Pembangunan kilang di Cilacap merupakan pembangunan salah satu dari unit-unit
pengolahan yang ada di Indonesia. Refinery Unit IV Cilacap ini merupakan unit pengolahan
terbesar yang dikelola Pertamina secara keseluruhan

yang dilihat dari hasil produksinya. Kilang Cilacap ini memasok 34% kebutuhan BBM
nasional atau 67% kebutuhan BBM di Pulau Jawa. Selain itu, kilang ini merRUakan satu-
satunya kilang di tanah air saat ini yang memproduksi aspal dan base oil untuk kebutuhan
pembangunan infrastruktur di tanah air. Kilang Minyak Cilacap didirikan dengan maksud
untuk menghasilkan produk BBM dan Non BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri
yang selalu meningkat dan mengurangi ketergantungan terhadap suplai BBM dari luar negeri.
Pembangunan kilang minyak di Cilacap dilaksanakan dalam lima tahap yaitu Kilang Minyak I,
Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene, Debottlenecking Project, dan Kilang LPG & SRU. Garis
besar proses pengolahan minyak bumi yang dilakukan di Pertamina RU IV Cilacap dapat
ditunjukkan pada Gambar

PT PERTAMINA (PERSERO) Unit Pengolahan IV Cilacap merupakan salah satu dari 7


jajaran unit pengolahan di tanah air, yang memiliki kapasitas produksi terbesar yakni 348.000
barrel/hari, dan terlengkap fasilitasnya. Kilang ini bernilai strategis karena memasok 34%
kebutuhan BBM nasional atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa.

Selain itu kilang ini merupan satu-satunya kilang di tanah air saat ini yang memproduksi aspal
dan base oil untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur di tanah air. Kilang di PT
PERTAMINA (PERSERO) Unit Pengolahan IV Cilacap terdiri atas:

Pembangunan kilang di Cilacap pada tahun 1974 dirancang untuk


mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah guna memenuhi
peningkatan kebutuhan BBM dan produksi bahan dasar minyak pelumas dan
aspal.

Pembangunan kilang di Cilacap pada tahun 1974 dirancang untuk mengolah bahan baku
minyak mentah dari Timur Tengah guna memenuhi peningkatan kebutuhan BBM dan
produksi bahan dasar minyak pelumas dan aspal. PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan
IV Cilacap merupakan salah satu dari 7 unit pengolahan di Indonesia yang memiliki
kapasitas produksi terbesar yakni 348.000 barrel/hari dan dengan fasilitas terlengkap.
Kilang ini bernilai strategis karena memasok 34% kebutuhan BBM nasional atau 60%
kebutuhan BBM di Pulau Jawa. Selain itu kilang ini merupakan satu-satunya kilang di
Indonesia yang memproduksi aspal dan base oil untuk kebutuhan pembangunan
infrastruktur di Indonesia. Pembanguan Pertamina Refinery Unit IV Cilacap dilaksanakan
dalam beberapa tahap seperti tercantum pada tabel I.1.
Fuel Oil Complex I (FOC I) dibangun pada tahun 1974 dan selesai pada tahun
1976. Kilang ini dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij
(SIPM), sedangkan kontraktornya adalah Fluor Eastern Inc, dibantu oleh beberapa
sub kontraktor Indonesia dan asing. Pada awalnya, FOC I dirancang untuk
mengolah minyak mentah jenis Arabian Light Crude (ALC) dengan kapasitas
pengolahan 100.000 barrel per hari. Setelah Debottlenecking Project, FOC I
memiliki kapasitas pengolahan 118.000 barrel per hari dan juga digunakan
mengolah minyak mentah jenis Basrah Light Crude (BLC) dan Iranian Light
Crude(ILC). Fuel Oil Complex I (FOC I) yang terletak di area 10 terdiri dari unit–
unit proses sebagai berikut:

Fuel Oil Complex I (FOC I) dibangun pada tahun 1974 dan selesai pada
tahun 1976. Kilang ini dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij
(SIPM), sedangkan kontraktornya adalah Fluor Eastern Inc, dibantu oleh
beberapa sub kontraktor Indonesia dan asing. Pada awalnya, FOCI dirancang
unrtuk mengolah minyak mentah jenis Arabian Light Crude (ALC) dengan
kapasitas pengolahan 100.000 barrel per hari. Setelah Debottlenecking Project,
FOC I memiliki kapasitas pengolahan 118.000 barrel per hari atau 16.094 TPSD
dan juga digunakan mengolah minyak mentah jenis Basrah Light Crude (BLC) dan
Iranian Light Crude(ILC).

Fuel Oil Complex I (FOC I) yang terletak di area 10 terdiri dari unit–unit
proses sebagai berikut :

Unit ini berfungsi sebagai pemisahan awal crude oil sehingga diperoleh
fraksi-fraksi minyak untuk selanjutnya diolah lebih lanjut di unit yang lain. CDU I
dirancang untuk mengolah 16.094 ton/hari atau 118 MBSD. Jenis crude oil yang
digunakan adalah Arabian Light Crude (ALC), Basrah Light Crude (BLC), dan
Iranian Light Crude (ILC). Kandungan sulfur yang terdapat di dalam crude oil
adalah 1,88 %. Chemical injection yang digunakan dalam unit ini adalah soda
kaustik (NaOH), amonia (NH3), dan demulsifier.

Crude oil dipompa dari tangki penyimpanan menuju kolom distilasi


melalui jaringan penukar panas (digunakan untuk mengurangi beban
furnace). Jaringan penukar panas ini dilengkapi dengan desalter untuk
mengurangi kadar garam dalam crude oil. Crude dipanaskan lebih lanjut
pada furnace sehingga mencapai temperatur yang dikehendaki. Kemudian
crude oil diumpankan ke kolom distilasi. Di dalam kolom, crude oil
terpisah menjadi lima fraksiyaitu produk atas (yang terdiri dari naphtha
dan light tops), kerosene, LGO, HGO, dan long residue sebagai produk
bawah. Sebagian fraksi naphtha, kerosene, dan LGO dikembalikan lagi ke
kolom sebagai refluks.
Produk naphtha dari CDU ini digunakan sebagai umpan unit
Naphtha HydrotreaterI (NHT I) yang selanjutnya digunakan sebagai
umpan unit Platformer I. Produk kerosene diumpankan ke unit Merox,
sedangkan LGO dan HGO diumpankan ke Hydro Desulphurizer Unit I
(HDS I). Long Residue dikirim ke storage untuk diolah kembali di Lube
Oil Complex (LOC).

CDU dirancang untuk mengolah 16.094 ton/hari atau 118.000 BPSD ALC, atau
BLC atau ILC. Chemical injection yang digunakan dalam unit ini adalah soda kaustik
(NaOH), amonia (NH3), dan demulsifier.

Crude dipompa dari tangki menuju kolom distilasi, melalui jaringan


penukar panas (digunakan untuk mengurangi beban furnace) dengan memanaskan
crude dengan arus panas dari produk kolom. Jaringan penukar panas ini
dilengkapi dengan desalter untuk mengurangi kadar garam dalam crude.
Kemudian crude dipompa dari tangki menuju preflash column, sehingga uap
fraksi ringan terpisah dengan fraksiberatnya.
Crude oil dipompa dari tangki penyimpanan menuju kolom distilasi
melalui jaringan penukar panas (digunakan untuk mengurangi beban furnace)
dengan memanaskan crude oil dengan arus panas dari produk kolom. Jaringan
penukar panas ini dilengkapi dengan desalter untuk mengurangi kadar garam
dalam crude oil. Crude dipanaskan lebih lanjut pada furnace sehingga mencapai
temperatur yang dikehendaki. Kemudian crude oil diumpankan ke preflash
column, sehingga uap faksi tingan terpisah dengan fraksi beratnya. Di dalam
kolom, crude oil terpisah menjadi lima fraksi yaitu produk atas (yang terdiri dari
naphtha dan light tops), kerosene, LGO, HGO, dan long residue sebagai produk
bawah. Sebagian fraksi naphtha, kerosene, dan LGO dikembalikan lagi ke kolom
sebagai refluks.
Di dalam kolom, crude terpisah menjadi lima fraksi, yaitu produk atas
(yang terdiri dari naphtha dan light tops), kerosene, LGO, HGO, dan Long
Residue sebagai produk bawah. Cairan yang bergerak ke bawah dilucuti dengan
steam untuk mengambil produk atas yang terbawa arus itu. Sebagian fraksi
naphtha, kerosene, dan LGO dikembalikan lagi ke kolom sebagairefluks.

Produk naphtha dari CDU ini digunakan sebagai umpan unit Naphtha
Hydrotreater (NHT) yang selanjutnya digunakan sebagai umpan Platformer.
Produk kerosene diumpankan ke Merox Unit, sedangkan LGO diumpankan ke
Hydro Desulphurizer Unit (HDS). Long Residue dikirim ke storage untuk diolah
kembali di Lube Oil Complex (LOC).

Produk naphtha dari CDU ini digunakan sebagai umpan unit


Naphtha Hydrotreater I (NHT I) yang selanjutnya digunakan sebagai
umpan unit Platformer I. Produk kerosene diumpankan ke Merox Unit,
sedangkan LGO dan HGO diumpankan ke Hydro Desulphurizer Unit I
(HDS I). Long Residue dikirim ke storage untuk diolah kembali di Lube
Oil Complex (LOC).
Jenis Crude Kandungan Titik Didih (°C) Yield Berat (%)
Light Tops <150 16,8
Kerosene 150-221 13,2
Light Gas Oil (LGO) 221-271 8,4
Heavy Gas Oil (HGO) 271-364 17,6
A
Long Residue >364 44
L
C Wax 3
Sulfur 1,88
Garam (NaCl) 30 mg/L

Jenis Crude Kandungan Titik Didik (°C) Yield Berat (%)


ALC Light Tops <150 16,8
Kerosene 150-221 13,2
Light Gas Oil (LGO) 221-271 8,4
Heavy Gas Oil (HGO) 271-364 17,6
Long Residue >364 44
Wax 3
Sulfur 1,88
Garam (NaCl) 30 mg/L

Unit ini berfungsi untuk mengolah produk atas Crude Distilling


Unit I (Unit 11) dengan kapasitas 25.600 BPSD atau 2.805 ton/hari. Produk
dari unit ini digunakan sebagai umpan unit Platformer I (fraksi 60-150°C).
Proses yang digunakan adalah proses Shell Vapour Phase Hydrotreating
dengan menggunakan katalis Cobalt Moleebdenum dengan jenis Alumina
Extrude. Dalam unit ini terjadi penghilangan sulfur, oksigen, dan nitrogen
yang bisa meracuni katalis pada unit Platformer I. Sulfur yang terdapat
pada nafta (umumnya berbentuk thioles, merkaptan, dan sulfida)
direaksikan dengan hidrogen secara katalitik sehingga menjadi hidrogen
disulfida yang mudah dipisahkan dengan hidrokarbon.
Unit ini berfungsi mengolah hasil puncak crude distiller (Unit 11) dengan kapasitas 25.600 BPSD
atau 2.805 ton/hari. Produk dari unit ini digunakan sebagai umpan Platformer (fraksi 60-1500C).
Proses yang digunakan adalah proses “Shell Vapour Phase Hydrotreating”. Katalis yang
digunakan adalahCobalt Molebdenum dengan jenis Alumina “Extrude”. Dalam unit ini terjadi
penghilangan sulfur, oksigen, dan nitrogen yang bisa meracuni katalis pada unit Platformer.
Sulfur yang terdapat pada naphtha (umumnya berbentuk thioles, mercaptan, dan sulfida)
direaksikan dengan hidrogen secara katalitik sehingga menjadi hidrogen disulfida yang mudah
dipisahkan dengan hidrokarbon

Unit ini berfungsi untuk menghilangkan merkaptan pada


LGO dan HGO. Merkaptan direaksikan dengan hidrogen secara katalitik
sehingga menjadi hidrogen disulfida yang mudah dipisahkan dengan
hidrokarbon. Shell-Trickle Hydrodesulphurization Process merupakan
proses yang digunakan. H2S yang terbentuk dipisahkan dengan separator,
sedangkan cairannya dikenakan steam, lalu dikeringkan secara vakum
dengan ejector.

Unit ini berfungsi untuk menghilangkan mercaptan pada LGO dan HGO,
dengan mereaksikan mercaptan dengan hidrogen secara katalitik sehingga
menjadi hidrogen disulfida yang mudah dipisahkan dengan hidrokarbon. Proses
yang digunakan adalah “Shell-Trickle Hydrodesulphurization Process”. H2S yang
terbentuk dipisahkan dengan separator, sedangkan cairannya dilucuti dengan
steam, lalu dikeringkan secara vakum denganejector.

Unit ini berfungsi untuk menaikkan bilangan oktan nafta dari produk
Naphtha Hydrotreater Unit I/NHT I (Unit 12). Sebelum masuk unit Platformer I,
naftadikurangi kandungan sulfurnya di NHT I. Dalam unit ini, naftadikonversikan
dengan bantuan katalis.

Unit ini berfungsi untuk menaikkan bilangan oktan naphtha dari produk
Naphtha Hydrotreater Unit (Unit 12) dengan pengolahan 14.300 BPSD atau 1.650
ton/hari. Sebelum masuk unit Platformer I, naphtha dikurangi kandungan
sulfurnya hingga 0,5%wt ppm di NHT I. Dalam unit ini naphtha dikonversikan dengan
bantuan katalis. Reaksi yang terjadi antara lain:

 Dehydrogenation, pengambilan hidrogen dari naphtha untuk membentuk


senyawaaromatis.
 Hydrocracking, pemecahan molekul parafin rantai panjang menjadi parafin
pendek.
Fungsi dari unit ini adalah untuk memisahkan umpanLPG menjadi
LPG propane dan LPG butane.

Unit ini berfungsi memisahkan umpan LPG dari Platformer Unit menjadi LPG propane
dan LPG butane sehingga tidak memproduksi LPG untuk dipasarkan. Kapasitas unit ini
sebesar 7 ton/hari, dengan dua kali produksi dapat mencukupi kebutuhan bahan bakar
Lube Oil Complex dalam satu bulan.

Unit ini berfungsi untuk mengolah kerosene sehingga didapatkan


kerosene dengan smoke point yang memenuhi spesifikasi aviation turbine
fuel (avtur). Pada unit ini, terjadi proses pemisahan merkaptan yang korosif
dan kerosene dengan cara mengubah merkaptan menjadi disulfida yang
tidak korosif. Proses yang digunakan adalah oksidasi katalitik, yaitu
dengan menginjeksikan udara ke dalam reaktor. Proses ini menggunakan
katalis Iron Group Metal Chelate dalam suasana basa. Kapasitas
pengolahan unit ini sebesar 16.900 BPSD atau 2.119 ton/hari.

Merox Treater Unit berfungsi untuk mengolah kerosene sehingga


didapatkan kerosene dengan smoke point dengan spesifikasi tertentu. Salah satu
cara adalah dengan menginjeksikan Anti Static Additive (ASA) selama pengaliran
ke penimbunan. Kapasitas pengolahan unit ini sebesar 16.900 BPSD atau 2.119
ton/hari.

Pada unit ini terjadi proses pemisahan mercaptan yang korosif dan
kerosene dengan cara mengubah mercaptan menjadi disulfida yang tidak korosif
dengan cara oksidasi katalitik, yaitu dengan menginjeksikan udara ke dalam
reaktor. Proses ini menggunakan katalis “Iron Group Metal Chelate” dalam
suasana basa. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan kerosene yang memenuhi
spesifikasi aviation turbine fuel (avtur).
Unit ini berfungsi untuk membersihkan air buangan dari Crude Distiling Unit,
Hydrodesulfurizer Unit, dan unit lain yang masih banyak mengandung amoniak, sulfida
dan kotoran-kotoran lain berupa sisa-sisa minyak sehingga apabila langsung dibuang akan
memberikan bau dan mengakibatkan terjadinya polusi air.Pada proses pembersihan air ini
digunakan LP steam sebagai separating agent (zat pembersih) di dalam packed colomn.
Hasil atas yang berupa uap/gas sebagai bahan bakar pada crude heater, sedang airnya
dikirim ke Corrugated Plate Interceptor (CPI) untuk mengambil minyak yang masih
terikat

PT. Pertamina Ru IV Cilacap terletak di Jalan M. T. Haryono, Desa Lomanis, Kecamatan


Cilacap Tengah, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Refinery Unit IV dibangun di
Cilacap dengan luas area 536,71 ha. Dipilihnya Cilacap sebagai lokasi kilang didasarkan
pada pertimbangan sebagai berikut:

1. Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa konsumsi terbesar adalah penduduk


Pulau Jawa.
2. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal karena lautnya cukup dalam
dan tenang karena terlindungi Pulau Nusakambangan.
3. Terdapatnya jaringan pipa Maos-Yogyakarta dan Cilacap-Padalarang, sehingga
penyaluran bahan bakar minyak lebih mudah.
4. Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh pemerintah sebagai pusat
pengembangan produksi untuk wilayah Jawa bagian selatan.

1. Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa konsumsi terbesar adalah penduduk Pulau Jawa.
2. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal karena lautnya cukup dalam dan
tenang karena terlindungi Pulau Nusakambangan.
3. Terdapatnya jaringan pipa Maos-Yogyakarta dan Cilacap-Padalarang, sehingga penyaluran
bahan bakar minyak lebih mudah.
Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh pemerintah sebagai pusat pengembangan
produksi untuk wilayah Jawa bagian selatan
Strea SPO LMO MMO DAO
m
Feed Intake (ton/hari) 555 515 573 478
Solvent Ratio 2,2 4,2 3,5 4,5
Raffinate Output (%) 60 60 45 58
Extract Output (%) 40 40 55 42

Stream SPO LMO MMO DAO

Feed Intake (ton/hari) 555 515 573 478

Solvent Ratio 2,2 4,2 3,5 4,5

Raffinate Output (%) 60 60 45 58

Extract Output (%) 40 40 55 42

Stream HVI 60 HVI 95 HVI 160 HVI


650
Dewaxing Oil (ton/hari) 264 298 283 213

Feed Intake (ton/hari) 339 372 377 266

Slack Oil (ton/hari) 339-264 372-298 377-283 266-


213

Tujuan dari unit ini adalah untuk mengurangi kandungan sulfur yang berasal dari hasil bawah
debutanizer dan meminimasi berkurangnya angka oktan.
1) Selective Hydrogenation Unit (SHU) dan Splitter digunakan untuk mengkonversi dan
proses sweetening.
2) Selective Hydro-desulfurizer Unit dan Stabilizer digunakan untuk menghilangkan sulfur
pada gasoline.

Anda mungkin juga menyukai