Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN

ASMA BRONKHIAL

I. DEFINISI ASMA BRONKHIAL


1. Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan
berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktifitas bronkus dalam
berbagai tingkat obstruksi jalan napas dan gejala pernapasan (mengi dan
sesak). Obstruksi jalan napas pada umumnya bersifat reversible, tergatung
berat dan lamanya penyakit. ( Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid I)

2. Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik :


- Obstruksi jalan napas yang reversible, baik secara spontan maupun dengan
pengobatan.
- Inflamasi saluran napas.
- Peningkatan respon saluran napas terhadap berbagai rangsangan.
(Buku Ajar Ilmu Berbagai Penyakit Dalam, jilid II edisi 3)

3. Asma adalah keadaan klinik yang ditandai oleh masa penyempitan


bronkus reversible, dipisahkan oleh masa, dimana ventilasi mendekati
keadaan normal. Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas
pada bronkus dan terdiri dari spasme otot polos, udem mukosa, dan
hipersekresi mukus kental. Mobilisasi sekret pada lumen dihambat oleh
penyempitan saluran udara dan pengelupasan sel epitel berilia yang dalam
keadaan normal dapat membantu membersihkan mukus.

II. ETIOLOGI
Faktor ekstrinsik dan intrinsik
a. Faktor ekstrinsik (alergik)
Asma alergik biasanya terjadi pada anak-anak. Meknisme serangannya
melalui reaksi alergik tipe I terhadap alergen. Misalnya sajadirangsang oleh

1
antigen lingkungan seperti debu, maknan, kabut tebal, asap, perubahan suhu,
kelembapan serta bau-bauan yang kuat. Selain itu zat kimia (histamin,
metakulen) dan fisis (egiatan jasmani), juga merangsang serangan pada
penderita asma.

b. Faktor intrinsik (non alergik)


Tidak ditemukan tanda-tanda reaksi hipersensitivitas terhadap alergan.
Berbagai keadaan yang dapat meningkatkan hipersensitifitas saluran napas
antara lain :
- Gangguan intrinsik
 Otot polos saluran napas dan hipertropi otot polos pada saluran napas
diduga dapat menyebabkan hipereaktivitas saluran napas.
- Mekanisme neurologis
 Pada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf parasimpatis.
- Inflamasi saluran napas
 Sel-sel inflamasi serta mediator kimia yang dikeluarkan terbuki
berkaitan erat dengan asma dan hiperreaktivitas saluran napas.

2
II. PATOFISIOLOGI
ASMA BRONKHIAL

Faktor ekstrisik (alergik) Faktor intrinsik

Kegiatan jasmani (fisis) Debu / iritasi


aktivitas berlebihan
Gangguan syaraf otonom
Pengeluaran mediator-mediator
Peningkatan kebutuhan energi inflamasi oleh sel T
 respon syaraf
parasimpatis
 kebutuhan O2  permeabilitas dinding vaskuler
 kebutuhan CO2
 kontriksi bronkus
Edema saluran napas

1.gangguan ventilasi Gangguan pola Hipertropi otot polos


2. distribusi ventilasi yang tidak merata  sekresi mukus nafas b.d  bronkus
dengan sirkulasi darah paru sekresi mukus
3. gangguan difusi di tingkat alveoli
Obstruksi jalan

Tanda-tanda :
kerusakan Ketidakefektivan - batuk produktif
1. hipoksemia pertukaran gas b.d kebersihan jalan napas - dispnea
2. hiperkapne obstruksi jalan napas - bising mengi
n - napas dada sering,
Pola napas tidak efektif dada sering tertekan

Gangguan pola tidur b.d kurang pengetahuan


- hipoksemia
- hiperkapnen

3
III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Routgen Thorax
- Hiperinflasi paru, mendatarnya diafragma
- Hasil normal selama periode remisi
b. Test Fungsi Paru
- Menentukan penyebab dispnea
- Adanya obstruksi atau restriksi
c. TLC
- Peningkatan pada luasnya bronkitis
d. Kapasitas Inspirasi
- Menurun pada emfisema
e. FEV / FVC : Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat
f. GDA
- Pa O2 menurun
- Pa CO2 normal atau meningkat (Pa CO2  45 mmHg)
g. Pemeriksaan Sputum
- Terutama ensinofil spiral Chrusman dan Caneot Jeyden
h. EKG
- Defisiasi aksis kanan dan peninggian gelombang P

IV. PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Data dasar pengkajian antara lain :
 Aktivitas / Istirahat
- Gejala : keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari, ketidakmampuan untuk tidur dalam posisi
fowler, dispnea saat istirahat.
- Tanda : keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum
 Sirkulasi
- Gejala : pembengkakan pada ekstremitas bawah

4
- Tanda : peningkatan TD, takikardi, disritmia, distensi vena leher, BJ redup,
warna kulit / membran mukosa normal / abu-abu, sianosis, kuku
tabuh dan sianosis perifer, pucat anemia
 Integritas ego
- Gejala : peningkatan faktor resiko, perubahn pola hidup
- Tanda : ansietas, ketakutan, peka rangsang
 Makanan dan cairan
- Gejala : ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan,
penurunan BB
- Tanda : turgor kulit jelek, edema, berkeringat, penurunan BB, penurunan
massa otot, hepatomegli
 Higiene
- Gejala : penurunan kemampuan, peningkatan kebutuhan bantuan ADL
- Tanda : kebersihan jelek, badan berbu
 Pernpasan
- Gejala : 1. Napas pendek bila bekerja, dada terasa tertekan, tidak mampu
untuk bernapas.
2. Episode batuk hilang timbul.
3. Riwayat pneumoni berulang, terpanjang pada polusi kimi / iritan
pernapasan dalam jangka waktu panjang (debu).
4. Penggunaan O2 pada malam hari terus menerus.
- Tanda : 1. Pernapasan cepat, lambat, fase ekspirasi memanjang, bernapas
dengan mulut.
2. Penggunaan otot bantu pernapasan.
3. Dada hiperinflasi, gerakan diafragma minimal
4. Auskultasi : pola ekspirasi yang memanjang, wheezing yang
menyeluruh, bunyi napas melemah.
5. Perkusi : pekak, kesulitan bicara
6. Warna : pucat, sianosis bibir dan dasar kuku, abu-abu, warna
merah meskipun pertukaran gas tidak normal, RR cepat.

5
 Keamanan
- Gejala : riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat / faktor lingkungan,
adanya infeksi berulang, kemerahan
 Seksualitas
- Gejala : penurunan libido
 Interaksi sosial
- Gejala : hubungan ketergntungan, kurang sistem pendukung, kegagalan
dukungan dari / terhadap pasangan terdekat, penyakit lama atau
ketidakmampuan membaik.
- Tanda : ketidakmampuan untuk mmpertahankan suara, keterbatasan
mobilitas fisik
 Psikologi
- Gejala : sulit bernapas, sulit tidur
- Tanda : sikap / respon individu terhadap sakit : ters, cemas. Misalnya
menarik diri, diam, apatis, murung.

V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan pertukaran gas b.d obstruksi jalan
napas
2. Perubahan pola tidur b.d hipoxemia dan
hiperkapneu
3. Gangguan pola napas b.d peningkatan sekresi
mukus
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit b.d
kurang terpaparnya informasi

6
7
VI. RENCANA TINDAKAN

Diagnosa Tujuan dan


No Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria
1. Kerusakan Setelah diadakan - kaji frekuensi kedalaman - berguna dalam evaluasi derajat distres dan kronisnya
pertukaran gas upaya perawatan, pernapasan proses penyakit
b.d obstruksi pasien dapat - tinggikan kepala tempat - pengiriman O2 dapat diperbaiki dengan posisi duduk
jalan napas memperbaiki tidur, bantu pasien memilih tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan
upaya ventilasi dan posisi yang mudah untuk napas, dispnea dan kerja napas
oksigenasi dengan bernapas - kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber
kriteria hasil : - dorong pasien untuk utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil
- GDA mengeluarkan sputum - perumusan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan
normal dan - palpasi fremitus cairan atau udara terjebak
bebas gejala - gelisah dan anseitas adalah manifestasi umum
distres - awasi tingkat kesadaran hipoksia
pernapasan mental - takikardi, disritmia, dan perubahan TD dapat
- awasi TTV dan irama menunjukkan efek hipoksemia dan sistemik pada fungsi
jantung jantung

**Kolaborasi** - P O2 biasanya , P O2  sehingga hipoksia terjadi


- awasi / gambarkan seri dengan derajat lebih kecil / lebih besar
GDA - Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya
hipoksia
- berikan O2 tambahan sesuai
indikasi l GDA dan toleransi px

4
Diagnosa Tujuan dan
No Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria

5
2. Gangguan pola Menunjukkan pola - kaji frekuensi dan - kecepatan biasanya meningkat, dispnea dan terjadi
napas b.d napas efektif kedalaman pernapasan, catat peningkatan kerja napas
peningkatan dengan frekuensi upaya pernapasan termasuk
sekresi mukus dan kedalaman penggunaan alat bantu /
dalam rentang pelebaran nasal
normal dan paru - auskultasi bunyi napas dan - bunyi napas menurun / tidak ada bila jalan napas
bersih catat dengan adanya bunyi napas obstruksi sekunder terhadap pendarahan, bekuan atau
adventisius seperti mengi, kolaps
kreleks gerakan pleural
- tinggikan kepala dan bantu
mengubah posisi - duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
- observasi pada batuk dan memudahkan pernapasan
karakter sekret - kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering / iritasi
- bantu px napas dalam dan
latihan batuk - dapat meningkatkan sputum dimana gangguan
**kolaborasi** ventilasi dan ditambah ketidaknyamanan upaya bernapas
- berikan O2 tambahan
- berikan humidikasi - memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja
tambahan, misal nebulizer napas
- bantu fisioterapi dada - memberikan kelembapan pada membran mukosa dan
mengencerkan sekret untuk memudahkan pembersihan
- memudahkan upaya napas dalam dan meningkatkan
drainase sekret dari segmen paru ke dalam bronkus dan
dapat lebih mempercepat pembuangan sekret

6
Diagnosa Tujuan dan
No Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria
- siapkan bronkoskopi - kadang berguna untuk membuang bekuan
darah dan membersihkan jalan napas

3. Gangguan pola Klien akan terbebas - kurangi kebisingan - mengurangi rasa tidak nyaman px agar bisa
tidur b.d dari gangguan tidur - atur prosedur pemberian tidur
hipoksemia dengan ditandai jumlah gangguan terkecil selama - gangguan pada saat klien tidur menyebabkan
dan terpenuhinya tidur klien mengalami kesulitan untuk memulai tidur
hiperkapnen kebutuhan tidur - jika berkemih sepanjang lagi
pasien malam mengganggu, batasi - dengan membatasi masukan cairan maka
masukan cairan waktu malam dan frekuensi berkemih akan berkurang dan tidur
berkemih sebelum berbaring pasien tidak akan banyak tegangan
- tetapkan bersama individu
suatu jadwal untuk program - dengan adanya jadwal beraktifitas akan
aktivitas sepanjang waktu membuat perasaan klien segar sehingga tidur tidak
- jelaskan kepada individu dan terganggu karena adanya perasaan kurang enak
orang terdekat penyebab - alkohol mempunyai efek negatif. Dengan
gangguan tidur / istirahat dan waktu tidur dan waktu bangun yang disertai
kemungkinan menghindarinya : relaksasi sebelum tudur dapat meningkatkan
1. hindari alkohol kenyamanan
2. pertahankan waktu tidur dan
waktu bangun tidur teratur
3. menyusun rutinitas relaksasi
untuk persiapan tidur

7
Diagnosa III. Tujuan
No IV. Intervensi Rasional
Keperawatan dan Kriteria
4. Kurangnya - pemahaman - jelaskan penjelasan proses - menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan
pengetahuan kondisi / proses penyakit individu perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan
tentang penyakit dan - instruksikan raional untuk - napas bibir dan abdominal menguatkan otot
penyakit b.d tindakan latihan napas, batuk efektif dan pernapasan, membantu meminimalkan kolaps jalan napas
kurang - melaksanak latihan kondisi umum kecil dan memberikan individu arti untuk mengontrol
terpaparnya an perubahan pola - diskusikan pentingnya dispnea
informasi hidup dan menghindari orang yang sedang - menurunkan pemanjaan dan insiden mendapatkan
berpartisipasi mengalami infeksi pernapasan infeksi saluran napas atas
dalam progaram aktif
pengobatan - diskusikan faktor individu
yang dapat meningkatkan - faktor lingkungan ini dapat menimbulkan iritasi
kondisi brokhial, menimbulkan peningkatan produksi sekret dan
hambatan jalan napas
- diskusikan pentingnya - pengawasan proses penyakit untuk membuat
mengikuti perawatan medik, foto program terapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan
dada periodik dan kultur sputum dapat mencegah komplikasi
- berikan informasi tentang - mempunyai pengetahuan ini dapat memampukan
pembatasan aktivitas dan pasien untuk membuat pilihan / keputusan informasi untuk
aktivitas pilihan dengan periode menurunkan ipnea, memaksimalkan tingkat aktivitas,
istirahat untuk mencegah melakukan aktivitas yang diinginkan dan mencegah
kelemahan komplikasi

8
DAFTAR PUSTAKA

Fakultas Kedokteran UI. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Jakarta: Midia
Aeskulapius.

Doengos, M. Frances, M. Gellistes. 200. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.


Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

4
11

Anda mungkin juga menyukai