Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
CEDERA KEPALA
OLEH :
NI MADE WHASU PRAMESTI
NIM. P07120319094
Jadi dapat disimpulkan bahwa cedera kepala adalah suatu trauma pada kepala
(kulit kepala, tulang tengkorak, jaringan otak) yang disebabkan adanya trauma pada
kepala baik secara langsung maupun tidak langsung disertai atau tanpa perdarahan
yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi neurologis, fisik, kognitif,
psikososial, bersifat temporer atau permanen
2. Etiologi
Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut:
a. Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor bertabrakan
dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan
atau kecederaan kepada pengguna jalan raya.
b. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke
bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun
maupun sesudah sampai ke tanah.
c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain,
atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara
paksaan).
e. Berdasarkan morfologi
1) Fraktur tengkorak
a) Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit.
b) Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa
depresi, distorsi dan ‘splintering’.
c) Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak.
d) Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak.
Selain retak terdapat juga hematoma subdural
2) Lesi intracranial
Fokal diakibatkan dari kerusakan local yang meliputi konsio serebral dan
hematom serebal, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh
perluasan masa lesi, pergeseran otak.
Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.
3) Cedera otak
a) Commotio cerebri (gegar otak)
Commotio cerebri (gegar otak) adalah cidera otak ringan karena
terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi pingsan < 10
menit. Dapat terjadi gangguan yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat
berupa sakit kepala, mual, muntah, dan pusing. Pada waktu sadar
kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia
antegrad), tetapi biasanya korban/pasien tidak diingatnya pula sebelum
dan sesudah cidera (amnezia retrograddan antegrad).
b) Contusio cerebri (memar otak)
Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya pembuluh darah
kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama denganrusaknya jaringan
saraf/otak di daerah sekitarnya. Di antara yang paling sering terjadi
adalah kelumpuhan n. Facialis atau n.hypoglossus, gangguan bicara,
yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada
kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak
encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak
pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan
sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian
takikardia, meningginya suhu badan, muka merah, keringat profus, serta
kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan (decebracio
rigiditas).
4) Perdarahan intrakranial
a) Hematoma epidural
Hematoma epidural sering terjadi di daerah parietotemporal akibat
robekan arterial mengineal media. Tanda dan gejala tampak bervariasi,
penderita hematoepidural yang khas memiliki riwayat cedera kepala
dengan periode tidak sadar dalam jangka waktu pendek, diikuti periode
lusid.
b) Hematoma subdural
Pada umumnya hematoma subdural berasal dari vena. Hematoma ini
timbul akibat ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural.
Hematoma subdural dibagi lagi menjadi tipe akut, subakut dan kronik
yang memiliki gejala dan prognosis yang berbeda-beda.
Hematoma subdural akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik yang
penting dan serius dalam 24-48 jam setelah cedera. Hematoma
subdural akut terjadi pada pasien yang meminum obat antikoagulan
terus menerus yang tampaknya mengalami trauma kepala minor dan
sering kali berkaitan dengan cedera deselerasi akibat kecelakaan
bermotor. Defisit neurologik progresif disebabkan oleh tekanan
pada jaringan otak dan herniasi batang otak ke dalam foramen
magnum yang selanjutnya menimbulkan tekanan. Keadaan ini cepat
menimbulkan henti nafas dan hilangnya kontrol atas denyut nadi
dan tekanan darah.
Hematoma subdural subakut
Hematoma subdural subakut menyebabkan defisit neurologik
bermakna dalam jangka waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2
minggu setelah cedera. Hematoma ini disebabkan oleh pendarahan
vena kedalam ruang subdural. Riwayat klinis yang khas pada
penderita ini adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan
ketidakkesadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik
yang bertahap.
Hematoma subdural kronik
Trauma otak yang menjadi penyebab dapat sangat sepele atau
terlupakan dan sering kali akibat cedera ringan. Tanda dan gejala
dari hematoma subdural kronik biasanya tidak spesifik, tidak
terlokalisasi dan dapat disebabkan oleh banyak proses penyakit lain.
c) Hematoma subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh
darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang
hebat. Tanda dan gejala: nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese,
dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.
d) Hematoma intracerebralis
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks
yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan
otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah
juga karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga
terjadilah subduralis haematoma.
4. Manifestasi Klinis
a) Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak tegap,
kehilangan tonus otot.
b) Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).
c) Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
d) Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami ganggua fungsi.
e) Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur, disfagia)
f) Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau
tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris)
deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan
seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, refleks
tendon tidak ada atau lemah, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan
gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh.
g) Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa
beristirahat, merintih.
h) Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
i) Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan
warna, adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (css), gangguan
kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh.
j) Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang – ulang.
k) Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
l) Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan impulsif.
m) Mual, muntah, mengalami perubahan selera.
n) Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus,kehilangan pendengaran. Perubahan dalam penglihatan,seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia,
gangguan pengecapan dan penciuman.
o) Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
p) Trauma baru atau trauma karena kecelakaan
q) Pada kontusio, segera terjadi kehilangan kesadaran, pada hematoma, kesadaran
mungkin hilang, atau bertahap sering dengan membesarnya hematoma atau
edema intestisium.
r) Respon pupil mungkin lenyap atau segera progresif memburuk.
s) Perubahan prilaku, kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik timbul dengan segera atau secara lambat.
t) Hematoma epidural dimanifestasikan dengan awitan yang cepat. Hematoma ini
mengancam hidup dan dikarakteristikkan dengan detoriorasi yang cepat, sakit
kepala, kejang, koma dan hernia otak dengan kompresi pada batang otak.
u) Hematoma subdural terjadi dalam 48 jam cedera dan dikarakteristikkan dengan
sakit kepala, agitasi, konfusi, mengantuk berat, penurunan tingkat kesadaran,
dan peningkatan tik. Hematoma subdural kronis juga dapat terjadi (price dan
wilson, 2006).
5. Pathway
6. Patofisiologi
Cedera kepala dapat terjadi karena cedera kulit kepala, tulang kepala,
jaringan otak, baik terpisah maupun seluruh. Faktor yang mempengaruhi cedera
kepala adalah lokasi dan arah dari penyebab benturan, kecepatan kekuatan yang
datang, permukaan dan kekuatan yang menimpa, kondisi kepala ketika mendapat
benturan (Price dan Wilson, 2006).
Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus durameter) atau truma
tertutup (trauma tumpul tanpa penetrasi menembus durameter). Cedera kepala
terbuka memungkinkan patogen lingkungan memiliki akses langsung ke otak. Pada
kedua jenis cedera kepala akan terjadi kerusakan apabila pembuluh darah dan sel
glia dan neuron hancur. Kerusakan otak akan timbul apabila terjadi perdarahan dan
peradangan yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Corwin, 2001:
175).
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu
cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala
sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung
kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan
kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan
contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang
tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan
dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-
deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar
saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan
otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan
intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur
permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(contrecoup).
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansia alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibatnya, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
cerebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. (Hudak dan
Gallo, 1996: 226).
Cedera kepala dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun penyebab
terseringnya adalah kecelakaan seperti kecelakaan lalu lintas. Jika hal tersebut
terjadi, akan mengakibatkan terjadinya trauma pada kepala sehingga dapat
menimbulkan perdarahan, baik perdarahan intrakranial maupun perdarahan
ekstrakranial. Perdarahan intrakranial dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
TIK, akibat yang ditimbulkan yaitu sakit kepala hebat dan menekan pusat reflek
muntah di medulla yang mengakibatkan terjadinya muntah proyektil sehingga tidak
terjadi keseimbangan antara intake dengan output. Selain itu peningkatan TIK juga
dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran dan aliran darah otak menurun.
Jika aliran darah otak menurun maka akan terjadi hipoksia yang menyebabkan
disfungsi serebral sehingga koordinasi motorik terganggu. Disamping itu hipoksia
juga dapat menyebabkan terjadinya sesak nafas.
Pendarahan ekstrakranial dibagi menjadi dua yaitu perdarahan terbuka dan
tertutup. Perdarahan terbuka (robek dan lecet) merangsang pelepasan mediator
histamin, bradikinin, prostaglandin yang merangsang stimulus nyeri kemudian
diteruskan nervus aferen ke spinoptalamus menuju ke kortek serebri sampai nervus
eferen sehingga akan timbul rasa nyeri. Jika perdarahan terbuka (robek dan lecet)
mengalami kontak dengan benda asing akan memudahkan terjadinya infeksi bakteri
pathogen. Sedangkan perdarahan tertutup hampir sama dengan perdarahan terbuka
yaitu dapat menimbulkan rasa nyeri pada kulit kepala.
7. Komplikasi
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi
ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini
penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki
vegetative state atau mati penderita pada masa vegetative statesering membuka
matanya dan mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun
demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan
sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang
sembuh.
b. Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya
sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian,
keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.
c. Infeksi
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena
keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain.
d. Kerusakan saraf
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus
facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari
saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan
ganda.
e. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat
mengalami masalah kesadaran.
f. Komplikasi lain :
Kejang
Pneumonia
Perdarahan gastrointestinal
Distrimia jantung
Hidrochepalus
Kerusakan control respirasi
Inkotinensia bladder dan bowel
Kebocoran
Liquor cerebro spinal.
Edema pulmonal
Bocornya lcs
gangguan mobilisasi
Hipovolemia
hiperthermia
Infeksi
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
AGD : untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi
perdarahan subarakhnoid.
Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan
dalam peningkatan tik atau perubahan mental.
b. Radiology
CT-Scan (tanpa atau dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
MRI : sama dengan CT-Scan
Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma.
EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
Sinar-X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan) adanya fragmen
tulang.
Baer : mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
Pet : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
Screen toxicology : untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat
sehingga menyebabkan penurunan kesadan.
Myelogram : dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan
dari spinal aracknoid jika dicurigai.
Thorax X-Ray :untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
c. Fungsi lumbal : CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub
arakhnoid.
d. Abgs: mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial, screen toxicologi: untuk
mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadan.
e. Pemeriksaan fungsi pernafasan: mengukur volume maksimal dari inspirasi dan
ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat
pernafasan (medulla oblongata).
9. Penatalaksaan Medis
a. Penatalaksanaan
Kontusio ringan atau sedang biasanya diterapi dengan observasi dan tirah
baring.
Dilakukan pembersihan/debridement dan sel-sel yang mati (secara bedah
terutama pada cedera kepala terbuka)
Dilakukan ventilasi mekanis
Untuk cedera kepala terbuka diperlukan antibiotika
Dilakukan metode-metode untuk menurunkan tekanan intrakranial
termasuk pemberian diuretik dan anti inflamasi
Meningkatkan pencegahan terutama jatuh, dorong untuk menggunakan alat
pengaman seperti helm,sabuk pengaman
Lakukan pengkajian neurologik
a. Fungsi serebral ( kesadaran, orientasi, memori, bicara )
b. TTV ( TD, nadi)
c. Pupil (isokor, anisokor)
d. Fungsi motorik dan sensorik
Kaji adanya cedera lain, terutama cedera servikal. Jangan memindahkan
anak sampai kemungkinan cedera servikal telah disingkirkan/ditangani.
Tinggikan kepala tempat tidur sampai 30 derajat jika tidak terdapat cedera
servikal.
Pantau adanya komplikasi
1. Pantau TTV dan status neurologist dengan sering
2. Periksa adanya peningkatan TIK
3. Periksa adanya drainase dari hidung dan telinga.
b. Pengobatan
1. Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita agar tetap
normovolemik. Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebih.
Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat menyebabkan
hyperglikemia yang berakibat buruk pada otak yang cedera. Cairan yang
dianjurkan untuk resusitasi adalah nacl 0,9 % atau RL. Kadar natrium harus
dipertahankan dalam batas normal, keadaan hyponatremia menimbulkan
odema otak dan harus dicegah dan diobati.
2. Tindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati, hiperventilasi
dapat menurunkan PCO2 sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah otak. Hiperventilasi yang lama dan cepat menyebabkan iskemia otak
karena perfusi otak menurun PCO2 < 25 mmHg, hiperventilasi harus
dicegah. Pertahankan level PCO2 pada 25 – 30 mmHg bila TIK tinggi.
3. Manitol diberikan dengan dosis 1 gram/kgBB bolus IV. Indikasi penderita
koma yang semula reaksi cahaya pupilnya normal, kemudian terjadi dilatasi
pupil dengan atau tanpa hemiparesis. Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada
penderita hypotensi karena akan memperberat hypovolemia.
4. Barbiturat bermanfaat untuk menurunkan TIK. Tidak boleh diberikan bila
terdapat hypotensi dan fase akut resusitasi, karena barbiturat dapat
menurunkan tekanan darah.
5. Dapat diberikan alkaloid ergot (ergonovino) sebagai profilaksis.
6. Dapat diberikan phenothiazine.
7. Amitriptilin dan propanol untuk mengendalikan kecemasan yang berlebihan.
8. Menggunakan ergonovine amitriptilin dan propanol pada 100 pasien, 19
diperoleh perbaikan yang nyata, 24 perbaikan sedang dan sisanya hanya
sedikit perbaikan atau tidak ada perubahan. Pemberian analgesic dapat
mendukung, namun harus dibatasi penggunaan hariannya.
9. Endemelasin (15 – 250 mg/hari) dan naproxen (1000 – 1500 mg/hari)
berguna untuk menghindari ketergantungan terhadap analgesik.
10. Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis yang akurat,
dapat memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi terjadinya reaksi
peroksidasi lipid. Dengan kata lain, metilprednisolon bekerja dengan cara:
Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid dan
komponen membran lain dari kerusakan.
Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.
Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.
Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.
Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.
Menghambat pelepasan asam arakhidonat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( cedera trauma) ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi/kongnitif,
terapi pembatasan kewaspadaan keamanan mis tirah baring, immobilisasi
c. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia, gangguan neurologis
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
ditandai dengan dispnea
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perubahan kadar
elektrolit serum (muntah)
f. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan trauma jaringan otak
g. Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma, riwayat jatuh
h. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan
ruang untuk perfusi serebral, sumbatan aliran darah serebral
i. Resiko infeksi
j. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, gelisah,
involunter dan kejang
k. Ansietas
3. Intervensi
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi
Hasil
1 Nyeri Akut NOC : NIC :
Definisi :Pengalaman sensori dan emosional Pain level 1. Lakukan pengkajian
yang tidak menyenangkan yang muncul akibat Pain control nyeri secara
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial Comfort level komprehensif termasuk
atau digambarkan dalam hal kerusakan lokasi, karakteristik,
sedemikian rupa (International Association for Setelah dilakukan furasi, frekuensi, kualitas
the Study of Pain), awitan yang tiba-tiba atau tindakan keperawatan dan faktor presipitasi
lambat dari intensitas ringan hingga berat selama ... x 24 jam. 2. Observasi reaksi
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau Pasien tidak nonverbal dari
diprediksi dan berlangsung < 6 bulan. mengalami nyeri, ketidaknyamanan
Batasan Karakteristik dengan : 3. Bantu pasien dan
1. Perubahan selera makan Kriteria Hasil keluarga untuk mrncari
2. Perubahan tekanan darah 1. Mampu dan menemukan
3. Perubahan frekuensi jantung mengontrol nyeri dukungan
4. Perubahan frekuensi pernapasan (tahu penyebab 4. Kontrol lingkungan yang
5. Laporan isyarat nyer, mampu dapat mempengaruhi
6. Diafroesis menggunakan nyeri seperti suhu
7. Perilaku distraksi (mis, berjalan modar teknik rungan, pencahayaan dan
mandir, mencari orang lain dan/atau nonfarmakologi kebisingan
aktivitas lain, aktivitas yang berulang) untuk mengurangi 5. Kurangi faktor presipitasi
8. Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, nyeri, mencari nyeri
merengek, menangis, waspada, iritabilitas, bantuan) 6. Kaji tipe dan sumber
mendesah) 2. Melaporkan nyeri untuk menentukan
9. Masker wajah (mis, mata kurang bahwa nyeri intervensi
bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berkurang dnegan 7. Ajarkan tentang teknik
berpencar atau tetap pada satu fokus, menggunakan non farmakologi : napas
meringis) manajemen nyeri dala, relaksasi, distraksi,
10. Sikap melindungi are nyeri 3. Mampu kompres hangat/dingin
11. Fokus menyempit (mis,gangguan persepsi mengenali nyeri 8. Berikan informasi
nyeri, hambatan proses berpikir, penurunan (skala, intensitas, tentang nyeri seperti
interaksi dengan orang dan lingkungan) frekuensi dan penyebab nyeri, berapa
12. Indikasi nyeri yang dapat diamati tanda nyeri) lama nyeri akan
13. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri 4. Menyatakan rasa berkurang dan antisipasi
14. Sikap tubuh melindungi nyaman setelah ketidaknyamanan dari
15. Dilatasi pupil nyeri berkurang prosedur
16. Melaporkan nyeri secara verbal 5. Tanda vital dalam 9. Monitor vital sign
17. Fokus pada diri sendiri rentang normal sebelum dan sesudah
18. Gangguan tidur 6. Tidak mengalami pemberian analgesik
Faktor yang Berhubungan gangguan tidur
1.Agens cedera (mis.,biologis, zat kimia, fisik,
psikologis)
2 Hambatan Mobilitas Fisik NOC NIC
Definisi : Keterbatasan pada pergerakan fisik Join Exercise Therapy :
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara Movment : Ambulantion
mandiri dan terarah Active 1. Monitoring vital
Batasan Karakteristik: Mobility sign sebelum dan
1. Penurunan waktu reaksi Level sesudah latihan dan
2. Kesulitan membolak-balik posisi Self care : lihat respon pasien
3. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti ADLs saat latihan
pergerakan (mis: meningkatkan perhatian Transfer 2. Konsultasikan
pada aktivitas orang lain, mengendalikan performance dengan terapi fisik
perilaku, focus pada ketunadayaan/aktivitasSetelah dilakukan tentang rencana
sebelum sakit) tindakan ambulansi sesuai
4. Dispnea setelah beraktivitas keperawatan dengan kebutuhan
5. Perubahan cara berjalan selama ... x 24 3. Bantu klien untuk
6. Gerakkan bergetar jam. Pasien tidak menggunakan
7. Keterbatasan kemampuan melakukan mengalami tongkat saat berjalan
keterampilan motorik halus hambatan dan cegah terhadap
8. Keterbatan kemampuan melakukan mobilitas fisik, cedera
keterampilan motorik kasar dengan 4. Ajarkan pasien atau
9. Keterbatasan rentang pergerakan sendi Kriteria Hasil: tenaga kesehatan
10. Tremor akibat pergerakan 1. Klien lain tentang teknik
11. Ketidakstabilan postur meningkat ambulansi
12. Pergerakan lambat dalam 5. Kaji kemampuan
13. Pergerakan tidak terkoordinasi aktivitas fisik pasien dalam
2. Mengerti mobilisasi
Faktor yang berhubungan tujuan dari 6. Latih pasien dalam
1. Intoleransi aktivitas peningkatan pemenuhan
2. Perubahan metabolisme selular mobilitas kebutuhan ADLs
3. Ansietas 3. Memverbalisa secara mandiri
4. Indeks masa tubuh diatas perentil ke 75 sikan sesuai kemampuan
sesuai usia perasaan 7. Dampingi dan bantu
5. Gangguan koknitif dalam pasien saat
6. Konstraktur meningkatkan mobilisasi dan bantu
7. Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai kekuatan dan penuhi kebutuhan
usia kemampuan ADLs pasien
8. Fisik tidak bugar berpindah 8. Berikan alat bantu
9. Penurunan ketahanan tubuh 4. Memperagaka jika klien
10. Penurunan kendali otot n penggunaan memerlukan
11. Penurunan massa otot alat 9. Ajarkan pasien
12. Malnutrisi 5. Bantu untuk bagaimana merubah
13. Gangguan muskulosskeletal mobilisasi posisi dan berikan
14. Gangguan neuromuscular, Nyeri (walker) bantuan jika
15. Agens obat diperlukan
16. Penurunan kekuatan otot
17. Kurang pengetahuan tentang aktivitas fisik
18. Keadaan mood depresif
19. Keterlambatan perkembangan
20. Ketidaknyamanan
21. Disuse, kaku sendi
22. Kurang dukungan lingkungan (mis: fisik
atau social)
23. Keterbatasan ketahanan kardiovaskuler
24. Kerusakan integritas struktur tulang
25. Program pembatasan gerak
26. Keengganan memulai pergerakan
27. Gaya hidup monoton
28. Gangguan sensori perceptual
Fisiologis
Wajah tegang, tremor tangan
Peningkatan keringa
Peningkatan ketegangan
Gemetar, tremor
Suara bergetar
Simpatik
Anoreksia
Eksitasi kardiovaskular
Diare, mulut kering
Wajah merah
Jantung berdebar-debar
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan denyut nadi
Peningkatan reflek
Peningkataan frekwensi
pernapasan, pupil meleba
Kesulitan bernapas
Vasokontriksi superfisial
Lemah, Kedutan pada otot
Parasimpatik
Nyeri abdomen
Penurunan tekanan darah
Penurunan denyut nadi
Diare, Mual, Vertigo
Letih, Gangguan tidur
Kesemutan pada extremitas
Sering berkemih
Anyang-anyangan
Dorongan segera berkemih
Kognitif :
Menyadari gejala fisiologis
Bloking fikiran, Konfus
Penurunan lapang perseps
Kesulitan berkonsentrasi
Penurunan kemampuan belajar
Penurunan kemampuan untuk
memecahkan masala
Ketakutan terhadap konsekwensi
yang tidak spesifik
Lupa, Gangguan perhatian
Khawati, Melamun
Cenderung menyalahkan orang
lain
DAFTAR PUSTAKA