Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Low back pain merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal akibat
dari ergonomi yang salah. Gejala utama low back pain adalah rasa nyeri di daerah
tulang belakang bagian punggung. Secara umum nyeri ini disebabkan karena
peregangan otot dan bertambahnya usia yang akan menyebabkan intensitas
olahraga dan gerak semakin berkurang. Hal ini akan menyebabkan otot-otot
punggung dan perut akan menjadi lemah (Umami et al., 2014).
Berdasarkan diagnosis yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan,
prevalensi penyakit muskuloskeletal di Indonesia sebesar 11,9% dan berdasarkan
gejala prevalensi penyakit muskuloskeletal di Indonesia mencapai 24,7%.
Sedangkan, prevalensi penyakit muskuloskeletal di Lampung mencapai 18,9%
(Riskesdas, 2013). Berdasarkan hasil survei yang pernah di lakukan di RSUD Dr.
Pirngadi Medan didapatkan jumlah data penderita LBP pada periode Januari-
Desember 2017 sebanyak 1295 penderita.
Penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2010), penyebab low back pain
yang paling sering adalah duduk terlalu lama, sikap duduk yang salah, dan
aktivitas yang berlebihan. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan hubungan
lama dan posisi duduk dengan kejadian low back pain (Safitri, 2010). 2 Faktor
risiko yang dapat mempengaruhi timbulnya low back pain antara lain umur, jenis
kelamin, indeks massa tubuh (IMT), masa kerja, dan kebiasaan olahraga (Umami
et al., 2014).
Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dituntut untuk bekerja lebih
aktif, namun sering sekali seseorang tidak memperhatikan posisi yang benar
ketika menjalankan pekerjaan dan hal tersebut dapat menyebabkan keluhan low
back pain (LBP) (Perdani, 2010).
Sebagai contoh pekerjaan yang dapat menyebabkan gangguan
muskuloskeletal adalah menjahit. Di Indonesia, menjahit merupakan pekerjaan
yang telah ditekuni baik individu maupun usaha konveksi. Dalam melakukan

1
pekerjaan, pekerja beresiko mendapat kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja.
Hal ini dapat terjadi karena pekerja sering mengalami posisi duduk dan lama
duduk yang tidak sesuai sehingga terjadi keadaan postur yang kaku dan beban otot
yang statis. Aktivitas yang terlalu menggunakan gerak ke depan maupun
membungkuk, mengangkat beban berat secara tidak tepat, maupun bekerja dengan
posisi duduk dalam jangka waktu yang lama kemungkinan merupakan faktor yang
dapat menyebabkan nyeri pada bagian anggota badan, punggung, lengan, bagian
persendian, dan jaringan otot lainnya (Susanti et al., 2014).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian yang di dapat berdasarkan uraian di atas
adalah apakah terdapat hubungan faktor resiko pekerjaan seperti lama duduk dan
posisi duduk dengan terjadinya Low Back Pain (LBP) pada penjahit di Kecamatan
Medan Area Kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
faktor resiko pekerjaan (lama duduk dan posisi duduk) dengan kejadian low back
pain (LBP) pada penjahit di Kecamatan Medan Area Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :
a. Bagi peneliti
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
peneliti tentang kajian hubungan faktor resiko pekerjaan seperti lama duduk
dan posisi duduk dengan terjadinya Low Back Pain (LBP) pada penjahit di
Kecamatan Medan Area Kota Medan. dan keterampilan penanganan kasus
tersebut.
2. Merupakan pengalaman dalam memperluas wawasan dan pengetahuan
tentang kesehatan kerja serta pengembangan diri melalui penelitian
lapangan.
b. Bagi ilmu pengetahuan

2
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan
menjadi bahan bacaan tentang hubungan faktor resiko pekerjaan seperti
lama duduk dan posisi duduk dengan terjadinya Low Back Pain (LBP) pada
penjahit di Kecamatan Medan Area Kota Medan
c. Bagi masyarakat
1. Masyarakat dan penjahit dapat mengetahui akibat dari aktifitas yang
dilakukan dalam jangka waktu yang lama misalnya duduk lama dengan
posisi duduk yang salah dapat menyebabkan peningkatan nyeri punggung
bawah yang dirasakan.
2. Memberikan penjelasan, pengetahuan, dan penyuluhan pencegahan
penyakit akibat kerja khususnya LBP pada penjahit.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi


Ruas-ruas tulang belakang manusia tersusun dari atas ke bawah, diantara
ruas-ruastersebut dihubungkan dengan tulang rawan yang disebut cakram
sehingga tulang belakang dapattegak dan membungkuk, disebelah depan dan
belakangnya terdapat kumpulan serabut kenyal.

Tulang belakang terdiri dari 30 tulang yang terdiri atas:


 Vertebra servicalis sebanyak 7 ruas dengan badan ruas kecil, rendah dan
berbentuksegi empat dengan lubang ruasnya besar. Foramen vertebra
berbentuk segitiga danbesar. Pada taju sayapnya terdapat lubang saraf
yang disebut foramen transversalisyang dilalui oleh arteri dan vena
vertebralis. Pada ujung prosesus tansversus terdapat2 buah tonjolan yaitu
tuberculum anterius dan tuberculum posterius yang dipisahkanoleh suatu
alur yaitu sulcus spinalis tempat berjalannya nervus spinalis.
Prosesusspinosusnya pendek dan bercabang dua. Ruas pertama disebut
atlas yangmemungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua disebut
prosesus odontoit (aksis)yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan
kekanan.
 Vertebra thorakal sebanyak 12 ruas. Badan ruasnya besar dan kuat, taju
durinyapanjang dan melengkung. Facies articularis superior menghadap ke
belakang danlateral dan facies articularis inferior menghadap ke depan dan
medial.
 Vertebra lumbalis sebanyak 5 ruas. Badan ruasnya tebal, besar dan kuat,
bersifatpasif. Prosesus spinosusnya besar dan pendek. Facies prosesus
artikularis superiormenghadap ke medial dan facies articularis inferiornya
menghadap ke lateral. Bagianruas kelima agak menonjol disebut
promontorium.

4
 Vertebra sacralis sebanyak 5 ruas, ruas-ruasnya menjadi satu sehingga
berbentuk baji,yang cekung di anterior. Batas inferior yang sempit
berartikulasi dengan kedua oscoxae, membentuk artikulatio sacroiliaca.
 Vertebra coccygis sebanyak 4 ruas. Ruasnya kecil dan membentuk sebuah
tulangsegitiga kecil, yang berartikulasi pada basisnya pada ujung bawah
sacrum. Dapatbergerak sedikit karena membentuk persendian dengan
sacrum.

Gambar 1. Anatomi vertebra

Secara umum struktur tulang belakang tersusun atas dua kolom yaitu :
 Kolom korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada
diantaranya.

5
 Kolom elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas
lamina,pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars
artikularis,ligamentumsupraspinosum dan intraspinosum, ligamentum
flavum, serta kapsulsendi.

Gambar 2. Anatomi vertebra (dilihat dari lateral dan anterior)

 Korpus
Merupakan bagian terbesar dari vertebra, berbentuk silindris yang
mempunyaibeberapa facies (dataran) yaitu :facies anterior berbentuk
konvek dari arah sampingdan konkaf dari arah cranial ke caudal. Facies
superior berbentuk konkaf padalumbal 4-5.
 Arcus
Merupakan lengkungan simetris di kiri-kanan dan berpangkal pada korpus
menujudorsal pangkalnya disebut radik arcus vertebra dan ada tonjolan
ke arah lateral yangdisebut procesus spinosus.
 Foramen vertebra
Merupakan lubang yang besar yang terdapat diantara corpus dan arcus
bila dilihatdari columna vetebralis, foramen vetebra ini membentuk suatu
saluran yang disebutcanalis vetebralisalis, yang akan terisi oleh medula
spinalis.Stabilitas pada vertebra ada dua macam yaitu stabilisasi pasif dan
stabilisasi aktif.

6
Untuk stabilisasi pasif adalah ligament yang terdiri dari :
 ligament longitudinal anterior yang melekat pada bagian anterior tiap
diskus dananterior korpus vertebra, ligament ini mengontrol gerakan
ekstensi.
 Ligament longitudinal posterior yang memanjang dan melekat pada bagian
posteriordikcus dan posterior korpus vertebra. Ligament ini berfungsi
untuk mengontrolgerakan fleksi.
 Ligament flavum terletak di dorsal vertebra di antara lamina yang
berfungsimelindungi medulla spinalis dari posterior.
 ligament tranfersum melekat pada tiap procesus tranversus yang berfungsi
mengontrol gerakan fleksi.

Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis
terdapat discus intervertebralis.Discus-discus ini membentuk sendi fobrokartilago
yang lentur antara dua vertebra.Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan
dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis.Discus intervertebralis
menghubungkan korpus vertebra satu sama lain dari servikal sampai lumbal atau
sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga beban dan peredam kejut (shock
absorber).(Ganong, 2013).Diskus intervertebralis terdiri dari tiga bagian utama
yaitu:
 Annulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis:
- Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan
menyilang konsentrismengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya
seakan-akan menyerupaigulungan per (coiled spring)
- Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus
- Daerah transisi.
 Nucleus pulposus
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin,
nucleus inimengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung
dan sel-sel tulang rawan.Juga berperan penting dalam pertukaran cairan
antar discus dan pembuluh-pembuluhkapiler.

7
 Vertebral endplate
Tulang rawan yang membungkus apofisis korpus vertebra, membentuk
batas atas danbawah dari diskus.

Diskus intervertabralis berfungsi secara hidrodinamik.Tekanan pada


nucleus disebarkan ke semua arah, hal inilah yang menjaga tetap terpisahnya
vertebral end plates.Serabut-serabut annulus fibrosus mempunyai kemampuan
cukup untuk bergerak fleksi dan ekstensi sehingga memungkinkan perubahan
bentuk dari nukleus pulposus. Fleksibilitas dari annulus fibrosus dimungkinkan
oleh karena adanya (1) kelenturan, (2) kemampuan memanjang dan (3)
adanyalubrikasi atau pelumasan dari lembaran-lemabaran annulus (Hsiang, 2017)
Nucleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan
(hyaluronic longchain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai
sifat sangat higroskopis.Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan
berperan menahan tekanan atau beban.Diskus intervertebralis, baik annulus
fibrosus maupun nukleus pulposus adalah bangunanyang tidak peka nyeri. Bagian
yang peka nyeri adalah :
- Ligamentum longitudinal anterior
- Ligamentum longitudinal posterior
- Corpus vertebrae dan periosteumnya
- Ligamentum supraspinosum
- Fasia dan otot. (Mardjono, 2014)

2.2. Definisi
Nyeri punggung bawah/ Low Back Pain (LBP) muerupakan nyeri yang
dirasakan diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu didaerah
lumbal atau lumbosakral. Nyeri yang berasal dari daerah punggung bawah dapat
dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain
dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain). LBP merupakan jenis nyeri
yang sering dijumpai. Punggung bawah umumnya didefinisikan sebagai daerah
antara bagian bawah tulang rusuk dan lipatan pantat. Beberapa orang dengan LBP

8
non-spesifik juga Mungkin merasa nyeri pada bagian atas kaki mereka tapi nyeri
punggung bawah biasanya mendominasi (PERDOSSI, 2016 & Fitriana, 2018).
Low Back Pain (LBP) merupakan suatugejala dan bukan merupakan suatu
diagnosis.Pada beberapa kasus gejalanyasesuai dengan diagnosis patologisnya
dengan ketepatan yang tinggi, namunsebagian besar kasus, diagnosisnya tidak
pasti dan berlangsung lama.LBP atau NPB merupakan salah satu masalah
kesehatan yang seringdijumpai di masyarakat (Atmantika, 2014)

2.3. Epidemiologi
World Health Organization (WHO) menyatakan kira-kira150 jenis
gangguan muskuloskeletal di derita oleh ratusan juta manusia yangmenyebabkan
nyeri dan inflamasi yang sangat lama serta disabilitas atauketerbatasan fungsional,
sehingga menyebabkan gangguan psikologik dan social penderita. Nyeri yang
diakibatkan oleh gangguan tersebut salah satunya adalahkeluhan nyeri punggung
bawah yang merupakan keluhan paling banyakditemukan diantara keluhan nyeri
yang lain. Laporan ini berhubungan denganpenetapan dekade 2000-2010 oleh
WHO sebagai dekade tulang dan persendian(Bone and Joint Decade 2000-2010),
dimana penyakit gangguan musculoskeletaltelah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatandi seluruh dunia (Atmantika, 2014)
Prevalensi LBP di Indonesia sebesar 18%. Prevalensi LBP meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia dan paling sering terjadi pada usia dekade
tengah dan awal dekade empat. Penyebab LBP sebagian besar (85%) adalah
nonspesifik, akibat kelainan pada jaringan lunak, berupa cedera otot, ligamen,
spasme atau keletihan otot. Penyebab lain yang serius adalah spesifik antara lain,
fraktur vertebra, infeksi dan tumor (Fitriana, 2018).

2.4. Faktor resiko


Data epidemiologis menunjukkan bahwa faktor risiko yang
memungkinkan mempengaruhi individu untuk sakit punggung termasuk tinggi
untuk merokok dan obesitas. Dengan mengurangi atau menghilangkan faktor
risiko diharapkan dapat mengurangi insidensi LBP. Faktor risiko dibagi atas
faktor fisik, pekerjaan, dan psikososial. Faktor risiko sendiri dapat diklasifikasikan

9
ke dalam faktor pekerjaan yang berhubungan, seperti; sifat fisik pekerjaan dan
iklim kerja psikososial,bersama dengan faktor-faktor sifat fisik dan psikologis
personal. Faktor psikososial yang berpotensi memberikan kontribusi tekanan
emosional pada pasien dengan kronik LBP adalah ketidakpuasan kerja, dukungan
sosial yang buruk dan pengaruh perilaku nyeri yang terkait pada pekerjaan dan
dinamika keluarga. Pada populasi umum faktor risiko psikososial yang terbukti
adalah sikap (attitude), kognisi, fear-avoidance belief, depresi, ansietas, distres
dan riwayat kekerasan fisik (Fitriana, 2018).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya low back pain antara lain


faktor individu, faktor pekerjaan dan faktor lingkungan (Andini, 2015).
1. Usia
Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan
keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30 tahun. Pada usia 30 tahun
terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi
jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada
tulang dan otot menjadi berkurang. Semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko
orang tersebut tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang menjadi
pemicu timbulnya gejala LBP. Pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai
dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Garg
dalam Pratiwi (2009) menunjukkan insiden LBP tertinggi pada umur 35-55 tahun
dan semakin meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini diperkuat dengan
penelitian Sorenson dimana pada usia 35 tahun mulai terjadi nyeri punggung
bawah dan akan semakin meningkat pada umur 55 tahun (Andini, 2015).
2. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya LBP lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan
laki-laki, beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih sering izin untuk
tidak bekerja karena LBP. Jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko
keluhan otot rangka. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot
wanita lebih rendah daripada pria. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan

10
prevalensi beberapa kasus musculoskeletal disorders lebih tinggi pada wanita
dibandingkan pada pria (Andini, 2015).
3. Indeks massa tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan
tinggi badan seseorang. Nilai IMT didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi
dengan kuadrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). Panduan terbaru dari WHO
tahun 2000 mengkategorikan indeks masa tubuh untuk orang Asia dewasa
menjadi underweight (IMT <18.5), normal range (IMT 18.5-22.9) dan overweight
(IMT ≥23.0). Overweight dibagi menjadi tiga yaitu at risk (IMT 23.0-24.9), obese
1 (IMT 25-29.9) dan obese 2 (IMT ≥ 30.0). Hasil penelitian Purnamasari (2010)
menyatakan bahwa seseorang yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita
LBP dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Ketika berat
badan bertambah, tulang belakang akan tertekan untuk menerima beban yang
membebani tersebut sehingga mengakibatkan mudahnya terjadi kerusakan dan
bahaya pada stuktur tulang belakang. Salah satu daerah pada tulang belakang yang
paling berisiko akibat efek dari obesitas adalah verterbrae lumbal (Andini, 2015).
4. Masa kerja
Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya seseorang
bekerja di suatu tempat. Terkait dengan hal tersebut, LBP merupakan penyakit
kronis yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi.
Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor
risiko ini maka semakin besar pula risiko untuk mengalami LBP. Penelitian yang
dilakukan oleh Umami (2013) bahwa pekerja yang paling banyak mengalami
keluhan LBP adalah pekerja yang memiliki masa kerja >10 tahun dibandingkan
dengan mereka dengan masa kerja < 5 tahun ataupun 5-10 tahun (Andini, 2015).
5. Kebiasaan merokok
World Health Organization (WHO) melaporkan jumlah kematian akibat
merokok akibat tiap tahun adalah 4,9 juta dan menjelang tahun 2020 mencapai 10
juta orang per tahunnya. Hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok
dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan
pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya

11
aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok dapat pula menyebabkan
berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat
terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang. Penelitian yang dilakukan Tana
melaporkan bahwa dari hubungan antara perilaku merokok dengan nyeri pinggang
didapatkan hasil responden dengan perilaku merokok lebih banyak yang
menderita low back pain daripada yang tidak pernah merokok sama sekali
(Andini, 2015).
6. Riwayat pendidikan
Pendidikan terakhir pekerja menunjukkan pengetahuannya dalam
melakukan pekerjaan dengan postur yang tepat. Pendidikan seseorang
menunjukkan tingkat pengetahuan yang diterima oleh orang tersebut. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin banyak pengetahuan yang
didapatkan (Andini, 2015).
7. Tingkat pendapatan
Pada beberapa perusahaan, pendapatan juga berkaitan dengan hari kerja.
Terdapat sistem 6 hari kerja dan 5 hari kerja (lebih dominan) dalam seminggu.
Akan tetapi, penerapan sistem 5 hari kerja sering menjadi masalah apabila
diterapkan di perusahaan di Indonesia. Penyebabnya tidak lain adalah standar
pengupahan sangat rendah yang menyebabkan kebutuhan dasar keluarga tidak
tercukupi. Hal ini sering menjadi pemikiran mendasar bagi seorang pekerja.
Mereka berfikir bahwa jika bekerja selama 5 atau 6 hari akan mempengaruhi
pendapatan mereka. Sebenarnya jika dapat dilakukan efisiensi dan peningkatan
produktivitas kerja, pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu maka dengan
sendirinya kerja lembur tidak diperlukan. Akan tetapi para pekerja akan berfikir
mereka tidak akan mendapatkan tambahan pendapatan jikalau mereka tidak
lembur. Hal ini akan berdampak pada produktivitas kerja (Andini, 2015).
8. Aktivitas fisik
Pola hidup yang tidak aktif merupakan faktor risiko terjadinya berbagai
keluhan dan penyakit, termasuk di dalamnya LBP. Aktivitas fisik merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan aktivitas otot pada periode
waktu tertentu. Aktivitas fisik yang cukup dan dilakukan secara rutin dapat

12
membantu mencegah adanya keluhan LBP. Olahraga yang teratur juga dapat
memperbaiki kualitas hidup, mencegah osteoporosis dan berbagai penyakit rangka
serta penyakit lainnya. Olahraga sangat menguntungkan karena risikonya
minimal. Program olahraga harus dilakukan secara bertahap, dimulai dengan
intensitas rendah pada awalnya untuk menghindari cidera pada otot dan sendi.
Aktivitas fisik dikatakan teratur ketika aktvitas tersebut dilakukan minimal 3 kali
dalam seminggu. Selain itu, di dalam aktivitas fisik juga dilakukan streching guna
meregangkan otot-otot yang sudah digunakan dalam jangka waktu tertentu.
Kurangnya aktivitas fisik dapat menurunkan suplai oksigen ke dalam otot
sehingga dapat menyebabkan adanya keluhan otot. Pada umumnya, keluhan otot
lebih jarang ditemukan pada seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya
mempunyai cukup waktu untuk istirahat dan melakukan aktivitas fisik yang
cukup. Tingkat keluhan otot juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kesegaran
tubuh. Laporan NIOSH menyatakan bahwa untuk tingkat kesegaran tubuh yang
rendah maka risiko terjadinya keluhan adalah 8,1%, tingkat kesegaran tubuh
sedang adalah 3,2% dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8%. Hal ini juga
diperkuat dengan laporan Betti’e et al yang menyatakan bahwa hasil penelitian
terhadap para penebang menunjukkan bahwa kelompok penebang dengan tingkat
kesegaran tubuh yang tinggi mempunyai risiko sangat kecil terhadap risiko cidera
otot (Andini, 2015).
9. Riwayat penyakit terkait rangka dan riwayat trauma
Postur yang bervariasi dan abnormalitas kelengkungan tulang belakang
merupakan salah satu faktor risiko adanya keluhan LBP. Orang dengan kasus
spondylolisthesis akan lebih berisiko LBP pada jenis pekerjaan yang berat, tetapi
kondisi seperti ini sangat langka. Kelainan secara struktural seperti spina bifida
acculta dan jumlah ruas tulang belakang yang abnormal tidak memiliki
konsekuensi. Perubahan spondylitic biasanya memiliki nilai risiko yang lebih
rendah. Riwayat terjadinya trauma pada tulang belakang juga merupakan faktor
risiko terjadinya (Andini, 2015).

13
2.5 Etiologi
1. Diskogenik
Sindroma radikuler biasanya disebabkan oleh suatu hernia nukleus
pulposusyang merusak saraf-saraf disekitar radiks.Diskus hernia ini bisa dalam
bentuksuatu protrusio atau prolaps dari nukleus pulposus dan keduanya dapat
menyebabkan kompresi pada radiks.Lokalisasinya paling sering di daerah
lumbalatau servikal dan jarang sekali pada daerah torakal.Nukleus terdiri dari
megamolekul proteoglikan yang dapat menyerap air sampai sekitar 25%
dariberatnya. Sampai dekade ketiga, gel dari nukleus pulposus hanya
mengandung90% air, dan akan menyusut terus sampai dekade keempat menjadi
kira-kira 65%.Nutrisi dari anulus fibrosis bagian dalam tergantung dari difusi air
dan molekul-molekul kecil yang melintasi tepian vertebra.Hanya bagian luar
darianulus yang menerima suplai darah dari ruang epidural.Pada trauma
yangberulang menyebabkan robekan serat-serat anulus baik secara melingkar
maupunradial.Beberapa robekan anular dapat menyebabkan pemisahan
lempengan, yangmenyebabkan berkurangnya nutrisi dan hidrasi nukleus.
Perpaduan robekan secaramelingkar dan radial menyebabkan massa nukleus
berpindah keluar dari annulus lingkaran ke ruang epidural dan menyebabkan
iritasi ataupun kompresi akar saraf
2. Non-diskogenik
Biasanya penyebab low back pain yang non-diskogenik adalah iritasi pada
serabut sensorik saraf perifer, yang membentuk nervus ischiadicus dan
bisadisebabkan oleh neoplasma, infeksi, proses toksik atau imunologis, yang
mengiritasi nervus ischiadicus dalam perjalanannya dari pleksus lumbosakralis,
daerah pelvik, sendi sakro-iliaka, sendi pelvis sampai sepanjang jalannya n.
Iskiadikus (neuritis nervus iskiadikus).

14
2.6. Neurofisiologi Nyeri Spinal
International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan
nyeri sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
terutama dihubungkan dengan kerusakan jaringan atau menggambarkan kerusakan
tersebut, atau keduanya. Nyeri dapat digambarkan dalam komponen sensorik,
emosional, dan kognitif. Tiga komponen ini adalah nyeri yang tercermin dalam
mekanisme transmisi dan modulasi stimulus yang menyakitkan. Seperti
mekanisme yang dimediasi melalui neuron nociceptor, proses tulang belakang,dan
proses serebral.
Rangsangan mekanik, termal, dan kimia berbahaya mengaktifkan
nosiseptor perifer yang mengirimkan pesan nyeri melalui serat A-delta bermielin
halus dan serat-C tanpa myelinasi. Nociceptor hadir dalam annular fibrosis luar,
kapsul segi, posterior ligamentum longitudinal, terkait otot, dan struktur lainnya
dari segmen gerakan tulang belakang. Transmisi perifer rangsangan nyeri
menyebabkan rangsangan pelepasan asam amino, seperti glutamin dan asparagin,
yang kemudian bertindak atas reseptor asam N metil-D-aspartat (NMDA),
menyebabkan pelepasan neuropeptida. Serat saraf yang mengandung neuropeptida
diangkut ke ujung dari serabut aferen nosiseptif, yang terinflamasi dan mekanisme
algogenic lain yang peka. Setelah itu, para nociceptors yang terkena menanggapi
ringan atau menimbulkan rangsangan sensorik normal, seperti sentuhan ringan
atau perubahan suhu (allodynia).
Modulasi nociceptive pertama terjadi di tanduk dorsal, di mana serabut
aferen nosiseptif konvergen ke sinaps pada satu neuron jangkauan dinamis yang
luas. Neuron jangkauan dinamis merespon dengan intensitas yang sama tanpa
memperhatikan apakah sinyal saraf adalah berbahaya atau rangsangan nonpainful
berlebihan (hiperalgesia). Hiperalgesia dan allodynia awalnya berkembang pada
cedera lokasi; Namun, ketika perifer dan sentral sensitisasi terjadi melalui
aktivitas neuron jangkauan dinamis dan pengolahan pusat, area yang sakit
memperluas melampaui wilayah awal yang lebih terbatas dari kerusakan jaringan
fokal. (Fitriana, 2018)

15
Akhirnya, fenomena ini disebut Wind-up hasil dari aktivasi berulang serat-
C yang cukup untuk merekrut neuron untuk merespon dengan semakin
meningkatkan besarnya; Antagonis reseptor NMDA dapat memblokir efek ini.
Kontribusi Wind-up untuk sensitisasi sentral, termasuk hiperalgesia, allodynia,
dan nyeri persisten. Mekanisme nosiseptif, yang memperkuat sinyal rasa sakit,
seringkali merekrut sistem saraf simpatik. Tinggi tingkat norepinefrin di daerah
cedera meningkatkan sensitivitas nyeri dengan cara perubahan vasomotor regional
dan sudomotor. Juga, tingkat asetilkolin yang lebih tinggi dapat meningkatkan
kontraksi dan spasme otot involuntary lokal dan regional yang sedang
berlangsung. (Fitriana, 2018)

2.7. Klasifikasi
Klasifikasi sederhana dan praktis ini telah mendapat pengakuan
internasional, yaitu membagi nyeri pinggang ke dalam tiga kategori - yang disebut
"triage diagnostik" (Waddell 1987):
 Kelainan tulang belakang spesifik
 Nyeri akar saraf / nyeri radikuler
 LBP nonspesifik

Rekomendasi yang diberikan sehubungan dengan LBP kronis "non-


spesifik", yaitu: LBP yang tidak diketahui penyebabnya dan disebut patologi
spesifik [misalnya infeksi, tumor, osteoporosis, patah tulang, deformitas
struktural, inflamasi (misalnya ankylosing spondylitis), sindrom radikuler atau
sindrom cauda equina].
Salah satu model mekanistik untuk LBP kronik cenderung fokus pada
jaringan muskuloskeletal, pada sistem saraf, atau perilaku. Menurut sebuah
hipotesis, bahwa plastisitas dijaringan ikat dan sistim saraf, dihubungkan satu
sama lain melalui perubahan perilaku motorik. Hal ini merupakan peran kunci
dalam sejarah LBP kronik, serta responnya untuk perawatan (Fitriana, 2018).

16
2.8. Manifestasi Klinis
Pasien biasanya akan mengalami rasa sakit di daerah punggung bawah
dan mempunyai penampilan memegang bagian yang sakit dengan seluruh
tanggannya yang menandakan bahwa sakit tersebut merupakan sakit regional;
Namun, dalam beberapa kasus, pasien dapat menunjukkan lokasi yang lebih tepat.
Pasien pada umunya mempnyai riwayat yang beresiko untuk menimbulkan
lbp, contohnya adalah
 Mengangkat dan / atau memutar sambil memegang benda berat (mis.,
Kotak, anak, perawat di panti jompo, paket pada konveyor)
 Mengoperasikan mesin yang bergetar
 Duduk dalam waktu lama (mis. Mengemudi truk jarak jauh, patroli polisi)
[11]
 Keterlibatan dalam tabrakan kendaraan bermotor (Hills, 2018)

2.9. Diagnosis
Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan daerah
punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal, nyeri radikuler atau campuran
keduanya.Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah
yaitu didaerah lumbal atau lumbosakral dan dapat disertai dengan penjalaran nyeri
kearah tungkai dan kaki.(PERDOSSI, 2016)

2.10. Diagnosa Banding


Pembagian Nyeri Punggung bawah menurut Alberta Canada :
 Spondylogenik
 Nyeri neurogenik
 Nyeri punggung bawah vaskulogenik
 Nyeri punggung bawah viscerogenik
 Nyeri punggung bawah psikogenik
Menurut American College of Physicians snd the American Pain Society :
 NPB non spesifik.
 NPB karena gangguan neurologis ( stenosis kanal dan radikulopati)

17
 NPB yang disebabkan oleh penyakit spinal yang serius (red flags).
Nyeri punggung bawah dengan kategori red flag :
 Neoplasma/ karsinoma
 Infeksi
 Fraktur vertebra
 Sindrom kauda equina
 NPB dengan kelainan neurologik berat
 NPB dengan sindroma radikuler
 Umur >50 tahun atau <20 tahun. (PERDOSSI, 2016)

2.11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien yang diagnosis pasien hanya bersifat
simpotmatis. Obat yang digunakan juga tergantung jenis dan intensitas:
Nyeri inflamasi:
 Anti inflamasi (steroid, NSAID sesuai fornas)
 Relaksan otot (Esperison Hcl, Diazepam, Tizanidin)
 Analgetik opioid lemah (Codein)
 Analgetik opioid kuat (Morphine sulfate)
Nyeri neuropatik:
 Analgetik adjuvant seperti antikonvulsan (Carbamazepine,
Gabapentin, Okscarbazepine, Fenitoin, Asam Valproat, Pregabalin)
 Anti depresant (amitryptiline)
 Relaksan otot (Esperison Hcl, Diazepam, Tizanidin)
 Analgetik opioid lemah (Codein)
 Analgetik opioid kuat (Morphine sulfate)
Nyeri campuran: kombinasi nyeri inflamasi dan neuropatik.
 Injeksi epidural (steroid, lidokain,opioid) pada sindroma radikuler
(atasindikasi).
 Terapi invasif minimal (atas indikasi):

18
 Lumbar facet joint pain: Radiofrekuensi ablasi pada cabang
medial ramidorsales (1B+),injeksi kortikosteroid intra-articular
 Sacroiliac jointpain: radiofrekuensi ablasi
 Coccygodynia: ganglion impar block, terapi elektrothermal
intra-discal(IDET)
 Injeksi proloterapi

Rehabilitatif (sesuai diagnosis etiologik):


Fisioterapi, terapi okupasi, social worker, orthose/prothesa
CBT (Cognitive Behavioural Therapy). (PERDOSSI 2016)

2.12. Edukasi
Pengobatan dan perawatan harus mempertimbangkan kebutuhan dan
pilihan pasien. Penderita LBP terutama nonspesifik harus memiliki kesempatan
untuk membuat keputusan tentang perawatan dan pengobatan mereka dalam
kemitraan dengan profesional kesehatan mereka. Komunikasi yang baik antara
profesional kesehatan dan pasien sangat penting. Itu harus didukung oleh dasar
bukti informasi tertulis yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Informasi
yang diberikan kepada pasien tentang pengobatan dan kepedulian, harus sesuai
dengan budaya dan kultur yang seharusnya. Jika pasien setuju, keluarga dan
perawat harus memiliki kesempatan untuk terlibat dalam keputusan pengobatan
dan perawatan. Keluarga dan perawat juga harus diberikan informasi dan
dukungan yang mereka butuhkan (Fitriana, 2018).

19
DAFTAR PUSTAKA

Andini, F. 2015. Risk Factor Of Low Back Pain In Workers. Available from:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/495
/496. [Accessed 1 Desember 2019]
Atmantika, N. B. 2014. Hubungan antara intensitas nyeri dengan keterbatasan
fungsional aktivitas sehari-hari pada penderita low back pain di rsud dr.
Moewardi surakarta. Tesis. Fakultas Kedokteran. Program Sarjaka
Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Ganong, WIlliam F. (2013). Review of Medical Physiology, ed.22. Published:The
McGraw-Hill Companies
Hills, E. C. 2018. Mechanical Low BackPain Clinical Presentation. Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/310353-clinical#b1.
[Accessed 30 November 2019]
Hsiang, J.K . 2018. Spinal Stenosis.
Availablefrom:https://emedicine.medscape.com/article/1913265-overview.
[Accessed 30 November 2019]
Kementrian Kesehatan. 2018; Low Back Pain
(LBP).Availablefrom:http://www.yankes.kemkes.go.id/read-low-back-
pain-lbp-5012.html. [Accessed 30November 2018]
PERDOSSI. 2016. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia.
Perdani P, husni A. 2010. Pengaruh Postur Tubuh dan Posisi Tubuh Terhadap
Timbulnya Nyeri Punggung Bawah. Artikel Karya Tulis Ilmiah.
Universitas Diponegoro.

Riskesdas. 2013. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional.


Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Safitri AI. 2010. Hubungan Lama Posisi Duduk Terhadap Nyeri Punggung Bawah
Pada Pegawai Rental Komputer di Kentingan Surakarta [Skripsi].
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

20
Susanti, Zulfadhli, Mahdinursyah. 2014. Analisis Keluhan Nyeri Punggung
Bawah Pada Penjahit di Kecamatan Kuta Malaka Kabupaten Aceh
Besar. Jurnal kesehatan Ilmiah Nasuwakes. 7(1):104-11.

Umami AR, Hartatnti RI, Dewi A. 2014. Hubungan Antara Karakteristik


Responden dan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Nyeri Punggung
Bawah Pada Pekerja Batik Tulis. e-Jurnal Pustaka Kesehatan. 2(1):72-
8.

World Health Organization. 2013. Low Back Pain. Priority Medicines for Europe
and The World. 81: 671-6.

21

Anda mungkin juga menyukai