Namaku Armiati lahir di Lampoko tanggal 23 Februari 2000. Sejak aku kecil
aku bercita-cita menjadi seorang guru karena bagiku guru itu memiliki tugas yang
sangat mulia. Melahirkan generasi cerdas penerus bangsa dan merupakan pahlawan
tanpa tanda jasa. Jasanya akan dikenang sepanjang masa. Dan guru merupakan akar
dari segala profesi.
Aku lahir dari keluarga sederhana, namun tidak miskin didikan. Didikan
dikeluargaku sangatlah ketat semuanya serba terdidik. Aku adalah anak tunggal.
Ayahku bernama Jamil dan Ibuku bernama Jumiati. Aku adalah cucu pertama
dikeluargaku. Meskipun orang tuaku tidak bertitle, tetapi aku bangga padanya , bisa
melahirkan anak yang Insya Allah akan bertitle berkat didikannya.
Ayahku meninggal sejak aku berumur 1 tahun. Kata orang, ayahku terkena
penyakit dibagian perutnya. Sekarang aku tinggal bersama Ibu, kakek dan nenekku.
Aku sangat bangga padanya. Karena dialah yang membesarkanku sampai aku bisa
seperti sekarang. Ibuku sekaligus pengganti ayah bagiku dia yang menyekolahkanku,
mendidikku tanpa keluh kesah. Dan baginya pendidikanlah nomor satu dan
menempati posisi yang paling utama. Apapun akan ia lakukan demi pendidikanku.
Tibalah aku menginjakkan kaki di bangku setingkat lebih tinggi dari Taman
Kanak-kanak yaitu bangku Sekolah Dasar. Aku sekolah SD di SD INPRES 5/81
LAMPOKO. Waktu kelas 1 SD, aku biasa-biasa saja dalam prestasi akademik dan
aku orangnya pemalas. Malas ke sekolah, malas belajar, pendiam, jutek dan tidak
gampang bergaul dengan orang yang baru aku kenal.
Setiap kali aku di bangunin sama ibu ke sekolah aku lebih memilih ikut ke
sawah bersama kakek karena bagiku pergi ke sawah itu lebih menyenangkan
dibanding ke sekolah. Salah satu alasanku tidak kesekolah karena aku orangnya tidak
gampang bergaul, aku tidak punya banyak teman, aku banyak diam acuh terhadap
semua orang disekelilingku. Kalau guru mengajar, aku hanya duduk, diam, dengar,
dan bermasa bodoh. Aku tidak peduli, kalau ada tugas aku hanya nyontek punya
teman aku yang namanya Rosni dan jika ada PR semuanya dikerjakan oleh ibu dan
tanteku. Itulah aku yang dulu. Orang yang bermasa bodoh dan hanya pasrah pada
keadaan.
Seiring berjalannya waktu, aku mulai mendapatkan banyak teman yang mulai
akrab denganku. Aku memiliki sahabat dekat empat orang, namanya Liya (sekarang
kuliah di Universitas Alauddin Makassar), Ayu (IAIN Bone), A. Meli (Universitas
Negeri Makassar satu kampus denganku) dan Lili (sudah menikah). Banyak cerita
dalam persahabatan kami yang tidak bisa kuceritakan walaupun segunung kertas pun
tidak genap untuk mengisahkan ceritaku dengannya. Persahabatan kami berlangsung
sampai kami tamat SD. Dan tibalah pengumuman kelulusan dan kami pun harus
berpisah sekolah demi mengejar cita-cita kami masing-masing.
Aku masuk SMP tahun 2012, aku sekolah di SMPN 3 BAREBBO. Letaknya
masih dikampung tetapi kualitas dan kuantitas sekolahku tidak kampungan. Aku
bangga bisa menempuh pendidikan di sekolah ini, bisa menuntut ilmu,
mengembangkan bakat serta berprestasi di sekolah ini. Dan akupun bisa mendapatkan
siswa/siswi terbaik di sekolah ini.
Dan Alhamdulillah sampai di SMA pun aku tetap memegang peringkat 1 itu.
Kata orang, karena itu adalah faktor keturunan. Tapi, aku hanya setengah percaya
dengan hal itu. Karena meskipun ada keturunan orang cerdas tetapi tidak mau
berusaha belajar tanpa disertai doa itu hanyalah khayalan dan opini belaka. Yang
utama itu adalah usaha, ikhtiar dan doa.
Kini, tak kusangka impianku sebentar lagi terwujud, aku sekarang berada di
pintu gerbang menuju cita-citaku menjadi seorang guru pelita bagi anak bangsa yang
bukan hanya sekedar impian dan opini belaka sejak kecil, namun akan jadi realita
dengan mengukir sejarah di masa yang akan datang. Insya Allah…
Itulah kisahku yang penuh dengan lika-liku kehidupan dan diwarnai dengan seribu
impian.
Impianku sekarang aku ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi orang
disekitarku, bukan parasit bagi mereka. Bisa membahagiakan keluarga dan
mencerdaskan anak bangsa, menjadikan penduduk anak negeri menjadi generasi
cerdas pemimpin masa depan bangsa dengan mengenyam dunia pendidikan yang
nyata.