Kliping Bencana Alam Banjir
Kliping Bencana Alam Banjir
Disusun oleh :
2. Eli Rahmawati ( B )
3. Diva Marthania
4. Solekhatun
5. Siti Maysaroh
Kelas :
Banjir merupakan bencana alam yang sering melanda tanah air terutama di kota-kota besar
seperti Jakarta dan Surabaya. Tentunya kita semua ingin terbebas dari banjir, untuk itu dengan
kliping bencana banjir ini diharapkan generasi muda mengerti penyebab banjir dan dampaknya
sehingga dapat menghindari hal-hal penyebab banjir dimasa depan.
Perlu diketahui bahwa banjir bukanlah tsunami, karena tsunami merupakan luapan gelombang
air laut yang menerjang kawasan pantai akibat gempa.
- Tersumbatnya saluran air baik itu selokan, gorong-gorong dan sungai oleh sampah juga
merupakan penyebab banjir yang utama. Untuk itu hendaknya warga masyarakat menghindari
membuang sampah ke saluran air. Selain itu pendangkalan sungai juga bisa menjadi penyebab
banjir.
- Curah hujan yang tinggi bisa juga memicu terjadinya banjir, seperti baru-baru ini adanya
topan Haiyan yang melanda Filipina yang membawa air hujan dengan intensitas tinggi.
Kliping Banjir
Kliping Bencana Banjir
Seperti terlihat pada gambar diatas banjir sangat merugikan baik secara ekonomi maupun dampak yang lain seperti timbulnya
berbagai penyakit dimasyarakat.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kerugian nasional akibat
bencana alam reguler, bukan bencana besar seperti letusan gunung atau gempa dan tsunami,
rata-rata sekitar Rp 30 triliun. ”Sekitar 85 persen total kejadian bencana setiap tahun adalah
bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, dan angin puting beliung,” kata Kepala Pusat
Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.
Jika dihitung berdasarkan persentase, kerugian akibat banjir dan longsor bisa mencapai Rp 25
triliun setiap tahun. ”Kerugian ini hanya dari segi fisik, belum termasuk kerugian sosial dan
ekonomi karena tersendatnya transportasi,” katanya.
Hanya dalam kurun waktu empat hari, Minggu (6/1) hingga Rabu (9/1), banjir, longsor, dan
puting beliung melanda 52 kabupaten/kota di Indonesia. Data sementara dari BNPB, 14 orang
meninggal, 6 orang hilang, 8 luka-luka, 920 rumah rusak, dan ribuan rumah terendam banjir.
Banjir kali ini termasuk parah karena memutus Jalan Tol Jakarta-Merak sehingga mengganggu
pasokan logistik Jawa- Sumatera. Sebanyak 19.674 rumah di 44 kecamatan di Banten terendam
banjir, memaksa 61.689 orang mengungsi. ”Banjir di Banten melumpuhkan ekonomi. Banyak
pabrik berhenti berproduksi sehingga kerugian bisa ratusan miliar rupiah,” katanya.
Jika kawasan hilir dilanda banjir, kawasan hulu dilanda longsor. Jalur Puncak di Kampung
Puncak, Ciloto, Cianjur, Jawa Barat, tertutup longsoran, Rabu (9/1), dan terputus hingga
beberapa hari.
Walau dampaknya belum sebesar banjir Jakarta-Banten tahun 2007, yang menyebabkan
kerugian hingga Rp 4,8 triliun, bencana yang mengepung Ibu Kota kali ini tak bisa dibilang
enteng. Apalagi saat ini belum mencapai puncak musim hujan. ”Bencana ini diperkirakan akan
terus bertambah, mengingat musim hujan masih berlangsung sampai Maret 2013. Seperti
tahun-tahun sebelumnya, puncak kejadian bencana adalah Januari,” kata Sutopo.
Faktor alam
Guru Besar Geologi Lingkungan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Dwikorita Karnawati
mengatakan, alam Indonesia yang berbukit dan curah hujan tinggi rentan dilanda banjir dan
longsor.
Meluapnya Sungai Ciujung beberapa hari terakhir sehingga membanjiri kawasan Banten
memang dipicu tingginya curah hujan yang mencapai 130 mm per hari. Kondisi ini
menyebabkan debit Sungai Ciujung mencapai 2.600 meter kubik per detik. Debit ini, menurut
Sutopo, termasuk tinggi karena melebihi debit periode ulang 50 tahun, 2.450 meter kubik per
detik.
Mengapa banjir meluap hingga ke jembatan Tol Merak-Jakarta? ”Karena jembatan didesain
menampung kapasitas debit Ciujung hanya 1.000 meter kubik per detik,” ujar Sutopo.
Dalam catatannya, tol pernah terendam banjir beberapa kali, yaitu 11 Februari 2001, 19
Februari 2004, 15 Januari 2012, dan terakhir 10 Januari 2013.
Pencegahan
Walau ada peran faktor alam, baik dari kondisi topografi maupun curah hujan, menurut
Dwikorita, bencana banjir dan longsor bisa dicegah. ”Kita mungkin tidak bisa mengeliminasi
bencana, tetapi bisa mengurangi. Kita bisa juga mencegah,” kata ahli longsor ini.
Untuk mencegah longsor bisa dengan pendekatan rekayasa, baik fisik maupun sosial. ”Namun,
lebih penting adalah integrasi tata ruang dengan peta zona kerentanan longsor yang ada. Kalau
telanjur ada penduduk seharusnya ada pendekatan untuk dipindahkan. Masyarakat perlu
dikasih tahu risikonya atau kalau perlu dipaksa,” katanya.
Menurut Dwikorita, zona merah yang rentan longsor seharusnya dikosongkan dari permukiman
atau infrastruktur yang penting. Masalahnya, pemerintah kerap melanggar peta rawan
bencana. Misalnya, kasus Hambalang, wilayah itu jelas masuk peta rawan longsor, tetapi tetap
dibangun infrastruktur. ”Padahal, sebelumnya itu daerah kosong. Untuk pengembangan baru
semestinya bisa dicari daerah lebih aman. Memang bisa dibangun di sana, tetapi perlu biaya
mahal karena harus ada rekayasa terhadap ancaman longsor,” katanya.
Faktor manusia (antropogenik) memang lebih dominan menyebabkan banjir dan longsor.
Dengan menganalisis data frekuensi dan curah hujan di Jawa dalam 30 tahun terakhir, Sutopo
menemukan data curah hujan maksimum tahunan relatif stabil.
Sutopo menambahkan, Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung yang menyebabkan banjir di Banten
kali ini dalam kondisi kritis. Tutupan hutan hanya 11 persen dari luas DAS dan laju
sedimentasinya 2,5 mm per tahun (ambang batasnya 2 mm per tahun).
Peneliti geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Edi Prasetyo Utomo, mengatakan,
banjir hanya bisa diatasi dengan perbaikan lingkungan di daerah hulu, perbaikan DAS, dan
penataan kawasan di daerah hilir.
”Banjir terjadi karena air lari ke bawah sangat banyak dalam waktu cepat. Karena itu, bagian
hulu harus dibangun dam pengendali (check dam) dan resapan agar air tak terlalu cepat turun
dalam waktu bersamaan,” katanya. ”Air di dalam dam pengendali seharusnya dimasukkan ke
tanah. Itu harus dilakukan secara intens.”
Eko mengkritik pemborosan anggaran untuk tanggap darurat yang tak tepat sasaran.
Contohnya, pengadaan puluhan perahu karet untuk evakuasi. ”Itu tidak logis. Seharusnya yang
dibenahi adalah sistem peringatan dini sehingga orang tidak perlu menunggu dievakuasi
dengan perahu karet setelah banjir sampai seleher,” katanya.
Hujan deras yang terjadi beberapa hari terakhir ini menyebabkan sejumlah kecamatan di Kab.
Bandung disergap banjir akibat meluapnya Sungai Citarum. Akibatnya, sejumlah wilayah kini
bagaikan kota mati karena nyaris sudah tidak ada aktivitas warga.
Bencana banjir yang terparah di tahun 2010 ini, menyebabkan perekonomian ribuan warga di
lokasi banjir lumpuh total. Pasalnya, kegiatan pabrik industri tekstil, pedagang, pelayanan jasa,
dan pelaku ekonomi lainnya terhenti karena akses jalan terendam banjir. Kondisi itu
menyebabkan sejumlah wilayah seperti Kec. Baleendah dan Kec. Dayeuhkolot bagaikan kota
mati karena tidak ada aktivitas warga yang berarti. Terlebih genangan air di wilayah itu
mencapai ketinggian 1 - 3 meter. Seiring dengan hal itu, listrik sejak Jumat (19/3) padam total.
Selain Kec. Baleendah, Dayeuhkolot dan Kec. Bojongsoang, bencana banjir juga menyergap
Kec. Majalaya, Ibun, Paseh, Rancaekek, Solokanjeruk, Banjaran, dan kecamatan lainnya.
Bahkan Bupati Bandung, H. Obar Sobarna, S.I.P., didampingi Asisten II Ekonomi dan
Kesejahteraan Kab. Bandung, Drs. H. Juhana, M.Si. yang meninjau langsung ke sejumlah lokasi
banjir di Kab. Bandung itu mengakui, banjir yang terjadi sejak Jumat malam hingga Sabtu
malam kemarin adalah banjir yang terparah.
"Pasalnya, ada sejumlah wilayah yang biasanya tidak kebanjiran, menjadi kebanjiran. Seperti di
Perumahan Cincin Permata Kec. Katapang," kata Obar kepada wartawan di sela-sela meninjau
lokasi pengungsian warga korban banjir di Masjid Besar Dayeuhkolot, Sabtu (20/3) malam.
Bahkan, kata Obar, dampak banjir kali ini sempat menjebolkan tanggul di Kec. Margahayu
akibat derasnya aliran air sungai tersebut. Termasuk di wilayah Kec. Kotawaringin, ada saluran
irigasi yang jebol.
Obar pun kemarin meninjau langsung lokasi banjir di wilayah Desa Tegalluar, Kec. Bojongsoang.
Bupati menginstruksikan kepada Kepala Desa Tegalluar, H.M. Rasmana agar memisahkan
warga korban pengungsian yang sakit dengan yang sehat. Serta sesegera mungkin membuat
dapur umum.
Akibat banjir yang melanda ruas Jalan Raya Sapan, jalur angkutan kota untuk sementara
diblokir karena ketinggian air mencapai 50 cm hingga 1 meter. Banyak warga yang berjalan kaki
saat melewati ruas Jalan Raya Sapan.
Begitu pula dengan sawah siap panen seluas 300 hektare ikut terendam. Dengan begitu
kerugian di Desa Tegalluar mencapai Rp 5 miliar.
Di lain pihak menurut Kades Buah Batu, Asep Supriatna, sebanyak 314 rumah terendam. Sawah
siap panen yang terendam seluas 40 hektare dan tambak ikan 8 hektare, sehingga kerugian
mencapai Rp 900 juta.
Mengungsi di 5 titik
Di Kec. Baleendah, sebanyak 4.095 rumah terendam, masing-masing di Kel. Andir 3.251 rumah
dan di Baleendah 844 rumah. "Dari sekian ribu rumah yang terendam itu, 818 KK atau sekitar
2.862 jiwa terpaksa mengungsi di lima titik lokasi pengungsian Kel. Baleendah," kata Camat
Baleendah, Drs. Yogi J.B., M.Si.
Menurut Yogi, ribuan pengungsi ditampung dan menetap di Gedung Juang, Kantor DPC PDI
Perjuangan, Kwarcab Pramuka, Inkanas, Uniba Baleendah, dan sebagian menetap di rumah-
rumah keluarganya yang aman dari bencana banjir.
"Sampai saat ini kebutuhan logistik untuk para pengungsi masih aman, dipasok dari Satkorlak
Kab. Bandung dan Provinsi Jabar," katanya.
Seperti halnya di Kec. Baleendah, bencana banjir juga diperkirakan merendam ribuan rumah di
Kec. Dayeuhkolot. "Ketinggian air antara 1-3 meter hingga empat desa di Kec. Dayeuhkolot.
Namun sampai saat ini, jumlah rumah dan KK yang menjadi korban banjir di Kec. Dayeuhkolot,
belum tercatat karena transportasi air masih tinggi," kata Camat Dayeuhkolot, Drs. Numan,
M.Si.
Sementara itu, menurut Camat Bojongsoang, Drs. Yudi Abdurahman, M.Si., di wilayahnya
terdapat tiga desa yang terendam banjir dari luapan Sungai Citarum dan Sungai Cikeruh, anak
Sungai Citarum. Di Desa Bojongsoang sebanyak 1.026 rumah, 1.206 KK atau 4.073 jiwa; Desa
Bojongsari sebanyak 341 rumah, 462 KK, 1.547 jiwa; dan Desa Tegalluar 3.211 rumah, 3834 KK
atau sebanyak 13.367 jiwa. "Ini merupakan data sementara," kata Yudi.
Sementara itu, bencana banjir juga kembali meredam enam desa di Kec. Rancaekek, Kab.
Bandung. Yaitu meliputi Desa Bojongloa, Rancaekek Wetan, Rancaekek Kulon, Linggar,
Sukamulya, dan Desa Cangkuang. Di enam desa itu, lebih dari 3.300 rumah terendam banjir
dengan ketinggian 20-150 cm.
Staf Pelaksana Kehumasan Kec. Rancaekek, Yadi mengatakan, dari enam desa itu bencana
banjir paling parah terjadi di Desa Bojongloa. Yaitu sebanyak 1.829 KK atau sekitar 5.809 jiwa
menjadi korban banjir, dengan ketinggian air merendam rumah mereka setinggi 50-150 cm.
Pengertian Banjir Serta Penyebab Penyebabnya
By bayue sp on Saturday, January 19, 2013
Banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan.
Pengarahan banjir Uni Eropa mengartikan banjir sebagai perendaman sementara oleh air pada
daratan yang biasanya tidak terendam air. Dalam arti “air mengalir”, kata ini juga dapat berarti
masuknya pasang laut. Banjir diakibatkan oleh volume air di suatu badan air seperti sungai atau
danau yang meluap atau menjebol bendungan sehingga air keluar dari batasan alaminya.
Ukuran danau atau badan air terus berubah-ubah sesuai perubahan curah hujan dan pencairan
salju musiman, namun banjir yang terjadi tidak besar kecuali jika air mencapai daerah yang
dimanfaatkan manusia seperti desa, kota, dan permukiman lain.
Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di
kelokan sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan rumah dan pertokoan yang dibangun di
dataran banjir sungai alami. Meski kerusakan akibat banjir dapat dihindari dengan pindah
menjauh dari sungai dan badan air yang lain, orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk
mencari nafkah dan memanfaatkan biaya murah serta perjalanan dan perdagangan yang lancar
dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir adalah bukti bahwa nilai
menetap dekat air lebih besar daripada biaya kerusakan akibat banjir periodik.
1. Sungai
Lama: Endapan dari hujan atau pencairan salju cepat melebihi kapasitas saluran sungai.
Diakibatkan hujan deras monsun, hurikan dan depresi tropis, angin luar dan hujan panas yang
mempengaruhi salju. Rintangan drainase tidak terduga seperti tanah longsor, es, atau puing-
puing dapat mengakibatkan banjir perlahan di sebelah hulu rintangan.
Cepat: Termasuk banjir bandang akibat curah hujan konvektif (badai petir besar) atau
pelepasan mendadak endapan hulu yang terbentuk di belakang bendungan, tanah longsor,
atau gletser.
2. Muara
Biasanya diakibatkan oleh penggabungan pasang laut yang diakibatkan angin badai. Banjir
badai akibat siklon tropis atau siklon ekstratropis masuk dalam kategori ini.
3. Pantai
Diakibatkan badai laut besar atau bencana lain seperti tsunami atau hurikan). Banjir badai
akibat siklon tropis atau siklon ekstratropis masuk dalam kategori ini.
4. Malapetaka
Diakibatkan oleh peristiwa mendadak seperti jebolnya bendungan atau bencana lain seperti
gempa bumi dan letusan gunung berapi).
5. Manusia
6. Lumpur
Banjir lumpur terjadi melalui penumpukan endapan di tanah pertanian. Sedimen kemudian
terpisah dari endapan dan terangkut sebagai materi tetap atau penumpukan dasar sungai.
Endapan lumpur mudah diketahui ketika mulai mencapai daerah berpenghuni. Banjir lumpur
adalah proses lembah bukit, dan tidak sama dengan aliran lumpur yang diakibatkan pergerakan
massal.
7. Lainnya
Banjir dapat terjadi ketika air meluap di permukaan kedap air (misalnya akibat hujan) dan tidak
dapat terserap dengan cepat (orientasi lemah atau penguapan rendah). Rangkaian badai yang
bergerak ke daerah yang sama. Berang-berang pembangun bendungan dapat membanjiri
wilayah perkotaan dan pedesaan rendah, umumnya mengakibatkan kerusakan besar.