Anda di halaman 1dari 8

UJIAN INSTRUMENTASI LAB DAN PEMANTAPAN MUTU LAB

Nama : Ikke Nanda Amalia, S.S.T.


NIM : 011914153010
Program Studi : S2 – Ilmu Kedokteran Dasar
Dosen : Prof. Dr. dr. Aryati, MS., SpPK (K).

1. Uraikan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap aseptabilitas test Immunoassay, beserta
contohnya!
a. Validitas tes
Validitas tes terdiri dari validitas interna (laboratorium) dan validitas eksterna (klinis):
Validitas Interna (Siregar, dkk., 2018)
1) Presisi
Nilai presisi menunjukkan seberapa dekat suatu hasil pemeriksaan bila dilakukan
berulang dengan sampel yang sama. Presisi biasanya dinyatakan dalam nilai koefisien
variasi (%CV) dan sering dinyatakan juga sebagai impresisi (ketidaktelitian). Semakin
kecil nilai CV (%) maka semakin teliti suatu sistem atau metode tersebut dan
sebaliknya (Permenkes, 2013). Presisi dapat dinyatakan sebagai repeatability
(keterulangan) atau reproducibility (ketertiruan). Impresisi dapat digunakan sebagai
tolok ukur kesalahan acak. Contohnya pada pemeriksaan imunoserologi dengan
metode ELISA, untuk menunjukkan seberapa presisi metode tersebut ialah dengan
melakukan penetapan standar deviasi berdasarkan rasio nilai OD/EC/Cut-off.
2) Akurasi
Akurasi (ketepatan) atau inakurasi (ketidaktepatan) adalah kemampuan untuk
mengukur dengan tepat sesuai dengan nilai benar (true value) setelah dilakukan secara
berulang. Nilai replika analisis semakin dekat dengan sampel yang sebenarnya maka
semakin akurat. akurasi dapat diukur secara kuantitatif, dalam ukuran inakurasi
dengan melakukan pengukuran terhadap bahan kontrol yang merupakan indikator
inakurasi pemeriksaan. Perbedaan ini disebut sebagai bias (d%). Semakin kecil nilai
bias, maka semakin tinggi akurasi pemeriksaan yang dilakukan. Nilai d% dapat positif
maupun negatif. Nilai positif menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari nilai benar,
sedangkan nilai negatif menunjukkan nilai yang lebih rendah dari nilai benar. Sebagai

1
contoh, laboratorium harus mengetahui presisi dan akurasi dari pemeriksaan
imunologi dengan cara menghitung CV dan bias dari setiap parameter imunologi.
3) Sensitivitas analitik
Sensitivitas analitik sering kali diartikan sebagai batas deteksi, yaitu kadar terendah
dari suatu analit yang dapat dideteksi oleh suatu metode. Pemeriksaan dengan
sensitivitas tinggi terutama dipersyaratkan pada pemeriksaan untuk tujuan skrining.
4) Spesifisitas analitik
Spesifisitas analitik berkaitan dengan kemampuan dan akurasi suatu metode untuk
memeriksa suatu analit tanpa dipengaruhi zat-zat lain.
Validitas Eksterna
1) Sensitivitas diagnostik
Sensitivitas suatu assay memberikan suatu ukuran seberapa sering suatu assay akan
mendiagnosis penyakit atau kondisi yang sedang dipertanyakan dalam sekelompok
pasien yang menderita penyakit atau kondisi tersebut. Sensitivitas diagnostik dapat
membantu dalam memahami seberapa sering dapat melewatkan suatu diagnosis
karena pasien memiliki kadar antibodi atau antigen yang lebih rendah dari batas yang
ditentukan di assay (Olson dan Nardin, 2016).
2) Spesifisitas diagnostik
Spesifisitas assay adalah persentase terdapatnya hasil uji negatif sejati total apabila
jumlah negatif total sama dengan negatif sejati ditambah positif palsu yang diujikan.
Ini merupakan pengukuran akurasi assay dalam hal seberapa sering suatu sampel
negatif sejati akan menghasilkan hasil uji negatif. Semakin tinggi presentase
spesifisitas maka semakin kecil kemungkinan bahwa pada pasien yang tidak menderita
suatu penyakit yang dicurigai bahwa ia menderita penyakit tersebut. Semakin tinggi
spesifisitas maka semakin sedikit jumlah positif palsu (Olson dan Nardin, 2016).
3) Nilai ramal positif
Nilai prediksi positif adalah persentase banyaknya positif sejati yang berasal dari hasil
positif yang diperoleh untuk populasi tertentu (Olson dan Nardin, 2016).
4) Nilai ramal negatif
Nilai prediksi negative memberikan presentase berapa kali suatu nilai negatif benar-
benar negatif untuk penyakit yang dicurigai (Olson dan Nardin, 2016).

2
5) Efisiensi diagnostik
Efisiensi suatu uji yaitu jumlah total uji yang memberikan hasil yang tepat (Olson dan
Nardin, 2016)
6) Likelihood ratio
LR (+): rasio antara probabilitas tes yang positif pada individu yang berpenyakit
dengan probabilitas tes yang positif pada individu yang tidak berpenyakit. Dengan kata
lain hasil tersebut menunjukkan berapa kali kemungkinan hasil tes (+) terjadi pada
kelompok populasi yang tidak berpenyakit. Sedangkan LR (-) ialah rasio antara
probabilitas hasil tes negatif pada individu berpenyakit dengan probabilitas hasil tes
negative pada individu yang tidak berpenyakit (Siregar, dkk., 2018).
b. Kepraktisan tes
Suatu metode uji yang praktis dibatasi melalui impresisi berdasarkan kegunaan klinik
secara rutin yang didasarkan atas pertimbangan kepraktisan yang menganggap bahwa
suatu batas sudah cukup untuk kepentingan klinik (Siregar, dkk., 2018).
c. Biaya pemeriksaan
Perhitungan besaran tarif pelayanan laboratorium kesehatan didasarkan pada perhitungan
harga satuan dari setiap jenis pemeriksaan dengan memperhatikan kemampuan ekonomi
masyarakat setempat dan kebijakan subsidi silang ditambah jasa lain (Kepmenkes, 2002).
2. Sebutkan prinsip dan beberapa contoh aplikasi pemeriksaan serologi yang banyak dipakai saat
ini yaitu rapid test dan ELISA dikaitkan dengan rencana penelitian tesis anda (usahakan pakai
print out kit insert test tersebut jadi tidak boleh sama antar mahasiswa)!
a. Immunochromatographic assay
Prinsip dasar asai imunokromatografi (uji rapid) dapat dipakai untuk melacak baik analit
maupun antibodi dalam sampel (Handojo, 2003):
1) Reaksi langsung (double antibody sandwich)
Asai ini biasanya dipakai untuk melacak analit yang besar dan memiliki lebih dari satu
epitope seperti misalnya LH, hCG, dan HIV. Pada asai imunometrik ini, suatu lengan
yang spesifik terhadap analit yang akan dilacak diimobilisasi pada suatu membrane
nitroselulosa. Reagen pelacak, yaitu suatu antibody diikatkan pada partikel lateks atau
colloidal metal, diendapkan pada bantalan konjugat. Bila sampel ditambahkan pada
bantalan sampel, maka sampel tersebut secara cepat membasahi dan melewati bantalan

3
konjugat serta melarutkan konjugat tersebut. Bila dalam sampel terdapat analit yang
akan dilacak, maka analit tersebut akan diikat oleh antibody spesifik yang terikat pada
reagen pelacak. Selanjutnya, reagen pelacak akan bergerak mengikuti aliran lateral
dari sampel sepanjang strip membrane, sampai mencapai pada mana diimobilisasi
reagen pengikat. Pada garis ini, kompleks antigen-reagen pelacak akan terperangkan
dan warna akan terbentuk dengan derajat yang sesuai dengan kadar analit yang
terdapat dalam sampel.
2) Reaksi kompetitif (competitive inhibition)
Cara asai ini seringkali dipakai untuk melacak molekul yang kecil dengan epitope
tunggal yang tak dapat mengikat dua antibody sekaligus. Prinsipnya ialah bila sampel
dan reagen pelacak melewati zona pada mana reagen pengikat diimobilisasi, sebagian
dari analit dan sebagian dari reagen pelacak akan terikat dan terperangkap pada garis
capture line. Makin banyak analit yang terdapat dalam sampel, makin efektif daya
kompetisinya dengan reagen pelacak. Suatu pertanda yang khas dari imunoasai
kompetitif ialah peningkatan kadar analit dalam sampel menghasilkan penurunan
signal di zona pembacaan.
3) ICA untuk melacak antibody
Untuk melacak adanya antibody dalam sampel dengan teknik imunokromatografi,
umumnya tidak dipakai cara aliran samping, seperti pada pelacakan analit, sebab
prinsip dasar yang dipakai berbeda. Bila pada pelacakan analit (Ag) dipakai prinsip
imunometrik (double Ab sandwich) atau kompetitif atau hambatan kompetitif, maka
dalam pelacakan antibody dipakai prinsip asai tak langsung yakni antibody dalam
serum direaksikan dulu dengan antigen yang berada pada garis pengikat, baru setelah
itu direaksikan dengan antibody berlabel terhadap antibody dalam sampel yang akan
dilacak.
b. ELISA
Prinsip dasar dan jenis teknik Elisa dapat dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai
berikut (Handojo, 2003):
1) Elisa kompetitif untuk penentuan antigen
Prinsip dasar:

4
Antigen yang diberi label dicampur dengan bahan pemeriksaan yang juga
mengandung antigen yang sama dan akan ditentukan, sehingga terjadi kompetisi
dalam mengikat sejumlah yang terbatas antibody spesifik yang terikat pada fase padat.
Antigen yang terikat kemudian dipisahkan dari yang bebas dan aktivitas enzimnya
ditentukan dengan penambahan substrat. Kadar antigen dalam sampel ditentukan
dengan menggunakan suatu kurva baku yang didapatkan dari sera baku yang
mengandung berbagai konsentrasi antigen yang telah diketahui. Aktivitas dari enzim
yang terikat berbanding terbalik dengan kadar antigen yang terdapat dalam bahan
pemeriksaan.
Aplikasi klinis:
Penentuan berbagai hormone secara kuantitatif (TSH, insulin, kortisol, dsb),
penentuan protein tertentu (CRP, TBK dan AFP) dan penentuan kadar beberapa obat
seperti digoxin.
2) Elisa titrasi untuk penentuan antigen
Prinsip dasar:
Penambahan antigen yang berlabel dan antigen yang akan ditentukan tidak dilakukan
bersamaan. Antigen yang akan ditentukan didalam sampel ditambahkan dahulu pada
antibody spesifik yang terikat pada fase padat. Setelah waktu inkubasi, bagian yang
tak terikat dibuang dan dicuci, lalu ditambahkan sejumlah tertentu antigen yang
berlabel. Tahap selanjutnya sama dengan elisa kompetitif.
3) Solid phase anti-IgM Elisa untuk penentuan antibody (IgM)
Prinsip dasar:
Antihuman IgM diikatkan pada fase padat lalu ditambahkan serum yang akan
diperiksa, sehingga semua IgM dalam serum tersebut akan diikat oleh antihuman IgM
yang terdapat pada fase padat. Setelah bagian yang tak terikat dibuang dan dicuci,
ditambahkan antigen tertentu yang dilabel dengan enzim, sehingga IgM spesifik
terhadap antigen tersebut di atas saja yang dapat mengikat antigen berlabel yang
ditambahkan. Aktivitas enzim dari ikatan tersebut ditentukan dengan menambahkan
substrat yang mengandung bahan kromogen.
4) Double antibody sandwich ELISA, untuk penentuan antigen.
5) Inhibition ELISA untuk penentuan antigen.

5
6) Double antibody sandwich ELISA
Prinsip dasar: bahan pemeriksaan yang mengandung antigen direaksikan dengan
antibody spesifik pertama yang terikat pada fase padat. Selanjutnya ditambahkan
antibody spesifik kedua yang berlabel enzim. Akhirnya ditambahkan substrat dari
enzim tersebut. Aktivitas dari enzim yang terikat berbanding lurus dengan kadar
antigen dalam bahan pemeriksaan. Aplikasi klinis: penentuan IgE total, HBs Antigen,
PAM dan beberapa hormon dengan molekul besar.
7) Inhibition ELISA
Prinsip dasar: antigen yang akan ditentukan ditambahkan pada antibody spesifik
terhadap antigen tersebut yang telah diberi label dan dalam jumlah tertentu yang
berlebihan, sehingga sebagian akan mengikat antigen dalam sampel dan sisanya
berada dalam keadaan bebas. Bila campuran tersebut kemudian ditambahkan pada
antigen yang sama tetapi telah terikat pada fase padat, maka sisa konjugat yang masih
bebas akan terikat pada antigen tersebut. Aktivitas enzim dari konjugat yang terikat
pada fase padat ditentukan dengan menambahkan substrat setelah bagian yang tak
terikat pada fase padat dibuang dan dicuci. Kadar antigen dalam sampel ditentukan
dengan menggunakan kurva baku.
8) Elisa tak langsung
Prinsip dasar: serum dengan antibody yang akan ditentukan direaksikan dengan
antigen yang terikat pada fase padat. Selanjutnya ditambahkan antihuman globulin
yang berlabel enzim dan akhirnya ditambah substrat. Aktivitas dari enzim yang terikat
berbanding lurus dengan kadar antibody yang terdapat dalam bahan pemeriksaan.
Aplikasi klinis: penentuan antibody bakteriologis, mikologis, virologis dan
parasitologis.
Berikut adalah contoh rapid test dan pemeriksaan ELISA yang dikaitkan dengan rencana
penelitian tesis yang saya lakukan:
Thypidot Rapid IgG/IgM Salmonella typhi IgM Elisa
Metode: Metode:
Imunokromatografi metode indirect solid- Enzyme Linked Immunosorbent Assay
phase immunochromatographic assay. metode indirect. Untuk mendeteksi adanya
Untuk mendeteksi secara kualitatif adanya

6
antibody spesifik IgG dan IgM terhadap antibody spesifik terhadap Salmonella typhi
antigen spesifik OMP Salmonella typhi di yang diukur secara kuantitatif.
serum atau plasma pasien.
Prinsip: Prinsip:
Antigen Salmonella typhi OMP spesifik Serum pasien yang telah diencerkan
diimobilisasi ke membrane nitroselulosa ditambahkan ke dalam fase padat yang
sebagai jalur uji. Ketika sampel ditambahkan mengandung antigen murni. Antibody
ke bantalan sampel akan bermigrasi ke atas, spesifik IgM, ditunjukkan dengan mengikat
jika antibody IgG atau IgM anti Salmonella antigen. Semua material yang tidak diikat
typhi ada dalam sampel uji, mereka akan akan dicuci dan enzim konjugat akan
bereaksi dengan colloidal gold IgG anti- ditambahkan untuk mengikat antibody-
human atau IgM anti-human untuk antigen kompleks. Kelebihan adanya enzim
membentuk kompleks yang akan terus konjugat akan dicuci dan substrat
bergerak pada membrane nitroselulosa dan ditambahkan. Plate selanjutnya diinkubasi
kemudian akan ditangkap di zona jendela uji untuk memungkinkan bahwa substrat telah
oleh antigen S. typhi OMP spesifik yang terhidrolisis oleh karena enzim. Intensitas
memberikan pita warna merah muda warna proporsional dengan jumlah antibody
keunguan. IgM spesifik dalam sampel.
Prosedur Kerja: Prosedur Kerja:
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan a. Disiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. digunakan.
b. Diberi label keterangan pasien pada b. Disiapkan pengenceran 1:21 dengan
cassette test. menggunakan sampel diluent pada
c. Ditambahkan 45ul serum atau plasma ke negatif kontrol, positif kontrol, kalibrato
dalam sample well, pastikan bahwa tidak dan sampel. Kemudian pipet sebanyak
ada gelembung saat mengambil sampel 100ul letakkan secara berurutan pada
tersebut. well.
d. Ditambahkan 1 tetes buffer ke dalam c. Dipastikan tidak ada gelembung udara
sample well. Serum atau plasma yang akan memengaruhi hasil.
kemudian akan memulai berjalan ke Diinkubasi selama 20 menit pada suhu
dalam membrane. ruang.

7
e. Dibaca hasil setelah 20 menit. d. Ditcuci menggunakan washing solution
sebanyak 1x.
e. Ditambahkan 100ul enzim conjugate
dan inkubasi 20 menit pada suhu
ruangan.
f. Dicuci lagi sebanyak 1x menggunakan
washing solution sebanyak 1x.
g. Ditambahkan 100ul TMB substrat dan
inkubasi selama 10 menit pada suhu
ruang.
h. Ditambahkan 100ul stop solution untuk
menghentikan reaksi.
i. Dibaca pada microplate reader elisa
selama 15 menit menggunakan panjang
gelombang 600-650 nm.
Interpretasi Hasil Uji: Interpretasi Hasil Uji:
a. Positif: muncul band pada Control line a. <0.9 : antibody IgM Salmonella typhi
(C) dan Test Line (T). tidak terdeteksi.
b. Negatif: band hanya muncul pada area b. 0.9-1.1 : borderlined positif.
Control line (C). c. >1.1 : antibody IgM Salmonella typhi
c. Invalid: tidak adanya band yang muncul terdeteksi.
pada area Control line (C).

Daftar Pustaka:
Departemen Kesehatan. 2013. Cara Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Yang Baik. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan.
Departemen Kesehatan. 2002. Pedoman Perhitungan Tarif Laboratorium Kesehatan. Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 359 Tahun 2002. Jakarta: Kementerian
Kesehatan.
Handojo, I. 2003. Pengantar Imunoasai Dasar. Surabaya: Airlangga University Press.
Olson, KR., dan Nardin ED. 2016. Imunologi dan Serologi Klinis. Jakarta: EGC.
Siregar, MT., Wulan, WS., Setiawan D., dan Nuryati, A. 2018. Bahan Ajar Teknologi
Laboratorium Medik (TLM) Kendali Mutu. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai