ABSTRAK
Latar Belakang: Khusus untuk beberapa daerah, tsunami yang melanda Aceh tahun 2014 juga dihipotesiskan
turut mempengaruhi stunting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan determinan stunting
anak sekolah dasar di wilayah terkena tsunami di Aceh Besar. Metode: Penelitian ini menggunakan desain
kasus control. Sampel kasus sebanyak 30 anak stunting dan kontrol sebanyak 60 anak tidak stunting.
Pengumpulan data dengan wawancara dan pengukuran tinggi badan dengan microtoise, kemudian diolah
dengan software WHO AnthroPlus. Analisis data univariat, bivariat dan multivariate menggunakan STATA
versi 12. Hasil: Prevalensi stunting di kecamatan Peukan Bada yang merupakan wilayah terkena tsunami
sebesar 24%. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan stunting dengan
pekerjaan ibu (sebagai petani) dengan OR = 98.9, p-value 0.035, pekerjaan ayah yang tidak tetap (tukang/buruh)
dengan OR = 22.9, p-value 0.046, dan diare dengan OR = 17.9, p-value 0.047 dan berat lahir dengan OR = 0.78,
p-value 0,047. Kesimpulan: Prevalensi stunting di kecamatan Peukan Bada yang merupakan wilayah terkena
tsunami tidak begitu berbeda dengan wilayah non-tsunami. Pekerjaan ibu atau ayah, diare dan berat badan lahir
merupakan determinan utama. Intervensi pada dua determinan pertama perlu keterlibatan lintas sektor, tidak
bisa ditangani sepenuhnya oleh jajaran kesehatan. Penyediaan air bersih dan menerapkan Perilaku Hidup Bersih
Sehat (PHBS) perlu terus menjadi perhatian untuk mengurangi kasus diare. Studi ini juga menunjukkan
konsumsi gizi yang mencukupi merupakan hal penting yang perlu menjadi prioritas untuk mengurangi BBLR
dan dampaknya terhadap stunting.
Kata Kunci: Stunting, Diare, Sosial Ekonomi, Anak Sekolah, dan Tsunami.
ABSTRACT
Background: In some areas, the tsunami that hit Aceh in 2014 also hypothesizes associated with stunting.
However, no research has been conducted examine stunting risk factor in tsunami affected area. This study aims
to determine the prevalence and determinants of stunting in primary school children in the area affected by the
tsunami in Aceh Besar. Methods: This study uses a case-control design. The samples are 30 cases of child
stunting and 60 control children not stunting. The collection of data through interviews and height measurement,
and then processed by software AnthroPlus WHO. The data analysis for univariate, bivariate and multivariate
(logistic regression test) used STATA version 12. Results: The prevalence of stunting in the tsunami-affected
region in Peukan Bada district of 24%. Multivariate analysis showed that stuting significantly associated with
mother's occupation stunting (as farmers) with an OR of 98.9, p-value of 0.035, uncertainty father's occupation
(builders/workers) with an OR of 22.9, p-value of 0.046, and diarrhea with OR of 17.9, p-value of 0.047, and
birth weight with an OR of 0.78, p-value 0.04. Conclusions: The prevalence of stunting in the tsunami-affected
region in Peukan Bada district is not so different from non-tsunami region. Works mother or father, diarrhea
and birth weight is a major determinant. Intervention on the first two determinants need cross-sector
involvement therefore can not be handled entirely by health personnel. Providing clean water and clean and
healthy behavior need to continue to reduce cases of diarrhea. This study also shows the consumption of
adequate nutrition is an important thing that should be a priority to reduce its impact on the low birth weight
and stunting.
Pada variabel individu diperoleh diare hubungan bermakna secara statistik antara
dengan OR = 8.73 (95% CI 1.00-75.86) p- diare dengan stunting (lihat Tabel 1).
value 0.05 berarti bahwa terdapat
Tabel 2. Analisis Final Model Multivariat Prevalensi dan Determinan Stunting Anak
Sekolah di Wilayah Tsunami Kabupaten Aceh Besar
Dari hasil Tabel 2, final model CI: 1.05-498.12) p-value 0.046 yang
multivariate diperoleh hasil bahwa yang merupakan faktor risiko terhadap stunting.
menjadi faktor risiko stunting pada anak Hal ini berarti bahwa anak dengan
sekolah dasar dalam penelitian ini adalah: pekerjaan ayah tidak tetap (tukang/buruh)
dari variabel sosial ekonomi yaitu memiliki risiko menjadi stunting sebesar
pekerjaan ibu sebagai petani dengan OR = 22.89 kali dibandingkan anak dengan
98.95 (95% CI: 1.38-7097.6) p-value pekerjaan ayah tetap.
0.035 yang merupakan faktor risiko Sementara dari variabel individu diare
terhadap stunting. Hal ini berarti bahwa dengan OR = 17.90 (95% CI: 1.04-309.16)
anak dengan pekerjaan ibu sebagai petani p-value 0.047 yang berarti diare
memiliki risiko menjadi stunting sebesar merupakan faktor risiko terhadap stunting.
98.95 kali dibandingkan anak dengan ibu Hal ini berarti bahwa anak yang sering
yang tidak bekerja/IRT. menderita diare memiliki risiko menjadi
Kemudian pekerjaan ayah tidak tetap stunting sebesar 17.90 kali dibandingkan
(tukang/buruh) dengan OR = 22.89 (95% dengan anak yang tidak pernah diare.
Gizi Kesehatan Masyarakat 78
JUKEMA
Vol. 2, No. 2, Oktober 2016: 72 – 153
Berat lahir dengan OR = 0.78 (95% CI: Faktor Risiko Sosial Ekonomi
0.62-0.98) p-value 0.035 yang berarti
merupakan faktor pelindung (protektif) Tingkat pendidikan ibu tinggi tidak
terhadap stunting. Hal ini berarti setiap menjamin anak terhindar dari malnutrisi
peningkatan 100 gram berat lahir risiko karena tingkat pendidikan tinggi tidak
stunting menurun sebesar 22%. berarti ibu memiliki pengetahuan yang
cukup akan gizi yang baik. Sejalan dengan
PEMBAHASAN penelitian yang dilakukan oleh Adel El
Taguri dkk. (2009) menyimpulkan bahwa
Gambaran Stunting pada Anak SD/MI pada analisis bivariat tingkat pendidikan
ibu berhubungan dengan kejadian stunting
Gelombang tsunami telah merusak pada balita.
jaringan jalan maupun jembatan sehingga Untuk pekerjaan ayah sebagai
akses dari satu tempat ke tempat lain tukang/buruh (berpenghasilan tidak tetap)
menjadi lumpuh7. Kecamatan Peukan merupakan faktor risiko stunting yang
Bada merupakan salah satu wilayah di berarti anak memiliki risiko 22.89 kali
kabupaten Aceh Besar yang parah dilanda menderita stunting jika pekerjaan ayah
gempa dan tsunami yang dahsyat setelah sebagai tukang/buruh. Penelitian Hatril
bencana ditandai dengan terbatasnya (2001) menunjukkan kecenderungan
ketersediaan makanan dan terbatasnya air bahwa ayah yang bekerja dalam kategori
bersih serta hygiene dan sanitasi yang swasta mempunyai pola konsumsi
buruk, yang dapat meningkatkan risiko makanan keluarga yang lebih baik
gizi kurang pada anak-anak8. Bencana dibandingkan dengan ayah yang bekerja
alam akan menimbulkan dampak jangka sebagai buruh.
panjang yang rumit dan mempengaruhi Dari hasil analisis multivariate
segala aspek termasuk pada mata didapatkan anak memiliki risiko 10.14 kali
pencaharian, infrastruktur fisik, sosial dan menderita stunting jika ibu bekerja sebagai
politik, serta lingkungan, menghidupkan petani dibandingkan anak dengan ibu yang
kembali sumber penghasilan, membangun tidak bekerja. Sejalan dengan penelitian
perumahan, sekolah-sekolah dan kegiatan Hien dan Hoa (2009) yang mendapatkan
pencarian nafkah9. Pembangunan pekerjaan ibu berhubungan secara
infrastruktur terus dilakukan untuk signifikan dengan gizi kurang.
mengembalikan Aceh dan lebih
mengembangkan Aceh . 10 Faktor Risiko Lingkungan dengan
Prevalensi stunting pada anak-anak Stunting
SD/MI di kecamatan Peukan Bada
ditemukan sebanyak 24% (belum berat Hasil uji multivariat tidak ada
menurut WHO). Padahal untuk kawasan hubungan yang signifikan antara jenis
yang terkena bencana dahsyat sekelas jamban dan sumber air minum dengan
tsunami Aceh tentu saja akan stunting. Air minum isi ulang yang kita
menimbulkan permasalahan stunting yang peroleh dari depot air minum isi ulang
cukup serius. Hal ini menunjukkan bahwa (DAMIU) yang banyak dikonsumsi oleh
rekonstruksi yang dilakukan pasca masyarakat, belum sepenuhnya baik dari
Tsunami akan memberikan dampak jangka segi kesehatan disebabkan oleh beberapa
panjang terhadap kesehatan dan hal seperti lokasi depot yang berada di
kesejahteraan masyarakat dan hasil pinggir jalan raya sehingga merupakan
perjuangan bersama selama ini dari sumber polusi dan debu. Kondisi depot
berbagai pihak telah memberikan hasil yang tidak steril ini tentu saja kurang sehat.
yang menggembirakan.
Dalam penelitian ini ditemukan anak Hasil multivariat berat lahir diperoleh
yang mengalami stunting lebih banyak berat lahir merupakan faktor proteksi
pada anak dengan riwayat usia ibu terhadap stunting. Hal ini berarti setiap
melahirkan <20 tahun dan >35 tahun yaitu peningkatan 100 gram berat lahir risiko
sebanyak 63.33%. Walaupun dari hasil terhadap stunting menurun sebesar 22%.
analisis multivariate usia ibu saat Hasil penelitian Putri dan Utami (2015)
melahirkan dengan (OR = 3.41 95% CI: menunjukkan bahwa berat lahir
0.68-17.25) p-value 0.138 bukan berhubungan signifikan dengan kejadian
merupakan faktor risiko stunting. Serupa stunting pada anak umur 6-23 bulan yang
penelitian Nadiyah (2014) bahwa tidak lahir cukup bulan di Indonesia, namun
ditemukan hubungan yang signifikan baik berat lahir bukan merupakan prediktor
antara paritas ataupun umur ibu yang kuat terhadap kejadian stunting.
melahirkan dengan stunting pada anak (p Diare dengan OR = 17.90 (95% CI:
>0.05). 1.04-309.16) p-value 0.047 menunjukkan
Dalam penelitian ini ditemukan anak yang sering menderita diare memiliki
keluarga dengan jumlah anak >4 orang peluang mengalami stunting 17.90 kali
yang mengalami stunting sebanyak dibandingkan anak yang tidak pernah
63.33%. Dari hasil multivariate jumlah menderita diare. Bila dikaitkan dengan
anak bukan merupakan faktor risiko situasi bencana seperti tsunami yang
stunting. Meskipun demikian, tidak melanda Aceh, kejadian diare pada anak
terdapat hubungan yang bermakna antara tetap merupakan salah satu masalah
jumlah anak dengan kejadian stunting pada kesehatan yang umum dijumpai, hal ini
balita. tentu saja dipicu oleh buruknya kondisi
Waktu inisiasi menyusui bukan faktor lingkungan dan sanitasi.
risiko stunting. Dalam penelitian ini Selama di pengungsian biasanya
sebesar 93.3% ibu-ibu tidak melakukan persoalan yang dijumpai adalah masalah
inisiasi menyusui dengan tepat. Ibu ketersediaan air bersih dan fasilitas MCK
diharapkan mulai menyusui anaknya yang kurang layak. Masalah kesehatan
segera setelah melahirkan, atau antara 1 yang biasanya disebabkan oleh kebersihan
jam setelah melahirkan. Sejalan dengan lingkungan termasuk sumber air yang
penelitian Nadiyah et al. (2014) inisiasi kurang memadai, sehingga anak-anak
menyusui tidak berhubungan signifikan mudah terserang diare dan juga penyakit
dengan stunting. gatal-gatal.
Dari hasil penelitian pada kelompok Sampai saat ini penyakit diare yang
kasus hanya sebanyak 6.67% yang diderita anak-anak masih merupakan
memberikan ASI secara eksklusif. masalah yang serius, permasalahan ini
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu- bukan saja terkait dengan saat kejadian
ibu responden diperoleh ada banyak alasan bencana dimana situasi dan kondisi
mengapa ibu-ibu tidak memberikan ASI lingkungan tidak kondusif tanpa ada
Eksklusif, di antaranya karena ASI tidak bencanapun prevalensi diare tetap tinggi.
keluar, ibu bekerja, ASI tidak mencukupi Penyakit diare merupakan salah satu
kebutuhan bayi, ibu sakit, ASI sedikit dan penyakit berbasis lingkungan masih
lain-lain. Hal inilah yang mempengaruhi menjadi permasalahan kesehatan Indonesia
mengapa ada banyak bayi yang tidak hingga saat ini.
mendapat ASI eksklusif.
DAFTAR PUSTAKA