SK Pedoman
SK Pedoman
NOMOR: 142/SK-DIR/RSAQ/VII/2018
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN
Menimbang : a. Bahwa keliru pasien di rumah sakit dapat terjadi pada semua aspek
diagnosis dan pengobatan yang akan berdampak buruk terhadap
pelayanan dan pengobatan pasien.
b. Bahwa pasien berhak mendapatkan pelayanan atau pengobatan yang
efektif dan efisien sehingga terhindar dari kerugian fisik dan materi
maka rumah sakit harus menetapkan identifikasi pasien yang
terpercaya (reliable).
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan Direktur tentang
Pemberlakuan Panduan Identifikasi Pasien.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : PEMBERLAKUAN PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN RUMAH SAKIT
AQIDAH .
1
KETIGA : Direksi beserta jajarannya di lingkungan Rumah Sakit Aqidah melakukan
pembinaan dan pengawasan tentang pelaksanaan identifikasi pasien
dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien Rumah Sakit Aqidah.
KEEMPAT : Panduan identifikasi pasien ini akan dievaluasi secara berkala sekurang-
kurangnya satu kali dalam tiga tahun.
KELIMA : Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
KEENAM : Apabila dikemudian hari terjadi kekeliruan dalam Surat Keputusan ini maka
akan diadakan perubahan atau perbaikan seperlunya.
Ditetapkan di : TANGERANG
Tanggal : 16 Juli 2018
DIREKTUR RS AQIDAH
2
BAB I
DEFINISI
3
16. Kesalahan Identifikasi Pasien adalah kesalahan atau keliru pada saat identifikasi pasien yang dapat
terjadi di semua aspek diagnosis dan pengobatan.
17. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error atau kesalahan dalam mengidentifikasi pasien
adalah pasien yang dalam keadaan terbius atau tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar
sepenuhnya, mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam rumah sakit, mungkin mengalami
disabilitas sensori atau akibat dari situasi yang lain.
18. Penandaan pada pasien dengan nama yang sama adalah pemberian tanda berupa bintang merah di
ujung kanan atas berkas rekam medis.
4
BAB II
RUANG LINGKUP
Untuk menghindari terjadinya kesalahan disegala aspek diagnostik maupun pengobatan dan dapat
mengarah terjadinya error atau kesalahan dalam mengidentifikasi pasien antara lain dilakukan identifikasi
dengan tepat untuk mengurangi kejadian/ kesalahan yang berhubungan dengan salah identifikasi
kesalahan dapat berupa : salah pasien, kesalahan prosedur, kesalahan medikasi, kesalahan transfusi
dan kesalahan pemeriksaan diagnostik dan kesalahan mengantar bayi ke orang tua pasien.
A. Seluruh pasien rawat jalan, rawat inap dan pasien Gawat Darurat dilakukan identifikasi.
1. Proses identifikasi seluruh pasien baru di unit rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat
dilakukan di unit pendaftaran / bagian informasi.
2. Identifikasi menggunakan tiga parameter identias yaitu nama pasien , tanggal lahir dan nomor
rekam medik pasien.
3. Identifikasi pasien tidak menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
4. Seluruh pasien baru mengisi data dasar sesuai dengan ketentuan rumah sakit yaitu kartu
identitas e.KTP atau KTP jika tidak ada dapat menggunakan SIM atau Paspor dll.
B. Kewajiban dan tanggung jawab rumah sakit :
1. Seluruh staf rumah sakit.
2. Perawat yang bertugas (perawat penanggung jawab pasien).
3. Kepala instalasi atau kepala perawat.
4. Kepala Bagian Pelayanan.
C. Prosedur pemakaian gelang identitas.
D. Jenis – jenis gelang dan pin risiko.
E. Prosedur yang membutuhkan identifikasi pasien dengan benar antara lain : pemberian obat, darah
atau komponen darah, pengambilan darah dan specimen untuk pemeriksaan klinis, pemberian
pengobatan, tindakan atau prosedur, transfer pasien dan mengantar bayi.
F. Verifikasi identitas pasien bahwa pasien berhak mendapatkan pelayanan atau pengobatan yang
efektif dan efisien sehingga terhindar dari kerugian fisik dan materi maka pasien harus menetapkan
identifikasi pasien yang terpercaya (reliable).
G. Prosedur pengambilan dan pemberian produk atau komponen darah.
H. Prosedur identifikasi pada bayi baru lahir atau Neonatus.
I. Pasien rawat jalan.
J. Pasien dengan nama yang sama di ruang rawat.
K. Pasien yang identitasnya tidak diketahui.
L. Pasien yang tidak mungkin dipasang gelang identitas atau tidak kooperatif.
M. Pasien yang tidak sadar atau koma.
N. Pasien yang meninggal.
O. Melepas gelang pasien.
BAB III
5
TATA LAKSANA
A. SELURUH PASIEN RAWAT JALAN, RAWAT INAP DAN PASIEN GAWAT DARURAT
DILAKUKAN IDENTIFIKASI.
1. Semua pasien rawat inap atau rawat jalan, IGD dan yang akan menjalani suatu prosedur /
tindakan harus diidentifikasi dengan benar, untuk seluruh pasien baru identifikasi dilakukan di
unit pendaftaran dengan mengisi data dasar sesuai dengan kartu identitas e KTP atau KTP jika
tidak ada atau SIM atau Paspor dll selanjutnya akan dilakukan input pada komputer untuk
mendapatkan nomor rekam medis. Untuk pasien lama maka proses identifikasi dilakukan dengan
melakukan verifikasi menanyakan nama dan tanggal lahir pasien kemudian dicocokan dengan
data rekam medis yang ada di komputer.
2. Identitas pasien berisi : nama pasien, tanggal lahir dan nomor rekam medis.
3. Pasien rawat inap harus menggunakan gelang identitas dengan 3 (tiga) identitas (nama lengkap
pasien, tanggal lahir dan nomor rekam medis), untuk verifikasi dilakukan minimal dengan 2 (dua)
data identitas pasien (nama lengkap pasien dan tanggal lahir).
4. Identifikasi pasien tidak menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien, lokasi kamar atau nomor
kamar dapat menimbulkan kesalahan karena pasien sering berpindah – pindah kamar atau bed.
6
a. Memastikan seluruh staf di Instalasi memahami prosedur identifikasi pasien dan
menerapkannya.
b. Mengintegrasi semua insiden kejadian salah identifikasi pasien dan memastikan
terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya kembali insidens tersebut.
c. Memahami dan menerapkan tentang kebijakan, panduan, SPO tentang ketepatan
identifikasi pasien serta mensosialisasikan kepada jajarannya.
4. Kepala Bagian Pelayanan
a. Memantau dan memastikan tentang kebijakan, panduan dan SPO tentang ketepatan
identifikasi pasien dikelola dengan baik oleh Kepala Instalasi atau Kepala Perawat dan
diseluruh pelayanan .
b. Menjaga standarisasi dalam menerapkan panduan identifikasi pasien.
c. Memantau dan melakukan tindak lanjut jika terjadi permasalahan yang berhubungan dengan
tatalaksana identifikasi pasien.
7
9. Saat melakukan verifikasi kepada pasien, petugas meminta pasien untuk menyebutkan nama
dan tanggal lahir.
10. Jika pasien tidak mampu memberitahukan nama dan tanggal lahir (misalnya pasien tidak sadar
atau koma, bayi, disfasia, gangguan jiwa, gawat darurat), verifikasi identitas pasien dilakukan
kepada keluarga atau pengantarnya. Jika pasien tidak didampingi oleh keluarga (pasien HCU-
ICU, kamar operasi) verifikasi dengan cara mencocokan gelang identitas dengan berkas rekam
medis dan gelang identitas pasien secara visual.
11. Pengecekan gelang identitas dilakukan tiap kali pergantian jaga perawat.
12. Sebelum pasien ditransfer ke unit lain, lakukan identifikasi pasien dengan benar dan pastikan
gelang identitas terpasang dengan baik.
13. Unit yang menerima transfer pasien harus menanyakan ulang identitas pasien dan
membandingkan data yang diperoleh dengan yang tercantum di gelang identitas.
14. Pasien harus diinformasikan akan resiko yang dapat terjadi jika gelang identitas tidak dipakai.
Alasan pasien harus dicatat pada Rekam Medis
8
dengan sebelumnya melakukan verifikasi kepada pasien dan cocokan dengan rekam medis
pasien.
4. Identifikasi pasien yang menjalani prosedur pemeriksaan radiologi :
a. Operator harus memastikan identitas pasien dengan benar sebelum melakukan
prosedur, dengan cara:
Meminta pasien atau keluarga untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal lahirnya.
Periksa dan bandingkan data pada gelang identitas dengan rekam medis atau pasien
rawat jalan dengan data rekam medis pasien.
Jika data yang diperoleh sama, lakukan prosedur pemeriksaan.
Jika terdapat ≥ 2 pasien di instalasi radiologi dangan nama yang sama, periksa ulang
identitas (nama pasien, tanggal lahir dan nomor RM)
b. Jika data pasien tidak lengkap, informasi lebih lanjut harus diperoleh sebelum pajanan radiasi
(exposure) dilakukan.
5. Identifikasi pasien yang menjalani tindakan operasi :
a. Petugas di kamar operasi harus mengkonfirmasi identitas pasien sebelum masuk kamar
operasi dengan menggunakan formulir time out (sign in, time out dan sign out).
b. Jika diperlukan untuk melepas gelang pengenal selama dilakukan operasi, tugaskanlah
seorang perawat di kamar operasi untuk bertanggungjawab melepas dan memasang kembali
gelang pengenal pasien.
c. Gelang pengenal yang dilepas harus didokumentasikan diberkas RM pasien.
9
b. Jika staf rumah sakit tidak yakin atau ragu akan kebenaran identitas pasien, jangan lakukan
transfusi darah sampai diperoleh kepastian identitas pasien dengan benar.
10
1. Pasien akan dilabel menurut prosedur setempat sampai pasien dapat diidentifikasi dengan benar.
Contoh pelabelan yang diberikan berupa : Pria atau Wanita tidak dikenal maka diberi gelang atau
label dengan nama Tn.X1 / Tn.X2 / Ny.X1/ Ny.X2 / Nn.X1 / Nn.X2 / An.X1 / An.X2.
2. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, pasang gelang identitas baru dengan identitas yang
benar.
3. Bila pasien datang tidak mengetahui tanggal dan bulan lahir dan hanya mengetahui usia saja,
maka tanggal dan bulan lahir mengikuti tanggal pada saat berobat pertama kali.
11
3. Melepas gelang pasien, baik gelang identitas maupun pin resiko oleh perawat yang bertanggung
jawab terhadap pasien / Primary Nurse yang bertugas dengan menggunakan gunting gelang dan
ucapkan terima kasih pada pasien.
4. Selanjutnya gelang pasien baik gelang identitas maupun pin resiko dapat dibuang ke tempat
sampah atau dibawa pulang jika pasien menghendaki.
5. Pada bayi, gelang disertakan saat pulang bersama dengan data-data lain.
6. Pada kondisi yang memerlukan pelepasan gelang pasien sementara, segera setelah prosedur
selesai dilakukan, gelang pasien dipasang kembali.
7. Untuk pelepasan pin resiko jatuh, dilakukan saat didapatkan skoring resiko tinggi telah berubah
menjadi resiko sedang atau rendah .
BAB IV
DOKUMENTASI
12
1. Identifikasi pasien, data identitas yang diperoleh dari pasien atau keluarga dengan mengisi data
di bagian pendaftaran yang meliputi nama, tanggal lahir , sesuai dengan data identitas pasien
(KTP, SIM, Pasport dll).
2. Data yang telah diisi oleh pasien / keluarga diinput pada komputer untuk mendapatkan nomor
rekam medis.
3. Jika ada pasien yang tidak dapat dipasang gelang identitas sesuaikan dengan kondisi atau
keadaan pasien
c. Kesulitan komunikasi
1) Hambatan akibat penyakit pasien, kondisi kejiwaan pasien, atau keterbatasan bahasa.
2) Kegagalan untuk pembacaan kembali.
3) Kurangnya kultur atau budaya organisasi.
5. Jika terjadi insiden akibat kesalahan identifikasi pasien, lakukan hal berikut ini :
a. Pastikan keamanan dan keselamatan pasien
b. Pastikan bahwa tindakan pencegahan cedera telah dilakukan
c. Staf yang terkait dengan insiden (ditempat terjadinya insiden), membuat kronologis dalam
waktu 1 x 24 jam.
13
d. Kronologis dilaporkan ke atasan langsung untuk dilakukan Risk Grading dan pembuatan
laporan IKP (Insiden Keselamatan Pasien).
e. Selanjutnya dilakukan investigasi setelah itu ditentukan apakah dibuat RCA (Root Cause
Analysis) atau AAM (Analisa Akar Masalah).
f. Tindakan terakhir adalah pembuatan laporan ke tim KPS (Kualifikasi & Pendidikan Staf).
14
Pasien masuk rumah sakit
Ya Tidak Ya Tidak
Gelang pengenal dipakaikan ke pergelangan tangan kiri/kanan pasien (tidak terpasang infus)
· Gelang pengenal pasien diperiksa, pasien diminta untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal
lahirnya sebelum menjalani prosedur, seperti:
o Pengambilan darah/sampel cairan tubuh lainnya
o Transfusi darah
o Pemberian obat-obatan
o Intervensi pembedahan dan prosedur invasive lainnya
o Trasnsfer pasien
o Prosedur pemeriksaan radiologi (rontgen, MRI, dan sebagainya)
o Menyusui bayi / saat mengantarkan bayi
15
TENTANG
KEBIJAKAN KOMUNIKASI EFEKTIF
Menimbang : a. Bahwa pimpinan rumah sakit harus memahami dinamika komunikasi
antar anggota kelompok profesional dan antara kelompok profesi, unit
struktural, antara kelompok profesional dan non profesional, antara
kelompok profesional kesehatan dengan manajemen, antara profesional
kesehatan dan keluarga serta dengan pihak luar rumah sakit.
b. Bahwa kegagalan dalam berkomunikasi merupakan salah satu akar
masalah yang paling sering menyebabkan insiden keselamatan pasien
atau kejadian yang tidak diharapkan.
c. Bahwa asuhan pasien adalah suatu upaya yang kompleks dan sangat
tergantung pada komunikasi dari informasi untuk memberikan,
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan pelayanan.
d. Bahwa pimpinan rumah sakit harus memberi perhatian terhadap akurasi
dan ketepatan waktu informasi di rumah sakit, perlu dikembangkan
prosedur secara kolaboratif yang ditetapkan dengan kebijakan melalui
keputusan Direktur Rumah Sakit.
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, b, c dan d, perlu menetapkan Keputusan Direktur tentang Kebijakan
Komunikasi Efektif.
16
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT TENTANG KEBIJAKAN
KOMUNIKASI EFEKTIF DI RUMAH SAKIT AQIDAH.
KEDUA : Kebijakan Komunikasi Efektif pada diktum kesatu, sebagai acuan dalam
melaksanakan kegiatan komunikasi dan pemberian informasi untuk
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan pelayanan di rumah sakit.
KETIGA : Pimpinan menjamin terjadinya proses untuk mengkomunikasikan informasi
yang relevan di seluruh rumah sakit dengan tepat waktu.
KEEMPAT : Komunikasi Efektif dalam pelayanan di Rumah Sakit dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Pimpinan rumah sakit menjamin terjadinya proses untuk
mengkomunikasikan informasi yang relevan diseluruh rumah sakit
dengan tepat, akurat, lengkap, jelas dan mudah dipahami, meliputi :
a. Pemberi pelayanan ( dokter, perawat, tenaga kesehatan lain dan
tenaga non kesehatan ) dengan pasien.
b. Antar pemberi pelayanan ( dokter, perawat, tenaga kesehatan lain
dan tenaga non kesehatan)
c. Dalam rangka Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
2. Informasi dapat berisi tentang status kesehatan pasien, ringkasan
asuhan yang diberikan dan respon terhadap asuhan paien.
3. Sistem pelaporan pasien dilakukan menggunakan teknik SBAR ( Situasi,
Background, Assesment, Recommended )
4. Dapat dilakukan melalui media elektronik ( telepon, handphone,
komputer), lisan, atau tertulis.
KELIMA : Komunikasi efektif antar pemberi pelayanan pada perintah lisan melalui
telepon, pelaporan hasil pemeriksaan klinis, pelaporan nilai kritis hasil
pemeriksaan penunjang, harus dilakukan komunikasi dengan metode
CABAK ( Catat, Baca dan Konfirmasi ) yaitu :
1. CATAT secara lengkap oleh penerima perintah/ informasi.
2. BACA kembali oleh penerima perintah/ informasi.
3. KONFIRMASI dilakukan verifikasi oleh pemberi perintah dan ditanda
tangani dalam waktu 24 jam.
17
2. Pada kondisi gawat darurat pembacaan ulang boleh tidak dilakukan
dengan eja huruf dan atau dapat dilakukan eja kata.
KETUJUH : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
BAB I
DEFINISI
18
Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian informasi atau pesan dari seorang
pengirim atau pemberi informasi kepada penerima informasi melalui suatu cara tertentu sehingga
penerima informasi tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh pemberi informasi.
Komponen komunikasi adalah unsur-unsur yang ada dalam komunikasi, meliputi :
komunikator, komunikan, media, informasi atau pesan, dan feedback (umpan balik).
Komunikator (pemberi informasi atau pesan) adalah orang yang mengkomunikasikan atau
menghubungkan suatu pesan kepada orang lain.
Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi, pengetahuannya luas
dan dalam tentang informasi yang disampaikan, cara berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang
baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan).
Komunikan (penerima informasi atau pesan) adalah orang yang menerima pesan.
Informasi adalah pemberitahuan kabar atau berita tentang sesuatu hal tertentu, dapat berupa
lisan, tertulis, atau keduanya sekaligus.
Pesan adalah perintah, nasihat, permintaan, atau amanat yang disampaikan lewat orang lain.
Media adalah alat komunikasi yang berperan sebagai jalan yang dilalui informasi yang
disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan penerima, media dapat berupa cetak maupun
elektronik. Pada kesempatan tertentu, media dapat tidak digunakan oleh pemberi informasi yaitu pada
saat komunikasi langsung atau tatap muka.
Media cetak adalah alat komunikasi yang dicetak seperti surat kabar, majalah, booklet, leaflet,
brosur, dan sebagainya.
Media elektronik adalah alat komunikasi yang mempergunakan alat elektronik modern, seperti
radio, televisi, telepon, email, faximili, film, dan sebagainya.
Feedback (umpan balik) adalah respon dari penerima terhadap pesan yang diterimanya.
Encoding adalah kegiatan menulis dengan menggunakan kode atau sandi. Decoding adalah
hal menguraikan isi kode atau sandi.
Komunikasi efektif adalah penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan secara
tepat waktu, akurat, jelas dan mudah dipahami oleh komunikan, dan tidak ada hambatan komunikasi,
sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.
a. Hambatan komunikasi adalah sesuatu hal yang menghambat proses komunikasi meliputi :
gangguan fisik, masalah semantik (struktur bahasa dan makna kata), perbedaan budaya,
ketiadaan feedback, dan sebagainya.
b. Komunikasi efektif via telepon adalah penyampaian pesan lisan melalui telepon yang dilakukan
tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, tidak duplikasi dan mudah dipahami oleh penerima informasi
untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.
c. Pelaporan nilai kritis hasil pemeriksaan penunjang adalah proses melaporkan hasil
pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi, dll) yang nilainya memiliki resiko besar akan
menimbulkan masalah dan harus segera dilaporkan.
TUJUAN
19
1. Tujuan komunikasi efektif adalah untuk mewujudkan komunikasi yang tepat waktu, akurat, jelas
dan mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalah
pahaman).
2. Komunikasi efektif juga untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah
sakit, dengan melaksanakan komunikasi efektif yang baik dan benar tentang kondisi pasien.
3. Pasien segera memperoleh tatalaksana pengobatan segera sesuai dengan indikasi yang tepat.
4. Petugas dari Unit terkait segera waspada dan memberikan laporan berjenjang kepada dokter
yang bertugas / DPJP.
BAB II
RUANG LINGKUP
Komunikasi sangatlah penting dalam hubungannya dengan profesional kesehatan. Tanpa adanya
komunikasi sesuatu bisa dipersepsikan dan diinterpretasikan berbeda dengan yang seharusnya. Apalagi
20
orang yang berhadapan dengan kita (tenaga kesehatan) mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang
tidak sama dengan tenaga kesehatan.
Komunikasi yang sering digunakan di rumah sakit adalah komunikasi verbal. Komunikasi yang efektif
kepada pasien harus disampaikan dengan bahasa yang sesederhana mungkin, mudah dipahami, tidak
menggunakan istilah medis yang tidak dipahami oleh pasien dan disampaikan secara langsung.
BAB III
TATA – LAKSANA
21
a. Pertemuan antar dokter dalam rapat/ pembahasan kasus
Apabila ada kasus yang sulit/ complicated atau bermasalah maka kasus tersebut harus
didiskusikan/ dibahas bersama dalam rapat yang dihadiri oleh :
1) Kepala Bagian Pelayanan
2) Kepala Keperawatan
3) DPJP terkait
4) Perawat yang melakukan asuhan pasien
5) Tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam asuhan pasien
6) Komite medik bila diperlukan
Dalam pertemuan tersebut dibuat kesimpulan untuk menentukan solusi yang terbaik dalam
melakukan kepada pasien tersebut.
b. Komunikasi lisan atau melalui telepon
1) Komunikasi ini dapat terjadi antar dokter, baik melalui telepon atau diskusi langsung.
2) Instruksi langsung dari DPJP kepada perawat melalui komunikasi efektif.
3) Informasi hasil pemeriksaan dari analis kepada dokter spesialis patologi klinik.
4) Konfirmasi dari apoteker atau asisten apoteker kepada DPJP saat melakukan telaah
resep.
5) Informasi hasil pemeriksaan penunjang dari perawat kepada DPJP
c. Komunikasi tidak langsung
1) Surat konsultasi
Apabila dalam kurun waktu 3 (tiga) hari diagnosis pasien rawat inap belum ditemukan
atau apabila pasien (baik rawat jalan maupun rawat inap) memerlukan pemeriksaan
atau perawatan dari bidang spesialis lain, maka pasien dikonsultasikan pada dokter
spesialis lain dengan membuat surat konsultasi dan dapat ditentukan rawat bersama,
alih rawat, atau saran penatalaksanaan saja.
22
4) Pencatatan perkembangan kondisi pasien pada catatan terintegrasi
a) Setiap melakukan asesmen terhadap pasien, DPJP maupun tenaga kesehatan lain
harus menuliskan hasil asesmen tersebut dalam catatan medis terintegrasi, yang
dapat digunakan sebagai media komunikasi/ informasi bagi antar profesi.
b) DPJP dan perawat/ bidan menuliskan setiap rencana asuhan medis dan
keperawatan yang akan diberikan kepada pasien dalam catatan medis terintegrasi
B. HAND OVER (TIMBANG TERIMA)
Timbang terima pasien yang dilakukan antar perawat/bidan pada setiap pergantian shift jaga.
Tujuan hand over (timbang terima) :
a. Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (data fokus).
b. Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan keperawatan kepada
klien.
c. Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya.
d. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya
23
2. Pertukaran shift jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan datang melakukan
pertukaran informasi. Waktu terjadinya operan itu sendiri yang berupa pertukaran informasi
yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah antara perawat yang shift sebelumnya
kepada perawat shift yang datang.
3. Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang tanggung jawab dan tugas
yang dilimpahkan. Merupakan aktivitas dari perawat yang menerima operan untuk melakukan
pengecekan data informasi pada medical record atau pada pasien langsung.
4. Melakukan monitoring secara bersamaan keliling ruangan rawat inap sesuai divisi masing-
masing antara petugas sebelum dan selanjutnya kepada pasien secara langsung setelah
dilakukan hand over (timbang terima).
7. Perawat mengucapkan salam kepada pasien dan keluarganya.
8. Perawat memperkenalkan diri saat kontak pertama kepada pasien.
9. Perawat menanyakan nama pasien dan mengecek identitas pada gelang identitas pasien.
10. Perawat memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya.
11. Perawat memberi sentuhan ringan saat menanyakan keluhan
12. kepada pasien.
13. Perawat menimbang terimakan pasien kepada shift jaga berikutnya dengan teknik SBAR dan
ditulis pada catatan perkembangan terintegrasi dengan SOAP dan ditandatangani oleh kedua
belah pihak
1. Situation/S (keadaan pasien dan Background/B (data pendukung dan riwayat pendukung
berkaitan dengan kondisi pasien saat ini termasuk tindakan yang telah dilakukan.
2. Asesment/A (kemungkinan masalah yang sedang terjadi pada pasien.
3. Recomendation/R (alternatif tindakan yang mungkin dilakukan.
14. Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikkasi tanya jawab, melakukan
validasi terhadap hal-hal yang ditimbang terimakan dan berhak menanyakan mengenai hal-
hal yang kurang jelas.
15. Lama timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih dari lima menit, kecuali pada kondisi khusus
yang memberikan penjelasan yang lebih lengkap dan rinci.
16. Perawat mengakhiri dengan salam dan do’a bersama
24
3. SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan perhatian
dan tindakan segera. Teknik SBAR terdiri dari unsur kondisi (situation), latar belakang
(background), pengkajian (assessment), rekomendasi atau saran tindakan (recommendation).
4. Pada prinsipnya SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin menjawab pertanyaan, yaitu
apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari dokter yang dihubungi dan kapan
dokter harus mengambil tindakan.
5. Empat (4) Unsur SBAR
a. Situation (kondisi)
Menjelaskan kondisi terkini yang terjadi pada pasien.
b. Background (latar belakang)
Berisi informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi pasien saat ini.
c. Assessment (pengkajian)
Hasil pengkajian kondisi pasien terkini.
d. Recommendation (rekomendasi / saran tindakan)
Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien saat ini.
25
· Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan :
Foto rontgen
Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan EKG
Pemberian oksigenasi
Beta 2 agonis nebulizer
Dikonfirmasikan
26
1. Pengertian
Hasil pemeriksaan laboratorium merupakan informasi yang berharga untuk membedakan,
mengkonfirmasikan diagnosis, menilai status klinik pasien, mengevaluasi efektivitas terapi dan
munculnya reaksi obat yang tidak diinginkan. Dalam melakukan uji laboratorium diperlukan
bahan, seperti : darah lengkap (vena, arteri), plasma, serum, urine, feses, sputum, keringat,
saliva, sekresi saluran cerna, cairan vagina, cairan serobrospinal dan jaringanyang didapat
melalui tindakan invansif atau non invansif.
Hasil pemeriksaan laboratorium dapat dinyatakan sebagai angka kuantitatif, kualitatif atau
semi kuantitatif. Angka kuantitatif yang dimaksud berupa angka pasti atau rentang nilai, sebagai
contoh nilai hemoglobin pada wanita adalah 12 – 16 g/dL. Sedangkan angka kualitatif
dinyatakan sebagai nilai positif atau negatif tanpa menyebut angka pasti, sedangkan angka
semikuantutatif dinyatakan sebagai contoh +1, +2, +3.
Nilai kritis dari suatu hasil pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan kelainan atau
gangguan yang mengancam jiwa, memerlukan perhatian atau tindakan. Nilai abnormal suatu
hasil pemeriksaan tidak selalu bermakna secara klinik, sebaliknya nilai normal dianggap tidak
normal pada kondisi klinik tertentu. Oleh karena itu perlu diperhatikan nilai rujukan sesuai kondisi
khusus pasien.Karena nilai kritis merupakan gambaran keadaan patofisiologis yang
mengancam jiwa dan harus segera mendapat tindakan, maka RS Aqidah menetapkan
pelaporan hasil kritis pemeriksaan laboratorium sebagai salah satu indikator utama di rumah
sakit.
2. Tujuan
a. Pasien segera memperoleh tatalaksana pengobatan segera sesuai dengan indikasi yang
tepat.
b. Petugas dari Unit terkait segera waspada dan memberikan laporan berjenjang kepada dokter
yang bertugas/DPJP
27
dapat diketahui dengan baik serta dapat menunjang untuk tindakan-tindakan selanjutnya yang
sesuai dengan klinis yang diderita oleh pasien.
Hasil pemeriksaan radiologi sangat dibutuhkan oleh dokter lain untuk menentukan tindakan-
tindakan selanjutnya yang tepat guna untuk mempercepat proses penyembuhan pasien.
Nilai kritis dari hasil pemeriksaan radiologi yang mengindikasikan kelainan atau gangguan yang
mengancam jiwa ( Life Saving ), memerlukan perhatian atau tindakan. Sehingga RS Aqidah
menetapkan pelaporan hasil kritis pemeriksaan radiologi sebagai salah satu indikator utama di
rumah sakit. Adapun hasil nilai – nilai kritis yang dilaporkan telah terlampir dalam lampiran.
2. Tujuan
Panduan ini diterapkan kepada pelaksana yang terkait yaitu semua tenaga kesehatan (medis,
perawat, farmasi,, dan tenaga kesehatan lainnya), staf di ruang IGD, rawat inap, rawat jalan,
ICU, unit medik terkait dengan prinsip :
a. Terlaksananya proses pelaporan nilai nilai yang perlu diwaspadai (alert values interpretasi
laboratorium, kardiologi, dan radiologi untuk tenaga kesehatan).
b. Mencegah keterlambatan penatalaksanaan pasien dengan hasil kritis.
c. Hasil kritis dapat diterima oleh dokter jaga yang merawat dan diinformasikan pada pasien
suatu waktu.
F. TATALAKSANA
1. Dokter/ petugas laboratorium, radiologi dan perawatan yang melakukan perekaman EKG
menyampaikan hasil kritis ke DPJP. Bila DPJP tidak bisa dihubungi, dokter/petugas
laboratorium, radiologi dan perawatan yang melakukan perekaman EKG langsung
menghubungi dokter/ perawat unit rawat inap, rawat jalan dan unit gawat darurat.
2. Dokter/ petugas yang melaporkan hasil kritis mencatat TANGGAL dan WAKTU menelpon,
NAMA LENGKAP PETUGAS KESEHATAN YANG DIHUBUNGI dan NAMA LENGKAP
YANG MENELEPON.
3. Dokter/ perawat ruangan yang menerima hasil kritis menggunakan sistem pelaporan nilai
hasil kritis dilakukan menggunakan teknik CABAK (CATAT, BACA ULANG, KONFIRMASI),
proses pelaporan ini ditulis di dalam rekam medis (form catatan perkembangan
terintegrasi).
4. Dokter/ perawat ruangan yang menerima laporan hasil kritis langsung menghubungi DPJP
yang merawat pasien.
5. Dokter/ perawat ruangan yang menerima laporan hasil kritis dan menghubungi DPJP yang
merawat pasien harus mencatat tindakan yang diambil untuk pasien atau informasi lain
terkait klinis.
6. Semua nilai kritis/ interpretasi selanjutnya disampaikan melalui formulir hasil pemeriksaan.
7. Untuk pasien rawat jalan, hasil kritis harus dilaporkan kepada dokter yang meminta
pemeriksaan dan harus menyampaikan hasil kritis ke pasien.
28
8. Dokter/ perawat di ruangan yang menerima hasil kritis menerapkan mekanisme pelaporan
hasil kritis sebagai berikut:
a. 15 menit pertama: harus segera melaporkan pada DPJP, bila belum berhasil menghubungi,
ke langkah berikut:
b. 15 menit ke dua: harus melaporkan pada DPJP, bila belum berhasil menghubungi, ke
langkah berikut:
c. 15 menit ke tiga: Bila hari kerja dapat menghubungi: Divisi departemen terkait, Bila di luar
jam kerja/ hari libur menghubungi konsulen jaga yang bertugas, bila belum berhasil
menghubungi ke langkah berikut:
d. 15 menit ke empat: menghubungi konsulen jaga yang bertugas, bila belum berhasil juga
maka dapat menghubungi urutan pimpinan sebagai berikut:
1. Kepala IGD, jika tidak dapat dihubungi
2. Kepala ICU, jika tidak dapat dihubungi
3. Direktur Medik Keperawatan
Dokter yang dilaporkan tentang hasil kritis yang perlu diwaspadai tersebut,
bertanggungjawab terhadap interpretasi hasil dan pengambilan tindakan terhadap pasien.
29
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Komunikasi efektif yang sudah dilakukan didokumentasikan dalam berkas rekam medis di lembar
catatan terintegrasi, catatan asuhan keperawatan, resume rapat pembahasan kasus, formulir
permintaan pemeriksaan laboratorium atau radiologi, formulir rujukan, lembar Komunikasi Informasi
dan Edukasi (KIE), asesmen awal pasien rawat inap, dan di buku kesehatan pasien.
2. Komunikasi via telephone atau lisan didokumentasikan pada formulir catatan terintegrasi rawat inap.
3. Hasil kegiatan yang terkait dengan komunikasi efektif dilaporkan secara berkesinambungan dengan
kegiatan pendidikan pasien dan keluarga serta assesment pasien.
4. Penyediaan media pendukung komunikasi, yaitu media cetak seperti lembar balik (flipchart), lembar
lipat (leaflet), poster, selebaran (flyer), buklet dan media elektronik (vcd) akan sangat membantu
efektivitas komunikasi.
5. Penjelasan dalam panduan ini terbatas pada pengertian umum tentang komunikasi efektif dan nilai
kritis sehingga masih diperlukan cara lain agar dokter dan staf di rumah sakit benar-benar dapat
melakukan komunikasi efektif dalam menjalankan profesinya.
30
ALPHABET SESUAI STANDART INTERNASIONAL
A ALFA N NOVEMBER 1 ONE
B BRAVO O OSCAR 2 TWO
C CHARLIE P PAPA 3 THREE
D DELTA Q QUEBEC 4 FOUR
E ECHO R ROMEO 5 FIVE
F FANTA S SIERRA 6 SIX
G GOLF T TANGGO 7 SEVEN
H HOTEL U UNIFORM 8 EIGHT
I INDIA V VICTOR 9 NINE
J JULIET W WHISKEY 0 ZERO
K KILO X XRAY
L LIMA Y YANKE
M MIKE Z ZULU
Lampiran. 1 Panduan Komunikasi Efektif
31
NO JENIS PEMERIKSAAN NILAI RENDAH NILAI TINGGI
LABORATORIUM
HEMATOLOGI DAN HEMOSTASIS
1. Hemoglobin ≤ 7.0 g/dL ≥ 20.0 g/dL
2. Hemoglobin Neonatus ≤ 9 g/dL ≥ 30 g/dL
3. Hematokrit ≤ 20 ≥ 60
4. Lekosit ≤1000/μL ≥ 50.000/μL
5. Trombosit ≤ 30.000/μL ≥ 1.000.000/μL
6. Bleeding time ≥ 15 menit
NILAI KLINIK
7. Ureum ≤ 4 mg/dL ≥ 160 mg/dL
8. Creatinin ≤ 0,4 mg/dL ≥ 2,8 mg/dL
9. Bilirubin dewasa - ≥ 12 mg/dL
10. Bilirubin Neonatus - ≥ 15 mg/dL
11. Glukosa Darah Dewasa ≤ 50 mg/dL ≥ 500 mg/dL
12. Glukosa darah bayi ≤ 45 mg/dL ≥ 300 mg/dL
13. Albumin ≤ 1.5 g/dL ≥ 15 g/dL
14. Trigliserida - ≥ 1000 mg/dL
15. Natrium ≤ 125 umol/dL ≥ 160 umol/dL
16. Kalium ≤ 2,5 umol/dL ≥ 8,0 umol/dL
17. Kalium (≤ 3 Bulan ) ≤ 2,7 umol/dL ≥ 7.6 umol/dL
18. Klorida ≤ 70 umol/dL ≥ 120 umol/dL
Lampiran. 2 : Daftar nilai kritis yang wajib di laporkan segera
32
JENIS PEMERIKSAAN
NO LABORATORIUM NILAI RENDAH NILAI TINGGI
NILAI KLINIK
1. Kalsium Total ≤ 4,4 mg/dL ≥ 13 mg/dL
2. Kalsium ion ≤ 2,0 mg/dL ≥ 7,0 mg/dL
3. Lipase - ≥ 80 IU/L
4. Amilase - ≥ 250 IU/L
5. Magnesium ≤ 1 mg/dL ≥ 3,5 mg/dL
6. Fosfor ≤ 2,5 mg/dL -
7. Laktat - ≥ 4,0 mmol/L
8. Troponin T - ≥ 1,5 ng/mL
9. Imunologi
10. D. dimer - ≥ 500 ng/dL
Mikrobiologi dan Parasit
11. Kultur darah - Positif
12. Kultur MRSA - Positif
13. BTA - Positif+++/3
Hematologi dan Hemostasis
sa
34
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AQIDAH
NOMOR: 144/SK-DIR/RSAQ/VII/2018
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN KEWASPADAAN OBAT HIGH ALERT
35
c. Bahwa Obat – Obatan Yang Beresiko Tinggi Dan Obat – Obatan Yang
Tampak Mirip atau Ucapan Mirip (Nama Obat, Rupa Dan Ucapan Mirip
atau NORUM Atau Look–Alike Sound–Alike / LASA) dapat menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome).
d. Bahwa World Health Organization (WHO) telah membuat daftar obat yang
perlu diwaspadai yang dapat mengganggu keamanan pasien (seperti
larutan konsentrat). Bila perawat tidak mendapatkan orientasi atau diklat
yang baik akan berdampak buruk pada pasien.
e. Bahwa untuk mengeleminasi kejadian tersebut diatas, di perlukan suatu
keputusan direktur melalui kebijakan tentang Pemberlakuan Paduan
Kewaspadaan Obat High Alert.
Mengingat : 1. Undang-undang RI No. 3 Tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan,
pemusnahan dan pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
2. Undang-undang RI No. 34 tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit
3. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
4. Undang-undang RI No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
5. PP RI No. 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan
Alkes.
6. PP RI No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaaan Kefarmasian
7. Permenkes RI No. 889/MENKES/PER/V/2011.
8. Permenkes RI No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan
Pasien.
9. Permenkes RI No. 2406/MENKES/PER/XII/2011 Tentang Pedoman
Umum Penggunaan Antibiotik
10. Permenkes RI No. 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : PEMBERLAKUAN PANDUAN KEWASPADAAN OBAT HIGH ALERT RUMAH
SAKIT AQIDAH .
KEDUA : Panduan kewaspadaan obat high alert sebagaimana dimaksud Diktum
Pertama agar digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan identifikasi
pasien di Rumah Sakit Aqidah .
KETIGA : Direksi beserta jajarannya di lingkungan Rumah Sakit Aqidah melakukan
pembinaan dan pengawasan tentang pelaksanaan kewaspadaan obat high
alert dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit.
36
KEEMPAT : Panduan kewaspadaan obat high alert ini akan dievaluasi secara berkala
sekurang-kurangnya satu kali dalam tiga tahun.
KELIMA : Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
KEENAM : Apabila dikemudian hari terjadi kekeliruan dalam Surat Keputusan ini maka
akan diadakan perubahan atau perbaikan seperlunya.
Ditetapkan di : TANGERANG
Tanggal : 16 Juli 2018
DIREKTUR RS AQIDAH
BAB I
DEFINISI
Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert Medications) adalah sejumlah obat-obatan yang
memiliki resiko tinggi menyebabkan bahaya yang besar pada pasien jika tidak digunakan secara tepat
(drugs that bear a heightened risk of causing significant patient harm when they are used in error ISMP
- Institute for Safe Medication Practices).
Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert Medications) merupakan obat yang persentasinya
tinggi dapat menyebabkan terjadinya kesalahan atau error dan atau kejadian sentinel (sentinel event),
obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) termasuk obat-
37
obat yang tampak mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip atau NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike /
LASA), termasuk pula obat dengan konsentrasi tinggi.
Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dan tidak merusak mutu obat.
Label adalah tulisan pada wadah/kemasan suatu produk dengan cara ditempelkan/dicetak.
Obat LASA (look alike sound alike) merupakan obat dengan rupa dan nama yang mirip.
BAB II
RUANG LINGKUP
38
5. Jika ada obat yang expired/rusak disimpan terpisah dengan obat lainnya.
6. Obat dengan kemasan,nama dan penyebutan yang mirip (Look alike, sound alike, LASA) harus
diberi penandaan khusus.
39
BAB III
TATA LAKSANA
3. Label untuk obat yang perlu diwaspadai dapat dibedakan menjadi dua jenis :
a. “HIGH ALERT” untuk elektrolit konsentrasi tinggi, jenis injeksi atau infuse tertentu, mis.
Heparin, Insulin, dll.
· Apabila obat dikemas dalam paket untuk kebutuhan pasien, maka diberikan tanda
HIGH ALERT pada kemasan primer obat.
b. “LASA” untuk obat-obat yang termasuk kelompok LASA atau NORUM.
40
· Obat kategori Look Alike Sound Alike (LASA) diberikan penanda dengan label LASA
pada tempat penyimpanan obat.
41
b. Walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama harus diselingi dengan minimal 2 (dua)
obat dengan kategori LASA diantara atau ditengahnya.
c. Biasakan mengeja nama obat dengan kategori LASA saat memberi atau menerima instruksi.
D. PEMBERIAN OBAT
1. Pemberian Obat Perlu Diwaspadai
a. Penyiapan Obat yang Perlu Diwaspadai (High Alert) di Ruang Perawatan
Penyiapan dan pemberian obat kepada pasien yang perlu diwaspadai termasuk elektrolit
konsentrasi tinggi harus memperhatikan kaidah berikut :
1) Setiap pemberian obat menerapkan PRINSIP 7 BENAR.
2) Pemberian elektrolit pekat harus dengan pengenceran dan penggunaan label khusus.
3) Pastikan pengenceran dan pencampuran obat dilakukan oleh orang yang berkompeten.
4) Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat dengan kategori LASA.
5) Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi di meja dekat pasien tanpa
pengawasan.
6) Biasakan mengeja nama obat dengan kategori obat LASA atau NORUM (Look Alike
Sound Alike = Nama Obat Rupa Mirip), saat memberi atau menerima instruksi.
b. Cek 7 (Tujuh) Benar Obat Pasien
Setiap penyerahan obat kepada pasien dilakukan verifikasi 7 (tujuh) benar untuk mencapai
medication safety :
1) Benar nama pasien.
2) Benar obat.
3) Benar tidak kadaluarsa.
4) Benar dosis.
5) Benar waktu pemberian.
6) Benar cara pemberian.
7) Benar dokumentasi.
c. Pemberian Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert) di Ruang Perawatan
1) Sebelum perawat memberikan obat high alert kepada pasien maka perawat lain harus
melakukan pemeriksaan kembali (double check) secara independen :
a) Kesesuaian antara obat dengan rekam medik/instruksi dokter.
b) Ketepatan perhitungan dosis obat.
c) Identitas pasien.
2) Obat high alert infus harus dipastikan :
a) Ketepatan kecepatan pompa infus (infuse pump).
b) Jika obat lebih dari satu, tempelkan label nama obat pada syringe pump dan disetiap
ujung jalur selang.
3) Obat high alert elektrolit konsentrasi tinggi harus diberikan sesuai perhitungan standar
yang telah baku, yang berlaku di semua ruang perawatan.
42
4) Setiap kali pasien pindah ruang rawat, perawat pengantar menjelaskan kepada perawat
penerima pasien bahwa pasien mendapatkan obat high alert, dan menyerahkan formulir
pencatatan obat.
5) Dalam keadaan emergency yang dapat menyebabkan pelabelan dan tindakan
pencegahan terjadinya kesalahan obat high alert dapat mengakibatkan tertundanya
pemberian terapi dan memberikan dampak yang buruk pada pasien, maka dokter dan
perawat harus memastikan terlebih dahulu keadaan klinis pasien yang membutuhkan
terapi segera (cito) sehingga double check dapat tidak dilakukan, namun sesaat sebelum
memberikan obat, perawat harus menyebutkan secara lantang semua jenis obat yang
diberikan kepada pasien sehingga diketahui dan didokumentasikan dengan baik oleh
perawat yang lainnya.
d. Pengecekan Ganda terhadap High Alert Medications
Perawat harus selalu melakukan pengecekan ganda (double-check) terhadap semua high
alert medications sebelum diberikan kepada pasien.
1) Tujuan :
Identifikasi obat-obatan yang memerlukan verifikasi atau pengecekan ganda oleh petugas
kesehatan lainnya (sebagai orang kedua) sebelum memberikan obat dengan tujuan
meningkatkan keselamatan dan akurasi.
2) Kebijakan :
Pengecekan ganda atau diperlukan sebelum memberikan high alert medicationstertentu
atau spesifik dan di saat pelaporan pergantian jaga atau saat melakukan transfer pasien.
Pengecekan ganda ini akan dicatat pada rekam medis pasien atau pada catatan
pemberian medikasi pasien.
3) Pengecekan pertama harus dilakukan oleh petugas yang berwenang untuk
menginstruksikan, meresepkan, atau memberikan obat-obatan, antara lain: perawat, ahli
farmasi, dan dokter.
4) Pengecekan kedua akan dilakukan oleh petugas yang berwenang, atau perawat lainnya.
(petugas tidak boleh sama dengan pengecek pertama).
5) Kebutuhan minimal untuk melakukan pengecekan ganda /verifikasi oleh orang kedua
dilakukan pada kondisi-kondisi seperti berikut:
a) Setiap akan memberikan injeksi obat
b) Untuk infuse :
- Saat terapi inisial.
- Saat terdapat perubahan konsentrasi obat.
- Saat pemberian bolus.
- Saat pergantian jaga perawat atau transfer pasien.
c) Setiap terjadi perubahan dosis obat.
d) Pengecekan tambahan dapat dilakukan sesuai dengan instruksi dari dokter.
43
6) Petugas kesehatan mempersiapkan obat dan hal-hal di bawah ini untuk menjalani
pengecekan ganda oleh petugas kedua :
a) Obat-obatan pasien dengan label yang masih baru.
b) Rekam medis pasien, catatan pemberian medikasi pasien, atau resep / instruksi
tertulis dokter.
c) Obat yang hendak diberikan lengkap dengan labelnya.
7) Petugas kedua akan memastikan hal-hal berikut ini :
a) Obat telah disiapkan dan sesuai dengan instruksi.
b) Perawat pasien harus memverifikasi bahwa obat yang hendak diberikan telah sesuai
dengan instruksi dokter.
c) Obat memenuhi 7 persyaratan.
- Obat tepat.
- Dosis atau kecepatannya tepat, termasuk pengecekan ganda mengenai
penghitungan dan verifikasi pompa infuse.
- Rute pemberian tepat.
- Frekuensi / interval tepat.
- Diberikan kepada pasien yang tepat.
- Informasi tepat.
- Benar dokumentasi.
d) Membaca label dengan suara jelas.
e) Perawat untuk memverifikasi ketujuh persyaratan
44
pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat, halusinasi atau timbulnya khayalan-
khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya.
Istilah “narkotika” ada hubungannya dengan kata “narkan” (bahasa Yunani) yang berarti menjadi
kaku. Dalam dunia kedokteran dikenal juga istilah narkose atau narkosis yang berarti dibiuskan. Obat
narkose yaitu obat yang dipakai untuk pembiusan dalam pembedahan.
Di dalam Undang-Undang RI. Nomor 22 Tahun 1997 tanggal 1 September 1997 tentang Narkotika,
menyatakan bahwa “Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan
Ilmu Pengetahuan termasuk kepentingan Lembaga Penelitian/PEndidikan saja, sedangkan
pengadaaan impor/ekspor, peredaran dan pemakaiannya diatur oleh Pemerintah, dalam hal ini
Departemen Kesehatan. Akan tetapi kenyataannya zat-zat tersebut banyak yang datang dan masuk
ke Indonesia secara Ilegal sehingga menimbulkan permasalahan. Pedredaran zat terlarang secara
gelap itu dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang ingin memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya.”
45
VALISANBE 5 MG TAB
46
12 Inotropik (Obat Jantung) DIGOXIN INJ
DIGOXIN TAB
DOPAMIN INJ
DOBUTAMIN INJ
47
BAB IV
DOKUMENTASI
48
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AQIDAH
NOMOR: 145/SK-DIR/RSAQ/VII/2018
TENTANG
KEPASTIAN TEPAT LOKASI, TEPAT PROSEDUR DAN TEPAT PASIEN
Menimbang : a. Bahwa ketepatan lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien adalah proses yang
umum dan merupakan prosedur yang kompleks di rumah sakit.
b. Bahwa dalam pelayanan klinis pada asesmen pasien dibutuhkan ketepatan
lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien.
c. Bahwa ketepatan lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien membawa resiko
tinggi, sehingga pemberiannya harus dilaksanakan dengan seksama.
d. Bahwa untuk mengurangi risiko yang terjadi akibat ketepatan lokasi, tepat
prosedur dan tepat pasien yang tertuang dalam Keputusan Direktur
Kebijakan Pelayanan Anestesi dan Bedah.
Mengingat : 1. Undang-Undang RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
2. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan No.290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran.
5. Peraturan Menteri Kesehatan No.1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran.
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 519/MENKES/PER/III/2011 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di
Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : MEMBERLAKUKAN KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AQIDAH
TENTANG KEBIJAKAN TEPAT LOKASI, TEPAT PROSEDUR DAN TEPAT
PASIEN DI RUMAH SAKIT AQIDAH.
KEDUA : Rumah sakit harus menyediakan pelayanan anestesi (termasuk sedasi
moderat dan dalam) yang dibutuhkan pasien selama 24 jam termasuk
keadaan darurat di luar jam kerja.
KETIGA : Pelayanan anestesi harus dipimpin oleh orang yang kompeten (bersertifikat).
KEEMPAT : Setiap pasien dengan post anestesi harus dimonitor dan didokumentasikan
dengan menggunakan kriteria baku.
49
KELIMA : Rumah sakit harus menyediakan pelayanan bedah yang dibutuhkan oleh
pasien.
KEENAM : Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan bedah harus di asesmen untuk
menentukan : pemberian prosedur yang tepat, melaksanakan prosedur yang
aman, menginterpretasikan temuan dalam monitoring.
KETUJUH : Setiap pasien yang akan dilakukan pembedahan harus dilakukan check list
keselamatan pasien.
KEDELAPAN : Setiap tindakan anestesi dan bedah yang akan dilakukan harus
diinformasikan dan mendapat persetujuan dari pasien dan keluarga
(informed consent).
KESEMBILAN : Pelayanan anestesi harus melaksanakan asesmen premedikasi, monitoring
status fisiologis pasien secara terus – menerus selama pembedahan dan
segera sesudahnya bersama dengan penanggung jawab anestesi atau
DPJP.
KESEPULUH : Setiap asuhan bedah pasien, asesmen pasien post bedah, laporan operasi
dan check list keselamatan pasien bedah harus didokumentasikan dalam
rekam medis pasien.
Ditetapkan di : TANGERANG
Tanggal : 16 Juli 2018
DIREKTUR RS AQIDAH
50
BAB I
DEFINISI
Asesmen Pra Anestesi / Sedasi merupakan asesmen yang dilakukan untuk mengetahui kondisi
pasien sebelum dilakukan tindakan anestesi/sedasi.
Penandaan lokasi operasi adalah Proses kegiatan untuk Penandaan Area Operasi (mark site).
Check list keselamatan operasi adalah daftar kegiatan yang harus dilakukan untuk mengurangi
angka kesakitan, kematian dan sentinel sehubungan dengan kegiatan operasi dengan cara pengecekan
pasien dan kondisinya sebelum, selama dan sesudah operasi, alat kesehatan, obat-obatan, kesiapan
perlengkapan operasi sampai serah terima pasien diruang pemulihan.
Tepat lokasi menggunakan tanda yang mudah dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
mengikutsertakan pasien dalam proses penandaan.
Tepat prosedur dengan menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yang tepat,
prosedur yang tepat, dan pasien yang tepat sebelum operasi, dan seluruh dokumen serta peralatan yang
dibutuhkan tersedia, benar dan berfungsi.
Tepat pasien seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time out sesaat
sebelum prosedur operasi dimulai.
Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk identifikasi lokasi
operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi
tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan
tersedia, tepat, dan fungsional.
Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi atau time-out”
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur atau tindakan pembedahan.
Surgical safety checklist (SSCL) WHO diterapkan di bagian bedah dan anestesi untuk
meningkatkan kualitas dan menurunkan kematian dan komplikasi akibat pembedahan. Tindakan
pembedahan memerlukan persamaan persepsi antara ahli bedah, anestesi, dan perawat.
51
BAB II
RUANG LINGKUP
Salah lokasi, salah-prosedur dan salah pasien operasi, adalah sesuatu yang menkhawatirkan dan
tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari :
1. Komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah.
2. Kurang atau tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi.
3. Asesmen pasien yang tidak adekuat.
4. Penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat.
5. Budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah.
6. Permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca.
7. Pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang
efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti,
seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint
Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat
dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dengan ketentuan.
1. Harus dibuat oleh operator atau orang yang akan melakukan tindakan.
2. Dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan.
3. Harus terlihat sampai saat akan disayat.
Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi)
atau multipel level (tulang belakang).
Tahapan proses verifikasi yang ada pada Surgical Safety Checklis adalah :
1. Verifikasi Pre Anestesi (Sign In)
a. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar.
b. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia,
diberi label dengan baik, dan dipampang.
c. Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan atau implant yang dibutuhkan.
2. Verifikasi Pre Incisi Kulit (Time Out)
a. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi
operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
b. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi
tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang
diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi atau time-out’
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur atau tindakan pembedahan.
52
d. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental
yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
3. Verifikasi Post Operasi (Sign Out)
a. Memverifikasi tepat pasien melakukan komunikasi verbal.
b. Memastikan apakah ada masalah peralatan yang harus ditangani.
c. Memperhatikan keluhan utama pada pasien diruang pemulihan.
53
BAB III
TATA LAKSANA
54
k. Jika terjadi tanda hilang/terhapus sebelum dilakukan operasi harus diberi tanda ulang
sesuai hasil verifikasi oleh dokter operator.
l. Validasi lokasi/ sisi operasi dengan ijin tindakan operasi, hasil pemeriksaan diagnostik,
dan rekam medik pasien sebelum pasien diantar ke ruang operasi.
m. Verifikasi akhir oleh dokter operator sebelum “ Time Out”.
n. Pendokumentasian pada format verifikasi dan pada gambar penandaan area operasi.
55
Langkah-langkah yang harus dilakukan di tahap ini :
1. Konfirmasi anggota tim (nama dan peran)
2. Konfirmasi nama pasien, prosedur dan lokasi incisi
3. Antisipasi kejadian kritis :
a. dr. Bedah reiview : Keadaan kritis atau langkah- langkah yang tidak diharapkan, lama
operasi, antisipasi kehilangan darah
b. dr. Anestesi review : Apakah ada keadaan pasien yang perlu diperhatikan.
c. Perawat review : Sterilitas, Instrumen.
4. Antibiotik profilaksis sudah diberikan dalam 60 menit sebelumnya.
5. Imaging yang diperlukan sudah dipasang (bila ada).
Pada saat operasi telah selesai pada bagian time-out ditandatangani oleh dokter operator.
56
a. Pasien dipindahkan oleh seorang anestesiolog yang berkualifikasi memadai penuh atau
petugas lain yang diberi otorisasi oleh petugas yang bertanggung jawab untuk mengelola
pelayanan anestesi.
b. Pasien dipindahkan oleh seorang perawat atau seorang petugas yang staf dan berkualifikasi
memadai sesuai dengan kriteria pasca anestesi yang dikembangkan oleh pimpinan rumah
sakit dan pemindahan ini didokumentasikan dalam rekam medis.
c. Pasien dipindahkan ke suatu unit yang telah ditetapkan sebagai tempat yang tepat untuk
pelayanan pasca anestesi atau pasca sedasi terhadap pasien tertentu, antara lain seperti
pada unit pelayanan intensif (HCU).
d. Waktu tiba dan pemindahan dari ruang pulih dicatat.
BAB IV
DOKUMENTASI
57
B. Ceklist Keselamatan Operasi dimasukkan dalam dokumen rekam medis (DMR)
Jenis Kelamin : L / P
58
(Label Pasien / Affix Patient Identification Label)
59
Saya menyatakan bahwa lokasi operasi yang telah ditetapkan pada diagram adalah benar.
Tangerang,....................................
(…………………….………….) (………………….)
Tanda tangan dan nama lengkap Tanda tangan dan nama lengkap
60
Nama pasien : .........................................................................
Perempuan Laki-laki
Sebelum Anestesi (SIGN IN) Sebelum Insisi (TIME OUT) Sebelum Pasien meninggalkan Ruang Operasi (SIGN OUT)
Masuk Ruang Operasi Tanda tangan Time Out Tanda tangan Keluar Ruang Operasi Tanda tangan
Pasien sudah dipastikan : Pastikan semua anggota tim memperkenalkan nama dan perannya masing-masing. Perawat sirkuler komfirmasi dengan tim.
Identitas Nama prosedur yang tercatat.
Sisi operasi Kebenaran jumlah instrumen,kassa, jarum.
Prosedur Bagaimana spesimen diberi label (termasuk nama pasien)
Informed Consent Apakah ada masalah pada alat ?
Apakah ada penandaan lokasi operasi ? Dokter bedah, anastesi, dan perawat konfirmasi secara verbal mengenai : Ya
Ada Pasien Tidak
Sisi Dokter
Tidak Prosedur Operator
Cek keselamatan anastesi. Mesin anestes Antisipasi keadaan kritis Dokter bedah, anastesi dan perawat review hal-hal penting
berfungsii dan obat-obatan lengkap. Dokter bedah review :Keadaan kritis atau langkah- langkah yang tidak diharapkan, lama operasi, untuk pemulihan pasien.
antisipasi kehilangan darah.
Tim anastesi review : Apakah ada keadaan pasien yang perlu diperhatikan.
Tim perawat riview : Sudah steril(termasuk indikator hasil), adakah masalah alat.
Oximeter siap dan berfungsi.
Apakah antibiotik profilaksis telah diberikan 60 menit sebelum tindakan ?
Apakah pasien alergi ?
Ya
Ya
Tidak Dokter/ Ahli
Tidak Anastesi
Apakah ada hasil imaging ?
58
Adakah resiko aspirasi? Ya
Ya Tidak
Tidak
Adakah resiko pendarahan ?
Tidak
Ya (sudah disiapkan Dokter/ Ahli Dokter Operator Perawat
59
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT AQIDAH
NOMOR: 146/SK-DIR/RSAQD/VII/2018
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN HAND HYGIENE
Menimbang : a Bahwa dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien maka
diperlukan penurunan angka infeksi di Rumah Sakit.
b Bahwa untuk menurunkan angka infeksi di Rumah Sakit salah satunya
dengan melakukan Cuci Tangan secara benar.
c Bahwa sehubungan dengan butir a dan b tersebut diatas perlu
ditetapkan Keputusan Direktur Rumah Sakit tentang Panduan Hand
Hygiene.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care, 2009.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Ditetapkan di : TANGERANG
Tanggal : 16 Juli 2018
DIREKTUR RS AQIDAH
59
BAB I
DEFINISI
Hand Hygiene / kebersihan tangan adalah proses membersihkan kotoran dari mikroorganisme
pada tangan yang di dapat melalui kontak dengan pasien petugas kesehatan lain dan permukaan
lingkungan (flora transient) dengan menggunakan sabun antiseptik dibawah air mengalir atau
menggunakan handrub yang berbasis alkohol
Air bersih adalah air yang secara alami atau kimiawi di bersihkan dan di saring sehingga aman
untuk diminum karena memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan.
Sabun adalah produk-produk pembersih yang dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga
membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme yang menempel sementara pada tangan,
sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepaskan mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun
antiseptik selain melepas juga membunuh atau menghambat pertumbuhan dan hampir sebagian besar
mikroorganisme.
Handwash adalah mencuci tangan dengan sabun/antiseptik dibawah air mengalir.
Handrub adalah mencuci tangan menggunakan larutan antiseptik berbasis alkohol tanpa
menggunakan tissue/ handuk untuk mengeringkan tangan. Handrub antiseptik tidak menghilangkan
kotoran atau zat organik sehingga tangan yang terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien harus dicuci
tangan menggunakan sabun atau antiseptic dibawah air mengalir atau handwash.
Cuci tangan bedah adalah kegiatan mencuci tangan menggunakan sabun antimicrobial sebelum
operasi untuk menghilangkan kuman transient dan menurunkan jumlah kuman resident flora di tangan.
60
BAB II
RUANG LINGKUP
61
C. HAL-HAL YANG PERLU DIINGAT SAAT MEMBERSIHKAN TANGAN
1. Jari tangan
Penelitian membuktikan bahwa daerah dibawah kuku (ruang subungual) mengandung jumlah
mikroba tertinggi (McGinley,Larson dan Leydon 1988) beberapa penelitian menunjukan kuku
yang panjang dapat berperan sebagai reservoir untuk gram negative (P.Aeruginosa) jamur, dan
pathogen lain (Hedderwick et al. 2000). Kuku petugas harus pendek.
2. Kuku buatan
Kuku buatan (pembungkus kuku, pemanjang kuku, kuku palsu) yang di pakai oleh petugas
kesehatan dapat berperan dalam infeksi nosokomial (Hedderwick et al.2000), oleh karena itu
petugas kesehatan tidak boleh menggunakan kuku buatan saat bertugas.
3. Cat kuku
Petugas yang melayani pasien tidak di perbolehkan memakai cat kuku, karena cat kuku
mempunyai cela di antara kuku sehingga kuman dapat berkembang biak.
4. Perhiasan
Penggunaan perhiasan saat bertugas tidak diperbolehkan karena perhiasan ditangan salah satu
media tempat berkembang biaknya kuman gram negatif.
62
BAB III
TATA LAKSANA
Prosedur cuci tangan di lakukan oleh semua petugas, pasien dan pengunjung sesuai dengan prosedur
cuci tangan yang distandarkan oleh WHO yang sudah diakui oleh umum, adalah sebagai berikut :
A. Handwash menurut WHO :
1. Basahi tangan dengan air mengalir, tutup kran air.
2. Tuangkan 3-5 cc sabun cair untuk menyabuni seluruh permukaan tangan
3. Ratakan kedua telapak tangan hingga merata.
4. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan lakukan kembali
sebaliknya.
5. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
6. Kaitkan kedua jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
7. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan kembali sebaliknya.
8. Gosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan ditelapak tangan kiri dan lakukan kembali
sebaliknya.
9. Buka kran air, bilas kedua tangan dengan air mengalir.
10. Keringkan dengan handuk /tissue towel sekali pakai sampai benar-benar kering.
11. Gunakan handuk atau tissue towel tersebut untuk menutup kran.
12. Dan tangan anda sudah bersih dan bebas kuman , kegiatan mencuci tangan dengan air
mengalir dilakukan selama 40-60 detik.
63
C. CUCI TANGAN BEDAH
Cuci tangan bedah adalah kegiatan mencuci tangan menggunakan sabun antimicrobial sebelum
operasi untuk menghilangkan kuman transient dan menurunkan jumlah kuman resident flora di
tangan. Setiap petugas yang akan melakukan cuci tangan bedah ;
1. Persiapan :
a. Persiapan alat :
Air kran yang mengalir
Sikat tangan steril / spon halus steril
Sabun cair chlorhexidine 4%.
b. Persiapan tim bedah :
Kuku tangan harus pendek, tidak memakai cat kuku, dan tidak memakai kuku palsu
Melepaskan aksesoris yang ada ditangan (cincin, jam, gelang)
Memakai APD :
· Sepatu boot
· Apron plastic
· Masker bedah + kaca mata (face shield)
2. Tutup kepala Gunakan sikat hanya untuk membersihkan kuku, sedangkan bagian spon hanya
untuk bagian kulit.
3. Gulung lengan baju sampai di atas siku.
4. Buka kran air dan basahi tangan sampai siku.
5. Tuangkan cairan chlorhexidine 4% lalu usapkan pada kedua tangan dimulai dari jari-jari, pungung
tangan, dan lengan sampai 5 cm di atas siku dengan cara memutar.
6. Lakukan tehnik cuci tangan biasa (spo cuci tangan mengunakan sabun antiseptic dan air) pada
kedua tangan masing-masing 1 menit.
7. Bilas dengan air mengalir, dimulai dari jari-jari tangan sampai lengan diatas siku secara bergantian
pada kedua tangan (posisi tangan selalu lebih tinggi dari siku).
8. Lakukan tehnik cuci tangan biasa (Spo cuci tangan mengunakan sabun antiseptic dan air) pada
kedua tangan masing-masing 30 detik.
9. Bilas dengan air mengalir, dimulai dari jari-jari tangan sampai lengan diatas siku secara bergantian
pada kedua tangan (posisi tangan selalu lebih tinggi dari siku).
10.Keringkan kedua tangan dengan menggunakan handuk steril.
64
D. KAPAN MELAKUKAN TINDAKAN CUCI TANGAN :
Kegiatan mencuci tangan dilakukan pada saat :
1. Bila tangan jelas terlihat kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung protein, tangan
harus dicuci dengan sabun/antiseptik dan air mengalir.
2. Bila tangan tidak jelas terlihat kotor atau terkontaminasi harus menggunakan antiseptik berbasis
alkohol untuk dekontaminasi rutin dan selalu pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan,
3. Bila akan melakukan tindakan operasi lakukan prosedur cuci tangan bedah atau cuci tangan steril.
65
V. Penggunaan antiseptik di HCU – ICU :
1. Jenis cairan : Chlorhexidine 4 % dan Hand Rub
2. Penggunaan :
a. Chlorhexidine 4 % digunakan untuk kegiatan mencuci tangan biasa yang diletakkan di
setiap wastafel bagi petugas kesehatan, dokter, pasien dan pengunjung
b. Hand Rub diletakkan di setiap tempat tidur pasien digunakan untuk kegiatan mencuci
tangan diantara dua pasien bagi petugas kesehatan dan dokter
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air dan SPO
Kebersihan Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol
VI. Penggunaan antiseptik di Ruang Bayi :
1. Jenis cairan : Chlorhexidine 4 % dan Hand Rub
2. Penggunaan :
a. Chlorhexidine 4 % digunakan untuk kegiatan mencuci tangan biasa yang diletakkan
disetiap wastafel bagi petugas kesehatan dan dokter.
b. Hand Rub diletakkan disetiap tempat tidur pasien digunakan untuk kegiatan mencuci
tangan diantara dua pasien bagi petugas kesehatan dan Ibu pasien pada saat
menyusui.
c. Bila saat pasien pulang masih ada sisa hand rub, maka petugas wajib memberikan
sisanya kepada pasien.
d. Bila sudah menggunakan hand rub sebanyak 10 kali maka petugas wajib mencuci
tangan dibawah air mengalir dengan chlorhexidin 4%.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air dan SPO
Kebersihan Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol
VII. Penggunaan antiseptik di dapur atau Instalasi Gizi :
1. Jenis cairan : Hand Soap
2. Penggunaan : Hand Soap digunakan untuk kegiatan mencuci tangan biasa yang
diletakkan disetiap wastafel bagi petugas dapur.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan
Air.
VIII. Penggunaan antiseptik di administrasi :
1. Jenis cairan : Hand Rub
2. Penggunaan : Hand Rub diletakkan di tempat administrasi digunakan untuk kegiatan
mencuci tangan bagi petugas administrasi.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air dan SPO Kebersihan
Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol.
IX. Penggunaan antiseptik di Laboratorium :
1. Jenis cairan : Chlorhexidine 4 % dan Hand rub
2. Penggunaan : untuk mencuci tangan biasa bagi dokter dan petugas laboratorium.
66
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air dan SPO
Kebersihan Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol.
X. Penggunaan antiseptik di IGD :
1. Jenis cairan : Chlorhexidine 4 % dan hand rub
2. Penggunaan : Untuk mencuci tangan biasa bagi dokter dan petugas kesehatan.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan
Air dan SPO Kebersihan Tangan Dengan Antiseptik Berbasis Alkohol.
XI. Penggunaan antiseptik di Farmasi :
1. Jenis cairan : Hand Soap
2. Penggunaan : untuk mencuci tangan biasa bagi dokter dan
petugas kesehatan.
3. Prosedur : Sesuai SPO Cuci Tangan Dengan Sabun dan Air.
BAB IV
67
DOKUMENTASI
1. Pelaporan dan kesimpulan hasil kegiatan survey dan audit kebersihan tangan dilaporkan ke Ka.Tim
PPI RS dan diteruskan ke direktur.
2. Kesimpulan yang telah diketahui oleh direktur di informasikan ke tiap instalasi.
3. Formulir audit terlampir.
68
NOMOR: 147/SK-DIR/RSAQ/VII/2018
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN ASESMEN RISIKO PASIEN JATUH
69
KEENAM : Apabila dikemudian hari terjadi kekeliruan dalam Surat Keputusan ini maka
akan diadakan perubahan atau perbaikan seperlunya.
Ditetapkan di : TANGERANG
Tanggal : 16 Juli 2018
DIREKTUR RS AQIDAH
BAB I
70
DEFINISI
Jatuh adalah kejadian seseorang secara tidak sengaja meluncur ke bawah dengan cepat karena
gravitasi bumi dan tiba-tiba terjatuh dari posisi berdiri, duduk atau berbaring ke tempat yang rendah di
kecualikan dari definisi tersebut adalah perubahan posisi tersebut di sebabkan oleh kekuatan besar,
misalnya di dorong.
Resiko jatuh adalah potensi untuk terjadinya jatuh yang berakibat pada situasi kurang
menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan.
Penilaian risiko pasien jatuh adalah mengidentifikasi pasien yang berisiko jatuh untuk menilai
kemungkinan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk jatuh dengan formulir risiko jatuh yang sudah di
tetapkan.
Skala humpty dumpty adalah suatu skala yang di gunakan untuk melakukan skoring risiko jatuh
pada pasien anak dengan menggunakan parameter sebagai berikut : umur, jenis kelamin, diagnosa,
gangguan kognitif, faktor lingkungan, respon tubuh terhadap operasi/obat penenang/efek anestesi dan
penggunaan obat.
Skala morse fall adalah suatu skala yang digunakan untuk melakukan skoring risiko jatuh pada
pasien dewasa dengan menggunakan parameter : riwayat jatuh yang baru atau 3 bulan terakhir, diagnosa
medis >1, alat bantu jalan, memakai terapi heparin lock/IV, cara berjalan/berpindah, status mental.
Evaluasi Harian Penilaian Pasien Resiko Jatuh adalah suatu kegiatan untuk menilai kondisi
pasien yang berisiko jatuh setiap shift, apakah masih berisiko tinggi atau telah berubah menjadi risiko
rendah dan menggunakan asesmen harian risiko jatuh anak,dewasa dan geriatri.
Edukasi adalah kegiatan menyampaikan materi atau informasi kepada pasien dan atau keluarga.
Pemberian edukasi untuk mengurangi resiko jatuh adalah pemberian materi atau informasi yang perlu
diketahui pasien dan atau keluarga untuk mengurangi potensi terjadinya jatuh.
BAB II
RUANG LINGKUP
71
A. ASESMEN RESIKO JATUH
Asesmen risiko jatuh dilakukan pada seluruh pasien rawat inap dengan menggunakan skala Humpty
Dumpty pada pasien anak dan skala Morse Fall pada pasien dewasa.
Asesmen awal risiko jatuh dilakukan oleh perawat atau bidan di unit kamar bersalin dan instalasi
gawat darurat sebelum pasien di transfer ke ruang rawat inap. Apabila dalam asesmen awal di
temukan adanya risiko jatuh tinggi maka pasien dipasang gelang berwarna kuning.
BAB III
TATA LAKSANA
72
A. TATA LAKSANA UMUM MANAJEMEN RESIKO PASIEN JATUH
1. Anjurkan pasien meminta bantuan yang diperlukan.
2. Sediakan alas kaki anti slip dan anjurkan pasien untuk memakai alas kaki anti slip.
3. Pasang alat pegangan pasien di dinding ruangan sepanjang jalur yang sering dilalui pasien
(sedang dalam usulan)
4. Pemasangan handle kamar mandi (sedang dalam rencana pemasangan)
5. Pastikan kamar mandi selalu dalam keadaan kering. Tanggung jawab cleaning service dan
diawasi oleh perawat atau penanggung jawab shift.
6. Pastikan bahwa jalur ke kamar kecil bebas dari hambatan dan terang.
7. Pastikan lorong bebas hambatan.
8. Tempatkan alat bantu seperti walkers/tongkat dalam jangkauan pasien.
9. Pasang Bedside rel.
10. Evaluasi kursi dan tinggi tempat tidur. Sediakan tangga kecil untuk injakan untuk tempat tidur
yang tinggi.
11. Pertimbangkan efek puncak obat yang diresepkan yang mempengaruhi tingkat kesadaran.
12. Jangan biarkan pasien berisiko jatuh tanpa pengawasan.
13. Pastikan pasien yang diangkut dengan brandcard / tempat tidur / kursi roda, roda dan
penguncinya dalam kondisi baik dan berfungi baik, dan bedside rel dalam keadaan
terpasang.
14. Informasikan dan edukasi pasien atau anggota keluarga mengenai rencana perawatan untuk
mencegah pasien jatuh.
15. Edukasikan kepada pasien atau keluarga untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan
pasien (Pemenuhan kebutuhan dasar manusia)
73
d. Gangguan kognitif (tidak sadar keterbatasan, lupa keterbatasan, mengetahui kemampuan
diri)
e. Faktor lingkungan ( tempat tidur, pasien menggunakan alat bantu / box, mebel, pasien
berada di tempat tidur, diluar ruang rawat)
f. Respon terhadap operasi / obat penenang/ efek anestesi (dalam 24 jam, dalam 48 jam, >
48 jam)
g. Penggunaan obat yang berpengaruh pada risiko jatuh.
h. Skoring risiko digolongkan menjadi :
a) Skore 0-6 : risiko rendah / tidak berisiko ,
b) Skore 7-11 : risiko sedang
c) Skore ≥ 12 : risiko tinggi
74
penenang/efek
anestesi
Penggunaan obat Bermacam-macam obat yang digunakan : 3
obat sedative, hipnotik, barbiture, fenotiazin,
anti depresan,laksan/deuretika, narkotik.
Salah satu dari pengobatan di atas 2
Pengobatan lain 1
TOTAL
5. Asesmen risiko jatuh pasien dewasa dengan skala Morse Fall, risiko yang dinilai antara lain :
a. riwayat jatuh dalam waktu 3 (tiga) bulan terakhir
b. diagonis lebih dari satu
c. menggunakan alat bantu jalan
d. menggunakan terapi IV/ heparin lock
e. cara berjalan
f. status mental
g. Skoring :
a) Skore 0-24 : risiko rendah / tidak berisiko
b) Skore 25-50 : risiko sedang
c) Skore ≥ 51 : risiko tinggi
75
Orientasi sesuai kemampuan diri 0
Lupa keterbatasan diri 15
TOTAL SKOR
76
Delirium/disorientasi.
Gaya berjalan tidak stabil.
Inkontinensia urine.
Adanya pingsan.
Gangguan pola tidur.
Gangguan penglihatan atau pendengaran.
Berjalan dibantu orang lain.
Keterbatasan aktifitasi atau post operasi.
Pusing.
Konsumsi obat- obat berisiko jatuh.
Kategori risiko : 0-4 risiko ringan , 5-8 risiko sedang dan ≥ 9 risiko tinggi.
77
Laksatif
Kebutuhan alat: (beri tanda cek (√) pada alat yang
dibutuhkan)
Tongkat penyangga
Kursi roda
Walker / cane
Alas kaki anti licin
Kategori Risiko Jatuh (R, S, T)
78
- Pasang bedside rel
BAB IV
DOKUMENTASI
79
- Formulir Skala Humpty Dumpty
- Formulir Skala Morse Fall
- Formulir Asesmen Harian Pasien Paska Tindakan
- Formulir asesmen resiko jatuh pasien rawat jalan dan ugd
80
Nama pasien : ..................................................................
Perempuan Laki-laki
NO RISIKO TGL
Skor P S M P S M P S M P S M
1. Riwayat jatuh yang baru atau dalam 3 bulan terakhir ? 25
2. Diagnosis >1 15
3. Alat bantu
- Bedrest / dibantu perawat atau bidan 0
- Furnitur 30
- Lemah 15
- Terganggu 30
6. Status mental
- Orientasi sesuai kemampuan diri 0
TOTAL
81
Tidak beresiko : Skor 0-24
Risiko sedang : Skor 25-50
Risiko tinggi : Skor 51
Perempuan Laki-laki
Parameter Criteria TGL
Skor P S M P S M P S M P S M
Umur Dibawah 3 tahun 4
3-7 tahun 3
7-13 tahun 2
13 tahun 1
Perempuan 1
82
Perubahan dalam oksigenisasi (masalah
saluran nafas, dehydrasi, anemia, 3
anoreksia, sinkop/sakit kepala dll)
Diagnosa Kelainan psikis / prilaku 2
Diagnosis lain 1
Pengobatan lain 1
TOTAL
83
Nama pasien : .................................................................
Perempuan Laki-laki
FAKTOR RISIKO Standar Tanggal
Skor
P S M P S M P S M P S M
Usia > 70 tahun 1
Lingkungan asing (tidak familiar) 1
Gangguan penilaian dalam ambulasi/transfer 3
Mengalami kejadian jatuh dalam 2 minggu terakhir 3
Delirium/disorientasi 2
Gaya berjalan tidak stabil / keterbatasan gerak 3
Inkontinensia urin ( terpasang catheter / infuse dll ) 3
Adanya pingsan atau hipotensi ortostatik 2
Riwayat gangguan pola tidur 1
Gangguan penglihatan / pendengaran 1
Berjalan dibantu orang lain 3
Keterbatasan aktivitas / post operasi 1
Pusing 3
Mengkonsumsi obat-obatan di bawah ini: 2
Total skor
Beri tanda cek (√) mengenai obat yang dikonsumsi:
Diuretic
Antihipertensi
Opioid ( golongan narkotik )
Berhubungan dengan kardiofaskuler
Anti-ansietas
Laksatif
Kebutuhan alat: (beri tanda cek (√) pada alat yang
dibutuhkan)
Tongkat penyangga
Kursi roda
Walker / cane
Alas kaki anti licin
Kategori Risiko Jatuh (R, S, T)
84
Nama pasien : ................................................................
Perempuan Laki-laki
Tanggal pengkajian :
TD : mmHg
Suhu : oC
HR : X / Menit
RR : X / Menit
SpO2 : %
A. Pengkajian
No Penilaian / Pengkajian Ya Tidak
a. Cara berjalan pasien ( salah satu atau lebih )
1. Tidak seimbang/ sempoyongan/ Limbung
2. Jalan dengan menggunakan alat bantu ( kruk, tripot, kursi roda, orang lain)
b. Menopang saat akan duduk: tampak memegang pinggiran kursi atau meja/ benda lain sebagai
penopang saat akan duduk
B. Hasil
No Hasil Penilaian/ pengkajian Keterangan
85
1 Tidak berisiko Tidak ditemukan a & b
2 Risiko rendah Ditemukan salah satu dari a / b
3 Risiko tinggi Ditemukan a & b
C. Tindakan
No Hasil kajian Tindakan Tindak lanjut
1 Tidak berisiko Tidak ada tindakan Tidak ada tindakan
87