Anda di halaman 1dari 9

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan

(amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan


MPR:

Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan


Pertama UUD 1945

 Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan


Kedua UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan
Ketiga UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan
Keempat UUD 1945

Amandemen I : pasal 5,7,9,13,14,15,17,20,21


Amandemen II: pasal 18,19,20,22,25,26,27,28,30,36
Amandemen III: pasal 1,3,6,7,8,11,17,22,23,24,
Amandemen IV: pasal 1,2,6,8,11,16,23,24,31,32,33,34,37

A.Ketetapan-ketetapan MPRS-RI Tahun 1960


 Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai
Garis-garis Besar dari pada Haluan Negara.
 Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional
Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969
 Ketetapan-ketetapan MPRS-RI Tahun 1963
 Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi
Indonesia Bung Karno menjadi Presiden Republik Indonesia seumur hidup
 Ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-pedoman pelaksanaan Garis-garis
Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan
B.Ketetapan-ketetapan MPRS-RI Tahun 1965
 Ketetapan MPRS No. V/MPRS/1965 tentang Amanat Politik Presiden/Pemimpin Besar
Revolusi/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang berjudul Berdikari
sebagai Penegasan Revolusi Indonesia dalam bidang Politik, Pedoman Pelaksanaan
Manipol dan
 Ketetapan MPRS No. VI/MPRS/1965 tentang Banting Stir untuk Berdiri Diatas Kaki Sendiri
Dibidang Ekonomi dan Pembangunan
 Ketetapan MPRS No. VII/MPRS/1965 tentang GESURI, TAVIP, the Fifth Freedom is Our
Weapon, the Era of Confrontation sebagai Pedoman-pedoman Pelaksanaan Manifesto
Politik Republik Indonesia
 Ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 tentang Prinsip-prinsip Musyawarah Untuk Mufakat
dalam Demokrasi Terpimpin sebagai Pedoman Bagi Lembaga-lembaga Permusyawaratan/
Perwakilan
C.Ketetapan-ketetapan MPRS-RI Tahun 1966
 Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Surat perintah presiden/Panglima tertinggi
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara
 Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1966 tentang Kedudukan semua Lembaga-lembaga Negara
Tingkat Pusat dan Daerah pada Posisi dan Fungsi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar
1945
 Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 tentang Pemilihan Umum
 Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Penegasan Kembali Landasan Kebijaksanaan
Politik Luar Negeri Republik Indonesia
 Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang Kabinet Ampera
 Ketetapan MPRS No. XIV/MPRS/1966 tentang Kabinet pembentukan panitia-panitia Ad Hoc
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang bertugas melakukan penelitian lembaga-
lembaga negara, penyusunan bagian pembagian kekuasaan diantara lembaga-lembaga
menurut sistem Undang-undang Dasar 1945
 Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/ penunjukan Wakil Presiden dan
tata cara pengangkatan Pejabat Presiden
Ketetapan MPRS No. XVI/MPRS/1966 tentang Pengertian Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat
 Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar Revolusi
 Ketetapan MPRS No. XVIII/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara nomor III/MPRS/1963
 Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Produk-produk Negara
diluar Produk Majelis Permusyawaratan Rakyat yang tidak sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945
 Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan
Peraturan Perundangan Republik Indonesia
 Ketetapan MPRS No. XXI/MPRS/1966 tentang Pemberian Otonomi Seluas-luasnya Kepada
Daerah
 Ketetapan MPRS No. XXII/MPRS/1966 tentang Kepartaian, Keormasan dan Kekaryaan
 Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijakan Landasan
Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan
 Ketetapan MPRS No. XXIV/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan dalam Bidang Pertahanan
Keamanan
 Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia,
pernyataan sebagai Organisasi Terlarang Diseluruh Wilayah Republik Indonesia bagi Partai
Komunis Indonesia dan larang setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan
faham atau ajaran
 Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang Pembentukan panitia peneliti ajaran-ajaran
pemimpin besar revolusi Bung Karno
 Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, pendidikan dan kebudayaan
 Ketetapan MPRS No. XXVIII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Peningkatan
Kesejahteraan Rakyat
 Ketetapan MPRS No. XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera
 Ketetapan MPRS No. XXX/MPRS/1966 tentang Pencabutan bintang maha putera kelas III
dari D.N. Aidit
 Ketetapan MPRS No. XXXI/MPRS/1966 tentang Penggantian sebutan Paduka Yang Mulia
(P.Y.M.), Yang Mulia (Y.M.), Paduka Tuan (P.T.) dengan sebutan Bapak/Ibu atau
Saudara/Saudari
 Ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966 tentang Pembinaan Pers
D.Ketetapan-ketetapan MPRS-RI Tahun 1967
 Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan
Negara dari Presiden Soekarno
 Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967 tentang Peninjauan kembali ketetapan majelis
permusyawaratan rakyat sementara nomor I/MPRS/1960 tentang Manifesto politik Republik
Indonesia sebagai garis-garis besar haluan negara
 Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis
Pemusyawaratan Rakyat Sementara nomor XVII/MPRS/1966
 Ketetapan MPRS No. XXXVI/MPRS/1967 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXVI/MPRS/1966
E.Ketetapan-ketetapan MPRS-RI Tahun 1968
 Ketetapan MPRS No. XXXVII/MPRS/1968 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor VIII/MPRS/1965
 Ketetapan MPRS No. XXXVIII/MPRS/1968 tentang Pencabutan Ketetapan-ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara
 Ketetapan MPRS No. XXXIX/MPRS/1968 tentang Pelaksanaan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XIX/MPRS/1966
 Ketetapan MPRS No. XL/MPRS/1968 tentang Pembentukan panitia ad hoc Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara
 Ketetapan MPRS No. XLI/MPRS/1968 tentang Tugas Pokok Kabinet Pembangunan
 Ketetapan MPRS No. XLII/MPRS/1968 tentang Perubahan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XI/MPRS/1966 tentang Pemilihan Umum
 Ketetapan MPRS No. XLIII/MPRS/1968 tentang Penjelasan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor IX/MPRS/1966
 Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan Pengemban Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor IX/MPRS/1966 sebagai Presiden
Republik Indonesia
F.Ketetapan-ketetapan MPR-RI Tahun 1973
 Ketetapan MPR No. I/MPR/1973 tentang Peraturan tata tertib Majelis Permusyawaratan
Rakyat
 Ketetapan MPR No. II/MPR/1973 tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. III/MPR/1973 tentang Pertanggunganjawab presiden republik Indonesia
Jenderal TNI Soeharto selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat
 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
 Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-produk yang berupa Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
 Ketetapan MPR No. VI/MPR/1973 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga
Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara
 Ketetapan MPR No. VII/MPR/1973 tentang Keadaan Presiden dan/atau Wakil Presiden
Republik Indonesia Berhalangan
 Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1973 tentang Pemilihan Umum
 Ketetapan MPR No. IX/MPR/1973 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. X/MPR/1973 tentang Pelimpahan tugas dan kewenangan kepada
Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk melaksanakan tugas
pembangunan
 Ketetapan MPR No. XI/MPR/1973 tentang Pengangkatan wakil presiden republik Indonesia

G.Ketetapan-ketetapan MPR-RI Tahun 1978


 Ketetapan MPR No. I/MPR/1978 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan
Rakyat
 Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila
 Ketetapan MPR No. III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga
Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara
 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
 Ketetapan MPR No. V/MPR/1978 tentang Pertanggung-jawaban Presiden Republik
Indonesia Soeharto selaku mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat
 Ketetapan MPR No. VI/MPR/1978 tentang Pengukuhan Penyatuan Wilayah Timor Timur ke
Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. VII/MPR/1978 tentang Pemilihan Umum
 Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1978 tentang Pelimpahan tugas dan wewenang kepada
presiden/mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam rangka pensuksesan dan
pengamanan pembangunan nasional
 Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978 tentang Perlunya Penyempurnaan yang Termaktub dalam
Pasal 3 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
V/MPR/1973
 Ketetapan MPR No. X/MPR/1978 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik
Indonesia.
H.Ketetapan-ketetapan MPR-RI Tahun 1983
 Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Terbit Majelis Permusyawaratan
Rakyat
 Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
 Ketetapan MPR No. III/MPR/1983 tentang Pemilihan Umum
 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum
 Ketetapan MPR No. V/MPR/1983 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia
Soeharto selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat serta pengukuhan pemberian
penghargaan sebagai bapak pembangunan Indonesia
 Ketetapan MPR No. VI/MPR/1983 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. VII/MPR/1983 tentang Pelimpahan tugas dan wewenang kepada
presiden/mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam rangka pensuksesan dan
pengamanan pembangunan nasional
 Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1983 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik
Indonesia
I.Ketetapan-ketetapan MPR-RI Tahun 1988
 Ketetapan MPR No. I/MPR/1988 tentang Perubahan dan tambahan atas ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1983 tentang Peraturan tata
tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat
 Ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
 Ketetapan MPR No. III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum
 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1988 tentang Pertanggung-jawaban Presiden Republik
Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat
 Ketetapan MPR No. V/MPR/1988 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. VI/MPR/1988 tentang Pelimpahan tugas dan wewenang kepada
presiden/mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam rangka penyuksesan dan
pengamanan pembangunan nasional
 Ketetapan MPR No. VII/MPR/1988 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik
Indonesia
J.Ketetapan-ketetapan MPR-RI Tahun 1993
 Ketetapan MPR No. I/MPR/1993 tentang Perubahan atas Ketepatan Majelis
Permusyawaratan Rakyat No. I/MPR/1983 tentang Peraturan tata tertib Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dan ditambah
dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. I/MPR/1988
 Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
 Ketetapan MPR No. III/MPR/1993 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik
Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1993 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. V/MPR/1993 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
K.Ketetapan-ketetapan MPR-RI Tahun 1998
 Ketetapan MPR No. I/MPR/1998 tentang Perubahan dan tambahan atas
 Ketetapan MPR-RI No. I/MPR/1983 tentang Peraturan tata tertib Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan
 ketetapan MPR-RI No. I/MPR/1988 & Ketetapan MPR-RI No.I/MPR/1993
 Ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
 Ketetapan MPR No. III/MPR/1998 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik
Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1998 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada
Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Rangka Penyuksesan dan
Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila
 Ketetapan MPR No. VI/MPR/1998 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. VII/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas
 Ketetapan MPR-RI Nomor I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan
ditambah terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
 Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum
 Ketetapan MPR No. IX/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1998 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
 Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Dalam
Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara
 Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
 Ketetapan MPR No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang
Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan
 Ketetapan MPR No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1988 tentang
Pemilihan Umum
 Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan,
Pembagian, dan Pemanfaatan Sumberdaya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi
Ekonomi
 Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
 Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) dan Penetapan tentang
Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara

L.Ketetapan-ketetapan MPR-RI Tahun 1999


 Ketetapan MPR No. I/MPR/1999 tentang Perubahan kelima atas ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1983 tentang Peraturan tata
tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik
Indonesia Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie
 Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
 Ketetapan MPR No. V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur
 Ketetapan MPR No. VI/MPR/1999 tentang Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik
Indonesia
 Ketetapan MPR No. IX/MPR/1999 tentang Penugasan Badan Pekerja Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk Melanjutkan Perubahan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

M.Ketetapan-ketetapan MPR-RI Tahun 2000


 Ketetapan MPR No. I/MPR/2000 tentang Perubahan Pertama atas Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata
Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. II/MPR/2000 tentang Perubahan Kedua atas Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata
Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan
 Ketetapan MPR No. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah
 Ketetapan MPR No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional
 Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran
Kepolisian Negara Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembaga-lembaga Tinggi
Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun
2000
 Ketetapan MPR No. IX/MPR/2000 tentang Penugasan Badan Pekerja Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk Mempersiapkan Rancangan Perubahan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

M.Ketetapan-ketetapan MPR-RI Tahun 2001


 Ketetapan MPR No. I/MPR/2001 tentang Sikap Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia terhadap Maklumat Presiden Republik Indonesia tanggal 23 Juli 21
 Ketetapan MPR No. II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia
K. H. Abdurrahman Wahid
 Ketetapan MPR No. III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia
Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. IV/MPR/2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. V/MPR/2001 tentang Perubahan Ketiga atas Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata
Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
 Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa
 Ketetapan No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan
 Ketetapan No. VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan
Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
 Ketetapan No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam
 Ketetapan No. X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang
Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001
 Ketetapan No. XI/MPR/2001 tentang Perubahan atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/2000 tentang Penugasan Badan Pekerja Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk mempersiapkan Rancangan Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sejarah pembentukan pancasila erat kaitannya dengan Perjuangan bersenjata bangsa
Indonesia dalam mengusir penjajah, dalam hal ini Belanda dan jepang.

Penjajahan Belanda usai pada 8 Maret 1942, Sejak itu Indonesia diduduki oleh Jepang.
Namun Jepang tidak lama melakukan pendudukan di Indonesia. Karena Sejak tahun
1944, tentara Jepang mulai kesulitan dalam menghadapi tentara Sekutu.

Untuk mendapat simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam
melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan kepada rakyat
indonesia. Janji ini diucapkan pada tanggal 7 September 1944 oleh Perdana Menteri
Kaiso.
Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang
memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji
kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar
Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura)

Sejarah Hari Kesaktian Pancasila (Lengkap)

Dalam maklumat tersebut juga dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas BPUPKI adalah menyelidiki
dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya diberikan kepada pemerintah Jepang
untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.

Keanggotaan BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang
pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945. Dalam sidang
pertama ini yang dibicarakan khusus mengenai calon dasar negara untuk bangsa
Indonesia setelah merdeka nanti. Pada sidang pertama Ir. Soekarno dan Muhammad
Yamin mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka.

Muhammad Yamin (29 Mei 1945)


Muhammad Yamin memberikan usul mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri
atas lima hal, yaitu:

1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

Selain itu Muhammad Yamin juga memberikan usul secara tertulis yang juga terdiri dari
lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /
Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Bung Karno (1 Juni 1945)


Pada Tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno (Ir. Soekarno) di depan Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mengusulkan calon dasar
negara yang terdiri dari lima asas, oleh bung karno kelima asas tersebut diberi nama
Pancasila, inilah awal terbentuknya dasar negara Pancasila, yang kemudian pada
tanggal tersebut dikenang sebagai hari lahirnya Pancasila. 1 Juni menjadi tanggal yang
sangat penting, karena di situlah Pancasila telah lahir, dan inilah hari lahir dasar negara
Indonesia. berikut kelima asas yang diusulkan Bung Karno sebagai calon dasar negara:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan

Kelima hal tersebut oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Kemudian Bung Karno
mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan

Berikutnya tiga hal tersebut menurutnya juga bisa diperas lagi menjadi Ekasila yaitu
Gotong Royong.
Selesai sidang 1 BPUPKI, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat
untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul yang
masuk dan memeriksanya serta melaporkan dalam sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap
anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai
dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri dari 8 orang, yaitu:
 Mr. Muh. Yamin
 Ir. Soekarno
 K.H. Wachid Hasjim
 Ki Bagus Hadikusumo
 M. Sutardjo Kartohadikusumo
 R. Otto Iskandar Dinata
 Mr. A.A. Maramis
 Drs. Muh. Hatta

Kemudian Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil,
dengan para anggota BPUPKI yang berada (berasal) di Jakarta. Hasil yang dapat
dicapai antara lain adalah dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul /
Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu:
 Mr. Muh. Yamin
 Ir. Soekarno
 Mr. A.A. Maramis
 Drs. Muh. Hatta
 K.H. Wachid Hasyim
 Mr. Ahmad Subardjo
 Abikusno Tjokrosujoso
 Abdul Kahar Muzakkir
 H. Agus Salim

Panitia Kecil yang beranggotakan 9 orang ini pada tanggal tersebut juga melanjutkan
sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih
dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”.
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-14 juli 1945, Agenda sidang BPUPKI kali ini
membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan
Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan
negara, serta pendidengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota
BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu
antara lain adalah: Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno
Tjokrosoejoso), Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir.
Soekarno) dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).

Kemudian Pada tanggal 9 Agustus dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan


Indonesia) yang menggantikan BPUPKI. Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang
menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari
kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan oleh para pemimpin bangsa Indonesia,
yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus
1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI menggelar sidang, dengan acara
utama memilih Presiden dan Wakil Presiden dan mengesahkan rancangan Hukum
Dasar dengan preambulnya (Pembukaannya).

Untuk pengesahan Pembukaan (Preambul), terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum
mengesahkan Preambul (pembukaan), Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan
bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi
Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya.

Inti dari pertemuan tersebut adalah, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar
pada alinea keempat preambul, di belakang kata "ketuhanan" yang berbunyi "dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus. Jika tidak
maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari Indonesia yang
baru saja diproklamasikan, hal tersebut karena mayoritas penduduk di indonesia bagian
timur beragama non-muslim.

Usul kemudian disampaikan oleh Muh. Hatta pada sidang pleno PPKI, khususnya
kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada KH. Wakhid Hasyim, Ki
Bagus Hadikusumo dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta kemudian berusaha
meyakinkan tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa indonesia.

Setelah dilakukan Musyarah dan Mufakat serta Oleh karena pendekatan yang intens
dan demi persatuan dan kesatuan, akhirnya dihapuslah kata "dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" di belakang kata Ketuhanan dan
diganti dengan "Yang Maha Esa".

Anda mungkin juga menyukai