Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Membicarakan sistem ekonomi Islam secara utuh, tidak cukup
dikemukakan pada tulisan yang sempit ini, karena sistem ekonomi Islam
mencakup beberapa segi dan mempunyai ketergantungan dengan beberapa
disiplin ilmu lainnya sebagaimana juga yang ditemukan pada studi ekonomi umum.
Persolan sistem bank syari’ah hanyalah sebagian kecil dari sederetan masalah-
masalah yang terdapat dalam studi ekonomi Islam.
Kendati demikian, sistem ekonomi Islam mempunayi ciri khas dibanding sistem
ekonomi lain (kapitalis-sosialis). Dr. Yusuf Qordhowi, pakar Islam kontemporer
dalam karyanya “Daurul Qiyam wal akhlaq fil iqtishod al-Islamy” menjelskan empat
ciri ekonomi Islam, yaitu ekonomi robbani, ekonomi akhlaqy, ekonomi insani dan
ekonomi wasati. Keempat ciri tersebut mengandung pengertian bahwa ekonomi
Islam bersifat robbani, menjunjung tinggi etika, menghargai hak-hak kemanuisaan
dan bersifat moderat.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian Ekonomi Islam?
b. Bagaimana pengertian Ekonomi Islam menurut beberapa tokoh?
c. Bagaimana perkembangan Studi Ekonomi Islam?
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
a. Tujuan umum
b. Tujuan khusus
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi islam (islamic economic/al-iqtishod al-islamy)adalah ilmu untuk
menggunakan sumberdaya yang telah Allah sediakan dan amanahkan kepada manusia
sebagai khalifah di bumi dalam menjalankan tugasnya sebagai hamba-Nya dengan
berpedoman pada syariah islamiyah. Filosofi ekonomi islam memberikan ruh pemikiran
nilai-nilai islam dan batasan-batasan syariah. Ilmu ekonomi islam membahas perilaku
masyarakat islam yang khas.

2. Pengertian ekonomi islam menurut beberapa tokoh


a. Yusuf Qardhawi.
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang didasarkan pada ketuhanan. Sistem ini bertitik
tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan menggunakan sarana yang tidak
lepas dari syari’at Allah.

3. Perkembangan Studi Ekonomi Islam

Sejarah perkembangan studi ekonomi Islam dapat dibagi pada empat


pase:
- Pase pertama, masa pertumbuhan
- Pase kedua, masa keemasan
- Pase ketiga, masa kemunduran dan
- Pase keempat, masa kesadaran

3.1. Masa Pertumbuhan

Masa pertumbuhan terjadi pada awal masa berdirinya negara Islam di


Madinah. Meskipun belum dikatakan sempurna sebagai sebuah studi ekonomi,
tapi masa itu merupakan benih bagi tonggak-tonggak timbulnya dasar ekonomi
Islam. Secara amaliyah, segala dasar dan praktek ekonomi Islam sebagai sebuah
sistem telah dipraktekkan pada masa itu, tentunya dengan kondisi yang amat
sederhana sesuai dengan masanya. Lembaga keuangan seperti bank dan
perusahan besar (PT) tentunya belum ditemukan. Namun demikian lembaga
moneter di tingkat pemerintahan telah ada, yaitu berupa Baitul Mal. Perusahaan
(PT) pun telah dipaktekkan dalam skala kecil dalam bentuk musyarakah.

3.2. Masa Keemasan


Setelah terjadi beberapa perkembangan dalam kegiatan ekonomi, pada
abad ke 2 Hijriyah para ulama mulai meletakkan kaidah-kaidah bagi dibangunnya
sistem ekonomi Islam di sebuah negara atau pemerintahan. Kaidah-kaidah ini
mencakup cara-cara bertransaksi (akad), pengharaman riba, penentuan harga,
hukum syarikah (PT), pengaturan pasar dan lain sebagainya. Namun kaidah-
kaidah yang telah disusun ini masih berupa pasal-pasal yang tercecer dalam buku-
buku fiqih dan belum menjadi sebuah buku dengan judul ekonomi Islam.

Beberapa karya fiqih yang mengetengahkan persoalan ekonomi, antara


lain:

Fiqih Mazdhab Maliki:


Al-Mudawwanah al-Kubrto, karya Imam Malik (93-179 H)
Bidayatul Mujtahid, karya Ibnu Rusyd (wafat 595 H)
Al-Jami’ Li Ahkam al-Quran, karya Imam al-Quirthubi (wafat 671 H)
Al-Syarhu al-Kabir, karya Imam Ahmad al-Dardir (wafat 1201 H)

Fiqih Mazdhab Hanafi:


Ahkam al-Quran, karya Imam Abu Bakar Al-Jassos (wafat 370 H)
Al-Mabsut, karya Imam Syamsuddin al-Syarkhsi (wafat 483 H)
Tuhfah al-Fuqoha, karya Imam Alauddin al-Samarqandu (wafat 540 H)
Bada’i al-Sona’i, karya Imam Alauddin Al-Kasani (wafat 587 H)

Fiqih Mazdhab Syafi’I:


Al-Umm, karya Imam Syafi’I (150-204 H)
Al-Ahkam al-Sulthoniyah, karya Al-Mawardi (wafat 450 H)
Al-Majmu’, karya Imam An-Nawawi (wafat 657 H)
Al-Asybah Wa al-Nadzoir, karya Jalaluddin al-Suyuthi (wafat 911 H)
Nihayah al-Muhtaj, karya Syamsuddin al-Romli (wafat 1004 H)

Fiqih Mazdhab Hambali:


Al-Ahkam al-Sulthoniyah, karya Qodhi Abu Ya’la (wafat 458 H)
Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah (wafat 620 H)
Al-Fatawa al-Kubro, karya Ibnu Taimiyah (wafat 728 H)
A’lamul Muwaqi’in, karya Ibnu qoyim al-Jauziyah (wafat 751 H)

Dari kitab-kitab tersebut, bila dikaji, maka akan ditemukan banyak hal
tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi Islam, baik sebagai
sebuah sistem maupun keterangan tentang solusi Islam bagi problem-problem
ekonomi pada masa itu.
Ibnu Hazm dalam kitabnya “Al-Muhalla” misalnya, memberi penjelasan tentang
kewajiban negara menjamin kesejahteraan minimal bagi setiap warga mengara.
Konsep ini telah melampaui pemikiran ahli ekonomi saat ini. Demikian pula halnya
dengan karya-karya fiqih lain, ia telah meletakkan konsep-konsep ekonomi Islam,
seperti prinsip kebebasan dan batasan berekonomi, seberapa jauh intervensi
negara dalam kegiatan roda ekonomi, konsep pemilikan swasta (pribadi) dan
pemilikan umum dan lain sebagainya.

 Karya-karya Khusus Tentang Ekonomi

Meskipun permasalahan ekonomi telah dibahas secara acak pada buku-buku


fiqih, namun pada pase ini terdapat juga karya-karya tentang ekonomi Islam yang
membahas secara khusus tentang ekonomi. Karya-karya ini tentunya telah
mendahului karya-karya ahli ekonomi Barat saat ini, sebab karya-karya kaum
muslimin dalam bidang ini telah ada sejak abad ke 7 M. Karya-karya tersebut
antara lain:

Kitab Al-Khoroj, karya Abu Yusuf (wafat 182 H/762 M).

Abu Yusuf adalah seorang qadli (hakim) pada masa pemerintahan Harun Al-
Rasyid. Pada saat iitu Harun al-Rasyid meminta beliau menulis tentang
pendapatan negara dalam bentuk khoroj (sejenis pajak), zakat, jizyah dan lainnya
untuk dijadikan pegangan hukum negara (semacam KUHP sekarang). Dalam
mukaddimahnya, Abu Yusuf menulis: “Telah saya tulis apa yang menjadi
permintaan tuan, saya pun telah menjelaskannya secara rinci. Oleh karena itu
pelajarilah. Saya telah bekerja keras untuk itu dan saya berharap agar tuan dan
kaum muslimin memberi masukan. Hal itu karena semata-mata mengharap ridho
Allah serta takut akan azabNya. Bila kitab ini sudah jelas, saya berharap agar tuan
tidak memungut pajak dengan cara-cara yang zalim dan berbuat tidak baik
terhadap rakyat tuan”.

Kitab Al-Khoroj, karya Imam Yahya al-Qursyi (204 H/774 M)

Kitab Al-Amwal, karya Abu Ubaid bin Salam (wafat 224 H/774 M)

Kitab ini telah banyak ditahkik dan dita’liq (dikomentari) oleh Muhammad Hamid
Al-Fahi, salah seorang ulama Al-Azhar. Kitab ini pun termasuk kitab terlengkap
dalam membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan harta di Daulah
Islamiyah.

Al-Iktisab Fi al-Rizqi, karya Imam Muhammad al-syaibani (wafat 334 H/815 M)


Dan karya-karya lainnya seperti karya Ibnu Kholdun, Al-Maqrizi, Al-Aini dan lain-
lain
Di penghujung abad 14 dan 15 M merupakan titik awal bagi adanya aliran
keilmiahan dalam bidang ekonomi modern. Bahkan Syaikh Mahmud Syabanah,
mantan wakil rektor Al-Azhar menyatakan bahwa kitab “Mukaddimah” karya Ibnu
Kholdun yang terbit pada tahun 784 H atau sekitar abad 13 hingga 14 M adalah
bentuk karya yang mirip dengan karya Adam Smith. Bahkan dalam karyanya, ibnu
Kholdun juga menulis tentang asas-asas dan berkembangnya peradaban,
produktifitas sumber-sumber penghasilan, bentu-bentuk kegiatan ekonomi, teori
harga, migrasi penduduk dan lain-lain. Sehingga isi kedua karya ini hampir sama.
Perbedaannya hanya terletak pada kondisi dan lingkungan.

3.3. Masa Kemunduran

Dengan ditutupnya opintu ijihad, maka dalam menghadapi perubahan


sosial, prinsip-prinsip Islam pada umumnya dan prinsip ekonomi khususnya, tidak
berfungsi secara optimal, karena para ulama seakan tidak siap dan berani untuk
langsung menelaah kembali sumber asli tasyri’ dalam menjawab perubahan-
perubahan tersebut. Mereka lebih suka merujuk pada pendapat imam-imam
mazdhab terdahulu dalam mengistimbat suatu hukum, sehingga ilmu-ilmu
keislaman lebih bersifat pengulangan dari pada bersifat penemuan.

Tradisi taklid ini menimbulkan stagnasi (kejumudan) dalam mediscover


ilmu-ilmu baru, khususnya dalam menjawab hajat manusia di bidang ekonomi.
Padahal ijtihad adalah sumber kedua Islam setelah al-Quran dan as-Sunnah. Dan
pukulan telak terhadap Islam adalah ketika ditutupnya pintu ijtihad tersebut.

3.4. Masa Kesadaran Kembali

Sejak ditutupnya pintu ijtihad pada abad 15 H, hubungan antara sebagian


masyarakat dengan penerapan syariat Islam yang sahih menjadi renggang.
Sebagaimana juga telah terhentinya studi-studi tentang ekonomi Islam, hingga
sebagian orang telah lupa sama sekali, bahkan ada sebagian pihak yang
mengingkari istilah “ekonomi Islam”. Ajaran Islam akhirnya terpojok pada hal-hal
ibadah mahdloh dan persoalan perdata saja. Lebih ironis lagi sebagian hal itu pun
masih jauh dari ajaran Islam yang benar.

Namun demikian, meskipun studi ilmiah modern dalam bidang ekonomi


masih sangat terbatas, namun usaha-usaha telah dilakukan, antara lain:

Pertama, studi ekonomi mikro. Dalam hal ini studi terfokus pada masalah-masalah
yang terpisah, seperti pembahasan tentang riba, monopoli, penentuan harga,
perbankan, asuransi kebebasan dan intervensi pemerintah pada kegiatan
ekonomi dan lain-lain. Langkah ini terlihat dari diadakannya beberapa seminar dan
muktamar, antara lain:

Muktamar Internasional tentang fiqih Islam:

Pada Muktamar Fiqih Islam pertama yang diadakan di Paris tahun 1951 dibahas
masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi, riba dan konsep
pemilikan.
Muktamarr Fiqih Islam kedua diadakan di Damaskus pada bulan April 1961. Dalam
muktamar tersebut dibahas tentang asuransi dan sistem hisbah (pengawasan)
menurut Islam.

Muktamar Fiqih Islam ketiga diadakan di Kairo pada Mei 1967, membahas tentang
asuransi sosial (takaful) menurut Islam

Muktamar Fiqih Islam keempat diadakan di Tunis pada bulan Januari 1975,
membahas masalah pemalsuan dan monopoli.

Muktamar Fiqih Islam kelima diadakan di Riyadh pada bulan Nopember 1977
membahas tentang sistem pemilikan dan status sosial menurut Islam.

Muktamar Fiqih Islam sedunia, diadakan di Riyadh juga yang diorganisir oleh
Universitas Imam Muhammad bin Saud pada tanggal 23 Oktober hingga
Nopemebr 1976, membahas tentang perbankan Islam antara teori dan praktek
dan pengaruh penerapan ekonomi Islam di tengah-tengah masyarakat.

Muktamar Lembaga Riset Islam di Kairo. Dalam hal ini sedikitnya telah delapan
kali mengadakan muktamar yang membahas tentang ekonomi Islam.

Pertemuan studi sosiologi negara-negara Arab.

Seminar Dewan Pembinaan Ilmu Pengetahuan, satra dan sosial (seksi ekonomi
dan keuangan).

Muktamar Ekonomi Islam Internasional, antara lain:

Muktamar Ekonomi Islam Sedunia pertama , diadakan di Makkah pada tanggal


21-26 Pebruari 1976 dan Muktamar ekonomi Islam, diadakan di London pada
bulan Juli 1977.
Hingga saat ini buku-buku tentang ekonomi Islam, baik dalam bahasa Arab dan
bahasa Inggris serta bahasa lainnya dapat kita temukan di toko-toko buku. Buah
dari semaraknya studi-studi ekonomi Islam ini membuahkan berdirinya bank-bank
Islam, baik dalam skala nasional maupun internasional. Dalam skala internasional
misalnya, telah berdiri Islamic Development Bank (IDB/Bank Pembangunan Islam)
yang kantornya berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia. Dalam agreemen
establishing the islamic Development Bank (anggaran dasar IDB) pada article 2
disebutkan bahwa salah satu fungsi dan kekuatan IDB pada ayat (xi) adalah
melaksanakan penelitian untuk kegiatan ekonomi, keuangan dan perbankan di
negara-negara muslim dapat sejalan dengan syari’ah. IDB juga telah memberikan
bantuan teknis, baik dalam bentuk mensponsori penyelenggaraan seminar-
seminar ekonomi dan perbankan Islam di seluruh dunia maupun dalam bentuk
pembiayaan untuk tenaga perbankan yang belajar di bank Islam serta tenaga ahli
bank yang ditempatkan di bank Islam yang baru berdiri. Bukti lain maraknya
pelaksanaan ekonomi Islam adalah laporan dari data yang diambil dari Directory
Of Islamic Financial Institutions tahun 1988 terbitan IRTI/IDB bahwa sedikitnya
telah 32 bank Islam berdiri (sebelum Bank Muamalat Indonesia berdiri) di seluruh
dunia, termasuk di Eropa. Bila di Indoneisa banyak bank konvensional beralih
bentuk ke bank syari’ah, berarti pertumbuhan bank syari’ah semakin cepat dan
diminati oleh kalangan usahawan, belum lagi pertumbuhan bank syari’ah di negara
lain dalam dekade ini, seperti di Malaysia dan negara-negara Islam lainnya
MAKALAH
PEKERKEMBANGAN EKONOMI ISLAM DI
DUNIA

DI SUSUM OLEH ;

NAMA ; KALSUM UPUOLAT


KELAS ; IPS IV

Anda mungkin juga menyukai