Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MATERNITAS

NIFAS POST SC

Oleh :

Ma’lufatul Fuadiyah
(010117A120)

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Dasar Sectio Caesaria

A. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu persalinan bantuan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan
utuh serta berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2009)
Seksio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui depan perut. (Sofian, 2012)
Proses persalinan adalah suatu proses keluarnya bayi yang sudah cukup umur diikuti
oleh keluarnya plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu. Bila kelahiran tidak bisa terjadi
secara spontan maka biasa dilakukan dengan sectio caesarea (SC) (Kusnandari, 2001).
Sectio Caesaria adalah tindakan untuk melahirkan bayi pre abdominal dengan membuka
dinding uterus (Junaedi, 2000).

B. Anatomi dan Fisiologi System Reproduksi Wanita

a. Anatomi dan Fisiologi System Reproduksi Wanita

1) Anatomi Sistem Reproduksi Wanita

a) Anatomi sistem reproduksi wanita

Organ reproduksi wanita terbagi atas 2 bagian yaitu organ reproduksi eksterna wanita

(organ bagian luar ) dan organ reproduksi interna wanita (organ bagian dalam)

b) Organ reproduksi eksterna wanita

- Vulva atau pudenda, meliputi seluruh struktur eksternal yang dapat dilihat mulai

dari pubis sampai perineum, yaitu mons veneris, labia mayora dan labia minora,

klitoris, selaput darah (hymen), vestibulum, muara uretra, berbagai kelenjar, dan

struktur vaskular.

- Mons veneris atau mons pubis adalah bagian yang menonjol di atas simfisis dan

pada perempuan setelah pubertas ditutup oleh rambut kemaluan. Pada perempuan
umumnya batas atas rambut melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke

bawah sampai ke sekitar anus dan paha.

- Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong

mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di

mons veneris.

- Labia minora (bibir-bibir kecil atau nymphae) adalah suatu lipatan tipis dan kulit

sebelah dalam bibir besar. Kulit yang meliputi bibir kecil mengandung banyak

glandula sebasea (kelenjar-kelenjar lemak) dan juga ujung-ujung saraf yang

menyebabkan bibir kecil sangat sensitif. Jaringan ikatnya mengandung banyak

pembuluh darah dan beberapa otot polos yang menyebabkan bibir kecil ini dapat

mengembang.

- Klitoris kira-kira sebesar kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoridis dan terdiri

atas glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan

klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat mengembang,

penuh dengan urat saraf, sehingga sangat sensitif.

- Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dan depan ke belakang dan

dibatasi di depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di

belakang oleh perineum (fourchette).

- Bulbus Vestibuli sinistra et dekstra merupakan pengumpulan vena terletak di

bawah selaput lendir vestibulum, dekat namus ossis pubis. Panjangnya 3-4 cm,

lebarnya 1-2 cm dan tebalnya 0,5-1 cm. Bulbus vestibuli mengandung banyak

pembuluh darah, sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus

konstriktor vagina.
- Introitus Vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Pada seorang

Virgo selalu dilindungi oleh labia minora yang baru dapat dilihat jika bibir kecil

ini dibuka. Introitus vagina ditutupi oleh selaput dara (himen). Himen ini

mempunyai bentuk berbeda-beda, dan yang semilunar (bulan sabit) sampai yang

berlubang- lubang atau yang bersekat (septum).

- Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan

yang mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma

urogenitalis (Prawirohardjo, 2009).

c) Organ reproduksi interna wanita

- Vagina (Liang Kemaluan/Liang Senggama)

Setelah melewati introitus vagina, terdapat liang kemaluan (vagina) yang

merupakan suatu penghubung antara. introitus vagina dan uterus. Dinding depan

dan belakang vagina berdekatan satu sama lain, masing- masing panjangnya

berkisar antara 6-8 cm dan 7-10 cm. Bentuk vagina sebelah dalam yang berlipat-

lipat disebut rugae.

- Uterus

Uterus berbentuk seperti buah avokad atau buah pir yang sedikit gepeng ke arah

depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.

Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm,

lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam

keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk

sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan membentuk sudut

dengan serviks uteri).


- Tuba Falloppi

Tuba Falloppi terdiri atas :

(a) Pars irterstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding uterus.

(b) Pars ismika merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya. Pars

ampullaris, yaitu bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar, tempat

konsepsi terjadi.

(c) Infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan

mempunyai fimbriae. Fimbriae penting artinya bagi tuba untuk menangkap

telur dan selanjutnya menyalurkan telur ke dalam tuba. Bentuk infundibulum

seperti anemon (sejenis binatang laut).

(d) Ovarium (Indung Telur) Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung

telur kanan dan kiri. Mesovarium menggantung ovanium di bagian belakang

ligamentum latum kiri dan kanan. Ovarium berukuran kurang lebih sebesar

ibu jari tangan dengan ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira

1,5 cm (Prawirohardjo, 2009).

d) Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita

Secara garis besar berfungsi sebagai sistem reproduksi dapat digolongkan

sebagai berikut:

(1) Genetalia eksterna Fungsi dari genetalia eksterna adalah dikhususkan untuk

kopulasi (koitus)

(2) Genetalia interna

(3) Vagina berfungsi sebagai saluran keluar untuk mengeluarkan darah haid dan secret

lain dari rahim, alat untuk bersenggama, jalan lahir pada waktu persalinan.
(4) ) Uterus setiap bulan berfungsi dalam siklus haid, tempat janin tumbuh dan

berkembang, berkontraksi terutama sewaktu bersalin.

(5) Tuba fallopi berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi kearah kavum

uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh gertaran rambut getar tersebut.

(6) Ovarium berfungsi sabagai saluran telur, menangkap dan membawa ovum yang

dilepaskan oleh indung telur, yempat terjadinya pembuahan (Prawirohardjo, 2006).

e) Klasifikasi Sectio Caesarea

Abdomen ( Sectio Caesaria Abdominalis ) Sectio caesaria klasik atau korporal

dengan insisi memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.

Kelebihan :

- Mengeluarkan janin lebih cepat

- Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih

- Sayatan biasa di perpanjang proksimal atau distal.

Kekurangan :

- Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonealisasi

yang baik.

- Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.

- Sectio Caesarea Ismika atau Profunda atau Low Cervical dengan insisi pada

segmen bawah rahim.

Kelebihan :

- Penjahitan luka lebih mudah

- Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.


- Tumpang tindih dari peritoneal Flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi

uterus ke rongga peritoneum.

- Perdarahan kurang

- Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan kurang atau

lebih kecil.

Kekurangan :

- Luka melebar ke kiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan pedarahan

yang banyak.

- Keluhan pada kandung kemih postoperative tinggi.

C. Etiologi

Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah
fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea
diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)


2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
3. Janin Besar (Makrosomia)
4. Kelainan Letak Janin
5. Bayi kembar
6. Faktor hambatan jalan lahir
7. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

D. Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio
caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio
caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada
placenta previa walaupun anak sudah mati.

E. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)


1. Abdomen (SC Abdominalis)
a. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang pada corpus uteri.
Sectio caesarea profunda: dengan insisi pada segmen bawah uterus.
b. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis.
2. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila:
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T Insisian)
3. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan:
a. Mengeluarkan janin lebih memanjang
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan:
a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial
yang baik.
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat
terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya
baru terjadi dalam persalinan.
d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah
mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat
istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka
sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup
luka rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
kira-kira 10cm
Kelebihan:
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
d. Perdarahan kurang
e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan:
a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan
arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

F. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi
tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

G. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2000), antara lain :

1. Nyeri akibat luka pembedahan


2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6. Emosi labil
7. Terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka biasanya kurang paham prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Tucker (1998) adalah sebagai berikut:
1. Pemantauan EKG
2. JDL dengan diferensial
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan HB/Hct
5. Golongan darah
6. Urinalisis
7. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
8. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi
9. USG
I. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post
operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum
atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama
khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat
diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali,
terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut
terbuka atau karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih
4. Embolisme paru - paru
5. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding
uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal
ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

J. Penatalaksanaan Medis Post SC


1. Perawatan awal
a. Letakan klien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi klien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika ada indikasi syok hemorarge
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan
ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
2. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.

3. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.

4. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:

a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke5 pasca operasi.
5. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang
24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

6. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi

b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan


1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C

d. Perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu
banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
e. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC

Sarwono, P. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka.


Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri social. Edisi 3.
Jakarta: EGC.
(Malini, 2020)Malini, H. (2020). Aplikasi nanda-nic noc 2018-2020.

Anda mungkin juga menyukai