Anda di halaman 1dari 49

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

POLA PENGGUNAAN DAN EVALUASI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA


PASIEN HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELLITUS (DM)
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KARANGANYAR
PERIODE JANUARI DESEMBER 2010

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi

Oleh
IKA ASTERIANA
M3508039

DIPLOMA 3 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA

2011

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

PENGGUNAAN DAN EVALUASI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN

HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELLITUS (DM) DI INSTALASI RAWAT

INAP RSUD KARANGANYAR PERIODE JANUARI-

hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

memperoleh gelar apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar yang

telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Surakarta, Juli 2011

Ika Asteriana
M3508039

commitii to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

POLA PENGGUNAAN DAN EVALUASI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA


PASIEN HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELLITUS (DM)
DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KARANGANYAR
PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010

IKA ASTERIANA

Jurusan D3 Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Sebelas Maret

INTISARI
Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dan
prevalensinya tinggi. Hipertensi berperan dalam meningkatkan resiko mikrovaskular
dan makrovaskular pada penderita Diabetes Mellitus. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui penggunaan obat antihipertensi yang meliputi pemilihan jenis obat, dosis,
aturan pakai, bentuk sediaan, rute pemberian, dan kombinasi obat pada pasien
hipertensi dengan Diabetes Mellitus di Instalasi Rawat Inap RSUD Karanganyar
periode Januari-Desember 2010 dan kesesuaiannya dengan standar Joint National
Committee (JNC) VII tahun 2004.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian dengan metode deskriptif non
analitik menggunakan berkas rekam medik yang dikumpulkan secara retrospektif dan
disajikan dalam bentuk tabel. Populasi studi adalah pasien yang didiagnosis
hipertensi dengan Diabetes Mellitus di instalasi rawat inap RSUD Karanganyar. Data
yang diambil adalah data pasien dan data terapi. Data selanjutnya diolah dengan
Microsoft Excel 2007 dan dianalisis meliputi penghitungan jumlah pasien hipertensi
dengan Diabetes Mellitus, distribusi pasien berdasarkan usia, jenis kelamin, domisili,
lama perawatan, status pulang, persentase jenis antihipertensi yang digunakan
selanjutnya kesesuaian penggunaan obat dibandingkan dengan Joint National
Committee (JNC) VII tahun 2004.
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa 72,7% pasien menggunakan
monoterapi dari golongan ACE Inhibitor dan 9,1% pasien menggunakan monoterapi
dari golongan CCB. Sehingga pelayanan terapi di RSUD Karanganyar untuk pasien
hipertensi dengan Diabetes Mellitus kurang sesuai dengan standar dari Joint National
Committe (JNC) VII tahun 2004.
Kata kunci: hipertensi, penggunaan obat, evaluasi, Diabetes Mellitus, RSUD
Karanganyar.

commitiiito user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

THE PATTERN AND EVALUATION OF ANTIHYPERTENSIVE DRUGS IN


HYPERTENSIVE PATIENT WITH DIABETES MELLITUS (DM) AT
INSTALLATION OF HOSPITALIZATION IN RSUD KARANGANYAR
ON JANUARY-DECEMBER 2010

IKA ASTERIANA

Department of Pharmacy, Faculty of Mathematic and Science


Sebelas Maret University

ABSTRACT
Hypertension is widely-known as cardiovascular disease and has a high
prevalence. Hypertension plays a role in increasing the microvascular and
macrovascular risk in Diabetes Mellitus patient. This research aims to find out the use
of anti-hypertensive drug including the selection of drug item, dose, using instruction,
dosage form, administration route, and medicine combination in hypertension patient
with Diabetes Mellitus in Inpatient Ward of Karanganyar Local Public Hospital in
period of January-December 2010 and its compatibility with the Joint National
Committee (JNC) VII of 2004.
This study was a descriptive non-analytical method using medical record
document collected retrospectively and presented in the form of table. The population
was the patients whose diagnosed as hypertensive with Diabetes Mellitus in the
Inpatient Ward of Karanganyar Local Public Hospital. The data included the patient
and therapy The data then processed using Microsoft Excel 2007 and analyzed
for the calculation of patient number with hypertensive and Diabetes Mellitus, patient
distribution based on age, sex, location, hospitalization duration, discharge status,
percentage of anti-hypertension type used, thus the compatibility of medicine use
compared with the Joint National Committee (JNC) VII of 2004.
The conclusion was 72.7% patients use monotherapy of ACE inhibitor class
and 9.1% patients using mono-therapy of CCB class. Thus, the therapy service in
hypertensive patient with Diabetes Mellitus was less compatible with the Joint
National Committee (JNC) VII of 2004.
Keywords: hypertension, medicine use, evaluation, Diabetes Mellitus, Karanganyar
Local Public Hospital.

commitivto user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Banyak orang-orang mencapai sukses berkat banyaknya kesulitan dan kesukaran


yang mesti mereka hadapi
(Burn)

Lebih baik mengerti sedikit daripada salah mengerti


(A. France)

Pengalaman adalah guru yang terbaik


(Anonim)

commitv to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini

Kupersembahkan untuk ibu dan bapak atas

segala kasih sayangnya, serta adikku atas

kebersamaan dalam menjalani kehidupan ini

commitvito user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah atas segala karunia-Nya yang tak terhingga bagi

penulis dan kita semuanya sehingga atas ijin-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas

Hipertensi dengan Diabetes Mellitus (DM) di Instalasi Rawat Inap RSUD

Karanganyar Periode Januari-

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif non analitik menggunakan

berkas rekam medik yang dikumpulkan secara retrospektif dan bertujuan untuk

mengetahui penggunaan obat antihipertensi yang meliputi pemilihan jenis obat, dosis,

aturan pakai, bentuk sediaan, rute pemberian, dan kombinasi obat pada pasien

hipertensi dengan DM di Instalasi Rawat Inap RSUD Karanganyar periode Januari-

Desember 2010 dan kesesuaiannya dengan standar Joint National Committee (JNC)

VII tahun 2004. Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan

berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu penulis

mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tak terkira.

2. Ibu dan bapak atas dukungannya, materi, dan doa yang tiada henti serta

cinta dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

3. Bapak Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., (Hons), Ph.D. selaku Dekan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

viito user
commit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. selaku Ketua Program D3 Farmasi

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Ibu Nestri Handayani, M.Si., Apt. selaku pembimbing akademik yang

telah banyak membantu selama masa perkuliahan.

6. Bapak Wisnu Kundarto, S.Farm., Apt. selaku pembimbing tugas akhir atas

segala ketulusan dan kesabarannya dalam memberikan arahan dan

masukan serta ilmu yang sangat berguna.

7. Ibu Rita Rakhmawati, M.Si., Apt. dan Ibu Estu Retnaningtyas N., STP.,

M.Si. selaku penguji I dan II.

8. Bapak Kepala Kesbangpol dan Linmas Kabupaten Karanganyar dan

Bapak Kepala Bappeda Kabupaten Karanganyar yang telah memberikan

ijin untuk melakukan penelitian ini.

9. Bapak dr. Mariyadi selaku Direktur RSUD Karanganyar yang telah

menyediakan tempat untuk dilakukannya penelitian ini.

10. Ibu Emi selaku pelaksana dari bagian Diklat yang telah banyak membantu

kelancaran dan perijinan penelitian ini.

11. Bapak Sutarno selaku kepala bagian Rekam Medik yang telah

memberikan masukan dan arahan saat penelitian.

12. Ibu Arini Ekowati, M.Si., Apt. selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUD

Karanganyar atas masukan dan saran saat penelitian.

13. Segenap dosen pengajar jurusan D3 Farmasi yang telah banyak

memberikan ilmu dan pelajaran yang berharga.

viiito user
commit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14. Seseorang yang telah mendampingi dan memberikan dukungan, motivasi,

semangat, kesabaran, perhatian, dan kasih sayangnya selama ini.

15. Teman-teman seperjuangan D3 Farmasi yang telah berbagi suka dan duka

serta pengalaman selama kuliah dan pengerjaan tugas akhir ini.

16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, namun

dengan segala kerendahan hati atas kekurangan itu, penulis menerima kritik dan saran

dalam rangka perbaikan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi

perkembangan ilmu kefarmasian khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Surakarta, Juli 2011

Ika Asteriana

commitixto user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN PERNYATAAN iii

INTISARI iv

ABSTRACT v

HALAMAN MOTTO vi

HALAMAN PERSEMBAHAN vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

DAFTAR SINGKATAN xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. 1

B. ... 3

C. 4

D. Manfaat Penelitian.......................................................................... 4

BAB II LANDASAN TEORI 5

A. 5

commitx to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Tek 5

2. 6

3. 7

4. 12

5. 14

6. 24

B. 29

C. 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31

A. 31

B. Subyek Penelitian.................................. .... 31

C. . 31

D. . 31

E. 32

F. 34

G. 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 37

A. 37

B. Ulasan Masing- 50

C. 61

BAB V PENUTUP ............... 62

commitxito user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A. Kesimpulan 62

B. Saran ............................................................................................. 64

DAFTAR PUSTAKA 65

LAMPIRAN 67

xiito user
commit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL
Tabel I. Kla 6

Tabel II. 23

Tabel III. 25

Tabel IV. 28

Tabel V. Distribusi Pas 38

Tabel VI. 39

Tabel VII. 40

Tabel VIII. 40

Tabel IX. 41

Tabel X. 41

Tabel XI. Antihipertensi yang Digunakan Sebagai Kombinasi Terapi

42

Tabel XII. D 44

Tabel XIII. 45

Tabel XIV. 46

Tabel XV. 47

Tabel XVI. Bentuk Sediaan dan Rute Pemberian Obat- 48

Tabel XVII. 57

xiiito user
commit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR
12

Gambar 2. Algoritme Terapi Hipertensi Berdasarkan 14

16

17

38

xivto user
commit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN
Lampi 66

Lampiran 2. Lembar Pengumpul Data Berdasarkan Tekanan Darah

70

xvto user
commit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR SINGKATAN

ACE Inhibitor : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

ARB : Angiotensin Receptor Blocker

CCB : Calcium Canal Blocker = Antagonis Kalsium

DM : Diabetes Mellitus

GDS : Glukosa Darah Sewaktu

HCT : Hidroklorotiazid

HDL : High Density Lipoprotein

ISA : Intrinsic Sympathomimetic Activity

LDL : Low Density Lipoprotein

RM : Rekam Medik

TD : Tekanan Darah

xvito user
commit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dan

diperkirakan telah menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global. Prevalensi

hipertensi hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju.

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko utama gangguan jantung. Selain

mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal

maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini bertanggungjawab terhadap tingginya

biaya pengobatan dikarenakan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di

rumah sakit dan/atau penggunaan obat jangka panjang.

Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena

silent killer

disadari, penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung,

otak, ataupun ginjal (Anonim, 2006). Di seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah

yang besar dan serius. Di samping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung

meningkat di masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasan penyakit yang

diakibatkan sangat tinggi seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan lain-lain,

juga menimbulkan kecacatan permanen dan kematian mendadak.

Pada tahun 1997, sebanyak 15 juta penduduk Indonesia mengalami hipertensi

tetapi hanya 4% yang melakukan kontrol rutin. Hasil survei kesehatan rumah tangga

di kalangan penduduk umur 25 tahun ke atas menunjukkan bahwa 27% laki-laki dan

commit1 to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29% wanita menderita hipertensi; 0,3% menderita jantung iskemik dan stroke.

Terdapat 50% penderita tidak menyadari sebagai penderita, sehingga penyakitnya

lebih berat karena tidak merubah dan menghindari faktor resiko. Sebanyak 70%

adalah hipertensi ringan, maka banyak diabaikan/terabaikan sehingga menjadi ganas

dan 90% hipertensi esensial dan hanya 10% penyebabnya diketahui seperti penyakit

ginjal, kelainan hormonal, dan kelainan pembuluh darah. Berdasarkan Survei

Kesehatan Nasional tahun 2001, angka kesakitan hipertensi pada dewasa sebanyak 6-

15% dan kasusnya cenderung meningkat menurut peningkatan usia (Sugiharto,

2007).

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dari

metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein yang diakibatkan dari kerusakan pada

sekresi insulin, sensitivitas insulin, atau keduanya (Dipiro et al., 2008). DM tipe 2

merupakan kejadian yang banyak terjadi daripada DM tipe 1 dengan prevalensi 90-

95% dari seluruh kejadian DM (Anonim, 2007b). Diagnosis DM ditegakkan dengan

mengadakan pemeriksaan kadar gula darah (>200 mg/dl) jika penderita menunjukkan

gejala-gejala klasik seperti bertambahnya rasa haus dan jumlah volume urine,

penurunan berat badan yang tidak dapat diterangkan sebabnya, mengantuk,

glikosuria, serta ketonuria yang nyata (Arsono, 2005).

Insidensi hipertensi pada penderita diabetes mellitus lebih tinggi apabila

dibandingkan dengan penderita tanpa diabetes mellitus, dan pada beberapa penelitian

dibuktikan, kenaikan tersebut sesuai dengan umur dan lama diabetes. Diperkirakan

30-60% penderita diabetes mellitus mempunyai hubungan dengan hipertensi (Wiguno

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dkk., 1987). Hipertensi berperan dalam meningkatkan resiko mikrovaskular dan

makrovaskular pada pasien dengan DM (Dipiro et al., 2008). Hal inilah yang

melatarbelakangi dibuatnya penelitian mengenai pola penggunaan obat antihipertensi

pada pasien hipertensi dengan diabetes mellitus (DM) di Instalasi Rawat Inap RSUD

Karanganyar pada tahun 2010.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran subyek penelitian yang meliputi jumlah pasien, jenis

kelamin dan usia, domisili, lama perawatan, dan status pulang pada pasien

hipertensi dengan DM di Instalasi Rawat Inap RSUD Karanganyar periode

Januari-Desember 2010?

2. Bagaimana penggunaan obat antihipertensi yang meliputi pemilihan jenis obat,

dosis, aturan pakai, bentuk sediaan, rute pemberian, dan kombinasi obat pada

pasien hipertensi dengan DM di Instalasi Rawat Inap RSUD Karanganyar periode

Januari-Desember 2010?

3. Apakah penggunaan obat antihipertensi yang meliputi pemilihan jenis obat, dosis,

aturan pakai, bentuk sediaan, rute pemberian, dan kombinasi obat pada pasien

hipertensi dengan DM di Instalasi Rawat Inap RSUD Karanganyar periode

Januari-Desember 2010 sudah sesuai dengan Joint National Committee (JNC) VII

tahun 2004?

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui gambaran subyek penelitian yang meliputi jumlah pasien, jenis

kelamin dan usia, domisili, lama perawatan, dan status pulang pada pasien

hipertensi dengan DM di Instalasi Rawat Inap RSUD Karanganyar periode

Januari-Desember 2010.

2. Mengetahui penggunaan obat antihipertensi yang meliputi pemilihan jenis obat,

dosis, aturan pakai, bentuk sediaan, rute pemberian, dan kombinasi obat pada

pasien hipertensi dengan DM di Instalasi Rawat Inap RSUD Karanganyar

periode Januari-Desember 2010.

3. Mengetahui kesesuaian penggunaan obat antihipertensi yang meliputi pemilihan

jenis obat, dosis, aturan pakai, bentuk sediaan, rute pemberian, dan kombinasi

obat dengan Joint National Committee (JNC) VII tahun 2004.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu :

1. Sebagai bahan masukan bagi RSUD Karanganyar dalam memberikan

pelayanan kesehatan untuk pasien hipertensi dan DM.

2. Bermanfaat bagi pihak yang terkait dan dapat menjadi salah satu sumber

informasi mengenai penggunaan obat antihipertensi.

3. Sebagai sumber ide atau bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka

1. Tekanan Darah

Tekanan darah adalah kekuatan yang digunakan oleh darah yang bersirkulasi

pada dinding-dinding pembuluh darah, dan merupakan satu dari tanda-tanda vital

yang utama dari kehidupan, yang juga termasuk detak jantung, kecepatan pernapasan,

dan temperatur. Tekanan darah dihasilkan oleh jantung yang memompa darah ke

dalam arteri-arteri dan diatur oleh respon oleh arteri-arteri pada aliran darah.

(Muhammadun, 2010).

Tekanan darah (TD) ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu curah jantung

(cardiac output) dan resistensi vaskular perifer (peripheral vascular resistance).

Curah jantung merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi

sekuncup (stroke volume), sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena

(venous return) dan kekuatan kontraksi miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh

tonus otot polos pembuluh darah, elastisistas dinding pembuluh darah dan viskositas

darah. Semua parameter diatas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sistem

saraf simpatis dan parasimpatis, sistem renin-angiotensin-aldosteron (SRAA), dan

faktor lokal berupa bahan-bahan yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah

(Anonim, 2007ª).

commit5 to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tekanan darah pada anak sewaktu lahir rata-rata 80 mmHg sistolis dan 60

mmHg diastolis, sedangkan pada anak-anak menjelang dewasa tekanannya menjadi

120/70 mmHg. Pada waktu kita berumur sekitar 50 tahun, tekanan menjadi rata-rata

140/90 mmHg. Tekanan sistolis menjadi lebih tinggi, apabila umur naik lebih dari 60

tahun. Ini disebabkan karena seringnya terdapat perubahan arteriosklerotik di

pembuluh-pembuluh darahnya, dan arteri menjadi kaku. Pada umur muda laki-laki

lebih tinggi tekanan darahnya dibandingkan dengan perempuan sampai umur 45

tahun. Jadi, umur dan jenis kelamin mempunyai peranan dalam perubahan tekanan

darah sewaktu hidup (Moerdowo, 1984).

2. Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya TD dan berdasarkan

etiologinya. Berdasarkan tingginya TD, seseorang dikatakan hipertensi bila TD nya >

140/90mmHg (Anonim, 2004). Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII dapat

dilihat pada Tabel I.

Tabel I. Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC VII (Anonim, 2004)


Klasifikasi Sistol (mmHg ) Diastol ( mmHg )
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 139 80 - 89
Hipertensi
Tingkat 1 140 159 90 - 99
Tingkat 2 > 160 > 100
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi hipertensi esensial dan

hipertensi sekunder. Hipertensi esensial (hipertensi primer atau hipertensi idiopatik)

adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus

merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya multifaktor meliputi faktor genetik dan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan

terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriksi, resistensi

insulin, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet,

kebiasaan merokok, stress, emosi, obesitas, dan lain-lain. Hipertensi sekunder

meliputi 5-10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi

akibat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat,

obat-obatan, dan lain-lain (Anonim, 2007ª).

3. Gejala dan Faktor Resiko Hipertensi

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala,

meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang

dimaksud adalah sakit kepala, pendarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan

kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada

seseorang dengan tekanan darah normal. Jika hipertensi yang dialami berat atau

menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut :

a. Sakit kepala

b. Kelelahan

c. Mual dan muntah

d. Sesak nafas

e. Gelisah

f. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,

mata, jantung, dan ginjal (Muhammadun, 2010).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Faktor resiko hipertensi dibedakan menjadi 2, yaitu faktor yang tidak dapat

dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

antara lain umur, jenis kelamin, dan genetik, sedangkan faktor yang dapat

dimodifikasi antara lain konsumsi asin/ garam, obesitas, stress, konsumsi alkohol,

merokok, dan hiperlipidemia.

a. Umur

Dengan bertambahnya umur, resiko terjadinya hipertensi meningkat.

Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun lebih sering

dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila

tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini

disebabkan perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon.

Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu

terjadinya hipertensi (Gunawan, 2001).

b. Jenis kelamin

Insiden penyakit kardiovaskular pada wanita lebih rendah sebelum menopause

tetapi setelah umur 50 tahun hal ini merupakan penyebab utama angka

kematian dan kesakitan pada wanita. Meskipun mekanisme yang pasti dari

peningkatan tekanan darah pada wanita belum diketahui, tetapi terdapat alasan

yang dapat dipercaya yang mendasari mekanisme tersebut. Pada wanita

setelah menopause, berkurangnya estrogen merupakan hal yang mendasar.

Estrogen pada wanita premenopause menjaga kolesterol jahat (LDL) tetap

berada pada level yang rendah dan kolesterol baik (HDL) pada level yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tinggi. Estrogen juga menjaga agar tetap terjadi vasodilatasi. Efek protektif ini

berkurang setelah menopause (Rosano et al., 2006).

c. Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu

mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan

peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium

terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai

resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada orang yang

tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Natalia, 2009).

d. Konsumsi asin/ garam

World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam

dapat mengurangi resiko terjadinya hipertensi. Kadar natrium yang

direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram natrium

atau 6 gram garam) per hari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan

konsentrasi natrium didalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk

menormalkannya, cairan intraseluler ditarik keluar sehingga volume cairan

ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut

menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak pada

timbulnya hipertensi (Wolff, 2008).

e. Obesitas

Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh

(kg/m²) > 25 juga merupakan salah satu faktor resiko terhadap timbulnya

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

hipertensi (Suyono-Slamet, 2001). Makin besar massa tubuh, makin banyak

darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan

tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi

meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.

Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar

insulin dalam darah (Sheps, 2005).

f. Stress

Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap (Sugiharto,

2007).

g. Konsumsi alkohol

Alkohol dapat merusak fungsi saraf pusat maupun tepi. Apabila saraf simpatis

terganggu, maka pengaturan tekanan darah akan mengalami gangguan pula.

Pada seseorang yang sering minum minuman dengan kadar alkohol tinggi,

tekanan darah mudah berubah dan cenderung meningkat tinggi. Alkohol juga

bisa meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi lebih kental. Kekentalan

darah ini memaksa jantung memompa darah lebih kuat lagi, agar darah dapat

sampai ke jaringan yang membutuhkan dengan cukup. Ini berarti terjadi

peningkatan tekanan darah (Muhammadun, 2010).

h. Merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Selain dari lamanya, resiko

merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan

hipertensi daripada mereka yang tidak merokok (Suyono-Slamet, 2001).

Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah

segera setelah isapan pertama. Nikotin diserap oleh pembuluh darah amat

kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa

detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan

memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin).

Hormon ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk

bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi (Sheps, 2005).

i. Hiperlipidemia

Pada orang yang memiliki kelebihan lemak (hiperlipidemia), dapat

menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah sehingga mengganggu

suplai oksigen dan zat makanan ke organ tubuh. Jumlah lemak total yang

diperlukan tubuh maksimum 150 mg/dl, kandungan lemak baik (HDL)

optimum 45 mgdl, dan kandungan lemak jahat (LDL) maksimum 130 mg/dl.

Lemak baik masih diperlukan tubuh, sedangkan lemak jahat justru merusak

organ tubuh. Penyempitan dan penyumbatan lemak ini memacu jantung untuk

memompa darah lebih kuat lagi agar dapat memasok kebutuhan darah ke

jaringan. Akibatnya tekanan darah menjadi meningkat, maka terjadilah

hipertensi (Muhammadun, 2010).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

4. Patofisiologi Hipertensi

Patofisiologi hipertensi dapat dilihat pada Gambar 1.


Angiotensinogen

Renin

Angiotensin I

Angiotensin Converting Enzyme


(ACE)

Angiotensin II

Korteks Adrenal Jaringan Vaskular Jantung

Vasokonstriksi
aldosteron

cardiac output
Reabsorpsi
natrium/ air

Gambar 1. Patofisiologi hipertensi (Dipiro et al., 2008)

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui pengubahan angiotensinogen

menjadi angiotensin I oleh renin. Renin adalah suatu enzim yang dihasilkan oleh sel

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

juxtaglomerular yang berada di aferen arteriol ginjal. Angiotensin I akan diubah

menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II

inilah yang berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah melalui korteks adrenal,

jaringan vaskular, dan jantung.

Angiotensin II menstimulasi sintesis aldosteron dari korteks adrenal, yang juga

berpengaruh pada reabsorpsi natrium/ air. Hal ini akan meningkatkan volume darah,

resistensi perifer, dan akhirnya juga akan meningkatkan tekanan darah. Pada jaringan

vaskular terjadi vasokonstriksi oleh angiotensin II yang mengakibatkan peningkatan

resistensi perifer yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Di jantung,

angiotensin II akan meningkatkan kontraktilitas, sehingga cardiac output (curah

jantung) akan meningkat. Peningkatan cardiac output inilah yang akan meningkatkan

tekanan darah (Dipiro et al., 2008).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

5. Terapi Hipertensi

Algoritme terapi hipertensi menurut JNC VII tahun 2004 dapat dilihat pada

Gambar 2.

Modifikasi gaya
hidup

Target tekanan darah <140/90 mmHg (<130/80


mmHg untuk diabetes atau gagal ginjal kronik)
tidak tercapai

Pilihan obat

Tanpa penyakit Dengan penyakit


penyerta penyerta

Hipertensi tingkat 1 (TD Hipertensi tingkat 2 Obat antihipertensi


sistolik 140-159 atau TD lain (ACEI, ARB,
diastolik 90-99 mmHg). TD diuretik, BB, CCB)
Menggunakan diuretik mmHg). Kombinasi 2 jika dibutuhkan
tiazid. Bisa obat (biasanya diuretik
menggunakan kombinasi tiazid dan ACEI atau
ACEI, ARB, BB, CCB ARB, atau BB, atau
CCB)

Target tekanan darah


tidak tercapai

Peningkatan dosis atau menambah obat


sampai target tekanan darah tercapai.
Konsultasi dengan ahli hipertensi.

Gambar 2. Algoritme Terapi Hipertensi Berdasarkan JNC VII (Anonim, 2004)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan mortalitas dan

morbiditas kardiovaskuler. Terapi hipertensi dibagi menjadi 2 macam, yaitu terapi

non farmakologis dan terapi farmakologis.

a. Terapi non farmakologis

Strategi pengobatan hipertensi harus dimulai dengan perubahan gaya hidup

(lifestyle modification) berupa diet rendah garam, berhenti merokok, mengurangi

konsumsi alkohol, aktivitas fisik yang teratur, dan penurunan berat badan bagi

pasien dengan berat badan berlebih. Selain dapat menurunkan tekanan darah,

perubahan gaya hidup juga terbukti meningkatkan efektifitas obat antihipertensi

dan menurunkan resiko kardiovaskuler (Anonim, 2007ª). Pengobatan hipertensi

bersifat long term therapy. Hal ini karena penyebab pasti belum diketahui

sehingga pasien harus rajin minum obat antihipertensi. Apabila tidak teratur, bisa

mengakibatkan percepatan komplikasi, salah satunya penyakit jantung koroner

(Muhammadun, 2010).

b. Terapi farmakologis

Penurunan tekanan sistolik harus menjadi perhatian utama, karena pada

umumnya tekanan diastolik akan terkontrol bersamaan dengan terkontrolnya

tekanan sistolik. Target tekanan darah bila tanpa kelainan penyerta adalah

<140/90 mmHg, sedangkan pada pasien dengan DM atau kelainan ginjal, tekanan

darah harus diturunkan dibawah 130/80 mmHg. Terapi farmakologis hipertensi

dengan penyakit penyerta dapat dilihat pada Gambar 3.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

Penyakit penyerta

Gagal Infark post Penyakit Diabetes Penyakit Stroke


jantung miokardial koroner mellitus ginjal
kronik

Diuretik ß bloker, ß bloker, ACE Inhibitor ACE Inhibitor Diuretik


dengan ACE ditambah ditambah atau ARB atau ARB dengan ACE
Inhibitor, ACE Inhibitor ACE Inhibitor Inhibitor atau
ditambah ß atau ARB atau ARB ARB
bloker

CCB atau Diuretik


ARB atau
diuretik
antagonis
aldosteron
ß bloker atau
CCB

Gambar 3. Terapi Farmakologis Hipertensi dengan Penyakit Penyerta (Anonim, 2004 dan
Dipiro et al., 2008)

Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim

digunakan untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik, penyekat reseptor beta

adrenergik (ß-blocker), penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE inhibitor),

penghambat reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker, ARB), dan antagonis

kalsium. Selain itu, dikenal juga tiga kelompok obat yang dianggap lini kedua, yaitu

- -2, dan vasodilator.

Tempat aksi obat antihipertensi dapat dilihat pada Gambar 4.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

2, 5
5
1d
1
1

Gambar 4. Tempat Aksi Obat Antihipertensi (Dipiro et al., 2008)

Penomoran tempat aksi obat antihipertensi diatas sesuai dengan uraian dibawah.

1). Diuretik

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga

menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya, terjadi

penurunan curah jantung dan tekanan darah. Golongan ini dibedakan menjadi

4, yaitu:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

a). Golongan Tiazid

Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama Na-Cl di

tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat. Efek samping

dari tiazid antara lain dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal, dan

pada pasien hiperurisemia dapat mencetuskan serangan gout akut. Pada

penderita DM, tiazid dapat menyebabkan hiperglikemia karena mengurangi

sekresi insulin.

b). Diuretik Kuat

Diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal dengan

cara menghambat kotransport Na+, K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan

elektrolit. Efek samping diuretik kuat hampir sama dengan tiazid, kecuali

bahwa diuretik kuat menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium

darah, sedangkan tiazid menimbulkan hipokalsiuria dan meningkatkan kadar

kalsium darah.

c). Diuretik Hemat Kalium

Penggunaan diuretik hemat kalium terutama dalam kombinasi dengan

diuretik lain untuk mencegah hipokalemia. Efek samping diuretik hemat

kalium antara lain menyebabkan hiperkalemia terutama bila dikombinasi

dengan ACE Inhibitor, ARB, atau suplemen kalium. Obat ini

dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

d). Antagonis aldosteron

Eplerenon dikontraindikasikan pada pasien dengan perkiraan klirens

kreatinin <50 mL/min, peningkatan serum kreatinin (>1,8 mg/dl pada wanita,

>2 mg/dl pada pria), dan DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria. Sedangkan

spironolakton sebaiknya dihindari pada pasien dengan penyakit ginjal kronis.

Obat ini dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama bila dikombinasi dengan

ACE Inhibitor, ARB, atau suplemen kalium.

2). Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (ß-blocker)

Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian ß-blocker

dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor ß1, antara lain: (1) penurunan

frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan

curah jantung; (2) hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal

dengan akibat penurunan produksi angiotensin II; (3) efek sentral yang

mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas

baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan

biosintesis prostasiklin. Pemakaian ß-blocker pada pasien DM yang mendapat

insulin atau obat hipoglikemik oral, sebaiknya dihindari. Sebab ß-blocker

dapat menutupi gejala hipoglikemia.

Menurut sifat selektivitasnya, ß-blocker dibedakan menjadi 3, yaitu:

a). Kardioselektif

Obat-obat ini dapat menyebabkan hipertensi rebound bila penghentian

dilakukan dengan tiba-tiba. Pada dosis rendah sampai sedang dapat

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

menghambat reseptor ß1, sedangkan pada dosis tinggi juga dapat menghambat

reseptor ß2. Obat ini dapat menyebabkan eksaserbasi asma jika

selektivitasnya hilang.

b). Nonselektif

Penghentian tiba-tiba juga dapat menyebabkan hipertensi rebound. Obat

ini dapat menghambat reseptor ß1 dan ß2 pada semua dosis. Penggunaan obat

ini dapat menyebabkan eksaserbasi asma. Keuntungan tambahan pada pasien

dengan esensial tremor dan migrain.

c). Intrinsic Sympathomimetic Activity (ISA)

Penghentian tiba-tiba dapat menyebabkan hipertensi rebound. Secara

parsial menstimulasi reseptor ß. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien

dengan penyakit koroner atau infark post miokardial.

3). Penghambat Angiotensin-Converting Enzyme (ACE inhibitor)

ACE inhibitor menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II

sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Vasodilatasi

secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya

aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium.

Batuk kering merupakan efek samping yang paling sering terjadi dengan

insidens 5-20%, lebih sering pada wanita dan lebih sering terjadi pada malam

hari. Obat ini dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan penyakit

ginjal kronis atau yang sudah mendapat diuretik hemat kalium, antagonis

aldosteron, atau ARB.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

4). Penghambat Reseptor Angiotensin (Angiotensin Receptor Blocker, ARB)

ARB menimbulkan efek yang mirip dengan pemberian ACE inhibitor. Tapi

karena tidak mempengaruhi metabolisme bradikinin, maka obat ini dilaporkan

tidak memiliki efek samping batuk kering seperti yang sering terjadi dengan

ACE inhibitor. Efek samping yang ditimbulkan oleh pemberian ARB adalah

hipotensi yang dapat terjadi pada pasien dengan kadar renin tinggi seperti

hipovolemia, gagal jantung, hipertensi renovaskular dan sirosis hepatis. Obat

ini dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan penyakit ginjal

kronik atau yang sudah mendapat diuretik hemat kalium, antagonis

aldosteron, atau ACE Inhibitor.

5). Antagonis Kalsium (CCB, Calcium Canal Blocker)

Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh

darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama

menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi.

Golongan ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

a). Dihidropiridin

Dihidropiridin kerja cepat (short-acting) harus dihindari, terutama

nifedipin dan nikardipin. Dihidropiridin merupakan vasodilator perifer yang

kuat daripada nondihidropiridin, dan dapat menyebabkan pelepasan refleks

simpatetik (takikardia), pusing, sakit kepala, flushing, dan edema perifer.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

b). Nondihidropiridin

Produk lepas lambat lebih dipilih untuk terapi hipertensi. Obat-obat ini

dapat menghambat slow channel di jantung dan menurunkan denyut jantung.

sehingga menurunkan resistensi perifer. Di samping itu, venodilatasi

menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya menurunkan

curah jantung. Efek samping lain antara lain sakit kepala, edema perifer,

hidung tersumbat, mual, dan lain-lain. Dosis pertama harus diberikan pada

malam hari sebelum tidur. Perlu diinformasikan kepada pasien untuk berdiri

perlahan-lahan dari posisi duduk atau berbaring untuk meminimalkan resiko

hipotensi ortostatik.

menurunkan resistensi vaskular tanpa banyak mempengaruhi frekuensi dan

curah jantung. Obat ini masih merupakan pilihan utama untuk pengobatan

hipertensi pada kehamilan karena terbukti aman untuk janin. Penghentian

tiba-tiba dapat menyebabkan hipertensi rebound. Obat ini lebih efektif bila

digunakan bersama diuretik untuk mengurangi retensi cairan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

8). Vasodilator

Vasodilator bekerja langsung merelaksasi otot polos arteriol dengan

mekanisme yang belum dapat dipastikan. Efek samping yang terjadi berupa

sakit kepala, mual, takikardia, dan angina pektoris. Obat ini digunakan

bersama diuretik dan ß blocker untuk mengurangi retensi cairan dan refleks

takikardia (Anonim, 2007ª dan Dipiro et al., 2008).

Contoh obat, dosis, dan aturan pakai dapat dilihat pada tabel II.

Tabel II. Obat Antihipertensi Oral (Anonim, 2004 dan Dipiro et al., 2008)
Golongan Subkelas Nama Obat Dosis (mg/hari) Frekuensi
Diuretik Tiazid Hidroklorotiazid 12,5-50 1
Klorotiazid 125-500 1-2
Indapamid 1,25-2,5 1
Metolazone 0,5-1,0 1
Klortalidon 12,5-25 1
Diuretik Kuat Bumetanid 0,5-2 2
Furosemid 20-80 2
Torsemid 2,5-10 1
Diuretik Hemat Kalium Amilorid 5-10 1-2
Triamteren 50-100 1-2
Antagonis Aldosteron Spironolakton 25-50 1
Eplerenon 50-100 1-2
ß blocker Kardioselektif Atenolol 25-100 1
Betaxolol 5-20 1
Bisoprolol 2,5-10 1
Metoprolol tartrat 100-400 2
Metoprolol suksinat 50-200 1
Nonselektif Nadolol 40-120 1
Propranolol 40-160 2
Timolol 20-40 2
ISA Acebutolol 200-800 2
Carteolol 2,5-10 1
Penbutolol 10-40 1
Pindolol 10-60 2
ACE Inhibitor Captopril 25-100 2
Lisinopril 10-40 1
Enalapril 5-40 1-2
Fosinopril 10-40 1

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

Tabel II. Lanjutan...


Perindopril 4-8 1
Quinapril 10-80 1
Ramipril 2,5-20 1
Benazepril 10-40 1-2
Moexipril 7,5-30 1-2
Trandolapril 1-4 1
ARB Losartan 25-100 1-2
Valsartan 80-320 1-2
Irbesartan 150-300 1
Telmisartan 20-80 1
Candesartan 8-32 1-2
Eprosartan 600-800 1-2
Olmesartan 20-40 1
CCB Dihidropiridin Amlodipin 2,5-10 1
Felodipin 5-20 1
Isradipin 5-10 2
Nicardipin 60-120 2
Nifedipin 30-60 1
Nisoldipin 10-40 1
Nondihidropiridin Diltiazem 180-420 1
Verapamil 120-360 1
Doksazosin 1-16 1
Prazosin 2-20 2-3
Terazosin 1-20 1-2
Metildopa 250-1000 1
Klonidin 0,1-0,8 2
Reserpin 0,1-0,25 1
Vasodilator Hidralazin 25-100 2
Minoksidil 2,5-80 1-2

6. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dari

metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein yang diakibatkan dari kerusakan pada

sekresi insulin, sensitivitas insulin, atau keduanya (Dipiro et al., 2008).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

Klasifikasi DM dapat dilihat pada Tabel III.

Tabel III. Klasifikasi DM (Anonim, 2007b)


Pembeda DM Tipe 1 DM Tipe 2 DM Gestasional
Jumlah kejadian 5-10% dari seluruh 90-95% dari seluruh 7% dari seluruh
kejadian DM kejadian DM kejadian kehamilan
Penyebab Kerusakan sel ß Resistensi insulin Riwayat keluarga
pankreas atau defisiensi insulin menderita GDM
Terapi Insulin eksogen Antidiabetik -

Diagnosis DM ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan kadar gula darah

(>200 mg/dl) jika penderita menunjukkan gejala-gejala klasik seperti bertambahnya

rasa haus dan jumlah volume urine, penurunan berat badan yang tidak dapat

diterangkan sebabnya, mengantuk, glikosuria, serta ketonuria yang nyata (Arsono,

2005). Gejala khas DM berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan

turun. Penyebab DM adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi untuk

memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. Akibatnya ialah

glukosa bertumpuk di dalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya diekskresikan lewat

kemih tanpa digunakan (glycosuria) (Rachmawati, 2009).

Tujuan penatalaksanaan terapi pada pasien DM adalah meningkatkan kualitas

hidup pasien dan menurunkan mortalitas dan morbiditas DM. Terapi DM dibagi

menjadi 2, yaitu terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis. Terapi

nonfarmakologis terdiri dari diet dan olahraga, sedangkan terapi farmakologis terdiri

dari terapi insulin dan Obat Hipoglikemik Oral (OHO).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

a. Terapi nonfarmakologis

1). Diet

Makanan untuk penderita DM harus seimbang dan sesuai dengan

kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penderita DM,

perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis

dan jumlah makanan. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang

berserat tinggi.

2). Olahraga

Olahraga atau latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan

memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa

latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai,

jogging, dan berenang.

b. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai

dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.

1). Terapi Insulin

Insulin berperan penting dalam metabolisme lemak, karbohidrat, dan

protein. Terapi insulin diberikan jika pasien gagal diterapi dengan kombinasi

OHO dengan dosis yang hampir maksimal atau pasien mengalami alergi/

kontraindikasi terhadap OHO.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

2). Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan, yaitu:

a). Sulfonilurea

Sulfonilurea disebut juga sebagai insulin secretagogue, karena

mekanisme kerja golongan ini adalah meningkatkan sekresi insulin.

Penggunaan Sulfonilurea dapat meningkatkan berat badan, sehingga

disarankan untuk menghindari penggunaan obat ini pada penderita dengan

berat badan berlebih.

b). Biguanid

Golongan ini disebut sebagai insulin sensitizer, karena kemampuannya

mengurangi resistensi insulin. Metformin merupakan satu-satunya contoh

dari golongan Biguanid. Metformin meningkatkan sensitivitas insulin baik

di hati maupun jaringan perifer. Efek samping Metformin berupa

gangguan saluran Gastrointestinal (GI), salah satunya yaitu diare.

-glukosidase

Golongan ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus

halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah

sesudah makan. Efek samping yang paling sering ditemukan adalah perut

kembung.

d). Meglitinida

Seperti Sulfonilurea, golongan ini juga disebut sebagai insulin

secretagogue, karena mekanisme kerja golongan ini adalah meningkatkan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

sekresi insulin. Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara

oral dan diekskresi melalui hati. Efek samping yang dapat terjadi akibat

pemberian obat ini adalah hipoglikemia.

e). Thiazolidinedione

Seperti halnya Biguanid, obat ini disebut sebagai insulin sensitizer,

karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Penggunaan obat golongan ini

menyebabkan terjadinya hepatotoksisitas, sehingga diperlukan monitoring

hati secara berkala (Anonim, 2006b dan Dipiro et al., 2008). Nama obat

dari masing-masing golongan, dosis, dan dosis maksimal dapat dilihat

pada Tabel IV.

Tabel IV. Obat Hipoglikemik Oral (Anonim, 2006b)


Golongan Nama Obat Dosis (mg) Frekuensi/ hari
Sulfonilurea Klorpropamid 100-500 1
Glibenklamid 2,5-15 1-2
Glipizid 5-20 1-2
Gliclazid 80-320 1-2
Gliquidon 30-120 2-3
Glimepirid 1-6 1
Biguanid Metformin 250-3000 1-3
-glukosidase Acarbose 100-300 3
Meglitinida Repaglinid 1,5-6 3
Nateglinid 360 3
Thiazolidinedione Rosiglitazon 4-8 1
Pioglitazon 15-45 1

Hipertensi pada diabetes mellitus meningkatkan morbiditas dan mortalitas,

serta berperan dalam mekanisme terjadinya penyakit jantung koroner, gangguan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

pembuluh darah perifer, gangguan pembuluh darah serebral, dan terjadinya gagal

ginjal (Wiguno dkk., 1987). Hipertensi berperan dalam meningkatkan resiko

mikrovaskular dan makrovaskular pada pasien dengan DM (Dipiro et al., 2008).

Resiko mikrovaskular adalah komplikasi yang melibatkan pembuluh-pembuluh darah

kecil dan merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dari arteriola

retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), dan saraf-saraf

perifer (neuropati diabetik). Sedangkan komplikasi makrovaskular seperti penyakit

jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer

(Rachmawati, 2009).

Pasien hipertensi dengan DM diterapi dengan ACE Inhibitor atau ARB

sebagai first line therapy sesuai dengan Gambar 3. Sedangkan sebagai terapi

tambahan dapat digunakan diuretik, ß blocker, atau CCB. ACE Inhibitor dan ARB

digunakan sebagai first line therapy karena bersifat kardioprotektif dan renoprotektif.

Hal ini juga didukung penelitian dari Renatasari (2009) yang menyebutkan bahwa

ACE Inhibitor dan ARB mempunyai efek yang baik pada fungsi renal dan

memperbaiki sensitivitas insulin.

B. Kerangka Pemikiran

Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri yang

persisten. Seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darahnya lebih dari

140/90 mmHg. Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan mortalitas

dan morbiditas kardiovaskular. Strategi pengobatan hipertensi harus dimulai dengan

perubahan gaya hidup (lifestyle modification). Jika dengan cara ini tidak

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

menunjukkan hasil, maka dilakukan terapi farmakologis dengan obat-obatan antara

lain diuretik, -blocker, vasodilator, ACE-inhibitor, ARB, antagonis kalsium, agonis

dan makrovaskular pada penderita DM. Target tekanan darah dengan penyakit

penyerta DM adalah <130/80mmHg. ACE Inhibitor dan ARB merupakan first line

therapy untuk semua pasien hipertensi dengan DM. Kedua obat ini menunjukkan

penurunan resiko kardiovaskular dan disfungsi ginjal pada pasien diabetes.

C. Keterangan Empiris

Hipertensi berperan dalam meningkatkan resiko mikrovaskular dan

makrovaskular pada pasien dengan DM. ACE Inhibitor dan ARB merupakan first line

therapy untuk semua pasien hipertensi dengan DM. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui penggunaan obat antihipertensi yang meliputi pemilihan jenis obat, dosis,

aturan pakai, bentuk sediaan, rute pemberian, dan kombinasi obat pada pasien

hipertensi dengan DM di Instalasi Rawat Inap RSUD Karanganyar periode Januari-

Desember 2010 dan kesesuaian penggunaan obat antihipertensi tersebut dengan JNC

VII tahun 2004.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Gambaran Subyek Penelitian

a. Jumlah pasien yang terdiagnosis hipertensi dengan DM di RSUD

Karanganyar selama tahun 2010 berjumlah 11 pasien (4,25%).

b. Pasien wanita lebih banyak ditemukan daripada pasien pria dalam kasus ini,

yaitu 8 pasien (72,7%).

c. Kecamatan Tasikmadu merupakan domisili terbanyak dari pasien hipertensi

dengan DM, yaitu 3 pasien (27,3%), dan hanya satu pasien yang berasal dari

luar Kabupaten Karanganyar (9,1%).

d. Sebanyak 8 pasien (72,7%) mendapat perawatan selama 2 hari di RSUD

Karanganyar. Tiga pasien mendapat perawatan masing-masing selama satu

hari (9,1%), 5 hari (9,1%), dan 6 hari (9,1%).

e. Pasien dengan status pulang atas persetujuan dari dokter sebanyak 9 pasien

(81,8%) dan hanya 2 pasien (18,2%) yang pulang dalam keadaan pulang

paksa.

f. Antihipertensi yang digunakan sebagai monoterapi berjumlah 3 jenis, yaitu

Captopril digunakan oleh 6 pasien (54,5%), Lisinopril (Interpril dan

Noperten) dan Amlodipin (Lovask) masing-masing digunakan oleh satu

pasien (9,1%). Sedangkan sebagai kombinasi terapi berjumlah 6 kombinasi

yaitu Captopril-Furosemid injeksi digunakan oleh 3 pasien (27,3%),

31to user
commit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

Amlodipin-Lisinopril (Intervask-Interpril) 2 pasien (18,2%), Captopril-

Lisinopril (Noperten), Captopril-Diltiazem, Captopril-Nifedipin, Nifedipin-

HCT, dan Amlodipin-Lisinopril (Lovask-Interpril) masing-masing digunakan

oleh satu pasien (9,1%).

2. Penggunaan Obat Antihipertensi

a. Penggunaan antihipertensi kurang sesuai dengan standar dari JNC VII tahun

2004.

b. Dosis yang diberikan tidak melebihi dosis standar dari JNC VII tahun 2004

dan Formularium RSUD Karanganyar tahun 2010 (untuk Furosemid injeksi).

c. Sebagian besar obat antihipertensi yang diberikan merupakan obat oral yang

berbentuk tablet, dan hanya satu obat yang berbentuk injeksi yaitu Furosemid.

d. Obat-obat oral mendominasi terapi hipertensi dan obat yang berbentuk injeksi

diberikan secara intra vena sesuai dengan Formularium RSUD Karanganyar.

e. Terdapat satu kombinasi (9,1%) yang kurang efektif, yaitu Captopril-

Lisinopril yang sama-sama berasal dari golongan ACE Inhibitor. Terapi

kombinasi yang lain merupakan kombinasi yang efektif karena berasal dari

golongan yang berbeda.

3. Penggunaan obat antihipertensi yang meliputi pemilihan jenis obat, dosis, dan

kombinasi obat kurang sesuai dengan JNC VII tahun 2004, tetapi aturan pakai,

bentuk sediaan, dan rute pemberian sudah sesuai.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian sejenis untuk periode selanjutnya karena adanya

perkembangan jumlah pasien hipertensi dengan DM.

2. Perlu dilakukan penelitian terhadap efek samping dari penggunaan obat

antihipertensi dan interaksinya dengan obat antidiabetik.

3. Perlu dilakukan penelitian ataupun kuisioner terhadap kepatuhan pasien dalam

mengkonsumsi obat antihipertensi.

4. Berkas rekam medik sebaiknya dilengkapi demi kelancaran pengambilan data

penelitian selanjutnya.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai

  • PDF
    PDF
    Dokumen156 halaman
    PDF
    Anasfaizah Faizah
    Belum ada peringkat
  • PDF
    PDF
    Dokumen81 halaman
    PDF
    Anasfaizah Faizah
    Belum ada peringkat
  • 25-Article Text-77-2-10-20190407
    25-Article Text-77-2-10-20190407
    Dokumen7 halaman
    25-Article Text-77-2-10-20190407
    Anasfaizah Faizah
    Belum ada peringkat
  • TTT
    TTT
    Dokumen25 halaman
    TTT
    Anasfaizah Faizah
    Belum ada peringkat
  • TTTT
    TTTT
    Dokumen12 halaman
    TTTT
    Anasfaizah Faizah
    Belum ada peringkat
  • 2080 6994 1 PB
    2080 6994 1 PB
    Dokumen10 halaman
    2080 6994 1 PB
    Anasfaizah Faizah
    Belum ada peringkat