SKRIPSI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
V. PEMBAHASAN ....................................................................................................... 21
A. Simpulan .............................................................................................................. 23
B. Saran ................................................................................................................... 23
ii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Alat dan kegunaan ............................................................................................ 9
2. Bahan penelitian ..............................................................................................10
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Peta lokasi penelitian ........................................................................................ 9
2. Kapal pole and line ..........................................................................................13
3. Konstruksi huhate yang terdiri dari mata pancing (a), joran (b), tali utama (c),
dan tali sekunder (d) ........................................................................................14
4. Peta distribusi kedalaman MLD pada September ............................................15
5. Peta distribusi kedalaman MLD pada Oktober .................................................16
6. Peta distribusi kedalaman MLD pada November .............................................16
7. Prediksi GAM yang menggambarkan hubungan kedalaman MLD dengan.......17
8. Peta Hubungan Kedalaman MLD dengan Hasil Tangkapan Tuna ...................18
9. Hubungan Kedalaman MLD dengan Hasil Tangkapan Tuna Madidihang ........19
10. Hubungan Kedalaman MLD dengan Hasil Tangkapan Tuna Madidihang ........20
iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teluk Bone merupakan wilayah perairan yang cukup potensil di perairan Timur
Indonesia, di mana di perairan ini nelayan melakukan penangkapan dengan berbagai
macam alat tangkap seperti bagan rambo (giant lift net), jaring kolor (purse seine),
jaring insang permukaan (drift gill net), huhate (pole and line), sero (guiding barrier)
untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada seperti ikan kembung (Rastrelliger
spp), ikan teri (Stelophorus sp), ikan tembang, ikan cakalang (Katsuwonus pelamis),
ikan tongkol (Auxis thazard), ikan malaja (Syganus caniculatus) dan sebagainya
(Mallawa dkk., 2010).
Pada umumnya, aktivitas penangkapan dengan menggunakan pole and line
yang dilakukan di Teluk Bone bertujuan untuk menangkap ikan cakalang dan ikan
tuna. Jenis tuna yang sering tertangkap oleh nelayan pole and line adalah tuna
madidihang (Thunnus albacares). Secara vertikal, penyebaran ikan tuna khususnya
madidihang sangat dipengaruhi oleh suhu dan kedalaman renang. Ikan tuna
madidihang kebanyakan tertangkap pada kedalaman 85,15 – 167,80 meter (Barata
dkk., 2011).
Nugraha dan Nugroho (2013) menyebutkan bahwa pada malam hari ikan tuna
akan menyebar pada lapisan permukaan dan termoklin, kemudian pada saat matahari
akan terbit kembali ke atas lapisan termoklin atau biasa disebut dengan lapisan MLD.
Mixed Layer Depth (MLD) merupakan lapisan yang tertercampur sempurnah oleh
pengaruh angin dan gelombang yang menimbulkan turbulensi yang dapat mengaduk
lapisan atas dari air laut.
Pencampuran massa air akibat pergerakan massa air vertikal menjadikan kondisi
lapisan yang homogen, dimana nilai suhu, salinitas dan densitas berada pada nilai
yang hampir sama di lapisan tertentu akan membentuk Mixed Layer Depth (MLD).
Berdasarkan hasil penelitian Ryandhini dkk. (2014) menunjukkan bahwa adanya
kecenderungan peningkatan kandungan klorofil-a pada lapisan kedalaman perairan
dimana MLD terjadi.
Variasi MLD telah terbukti memiliki efek penting pada produktivitas biologi di laut.
Struktur vertikal MLD penting bagi distribusi keseimbangan pengapungan telur dan
larva ikan pelagis yang dipengaruhi oleh turbulensi vertikal lapisan (Kara dkk., 2003).
Menurut Patterson et al. (2008) suhu hangat pada lapisan MLD diperlukan bagi
kelompok ikan tuna jenis bluefin untuk memijah, demikian halnya untuk persebaran
1
ikan tuna jenis yellowfin dan albacore memiliki kesamaan yaitu pada level lapisan
permukaan yang identik dengan MLD.
Penelitian tentang hubungan MLD dengan hasil tangkapan ikan tuna madidihang
(Thunnus albacares) masi jarang dilakukan, bahkan untuk penelitian tentang hubungan
MLD dan hasil tangkapan di daerah pemasangan rumpon belum pernah dilakukan. Hal
inilah yang mendasari sehingga penelitian dengan judul “Hubungan Antara Mixed
Layer Depth (MLD) dengan Hasil Tangkapan Ikan Tuna Madidihang (Thunnus
albacares), pada Rumpon di Teluk Bone” perlu dilakukan.
2
C. Kerangka Pikir Penelitian
Permasalahan
Hubungan antara MLD dengan kelimpahan hasil tangkapan
di daerah pemasangan rumpon
Basis data
parameter
MLD dan
Data primer
hasil
1. Hasil
tangkapan
tangkapan
2. Posisi
penangkapan ArcGis Data sekunder
10.2 yaitu MLD
SeaDas
Ms. Excel
R studio
3
II. TUNJAUAN PUSTAKA
Secara vertikal kolom perairan laut terbagi menjadi tiga lapisan (layer) yang
dilihat berdasarkan suhu dan salinitasnya. Ketiga lapisan tersebut adalah lapisan
homogen (homogeny layer), lapisan termoklin (thermocline layer) dan lapisan dalam
(deep layer). Lapisan homegen merupakan lapisan permukaan dengan ketebalan
berkisar antara 25 sampai 200 meter. Lapisan termoklin merupakan lapisan yang
berada di bawah lapisan homogen dan memiliki gradient perubahan suhu dan salinitas
yang drastis dengan kedalaman mencapai 300 meter. Lapisan terbawah di kolom
perairan adalah deep layer yang berada di bawah lapisan termoklin (Teliandi dkk.,
2013).
Lapisan homogen terkadang disebut juga dengan Mixed Layer Depth (MLD)
karena pada lapisan ini terdapat pencampuran antara interaksi laut dengan atmosfer.
Menurut Harsono (2012), lapisan tercampur (mixed layer) yang terdapat pada
permukaan ditandai dengan lapisan yang hampir homogen dengan variasi suhu,
salinitas dan densitas yang tidak mencolok (perubahannya sangat kecil).
Jenis ikan yang sering terdapat pada lapisan MLD adalah jenis ikan pelagis besar
seperti ikan tuna, struktur vertikal MLD berperan dalam keseimbangan pengapungan
telur dan larva dari ikan-ikan tersebut(Teliandi dkk., 2013; Kara et al., 2003; Barata
dkk., 2011).
Angin yang berhembus secara terus menerus di permukaan mengakibatkan
adanya gerakan air laut atau disebut arus permukaan. Menguatnya angin akan
memicu menguatnya dinamika perairan khususnya arus permukaan dan gelombang.
Menguatnya arus dan gelombang akan menyebabkan proses percampuran (mixing)
menjadi lebih dalam, yang berakibat semakin dalamnya lapisan yang tercampur (mixed
layer) dan semakin turunnya lapisan batas atas termoklin (Hutabarat dkk., 2018;
Kalangi dkk., 2013). Terjadinya proses kenaikan massa air dalam ke atas permukaan
atau yang sering disebut dengan upwelling akan mengakibatkan lapisan termoklin
semakin menebal sehingga lapisan tercampur pada permukaan akan semakin menipis
atau semakin dangkal (Hidayat dkk., 2013).
Distribusi kedalaman MLD secara horisontal pada Teluk Manado memiliki
perbedaan, dimana pada daerah lepas pantai lapisan permukaan ini sampai pada
kedalaman 50 m, sedangkan pada daerah dibagian pinggiran teluk, lapisan
permukaan mencapai kedalaman 100 m (Kalangi dkk., 2013).
4
B. Arus
Arus merupakan gerakan air yang sangat luas yang terjadi pada seluruh lautan
di dunia. Gerakan air atau arus di permukaan laut ini terutama disebabkan oleh adanya
angin yang bertiup diatasnya. Hubungan ini kenyataan tidaklah demikian
sederhananya. Alasanya adalah bahwa arus di permukaan dipengaruhi oleh paling
tidak tiga faktor lain selain dari angin. Ketiga faktor tersebut adalah bentuk topografi
dasar lautan dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya, gaya coriolis dan arus ekman,
dan perbedaan tekanan air (Hutabarat & Evans, 1985).
Sirkulasi dari arus laut terbagi atas dua kategori yaitu sirkulasi di permukaan laut
(surface circulation) dan sirkulasi di dalam laut (intermediate or deep circulation). Arus
pada sirkulasi di permukaan laut didominasi oleh arus yang ditimbulkan oleh angin
sedangkan sirkulasi di dalam laut didominasi oleh arus termohalin. Arus termohalin
timbul sebagai akibat adanya perbedaan densitas karena berubahnya suhu dan
salinitas massa air laut. Perlu diingat bahwa arus termohalin dapat pula terjadi di
permukaan laut demikian juga dengan arus yang ditimbulkan oleh angin dapat terjadi
hingga dasar laut. Sirkulasi yang digerakan oleh angin terbatas pada gerakan
horisontal dari lapisan atas air laut. Berbeda dengan sirkulasi yang digerakan angin
secara horisontal, sirkulasi termohalin mempunyai komponen gerakan vertikal dan
merupakan agen dari pencampuran massa air di lapisan dalam (Nining, 2002).
Angin cenderung mendorong lapisan air di permukaan laut dalam arah
gerakan angin. Tetapi karena pengaruh rotasi bumi atau pengaruh gaya Coriolis,
arus tidak bergerak searah dengan arah angin tetapi dibelokan ke arah kanan
dari arah angin di belahan bumi utara dan arah kiri di belahan bumi selatan. Jadi
angin dari selatan (di belahan bumi utara) akan membangkitkan arus yang bergerak ke
arah timur laut. Arus yang dibangkitkan angin ini kecepatannya berkurang
dengan bertambahnya kedalaman dan arahnya berlawanan dengan arah arus
di permukaan (Azis, 2006).
Variabilitas kecepatan arus dipengaruhi oleh viriabilitas musim serta pasang
surut juga ikut mempengaruhi kecepatan arus dimana semakin tinggi nilai pasang surut
maka kecepatan arus akan semakin besar (Saputra dkk., 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh Tanto dkk. (2017) di Teluk Benoa Bali
menunjukan kecepatan arus pada mulut lebih besar dibandingkan dengan bagian
dalam teluk. Hal ini disebabkan oleh kondisi bagian mulut teluk yang sempit. Arus
dengan kecepatan yang lemah, baik pada saat air sedang bergerak pasang maupun
surut, umunya terukur pada kawasan yang dekat dengan garis pantai. Hal ini
kemungkinan berkaitan dengan adanya gesekan dengan dasar perairan. Pada ruang-
5
ruang yang dekat dengan garis pantai, pergerakan arus umumnya berada dalam pola
yang relatif acak. Berbeda halnya dengan pergerakan arus yang terjadi pada ruang di
tengah dari kawasan Teluk. Pada ruang-ruang di bagian tengah, arus tampak memiliki
pola tertentu dalam pergerakannya (Rampengan, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Norman dkk. (2010) memperlihatkan polah
distribusi arus permukaan di Teluk Bone pada bulan Januari hingga April dominan dari
timur sedangakan pada bulan Mei sampai Desember dominan dari barat
6
menurut Tangke dkk. (2015) ikan tuna madidihang (Thunnus albacares) adalah jenis
ikan pelagis yang hidup di permukaan laut sampai pada batas atas lapisan termoklin.
Menurut Teliandi dkk. (2013) hasil tangkapan ikan tuna berbanding lurus dengan
meningkatnya kedalaman MLD, namun berbanding terbalik dengan meningkatnya
suhu MLD yakni semakin tinggi suhu dari lapisan MLD maka hasil tangkapan tuna
akan semakin berkurang.
D. Rumpon
7
untuk melacak Ikan pelagis besar seperti tuna (Thunnus sp) dan cakalang
(Katsuwonus pelamis) dengan mobilitasnya yang tinggi disuatu area (Zainuddin dkk.,
2014).
8
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan September sampai Desember 2018 di
perairan Teluk Bone dengan fishing base di Desa Murante Keccamatan Suli
Kabupatan Luwu. Pengolahan data citra satelit dilakukan di laboratorium Sistem
Informasi Perikanan Tangkap Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar.
Adapun alat yang digunaan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 1 :
4 Kapal pole and line Sebagai alat trasportasi menuju fishing groun
9
C. Bahan
Bahan bahan yang dipakai dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 2:
Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survey. Penentuan posisi rumpon sebagai tempat pengambilan data dilakukan secara
acak. Artinya rumpon tempat nelayan menebar umpan dan melakukan pemancingan
disitulah daerah penelitian yang dimaksudkan. Berdasarkan sasaran penelitian yang
ingin dicapai, maka data yang digunakan dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data hasil pengamatan langsung di lapangan
dengan terlibat pada operasi penangkapan pole and line seperti data hasil tangkapan
dan data posisi penangkapan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh
dari instansi terkait, seperti data citra satelit (MLD).
Untuk mendapatkan data yang digunakan dalam penelitian ini maka dilakukan
beberapa kegiatan yaitu:
1. Tahap Persiapan
Tahap ini meliputi studi pendahuluan yaitu studi literatur, penyiapan data
sekunder, observasi lapangan, konsultasi dengan beberapa pihak terutama dosen
pembimbing dan menyiapkan peralatan yang digunakan untuk kegiatan penelitian.
10
2. Data hasil tangkapan diambil disetiap titik penangkapan dengan cara
menghitung setiap ikan yang naik pada setiap pemancingan dengan
menggunakan counter.
b. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari data Mixed Layer Depth (MLD).
Data MLD diperoleh dengan cara mengunduh dari website
orca.science.oregonstate.edu, data yang diunduh dalam bentuk dara rerata
bulanan.
E. Analisis Data
11
dimana:
g = spline smooth function
µi = variabel respon
α0 = koefisien konstanta
sn = smoothing function dari variabel predictor, dan
ε = standard error
Sebelum dilakukan pemodelan GAM terlebih dahulu dilakukan explorasi dataset
yang bertujuan untuk mengidentifikasi data pencilan kolinearitas antar setiap variabel
penjelas. Pemodelan GAM dilakukan menggunakan mgcv package yang terdapat
dalam R language. Pemodelan GAM dilakukan dengan menggunakan distribusi
Gaussian dan fungsi identity link. Sebagai variabel respon adalah hasil tangkapan,
sedangkan sebagai variabel penjelasnya adalah MLD.
12
IV. HASIL
Pada penelitian ini alat tangkap yang digunakan adalah pole and line, dimana
alat tangkap ini terdiri dari kapal dan pole and line.
Pada bagian haluan dari kapal pole and line dilengkapi dengan flying deck
sebagai tempat bagi para ABK kapal untuk melakukan pemancingan. Selain itu bagian
haluan juga didesain miring, sehingga bagian haluan lebih tinggi dari bagian lambung
kapal. Hal ini bertujuan agar ikan yang berhasil diangkat keatas kapal dapat meluncur
kebagian lambung kapal dekat bak penampungan sehingga proses penanganan ikan
akan lebih mudah untuk dilakukan.
13
pancing yang terdiri atas tiga bagian yaitu tali kepala yang menghubungkan joran dan
tali utama dengan panjang 5 – 10 cm, tali utama (main line) terbuat dari bahan sintetis
polyethilene dengan panjang berkisar 1,5 – 2,7 m, tali sekunder (tali pengikat) terbuat
dari bahan monofilamen (tasi) berwarna putih dengan panjang berkisar 15 - 20 cm.
Mata pancing (hook) yang digunakan adalah mata pancing yang tidak memiliki kait
balik, dengan nomor 2,5 – 2,8, pada bagian atas dilengkapi dengan besi yang
berbentuk silinder sebagai tempat mengikat tasi, serta dilengkapi dengan bulu ayam
atau rumbai-rumbai tali rafia sebagai pemikat ikan.
a b
K K
o o
n n
s s
t t
c r d r
u u
k
K k
K
s
o so
in in
s s
th th
Gambar 3. Konstruksi huhate yang terdiri dari mata pancing (a), joran (b), tali utama
ru ru
(c), dan tali sekunderh (d) h
u u
a
k a
k
ts ts
e
i e
i
B. Deskripsi Rumpon
y
h y
h
Daerah fishing ground
a penangkapan pole and line a dalam penelitian ini yaitu
u u
berada pada lokasi rumpon. hnRumpon merupakan alat bantu n penangkapan ikan paling
h
g
a g
a
evektif dalam mengumpulkan gerombolan ikan yang menjadi terget penangkapan pole
t t
t sehingga rumpon merupakan
and line di daerah Teluk Bone,
e t daerah tujuan utama dari
e
e e
nelayan pole and line untuk r melakukan aktifitas penangkapan. Rumpon yang
y yr
diguanakan adalah rumpona d yang terbuat dari bambu a ddan daun kelapa sebagai
in in
pelampung tanda. Atraktor ryang digunakan pada rumpon rg terbuat dari daun nipa
g
i sekitar 30 meter.
dengan panjang atraktor adalah i
t t
d
e d
e
C. Distribusi Kedalaman MLD ra di Teluk Bone ra
rd rd
i
1. Distribusi Kedalaman MLD Pada September i
r r
Kedalam MLD pada im September 2018 di perairan im Teluk Bone adalah berkisar
a a
antara 19,0497 – 105,1791. Kedalaman terjadinya MLD pada bagian utara perarairan
t
d t
d
a a
r r 14
ip ip
a a
n
m n
m
c
a c
a
Teluk Bone cenderung lebih dalam dibandingkan dengan bagian selatan. Adapun
distribusi kedalaman MLD dapat dilihat pada Gambar 4:
15
Gambar 5. Peta distribusi kedalaman MLD pada Oktober
16
D. Hubungan Kedalaman MLD dengan Hasil Tangkapan Tuna Madidihang di
60.000 56.311
Persentase hasil tangkapan
50.000
40.000
30.000
20.000 15.534
3.883 4.854 6.796 2.913 9.709
10.000 0.000
0.000
Series1
MLD
17
1. Hubungan Kedalaman MLD dengan Hasil Tangkapan Tuna Madidihang pada
September
Penangkapan yang dilakukan pada September 2018 dikelompokkan menjadi
dua yaitu penangkapan yang dilakukan di rumpon bagian utara Teluk Bone dan
penangkapan di rumpon bagian selatan Teluk Bone. Kisaran kedalaman MLD pada
lokasi pemasangan rumpon di bagian utara perairan Teluk Bone dimana dilakukan
penangkapan adalah 69,4765 – 100,0619 meter dengan kisaran hasil tangkapan 4 –
12 ekor. Sedangkan Kisaran kedalaman MLD pada lokasi pemasangan rumpon di
bagian selatan perairan Teluk Bone dimana dilakukan penangkapan adalah 26,1518 –
30,3121 meter dengan kisaran hasil tangkapan 8 – 27 ekor. Jumlah Hasil tangkapan
pada bagian selatan Teluk Bone cenderung lebih banyak dibandingkan dengan hasil
tangkapan yang diperoleh di bagian utara Teluk Bone. Hubungan antara kedalaman
MLD dengan hasil tangkapan tuna madidihang dapat dilihat pada Gambar 9:
18
ekor. Sedangkan Kisaran kedalaman MLD pada lokasi pemasangan rumpon di bagian
selatan perairan Teluk Bone dimana dilakukan penangkapan adalah 31,9706 – 34,8
meter dengan kisaran hasil tangkapan 8 – 27 ekor. Jumlah Hasil tangkapan pada
bagian selatan Teluk Bone cenderung lebih banyak dibandingkan dengan hasil
tangkapan yang diperoleh di bagian utara Teluk Bone. Hubungan antara kedalaman
MLD dengan hasil tangkapan tuna madidihang dapat dilihat pada Gambar 10:
Gambar 10. Hubungan Kedalaman MLD dengan Hasil Tangkapan Tuna Madidihang
pada Oktober
19
Gambar 11. Hubungan Kedalaman MLD dengan Hasil Tangkapan Tuna Madidihang
pada November
20
V. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga bulan penelitian yakni
September, Oktober dan November memberikan gambaran pola perubahan distribusi
kedalaman MLD pada Perairan Teluk Bone tidak terlalu berbeda. Kedalam maksimal
MLD terjadi pada bagian utara Perairan Teluk Bone yakni berkisar antara 105,1791 -
111,3934. Sedangakan pada bagian selatan dari Perairan Teluk Bone kedalaman MLD
cenderung lebih dangkal yakni berkisar 15,6042 – 47,7595. Hal ini terjadi karena arah
pergerakan arus sebagai pemicu tebentuknya MLD cenderung sama disetiap bulan
pada saat penelitian. Norman dkk. (2010) mengatakan bahwa pola distribusi arus
permukaan di Perairan Teluk Bone pada Mei sampai Desember dominan dari arah
barat. Angin yang berembus secara terus menerus di permukaan mengakibatkan
adanya gerakan air laut atau disebut arus.
Menguatnya angin akan memicu menguatnya dinamika perairan khususnya arus
dan gelombang. Menguatnya arus dan gelombang akan menyebabkan proses
percampuran (mixing) menjadi lebih dalam, yang berakibat semakin dalamnya lapisan
yang tercampur (mixed layer) dan semakin turunnya lapisan batas atas termoklin
(Hutabarat dkk., 2018). Sedangakan penelitaian yang dilakukan Teliandi dkk. (2013) di
Samudera Hindia bagian timur mengatakan bahwa kedalaman lapisan MLD
dipengaruhi oleh keadaan musiman, dimana kedalaman lapisan MLD pada musim
peralihan 2 memiliki nilai yang lebih dangkal dibandingkan dengan musim timur dan
semakin dangkal hingga musim barat.
Dalam penelitian ini posisi rumpon yang diamati di Perairan Teluk Bone
dikelompokkan menjadi rumpon utara dan rumpon selatan. Posis rumpon pada bagian
utara Perairan Teluk Bone berada pada kedalaman MLD yang maksimal yakni berkisar
antara 105,1791 - 111,3934 sehingga jumlah hasil tangkapan ikan tuna madidihang
yang diperoleh cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil tangkapan ikan
tuna madidihang yang diperoleh di posisi rumpon selatan. Melimpahnya hasil
tangkapapan di rumpon selatan disebabkan oleh kedalam MLD yang cenderung lebih
rendah yaitu berkisar antara 15,6042 – 47,7595.
Hal tersebut didukung oleh prediksi GAM (General Additive Model) bahwa
kedalaman MLD diatas 40 meter tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
21
jumlah hasil tangkapan, sedangkan untuk kedalaman MLD di bawah 40 meter
berpengaruh nyata terhadap jumlah hasil tangkapan. Sedangkan pada histogram
hubungan antara frekuensi hasil tangkapan dengan MLD memperlihatkan bahwa
56,311 % ikan tertangkap pada kedalaman kurang dari 40 m. Hal ini terjadi karena
posisi ikan tuna madidihang cenderung beradah di kedalam terjadinya MLD yang
artinya bahwa posisi tuna madidihang jauh dari permukaan. Sedangkan alat tangkap
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pole and line dimana proses
pengoperasian dari alat tangkap ini dilakukan di daerah permukaan laut. Sehingga
kecil kemungkinan untuk ikan tuna madidihang untuk melihat umpan hidup yang
ditebar oleh buoy-buoy. Nugraha dan Nugroho (2013) dalam Teliandi dkk. (2013)
menyebutkan bahwa pada malam hari ikan tuna akan menyebar pada lapisan
permukaan dan termoklin, kemudian pada saat matahari akan terbit kembali ke atas
lapisan termoklin atau biasa disebut dengan lapisan MLD. Menurut Block et al. (1997)
dalam Putra dkk. (2016) Ikan tuna sirip kuning di perairan tropis sering terlihat berada
pada lapisan permukaan mixed layer sampai dengan lapisan atas termoklin pada
temperatur 20-27 oC.
22
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
23
VII. DAFTAR PUSTAKA
Barata, A., Novianto, D. and Bahtiar, A. (2011) ‘Sebaran Ikan Tuna Berdasarkan Suhu
dan Kedalaman di Samudera Hindia’, Ilmu Kelautan, 16(September), pp. 165–170.
Girard, C., Benhamou, S. and Dagorn, L. (2004) ‘FAD : Fish Aggregating Device or
Fish Attracting Device ? A new analysis of yellowfin tuna movements around floating
objects’, Animal Behaviour, pp. 319–326. doi: 10.1016/j.anbehav.2003.07.007.
Hikmah, N., Kurnia, M. and Amir, F. (2016) ‘Pemanfaatan Teknologi Alat Bantu
Rumpon Untuk Penangkapan Ikan di Perairan Kabupaten Jeneponto’, Jurnal IPTEKS
PSP, 3(January), pp. 455–468.
Kalangi, P. N. et al. (2013) ‘Sebaran Suhu dan Salinitas di Teluk Manado’, Jurnal
Perikanan dan Kelautan Tropis, IX, pp. 71–75.
Kara, A. B., Rochford, P. A. and Hurlburt, H. E. (2003) ‘Mixed layer depth variability
over the global ocean’, Journal of Geophysical Research, 108(C3), p. 3079. Available
at: http://doi.wiley.com/10.1029/2000JC000736.
Mallawa, A., Syafruddin and Palo, M. (2010) ‘Aspek Perikanan dan Pola Distribusi Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Perairan Teluk BoKatsuwonus pelamisne, Sulawesi
Selatan’, Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan), 20(1), pp. 17–24.
Norman, Y., Ihsan, N. and Arsyad, M. (2010) ‘Analisis distribusi arus permukaan laut di
teluk bone pada tahun 2006-2010’, Sains dan Pendidikan Fisika, 8(3), pp. 288–295.
Patterson, T. A. et al. (2008) ‘Movement and behaviour of large southern bluefin tuna (
Thunnus maccoyii ) in the Australian region determined using pop-up satellite archival
tags’, Fisheries Oceanographi, pp. 352–367. doi: 10.1111/j.1365-2419.2008.00483.x.
24
Putra, F. A., Hasan, Z. and Purba, N. P. (2016) ‘Kondisi Arus dan Suhu Permukaan
Laut pada Musim Barat dan Kitannya dengan Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus
albacares) di Perairan Selatan Jawa Barat’, Perikanan Kelautan, VII(1), pp. 156–163.
Ryandhini, N. A., Zainuri, M. and A Rita Tisiana, D. K. (2014) ‘Karakteristik Mixed Layer
Depth dan Pengaruhnya Terhadap Konsentrasi Klorofil-a’, LMU KELAUTAN Desember
2014 Vol 19(4):219-225, 19(4), pp. 219–225.
Safruddin et al. (2018) ‘Sutudi Kondisi Oseanografi pada Daerah Penangkapan Ikan
Pelagis besar dengan Menggunaan Pole and Line di Perairan teluk bone’, Prosiding
Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan V Universitas Hasanuddin, pp. 255–264.
Saputra, V. H., Rifai, A. and Kunarso (2017) ‘Variabilitas Musiman Pola Arus di
Perairan Surabaya Jawa Timur’, Jurnal Oseanografi, 6(3), pp. 439–448.
Tamarol, J. and Wuaten, J. F. (2013) ‘Daerah Penangkapan Ikan Tuna (Thunnus SP.)
di Sangihe, Sulawesi Utara’, Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, IX, pp. 54–59.
Tangke, U. et al. (2015) ‘Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a Pengaruhnya
Terhadap Hasil Tangkapan Yellofin Tuna (Thunnus albcares) di Perairan laut
Halmahera Bagian Selatan’, Ipteks Psp, 2(3), pp. 248–260.
Tanto, T. Al et al. (2017) ‘Karakteristik Arus Laut Perairan Teluk Benoa - Bali’, Jurnal
Ilmiah Geomatiaka, 23, pp. 37–48.
Wijaya, G. S. J. (2013) Struktur Genetik dan Filogenetik Ikan Tuna (Thunnus spp.) di
TPI Tanjung Luar, Lombok Berdasarkan DNA Mitokondria. Institut Pertanian Bogor.
Wijopriono (2000) ‘Beberapa Aspek Biologi, Potensi, dan Penyebaran Tuna dan
Cakalang di Perairan Barat Sumatera’, pp. 191–194.
Zainuddin, M., Safruddin and Rani, C. (2014) ‘Prediksi Daerah Potensial Penangkapan
Ikan Pelagis Besar Di Perairan Kabupaten Mamuju’, Jurnal IPTEKS PSP, 1(2), pp.
185–195.
25
LAMPIRAN
26
Lampiran 1. Data MLD yang diekstrak dengan hasil tangkapan ikan tuna madidihang
(Thunnus albacares) pada posisi pemasangan rumpon di perairan Teluk
Bone
27
41 120.7872 -4.0193 32.9282 11
42 120.8569 -3.9033 33.5073 8
43 120.7292 -3.9845 33.5721 10
44 120.8511 -3.8859 33.7479 11
45 120.7640 -3.9671 33.8353 10
46 120.8162 -4.0019 33.8458 9
47 120.8337 -3.8685 34.8094 9
48 120.7988 -3.8453 34.8835 10
49 120.8000 -3.3200 55.4326 8
50 120.7775 -3.2975 57.0946 8
51 120.7478 -3.2700 58.8229 8
52 120.7154 -3.4158 59.8915 8
53 120.7284 -3.3963 60.2214 8
54 120.6830 -3.2667 70.2627 7
55 120.7478 -3.3380 70.8391 5
56 120.7252 -3.3510 81.9299 5
57 120.6955 -3.3369 99.3509 2
58 120.6946 -3.3365 99.3509 4
59 120.6949 -3.3367 99.3509 9
60 120.6929 -3.3358 99.3509 7
61 120.6938 -3.3358 99.3509 5
62 120.6939 -3.3367 99.3509 6
63 120.6937 -3.3374 99.3509 3
64 120.6928 -3.3362 99.3509 4
65 120.6866 -3.3326 106.4175 6
66 120.6873 -3.3329 106.4175 2
67 120.6878 -3.3338 106.4175 7
68 120.6883 -3.3334 106.4175 8
69 120.6886 -3.3339 106.4175 7
70 120.6888 -3.3348 106.4175 9
71 120.6889 -3.3344 106.4175 5
72 120.8306 -3.8586 27.0061 11
73 120.8333 -3.8581 27.0061 11
74 120.8333 -3.8583 27.0061 11
75 120.8556 -3.8561 26.9228 11
76 121.0333 -3.8567 26.4188 11
77 120.8306 -3.8589 27.0061 13
78 120.8583 -3.8558 26.9228 13
79 120.8639 -3.8564 26.8434 13
80 120.8361 -3.8578 26.9932 14
81 120.8639 -3.8567 26.8434 14
82 120.9889 -3.8542 26.7941 14
83 120.8278 -3.8583 27.0061 15
84 120.8583 -3.8547 26.9228 16
28
85 120.8611 -3.8567 26.8434 16
86 121.1167 -3.8675 23.7474 16
87 120.8361 -3.8581 26.9932 17
88 120.8333 -3.8586 27.0061 18
89 120.8639 -3.8547 26.8434 18
90 120.8694 -3.8547 26.8434 18
91 121.1306 -3.8675 23.3743 18
92 120.8333 -3.8578 27.0061 22
93 121.1167 -3.8669 23.7474 22
94 120.8611 -3.8561 26.8434 23
95 120.8306 -3.8575 27.0061 25
96 120.8333 -3.8575 27.0061 25
97 120.8611 -3.8564 26.8434 25
98 120.8639 -3.8550 26.8434 25
99 121.1139 -3.8675 23.7474 25
100 121.1222 -3.8672 23.7474 26
101 121.1139 -3.8669 23.7474 28
102 121.1250 -3.8675 23.3743 28
103 121.1278 -3.8675 23.3743 28
29