Proposal Fatimatuzzahro
Proposal Fatimatuzzahro
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas sebuah informasi merupakan hal yang penting dalam perusahaan,
banyak pihak kepentingan yang membutuhkan sebuah laporan keuangan dengan tujuan
mengkomunikasikan fakta-fakta mengenai perusahaan dan dijadikan sebagai pedoman
dalam menilai kinerja perusahaan. Penting bagi pemakai laporan keuangan untuk
memandang Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai pihak yang independen dan
kompeten, karena akan mempengaruhi berharga atau tidaknya jasa yang telah diberikan
oleh KAP kepada pemakai. Jika pemakai merasa KAP memberikan jasa yang berguna
dan berharga, maka nilai audit atau kualitas audit juga meningkat, sehingga KAP
dituntut untuk bertindak dengan profesionalisme tinggi. (Herawaty, 2007).
Karakteristik auditor profesional adalah menjalankan tugas dan fungsinya dengan
mengandalkan keahlian yang dimiliki berdasarkan pengetahuan dan keahlian yang
diperoleh dari latihan maupun pendidikan (Reynolds, 2000). Guna menunjang
profesionalismenya sebgai akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan tugas
auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar
pelaporan (Murtanto, 2014). Standar umum merupakan cerminan kualitas pribadi yang
harus dimiliki oleh seorang auditor dan mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian
dan pelatihan teknis yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan
standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal
pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit
serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan yang
diauditnya secara keseluruhan (Murtanto, 2014).
Sesuai dengan tanggung jawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan lpaoran
keuangan suatu perusahaan maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki
kompetensi atau keahlian saja tetapi harus independen dalam pengauditan (Alifindy dan
Murtanto, 2014). Dalam hal ini, indenpendensi sangatlah berpengaruh bagi auditor.
Masyarakat tidak akan percaya akan hasil auditan dari auditor sehingga masyarakat
tidak akan meminta jasa pengauditan dari auditor atau dengan kata lain, keberadaan
auditor ditentukan olrh indenpendensinya (Kusuma, 2011).
Akuntan publik atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit perusahaan
klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan
klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan tanggung jawab dari
manajemen untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan yang dikelolanya (Wibowo,
2010). Manajemen selalu menginginkan agar mendapatkan kinerja yang baik dari
akuntan publik atau auditor independen agar pihak eksternal terutama pemilik puas
terhadap kinerja mereka akan tetapi pemilik menginginkan seorang auditor melaporkan
dengan sejujur-jujurnya dari tugas yang telah diterima sebagai tanggung jawab. Dalam
uraian tersebut, dapat diketahui adanya suatu kepentingan yang berbeda antara
manajemen dan pemakai laporan keuangan. Kepercayaan yang besar dari pemakai
laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik, karena
hal tersebutlah akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit
yang dihasilnnya.
Auditor mempunyai peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu
perusahaan. Sehingga auditor harus menghasilkan audit yang berkualitas sehingga
dapat mengurangi ketidakselerasan yang terjadi antara pihak manajemen dan pemilik
(Elfarini, 2007). Maka dari itu kualitas audit sangat penting karena dengan kualitas
audit yang tinggi maka akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai
dasar pengambilan keputusan.
Kemampuan auditor untuk membuat keputusan yang akan diambil kketika
mengahadapi situasi dilema etika akan sangat bergantung kepada berbagai hal, karena
keputusan yang diambil oleh internal auditor juga akan banyak berpegaruh kepada
organisasi dan konstituen dimana dia berada (Arnold dan Ponemon, 1991 dalam
Sasongko 2007). Auditor secara terus menerus dihadapkan situasi dilema etika yang
melibatkan pilihan-pilihan antara nilai-nilai yang saling bertentangan.
Akuntan memiliki hubungan yang unik dengan pengguna jasanya dibandingkan
dengan profesi lannya. Profesi lain mendapatkan penugasan dari pengguna jasa dan
bertanggung jawab juga kepadana, sementara akuntan mendapat penugasan dan
memperoleh fee dair perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan, namun
bertanggung jawab kepada pengguna laporan keuangan. Hubungan yang unik ini
seringkai menempatkan akuntan pada situasi-situasi dilemastis, oleh sebab itu sangat
penting bagi akuntan untuk melaksanakan audit dengan kompeten dan tidak bias, Arens
dan Loebbecke (2000) dalam nurwanah (2008).
Finn et.al (1998) dan Bazerman et.al. (1997) menyatakan bahwa akuntan
seringkali dihadapkan pada situasi adanya dilema yang menyebabkan dan
memungkinkan akuntan tidak dapat independen. Akuntan diminta untuk tetap
independen pada klien karena fee yang diterimanya, sehingga hal tersebut yang
seringkali menyebabkan akuntan berada dalam situasi dilemasris. Hal ini akan berlanjut
jika hasil temuan auditor tidak sesuai dengan harapan klien, sehingga menimbulkan
konflik audit (Tsui, 1996; Tsui dan Gul, 1996). Konflik audit ini akan berkembang
menjadi sebuah dilemma etika ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang
bertentangan dengan indenpendensi dan integritasnya dengan imbalan ekonomis yang
mungkin terjadi atau tekanan di sisi lainnya (Windsor dan Askhanasy, 1995).
Konflik audit juga akan muncul ketika auditor internal menjalankan aktivitas
auditing internal. Internal auditor sebagai pekerja di dalam organisasi yang diauditnya
akan menemui masalah ketika harus melaporkan temua-temuan yang tidak
menguntungkan dalam penilaian kinerja manajemen atau objek audit yang
dilakukannya. Ketika manajemen menawarkan atau subjek audit menawarkan sebuah
imbalan atau tekanan pada internal auditor untuk menghasilkan laporan audit yang
diinginkan oleh manajemen maka terjadilah dilema etika yang akhirnya auditor
dihadapkan kepada pilihan-pilihan keputusan terkait dengan hal-hal keputusan etis atau
tidak etis.
Keputusan etis (ethical decision) per definisi adalah sebuah keputusan yang
baik secara legal maupun moral dapat diterima oleh masyarakat luas (Trevino, 1986;
Jones, 1991 dalam Sasongko, 2007). Hal yang mendasar bagi profesi akuntan adalah
kemampuan dalam mengidentifikasi perilaku etis atau tidak etis. Internal auditor
sebagai karyawan mempunyai tanggung jawab organisasi, namun sebagai seorang
akuntan yang profesional maka haru bertanggung jawab terhadap profesinya, kepada
masyarakat,dan kepada dirinya sendiri untuk berperilaku etis. Kemampuan internal
auditor untuk membuat keputusan yang akan diambil dalam situasi dilemma etika akan
sangat bergantung kepada berbagai hal, karena keputusan yang diambil oleh internal
auditor juga akan banyak berpengaruh kepada organisasi dan konsitituen dimana dia
berada (Arnold dan Ponemon, 1991)
Kasus yang paling terkenal mengenai konflik audit adalah kasus Enrin yang
melibatkan akuntan professional di Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Anderson.
Kasus lainnya di Indonesia adalah oerilaku menuimpang yang dilakukan oleh anggota
organisasi seperti kasus di PT Kimia Farma yang melakukan mark up laba bersih pada
laporan keuangan. Tindakan tersebut terjadi karena minimnya etika dari individu.
Kasus yang terjadi pada PT. Kimia Farma (2001) dimana manajemen Kimia Farma
melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp.132 milyar yang diaudit oleh Hans
TUankotta & Mustofa (HTM) sedangkan kementrian BUMN dan BApepam
menyajikan kembali laporan keuangan tersebut dan hasil keuntungan PT Kimia Farma
hanya sebesar Rp 99,56 milyar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar atau 24,7%
dari keuntungan awal yang dilaporkan, HTM dinyatakan tidak mampu mendeteksi
laporan keuangan tersebut apakah mengandung unsur kecurangan atau tidak (Koroy,
2008 dalam Wiguna).
Bentuk pertanggungjawaban profesi terhadap masyarakat juga merupakan kode
etik dari para profesional. Akuntan sebagai sebuah profesi tidak terlepas dari
pertanggungjawaban terhadap masyarakat. Damman (2003) menyatakan bahwa
sebenarnya akuntan di dalam aktivitas auditnya banyak hal yang harus
dipertimbangkan, karena dalam dri auditor mewakili banyak kepentingan yang melakat
dalam proses audit (built-in-coflict of interest). Seringkali dalam pelaksanaan aktivitas
auditing, seorang auditor berada dalam konflik audit (Tsui, 1996; Tsui dan Gul, 1996).
Setiap profesi memiliki tanggug jawab terhadap etika profesi masing-masing
dan dituntut untuk berperilaku etis yaitu bertindak sesuai dengan moral dan nilai yang
berlaku. Tanpa etika, profesi akuntan tidak aka nada karena fungsi akuntansi adalah
penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis
yang diharapkan mempunyai integritas dan kompetensi yang tinggi (Abdullah dan
Halim 2002 dalam Husein, 2004). Dilema etika merupakan suatu situasi yang dihadapi
oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan tentang perilaku seperti apa yang
tepat untuk dilakukannya.
Terjadinya berbagai kasus di Indonesia seperti halnya yang telah disebutkan
diatas, seharusnya memberi kesadaran bagi para profesi akuntan untuk lebih
memperhatikan etika. Namun seberapa besar pengalaman, komitmen professional,
etika organisasi terhadap pengambilan keputusan etis auditor. Maka dari itu, peneliti
mengambil judul “Pengaruh Pengalaman Audit Komitmen Profesional, dan
Orientasi Etika terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor dalam Situasi
Dilema Etika”
B. Rumusan Masalah
a. Apakah pengalaman audit berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis
auditor dalam situasi dilema etika?
b. Apakah komitmen profesional berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etis
auditor dalam situasi dilema etika?
c. Apakah orientasi etika berpengaruh terhadap pengambilan keputusan auditor dalam
situasi dilema etika?
C. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman audit terhadap pengambilan keputusan
etis auditor dalam situasi dilema etika.
b. Untuk mengetahui pengaruh komitmen profesional audit terhadap pengambilan
keputusan etis auditor dalam situasi dilema etika.
c. Untuk mengetahui pengaruh orientasi etika terhadap pengambilan keputusan etis
auditor dalam situasi dilema etika.
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis:
Untuk mengembangkan ilmu dan sebagai literatur tentang penelitian yang berhubungan
dengan Pengaruh Pengalaman Audit, Komitmen Professional, Orientasi Etika, dan
Nilai Etika Organisasi terhadap Pengambilan Keputusan Etis Auditor dalam Situasi
Dilema Etika.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Auditor
Untuk memberikan masukan kepada auditor mengenai pentingnya mengetahui
pengalaman, komitmen profesional, etika organisasi, dan orientasi etika
terhadap pengambilan keputusan etis auditor dalam situasi dilemma etis.
2. Bagi KAP (Kantor Akuntan Publik)
Untuk memberikan informasi yang berguna bagi KAP dalam mengukur prestasi
dan kondisi kantor akuntan publik yang akan mengaudit perusahaannya,
terutama dalam hal pengetahuan dan keahlian auditor, komitmen profesional,
etika organisasi, dan orientasi etika auditor.
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat agar dapat lebih menyadari arti penting nilai-nilai moral dan etika
dalam kehidupan terutama dalam menjalankan suatu profesi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Teori Agensi
Dilema etis terjadi ketika adanya benturan keoentingan antara kepentingan
pribadi dengan kepentingan orang lain. Hal tersebut dijelaskan dalam teori agensi oleh
Jensen & Meckling (1976). Dilema etika muncul sebagai konsekuensi konflik auditor
karena auditor berada di dalam situasi prngambilan keputusan yang terkait dengan
keputusannya yang etis atau tidak. Situasi tersebut terbentuk karena dalam konflik audit
terdapat pihak-pihak yang berkepentingan terhadap keputusan auditor sehingga auditor
dihadapkan kepada pilihan keputusan etis atau tidak etis. Menurut teori agensi,
seseorang akan berusaha untuk mendapatkan kesejahteraan secara individu tanpa
memperhatikan apa yang menjadi kepentingan orang banyak. Dalam kehidupan nyata,
bahwa semakin besar system yang berorientasi personal, maka semakin kurang penting
dimensi etis dipertimbangkan dalam sebuah konflik antara diri sendiri dengan individu
atau kelompok lain yang akhirnya berakibat banyaknya penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi karena bertentangan kepentingan tersebut, sebagaimana kasus Enron
(Samendawai et al., 2011 dalam Wiguna). Maka dari itu, berperilaku etis sangat
penting di dalam sebuah organisasi khususnya para akuntan professional. Jensen dan
Meckling (1976) mengatakan bahwa hubungan keagenan sebagai suatu kontrak dimana
satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu
jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen untuk membuat
keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai
tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka kemungkinan besar
agen bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.
B. Pengambilan Keputusan Etis
Keputusan Etis (ethical decision) per definisi adalah sebuah keputusan yang
baik secara legal maupun moral dapat diterima oleh masyarakat luas (Travino, 1986;
Jones, 1991 dalam Sasongko Budi 2006). Menurut hasil-hasil penelitiam empirik
mengenai pengambilan keputusan etis, beberapa mengatakan bahwa salah satu
determinan penting perilaku pengambilan keputusan etis adalah faktor-faktor yang
secara unik berhubungan dengan individu pembuat keputusan dan variab-variabel yang
merupakan hasil dari proses sosialisasi dan pengembangan masing-masing individu.
faktor-faktor individual meliputi variable-variabel yang merupakan ciri pembawaan
sejak lahir (gender umur, kebangsaan, dan lain sebagauinya). Sedangkan faktor lainnya
adalah faktor organisasi, lingkungan kerja, profesi, dan lain sebagainya.
Penelitian tentang pengambilan keputusan etis telah banyak dilakukan dengan
berbagai pendekatan, aeperti pendekatan ekonomi dan psikologi sosial. Louwers,
Ponemon, dan Redtke (1997) bahwa pentingnya penelitian mengenai pengambilan
keputusan etis dari pemikiran dan perkembangan moral (moral reasoning and
development) untuk profesi akuntan aitu dengan 3 alasan, yaitu pertama, penelitian
dengan topik pengambilan keputusan etis dapat digunakan untuk memahami tingkat
kesadaran dan perkembangna moral auditor dan akan menambah pemahaman tentang
bagaimana perilaku auditor dalam menghadapi konflik etika. Kedua, penelitian dengan
konteks ini lebih menjelaskan problematika proses yang terjadi dalam menghadapi
berbahai pengambilan keputusan etis auditor yang pastinya berbeda-beda dalam situasi
dilema etika. Ketiga, hasil penelitian mengenai pengambilan keputusan etis akan dapat
membawa dan menjadi arahan dalam tema etika dan dampaknya pada profesi akuntan.
Model penelitian etis pada umumnya seringkali hanya menggambarkan
bagaimana proses seseorang mengambil keputusan yang terkait dengan etika dalam
situasi dilema etika (Jones, 1991; Trevino, 1986). Sebuah model pengambilan etis tidak
berada kepada pemahaman bagaimana seharusnya seseorang membuat keputusan etis
(ought to do), namun lebih kepada pengertian bagaimana proses pengambilan
keputusan etis itu sendiri. Alasannya adalah sebuah pengambilan keputusan akan
memungkinkan menghasilkan keputusan yang etis dan keputusan yang tidak etis, dan
memberikan label atau mendefinisikan apakah suatu keputusan tersebut etis atau tidak
etis akan mungkin sangat menyesatkan (McMahon, 2002).
Rest (dalam Zeigenfuss dan Martison, 2002) bahwa model pengambilan
keputusan etis terdiri dari 4 (empat) tahapan, pertama pemahaman tentang adamya isu
moral dalam situasi dilemma etika (recognizing that moral issue exists). Maksudnya
adalah begaimana tanggapan seseorang terhadap isu moral dalam sebuah dilemma
etika. Kedua yaitu pengambilan keputusan etis (make a moral judgment), bagaimana
seseorang memutuskan keputusan etis. Ketiga adalah moral intention yaitu bagaimana
seseorang bertujuan atau bermaksud untuk berkelakuan etis atau tidak. Sedangkan
keempat adalah moral behavior, yakni bagaimana seseorang bertindak atau berperilaku
etis atau tidak.
Sedangkan menurut Jones (1991 dalam Andriyani, 2004) menyatakan ada 3
unsur utama dalam pengambilan keputusan etis, antara lain:
1. Isu Moral, menyatakan bahwa seberapa jauh ketika orang melakukan
tindakan, jika dia secara bebas melakukan tindakan tersebut, maka akan
mengakibatkan kerugian (harm) atau keuntungan (benefit) bagi orang lain.
Dapat diartikan pula bahwa suatu tindakan atau keputusan yang diambil
akan mempunyai konsekuensi kepada orang lain.
2. Agen Moral adalah orang yang membuat keputusan moral walaupun orang
tesbut tidak mengenali isu moral.
3. Keputusan Etis (Ethical Decision) per definisi adalah sebuah keputusan
yang baik secara legal maupun moral dapat diterima oleh masyarakat luas
(Trevino, 1986; Jones, 1991 dalam Sasongko Budi, 2006). Kemampuan
dalam mengidentifikasi dan melakukan perilaku etis atau tidak adlaah hal
yang mendasar dalam profesi akuntan. Sehingga menjadi kewajiban dan
tanggung jawab akuntan itu sendiri terhadap keputusan etis yang diambil.
METODE PENELITIAN
Keterangan :
r = Nilai Koefisien Kolerasi
∑Xi = Jumlah Pengamatan Variabel X
∑Yi = Jumlah Pengamatan Variabel Y
∑XYi = Jumlah hasil perkalian variable X dan Y
(∑Xi2) = Jumlah Kuadrat dari Pengamatan Variabel X
((∑Xi) 2 = Jumlah Kuadrat dari Jumlah Pengamatan Variabel Y
N = Jumlah Pasangan Pengamatan Y dan X
Suatu instrument penelitian dikatakan valid apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1. Bila r hitung > r table, maka dinyatakan valid
2. Bila r hitung < r table, maka dinyatakan tidak valid
b. Uji Reliabilitas
Menurut Indriantor & Supomo (2002) konsep reliabilitas dapat
dipahami melalui ide dasar konsep tersebut yaitu konsistensi.
Pengukuran realibilitas menggunakan indeks numerik yang disebut
koefisien. Konsep reliabilitas menurut pendekatan ini adalah konsistensi
diantara butir-butir pernyataan atau pernyataan dalam suatu instrument.
Untuk mengukur konsistensi internal, peneliti hanya memerlukan
pengujian dengan menggunakan Teknik statistic tertentu terhadap skor
jawaban responden yang dihasilkan dari penggunaan instrument yang
bersangkutan yaitu Cronbach’s alpha. Suatu instrument dapat dikatakan
andal (reliable) bila memiliki koefisien di atas 0,6 (Nunally dalam
Yarnest, 2004). Jadi Cronbach’s alpha > 0,6.
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolineritas
Menurut Gozali (2001) uji multikolineritas bertujuan untuk
menguji apakah model regrasi ditemukan adanya korelasi antara
variable independent. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi antar variable independen. Multikolineritas dapat dilihat dari
(1) Nilai Tolerance dan lawannya, (2) Variance Inflation Factor (VIF).
Apabila nilai tolerance lebih dari 0.10 dan VIF kurang dari 10 maka
terjadi multikolineritas.
b. Uji Heterokedastisitas
Ghozali (2001) untuk heterokedasitas bertujuan untuk menguji
apakah dakam model regresi terjadi kesamaan varians dari residual
suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual
satu kep engamatan yang lain tetap maka disebut homokedastisitas, jika
berbeda disebut heterokedasitas. Model yang baik adalah
homokedesitas atau tidak terjadi heterokedasitas. Utuk mendeteksi ada
atau tidaknya heterokedastisitas maka dengan melihat grafik plot antara
lain orediksi variabel terikat dengan residualnya. Dasar analisisnya
yaitu apabila tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas
fan dibawah angka 0 pada sumbu y maka terjadi heterokedastisitas.
4. Uji Hipotesis
Dalam pengolahan data penelitian ini menggunakan metode analisis
regresi berganda dengan menggunakan uji T dan uji F, dasar pengambilan
keputusan adalah apabila signifikan lebih kecil dari 0,05 maka Ha diterima,
sebaliknya jika signifikan lebih besar dari 0,05 maka Ha ditolak (santoso,
2000).
a. Regresi Berganda
b. Uji Statistik t
Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen sencara individual berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen. Jika nilai t hitung kebih kecil dari t tabel
pada taraf signifikan 0,05 maka Ha ditolak. Sedangkan jika nilai t
hitung lebih besar dari tabel maka Ha diterima (Ghozali, 2005).
c. Uji Statistik Fisher (F)
Uji F dasarnya digunakan untuk melihat apakah variabel
independen secara simultan dapat memprediksi atau memiliki
pengaruh terhadap variabel dependen. Dengan syarat jika
probabilitas memenuhi syarat signifikan lebih kecil dari 0,05
atau dapat dilihat dari nilai F hitung lebih besar daripada nilai F
tabel pada signifikasi 5% (Ghozali, 2005).
E. Definisi Operasional Variabel
a. Pengalaman audit
Pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang dipetik oleh seseorang dari
peristiwa-peristiwa yang dialama dalam perjalanan hidupnya (Anoraga, 1995:47
dalam Widiyanto dan Yuhertian, 2005). Variabel pengalaman audit ini diukur
berdasarkan jangka waktu (tahun) berapa lama seorang auditor bekerja.
b. Komitmen Profesional
Variabel ini merupakan varibel independen yang dioperasionalkan dengan
tingkat identifikasi komitmen dan keterlibatan individu dalam profesi. Variabel ini
diukur dengan menggunakan 14 item pertanyaan yang diadopsi dari Widyastuti
(2011).
c. Orientasi Etika
Variabel ini menggunakan instrument yang diadopsi oleh Sasongko yaitu Ethics
Position Questionaire (EPQ) yang terdiri dari 18 item kuesioner. EPQ telah banyak
digunakan untuk mengukur idealism dan relativisme, yang merupakan dua faktor
dasar yang paling dari nilai individual. Sepuluh item kuesioner pertama tentang
konstruk idealism versus pragmatism dan delapan kueisoner berikutnya tentang
relativism versus absolutism.
d. Pengambilan keputusan etis
Pengambilan keputusan etis merupakan respon auditor dalam situasi dilemma
etika. Sejauh mana audior mau memenuhi tekanan klien dalam situasi konflik yaitu
situasi yang terjadi ketika auditor dan klien tidak sepakat dalam satu aspek fungsi
atestasi yang merupakan indikator perilaku auditor dalam pengamilan keputusan
etis. Variabel ini diukur dengan instrument yang diadaptasi dari Sims (1999) dan
disusun oleh peneliti sendiri. Penggunaan skenario dilemma etika telah banyak
digunakan dalam penelitian tentang pengambilan keputusan etis (Ford dan
Richardson, 1994; Louwers, Ponemon dan Radtke, 1997; Loe et al, 2000).
Penggunaan skenario ini akan membantu untuk menstandarisasikan stimulus sosial
dari responden dan oada saat bersamaan merupakan gambaran yang lebih nyata
dalam proses pengambilan keputusan etis.