Anda di halaman 1dari 43

TUGAS UNDANG-UNDANG DAN ETIKA FARMASI

“PENCATATAN DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA,


PREKURSOR DI IMPORTIR, PABRIK, PBF, APOTEK, DAN RUMAH SAKIT”

Kelompok 2
UUEF – B

Devina 1406575323
Farah Amandasari 1406569573
Kezhia Rondang Angelita 1406639831
Natalie Tasya Wibowo 1406639825
Vanessa 1406567946

Universitas Indonesia
Fakultas Farmasi
Program Studi Apoteker
Depok 2018
FORMAT PENCATATAN DAN PELAPORAN
 Tercantum pada UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Pasal 9
1. Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Untuk keperluan ketersediaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disusun rencana kebutuhan tahunan Narkotika.
3. Rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disusun berdasarkan data pencatatan dan pelaporan rencana dan realisasi produksi
tahunan yang diaudit secara komprehensif dan menjadi pedoman pengadaan,
pengendalian, dan pengawasan Narkotika secara nasional.

 Tercantum pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3


Tahun 2015 Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
Pencatatan
Pasal 43
1. Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Puskesmas, Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau
dokter praktik perorangan yang melakukan produksi, Penyaluran, atau Penyerahan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib membuat pencatatan
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi.
2. Toko Obat yang melakukan penyerahan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi
wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Prekursor
Farmasi dalam bentuk obat jadi.
3. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit terdiri
atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi;
b. jumlah persediaan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
d. jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan;
f. jumlah yang disalurkan/diserahkan;
g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran/penyerahan;
dan h. paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
4. Pencatatan yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
dibuat sesuai dengan dokumen penerimaan dan dokumen penyaluran termasuk
dokumen impor, dokumen ekspor dan/atau dokumen penyerahan.
Pasal 44
Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen penyaluran, dan/atau
dokumen penyerahan termasuk surat pesanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi wajib disimpan secara terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun.

Pelaporan
Pada pasal 45, ringkasan dari ayat 1-7,
Pihak yang wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
Pihak Hal yang dicangkup Kepada
Industri Farmasi Produksi dan Direktur Jenderal dengan
penyaluran produk jadi tembusan Kepala Badan. (setiap
bulan)
PBF (yang melakukan Laporan pemasukan Dinas Kesehatan Provinsi dengan
penyaluran) dan penyaluran tembusan Kepala Badan/Kepala
Balai. (setiap bulan)
Instalasi Farmasi Laporan pemasukan Direktur Jenderal dengan
Pemerintah Pusat dan penyaluran tembusan Kepala Badan.
Instalasi Farmasi Laporan pemasukan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Pemerintah Daerah dan penyaluran atau Kabupaten/Kota setempat
dengan tembusan kepada Kepala
Balai setempat.

Pelaporan paling sedikit terdiri atas:


a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
d. jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
f. jumlah yang disalurkan; dan
g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan persediaan awal
dan akhir.

Pihak Hal yang dicangkup Kepada


Apotek, Instalasi Farmasi laporan pemasukan dan Kepala Dinas Kesehatan
Rumah Sakit, Instalasi penyerahan/penggunaan Kabupaten/Kota dengan
Farmasi Klinik, Lembaga Narkotika dan tembusan Kepala Balai
Ilmu Pengetahuan, dan Psikotropika setempat.
dokter praktik
perorangan

Pelaporan paling sedikit terdiri atas:


a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. jumlah yang diterima; dan d. jumlah yang diserahkan.

Pihak Hal yang dicangkup Kepada


Puskesmas Laporan pemasukan dan -
penyerahan/penggunaan Narkotika
dan Psikotropika

9. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dan ayat (6)
dapat menggunakan sistem pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi secara elektronik.
10. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dan ayat (6)
disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya.
11. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan Narkotika, Psikotropika,
dan/atau Prekursor Farmasi diatur oleh Direktur Jenderal.
 Tercantum pada PerKBPOM No 40 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan
Prekursor
Pasal 1 ayat 1
Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan
sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi Industri Farmasi atau
produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang mengandung efedrin, pseudoefedrin,
norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau potassium permanganat

Pengelolaan Prekursor Farmasi/Obat Mengandung Prekursor Farmasi :


Bab II. Industri Farmasi
H.1. Industri Farmasi pengelola Prekursor Farmasi wajib membuat dan menyimpan
catatan serta mengirimkan laporan
H.2. Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan mulai dari pengadaan,
penyimpanan, pembuatan, penyaluran, penanganan obat kembalian, penarikan kembali
obat (recall), pemusnahan, dan inspeksi diri secara tertib dan akurat serta disahkan oleh
Apoteker Penanggung Jawab Produksi dan Apoteker Penanggung jawab Pemastian Mutu.
H.3 Catatan sebagaimana dimaksud pada butir H.2 sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama dan nomor bets Prekursor Farmasi;
b. Bentuk dan kekuatan Prekursor Farmasi;
c. Jumlah yang diterima, digunakan/diproduksi, disalurkan, dan sisa persediaan;
d. Tujuan penggunaan;
e. Tujuan penyaluran.

Laporan sebagaimana dimaksud pada butir H. 1 adalah:


a. Laporan realisasi impor (Anak Lampiran 14)
b. Laporan realisasi ekspor, bila Industri Farmasi melakukan ekspor (Anak
Lampiran 15)
c. Laporan pemasukan dan penggunaan Prekursor Farmasi untuk produksi (Anak
Lampiran 4);
d. Laporan hasil produksi dan penyaluran obat mengandung Prekursor Farmasi
(Anak Lampiran 10);
e. Laporan kehilangan Prekursor Farmasi (Anak Lampiran 8);
f. Laporan penarikan kembali obat mengandung Prekursor Farmasi dari peredaran.
g. Laporan pemusnahan Prekursor Farmasi (Anak Lampiran 11);
h. Laporan hasil investigasi ketidaksesuaian stok bahan obat (Anak Lampiran 12).

H.11. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir H.10 huruf (a) dan (b) wajib disampaikan
setiap kali kegiatan importasi atau eksportasi selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak
diterimanya Prekursor Farmasi dan/atau Obat mengandung Prekursor Farmasi oleh
importir kepada Direktur Jenderal tembusan kepada Kepala Badan c.q. Direktorat
Pengawasan Napza dan Kepala Balai.
H.12. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir H.10 huruf (c) dan (d) wajib disampaikan
setiap bulan kepada Kepala Badan. Jumlah yang dilaporkan dalam laporan pada butir H.6
huruf (c) dan (d) harus akurat dan sesuai dengan stok fisik. Apabila terdapat selisih stok
pada saat stock opname dan cycle count, selisih stok harus dicantumkan dalam laporan
disertai dengan justifikasi yang jelas.
H.13. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir H.10 huruf (e), (f), dan (g) wajib
disampaikan setiap kali kejadian/kegiatan kepada Kepala Badan c.q. Direktorat
Pengawasan Napza dengan tembusan Direktur Jenderal, dan Kepala Balai Besar/Balai
POM setempat.
H.14. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir H.10 huruf (h) wajib disampaikan kepada
Kepala Badan dengan tembusan Kepala Balai Besar/Balai POM setempat.

Bab III. Pedagang Besar Farmasi


G.1. PBF pengelola Prekursor Farmasi/obat mengandung Prekursor Farmasi wajib
membuat dan menyimpan catatan serta mengirimkan laporan.
G.2. Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan Prekursor Farmasi/obat
mengandung Prekursor Farmasi mulai dari pengadaan, penyimpanan, penyaluran,
penanganan kembalian, penarikan kembali (recall), pemusnahan dan inspeksi diri secara
tertib dan akurat serta disahkan oleh penanggung jawab PBF.
G.3 Catatan sebagaimana dimaksud pada butir G.2. sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama produsen, nama Prekursor Farmasi/obat mengandung Prekursor Farmasi,
jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan;
b. Nomor bets dan tanggal daluwarsa;
c. Jumlah yang diterima, disalurkan, dan sisa persediaan;
d. Tujuan penyaluran;

Laporan sebagaimana dimaksud pada butir G.1 adalah:


a. Laporan realisasi impor dan pendistribusian Prekursor Farmasi oleh IT Prekursor
Farmasi (Anak Lampiran 13);
b. Laporan realisasi ekspor, bila PBF melakukan ekspor/reekspor (Anak Lampiran
15);
c. Laporan penyaluran obat mengandung Prekursor Farmasi oleh PBF (Anak
Lampiran 16);
d. Laporan kehilangan Prekursor Farmasi/obat mengandung Prekursor Farmasi
(Anak Lampiran 8);
e. Laporan pemusnahan Prekursor Farmasi/obat mengandung Prekursor Farmasi
(Anak Lampiran 11).

G.11. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir G.10. huruf (a) dan (b) wajib
disampaikan setiap kali kegiatan importasi atau eksportasi selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari sejak diterimanya Prekursor Farmasi oleh importir kepada Direktur Jenderal tembusan
kepada Kepala Badan c.q. Direktorat Pengawasan Napza dan Kepala Balai.
G.12. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir G.10. huruf (c) wajib disampaikan setiap
bulan kepada Kepala Badan c.q. Direktorat Pengawasan Napza dan Kepala Balai. Jumlah
yang dilaporkan dalam laporan pada butir G.4. huruf (c) wajib akurat dan sesuai dengan
stok fisik. Apabila terdapat selisih stok wajib dicantumkan dalam laporan bulanan
sebagaimana dimaksud dalam butir G.4. huruf (c) disertai dengan justifikasi yang jelas.
G.13. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir G.10. huruf (d) dan (e) wajib
disampaikan setiap kali kejadian/kegiatan kepada Kepala Badan dengan tembusan Direktur
Jenderal, Kepala Balai setempat, dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.
Bab IV. Apotek
F.1. Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan mulai dari pengadaan,
penyimpanan, penyerahan, penarikan kembali obat (recall), dan pemusnahan secara tertib
dan akurat serta disahkan oleh Apoteker Penanggung Jawab.
F.2. Catatan sebagaimana dimaksud pada butir F.1 sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, nomor bets,
tanggal daluwarsa, dan nama produsen
b. Jumlah yang diterima, diserahkan, dan sisa persediaan;
c. Tujuan penyerahan.
F.4. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir F.1 adalah:
a. laporan pemasukan dan pengeluaran obat mengandung Prekursor Farmasi Efedrin
dan Pseudoefedrin dalam bentuk sediaan tablet/kapsul/kaplet/injeksi (Anak
Lampiran17);
b. laporan kehilangan (Anak Lampiran 8) dan
c. laporan pemusnahan obat mengandung Prekursor Farmasi (Anak Lampiran 11).
F.5. Pelaporan pada butir F.4.a. dikirimkan kepada Badan POM cq. Direktorat Pengawasan
Napza dengan tembusan ke Balai Besar/Balai POM.

Bab V. Instalasi Farmasi Rumah Sakit


F.1. Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan mulai dari pengadaan,
penyimpanan, penyerahan, penarikan kembali obat (recall), dan pemusnahan secara tertib
dan akurat serta disahkan oleh Apoteker Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
F.2. Catatan sebagaimana dimaksud pada butir F.1 sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, jenis dan isi kemasan, nomor bets,
tanggal daluwarsa, dan nama produsen;
b. Jumlah yang diterima, diserahkan, dan sisa persediaan dan
c. Tujuan penyerahan.
F.8. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir F.4 adalah:
a. laporan pengadaan dan penyerahan obat mengandung Prekursor Farmasi Efedrin
dan Pseudoefedrin dalam bentuk sediaan tablet/kapsul/kaplet/injeksi (Anak
Lampiran17);
b. laporan kehilangan (Anak Lampiran 8) dan
c. laporan pemusnahan obat mengandung Prekursor Farmasi (Anak Lampiran 11).

F.9. Pelaporan pada butir F.8.a. dikirimkan kepada Badan POM cq. Direktorat Pengawasan
Napza dengan tembusan ke Balai Besar/Balai POM.

Bab VI. Toko Obat Berizin


F.1. Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan mulai dari pengadaan,
penyimpanan dan penyerahan secara tertib dan akurat serta disahkan oleh penanggung
jawab Toko Obat Berizin.
F.2. Catatan sebagaimana dimaksud pada butir I.1 sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, nomor bets,
tanggal daluwarsa, dan nama produsen
b. Jumlah yang diterima, diserahkan, dan sisa persediaan;
c. Tujuan penyerahan atau pengeluaran obat

 Tercantum pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu
Yang Sering Disalahgunakan
Pasal 1 ayat 1
Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan, yang selanjutnya disebut dengan Obat-
Obat Tertentu, adalah obat-obat yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat selain
Narkotika dan Psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosis terapi dapat
menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku,
terdiri atas obat-obat yang mengandung Tramadol, Triheksifenidil, Klorpromazin,
Amitriptilin dan/atau Haloperidol.

Pengelolaan Obat-Obat Tertentu Di :


Bab I. Industri Farmasi
Catatan terkait pemasukan dan pengeluaran bahan obat dan Obat- Obat Tertentu sekurang-
kurangnya mencantumkan:
a. nama, bentuk dan kekuatan sediaan
b. tanggal dan nomor dokumen serta asal penerimaan dan tujuan penyaluran
c. jumlah yang diterima, digunakan/diproduksi dan disalurkan
d. jumlah (sisa) persediaan
e. nomor bets dan tanggal daluwarsa setiap penerimaan dan penyaluran
f. paraf atau identitas personil yang ditunjuk

Laporan sebagaimana dimaksud pada butir I.2.1 meliputi:


a. Laporan pemasukan dan penggunaan bahan obat untuk produksi (Anak Lampiran
3)
b. Laporan penyaluran hasil produksi Obat-Obat Tertentu (Anak Lampiran 4)
c. Laporan pemusnahan (Anak Lampiran 7);
d. Laporan penarikan kembali obat dari peredaran (jika terjadi);
e. Laporan kehilangan bahan obat atau Obat-Obat Tertentu beserta laporan hasil
investigasi (jika terjadi).

Bab II. Pedagang Besar Farmasi


Apoteker Penanggung Jawab wajib membuat dan menyimpan catatan serta mengirimkan
laporan.

Catatan sebagaimana dimaksud pada butir G.1 sekurangkurangnya memuat:


a. Nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis
b. kemasan, nomor bets, tanggal daluwarsa, dan nama produsen
c. Jumlah yang diterima, diserahkan, dan sisa persediaan;
d. Tujuan penyaluran.

PBF wajib melakukan pelaporan penyaluran obat/bahan obat


tertentu sebagai berikut:
a. Laporan pemasukan dan penyaluran bahan obat tertentu (Anak Lampiran 5) wajib
disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya kepada
Kepala Badan POM c.q. Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif)
b. Laporan pemasukan dan penyaluran Obat-Obat Tertentu (Anak Lampiran 6)
wajib disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya kepada
Kepala Badan POM c.q. Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif)
c. Laporan pemusnahan, wajib disampaikan setiap kali kejadian kepada Kepala
Badan c.q. Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif dengan
tembusan Dinas Kesehatan Propinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta
Balai Besar/Balai POM setempat paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah
pemusnahan (Anak Lampiran 7).
d. Laporan kehilangan, wajib disampaikan setiap kali kejadian kepada Kepala Badan
c.q. Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif dengan
tembusan Kepala Balai Besar/Balai POM setempat paling lambat 5 (lima) hari
kerja setelah terjadinya kehilangan sedangkan laporan hasil investigasi paling
lambat 1 (satu) bulan sejak kejadian.

Bab III. Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik
Pencatatan sebagaimana dimaksud pada butir F.1 sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, nomor bets,
tanggal daluwarsa, dan nama produsen
b. Jumlah yang diterima, diserahkan, dan sisa persediaan;
c. Tujuan penyerahan.
Contoh format dokumen pencatatan:
 Importir
Formulir pendaftaran sebagai pemohon

CONTOH FORMAT PERMOHONAN


PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013
TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PERMOHONAN ANALISA HASIL PENGAWASAN DALAM RANGKA IMPOR
DAN EKSPOR NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI

DOKUMEN PENDUKUNG YANG HARUS DISERTAKAN DALAM PERMOHONAN ANALISA HASIL PENGAWASAN
UNTUK KEPERLUAN IMPOR DENGAN TUJUAN KEPENTINGAN PELAYANAN KESEHATAN

NO DOKUMEN PENDUKUNG PEMOHO


N AHP
A* B* C*
1 Surat pernyataan belum pernah melakukan impor Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi atau SPI V V V
terakhir
2 Laporan realisasi impor terakhir **) V V V
3 Laporan realisasi penggunaan periode 1(satu) tahun sebelumnya dan pada tahun berjalan **) V
4 Laporan realisasi penggunaan dari pengguna akhir untuk periode 1 (satu) tahun sebelumnya dan pada tahun V V
berjalan **)
5 Rencana kebutuhan tahunan periode tahun berjalan dan 1 (satu) tahun kedepan yang ditandatangani oleh V
apoteker penanggung jawab produksi
6 Rencana kebutuhan tahunan dari pengguna akhir untuk periode tahun berjalan dan 1 (satu) tahun kedepan yang V V
ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab produksi
7 Rencana kebutuhan untuk pengembangan produk yang ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab produksi V V V
di industri farmasi atau pengguna akhir, bila impor dalam rangka pengembangan obat
8 Rencana kebutuhan baku pembanding yang ditanda tangani oleh apoteker penanggung jawab produksi, bila V V V
impor berupa baku pembanding
9 Surat pesanan (purchasing order) dari industri farmasi sebagai pengguna akhir V V
10 Surat pesanan (purchasing order) kepada eksportir di negara pengekspor V V V
11 Persetujuan Izin Edar, jika bahan baku, produk antara atau produk ruahan, yang akan diimpor akan diolah oleh V V V
Industri Farmasi menjadi obat yang akan diedarkan di Indonesia
12 Persetujuan Impor dalam Bentuk Ruahan, jika produk ruahan yang akan diimpor akan diolah oleh Industri V V V
Farmasi menjadi obat yang akan diedarkan di Indonesia
13 Surat Persetujuan Impor Khusus Ekspor, jika produk yang diimpor tidak akan diedarkan di Indonesia V V V
14 Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik yang dimiliki oleh Industri Farmasi atau penguna akhir V V V
15 Surat keterangan dari Badan POM tentang Persetujuan Penggunaan Bahan Baku dan atau Baku Pembanding V V V
untuk keperluan pengembangan Produk
**) :Bila belum pernah melakukan Impor Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi, maka dokumen pendukung tidak dipersyaratkan.
A* :PBF milik negara berizin khusus sebagai importir Narkotika
B* :IP Psikotropika dan atau IP Prekursor Farmasi
C* :IT Psikotropika dan atau IT Prekursor Farmasi
DOKUMEN PENDUKUNG YANG HARUS DISERTAKAN DALAM PERMOHONAN ANALISA HASIL PENGAWASAN
UNTUK KEPERLUAN EKSPOR
N DOKUMEN PENDUKUNG PEMOHO
O N AHP
A* B* C*
1 Surat pernyataan belum pernah melakukan Ekspor Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi atau SPE V V V
terakhir
2 Laporan realisasi ekspor periode 1 (satu) tahun sebelumnya dan pada tahun berjalan ***) V V V
3 Rencana ekspor selama 1 (satu) tahun yang ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab produksi dari industri V V V
farmasi
4 SPI dari negara pengimpor **) V V V
5 Surat pesanan (purchasing order) dari importir V V V
6 Persetujuan Khusus Ekspor V V V
7 Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik yang dimiliki oleh Industri Farmasi V V V
**) :Negara pengimpor yang tidak mempersyaratkan SPI, maka dokumen pendukung tidak dipersyaratkan
***) :Bila belum pernah melakukan Ekspor Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi, maka dokumen pendukung tidak
dipersyaratkan.
A* :PBF milik negara berizin khusus sebagai eksportir Narkotika
B* :EP Psikotropika dan atau EP Prekursor Farmasi
C* :ET Psikotropika dan atau ET Prekursor Farmasi
DOKUMEN PENDUKUNG YANG HARUS DISERTAKAN DALAM PERMOHONAN ANALISA HASIL PENGAWASAN
UNTUK KEPERLUAN IMPOR DENGAN TUJUAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI,
REAGENSIA, DIAGNOSTIK, DAN REAGENSIA LABORATORIUM
N DOKUMEN PENDUKUNG PEMOHO
O N AHP
A* C* D*
1 Surat pernyataan belum pernah melakukan Impor Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi atau SPI V V V
terakhir
2 Laporan realisasi impor terakhir **) V V V
3 Laporan realisasi penggunaan periode 1 (satu) tahun sebelumnya dan pada tahun berjalan **) V
4 Laporan realisasi penggunaan dari pengguna akhir untuk periode 1 (satu) tahun sebelumnya dan pada tahun V V
berjalan **)
5 Rencana kebutuhan tahunan periode tahun berjalan dan 1 (satu) tahun kedepan yang ditandatangani oleh apoteker V
penanggung jawab lembaga ilmu pengetahuan
6 Rencana kebutuhan tahunan dari pengguna akhir untuk periode tahun berjalan dan 1 (satu) tahun kedepan yang V V
ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab lembaga ilmu pengetahuan
7 Surat pesanan (purchasing order) dari lembaga ilmu pengetahuan sebagai pengguna akhir V V
8 Surat pesanan (purchasing order) kepada eksportir di negara pengekspor V V V
9 Protokol penelitian untuk keperluan penelitian, jika untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan dan V V V
teknologi
**) :Bila belum pernah melakukan Impor Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor Farmasi, maka dokumen pendukung tidak dipersyaratkan.
A* :PBF milik negara berizin khusus sebagai importir Narkotika
C* :IT Psikotropika dan atau IT Prekursor Farmasi
D* :Lembaga Ilmu Pengetahuan
ALUR SPE / SPI NARKOTIKA
 Pabrik

PBF
 Sarana Pelayanan
 Untuk Pelaporan

 PBF
 Sarana Pelayanan

Anda mungkin juga menyukai