Anda di halaman 1dari 14

TUGAS RADIOLOGI

KELAINAN JANTUNG KONGENITAL

( ASD, VSD, PDA dan Tetralogi of Fallot )

MARLIA ALIEF RACHMAWATI

NIM. 6130014044

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2016 – 2017
1. ASD
a. Definisi
suatu lubang pada dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas
(atrium kiri dan atrium kanan). Kelainan jantung ini mirip seperti VSD, tetapi
letak kebocoran di septum antara serambi kiri dan kanan. (Moons, Philip,
2008).
b. Epidemiologi
Prevalensi kejadian ASD 1:1500 kelahiran. Defek ini meliputi 7-10% dari
seluruh insiden penyakit jantung bawaan dengan rasio perbandingan penderita
perempuan dan laki-laki 2:1 (Moons, Philip, 2008).
Tipe ASD meliputi sekundum 50-70%, primum 15-30%, sinus venosus 10%,
coronary sinus sangat jarang terjadi (Moons, Philip, 2008).
c. Patofisiologi
Darah yang mengandung oksigendari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan
tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melaluidefek tersebut merupakan suatu
proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut.Normalnya setelah bayi
lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikelkiri yang
menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga
berakibatvolume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat.
Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus
meningkat shunt dari kiri kekanan biasa berkurang. Pada suatu saat sindroma
Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah
berat. (Moons, Philip, 2008).
d. Manifestasi Klinis
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut :

1. Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)


2. Tidak memiliki nafsu makan yang baik
3. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
4. Berat badan yang sulit bertambah
Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :

1. Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah


2. Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas
3. Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
4. Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat.(Layangol,2008)
e. Radiologi

Dengan mengunakan ekokardiografi trastorakal (ETT) dan Doppler


berwarna dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan
ventrikel kanan, keterlibatan katub mitral misalnya proplaps yang memang
sering terjadi pada ASD.
Ekokardiografi transesofageal (ETE) dapat dilakukan pengukuran
besar defek secara presisi sehingga dapat membantu dalam tindakan
penutupan ASD perkutan, juga kelaina yang menyertai.
1. Kardiomegali dengan tanda – tanda pembesaran atrium kanan dan ventrikel
kanan.
2. Arteri pulmonal tampak prominen dan terdapat gambaran peningkatan
vaskuler paru (Boesta, 2010)
2. VSD
Kelainan jantung bawaan (kongenital) berupa terdapatnya lubang pada septum
interventrikuler yang menyebabkan adanya hubungan aliran darah antara
ventrikel kanan dan kiri (Kapoor,2008)

a. Epidemiologi
Defek Sekat Ventrikel (Ventricular Septal Defect/VSD) merupakan kelainan
jantung kongenital terbanyak. Kejadiannya sekitar 20-30 % dari kelainan jantung
kongenital. Telah dilaporkan adanya peningkatan insidensi kelainan ini dari 1,35
4/1000 kelahiran hidup menjadi kelahiran hidup , bahkan melaporkan insidensi
VSD sampai 47,4/1000 kelahiran hidup (linde,2011)

b. Patofisiologi
Defek septum ventricular ditandai dengan adanya hubungan septal yang
memungkinkan darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri ke
kanan. Diameter defek ini bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm. Perubahan fisiologi yang
terjadi tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningklatkan aliran darah
kaya oksigen melalui defek tersebut ke ventrikel kanan. Volume darah yang
meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya dipenuhi darah, dan dapat
menyebabkan naiknya tahanan vascular pulmoner.Jika tahanan pulmoner ini
besar, tekanan ventrikel kanan meningkat, menyebabkan piarau terbalik,
mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel kanan ke kiri, menyebabkan
sianosis. (Kapoor,2008)

c. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala pada anak yang menderitanya, yaitu; nafas cepat, berkeringat
banyak dan tidak kuat menghisap susu. Apabila dibiarkan pertumbuhan anak
akan terganggu dan sering menderita batuk disertai demam.
sering menyebabkan gagal jantung pada umur antara 1-3 bulan, penderita
menderita infeksi paru dan radang paru. Kenaikan berat badan lambat. Kadang-
kadang anak kelihatan sedikit sianosis (Kapoor,2008)

d. Radiologi

Pada foto thoraks dapat ditemukan bayangan jantung oval seperti telur, bagian
basal ramping (posisi aorta dan arteri pulmonalis yang antero-posterior), dengan
vaskularisasi paru pletora (Moons, Philip, 2008).
3. PDA

tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan


dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam
arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Moons, philip, 2008)

a. Epidemiologi

Diperkirakan insiden PDA di Korea sekitar 0.02% - 0.04% pada bayi cukup
bulan.Pada bayi kurang bulan terjadi sekitar 20%-60% pada hari ketiga
kehidupan.PDA terjadi sekitar 6%-11% dari semua penyakit jantung bawaan
(Moons, Philip, 2008).

Bayi kurang bulan dengan severe respiratory distress memiliki insiden sekitar
65% yang menderita PDA lebih dari empat hari setelah kelahiran.Namun
diantaranya, penutupan spontan dapat juga terjadi selama periode neonatus. 67%
bayi dengan berat badan lahir 1000dan 1500 gram, DA nya akan menutup secara
spontan dalam tujuh hari setelah kelahiran (94% menutup setelah keluar rumah
sakit). Diantara bayi dengan berat bayi lahir sangat rendah (Moons, Philip, 2008)

b. Patofisiologi

Derajat beratnya pirau kiri – kenan ditentukan oleh besarnya defek.


Kecuali pada yang non restriktif, pirau ditentukan oleh perbedaan relatif tahanan
antara sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru.

Peningkatan tekanan di atium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan
dapat memicu terjadinya pirau kiri ke kanan tambahan dari foramen ovale yang
teregang/ terbuka (stretched foramen ovale).

Pada saat janin/fetus, plasenta adalah sumber prostaglandin utama. Setelah


lahir, plasenta tidak ada. Paru-paru merupakan tempat metabolisme prostaglandin.
Dengan hilangnya plasenta, ditambah dengan semakin matangnya fungsi paru,
maka kadar prostaglandin neonatus akan segera menurun. Maka duktus akan
mulai menutup secara fungsional (konstriksi) dimulai dari sisi pulmonal.
Penutupan duktus ini dipengaruhi oleh kadar PaO2 ateri, prostaglandin,
thromboksan.

Pada neonatus preterm, penutupan duktus terjadi lambat, karena


metabolisme/degradasi prostaglandin tidak sempurna disebabkan oleh fungsi paru
yang belum matang, dan sensitivitas terhadap duktus meningkat. Respons duktus
terhadap oksigen juga tidak baik. Sementara itu, dengan bertambahnnya umur,
tahanan vaskular paru akan menurun, maka pirau kiri ke kanan akan bertambah,
sehingga muncullah gejala.

Pada usia 2 minggu, duktus akan menutup secara anatomi dengan


terjadinya perubahan degeneratif dan timbulnya jaringan fibrotik, berubah
menjadi ligamentum arteriosum. (Layangol,2008)

c. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh


masalah-masalah lain dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-
tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir.
Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar
dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF)

1. Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung

2. Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata


terdengar di tepi sternum kiri atas)

3. Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-
loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)

4. Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik

5. Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.


6. Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah

7. Apnea

8. Tachypnea

9. Nasal flaring

10. Retraksi dada

11. Hipoksemia

12. Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru).


(Layangol,2008)

d. Radiologi

Pada simpel PDA gambaran radiografi tergantung pada ukuran


defeknya.Jika defeknya kecil biasanya jantung tidak tampak membesar.Jika
defeknya besar kedua atrium kiri dan ventrikel kiri juga tampak membesar
(Linde, 2011).

Pada pemeriksaan ekokardiografi dapat melihat visualisasi secara


langsung dari duktus tersebut dan dapat mengkonfirmasi secara langsung
drajat dari defek tersebut.Pada bayi kurang bulan dengan suspek PDA dapat
dilihat dari ekokardiografi untuk mengkonfirmasi diagnosis.Mendeteksi jika
sudah terjadi shunt dari kiri ke kanan (Linde, 2011).
4. Tetralogy of Fallot
Tetralogi Fallot merupakan kelainan yang terdiri dari kombinasi 4 komponen
uakni defek septum ventrikel, over-riding aorta, stenosis pulmonal, serta
hipertensi ventrikel kanan (Bernstein, Daniel. 2007)
a. Epidemiologi
Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang banyak
ditemukan yakni berkisar 7-10% dari seluruh penyakit jantung bawaan
(Bernstein, Daniel. 2007).
b. Patofisiologi

Mulai akhir minggu ketiga sampai minggu keempat kehidupan


intrauterine, trunkus arteriosus terbagi menjadi aorta dan arteri
pulmonalis. Pembagian berlangsung sedemikian, sehingga terjadi
perputaran seperti spiral, dan akhirnya aorta akan berasal dari
posterolateral sedangkan pangkal arteri pulmonalis terletak antero-
medial. Septum yang membagi trunkus menjadi aorta dan arteri
pulmonalis kelak akan bersama sama dengan endokardial cushion serta
bagian membrane septum ventrikel, menutup foramen interventrikel.
Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kanan dan kiri terjadi
antara minggu ke 4 dan minggu ke 8 (Maramis, 2014).

Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta


yang abnormal (over riding), timbulnya infundibulum yang berlebihan
pada jalan keluar ventrikel kanan, serta terdapatnya defek septum
ventrikel karena septum dari trunkus yang gagal berpartisipasi dalam
penutupan foramen interventrikel. Dengan demikian dalam bentuknya
yang klasik, akan terdapat 4 kelainan, yaitu defek septum ventrikel yang
besar, stenosis infundibular, dekstroposisi pangkal aorta dan hipertrofi
ventrikel kanan (Maramis, 2014).
Kelainan anatomi ini bervariasi luas, sehingga menyebabkan
luasnya variasi patofisiologi penyakit. Secara anatomis tetralogi fallot
terdiri dari septum ventrikel subaortik yang besar dan stenosis pulmonal
infundibular. Terdapatnya dekstroposisi aorta dan hipertrofi ventrikel
kanan adalah akibat dari kedua kelainan terdahulu. Derajat hipertrofi
ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat stenosis pulmonal.
Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya infundibular, pada 10-25%
kasus kombinasi infundibular dan valvular, dan 10% kasus hanya
stenosis valvular. Selebihnya ialah stenosis pulmonal perifer (Maramis,
2014).

Dekstroposisi pangkal aorta (overriding aorta) bukan merupakan


condition sine qua non untuk penyakit ini. Hubungan letak aorta dan
arteri pulmonalis masih di tempat yang normal, over riding aorta terjadi
karena pangkal aorta berpindah kearah anterior mengarah ke septum.
Derajat over riding ini lebih mudah ditentukan secara angiografis
daripada waktu pembedahan atau autopsy. Klasifikasi over riding
menurut Kjellberg (Maramis, 2014):

1. Tidak terdapat over riding aorta bila sumbu aorta desenden


mengarah ke belakang ventrikel kiri

2. Pada over riding 25% sumbu aorta ascenden kea rah ventrikel
sehingga lebih kurang 25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel
kanan

3. Pada over riding 50% sumbu aorta mengarah ke septum sehingga


50% orifisium aorta menghadap ventrikel kanan

4. Pada over riding 75% sumbu aorta asdenden mengarah ke depan


ventrikel kanan, septum sering berbentuk konveks ke arah ventrikel
kiri, aorta sangat melebar, sedangkan ventrikel kanan berongga
sempit

Derajat over riding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan
derajat stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri. Juga sangat
menentukan sikap pada waktu pembedahan. Arkus aorta yang berada di
sebelah kanan disertai knob aorta dan aorta descenden di kanan terdapat
pada 25% kasus. Pada keadaan ini arteria subklavia kiri yang berpangkal
di hemithorax kanan biasanya menyilang di depan esophagus, kadang
disertai arkus ganda. Pada tetralogi fallot dapat terjadi kelainan arteri
koronaria. Arteri koronaria yang letaknya tidak normal ini bila terpotong
waktu operasi dapat berakibat fatal. Sirkulasi kolateral di paru pada
tetralogi fallot yang terbentuk tergantung pada kurangnya aliran darah
ke paru. Pembuluh kolateral berasal dari cabang cabang arteria
bronkialis. Pada keadaan tertentu jumlah kolateral sedemikian hebat
sehingga menyulitkan tindakan bedah. Pembuluh kolateral tersebut
harus diikat sebelum dilakukan pintasan kardiopulmonal (Maramis,
2014).

Pengembalian vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan


berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan
menghadapi stenosis pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati
cacat septum ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya terjadi ketidak
jenuhan darah arteri dan sianosis menetap. Aliran darah paru paru, jika
dibatasi hebat oleh obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, dapat
memperoleh pertambahan dari sirkulasi kolateral bronkus dan kadang
dari duktus arteriosus menetap (Maramis, 2014).

c. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis sering khas. Karena aorta menerima darah yang kaya oksigen
dari ventrikel kiri dan yang tanpa oksigen dari ventrikel kanan, maka terjadilah
sianosis. Stenosis pulmonalis membatasi aliran darah dari ventrikel kanan ke
dalam paru-paru dan apabila ini berat, untuk kelangsungan hidupnya hanya
mungkin apabila duktus arteriosus tetap terbuka. Bising sistolik diakibatkan baik
oleh defek septum ventrikuler atau, bila berat, stenosis pulmonalis. Seperti juga
pada seluruh penderita yang hipoksia, konsentrasi hemoglobin menunjukkan
kenaikan. Gagal jantung kanan tidak dapat dihindari dan endokarditis bakterialis
akan terjadi. Anak yang menderita dispnea akibat tetralogi fallot kadang-kadang
mempunyai posisi tubuh yang khas akibat penyesuaian, dimana kedua kaki
diletakkan berdekatan dengan sendi paha, atau duduk dengan posisi “kaki-dada”.
Keadaan ini akan meningkatkan aliran balik vena dari tungkai bawah atau, lebih
spekulatif, untuk mengurangi perfusi arteri perifer, yang karenanya akan
meningkatkan aliran melalui duktus arteriosus atau defek septum ventrikuler ke
sirkulasi sebelah kanan. Sebelum ada pengobatan operasi yang maju, sebagian
besar penderita akan meninggal dunia (Daniel Bernstein, 2015).
d. Serangan serangan dispnea paroksismal (serangan serangan anoksia
“biru”) terutama merupakan masalah selama 2 tahun pertama
kehidupan penderita. Bayi tersebut menjadi dispneis dan gelisah,
sianosis yang terjadi bertambah hebat, penderita mulai sulit bernapas
dan disusul dengan terjadinya sinkop. Serangan serangan demikian
paling sering terjadi pada pagi hari. Serangan serangan tersebut dapat
berlangsung dari beberapa menit hingga beberapa jam dan kadang
kadang berakibat fatal. Episode serangan pendek diikuti oleh
kelemahan menyeluruh dan penderita akan tertidur. Sedangkan
serangan serangan berat dapat berkembang menuju ketidaksadaran dan
kadang kadang menuju kejang kejang atau hemiparesis. Awitan
serangan biasanya terjadi secara spontan dan tidak terduga. Serangan
yang terjadi itu mempunyai kaitan dengan penurunan aliran darah
pulmonal yang memang mengalami gangguan sebelumnya, yang
berakibat terjadinya hipoksia dan asidosis metabolis (Moons, Philip,
2008).
e. Radiologi
Pada foto thoraks didapatkan adanya bentukan “boot shape”. Pada
pemeriksaan ekokardiografi didapatkan adanya dilatasi aorta, overriding aorta
dengan dilatasi ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis &
penurunan aliran darah ke paru-paru (Linde, 2011).

 Ekokardiografi :
− VSD subaortik/ subarterial besar, kebanyakan pirau kanan ke kiri
− Hipertrofi ventrikel kanan.
− Penting diukur a.pulmonalis kanan dan kiri
DAFTAR PUSTAKA

Bernstein, Daniel. 2007. The Cardiovascular System. Dalam: Kliegman, Robert M.


et al. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics 18th Edition.SaundersElsevier,
Philadelphia: 1828 – 1928

Kapoor, Rashmi. Gupta, Shipra. 2008. Prevalence of Congenital Heart Disease,


Kanpur, India. Indian Pediatrics 45: 309 – 311.

Layangool T, Kirawittaya T, Sangtawesin C, Kojaranjit V, Makarapong P,


Pechdamrongsakul A, Intasorn Y, Noisang P. Natural Aortic Valve
Complications of Ventricular Septal Defect: A Prospective Cohort Study. J
Med Assoc Thai. 2008;91(Suppl 3): S53.

Linde, DvD, Elisabeth EMK, Maarten AS, Maarten W, Willem AH. Birth Prevalence
of Congenital Heart Disease Worldwide. American Collegeof
Cardiology.2011;58(21):2241-7

Maramis, P. P., Kaunang, E. D. & Rompis, J., 2014. Hubungan Penyakit Jantung
Bawaan dengan Status Gizi pada Anak di RSUP DR. R. D. Kandou
Manado Tahun 2009-2013.Jurnal e-Clinic, Volume 2.

Moons, Philip. Sluysmans, Thierry. Wolf, Daniel De. Massin,Martin. Suys, Bert.
Benatar, Abraham. Geweillig, Marc. 2008. Congenital Heart Disease in111
225 Births in Belgium: Birth Prevalence, Treatment and Survival in the 21st
Century. Acta Pædiatrica: 1 – 6.

Anda mungkin juga menyukai