UU Tentag Aborsi
UU Tentag Aborsi
HR 12 April 1898
Untuk pengguguran yang dapat dihukum vide pasal-pasal 346-348 KUHP diisyaratkan bahwa kandungan ketika perbuatan dilakukan masih hidup dan adalah tidak perlu
bahwa kandungan itu mati karena pengguguran.
Keadaan bahwa anak itu lahir hidup, tidak menghalangi bahwa kejahatan telah selesai dilakukan. Undang-undang tidak membedakan anatara tingkat kehidupan
kandungan yang jauh atau kecil, akan tetapi mengancam dengan hukuman pengguguran yang tidak tepat.
HR 29 Juli 1907
Diisyaratkan bahwa kandungannya hidup dan bahwa pelaku dengan sengaja hendak menggugurkan kandungan itu. Kesengajaan itu haru s dianggap ada, apabila
kandungan pada saat kehamilan hidup dan pelaku dikuasai oleh dugaan bahwa demikian halnya.
HR 20 Desember 1943
Dari bukti-bukti yang dipakai oleh Hakim dalam keputusannya harus dapat disimpulkan bahwa wanita itu mengandung kandungan yang hidup dan bahwa terdakwa
mempunyai niat dengan sengaja hendak menyebabkan pengguguran dan kematiannya.
HR 27 April 1925
Barangsiapa melakukan tindakan-tindakan yang langsung berakibat bahwa seorang wanita diobati, telah menyuruh obati wanita itu. Tidak perduli apakah itu dilakukan
dengan bantuan pihak ketiga.
HR 11 Januari 1932
Dalam pengertian “mengobati” tidak saja meliputi perbuatan yang diselesaikan, akan tetapi juga meliputi sejumlah kejadian, yang menunjukkan bahwa pengobatan sudah
dimulai.
HR 31 Mei 1936
“Mengobati” meliputi pemberian nasihat dan obat ; i.c. dengan menunjuk pada aturan pakai yang terdapat pada obat yang dibeli.
HR 27 April 1942
Untuk dapat dipidana adalah perlu bahwa kemungkinan gugurnya kandungan sebagai akibat pengobatan difahami oleh wanita itu.
HR 22 Juni 1942
Tidak diisyaratkan bahwa dengan pengobatan kandungan akan dapat gugur.
HR 20 Juni 1950
Tidak perlu dipersoalkan apakah wanita mengandung atau tidak dan apakah wanita itu mengetahuinya atau tidak.
HR 18 Desember 1936
Barangsiapa berbuat dengan tujuan memperoleh keuntungan, bertindak untuk mencari keuntungan, meskipun keuntungan itu ia tidak langsung memperolehnya.
Seorang pedagang keliling yang menjual barang sesuatu, sedangkan harga jualnya diserahkan kepada majikannya, bertindak untuk mencari keuntungan, apabila
penjualan itu secara langsung atau tidak memberi keuntungan kepadanya.
HR 11 Januari 1932
Barangsiapa memberitahu kepada seorang abortir alamat seorang wanita dengan menerangkan bahwa wanita tersebut ingin menggugur kan kandungannya, telah
membujuk kejahatan ini dengan cara memberi keterangan-keterangan.
S.R, Sianturi, SH (Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya), Alumni AHEM-
PETEHAEM, cet. Ke-2, 1989, hal. 497-501, 252-254.
Pasal 346 KUHP
Subjeknya adalah seorang wanita yang hamil atau yang sedang mengandung. Tidak dipersoalkan apakah wanita itu mempunyai suami yang sah atau tidak. Dari judul Bab.
XIX Kejahatan Terhadap Jiwa, berarti bahwa yang di dalam kandungan itu adalah yang sudah mempunyai jiwa atau lebih tepat adal ah yang masih hidup. Juga tidak
dipersoalkan siapa yang yang membuat wanita itu hamil, apakah suaminya atau bukan suaminya, bahkan apakah oleh “tabung” (teknologi modern).
Wanita pelaku dari kejahatan ini dapat berupa pelaku-tunggal dan dapat juga sebagai pelaku dalam rangka penyertaan sebagaimana harus ditafsirkan dari perumusan :
“….. atau menyuruh orang lain”. Dalam hal terakhir ini wanita tersebut dapat berupa : penyuruh, pelaku-peserta, pelaku-penggerak atau pelaku utama dimana yang lain
itu berturut-turut berupa : yang disuruh, pelaku peserta, yang digerakkan atau pembantu. Apabila terhadap wanita itu diterapkan Pasal 346, maka kepada yang disuruh
itu (kecuali jika sama sekali tiada kesalahan padanya) diterapkan Pasal 348. Ancaman pidana bagi mereka ditentukan lebih berat. Bagi (para) pemba ntu sebagaimana
dimaksudkan pada Pasal 56, kecuali jika ia seorang dokter, bidan atau tukang obat, diterapkan Pasal 346 jo Pasal 56. Bagi dokter, bidan atau tukang obat tersebut
diterapkan Pasal 349.
Kesengajaan, meliputi semua unsur yang ada dibelakangnya. Berarti ia menyadari tindakannya yaitu cara-cara yang dilakukan untuk pengguguran atau pematian
kandungan tersebut. Namun bagi seseorang lain yang disuruh, diminta atau digerakkan (uitlokt) untuk menggugurkan / mematikan kandungan tersebut, orang lain itu
tidak perlu harus mengetahui sebelumnya bahwa kandungan itu masih hidup, namun harus terbukti (oleh penuntut umum / hakim) bahwa kandungan itu masih hidup
sebelumnya.
tindakan menggugurkan kandungan atau mematikan kandungan harus dipandang sebagai senafas. Dengan demikian, menggugurkan kandu ngan harus dibaca dengan
menggugurkan kandungan yang hidup. Yang dimaksud dengan menggugurkan di sini adalah mengeluarkan dengan paksa (abortus provocatus). Karenanya kejahatan
ini disebut sebagai “abortus provocatus criminalus”. Apabila kandungan itu setelah dipaksa keluar dan pada saat keluar itu masih hidup, juga dicakup oleh pasal ini.
Dengan perkataan lain, hidup atau mati kandungan itu setelah dipaksa keluar (yang tadinya sebelum dipaksa keluar masih hidup) termasuk cakupan pasal ini.
Sedangkan yang dimaksud dengan mematikan kandungan ialah kandungan itu dimatikan ketika masih dalam tubuh wanita itu. Dan untuk itu tidak dipersoalkan
bagaimana cara mematikannya.
Mengeluarkan kandungan yang sudah mati bukan suatu kejahatan. Bahkan demi keselamatan wanita tersebut, kandungan yang sudah mati harus dikeluarkan. Demikian
pula, apabila demi kesehatan wanita-hamil berdasarkan ilmu kesehatan maka pengguguran kandungan yang masih hidup tidak merupakan tindak pidana. Ini adalah
suatu pengecualian demi kepentingan wanita tersebut. Suatu ilustrasi, apabila karena suatu kehamilan seorang wanita menjadi histeris bahkan dikhawatirkan akan gila,
apabila dokter menyarankan dan melakukan pengguguran demi kepentingan / kesehatan wanita tersebut, maka tindakan dokter terse but dapat dibenarkan / tidak
bersifat melawan hukum.
Subjeknya di sini adalah barangsiapa. Berarti siapa saja, tetapi tentunya bukan wanita-hamil itu sendiri. Karena apabila wanita-hamil itu sendiri yang mematikan
kandungannya tanpa persetujuannya, dapat dibayangkan bahwa ia berada di bawah pengaruh daya paksa. Karenanya wanita tersebut dapat berlindung pada Pasal
48. Dalam hal ini justru sipemaksa itulah yang harus dipandang sebagai pelaku.
Subjeknya di sini adalah barangsiapa, tetapi dalam hal ini tidak termasuk wanita-hamil itu sendiri. Karena jika ia sendiri yang melakukan, terhadapnya diterapkan Pasal 346
yang maksimum ancaman pidanya lebih ringan. Jelas terlihat dibedakan antara wanita hamil itu sendiri sebagai pelaku dan orang lain sebagai pelaku kendati atas
persetujuan wanita itu sendiri.
Dalam rangka penerapan Pasal 348 perlu diperhatikan, bahwa jika wanita itu memberikan persetujuannya, sama saja dengan bahwa wanita tersebut telah melakukan
Pasal 346.
Subjeknya adalah dokter, bidan atau tukang obat. Mereka ini adalah subjek khusus.
Delik ini adalah delik-sengaja yang dengan tegas dicantumkan di awal perumusan delik ini. Dalam hal ini yang disadari / dikehendaki sipetindak ialah bahwa ia
melakukan pengobatan atau menyuruh supaya diobati. Demikian juga sipetindak mengetahui bahwa objek tersebut adalah seorang wanita. Selanjutnya dia menyadari
pula bahwa ia memberitahukan sesuatu atau menimbulkan sesuatu pengharapan kepada wanita itu, bahwa suatu kehamilan dapat digu gurkan oleh pengobatan itu.
Namun apakah obat/alat/usaha itu dapat / tidak menggugurkan suatu kehamilan, demikian pula apakah wanita itu benar-benar hamil / tidak, tidak dipersyaratkan untuk
diketahuinya.
Dan justru logika dari pengadaan pasal ini adalah terutama untuk menampung kesulitan pembuktian adanya kehamilan tersebut atau setidak-tidaknya apakah yang
dikandung itu sudah menjadi janin atau belum. Dan justru karena itulah mengapa Pasal 299 ini ditempatkan di bawah judul BAB KEJAHATAN TERHADAP
KESUSILAAN di KUHP. Dalam hal wanita itu sudah hamil atau kandungannya sudah menjadi janin, maka pasal yang lebih tepat diterapkan adalah Pasal 346.
Dalam penerapan pasal ini, mungkin wanita itu sudah hamil, tetapi baru 1 atau 2 bulan, atau kandungannya itu belum merupakan janin, atau mungkin juga hanya
perasaannya sudah hamil padahal sebenarnya tidak (terlambat menstruasi).
Yang dimaksud dengan mengobati (in behandeling nemen) ialah melakukan suatu perbuatan terhadap wanita itu ataupun memberikan suatu obat atau alat dan bahkan
juga memberikan suatu saran kepada wanita itu dengan memberitahukan bahwa karenanya kehamilan itu dapat digugurkan, atau karena perbuatan, obat atau saran
itu timbul pengharapan kepada wanita itu bahwa kehamilannya akan digugurkan karenanya. Suatu perbuatan misalnya : memijit-mijit / mengurut-urut atau merogoh
kandungan kandungan wanita itu. Pemberian obat misalnya : meminumkan alcohol, ragi, dls yang membuat panas rahim wanita itu sehingga keguguran. Memberikan
saran misalnya : menyuruh wanita itu pada saat-saat tertentu jungkir-balik, atau melakukan pekerjaan tertentu, sehingga akan terjadi keguguran.
Yang dimaksud dengan menyuruh supaya diobati (eene behandeling doen ondergaan) ialah menyuruh wanita itu sendiri atau menyuruh orang ketiga untuk melakukan
pengobatan tersebut. Dalam hal ini terjadi penyertaan yang harus diteliti bentuk penyertaan itu sebagaimana diatur pada Pasal 55. Dalam hal wanita itu sendiri yang
disuruh di mana justru si wanita yang dilindungi oleh pasal ini, maka hanya sipenyuruh itulah yang dipertanggungjawabkan pi dana. Jika yang disuruh itu orang ketiga,
maka dapat terjadi bentuk pelaku-peserta (medeplegen) atau penggerakan (uitlokking).
Untuk penerapan pasal ini, tidak dipersyaratkan bahwa obat / alat itu mujarab atau berhasil, atau juga tidak dipersyaratkan bahwa benar-benar terjadi keguguran /
pengguguran jika wanita itu sudah mengandung. Bahkan juga tidak dipersyaratkan apakah wanita itu benar hamil atau merasa hamil.
Dalam pengertian menarik / mencari keuntungan di sini, termasuk juga jika sipetindak tidak secara langsung memetik suatu keuntungan melainkan menangguhkannya
pada waktu / saat yang tepat. Untuk hal ini tentunya harus dapat dibuktikan keinginan dari sipetindak itu yang juga dirasakan / dimengerti oleh si objek.
Bahwa dikatakan sebagai pencarian (beroep), jika pada dasarnya ia menggantungkan penghidupannya pada pekerjaan mengobati seorang wanita dengan
memberitahukan atau menimbulkan pengharapan bahwa karenanya kehamilan dapat digugurkan. Dan dikatakan sebagai kebiasaan jika untuk melakukan
penghubungan-percabulan itu sudah tidak asing lagi baginya.
Yang termuat dalam ayat (2) merupakan keadaan-keadaan yang memberatkan ancaman pidana Sedangkan di ayat (3) merupakan kebolehan penjatuhan pidana
tambahan berupa pencabutan hak untuk melakukan pencarian/pekerjaan, jika kejahatan ini dilakukan waktu praktek-pekerjaan tersebut, misalnya dokter-swasta ketika
berpraktek di kliniknya, atau bidan-swasta ketika melakukan “penolongan”, dan lain sebagainya.
dr. Abdul Mun’im Idries (Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik), Binarupa Aksara,
Edisi pertama, 1997. Hal.244-254.
Abortus menurut pengertian secara medis ialah : gugur kandungan atau keguguran dan keguguran itu sendiri berarti berakhirnya kehamilan, sebelum fetus dapat hidup
sendiri di luar kandungan. Batasan umur kandungan 28 minggu dan berat badan fetus yang keluar kurang dari 1000 gram.
Diperkirakan 10-20% dari kehamilan akan berakhir dengan abortus, dan secara yuridis
tidak membawa implikasi apa-apa.
2. Abortus yang terjadi akibat kecelakaan.
Seorang ibu yang sedang hamil bila mengalami rudapaksa, khususnya rudapaksa di daerah perut, misalnya karena terjatuh atau tertimpa sesuatu diperutnya,
demikian pula bila ia menderita syok, akan dapat mengalami abortus ; yang biasanya disertai dengan perdarahan yang hebat. Abortus yang demikian kadang-kadang
mempunyai implikasi yuridis, perlu penyidikan akan kejadiannya.
3. Abortus provocatus medicinalis atau abortus theurapeticus
Abortus ini dilakukan semata-mata atas dasar pertimbangan medis yang tepat, tidak
ada cara lain untuk menyelamatkan nyawa si-ibu kecuali jika kandungannya digugurkan,
misalnya pada penderita kanker ganas. Abortus yang demikian kadang-kadang membawa
implikasi yuridis, perlu penyidikan dengan tuntas, khususnya bila ada kecurigaan perihal
tidak wajarnya tarif atau biaya yang diminta oleh dokter, sehingga menimbulkan
komersialisasi yang berkedok demi alasan medis.
4. Abortus provocatus criminalis atau abortus kriminalis
Jelas tindakan pengguguran kandungan di sini semata-mata untuk tujuan yang tidak
baik dan melawan hukum. Tindakan abortus yang tidak bisa dipertanggungjawabkan
secara medis, dan dilakukan hanya untuk kepentingan si-pelaku, walaupun ada
kepentingan juga dari si-ibu yang malu akan kehamilannya. Kejahatan jenis ini sulit untuk
melacaknya oleh karena kedua belah pihak menginginkan agar abortus dapat terlaksana
dengan baik (Crime without victim, walaupun sebenarnya korbannya ada yaitu bayi yang
dikandung).
Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan abortus provocatus criminalis atau abortus kriminalis yaitu : Pasal 346, 347, 348, 349 dan Pasal 299 KUHP.
Dari Pasal 346, 347, dan 348 KUHP, jelas bahwa undang-undang tidak mempersoalkan masalah umur kehamilan atau berat badan dari fetus yang akan keluar.
Sedangkan Pasal 349 dan 299 KUHP memuat ancaman hukuman untuk orang-orang tertentu yang mempunyai profesi atau pekerjaan tertentu bila mereka turut
membantu atau melakukan kejahatan seperti yang dimaksud ketiga pasal tersebut.
Terdapat berbagai metode yang sering dipergunakan dalam abotus provocatus yang perlu diketahui, oleh karena berkaitan dengan komplikasi yang terjadi dan
bermanfaat di dalam melakukan penyidikan serta pemeriksaan mayat untuk menjelaskan adanya hubungan antara tindakan abortus it u sendiri dengan kematian yang
terjadi pada si-ibu. Metode-metode yang dipergunakan biasanya disesuaikan dengan umur kehamilan, semakin tua umur kehamilan semakin tinggi resikonya, yaitu
sebagai berikut :
Pada umur kehamilan sampai dengan 4 minggu ;
keja fisik yang berlebihan,
mandi air panas,
melakukan kekerasan pada daerah perut,
pemberian obat pencahar,
pemberian obat-obatan dan bahan kimia,
“electric shocks” untuk merangsang rahim, dan
menyemprotkan cairan ke dalam liang vagina.
Pada umur kehamilan sampai dengan 8 minggu ;
pemberian obat-obatan yang merangsang otot rahim dan pencahar agar terjadi peningkatan
“menstrual flow,” dan preparat hormonal guna mengganggu keseimbangan hormonal,
penyuntikan cairan ke dalam rahim agar terjadi separasi dari placenta dan amnion, atau
menyuntikkan cairan yang mengandung karbol (carbolic acid,
menyisipkan benda asing ke dalam mulut rahim, seperti keteter atau pinsil dengan maksud
agar terjadi dilatasi mulut rahim yang berakhir dengan abortus.
Pada umur kehamilan antara 12---16 minggu ;
menusuk kandungan,
melepaskan fetus,
memasukkan pasta atau cairan sabun,
dengan instrumen ; kuret.
Akibat-akibat yang kemungkinan dapat terjadi pada abortus :
1. Fetus atau janin yang mati atau yang dirusak itu keluar tanpa menganggu kesehatan
ibu.
2. Terjadi komplikasi pada ibu ; kejang, diare, perdarahan dan kondisi kesehatan yang kritis.
3. Kematian yang berlangsung cepat, yang dimungkinkan karena terjadinya ; syok vagal,
perdarahan hebat dan emboli udara.
4. Kematian yang berlangsung lambat (dua hari atau lebih) setelah abortus, yang pada
umumnya disebabkan oleh : infeksi ginjal, infeksi umum, keracunan, syok, perdarahan
hebat dan emboli.
Penggunaan peralatan yang tidak steril yang dikerjakan oleh tenaga yang tidak terlatih serta tidak dilakukannya tindakan anestesi merupakan faktor penting yang
menyebabkan kematian. Berdasarkan saat terjadinya kematian, Simpson membagi jenis-jenis kematian pada abortus sebagai berikut :
Kematian yang segera (immediate deaths), terutama disebabkan oleh karena emboli udara
dan inhibisi vagal ; perdarahan lebih jarang dijumpai bila dibandingkan dengan kedua hal
tersebut. Inhibisi vagal dapat terjadi oleh karena korban tidak dianestesi serta intervensi
instrumen atau penyuntikan cairan secara tiba-tiba, yang mana cairan tersebut dapat
terlalu panas atau terlalu dingin.
Kematian yang lambat (delayed deaths), umumnya disebabkan karena terjadi infeksi,
khususnya infeksi oleh Clostridium welchii dan Clostridium tetani.
Untuk dapat membuktikan apakah kematian seorang wanita itu merupakan akibat dari tindakan abortus yang dilakukan atas dirinya, diperlukan petunjuk-petunjuk :
1. adanya kehamilan (umur kehamilan, bila dipakai pengertian abortus menurut pengertian
medis),
2. adanya hubungan sebab akibat antara abortus dengan kehamilan,
3. adanya hubungan antara saat dilakukannya tindakan abortus dengan saat kematian,
4.adanya barang bukti yang dipergunakan untuk melakukan abortus sesuai dengan metode
yang dipergunakan.
Budi Sampurna & Zulhasmar Samsu (Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan
Hukum – Sebuah Pengantar) Tanpa Penerbit, Maret 2003, Hal. 148-154
Kata “abortus” adalah terminologi kedokteran yang berarti berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu. Abortus dapat terjadi secara spontan dan dapat
pula terjadi dengan unsur kesengajaan (provokatus). Dunia kedokteran mengenal adanya abortus provokatus medicinalis atau therapeutikus, yaitu upaya terapeutik
yang terpaksa menggunakan cara terminasi kehamilan. Tanpa adanya alasan terapeutik, abortus provokatus dianggap sebagai abortus provokatus kriminalis atau
pengguguran kandungan sebagaimana diatur dalam pasal-pasal KUHP.
Secara tertulis KUHP memang tidak mengatur pengguguran kandungan atas pertimbangan medis. Hal ini dapat dimengerti karena KUHP kita adalah produk kolonial
yang diterbitkan tahun 1918. Pada saat tersebut pandangan dunia terhadap abortus memang masih sangat kaku. Sedemikian ketatnya hukum yang diberlakukan oleh
KUHP di bidang pengguguran kandungan ini hingga orang yang menawarkan atau mempertunjukkan cara yang dapat menggugurkan kandu ngan pun dapat diancam
hukuman (Pasal 535), apalagi bila dilakukan di depan wanita yang belum berusia 17 tahun (Pasal 283).
Pasal 15 UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan mengatakan bahwa “dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu”. Tindakan medis tersebut harus berdasarkan indikasi medis tertentu, dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu dan berdasarkan pertimbangan tim ahli, dengan persetujuan si wanita hamil atau suaminya / keluarganya, dan dilakukan pada
sarana kesehatan tertentu. Bagi pelanggarnya disediakan Pasal 80 yang mengancam dengan hukuman maksimum 15 tahun penjara dan denda maksimum 500 juta
rupiah. Adanya UU No.23 tahun 1992 ini merupakan titik terang bagi dunia kedokteran, oleh karena tindakan abortus provokatus terapeutikus yang selama ini mereka
lakukan telah memperoleh legitimasi.
Reaksi:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
▼ 2014 (110)
o ▼ Agustus (40)
Unsur Pasal 170
KUHP
Penjelasan Unsur Pasal
285 KUHP sd Pasal
289 KUHP...
Unsur Pasal 332
KUHP dengan
Penafsiran dan
Penjela...
Pasal 346 KUHP,
Unsur, Penafsiran dan
Penjelasan
Pasal 368 KUHP,
Unsur, Penafsiran dan
Penjelasan
Pasal 372 KUHP,
Unsur, Penafsiran dan
Penjelasan
Pasal 378 KUHP,
Unsur, Penafsiran dan
Penjelasan
Pasal 385 KUHP,
Unsur, Penafsiran dan
Penjelasan
Pasal 406 KUHP,
Unsur, Penafsiran dan
Penjelasan
Pasal 406 KUHP
Pasal 410 KUHP,
Unsur, Penafsiran dan
Penjelelasan...
Pasal 303 KUHP
Tindak Pidana
Perjuadian
Penjelesan Unsur
Penyertaan
(deelneming) ex.
pasa...
Penjelasan Unsur
Penyertaan
(deelneming) ex.
pasa...
Penjelasan Perbuatan
Persiapan vs Perbuatan
Pelaks...
Hal-hal Yang
Meringankan &
Memberatkan Surat
tuntu...
Mahkota Jaksa
Penuntut Umum
(Yurisprudensi Surat
D...
Persiapan Persidangan
dan Pemeriksaan
Silang
Memahami Korupsi di
Indonesia
Eksaminasi Yudisial
Rahasia dagang dijaga
kerahasiaannya oleh
pemilik ...
Desain Industri,
Tindak pidana,
Rumusan tersebut t...
Rumusan Tindak
pidana terkait Desain
Tata Letak Si...
Tindak Pidana dalam
hal Paten-Produk
Tindak pidana
menggunakan merek
yang sama keseluru...
Hak Cipta, Unsur-
unsur Pasal dan
Perbuatan melawan...
Tahapan
Penyelidikan/Penyidik
an TP Korupsi supaya
...
Contoh Putusan Pasal
170 KUHP
contoh putusan perkara
Pasal 81 ayat (1)
Undang-un...
Contoh putusan
perkara pasal 351 ayat
(1) KUHPidan...
Contoh Putusan
Perkara pasal 363 ayat
(1) Ke- 3e d...
Contoh Dakwaan
Korupsi Proyek
Pembangunan Jalan
Contoh dakwaan
Korupsi Proyek
Pembangunan Sumur
Contoh dakwaan
Korupsi Proyek
Pembangunan Sumur
Contoh dakwaan
korupsi kegiatan
sosialisasi
Contoh dakwaan
Korupsi Proyek
Pembangunan Sumur
Contoh dakwaan
Korupsi Proyek
Pembangunan Sumur
Alat bukti dalam
KUHAP
Study Kasus
Penerapan Psl 170 ayat
2 ke- 1 KUHP t...
ILEGAL LOGGING
(sekilas)
o ► September(19)
o ► Oktober (27)
o ► November(21)
o ► Desember (3)
► 2015 (49)
► 2016 (9)
► 2017 (1)
► 2018 (2)
Paris Manalu SH MH
Paris Manalu SH MH
Selama menjalankan tugas sebagai Jaksa, banyak liku-liku kehidupan yang saya jalani, terkadang kita harus berusaha tersenyum namunpun dalam menjalaninya
sangat sulit, demi kebanggaan pengabdian kepada Institusi Kejaksaan RI, dalam penyelesaian kasus terkadang banyak dilema mula i internal dan eksternal yang
membuat hukum itu jauh dari rasa keadilan yang diharapkan oleh masyarakat, satu tekatku sebagai Jaksa "idealis" berusaha untuk tetap berani menyatakan "Ya
diatas Ya, Tidak diatas Tidak" .....semoga Kejaksaan RI akan bisa seperti lembaga KPK dicintai masyarakat
Google+ Badge
Pengikut
Google Talk