Anda di halaman 1dari 31

A.

DEFINISI
a. Plasenta Previa
Plasenta Previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan
normal plasenta terletak dibagian atas uterus(fundus). Namun plasenta previa ini ada didepan
jalan lahir (prae = didepan; vias: jalan). Jadi yang dimaksud adalah plasenta yang
implantasinya tidak normal ialah rendah sekali sehingga menutupi seluruh atau sebagain
ostium internum. Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding depan atau dinding
belakang rahim didaerah fundus uteri. (Winknjosastro, 1996).
Plasenta Previa diklasifikasikan berdasarkan terabanya jaringan plasenta pembukaan
jalan lahir pada waktu tertentu, yang meliputi:
1. Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
2. Plasenta previa parsialis apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan
plasenta
3. Plasenta previa marginalis, apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan
4. Plasenta letak rendah, plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah
uterus akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta
berada kira-kira 3 atau 4cm diatas pinggir pembukaan sehingga tidak akan teraba
pada pembukaan jalan lahir.

Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomi melainkan fisiologik,
maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu umumnya plasenta previa marginalis pada
pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta praveia lateralis, pada pembukaan 5 cm begitu pula
plasenta previa totalis pada pembukaan 3cm, dapat menjadi lateralis pada pembukaan 6 cm.
Maka penetuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai
1
besarnya pembukaan misalnya plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm. (Winkjosastro,
1999).
Kejadian plasenta previa lebih sering terdapat pada multi gravidae dari pada
primigravidae dari umur yang lanjut, sebab dari plasenta previa terjadi kalu keadaaan
endometrium kurang baik mislanya karena atrofi endometrium. Bisa juga plasenta previa
disebabkan implantasi telur yang rendah. Keadaan misalnya terdapat pada : Multipara,
terutama kalau jarak antar kehamilan pendek, pada myoma uteri, curretage yang berulang-
ulang.
b. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus uteri
sebelum janin lahir, dengan masa kehamilan 22 minggu / berat janin di atas 500 gr. Solusio
plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir diberi
beragam sebutan; abruption plasenta, accidental haemorage. Beberapa jenis perdarahan
akibat solusio plasenta biasanya merembes diantara selaput ketuban dan uterus dan kemudian
lolos keluar menyebabkan perdarahan eksternal.Yang lebih jarang, darah tidak keluar dari
tubuh tetapi tertahan diantara plasenta yang terlepas dan uterus serta menyebabkan
perdarahan yang tersembunyi. Solusio plasenta dapat total atau parsial.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

2
a. Anatomi

b. Fi
siologi
Plasenta berasal dari lapisan trofoblas pada ovum yang dibuahi, lalu terhubung dengan
sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi-fungsi yang belum dapat dilakukan oleh janin itu
sendiri selama kehidupan intra uterin. Keberhasilan janin untuk hidup tergantung atas
keutuhan dan efisiensi plasenta.
Plasenta terbentuk pada kira-kira minggu ke-8 kehamilan berasal dari bagian konseptus
yang menempel pada endometrium uteri dan tetap terikat kuat pada endometrium sampai
janin lahir. Fungsi plasenta sendiri sangat banyak, yaitu sebagai tempat pertukaran zat dan
pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh kembangnya janin, sebagai alat respirasi, sebagai
alat sekresi hasil metabolisme, sebagai barrier, sebagai sumber hormonal kehamilan. Plasenta
juga bekerja sebagai penghalang guna menghindarkan mikroorganisme penyakit mencapai
fetus. Kebanyakan obat-obatan juga dapat menembus plasenta seperti morfin, barbiturat dan
anestesi umum yang diberikan kepada seorang ibu sewaktu melahirkan, dapat menekan
pernafasan bayi yang baru lahir.
Plasenta merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi janin karena merupakan
alat pertukaran zat antara ibu dan anak dan sebaliknya, berbentuk bundar atau hampir bundar
dengan diameter 15-20 cm dan tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram.
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas ke arah
fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas
sehingga lebih banyak tempat untuk melakukan implantasi. Permukaan fetal ialah yang
menghadap ke janin, warnanya keputih-putihan dan licin karena tertutup oleh amnion, di
bawah nampak pembuluh-pembuluh darah. Permukaan maternal yang menghadap dinding
rahim, berwarna merah dan terbagi-bagi oleh celah-celah/sekat-sekat yang berasal dari
jaringan ibu. Oleh sekat ini, plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon. Pada penampang
3
sebuah plasenta,yang masih melekat pada dinding rahim nampak bahwa plasenta terdiri dari
dua bagian yaitu bagian yang dibentuk oleh jaringan anak dan bagian yang dibentuk oleh
jaringan ibu.
Bagian yang terdiri dari jaringan anak disebut piring penutup (membrana chorii), yang
dibentuk oleh amnion, pembuluh-pembuluh darah janin, chorion dan villi. Bagian yang
terbentuk dari jaringan ibu disebut piring desidua atau piring basal yang terdiri dari desidua
compacta dan sebagian dari desidua spongiosa, yang kelak ikut lepas dengan plasenta.
Fungsi plasenta ialah mengusahakan janin tumbuh dengan baik. Salah satu fungsi plasenta
adalah untuk perfusi dan transfer nutrisi, yaitu sebagai tempat pertukaran zat dan
pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh dan berkembangnya janin di dalam rahim, berupa
penyaluran zat asam, asam amino, vitamin dan mineral dari ibu ke janin, dan pembuangan
karbondioksida dan sampah metabolisme janin ke peredaran darah ibu. Fungsi lain dari
plasenta adalah:
a. Nutrisi: memberikan bahan makanan pada janin
b. Ekskresi: mengalirkan keluar sisa metabolisme janin
c. Respirasi: memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin
d. Endokrin: menghasilkan hormon-hormon (hCG, HPL, estrogen,progesteron, dan
sebagainya)
e. Imunologi: menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin
f. Farmakologi: menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan janin, yang
diberikan melalui ibu
g. Proteksi: barrier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat-zat toksik (tetapi akhir2 ini
diragukan, karena pada kenyataannya janin sangat mudah terpapar infeksi /
intoksikasi yang dialami ibunya)
(www. akbidcipto.com)

C. ETIOLOGI
a. Plasenta Previa
Penyebab dari plasenta previa ini belum diketahui pasti akan tetapi ada faktor-faktor
yang berhubungan dengan terjadinya plasenta previa ini, yaitu
a. Multiparitas: meningkatnya ukuran rongga uterus pada persalinan yang berulang-ulang
merupakan presdiposisi terjadinya plasenta previa
b. Kehamilan multiple: tempat plasenta terbesar lebih sering melewati segmen bawah rahim
c. Umur: ibu yang lebih tua lebih berisiko daripada ibu yang lebih muda
d. Riwayat myiomektomi
4
e. Kelainan plasenta: Plasenta dengan dua bagian dan plasenta suksenturia mungkin dapat
menyebabkan plasenta previa. Plasenta membranase (plasenta difussa) mungkin juga
merupakan penyebab. Hal ini merupakan kelainan perkembangan plasenta yangjarang
dimana seluruh korion ditutupi dengan fungsi fillli. Plasenta berkembang sebagi struktur
membran yang tipis menutupi sebagian besar permukaan uterus. Keadaannya mungkin dapat
didiagnosa dengan ultrason. Pada kehamilan hal ini dapat menyebabkan perdarahan hebat
yang memungkinkan dilakukan histerektomi.
b. Solusio plasenta
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum di ketahui dengan jelas beberapa hal
yang merupakan factor-faktor yang berpengaruh pada kejadian antara lain :
1. Hipertensi esensialis atau preeklamsia
2. Tali pusat yang pendek
3. Trauma
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena kava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil (hidramnion) pada waktu ketuban pecah, kehamilan
ganda pada waktu anak pertama lahir.

(Sastra winata sulaiman Dkk,Obsterti ilmu kesehatan reproduksi edisi II penerbit buku
kedokteran EGC,2003 hal.92)

1. Dekrompresi uterus mendadak


2. Anomali atau tumor uterus
3. Defisiensi gizi
4. Merokok
5. Konsumsi alcohol
6. Penyalagunaan kokain
7. Obstruksi venakava inferior dan vena ovarikal
(Manjoer Ariff dkk,Kapita selekta kedokteran edisi II, jilid I penerbit Media Aesculapius
FKUI 2001 hal.279).

5
Penyebab solutio plasenta adalah:
1. Trauma langsung terhadap uterus hamil:
a. Terjatuh terutama tertelungkup
b. Tendangan anak yang sedang digendong
c. Atau, trauma langsung lainnya.
2. Trauma kebidanan artinya solutio plasenta terjadi karena tindakan kebidanan yang
dilakukan :
a. Setelah versi luar
b. Setelah memecahkan ketuban
c. Persalinan anak kedua hamil kembar
3. Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat yang pendek. Factor predisposisi
terjadinya solutio plasenta adalah:
a. Hamil pada usia tua.
b. Mempunyai tekanan darah tinggi.
c. Bersamaan dengan pre-eklampsia atau eklampsia
d. Tekanan vena kava inferior yang tinggi.
e. Kekurangan asam folik.

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor
yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada
penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio
plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit
hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio
plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
 Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
 Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi
luar atau tindakan pertolongan persalinan.
 Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang
terjadi pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari
seluruh kasus solusio plasenta. Di RSUPNCM dilaporkan 1,2% kasus solusio plasenta disertai
trauma.

6
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari
83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18
pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio
plasenta pada ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi
paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.
4. Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan
kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan
karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5. Leiomioma uteri
(uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta
berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.

6. Faktor pengunaan kokain


Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan
katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah
uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara
definitif. Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar
antara 13-35%.
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai
dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada
ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio
plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta
adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
sebelumnya.

D. MANIFESTASI KLINIS

7
a. Plasenta previa
Gejala-gejala dari plasenta previa perdarahan tanpa nyeri, sering terjadi pada malam
hari saat pembentukan segmen bawah rahim, bagian terendah masih tinggi di asat pintu atas
panggul (kelainan letak). Perdarahan dapat sedikit atau banyak sehingga timbul gejala. Biasa
perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gamabaran yang tidak berbeda dari abortus,
perdarahan pada plasenta previa disebabkan karena pergerakan antara plasenta dan dinding
rahim. Kepala anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim, kepala
tidak dapat mendekati pintu atas panggul, karena hal tersebut diatas, juga ukuran panjang
rahim berkurang maka plasenta previa lebih sering terdapat kelainan letak.(Winkjosatro,
1999).
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama
dari plasenta previa. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebi
melebar lagi dan serviks akan lebih membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah
uterus, pelebaran segmen bawah utrerus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh
plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus, pada
saat itulah mulailah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna merah segar, berlainan dengan
darah yang disebabkan solusi plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. (Winkjosatro, 1999).
Plasenta previa didiagnosis dengan pemeriksaan USG pada awal kehamilan, maka
harus mengetahui ibu-ibu hamil yang mengalami plasenta letak rendah. Tidak semua ibu
hamil menginginkan pemeriksaan USG akan tetapi tanda-tanda indikasi kemungkinan
terjadinya plasenta previa yang harus diketahui sebagai berikut:

a. Mal presentasi janin: sering didapatkannya bukan presentasi kepala pada janin.
Plasenta menempati ruang di pelvis, dan mungkin ditemukan presentasi bokong,
karena ruang lainnya untuk kepala janin di fundus atau presentasu obliqdan presentasi
bahu
b. Bagian terendah janin tidak terfiksasi: khususnya pada plasenta tipe III atau IV
c. Sulitnya mengindentifikasi pada bagian janin pada saat palpasi: plasenta previa
anterior(khususnya tipe I dan II) terletak diantara janin dan seperti ada yang
menganjal pada tangan ketika dipalpasi.
d. Denyut nadi ibu yang keras dibawah umbilikus: plasenta previa anterior sering
dideteksi adanya suara denyut nadi yang keras dari plasenta yang mudah didengar
dengan doplet. Denyut jantung janin sulit untuk dideteksi karena tertutup oleh
plasenta, khususnya pada presentasi pada kepala.
8
b. Solusio plasenta
f. Tanda dan gejala abrupsio plasenta bergantung pada derajat pemisahan. Sifatnya bisa
ringan disertai nyeri punggung dan kolik yang menyeluruh, dengan aktivitas uterus
yang tidak terkoordinasi diselingi relaksasi uterus. Perdarahan yang terjadi bisa
tersembunyi atau nyata. Gejala lawal abrupsio plasenta sering kali disangka sebagai
tanda persalinan prematur atau palsu. Persepsei wanita tersebut terhadap nyeri dapat
melebihi proporsi yang dirasa pemeriksa; dapat terjadi peningkatan tonus uteri di
antara apa yang dirasa sebagai kontraksi, dan wanita tersebut merasakan nyeri tekan
lokal atau menyeluruh pada uterus. Pada hipertonus klasik, karateristik rahim seperti
papan dan kaku uterus hanyar terjadi pada kasus abrupsio yang luas.
g. Tanda dan gejala lain bervariasi sesuai derajat pemisahan. Pada derajat rendah,
frekuensi denyut jantung janin masih normal. Peningkatan derajat pemisahan akan
menurunkan frekuensi denyut jantung janin. Pergerakan janin juga akan menurun atau
hilang sama seklai selama 12 jam, sebelum tanda dan gejala abrupsio muncul. Pada
beberapa wanita, pergerakan janin justru meningkat pada abrupsio yang luas dan
perdarahan yang hebat. Apabila seksio sesaria dapat dilakukan dengan segera,
kemungkinan bayi dapat hidup. Apabila sebaliknya, maka gerakan janin akan terhenti.
h. Gejela dan tanda abrupsio yang lain adalah pembesaran uterine (hanya terjadi pada
perdarahan tersembunyi) dan syok. Tingkat keparahan syok bergantung pada
keparahan abrupsio. Jangan sekali-kali berpikir bahwa jumlah kehilangan darah pada
ibu dari yang terlihat saja, sebab ada perdarahan yang tersembunyi. Pembesaran
uterus pada perdarahan yang tersembunyi dapat diketahui dengan menandai tinggi
fundus uteri pada abdomen setiap 15 menit untuk mengetahui peningkatannya.
(Helen, 2007: 643)

E. KOMPLIKASI

a. Plasenta previa

Pada ibu dapat tejadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan. Anemia karena
perdarahan plasenta, dan endometris pascapersalinan. Pada janin biasanya terjadi persalinan.
Komplikasi ibu yang sering terjadi adalah perdarahan post partum dan syok karena kurang
kuatnya kontraksi segmen bawah rahim, infeksi dan trauma dan uterus/serviks, terjadi
robekan-robekan jalan lahi karena tindakan. Komplikasi bayi yang sering terjadi adalah
9
prematuritas atau bayi lahir mati, berat badannya terlalu kecil. Adapun komplikasi yang
berhubungan dengan plasenta yaitu: prolaps plasenta, prolaps tali pusat dan plasenta melekat,
sehingga harus dikeluarkan secara manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan atau
di kuret.
b. Solusio plasenta
Komplikasi solusio plasenta berasal dari pendarahan retroplasenta yang terus
berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok
hipovolemik, infusiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal ginjal mendadak,
dan uterus couvelaire di samping komplikasi sindroma infusiensi fungsi plasenta pada janin
berupa angka kematian perinatal yang tinggi. Kematian janin, kelahiran prematur dan
kematian perinatal merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta.
Penyulit ( komplikasi ) ibu :
a. Perdarahan dapat menimbulkan:
1) Variasi turunnya tekanan darah sampai keadaan syok.
2) Perdarahan tidak sesuai dengan keadaan penderita anemis sampai syok.
3) Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma.
4) Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus
yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya
kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak
sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan
segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan
kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi
akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok
perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan
petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan
tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan
mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan
yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga
dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.
b. Gangguan pembekuan darah.

10
1) Masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi darah menyebabkan pembekuan darah
intravuskuler dan disertai hemolisis.
2) Terjadi penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat mengganggu pembekuan
darah.
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM
dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta
yang ditelitinya.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%,
berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg%
maka akan terjadi gangguan pembekuan darah. Mekanisme gangguan pembekuan darah
terjadi melalui dua fase
a) Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah,
disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler
(mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena
pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga
bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan
intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan
jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat
menyebabkan oliguria/anuria.
b) Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali
peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis.
Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen
sehingga terjadi perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah
harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan
darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya
memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita
saat itu.
c. Oligouria
Terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat menimbulkan produksi urin makin
berkurang. Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang
11
terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat
ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan
pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau
(2,5)
nekrosis korteks ginjal mendadak . Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan
pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta
berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan
mengatasi kelainan pembekuan darah.
d. Perdarahan postpartum
1) Pada Solutio plasenta sedang sampai berat terjadi infiltrasi darah ke otot rahim,
sehingga mengganggu kontraksi dan menimbulkan perdarahan karena atonia uteri.
2) Kegagalan pembekuan darah menambah beratnya perdarahan.
e. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah
perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan
gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa
disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung
pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian

F. PATHOFISIOLOGI
a. Plasenta previa
Pendarahan anterpartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat
segmen bawah uteri telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Umumnya terjadi pada
trimester ketiga karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran
segmen bawah uterus dan pembukaan serviks menyebabkan sinus robek karena lepasnya
plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan
tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi seperti plasenta letak normal. Jadi implantasi plasentanya berada di segmen

12
bawah rahim sehingga menutupi kanalis servikalis dan mengganggu proses persalinan dengan
terjadinya perdarahan. Hal ini disebabkan oleh:
1. Endometrium difundus uteri belum siap menerima implantasi
2. Endometrium yang tipis sehimgga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu
memberikan nutrisi janin.
b. Solusio plasenta
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua basalis yang
kemudian terbelah dan meningkatkan lapisan tipis yang melekat pada mometrium sehingga
terbentuk hematoma desidual yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya
penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma retro plasenta yang
akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, hingga pelepasan plasenta makin luas dan
mencapai tepi plasenta, karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak
mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut. Selanjutnya darah
yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban.

G. PATHWAY
a. Plasenta previa

13
b. Solusio plasenta
Trauma

Perdarahan ke dalam desidualbasalis

14
Terbelah & meninggal lapisan tipis pada miometrium

Terbentuk hematoma desidual

Penghancuran plasenta

Ruptur pembuluh arteri spinalis desidua

Hematoma retroplasenta

Pelepasan plasenta lebih banyak

Uterus tidak mampu berkontraksi optimal

Darah mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban

Syok hipovolemik

H. PENATALAKSANAAN
a. Plasenta previa
Penatalaksanaan pada plasenta previa ada dua yaitu:
1) Pentalaksanaan di Rumah
Pasien dianjurkan harus beristirahat ditempat tidur jika perdarahan banyak banyak
pasien dianjurkan untuk miring atau menggunakan bantal dibawah pinggul kanannya untuk
menghindari supine hypotensive syndrome. Perdarahan hebat yang terjadi akan
memperlihatkan kondisi sebagai berikut: keringat, gelisah, merasa haus, denyut nadi

15
meningkat dan tekanan darah menurun. jika terjadi perdarahan pada kehamilan tidak boleh
melakukan pemeriksaan vagina dirumah.
2) Pentalaksanaan di Rumah Sakit
Penanganan dirumah sakit dilakuakn sesuai dengan kehamilan pengelolaan plasenta
previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur kehamilan dan derajat plasenta previa.
Setiap ibu yang dicurigai plasenta previa harus dikirim kerumah sakit yang memiliki fasilitas
transfusi darah dan operasi. Sebelum penderita syok, pasang infus NaCl/RL sebanyak 2-3 kali
jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan dalam satu tampon vagina, karena
akan memperbanyak perdarahan dan menyebabkan infeksi.
1. Usia kehamilan kurang 37 minggu
Perdarahan sedikit dam keadaaan ibu dan anak baik maka biasanya penangan konservatif
sampai umur kehamilan aterm. Pengangnan dilakukan berupa tirah baring. Bila selama 3 hari
tidak ada perdarahan pasien di mobilisasi bertahap. Bila setalah pasien berjalan tidak ada juga
perdarahan pasien boleh pulang. Jika perdarahan banyak dan diperkirakan membahayakan
ibu dan janin maka dilakukan resusitasi cairan dan penangan secara aktif.
2. Bila umur kehamilan 37 minggu/lebih
Pada kondisi ini maka dilakukan pengangan secara aktif yaitu segera mengakhiri
kehamilan baik secara pervagina atau terabdominal. Persalinan pervagina diindikasikan pada
plasenta previa marginalis, plasenta previa letaknya rendah dan plasenta previa lateralis
dengan pembukaan 4cm/lebih. Pada kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dapat
dilakukan pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu atas panggul
menekan plasenta yang berdarah. Bila his tidak adekuat dapat diberikan pitosin drip. Namun
bila perdarahan tetap ada maka dilakukan seksio sesar.

3). Observasi
Pemantauan suhu, nadi, tekanan darah dan denyut jantung janin harus dilakukan. Nadi
dan tekanan darah dicatat lebih sering dengan ketentuan: tiap seperempat jam jika perdarahan
berlanjut. Denyut jantung janin harus selalu dipantau dengan cardiotocography jika
perdarahan menetap. Urin diperiksaa kadar protein jika perdarahan hebat, diberikan pada
kasus perdarahan hebat yang tiba-tiba. Pemberian infus intravena dapat dimulai jika
perdarahan menetap dan dipertahankan sampai perdarahan berhenti. Wanita tersebut harus
ditempat tidur sampai perdarahan berhenti.
b. Solusio plasenta

16
1. Penatalaksanaan Medis
a) Terapi konservatif (ekspetatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan pertus berlangsung
spontan. Menurut cara ini perdarahan akan berhneti sendiri jika tekanan intara uterin
bertamba lama bertamba tinggi sehingga menekan pembuluh dara arteri yang robek sambil
menunggu atau mengawasi kita berikan:
 Suntikan morfin subkutan
 Stimulasi dengan kardiotonika seperti :coramine, cardisol, pentasol
 Transfusi darah
b) Terapi aktif
Prinsip kita mencoba melakukan tindakan dengan maskud agar anak segera di
lahirkan dan perdarahan berhenti misalnya dengan operatif dan obstetric.Langka-langka:
1) Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin kemudian awasi serta pimpin
partus spontan.
2) Accouchementforce, pelebaran dan peregangan serfiks di ikuti denganpemasangan
cunam wilet gausz atau fersibrakston-hicks.
3) Bila pembukaan sudah lengkap atau hampir lengkap,dean kepala sudah turun sampai
hodge III-IV,maka bila hjanin hidu lakukan ekstrasi fakum atau forest tetapi bila janin
meninggal lakukanlah embriotomi.
4) Seksiosesarea biasanya di lakukan pada keadaan:
- Solusioplasenta dengan anak hidup,pembukaan kecil.
- Solusioplasenta dengan toksemia berat,perdarahan agak banyak,tetapi
pembukaan masih kecil.
- Solusioplasenta dengan panggul sempit atau letak lintang
- Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi afibrinogenemia atau
hipofibrinogenemia dan kalo persediaan darah atau fibrinogen tidak atau tidak
cukup. Selain itu juga ada coufilair uterus dengan kontraksi uterus yang tidak
baik
- Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi
reproduksi ingin di pertahan kan
- Pada hipofibrinogenemia,berikan darah segar beberapa kantong plasma darah
dan fibrinogen 4-6 gram.
(Mochtar rustam,sinobsis obstetri Jilid I, edisi II EGC:1998,hal286-287)

2. Penatalaksanaan Keperawatan

17
a) Anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap kekiri, tidak
melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga perut,misalnya
batuk, mengedan karena sulit buang air besar
b) Pasang infus NACL fisiologis.Bila tidak memungkinkan beri cairan peroral.
c) Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya
hipotensi atau syok akibat perdarahan. Pantau pula BJJ dan pergerakan janin.
(Manjoer Ariff dkk,Kapita selekta kedokteran edisi II, jilid I penerbit Media
Aesculapius FKUI 2001 hal.280-281).

ASUHAN KEPERAWATAN PLASENTA PREVIA

1. Pengkajian

Pemeriksaan Fisik

1) Umum

Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil :

a) Rambut dan kulit


18
Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra.
Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha. Laju
pertumbuhan rambut berkurang.

b) Wajah
Mata : pucat, anemis, Hidung, Gigi dan mulut

c) Leher

d) Buah dada / payudara

Peningkatan pigmentasi areola putting susu

Bertambahnya ukuran dan noduler

e) Jantung dan paru

Volume darah meningkat, Peningkatan frekuensi nadi, Penurunan resistensi


pembuluh darah sistemik dan pembuluh darah pulmonal, Terjadi hiperventilasi
selama kehamilan, Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas,
Diafragma meningkat, Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan
dada.

f) Abdomen

Menentukan letak janin, Menentukan tinggi fundus uteri

g) Vagina

Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan (tanda


Chandwick), Hipertropi epithelium

h) Sistem musculoskeletal

Persendian tulang pinggul yang mengendur, Gaya berjalan yang canggung,


Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis rectal

19
2) Khusus

a) Tinggi fundus uteri

b) Posisi dan persentasi janin

c) Panggul dan janin lahir

d) Denyut jantung janin

3. Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi


2) Defisit volume cairan b.d kehilangan volume cairan secara aktif
3) Kecemasan b.d perubahan status kesehatan

3. Intervensi

N Diagnosa Keperawatan Tujuan / NOC NIC


o

1 Gangguan pertukaran b.d NOC : NIC :


ketidakseimbangan perfusi  Respiratory status : Gas  Posisikan
ventilasi excange pasien untuk
 Keseimbangan asam basa, memaksimal
elektrolit kan ventilasi
 Auskultasi
 Respiratory status :
suara nafas,
ventilation
catat adanya
 Vital sign status
suara
KH :
tambahan
 Mendemonstrasikan  Monitor
peningkatan ventilasi dan respirasi dan

20
oksigenasi yang adekuat status O2
 TTV dalam rentang  Monitor
normal TTV, AGD,
 AGD dalam batas normal elektrolit dan
status mental
 Observasi
sianosis,
khusunya
membran
mukosa

Defisit volume cairan b.d NOC : NIC :


2
kehilangan volume cairan secara
aktif  Fluid balance  Pertahankan
intake dan
 Hydration output yang
akurat
 Nutritional status : food
and fluid intake  Monitor
status hidrasi
KH : (kelembaban
membran
 TTV dalam batas normal mukosa, nadi
adekuat,
 Tidak ada tanda-tanda
tekanan
dehidrasi, elastisitas
darah
turgor kulit baik,
ortostati) jika
membran mukosa
diperlukan
lembab, tidak ada
rasahaus yang berlebihan  Monitor vital
sign in setiap
 Orientasi terhadap waktu
15 menit
dan tempat baik
sampai 1 jam

 Jumlah dan irama nafaas


 Kolaborasi
21
dalam batas normal pemberian
cairan IV
 Elektolit, hb dalam batas
normal

 Intake oral dan intravena


adekuat

Kecemasan b.d perubahan status NOC : NIC :


3
kesehatan  Gunakan
 Kontrol kecemasan
pendekatan
 Koping yang
menyenangk
KH :
an

 Klien mampu  Jelaskan


mengidentifikasi dan semua
mengungkapkan gejala prosedur dan
cemas apa yang

 Mengidentifikasi , dirasakan

mengungkapkan dan selama

menunjukkkan tekhnik prosedur

untuk mengontrol  Libatkan


kecemasan keluarga
untuk
 Vital sign in dalam batas mendampingi
normal klien
 Instruksikan
 Postur tubuh, ekspresi
pada pasien
wajah, bahasa tubuh, dan
untuk
tingkat aktivitas
menggunaka
menunjukkan
n teknik
berkurangnya kecemasan
relaksasi
 Identifikasi
tingkat
22
kecemasan
 Bantu pasien
mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
 Dorong
pasien untuk
mengungkap
kan perasaan,
ketakuta,
persepsi
 Kelola
pemberian
obat anti
cemas : ...

23
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
SOLUSIO PLASENTA

A. Pengkajian
1. Biodata
Pada biodata yang perlu dikaji berhubungan dengan solusio plasenta antara lain
2. Nama
Nama dikaji karena nama digunakan untuk mengenal dan merupakan identitas untuk
membedakan dengan pasien lain dan menghindari kemungkinan tertukar nama dan
diagnosa penyakitnya.
3. Jenis kelamin
Pada solusio plasenta diderita oleh wanita yang sudah menikah dan mengalami
kehamilan.
4. Umur
Solusio plasenta cenderung terjadi pada usia lanjut (> 45 tahun) karena terjadi
penurunan kontraksi akibat menurunnya fungsi hormon (estrogen) pada masa
menopause.
5. Pendidikan
Solusio plasenta terjadi pada golongan pendidikan rendah karena mereka tidak
mengetahui cara perawatan kehamilan dan penyebab gangguan kehamilan.
6. Alamat
Solusio plasenta terjadi di lingkungan yang jauh dan pelayanan kesehatan, karena
mereka tidak pernah dapat pelayanan kesehatan dan pemeriksaan untuk kehamilan.
7. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan pada solusio plasenta biasanya pernah mengalami pelepasan
plasenta.

24
8. Status perkawinan
Dengan status perkawinan apakah pasien mengalami kehamilan (KET) atau hanya
sakit karena penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan.
9. Agama
Untuk mengetahui gambaran dan spiritual pasien sebagai memudahkan dalam
memberikan bimbingan kegamaan.
10. Nama suami
Agar diketahui siapa yang bertanggung jawab dalam pembiayaan dan memberi
persetujuan dalam perawatan.
11. Pekerjaan
Untuk mengetahui kemampuan ekonomi pasien dalam pembinaan selama istrinya
dirawat.
12. Keluhan utama
a) Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri
b) Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan
dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim tegang.
c) Perdarahan yang berulang-ulang.
13. Riwayat penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darah, darah yang
keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien lemas dan pucat.
Sebelumnya biasanya pasien pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre
eklampsi, tali pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion
gameli) dll.
14. Riwayat penyakit masa lalu
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi, tali pusat
pendek, trauma, uterus / rahim feulidli.
15. Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak mengetahui asal
dan penyebabnya.

25
16. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
1) Kesadaran : composmetis s/d coma
2) Postur tubuh : biasanya gemuk
3) Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
4) Raut wajah : biasanya pucat

b) Tanda-tanda vital
1) Tensi : normal sampai turun (syok)
2) Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
3) Suhu : normal / meningkat (> 370 c)
4) RR : normal / meningkat (> 24x/menit)

c) Pemeriksaan cepalo caudal


1) Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas
rambut biasanya rontok / tidak rontok.
2) Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
3) Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
4) Mata : conjunctiva anemis
5) Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat dan dangkal,
hiperpigmentasi aerola.
6) Abdomen
 Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut,
terlihat linea alba dan ligra
 Palpasi rahim keras, fundus uteri naik
 Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin.
7) Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang merah
kehitaman, terdapat farises pada kedua paha / femur.

8) Ekstimitas
Akral dingin, tonus otot menurun.

d) pemeriksaan penunjang
1) Darah : Hb, hemotokrit, trombosit, fibrinogen, elektrolit.
26
2) USG untuk mengetahui letak plasenta,usia gestasi, keadaan janin
Terlihat daerah terlepasnya plasenta
- Janin dan kandung kemih ibu
- Darah
- Tepian plasenta

Gambar 2. 3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta (21).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai dengan
conjungtiva anemis , acral dingin , Hb turun , muka pucat & lemas.
2. Resiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke
plasenta berkurang.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus di tandai
terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan uterus.
4. Gangguan psikologi ( cemas ) berhubungan dengan keadaan yang dialami.
5. Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan perdarahan.
6. Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya
berhubungan dengan kurangnya informasi.

C. Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai
dengan conjunctiva anemis, acrar dingin, Hb turun, muka pucat, lemas
Tujuan : suplai/kebutuhan darah kejaringan terpenuhi
Kriteria hasil : Conjunctiva tidak anemis, acral hangat, Hb normal muka
tidak pucat, tidak lemas.
- Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
Rasional : pasien percaya tindakan yang dilakukan
b. Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
27
Rasional : pasien paham tentang kondisi yang dialami
c. Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : tensi, nadiyang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi
menunjukkan gangguan sirkulasi darah.
d. Kaji tingkat perdarahan setiap 15 – 30 menit
Rasional : mengantisipasi terjadinya syok
e. Catat intake dan output
Rasional : produsi urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan
penurunan fungsi ginjal.
f. Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik
Rasional : cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang
hilang akibat perdarahan.
g. Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Hb rendah
Rasional : tranfusi darah mengganti komponen darah yang hilang
akibat perdarahan.

2. Resiko tinggi terjadinya fetal distres berhubungan dengan perfusi


darah ke placenta berkurang.
- Tujuan : tidak terjadi fetal distress
- Kriteria hasil : DJJ normal / terdengar, bisa berkoordinasi, adanya
pergerakan bayi, bayi lahir selamat.
- Intervensi
a. Jelaskan resiko terjadinya dister janin / kematian janin pada ibu
Rasional : kooperatif pada tindakan
b. Hindari tidur terlentang dan anjurkan tidur ke posisi kiri.
Rasional : tekanan uterus pada vena cava aliran darah kejantung
menurun sehingga terjadi perfusi jaringan.
c. Observasi tekanan darah dan nadi klien.
Rasional : penurunan dan peningkatan denyut nadi terjadi pad sindroma
vena cava sehingga klien harus di monitor secara teliti.
d. Oservasi perubahan frekuensi dan pola DJ janin.
Rasional : penurunan frekuensi plasenta mengurangi kadar oksigen
dalam janin sehingga menyebabkan perubahan frekuensi jantung janin.
e. Berikan O2 10 – 12 liter dengan masker jika terjadi tanda-tanda fetal
distress
Rasional : meningkat oksigen pada janin

3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uteres


ditandai terjadi distrensi uterus, nyeri tekan uterus.
- Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan nyeri
- Kriteria hasil :
a. Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
b. Klien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan.
28
- Intervensi
a. Jelaskan penyebab nyeri pada klien.
Rasional : dengan mengetahui penyebab nyeri, klien kooperatif
terhadap tindakan
b. Kaji tingkat nyeri
Rasional : menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
c. Bantu dan ajarkan tindakan untuk mengurangi rasa nyeri.
- Tarik nafas panjang (dalam) melalui hidung dan meng-hembuskan
pelan-pelan melalui mulut.
Rasional : dapat mengalihkan perhatian klien pada nyeri yang
dirasakan.
- Memberikan posisi yang nyaman (miring kekiri / kanan)
Rasional : posisi miring mencegah penekanan pada vena cava.
- Berikan masage pada perut dan penekanan pada punggung
Rasional : memberi dukungan mental.
d. Libatkan suami dan keluarga
Rasional : memberi dukungan mental

4. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan keadaan yang


dialami
- Tujuan : klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya.
- Kriteria hasil : penderita tidak cemas, penderita tenang, klie tidak gelisah.
- Intervensi
a. Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan.
Rasional : dengan mengungkapkan perasaannyaaka mengurangi beban
pikiran.
b. Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin
Rasional : mengurangi kecemasan klien tentag kondisi janin.
c. Beri penjelasan tentang kondisi janin
Rasional : mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan janin.
d. Beri informasi tentang kondisi klien.
Rasional : mengembalikan kepercayaan dan klien.
e. Anjurkan untuk manghadirkan orang-orang terdekat
Rasional : dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien
f. Anjurkan klien untuk berdo’a kepada tuhan
Rasional : dapat meningkatkan keyakinan kepada Tuhan tentang
kondisi yang dilami.
g. Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan
Rasional : penderita kooperatif.

29
5. Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan
perdarahan
- Tujuan : syok hipovolemik tidak terjadi
- Kriteria hasil :
a. Perdarahan berkurang
b. Tanda-tanda vital normal
c. Kesadaran kompos metit
- Intervensi
a. Kaji perdarahan setiap 15 – 30 menit
Rasional : mengetahui adanya gejala syok sedini mungkin.
b. Monitor tekanan darah, nadi, pernafasan setiap 15 menit, bila normal
observasi dilakukan setiap 30 menit.
Rasional : mengetahui keadaan pasien
c. Awasi adanya tanda-tanda syok, pucat, menguap terus keringat dingin,
kepala pusing.
Rasional : menentkan intervensi selanjutnya dan mencegah syok sedini
mungkin
d. Kaji konsistensi abdomen dan tinggi fundur uteri.
Rasional : mengetahui perdarahan yang tersembunyi
e. Catat intake dan output
Rasional : produksi urine yang kurang dari 30 ml/jam merupakan
penurunan fungsi ginjal.
f. Berikan cairan sesuai dengan program terapi
Rasional : mempertahankan volume cairan sehingga sirkulasi bisa
adekuat dan sebagian persiapan bila diperlukan transfusi darah.
g. Pemeriksaan laboratorium hematkrit dan hemoglobin
Rasional : menentukan intervensi selanjutnya

6. Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya


berhubungan dengan kurangnya informasi
- Tujuan : penderita dapat mengerti tentang penyakitnya.
- Kriteria hasil : dapat menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
penyakitnya.
- Intervensi
a. Kaji tingkat pengetahuan penderita tentang keadaanya
Rasional : menentukan intervensi keperawatan selanjutnya.
b. Berikan penjelasan tentang kehamilan dan tindakan yang akan
dilakukan.
1) Pengetahua tentang perdarahan antepartum.
2) Penyebab
30
3) Tanda dan gejala
4) Akibat perdarahan terhadap ibu dan janin
5) Tindakan yang mungkin dilakukan
Rasional : penderita mengerti dan menerima keadaannya .

D. Evaluasi
Evaluasi respon klien terhadap asuhan yang diberikan dan pencapaian hasil yang
diharapkan (yang dikembangkan dalam fase perencanaan dan di dokumentasikan dalam
rencana keperawatan) adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Fase evaluasi perlu untuk
menentukan seberapa baik rencana asuhan tersebut berjalan dan bagaimanan selama proses
terus menerus. Revisi rencana keperawatan adalah komponen penting dalam evaluasi.
Pengkajian ulang adalah proses evaluasi terus menerus yang terjadi tidak hanya hasil yang
diharapkan terjadi pada klien di tinjau ulang atau bila keputusan dibutuhkan apakah klien siap
atau tidak untuk pulang. (Doengos, 2001:15). Evaluasi adalah proses berkelanjutan. Perawat
dapat mengasumsikan perawatan tersebut telah efektif saat hasil yang diharapkan untuk
perawatan dapat terjadi. (Wong, 2002:366).

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Asri., Mufdillah, dan Sujiyantini. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan.


Yogyakarta: Cetakan Pertama.
Mitayani. 2013. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Rukiyah, Ai Yeyeh dan Yulianti, Lia. 2010. Asuhan kebidanan 4 (Patologi).


Jakarta : CV. Trans Info Media.

31

Anda mungkin juga menyukai