Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA THORAKS / DADA

Disusun Oleh :
1. AGUSTINA DIANMAYASARI S17160
2. AMRINA NUR ROSYADA S17162
3. ANIK WIDYANTI S17163
4. ANISA NURUL FAUZIAH S17164
5. ARVIA GETHARAHAENI YUNANTO S17165
6. ASEP WALUYOJATI S17166
7. BETTY WAHYU CAHYONINGTYAS S1167
8. CANDRA LIA PRAMUDIANA S17168
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Trauma thorax sering ditemukan sekitar 25% dari penderita multi-trauma ada component
trauma toraks. 90% dari penderita dengan trauma thorax ini dapat diatasi dengan tindakan yang
sederhana oleh dokter di Rumah Sakit (atau paramedic di lapangan), sehingga hanya 10% yang
memerlukan operasi.

B. Rumusan Masalah
Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan makalah ini adalah:
1. Apa definisi trauma thorax ?
2. Apa etiologi trauma thorax ?
3. Apa manifestasi trauma thorax ?
4. Apa patofisiologi trauma thorax ?
5. Bagaimana penatalaksanaan trauma thorax ?
6.Apa saja pemeriksaan penunjang trauma thorax?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44
tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan
tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks, hematompneumothoraks
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma
atau ruda paksa tajam atau tumpul.
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu
paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa
darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami
gangguan atau bahkan kerusakan.

B. Etiologi Dan Klasifikasi


1. Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah
jantung.
2. Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3. Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) : trauma (penyedotan luka rongga dada) :
iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan
positif).

C. Patofisiologi
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga
thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau
kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama berhubungan
dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax. Hipokasia
jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh
karena hipivolemia (kehilangan darah), pulmonary ventilation/perfusionmismatch (contoh
kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratthorax (contoh:
tension pneumothorax, pneumothorax terbuka).
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan
tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh
hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
Fraktur iga. Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mngalami
trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga
terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang
tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan
pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru.
Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura viseral dan
parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersama dengan
pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat
trauma tumpul.Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang
pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara
kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan
kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang
kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi,
suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor.
Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada
pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube lpada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior
dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja,
maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD
dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi
pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif
tidak boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita
yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga
sebelumnya, sampai dipasang chest tubeHemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks
adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal
yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra
torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.

D. Manifestasi Klinis
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Bunyi jantung melemah.
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i. Perikardiosentesis keluar darah.

2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
b. Gangguan pernapasan.

3. Pneumothoraks :
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik.
f. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta
yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan
luka intra-abdominal.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
9. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
10. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura
dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
11. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
12. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800 cc segera thorakotomi

F. Penatalaksanaan
1. Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Te r a p i :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan
tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari
sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya
slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit
yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
1) Penetapan Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang
dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa
sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
2) Pergantian posisi badan usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan
memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang,
melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil
mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas
yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
1) Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
2) Latihan napas dalam.
3) Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan
batuk waktu slang diklem.
4) Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika
perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi.
Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara
bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan
setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
1) Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien,
warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
2) Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction
kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau
1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya
misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak,
atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa
cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan
adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara
masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas
botol dan slang harus tetap steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-
sendiri, dengan memakai sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga
dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila
1) Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan
radiologi.
2) Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
3) Tidak ada pus dari selang WSD.
3.Therapy
a. Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
b. WSD (hematotoraks).
c. Pungsi.
d. Torakotomi.
e. Pemberian oksigen.
f. Antibiotika.
g. Analgetika.
h. Expectorant
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA THORAKAL
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik,
alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada dada dan
gangguan bernafas
c. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q)
yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal
menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi
nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut.
d. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di
riwayat sebelumnya.

e. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.


f. Pengobatan terakhir.
g. Pengalaman pembedahan.
Pemeriksaan Fisik :
1. B1:
a. Sesak napas
b. Nyeri, batuk-batuk.
c. Terdapat retraksi klavikula/dada.
d. Pengambangan paru tidak simetris
e. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
f. Adanya suara sonor/hipersonor/timpani.
g. Bising napas yang berkurang/menghilang
h. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
i. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
j. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. B2:
a. Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
b. Takhikardia, lemah
c. Pucat, Hb turun /normal.
d. Hipotensi.
3. B3:Tidak ada kelainan.
4. B4:Tidak ada kelainan.
5. B5:Tidak ada kelainan.
6. B6:
a. Kemampuan sendi terbatas.
b. Ada luka bekas tusukan benda tajam.
c. Terdapat kelemahan.
d. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun
potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat
ditanggulangi atau dikurangi
1.Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Hiperventilasi (0032)
2.Nyeri Akut b.d Agen Cidera Fisik. (00132)

C. Intervensi
NO Dx.Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Ketidakefektifan Pola Setelah dilakukan 1.Monitor Penafasan (3350)
Nafas b.d tindakan 2x24jam -Monitor Kecepatan irama
Hiperventilasi (0032) didapatksn hasil : ,kedalaman dan kesulitan
1.Status Pernafasan : bernafas
Ventilasi (0403) -Catat pergerakan
-Frekuensi pernafasan dada,cacat,ketidaksimetrisan,
dari skala 1 (deviasi penggunaan otot-otot bantu
berat dari kisaran nafas ,dan retraksi pada otot
normal) menjadi skala 3 supra clavicula dan intercosta
(deviasi sedang dari -Monitor pola nafas
kisaran normal)
-Irama pernafasan dari
skala 1 (deviasi berat
dari kisaran normal)
menjadi skala 3 (deviasi
sedang dari kisaran
normal)
-Penggunaan otot bantu
nafas dari skala 1
(sangat berat) menjadi
skala 3 (cukup)
- pengembangan dinding
dada tidak simetris dari
skala 1 (sangat berat )
menjadi 3 (cukup)
2. Nyeri Akut b.d Agen Setelah dilakukan 1Manajemen Nyeri (1400)
Cidera Fisik. (00132) tindakan selama -Lakukan pengkajian
2x24jam didapatkan komprehensif yang meliputi
hasil : lokasi,Karakteristik,Konsep atau
1.Kontrol Nyeri (1605) durasi
-Mengenali kapan nyeri ,frekuensi,kualitas,intensitas,atau
terjadi dari skala 1 beratnya nyeri dan faktor
(tidak pernah pencetus
menunjukan) menjadi -Ajarkan metode farmakologi
skala 3 (kadang-kadang untuk menurunkan nyeri
menunjukan ) -Kolaborasi dengan pasien orang
-Menggunakan terdekat dan timkes lainnya
sumberdaya yang untuk memilih dan
tersedia dari skala 1 mengimplementasikan tindakan
(tidak pernah penurun nyeri non farmakologi ,
menunjukan ) menjadi 3 sesuai kebutuhan
(kadang-kadang -Berikan individu penurunan
menunjukan) nyeri yang optimal dengan
-Melaporkan Nyeri yang preseptor analgesik
terkontrol dari skala 1
(tidak pernah
menunjukan) menjadi
skala 3 (kadang-kadang
menunjukan)

D.Implementasi Dan Evaluasi


No Dx.Keperawatan Implementasi Evaluasi
1. Ketidakefektifan -Memonitor Kecepatan irama S:Pasien mengatakan
Pola Nafas b.d ,kedalaman dan kesulitan sudah tidak sesak lagi
Hiperventilasi bernafas O:Pasien tampak lancar
(0032) -Mencatat pergerakan pernafasannya
dada,cacat,ketidaksimetrisan, A:Masalah Teratasi
penggunaan otot-otot bantu P:Intervensi Dihentikan
nafas ,dan retraksi pada otot
supra clavicula dan intercosta
-Memonitor pola nafas
2. Nyeri Akut b.d -Melakukan pengkajian S:Paien mengatakan sudah
Agen Cidera komprehensif yang meliputi tidak merasakan nyeri lagi
Fisik. (00132) lokasi,Karakteristik,Konsep atau O:Pasien tampak tidak
durasi menahan nyeri lagi
,frekuensi,kualitas,intensitas,atau A:Masalah teratasi
beratnya nyeri dan faktor P:Intervensi dihentikan
pencetus
-Mengajarkan metode
farmakologi untuk menurunkan
nyeri
-Berkolaborasi dengan pasien
orang terdekat dan timkes
lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurun nyeri non farmakologi ,
sesuai kebutuhan
-Memberikan individu
penurunan nyeri yang optimal
dengan preseptor analgesik

Anda mungkin juga menyukai