Anda di halaman 1dari 71

PERUBAHAN BERAT BADAN DAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN

SKIZOFRENIA YANG MENDAPATKAN ANTIPSIKOTIK ATIPIK SELAMA 2 BULAN

BODY WEIGHT AND TRIGLYCERIDE LEVELS CHANGES IN SCHIZOPHRENIA

PATIENTS TREATED WITH ATYPICAL ANTIPSYCHOTICS FOR TWO MONTHS

Agustine Mahardika

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Agustine Mahardika

Nomor mahasiswa : P 1507213036

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau

pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa

sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima

sanksi atas perbuatan tersebut

Makassar,

Yang menyatakan

Agustine Mahardika
ABSTRAK

AGUSTINE MAHARDIKA. Perubahan Berat Badan dan Kadar Trigliserida pada Pasien

Skizofrenia yang Mendapatkan Terapi Antipsikotik Atipik Selama 2 Bulan (dibimbing oleh

Saidah Syamsuddin dan Hawaidah)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan berat badan dan kadar trigliserida

pada pasien skizofrenia yang telah mendapat antipsikotik atipik selama 2 bulan.

Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan analitik observasional dengan

pendekatan kohort prospektif. Lokasi penelitian di RSKD Provinsi SULSEL pada bulan Agustus

hingga November 2017. Sampel sebanyak 28 pasien skizofrenia. Pada penelitian ini dilakukan

pemeriksaan berat badan dan kadar trigliserida pada pasien skizofrenia di awal terapi, setelah 1

bulan terapi dan setelah 2 bulan terapi menggunakan antipsikotik atipik. Setelah itu dilakukan

pengukuran apakah terdapat peningkatan berat badan maupun kadar kolesterol. Data

kemudian dianalisis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah satu bulan terapi terdapat peningkatan

berat badan sebesar 1,39 kg dan peningkatan trigliserida sebesar 10,04 mg/dl. Pada bulan

kedua terapi terdapat Peningkatan berat badan sebesar 2,26 kg dan trigliserida sebesar 16,39

mg/dl. Terdapat peningkatan bermakna dari berat badan dan trigliserida pada bulan pertama

dan kedua dengan nilai p<0,05. Presentasi peningkatan kadar trigliserida lebih tinggi jika

dibandingkan presentasi peningkatan berat badan. Perlu dilakukan pengaturan pola makan dan

aktifitas fisik yang cukup bagi pasien skizofrenia yang mendapatkan antipsikotik atipik untuk

mencegah efek samping metabolik yang tidak diinginkan.

Kata Kunci : antipsikotik atipik, skizofrenia, berat badan, trigliserida


DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR SINGKATAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan Penelitian 4

D. Hipotesis Penelitian 5

E. Manfaat Penelitian 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Skizofrenia 6

B. antipsikotik atipik 9

C. peningkatan berat badan 13

D. trigliserida 17

E. hubungan antipsikotik atipik dengan 23

berat badan dan trigliserida

III. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. kerangka teori 28

B. kerangka konsep 29
IV. METODE PENELITIAN

A. rancangan penelitian 30

B. lokasi dan waktu penelitian 30

C. populasi penelitian 30

D. sampel dancara pengambilan sampel 30

E. perkiraan besar sampel 31

F. kriteria inklusi dan ekslusi 32

G. izin penelitian dan kelaikan etik 32

H. cara kerja 32

I. identifikasi dan klasifikasi variable 34

J. definisi operasional 34

K. kriteria obyektif 36

L. alur penelitian 38

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. hasil penelitian 39

B. pembahasan 46

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN 54

B. SARAN 55
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Klasifikasi kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL, kolesterol LDL 23

2. Karakteristik Sampel Penelitian 39

3. Jenis antipsikotik atipikal yang digunakan 40

4. Karakteristik hasil pengukuran awal sampel penelitian 41

5. Perubahan berat badan, IMT, lingkar pinggang dan kadar trigliserida 42

serum setelah 1 bulan pertama terapi

6. Perubahan berat badan, IMT, lingkar pinggang dan kadar trigliserida 43

serum setelah 1 bulan kedua terapi

7. Perubahan berat badan, IMT, linggkar pinggang dan kadar trigliserida 44

serum setelah 2 bulan terapi

8. Persentase peningkatan berat badan, IMT, lingkar pinggang dan kadar 44

trigliserida serum

9. Distribusi kategori pada awal dan setelah terapi 45


DAFTAR ARTI SINGKATAN

Singkatan Arti dan Keterangan

PPDGJ III Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III

DSM V Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V

LDL Low Density Lipoprotein

HDL High Density Lipoprotein

VLDL Very Low Density Lipoprotein

LPL Lipoprotein Lipase

NPY Neuropeptida Y

FGA first generation antipsychotic

SGA Second generation antipsychotic

APG I Antipsikotik generasi pertama

APG II Antipsikotik generasi kedua

SDA Serotonin Dopamin Antagonis

NTS Nucleus traktus solitaries

IMT Indeks Massa Tubuh

POMC Propiomelanocortin

PET Positron emission Tomography


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Skizofrenia merupakan suatu sindrom yang dapat menyebabkan

kemunduran fungsional yang serius serta problem kesehatan yang luas.

Prevalensi skizofrenia adalah 1%, dimana sebagian besar onset pada

dewasa muda, dengan morbiditas dan mortalitas yang besar (Bhugra,

2005). Skizofrenia adalah gangguan psikiatri berat yang menyebabkan

disabilitas jangka panjang pada lebih dari 50% penderita. Harapan hidup

penderita skizofrenia adalah 20%-25% lebih rendah (Laursen 2011),

sedangkan mortalitas pada pasien skizofrenia 2-3 kali lebih besar

dibandingkan populasi umum (Brown et al 2010). Salah satu Penyebab

peningkatan mortalitas pada penderita skizofrenia adalah penyakit

kardiovaskular (Hennekens, 2008).

Antipsikotik atipik adalah antipsikotik generasi kedua yang saat ini

menjadi lini pertama pengobatan skizofrenia karena selain efektif juga

mempunyai efek ekstrapiramidal yang lebih rendah daripada antipsikotik

generasi pertama, namun antipsikotik atipik dapat menyebabkan efek

1
samping terkait metabolik yang cukup serius, antara lain peningkatan berat

badan dan obesitas sentral (Stahl, 2013). Menurut sebuah penelitian pasien

yang mendapat terapi antipsikotik atipik mengalami peningkatan berat

badan rata-rata 0,6 kg setiap minggunya dan terjadi sejak minggu pertama

terapi (Huang TL, 2007). Peningkatan berat badan dan obesitas dapat

menurunkan kepatuhan pasien untuk terus melakukan pengobatan.

Peningkatan asupan makanan dan peningkatan berat badan juga dapat

mempengaruhi kadar lemak di dalam tubuh. Terdapat korelasi signifikan

antara peningkatan berat badan dan peningkatan kadar trigliserida dan

kolesterol puasa pada pasien yang mendapatkan terapi antipsikotik atipik

clozapin (Henderson, 2000).

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar

trigliserida pada pasien yang telah menjalani terapi antipsikotik atipik

risperidon dan olanzapin selama 12 minggu, dengan peningkatan lebih

besar pada olanzapin (McEvoy JP, 2007). Terdapat pula penelitian yang

menyatakan bahwa pasien-pasien psikotik yang menggunakan antipsikotik

generasi kedua menunjukkan peningkatan trigliserida yang signifikan dan

beresiko 4 kali mengalami hipertrigliseridemia dibandingkan dengan

kelompok kontrol, dimana penelitian ini tidak menemukan hasil yang

berbeda diantara jenis antipsikotik atipikal yang digunakan (Tarricone,

2006). Terdapat penelitian yang dilakukan di Indonesia yang menyatakan

terdapat peningkatan kolesterol total dan trigliserida pada pasien yang telah

2
mendapatkan olanzapin selama 4 minggu (Sianturi, 2015), namun belum

terdapat penelitian menggunakan antipsikotik atipik jenis lainnya, termasuk

efek metabolik dari penggunaan antipsikotik atipik secara kombinasi.

Menurut NCEP ATP III guidelines, diantara semua parameter dari profil

lipid, trigliserida dan HDL termasuk kriteria penting dari sindrom metabolik.

Terdapat hubungan linear antara peningkatan kadar trigliserida dan resiko

terjadinya penyakit jantung koroner. Peningkatan kadar trigliserida

berhubungan dengan akumulasi lipoprotein remnant. Lipoprotein remnant

terdiri dari partially lipolysed VLDL, IDL dan kilomikron. Lipoprotein ini,

bersama dengan lipoprotein LDL dapat menginduksi reseptor “Scavenger”

yang berlokasi pada permukaan makrofag, proses ini dapat memfasilitasi

terbentuknya plak pada pembuluh darah (Austine, 1999).

Adanya efek samping metabolik termasuk peningkatan Trigliserida pada

penggunaan Antipsikotik, terutama antipsikotik atipikal memerlukan

perhatian yang serius, namun penelitian mengenai dampak abnormalitas

lipid pada penggunaan antipsikotik atipikal di Indonesia masih terbatas, dan

belum pernah dilakukan di Makassar, karena itu peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian bagaimana perubahan berat badan dan kadar

trigliserida pada pasien yang mendapat antipsikotik atipik selama 2 bulan

atau 8 minggu.

3
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas maka dapat

dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

“Apakah terdapat perubahan berat badan dan kadar trigliserida pada

pasien yang mendapat antipsikotik atipik selama 2 bulan ? “

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perubahan berat badan dan kadar Trigliserida

pada pasien skizofrenia yang mendapat antipsikotik atipik selama 2

bulan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengukur berat badan pasien skizofrenia di awal pengobatan

antipsikotik atipik.

b. Mengukur kadar trigliserida pada pasien skizofrenia di awal pengobatan

antipsikotik atipik.

c. Mengukur berat badan pasien skizofrenia setelah mendapatkan

antipsikotik atipik selama 1 bulan.

d. Mengukur kadar trigliserida pada pasien skizofrenia setelah

mendapatkan antipsikotik atipik selama 1 bulan.

4
e. Mengukur berat badan pasien skizofrenia setelah mendapatkan

antipsikotik atipik selama 2 bulan.

f. Mengukur kadar trigliserida pada pasien skizofrenia setelah

mendapatkan antipsikotik Atipik selama 2 bulan.

g. Membandingkan berat badan dan kadar trigliserida pasien skizofrenia

sebelum dan setelah mendapatkan pengobatan antipsikotik atipikal

selama 1 bulan dan 2 bulan.

D. HIPOTESIS PENELITIAN

Terdapat peningkatan berat badan dan kadar trigliserida pasien

skizofrenia yang telah mendapat terapi antipsikotik atipik selama 2 bulan.

E. MANFAAT PENELITIAN

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar

pertimbangan pengelolaan efek samping antipsikotik atipik pada pasien

skizofrenia

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah

tentang pengaruh antipsikotika atipik terhadap profil lipid khususnya

trigliserida pada pasien skizofrenia.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut

mengenai sindrom metabolik yang terjadi pada pasien skizofrenia.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SKIZOFRENIA

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering terjadi, dimana

gejala biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan

pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 23-35

tahun. Prevalensi seumur hidup dari skizofrenia adalah antara 0,3% hingga 0,7

% walaupun terdapat variasi antar ras, negara maupun kondisi geografis.

Skizofrenia merupakan penyakit kronik, dimana sebagian kecil dari kehidupan

penderita berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada

lebih lama (bertahun-tahun) dalam fase residual. Selama fase residual pasien

lebih menarik diri atau mengisolasi diri. Perjalanan penyakit skizofrenia dapat

diklasifikasikan sebagai : episode berkelanjutan, episodik dengan atau tanpa

gejala residual di antara episode, atau episode tunggal dengan remisi parsial

atau sempurna (Kaplan and Saddock, 2015. Amir, 2010).

Skizofrenia merupakan suatu gambaran sindrom klinis dengan berbagai

macam penyebab dan perjalanan yang banyak dan beragam, dimana terjadi

keretakan jiwa atau ketidakharmonisan dan ketidaksesuaian antara proses

pikir, perasaan dan perbuatan serta hilang timbul dengan manifestasi klinis

6
yang beragam. Gangguan skizofrenia umumnya ditandai oleh adanya

penyimpangan dari pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan adanya

afek yang tidak wajar atau tumpul (Kaplan and Saddock, 2015).

Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III

(PPDGJ III), skizofrenia dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria: (PPDGJ

III, 2003).

1. Harus ada sedikitnya 1 gejala berikut ini (dan biasanya 2 gejala atau

lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. Thought echo, thought insertion or withdrawal, thought broadcasting

b. Delusion of control, delusion of influence, delusion of passivity,

delusion of perception.

c. Halusinasi auditorik : suara halusinasi yang berkomentar secara

terus-menerus terhadap perilaku pasien, mendiskusikan perihal

pasien di antara mereka, jenis suara halusinasi lain yang berasal dari

salah satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil.

2. Atau paling sedikit 2 gejala di bawah ini yang harus ada secara jelas:

a. Halusinasi yang menetap dari pancaindra apa saja, apabila disertai

baik oleh waham yang mengambang maupun setengah terbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan

7
yang menetap, atau terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau

berbulan-bulan terus-menerus.

b. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan

(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan atau neologisme.

c. Perilaku katatonik

d. Gejala-gejala “negatif”: seperti sikap sangat apatis, bicara yang

jarang dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya

yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan

menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut

tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

3. Adanya gejala tersebut di atas berlangsung selama kurun waktu satu

bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V

(DSM - V) diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan dengan Kriteria A yaitu

ditemukan dua atau lebih gejala karakteristik berupa waham, halusinasi, bicara

kacau, perilaku yang sangat kacau atau katatonik, serta gejala negatif, yang

masing-masing terjadi dalam porsi waktu yang signifikan selama periode 1

bulan (DSM V, 2014).

8
B. ANTIPSIKOTIK ATIPIK

Ada dua kelompok obat antipsikotik yaitu antipsikotik generasi pertama

(AGP 1 / first generation antipsychotic/ FGA/ golongan tipik/ konvensional) dan

antipsikotik generasi kedua (APG II / Second generation antipsychotic/ SGA /

Serotonin Dopamin Antagonis/ SDA / golongan atipik/ novel) yaitu risperidon,

olanzapin, quetiapin, clozapin dan risperidon (Kaplan dan Sadock, 2007).

Kelompok antipsikotik atipik mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi

antara antagonis serotonin dan dopamin, hal ini berbeda dengan kelompok

antipsikotik tipik sehingga efek samping sindrom ekstrapiramidal lebih rendah

(Sinaga, 2007).

Antipsikotik generasi kedua/ atipik efektif untuk terapi psikosis akut dan

kronis seperti skizofrenia dan skizoafektif pada orang dewasa dan remaja.

Antipsikotik atipik juga efektif untuk terapi depresi psikotik serta untuk psikotik

akibat trauma kepala dan demensia. Antipsikotik atipik berguna untuk

pengendalian awal agitasi selama epsiode manik. Olanzapin dan risperidon

dapat digunakan untuk memperkuat antidepresan dalam penatalaksanaan

jangka pendek depresi berat dengan gejala psikotik (Kaplan dan Sadock,

2014). Secara umum antipsikotik atipikal berbeda dengan antispikotik tipikal

dalam hal ikatan dengan reseptor dopamin D2 dan rasio ikatan dengan

serotonin 5 HT2 yang lebih tinggi daripada reseptor D2 (Sinaga, 2007).

Risperidon, olanzapin, quetiapin dan ziprasidon sesuai untuk

penatalaksanaan episode psikotik awal, sedangkan clozapin digunakan untuk

9
orang yang refrakter terhadap semua antipsikotik lain. Jika seseorang tidak

berespon terhadap antipsikotik generasi kedua yang pertama, antipsikotik

generasi kedua lain atau aripiprazole harus dicoba. Antipsikotik Atipikal

biasanya memerlukan waktu 4 hingga 6 minggu untuk mencapai efektifitas

penuhnya. Jika efektif, dosis dapat diturunkan sesuai dengan yang ditoleransi

(Kaplan dan Sadock, 2014). Dari perspektif klinis, istilah atipik merujuk pada

properti klinik yang membedakannya dengan antipsikotik konvensional tipikal.

Dari perspektif farmakologi properti antipsikotik atipikal terbagi menjadi 4 tipe

yaitu : Antagonis dopamin serotonin, antagonis D2 dengan disosiasi cepat,

agonis parsial D2 dan agonis parsial serotonin. Antipsikotik atipikal mempunyai

ikatan tambahan pada berbagai subtipe reseptor neurotransmitter yaitu

serotonin (5 HT1A, 5HT2D, 5HT6 dan 5HT7), dopamine (D1,D3,D4), reseptor

histamin H1, reseptor muskarinik (M1,M2,M3,M4 dan M5) dan reseptor adrenergik

(α1 dan α2) (Stahl, 2013).

1. Olanzapin

Olanzapin merupakan agen yang efektif untuk pengobatan psikosis pada

skizofrenia dan gangguan bipolar. Memiliki efek sedasi yang ringan sehingga

dapat diterima dibanyak pelayanan psikiatri akut. Dari beberapa studi yang

besar menunjukkan suatu dilema yaitu disatu sisi olanzapin memiliki manfaat

efikasi yang besar dibanding antipsikotik lainnya, disisi lain memiliki efek

samping yang serius termasuk berat badan yang meningkat, peningkatan kadar

10
lipid dan risiko peningkatan diabetes. Olanzapin diabsorbsi dengan baik saat

digunakan secara oral. Konsentrasi plasma puncak dicapai kira-kira dalam 6

jam. Makanan relatif sedikit mempengaruhi absorsinya. Waktu paruh olanzapin

dipengaruhi oleh rokok, jenis kelamin dan usia. Rerata waktu paruh adalah

sekitar 31 jam (dalam rentang 21-54 jam). Hal ini memungkinkan untuk dosis

sekali sehari. Pasien mencapai konsentrasi plasma yang stabil dalam waktu

sekitar 7 hari. Pemberian intramuskular olanzapin mencapai plasma puncak

dalam waktu 15 sampai 45 menit. Obat ini 93 % terikat pada protein plasma.

Pathway (jaras) metabolik primer dari olanzapin adalah direct glucuronidation

dan P450-medicated oxidation. Tidak ada metabolik olanzapin yang aktif.

Olanzapin adalah antagonis affinitas yang tinggi pada reseptor 5-HT2A/2C, 5-

HT6, D1-4, H1, adrenergik a1 dan antagonis afinitas yang sedang pada reseptor

M1-5 dan 5-HT3. Dibandingkan risperidon, quetiapin dan ziprasidon, Olanzapin

sifat antagonis reseptor M dan H lebih kuat. Aktivitas histamin menjelaskan

dampaknya pada peningkatan berat badan (Stahl, 2013).

2. Clozapin

Clozapin bekerja sebagai antagonis serotonin 5HT2A dan D2. Selain itu

clozapin mempunyai profil farmakologi yang kompleks dibandingkan

antipsikotik atipik yang lain. Clozapin adalah antipsikotik pertama yang

diidentifikasi sebagai “atipik”, dan dikenal mempunyai efek samping gejala

ekstra piramidal yang rendah. Clozapin berkaitan dengan resiko terjadinya

11
agranulositosis dan kejang, serta dapat bersifat sedatif dan menyebabkan

peningkatan produksi saliva. Clozapin mempunyai resiko besar terjadinya

resiko kardiometabolik. Clozapin mempunyai efikasi besar namun juga

memberikan efek samping yang besar dibandingkan antipsikotik atipik lain.

Clozapin dapat memblokade reseptor Histamin H1 serta 5HT2C. Clozapin juga

mempunyai kemampuan poten sebagai antagonis Muskarinik (M) dan alpha-1

adrenergik reseptor (Stahl, 2013).

3. Risperidon

Risperidon bekerja sebagai antagonis serotonin-dopamin, juga berikatan

pada reseptor α-2 adrenergik serta α-1 adrenergik. Efek samping yang dapat

ditimbulkan risperidon antara lain adalah gangguan gerak, konstipasi dan

peningkatan berat badan. Risperidon dapat juga menyebabkan diskinesia

tardif, neuroleptik malignant syndrome dan peningkatan kadar gula darah.

Risperidon bekerja pada beberapa subtipe reseptor serotonin. Ikatan pada

reseptor 5-HT2c (antagonis) berkaitan dengan efek samping peningkatan berat

badannya dan 5-HT2A berkaitan dengan aksi antipsikotiknya dan rendahnya

efek samping ekstrapiramidal. Risperidon juga bekerja pada reseptor Dopamin

D1 dan D2. memblokade jalur mesolimbik, jalur mesokortikal dan jalur

tuberoinfundibular. Risperidon mempunyai waktu paruh yang panjang,

mengalami metabolisme dihati dan dieksresikan melalui ginjal. Metabolit aktif

risperidon yaitu paliparidon juga digunakan sebagai antipsikotik. Ikatan pada

12
reseptor α1 adrenergik menyebabkan efek samping hipotensi ortostatik dan

sedasi sedangkan ikatan pada reseptor Histamin H 1 memberikan efek sedative

dan peningkatan berat badan (Stahl, 2013).

4. Quetiapin.

Quetiapin mempunyai struktur kimia yang mirip dengan clozapin dan

mempunyai banyak properti famakologi. Quetiapin bekerja sebagai antagonis

dopamin (D1,D2 dan D4),antagonis reseptor serotonin ( 5-HT2A, 5HT2c, ), agonis

parsial 5-HT1A, antagonis adrenergik reseptor (α1 adrenergik dan α 2

adrenergik), dan antagonis reseptor H1. Scan PET serial menunjukkan bahwa

quetiapin mempunyai kemampuan untuk melakukan disosiasi secara cepat dari

reseptor D2, secara teori hal ini dapat meminimalisir efek samping gejala

ekstrapiramidal dan peningkatan prolaktin (Stahl, 2013).

C. PENINGKATAN BERAT BADAN

Sensasi lapar disebabkan oleh keinginan akan makanan dan beberapa

pengaruh fisiologis lainnya, seperti kontraksi ritmis lambung yang

menyebabkan seseorang mencari suplai makanan yang adekuat. Jika proses

pencarian makanan berhasil, rasa kenyang akan timbul. Sinyal makan

menimbulkan sensasi lapar, mendorong kita mencari makanan. Sinyal kenyang

13
memberi tahu kita bahwa kita telah cukup makan dan menekan keinginan

makan, setiap sensasi tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan budaya

serta oleh pengaturan fisiologis yang mempengarui pusat – pusat spesifik di

otak, terutama hipotalamus (Guyton and Hall, 2006).

Bila energi dalam jumlah besar (dalam bentuk makanan) masuk ke dalam

tubuh melebihi jumlah yang dikeluarkan, berat badan akan bertambah, dan

sebagian besar kelebihan energi tersebut akan disimpan sebagai lemak. Oleh

karena itu kelebihan adipositas disebabkan masuknya energi yang melebihi

pengeluaran energi. Seorang dewasa memiliki sekitar 40 miliar hingga 50 miliar

adiposit. Setiap sel lemak dapat menyimpan maksimal sekitar 1,2 mg

trigliserida. Setelah sel – sel lemak yang sudah ada terisi penuh, jika seseorang

terus mengkonsumsi lebih banyak kalori daripada yang dikeluarkan, akan

terbentuk lebih banyak adiposit (Guyton and Hall, 2006).

Indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur berat

badan lebih atau obesitas pada orang dewasa adalah IMT (Indeks Massa

Tubuh). IMT diukur dengan berat badan dalam kg (kilogram) dibagi tinggi

badan dalam meter kuadrat (m2) (Sugondo, 2007). Keseimbangan energi

ditentukan oleh asupan energi yang berasal dari asupan makanan yaitu

karbohidrat, lemak dan protein serta kebutuhan energi yang ditentukan oleh

kebutuhan energi basa, aktifitas fisik dan thermic effect of food yaitu energi

yang diperlukan untuk mengolah zat gizi menjadi energi (Meutia, 2005,

Nugraha 2009).

14
Regulasi keseimbangan energi tubuh dipengaruhi oleh banyak faktor, jika

disederhanakan makan dapat dikelompokkan menjadi faktor genetik, gaya

hidup, lingkungan, aktivitas, obat-obatan, regulasi fisiologis dan metabolisme

dari tubuh (Nugraha, 2009). Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu

penyebab utama dari penambahan berat badan. Orang-orang yang tidak aktif

mengeluarkan lebih sedikit kalori dan bila ditambah dengan faktor lingkungan /

lifestyle, termasuk perilaku / pola gaya hidup seseorang yang cenderung

mengkonsumsi makanan kaya lemak serta tidak melakukan aktivitas fisik yang

seimbang, akan mengalami obesitas. Regulasi fisiologis dan metabolisme

keseimbangan energi di dalam tubuh diatur oleh otak terutama hipotalamus dan

oleh organ lain diluar otak seperti saluran cerna, jaringan adiposa / lemak dan

lain lain. Terdapat banyak interaksi kimiawi antar neuron di hipotalamus,

amigdala dan kortex prefrontal secara bersama-sama mengkoordinasi berbagai

proses yang mengatur perilaku makan dan persepsi rasa kenyang (Dzielac,

2006; Guyton dan Hall, 2006).

Beberapa pusat syaraf di hipotalamus ikut serta dalam pengaturan asupan

makanan. Nukleus lateral hipotalamus befungsi sebagai pusat makan,

perangsangan pada area ini menyebabkan hewan makan dengan rakus

(Hiperfagia). Sebaliknya kerusakan pada hipotalamus lateral menyebabkan

hilangnya nafsu makan, pengurangan berat badan yang nyata, kelemahan otot

dan penurunan metabolisme. Berbagai faktor kimiawi dalam darah memberi

sinyal tentang keadaan nutrsi tubuh, misalnya berapa banyak lemak yang

15
tersimpan atau status kenyang lapar, hal tersebut penting dalam pengendalian

asupan makanan. Kontrol masukan makanan tidak tergantung dari satu sinyal,

tetapi ditentukan oleh intergrasi banyak masukan yang memberi informasi

tentang status energi tubuh (Guyton dan Hall, 2006).

Nucleus ventromedial hipotalamus berfungsi sebagai pusat kenyang.

Pusat ini dipercaya memberikan suatu sensasi yang menghambat pusat

makan. Nukleus paraventrikular, dorsomedial dan arkuata di hipotalamus juga

berperan penting dalam pengaturan asupan makanan. Sedangkan pusat rasa

kenyang di batang otak dikenal sebagai nucleus traktus solitaries memproses

sinyal – sinyal yang penting dalam perasaan kenyang dan karena itu penting

dalam pengaturan makanann jangka pendek. NTS tidak hanya menerima

masukan dari neuron–neuron hipotalamus yang lebih tinggi yang berperan

dalam homeostasis energi, tetapi juga mendapat masukan aferen dari saluran

cerna misalnya masukan eferen yang menunjukkan derajat distensi lambung

dan bagian lain yang menandakan keadaan kenyang (Guyton 2006; Sherwood,

2007).

Nukleus Arkuatus berperan sentral dalam kontrol jangka panjang

keseimbangan energi dan berat badan serta kontrol jangka pendek asupan

makanan sehari hari. Nukleus arkuatus mempunya dua subset utama neuron

yang berfungsi saling berlawanan. Satu subset mengeluarkan Neuropeptida Y

dan yang lain mengeluarkan melanokortin yang berasal dari

Propiomelanocortin (POMC), suatu molekul prekursor yang dapat dibagi

16
menjadi beberapa bagian untuk menghasilkan beberapa produk hormon.

Neuropeptide Y (NPY) adalah suatu perangsang nafsu makan paling kuat yang

pernah ditemukan, menyebabkan peningkatan asupan makanan sehingga

mendorong penambahan berat (Sherwood, 2007).

Terdapat banyak interaksi kimiawi antar neuron di hipotalamus dan pusat–

pusat tersebut, secara bersama-sama berkoordinasi berbagai proses yang

mengatur perilaku makan dan persepsi rasa kenyang. Nukleus–nukleus

hipotalamus tersebut juga penting untuk mengatur keseimbangan energi dan

metabolisme. Hipotalamus menerima sinyal syaraf dari saluran pencernaan

yang memberikan informasi sensorik mengenai isi lambung, sinyal kimia dan

zat nutrisi dalam darah (Glukosa, asam amino dan asam lemak) yang

menandakan rasa kenyang, sinyal dari hormon gastrointestinal, sinyal dari

hormon yang dilepaskan oleh jaringan lemak dan sinyal dari korteks serebri

(penglihatan, penghidu dan pengecapan) yang mempengaruhi perilaku makan.

Pusat makan dan kenyang di hipotalamus memiliki kepadatan reseptor yang

tinggi untuk neurotransmitter dan hormon yang mempengaruhi perilaku makan

(Guyton and Hall, 2006).

D. TRIGLISERIDA

Lipid adalah sekelompok senyawa heterogen, meliputi lemak, minyak,

steroid dan senyawa terkait, yang berkaitan lebih karena sifat fisiknya daripada

sifat kimiawinya. Fungsi biologi utama lipid termasuk menyimpan energi,

17
pensinyalan dan bertindak sebagai komponen pembangun membran sel.

Kombinasi lipid dan protein (lipoprotein) adalah konstituen sel yang penting,

yang terdapat baik di membran sel maupun di mitokondria dan juga berfungsi

sebagai pengangkut lipid dalam darah. Lipid plasma terdiri dari Triasilgliserol

(16%), fosfolipid (30%). Kolesterol (14%) dan ester kolesteril (36%) serta sedikit

asam lemak rantai panjang tak teresterifikasi (asam lemak bebas ) (4%). Fraksi

ini secara metabolik adalah lemak plasma yang paling aktif (Murray et al,

2012).

1. Pembentukan dan Transport Lipid

Terdapat tiga jalur utama yang bertanggungjawab dalam pembentukan dan

transport lipid di dalam tubuh (Suyono,1996)

a. Jalur eksogen : Setelah dicerna dan diserap dari lemak makanan,

trigliserol dan Kolesterol dikemas dalam bentuk kilomikron pada sel

epitel intestinal. Kilomikron beredar melalui system limfatik intestinal.

Didalam darah kilomikron berinteraksi pada kapiler jaringan adiposa dan

sel otot melepaskan trigliserida ke jaringan adiposa untuk disimpan dan

akan digunakan saat tubuh memerlukan energi. Enzim lipoprotein lipase

menghidrolisis trigliserida dan asam lemak bebas dilepaskan. Sejumlah

komponen kilomikron dikemas kembali dalam bentuk lipoprotein lain.

b. Jalur endogen : jalur endogen melibatkan lipoprotein sintesis hati.

trigliserol dan ester kolesterol dibentuk oleh hati dan dikemas dalam

18
partikel VLDL lalu dilepas ke dalam sirkulasi. VLDL kemudian diproses

oleh LPL dalam jaringan untuk melepaskan asam lemak dan gliserol.

Setelah diproses oleh LPL, VLDL berubah menjadi VLDL Remnant.

c. Transport kolesterol reverse : proses dimana kolesterol dipindahkan dari

jaringan kembali ke hati. HDL adalah liporotein penting yang berperan

dalam transport kolesterol kembali ke hatidan transport ester kolesterol

antar lipoprotein.

Lemak (fat) yang diserap dari makanan dan lipid yang disintesis oleh hati

dan jaringan adiposa harus diangkut ke berbagai jaringan dan organ untuk

digunakan dan disimpan. Karena Lipid tidak larut di dalam air, maka

pengangkutan lipid dalam plasma dilakukan dengan cara menggabungkan lipid

nonpolar (Triasilgliserol dan ester Kolesteril) dengan lipid amfipatik (fospolipid

dan kolesterol) serta protein untuk menghasilkan lipoprotein yang dapat

bercampur dengan air. Lipoprotein adalah struktur biokimia yang berisi protein

dan lemak, yang terikat pada protein, yang memungkinkan lemak untuk

bergerak melalui air pada bagian dalam dan di luar sel. Protein berfungsi untuk

mengemulsi lipid (jika tidak disebut molekul lemak). Contohnya termasuk

lipoprotein densitas tinggi (HDL) dan lipoprotein densitas rendah (LDL). Fungsi

dari partikel lipoprotein adalah untuk mengangkut lipid (lemak) seperti

triasilgliserol di sekitar tubuh dalam darah. Lipoprotein dapat diklasifikasikan

sebagai berikut, kilomikron membawa trigliserida (lemak) dari usus ke hati, ke

otot rangka, dan ke jaringan adiposa (Marks et al, 2000)

19
Pembagian Lipoprotein antara lain: (Marks et al,2000)

1. Kilomikron

2. Lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL)

3. Lipoprotein densitas menengah (IDL)

4. Lipoprotein densitas rendah (LDL)

5. Lipoprotein densitas tinggi (HDL)

Trigliserida (triasilgliserol atau triasilgliserida) adalah sebuah gliserida, yaitu

ester dari gliserol dan tiga asam lemak. Trigliserida merupakan penyusun

utama minyak nabati dan lemak hewani, sehingga merupakan lemak utama

dalam makanan, terutama dicerna di dalam lumen usus. Produk-produk

pencernaan tersebut diubah kembali menjadi trigliserida di dalam sel epitel

usus, yang lalu dikemas dalam lipoprotein yang dikenal sebagai kilomikron, dan

disekresikan ke dalam limfe. Trigliserida pada kilomikron dan VLDL dicerna

oleh lipoprotein lipase (LPL), suatu enzim yang melekat pada sel endotel

kapiler. Asam-asam lemak yang dibebaskan kemudian diserap oleh otot dan

jaringan lain untuk dioksidasi menjadi CO2 dan air untuk menghasilkan energi.

Trigliserida berasal dari makanan (exogen) dan juga diproduksi oleh tubuh

dalam metabolisme menghasilkan energi (endogen) (Marks, et al, 2000). Di hati

trigliserida dibentuk dari asil lemak KoA dan Gliserol 3-fosfat. Pada jalur ini,

asam fosfatidat berfungsi sebagai zat antara. Gliserol 3-fosfat bereaksi dengan

asil asam lemak KoA untuk membentuk asam fosfatidat. Defosforilasi asam

20
fosfatidat menghasilkan diasilgliserol. Asil lemak Ko-A lainnya bereaksi dengan

diasilgliserol untuk membentuk trigliserida. Trigliserida yang dibentuk dalam

reticulum endoplasma hati, tidak disimpan di hati namun dikemas bersama

apoprotein dan lemak lain yaitu kolesterol dan fosfolipid dalam lipoprotein

berdensitas sangat rendah (VLDL) dan diekskresikan dalam darah. Di dalam

kapiler beberapa jaringan (terutama jaringan adiposa, otot, dan kelenjar

mamma dalam keadaan laktasi). Lipoprotein Lipase (LPL) mencerna

triasilgliserol pada VLDL dan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Gliserol

menuju ke hati dan jaringan lain untuk dimanfaatkan. Sebagian asam lemak

dioksidasi oleh otot dan jaringan lain. Setelah makan sebagian asam lemak

akan diubah menjadi trigliserida dan disimpan di dalam sel adiposa. Asam-

asam lemak ini dibebaskan selama masa puasa dan berfungsi sebagai bahan

bakar utama tubuh (Marks, et al, 2000).

Setelah makan, simpanan triasilgliserol dalam jaringan adiposa meningkat.

Sel adiposa mensintesis LPL dan mensekresikannya ke dalam kapiler jaringan

adiposa saat rasio insulin /glucagon meningkat. Enzim ini mencerna trigliserida

pada kilomikron maupun VLDL. Asam lemak masuk ke jaringan adiposa dan

diaktifkan membentuk asil lemak KoA yang bereaksi dengan gliserol 3-fosfat

untuk membentuk trigliserida melalui jalur yang sama dengan yang terjadi di

hati. Karena jaringan adiposa tidak memiliki gliserol kinase dan tidak dapat

menggunakan gliserol yang dihasilkan oleh LPL, maka gliserol masuk ke darah

menuju hati. Hati menggunakan gliserol untuk sintesis trigliserida. Di sel

21
adipose gliserol 3-fosfat berasal dari glukosa. Pada orang sehat sumber utama

asam lemak trigliserida adalah kelebihan glukosa dalam makanan. Penurunan

insulin dapat menyebabkan kadar cAMP dalam jaringan adiposa meningkat ,

yang kemudian merangsang liposis (Marks, et al, 2000).

Di hati dan jaringan adiposa, trigliserida dibentuk melalui jalur yang memiliki

zat antara asam fosfatidat. Sumber gliserol 3-fosfat, yang menyediakan gugus

gliserol untuk sintesis triasilgliserol, berbeda di hati dan jaringan adiposa. Di

hati gliserol 3-fosfat dihasilkan dari fosforilasi gliserol oleh gliserol kinase atau

dari reduksi dihidroaseton fosfat yang berasal dari glikolisis. Jaringan adiposa

tidak memiliki gliserol kinase dan dapat menghasilkan gliserol 3- fosfat hanya

dari glukosa. Dengan demikian, jaringan adiposa hanya dapat menyimpan

asam lemak apabila terjadi pengaktifan glikolisis yaitu dalam keadaan kenyang

(Marks, et al, 2000).

Kilomikron berfungsi mengangkut trigliserida dalam darah. Kilomikron

dibentuk di sel epitel usus, disekresikan ke dalam limfe, masuk ke dalam darah

dan menjadi kilomikron matang. Di dinding kapiler, lipoprotein lipase (LPL)

mencerna trigliserida (TG) pada kilomikron menjadi asam lemak dan gliserol.

Asam lemak akan dioksidasi atau disimpan dalam selsebagai trigliserida, sisa

kilomikron diserap oleh hati melalui proses endositosis dengan bantuan

reseptor (Murray et al, 2012, Marks et al 2000).

22
Kadar trigliserida yang tinggi berkaitan dengan resiko terjadinya penyakit

kardiovaskular independen dari fakto resiko mayor lainnya. Peningkatan ringan

dari Trigliserida dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung

kolesterol (Suyono, 1996, Cipla, 2005)

Table 1. Klasifikasi kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL, kolesterol LDL


(National Cholesterol Education Program guidelines Adult Treatment
Panel III, 2004).

Trigliserida Interpretasi
< 150 Normal

150-199 Perbatasan tinggi

200-499 Tinggi

≥ 500 Sangat tinggi

E. HUBUNGAN ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL DENGAN BERAT BADAN DAN

TRIGLISERIDA

Terdapat penelitian di Asia yang menyatakan bahwa 66 % pasien

Skizofrenia mengalami dislipidemia setelah mendapatkan terapi antispikotik

(Ruzanna, 2012). Jalur abnormalitas Metabolik dimulai dari peningkatan nafsu

makan yang diikuti oleh peningkatan berat badan kemudian bergeser ke

terjadinya obesitas, resistensi insulin dan dislipidemia dengan peningkatan

trigliserida puasa. Penelitian terbaru membuktikan bahwa resiko

kardiometabolik pada pasien skizofrenia yang menggunakan pengobatan

23
antipsikotik atipikal tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan nafsu makan dan

peningkatan berat badan (Stahl, 2013).

Peningkatan berat badan pada antipsikotik generasi kedua ditemukan

lebih besar dari pada antipsikotik konvensional. Efek besarnya peningkatan

berat badan bervariasi diantara antipsikotik atipikal. Clozapin dan olanzapin

mempunyai efek peningkatan berat badan yang paling besar dalam

penggunaan jangka panjang atau jangka pendek. Risperidon mempunyai efek

sedang dalam pengingkatan berat badan. Quetiapin memberikan efek minimal

hingga sedang, tergantung dari panjangnya terapi sedangkan ziprasidon

mempunyai efek peningkatan berat badan yang paling rendah (Christian L,

Shriqui, 2002).

Kemampuan antipsikotik atipikal untuk berikatan dengan serotonin dan

histamin diketahui berhubungan dengan mekanisme antipsikotik atipikal dalam

menyebabkan peningkatan berat badan. Sistem serotonin telah dikenal sejak

lama sebagai neurotransmiter utama yang terlibat dalam regulasi intake

makanan, 5HT2C, 5HT3 dan 5HT1A merupakan reseptor yang mempunyai

kemungkinan terbesar dalam keterlibatannya dalam menginduksi peningkatan

berat badan berdasarkan karakteristik fisiologisnya. Agonis reseptor 5HT 1A dan

5HT2C mempunyai efek berlawanan dengan pemasukan makanan. Agonis

reseptor 5HT1A meningkatkan pemasukan makanan dan agonis reseptor 5HT2C

menurunkannya. Studi lain menemukan bahwa serotonin juga mengatur

Neuropeptida Y (NPY) yang merupakan suatu neuropeptida yang merangsang

24
nafsu makan melalui dengan cara merangsang pelepasan oreksin. Agonis

Reseptor 5HT2C menyebabkan penurunan asupan makanan melalui reduksi

level NYP pada nukleus paraventrikuler di hipotalamus dimana area ini kaya

akan reseptor serotonin. Karena itu obat-obat yang bersifat antagonis 5HT 2C

dapat meningkatkan level NPY dan meningkatkan asupan makan.

Neuropeptida Y merangsang pelepasan oreksin pada daerah hipotalamus

lateral, oreksin merupakan stimulator kuat asupan makanan (oreksis artinya

nafsu makan). Selain itu terdapat bukti bahwa terdapat interaksi antara 5HT 2C

dan leptin yaitu hormon yang bersirkulasi dan dilepaskan oleh adiposit sebagai

respon tehadap peningkatan deposit lemak (Fabio Panariello et al, 2010; BR

Godlewska et al, 2009, Sherwood, 2012).

Terdapat bukti kuat yang menunjukkan pentingnya peranan histamin

sentral terhadap kontrol pemasukan makanan dan pengaturan energi

(Yoshimatsu et al.,2002). Neuron histaminergik dan reseptor histamine H 1

berlokasi di nukleus tuberomamilary pada posterior hipotalamus dan

mengirimkan aksonnya ke seluruh system syaraf pusat. Terdapat penelitian

yang menunjukkan bahwa penghambatan reseptor H1 pada tikus menyebabkan

obesitas, yang disertai peningkatan pemasukan makanan dan terganggunya

pola makan diurnal (Masaki et al , 2004). Histamin merupakan salah satu

neurotransmitter yang berfungsi menekan nafsu makan salah satunya dengan

cara menginhibisi pelepasan noradrenalin dari terminal nervus pada

hipotalamus yaitu pada bagian paraventrikular nucleus. dimana noradrenalin

25
yang dilepaskan oleh PVN berperan dalam stimulasi asupan makanan (Kurose

and Terashima, 1999). Blokade pada reseptor Histamin H1 menyebabkan

aktivasi hypothalamic AMP-protein Kinase (AMPK) sehingga terjadi

peningkatan asupan makanan dan terjadi peningkatan berat badan (Minokoshi

et al, 2004).

Secara umum peningkatan berat badan bekaitan dengan peningkatan

glukosa darah Puasa serta lipid. Suatu penelitian menemukan bahwa terdapat

korelasi signifikan antara peningkatan berat badan dengan peningkatan

kolesterol dan trigliserida puasa. Penelitian lain menemukan terdapat hubungan

antara peningkatan trigliserida puasa dengan peningkatan berat badan pada

pasien yang diterapi dengan olanzapin (Henderson, 2000. Osser, 1999).

Keseimbangan kalori positif yang berlangsung terus menerus dapat

menyebabkan hipertrofi adiposit dan terjadinya akumulasi lemak viseral, hal ini

dapat menyebabkan disfungsi organelar, gangguan pada penyimpanan asam

lemak dan peningkatan asam lemak bebas di sirkulasi darah. Peningkatan

lemak intraabdominal dan obesitas viseral dapat menyebabkan terjadinya

resistensi insulin. Peningkatan resistensi insulin menyebabkan adiposit viseral

menjadi lebih sensitif terhadap efek metabolik dari hormon lipolisis yaitu

glukokortikoid dan katekolamin. Aktifitas lipolisis hormonal ini menyebabkan

peningkatan pelepasan asam lemak bebas menuju sistem portal, sehingga

produksi trigliserida pada hati meningkat ( Kolovou GD et al ,2005).

26
Resistensi insulin diketahui sebagai defek metabolik penting yang

berhubungan dengan sindrom metabolik termasuk terjadinya dislipidemia

aterogenik (Toth 2014). Antipsikotik atipikal juga dapat meningkatkan kadar

trigliserida puasa dan menyebabkan resistensi insulin yang independen

terhadap peningkatan berat badan. Sehingga hal ini dapat terjadi pada pasien

walaupun tidak terjadi peningkatan berat badan yang signifikan. Mekanisme

sejumlah antipsikotik yang dapat meningkatkan trigliserida puasa dan resistensi

insulin masih membutuhkan penelitian lebih lanjut (Stahl, 2013). Menurut

suatu penelitian ikatan Antipsikotik atipikal pada reseptor muskarinik berkaitan

dengan terjadinya resistensi insulin (Silvestre & Prous, 2005).

27
BAB III

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. KERANGKA TEORI

Antipsikotik
Atipikal

Diet tinggi lemak


Agonis 5HT1A dan karbohidrat
Neuropeptida Y
pada PVN oreksin pada
Hypotalamus LH
Antagonis 5 HT2C
nafsu makan

Noradrenalin Mempersingkat
Antagonis dari PVN
Histamin H 1 waktu kenyang asupan makan
aktivasi (AMPK)
Antagonis α1 berat badan
adrenergik Sedasi Aktifitas fisik

Antagonis Blockade Blokade insulin lemak


Pelepasan
Muskarinik reseptor M3 signaling pathway Viseral
asam lemak
pankreas
Resistensi
pengambilan
insulin
asam lemak oleh
jaringan adiposa
Aktifitas lipolisis
hormonal
asam lemak yang
dibawa ke hati

produksi dan
jumlah Trigliserida
dalam hati

Trigliserida

28
B. KERANGKA KONSEP

Antipsikotik Atipikal

Aktivitas Fisik

Usia

Peningkatan berat badan


Rokok

Lama berobat

Diet
Trigliserida

Keterangan :

: Variabel Bebas

: Variablel Antara

: Variabel Tergantung

: Variabel Kendali

: Variabel Perancu

29
BAB IV METODE PENELITIAN

A. Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik observasional dengan

pendekatan kohort prospektif.

B. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Khusus Daerah Propinsi Sulawesi

Selatan pada bulan Agustus sampai dengan November 2017.

C. Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah pasien skizofrenia yang menjalani rawat jalan

di Rumah Sakit Khusus Daerah Propinsi Sulawesi Selatan.

D. Sampel dan cara pengambilan sampel

Sampel pada penelitian adalah pasien skizofrenia yang menjalani rawat

inap di Rumah Sakit Khusus Daerah Propinsi Sulawesi Selatan yang

memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Sampel diambil mulai bulan

Agustus 2017 dengan cara Consecutive Sampling, yaitu semua pasien yang

memenuhi kriteria penelitian sampai sampel yang diperlukan terpenuhi.

30
E. Perkiraan besar sampel

(Zα+Zβ)S

= n1=n2= X1 –X2

Keterangan : Zα : deviat baku alfa : 1,64

Zβ : deviat baku beta : 1,28

S : Simpang baku : 35

X1 –X2 : Selisih minimal rerata : 20

n1=n2= (1,64+1,28) 35

20

= 26,11 (dibulatkan menjadi 27)

Dari rumus di atas, maka besar sampel minimal adalah 27 orang

Keterangan :

N = Jumlah sampel minimal yang diperlukan

Zα = Besar kesalahan tipe I (5%)

Zβ = Besar kesalahan tipe II (10%)

S = Nilai Simpang baku

X1 - X2 = Nilai Perbedaan rerata minimal yang dianggap bermakna

31
F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

a. Berusia 20-50 tahun

b. Menggunakan antipsikotik Atipik

c. Tidak mendapatkan pengobatan antipsikotik minimal 3 bulan

2. Kriteria Eksklusi

a. Tidak bersedia mengikuti penelitian

b. Memiliki Penyakit Kronik (Tuberkulosis, HIV, Diabetes Mellitus,

Keganasan, Anemia kronik)

G. Izin penelitian dan Ethical Clearance (Kelaikan Etik)

Sebelum melakukan penelitian ini, terlebih dahulu akan meminta keterangan

kelayakan etik (ethical clearance) dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan FKUH-

RSUH-RSWS.

H. Cara Kerja

1. Setiap pasien skizofrenia yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan ke

dalam kelompok penelitian.

2. Melakukan pencatatan identitas sampel meliputi nama, jenis kelamin, umur,

pendidikan terakhir, pekerjaan serta anamnesis riwayat penyakit dahulu.

32
3. Menjelaskan kepada keluarga dan subjek penelitian mengenai maksud dan

tujuan penelitian. Bila setuju, subjek diikutkan dalam penelitian.

4. Melakukan pengukuran berat badan, indeks masa tubuh dan lingkar

pinggang, pasien di awal mendapatkan terapi antipsikotik atipik, setelah

mendapat terapi selama 1 bulan dan setelah mendapat terapi selama 2

bulan.

5. Melakukan pengambilan darah dan pengukuran kadar trigliserid pada

pasien sebelum mendapatkan pengobatan antipsikotik atipikal.

Pengambilan darah vena sebanyak 4 cc dari pembuluh darah vena Mediana

cubiti darah kemudian dimasukkan ke dalam tabung dan diperiksa di

laboratorium patologi Klinik. Pemeriksaan menggunakan alat Cobas C111

dengan metode GPO-PAP – Reaksi enzimatik colorimetri. Pengambilan

darah dilaksanakan setelah berpuasa selama 10 jam. Pengambilan darah

dilakukan sebanyak tiga kali pada setiap sampel yaitu di awal mendapatkan

terapi antipsikotik atipik, setelah mendapat antipsikotik atipik selama 4

minggu dan setelah mendapat antipsikotik atipik selama 8 minggu.

6. Melakukan analisis data

33
I. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel

1. Identifikasi Variabel

Variabel :

 Antipsikotik Atipik

 Berat Badan

 Kadar Trigliserida

2. Klasifikasi Variabel

a. Jenis Data (skala pengukuran)

 Berat badan : Numerik

 Kadar trigliserida: Numerik

b. Peran:

 Variabel tergantung : Kadar Trigliserida

 Variabel bebas : Antipsikotik atipik

 Variabel antara : Peningkatan berat badan

 Variabel kendali : Umur, Lama Konsumsi obat

 Variabel Random : Rokok,diet ,aktivitas fisik

J. Definisi operasional

1. Antipsikotik Atipikal adalah obat yang dapat mengatasi gejala klinik

Skizofrenia yang mempunyai properti klinik atipikal yaitu : antagonis

34
serotonin dopamin, antagonis Reseptor D2 dengan disosiasi cepat,

agonis parsial reseptor D2 dan agonis parsial serotonin.

2. Kadar trigliserida adalah Jumlah Trigliserida yang berada dalam darah

3. Metode analisa trigliserid mengunakan Metode GPO-PAP dengan reaksi

enzimatik kalorimetri : Prinsip dari metode ini yaitu Triglierid akan diurai

menjadi gliserol oleh enzim Lipoprotein Lipase,kemudian gliserol hasil

penguraian tadi akan diubah oleh enzim Gliserofosfooksidase menjadi

H2O2. Warna merah yang terbentuk adalah hasil reaksi dari H2O2 dan

phenol ditambah aminopenazon dengan bantuan enzim peroksidase

(POD). Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan kadar

trigliserid. Semakin pekat warnanya maka kadar gliserid semakin besar.

4. Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat yang ditandai dengan adanya

halusinasi, waham, gangguan dalam berfikir, perilaku dan motivasi.

5. Berat Badan adalah : massa badan yang diukur dalam satuan Kg.

6. Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan

antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT

dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adipositas

dalam tubuh seseorang. IMT tidak mengukur lemak tubuh secara

langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi dengan

pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater weighing

dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM et al.,2002).

35
7. Ukuran lingkar pinggang atau ukuran lingkar perut adalah besaran

panjang keliling badan seseorang pada bagian perut yang sejajar

dengan pusar. Ukuran lingkar pinggang dinyatakan dalam satuan

centimeter (cm) atau inch (in).

8. Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat dan fungsi biologis laki-laki

dan perempuan

9. Usia adalah umur kronologis sampel dalam hitungan tahun.

10. Pekerjaan adalah mata pencaharian sampel saat ini, berupa aktivitas

setiap hari yang dapat memberikan penghasilan

11. Pendidikan terakhir : tingkat pendidikan terakhir yang telah dilalui klien

pada saat penelitian dilakukan.

K. Kriteria Obyektif

1. Diagnosis skizofrenia ditentukan menggunakan kriteria diagnosis PPDGJ

III

2. Kadar normal trigliserida di dalam darah : < 150 mg/dl, batas tinggi : 150-

199 mg/dl, Tinggi : 200-499 mg/dl dan sangat tinggi : > 500 mg/dl

3. Kriteria Indeks masa tubuh : IMT di bawah 18,5 sebagai sangat kurus

atau underweight, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau

overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi

orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas

36
dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40), dan

tingkat III (>40) (CDC, 2002).

4. Lingkar pinggang normal pada perempuan adalah kurang dari 80 cm,

sedangkan pada laki-laki kurang dari 90

37
L. Alur Penelitian

Populasi Sampel

Memenuhi Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Pengambilan Identitas Sampel

Mengukur Berat badan, IMT, Lingkar pinggang,


lingkar lengan atas, serta mengukur Kadar
Trigliserida sampel pada awal Terapi
Antipsikotik Atipik

Mengukur Berat badan, IMT, Lingkar pinggang,


lingkarengan atas serta mengukur Kadar
Trigliserida sampel setelah mendapat Terapi
Antipsikotik Atipik selama 1 bulan

Mengukur Berat badan, IMT, Lingkar pinggang,


lingkar lengan atas serta mengukur Kadar
Trigliserida sampel setelah mendapat Terapi
Antipsikotik Atipik selama 2 bulan

Membandingkan Berat badan dan Kadar


Trigliserida pada awal terapi antipsikotik atipik,
setelah mendapat terapi antipsikotik Atipik
selama 1 bulan dan setelah mendapat terapi
BAB V
antipsikotik Atipik selama 2 bulan.

38
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada penelitian ini diperoleh sampel sebanyak 28 orang laki-laki dan

perempuan penderita skizofrenia yang berusia 20 – 48 tahun. Dilakukan

pengukuran TB, BB, LP, kadar TG dan dilakukan perhitungan IMT pada awal

terapi, setelah pemberian terapi selama 1 bulan, dan setelah pemberian terapi

selama 2 bulan. Adapun karakteristik sampel tergambar pada tabel dibawah :

Tabel 2. Karakteristik Sampel Penelitian

NO. Karakteristik sampel Frekuensi Presentase

1. Jenis Pria 15 (53%)


Kelamin Wanita 13 (47%)

2. Usia 20- 30 tahun 15 (53%)


31-40 tahun 7 ( 25%)
41-50 tahun 6 ( 22%)

3. Onset sakit
< 1 tahun 2 (7,1 %)
1-5 tahun 16 (57,1%)
6-10 Tahun 4 (14,3 %)
>10 tahun 6 (21,4 %)

Sumber : Data Primer, 2017

39
Proporsi jenis kelamin sampel penelitian terlihat laki-laki lebih banyak daripada

perempuan yaitu laki-laki sebanyak 15 orang (53 %) dan perempuan 13 orang

(47%).

Karakteristik sampel berdasarkan umur, terbagi atas tiga kelompok

rentang usia, yaitu pada rentang usia 20-30 tahun, rentang usia 31-40 tahun

dan rentang usia 41-50 tahun. Sampel terbanyak terlihat pada rentang usia 20-

30 tahun, sebanyak 15 sampel (53%), kemudian pada rentang usia 31-40 tahun

sebanyak 7 sampel (25%) dan terakhir adalah rentang 41-50 tahun sebanyak 6

sampel (22%).

Jika dilihat dari onset perjalanan penyakit terdapat 4 pembagian yaitu

kurang dari satu tahun, 1-6 tahun, 6-11 tahun dan lebih dari 10 tahun. Onset 1-

6 tahun menempati jumlah terbanyak yaitu 16 sampel (57,1%) yang diikuti oleh

onset lebih dari 10 tahun yaitu sebanyak 6 sampel (21,4%), kemudian 6-11

tahun sebanyak 4 sampel (14,3%) dan terakhir kurang dari satu tahun yaitu

sebanyak 2 sampel (7,1%).

Tabel 3. Jenis antipsikotik atipikal yang digunakan

Antipsikotik atipikal frekuensi Presentasi

Risperidon 4 mg, clozapin 25 mg 23 82,14 %

Risperidon 4 mg, clozapin 12,5 3 0,1%

Risperidon 4 mg 2 0,07%

Sumber : Data primer 2017

40
Tabel 3. Menunjukkan bahwa terdapat menggunakan 23 sampel yang

menggunakan risperidon 4 mg dan olanzapin 25 mg perhari, diikuti dengan 3

sampel yang menggunakan risperidon 12,5 mg perhari dan terakhir terdapat 2

sampel yang hanya mendapatkan risperidon 4 mg perhari.

Tabel 4 Karakteristik hasil pengukuran awal sampel penelitian

Karakteristik N Min/Max Mean±SD Kategori; n


(%)

Usia (tahun) 28 20/48 32,0±8,9 -


Tinggi Badan (cm) 28 148/170 158,4±0,1

Berat Badan (kg) 28 33,6/63,5 48,52±8,42


IMT (kg/m2) 28 149,9/25,1 19,30±2,91 Kurus; 14
(50,0%)
Normal; 13
(46,4%)
Overweight;
1 (3,6%)
Lingkar Pinggang 28 60,5/93.0 73,41±9,14 Normal; 27
(96,4%)
Obes; 1
(3,6%
Trigliserida (g/dL) 28 65,0/161,0 100,68±24,32 ≤160; 27
(96,4%)
>160; 1
(3,6%)
Sumber : Data primer 2017

Tabel 4. Menunjukkan bahwa penderita skizofrenia yang menjadi

sampel penelitian berusia antara 20 – 48 tahun dengan rerata (mean) 32,0

tahun. Tinggi badan antara 148-170 cm dengan rerata 158,4 cm. Berat badan

41
antara 33,6 – 63,5 kg dengan rerata 48,52 kg. Sebagian tergolong kurus

(50,0%), hanya 3,6% overweight dan tidak ditemukan obes I berdasarkan

kategori IMT; dan hanya 3,6% obes sentral berdasarkan lingkar pinggang.

Kadar trigliserida hanya 3,6% tergolong tinggi.

Tabel 5. Perubahan berat badan, IMT, lingkar pinggang dan kadar trigliserida
serum setelah 1 bulan pertama terapi

Mean±SD
Variabel Sebelum Sesudah Peningkatan(%) P
BB(kg) 48,52±8,42 49,91±8,47 1,39±0,68(2,95%) <0,001
IMT 19,30±2,91 19,85±2,92 0,56±0,27(2,95%) <0,001
(kg/m2)
LP (cm) 73,41±9,14 74,61±9,18 1,20±0,60(1,65%) <0,001
TG 100,68±24,32 110,71±25,71 10,04±8,03(10,43%) <0,001
(mg/dL)
*paired t test. Sumber data primer 2007

Dari ringkasan hasil analisis paired t test pada tabel 5 dapat dilihat

bahwa terjadi kenaikan BB, IMT, LP dan kadar kolesterol TG secara bermakna

(p<0,05) setelah 1-bulan pertama terapi, dengan persentase peningkatan

masing-masing BB (2,95%), IMT (2,95%), LP (1,65%), dan TG (10,43%).

42
Tabel 6. Perubahan berat badan, IMT, lingkar pinggang dan kadar trigliserida
serum setelah 1 bulan kedua terapi
Satukan tabel

Mean±SD

Variabel Sebelum Sesudah Peningkatan(%) P

BB(kg) 49,91±8,47 52,18±8,57 2,26±0,74(4,65%) <0,001

IMT 19,85±2,92 20,76±2,94 0,90±0,30(4,65%) <0,001

(kg/m2)

LP (cm) 74,61±9,18 76,57±9,38 1,96±0,73(2,65%) <0,001

TG 110,74±25,71 127,11±23,36 16,39±8,96(16,39%) <0,001

(mg/dL)

*paired t test. sumber data primer 2007

Dari ringkasan hasil analisis paired t test pada tabel 6 dapat dilihat bahwa

terjadi kenaikan BB, IMT, LP dan kadar kolesterol TG secara bermakna

(p<0,05) setelah 1-bulan kedua lanjutan terapi, dengan persentase peningkatan

masing-masing BB(4,65%), IMT(4,65%), LP(2,65%), dan TG(16,39%).

43
Tabel 7. Perubahan berat badan, IMT, lingkar pinggang dan kadar trigliserida
serum setelah 2 bulan
Mean±SD

Variabel Sebelum Sesudah Peningkatan(%) P

BB(kg) 48,52±8,42 52,18±8,57 3,66±0,92(7,74%) <0,001

IMT 19,30±2,91 20,76±2,94 1,46±0,38(7,74%) <0,001

(kg/m2)

LP (cm) 73,41±9,14 76,57±9,38 3,16±0,98(4,34%) <0,001

TG 100,68±24,32 127,11±23,36 28,43±7,76(28,20%) <0,001

(mg/dL)

sumber data primer 2007

Dari ringkasan hasil analisis paired t test pada tabel 7 dapat dilihat bahwa

terjadi kenaikan BB, IMT, LP dan kadar kolesterol TG secara bermakna

(p<0,05) setelah 2-bulan terapi, dengan persentase peningkatan masing-

masing BB(7,74%), IMT(7,74%), LP(4,34%), dan TG(28,20%).

Tabel 8. Persentase peningkatan berat badan, IMT, lingkar pinggang dan kadar
trigliserida serum

Persentase Peningkatan
Variabel 0 - 1 Bulan 1 – 2 bulan 0 – 2 bulan
BB(kg) 2,95% 4,65% 7,74%
2
IMT (kg/m ) 2,95% 4,65% 7,74%
LP (cm) 1,65% 2,65% 4,34%
TG (mg/dL) 10,43% 16,39% 28,20%
Sumber data primer 2007

44
Dari ringkasan hasil analisis pada tabel 8, menunjukkan bahwa terjadi kenaikan

BB, IMT, LP dan TG. Semakin lama, persentasi kenaikannya semakin

meningkat. Persentase kenaikan BB, IMT, LP tidak berbeda jauh; tetapi

kenaikan persentase TG jauh lebih tinggi; masing-masing (2,95% vs 2,95% vs

1,65% vs 10,43%) pada 1 bulan pertama; (4,65% vs 4,65% vs 2,65% vs

16,39%) pada 1 bulan kedua. Begitupula persentase perubahan setelah 2

bulan (7,74% vs 7,74% vs 4,34% vs 28,2%).

Tabel 9. Distribusi overweight, obesitas dan kadar trigliserid tinggi sebelum dan
sesudah terapi selama 2 bulan

Distribusi (%)
Variabel Sebelum Sesudah 2 bulan terapi
IMT (Overweight)/obes I 3,6%/0,0% 10,7%/0,0%
LP (obes) 3,6% 3,6%
TG (tinggi) 3,6% 3,6%
Sumber data primer 2007

Dari ringkasan hasil analisis pada tabel 9 dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan

distribusi overweight; dari 3,6% menjadi 10,7%; tetapi belum ditemukan

obesitas derajat I; obesitas sentral tidak mengalami perubahan; tetap 3,6%.

Begitu pula kadar TG tinggi tetap 3,6%; pada subyek yang sama.

45
B. PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perubahan

berat badan dan kadar trigliserida pada pasien yang mendapatkan antipsikotik

atipik selama 1 dan 2 bulan. Jika dilihat dari karakteristik jenis kelamin, pria dan

wanita berjumlah hampir sama. Karakteristik sampel berdasarkan umur

memperlihatkan bahwa jumlah sampel terbanyak berada pada rentang umur

20-30 tahun, yaitu sebanyak 15 sampel (53%). Gejala skizofrenia biasanya

muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki

biasanya antara 15-35 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun (Amir,

2013). Jika dilihat dari onset perjalanan penyakit, onset 1-6 tahun menempati

jumlah terbanyak yaitu 16 sampel (57,1%). Suatu studi intensif menemukan

bahwa onset dari gejala negatif cenderung telah terjadi selama 5 tahun,

sebelum suatu gejala positif muncul, dimana ketika gejala positif tersebut

muncul maka pasien akan langsung dibawa ke rumah sakit (Messias et al,

2007).

Data dari dari penelitian ini menunjukkan Pemeriksaan Berat badan, IMT

dan lingkar pinggang di awal diperoleh sampel dengan kategori IMT kurus

menempati jumlah terbanyak yaitu 14 sampel (50,0%), diikuti dengan kategori

IMT normal sejumlah 13 sampel (46,4%) dan kategori overweight sebanyak 1

sampel (3,6%). Kurangnya berat badan dapat disebabkan oleh kurangnya

46
asupan makanan pada pasien skizofrenia yang belum mendapatkan

pengobatan. Gejala negatif dan positif yang dialami oleh pasien skizofrenia

dapat menyebabkan hal tersebut. Gejala negatif berupa afek menumpul, miskin

bicara kurang motivasi, kurang merawat diri, menarik diri secara sosial, dan

anhedonia (Kaplan & Sadock, 2014). Gejala-gejala tersebut dapat

mempengaruhi pemenuhan asupan makanan pada pasien skizofrenia. Hal ini

juga dapat dikaitkan dengan onset penyakit, pasien dengan skizofrenia kronis

cenderung akan menelantarkan penampilan, kerapihan dan higienitas pribadi

terabaikan dan cenderung menarik diri secara sosial (Maramis, 2009). Selain

itu saat pasien mengalami gejala positif yaitu keadaan pasien yang agitasi, atau

sedang dipengaruhi oleh waham dan halusinasi tertentu dapat menyebabkan

kurangnya asupan makanan.

Pada penelitian ini antipsikotik atipikal yang digunakan oleh sampel

adalah risperidon dan clozapin. Risperidon yang digunakan adalah dalam dosis

terapi, sedangkan clozapin dalam dosis untuk sedatif. Pada penelitian ini

peningkatan berat badan terjadi pada bulan pertama dan berlanjut hingga bulan

kedua. Setelah pemberian antipsikotik atipik selama 1 bulan ditemukan

perubahan sebanyak 1,39±0,68 kg (2,95%). Peningkatan berat badan setelah 2

bulan adalah 2,26±0,74 kg(4,65%). Sedangkan total peningkatan berat badan

adalah : 3,66±0,92 kg. Tampak bahwa peningkatan berat badan lebih besar

pada bulan kedua. Hal ini bisa disebabkan karena efek terapi antipsikotik yang

telah mencapai maksimal pada minggu ke 4 hingga ke 6, diikuti dengan

47
efeknya pada peningkatan berat badan dan metabolisme. Reseptor yang

berkaitan dengan peningkatan berat badan adalah reseptor histamin H1 dan

serotonin 5 HT2C, ketika terjadi blokade pada kedua reseptor ini maka pada

saat yang sama pasien dapat mengalami peningkatan berat badan .

Peningkatan berat badan merupkan akibat dari peningkatan nafsu makan pada

pusat makan hipotalamus, namun faktor perifer yang tidak terkait dengan nafsu

makan juga terlibat pada peningkatan berat badan karena antipsikotik (Stahl,

2013). Penelitian lain terhadap pasien skizofrenia yang telah mendapatkan

pengobatan selama 14 minggu, dengan antipsikotik, didapatkan bahwa rata-

rata peningkatan berat badan pada penggunaan olanzapin adalah 5,4 kg,

clozapin adalah 4,3 kg dan risperidon adalah 2,3 kg (Volavka J, 2002).

Sedangkan penelitian pada pasien dengan terapi risperidon dan clozapin

menunjukkan hasil peningkatan berat badan sebesar 0,4 kg perminggu

(risperidon) dan peningkatan sebanyak 0,5 kg perminggu (clozapin) (Lai-

Huang,2007).

Sampel pada penelitian ini menggunakan dua antipsikotik yaitu

risperidon dengan dosis 4 mg perhari dan clozapin dengan dosis 25 mg perhari.

Peningkatan berat badan yang lebih besar dari penelitian sebelumnya yang

hanya memakai risperidon dalam dosis 2 mg perhari dipengaruhi oleh

pemberian kombinasi dua antipsikotik atipik dengan tambahan pemberian

clozapin. Data epidemiologi menunjukkan pasien dengan gangguan mental

mempunyai resiko besar mengalami obesitas diperkirakan dua kali lebih besar

48
pada pasien skizofrenia dibandingkan populasi umum. Hal ini dipengaruhi oleh

gaya hidup yaitu perilaku merokok, konsumsi makanan berlemak, efek samping

dari antipsikotik dan pengaruh genetik.

Efek besarnya peningkatan berat badan bervariasi diantara antipsikotik

atipikal. Clozapin dan olanzapin mempunyai efek peningkatan berat badan

yang paling besar dalam penggunaan jangka panjang atau jangka pendek.

Risperidon mempunyai efek sedang dalam pengingkatan berat badan.

Quetiapin memberikan efek minimal hingga sedang, tergantung dari

panjangnya terapi sedangkan ziprasidon mempunyai efek peningkatan berat

badan yang paling rendah (Christian L, Shriqui, 2002).

Walaupun clozapin dan olanzapin merupakan antipsikotik atipikal yang

paling erat berhubungan dengan peningkatan berat badan, namun seluruh

antipsikotik mempunyai efek dalam meningkatkan berat badan dalam derajat

yang berbeda disebabkan oleh aksi yang berbeda terhadap reseptor

serotonergik, dopaminergik, kolinergik, histaminergik dan sistem

neurotransmitter lain (Allison DB, 1999).

Sistem serotonin sejak lama diketahui sebagai neurotransmitter yang

terlibat dalam regulasi pemasukan makanan. 5 HT merupakan sinyal kenyang

yang poten. Pemberian 5 HT pada tikus menurunkan intake makanan. Agonis

reseptor 5 HT1A dan 5HT2C mempunyai efek yang berlawanan terhadap

pemasukan makanan. Agonis 5HT1A meningkatkan intake makanan dan 5 HT2C

49
menurunkannya sedangkan antagonis 5HT2C meningkatkan pemasukan

makanan. Studi menunjukkan pengaturan serotonin terhadap regulasi NPY.

Antagonis 5 HT2C menyebabkan peningkatan pemasukan makanan melalui

peningkatan level NPY pada nucleus paraventrikular di hipotalamus.

Hipotalamus adalah area penting pada otak yang terlibat dalam pemasukan

makanan dan regulasi berat badan serta kaya akan 5 HT 2C. Antagonis 5HT2C

melemahkan reduksi pemasukan makanan oleh leptin. Pemberian clozapin

menyebabkan peningkatan densitas sel immunoreaktif NPY pada nukleus

makanan yang lezat arkuata tikus akibat dari kerja antagonis 5HT2C yang

menyebabkan disinhibisi dari neuron NPY (Nasrallah AH, 2008).

Terdapat bukti yang menunjukkan keterlibatan dopamin dalam perilaku

makan. Dorsal striatum dan ventral striatum diinervasi oleh dopamin, dimana

kedua daerah tersebut berhubungan dengan regulasi kalori dan efek reward

makanan. Pelepasan dopamin pada sejumlah area seperti nucleus accumbens

meningkat oleh adanya dan manis. Dopamin penting dalam terjadinya reward

dari makanan yang lezat (Fenton WS, 2016).

Pada penelitian ini didapatkan hasil peningkatan trigliserida pada bulan

pertama adalah 10,04±8,03 mg/dl (10,43%), rata-rata peningkatan trigliserida

pada bulan kedua adalah 16,39±8,96 mg/dl (16,39%). Sedangkan total

peningkatan trigliserida setelah 2 bulan adalah 28,43±7,76 mg/dl (28,20%).

Peningkatan trigliserida pada bulan kedua lebih tinggi dibandingkan pada bulan

50
pertama. Sejalan dengan penelitian lain pasien yang menggunakan antipsikotik

atipik mengalami peningkatan trigliserida sebanyak 25.8 mg/dl setelah terapi

selama 3 minggu (Huang TL et al 2007). Pada penelitian oleh Kausha et al

rata-rata peningkatan Trigliserida setelah pengobatan selama 8 minggu

mengunakan olanzapin (5 mg perhari) adalah sebesar : 30,03 mg/dl dan pada

risperidon ( 2 mg perhari) adalah 13,23 mg/dl. Perbedaan hasil ini dapat

disebabkan oleh perbedaan dosis obat yang diberikan. Selain itu kombinasi

dengan menggunakan dua antipsikotik atipikal yaitu risperidon dan clozapin

menyebabkan peningkatan kolesterol yang lebih tinggi jika dibandingkan hanya

menggunakan risperidon saja.

Hasil pada penelitian ini memperlihatkan bahwa presentasi kenaikan

trigliserida lebih besar dari presentasi kenaikan berat badan. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan berat badan tidak berkorelasi langsung

dengan peningkatan trigliserida. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa

peningkatan berat badan secara umum berhubungan dengan peningkatan lipid

(Must A,1999; Henderson DC, 2000). Namun sejumlah penelitian lainnya

menunjukkan hasil sebaliknya (Meyer,Jm, 2002; Huang TL, 2005). Suatu

penelitian pada pasien yang menggunakan antipsikotik atipik memperlihatkan

bahwa peningkatan berat badan tidak mempunyai korelasi signifikan dengan

peningkatan profil lipid termasuk trigliserida (Huang TL 2007). Peningkatan

trigliserida dapat disebabkan oleh peningkatan berat badan. Namun jika

dilakukan perbandingan presentasi kenaikan berat badan dan trigliserida

51
selama dua bulan didapatkan bahwa peningkatan trigliserida mempunyai

presentasi yang lebih besar dibandingan dengan peningkatan berat badan. Hal

ini menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida tidak semata-mata disebabkan

oleh peningkatan berat badan. Tidak semua gangguan metabolik merupakan

hasil dari peningkatan adipositas, sejumlah pasien yang menggunakan

antipsikotik atipikal, mengalami onset baru dari diabetes tanpa mengalami

peningkatan berat badan. Sebuah studi eksperimental menunjukkan terjadinya

resistensi insulin yang diakibatkan penggunaan antipsikotik atipikal independen

terhadap adipositas (Newcomer et al 2002). Gangguan metabolik pada

penggunaan antipsikotik atipikal dapat merupakan akibat langsung dari

perubahan pada sensitivitas insulin dan atau sekresi insulin. Ikatan antipsikotik

atipikal pada histamin dan reseptor asetilkolin muskarinik berkaitan degan

peningkatan berat badan dan gangguan metabolik (Matsui-Sakata et al 2005).

Gangguan regulasi parasimpatik pada aktivitas sel beta pankreas memberi

kontribusi pada resiko metabolik (Silvester JS, 2005).

Penurunan Sensitivitas insulin dapat merupakan hasil dari perubahan

produk gen insulin signaling pathway dan atau peningkatan level dari faktor

sirkulasi yang merubah insulin signaling. Terdapat bukti bahwa terdapat

antipsikotik dapat mengganggu fungsi transport glukosa secara langsung.

Transport glukosa diatur oleh insulin yang secara aktif memindahkan glukosa

ke jaringan perifer (hati, otot dan lemak). Penurunan fungsi transport glukosa

secara langsung oleh antipsikotik menyebabkan peningkatan glukosa dalam

52
darah dan hipersekresi insulin sebagai kompensasinya, dimana jika terjadi

terus menerus akan mengakibatkan penurunan sensitivitas insulin dan

mendorong terjadinya proses kaskade dari sindrom metabolik. (Dwyer DS,

2003). Resistensi insulin juga berkaitan dengan kadar lemak plasma aterogenik

(Avramoglu RK, 2003). Pengobatan antipsikotik dapat mempengaruhi kerja

insulin pada adiposit , menyebabkan akumulasi progresif dari lipid (De Hert M,

2008). Terganggunya efek insulin pada adiposit mungkin menjelaskan

terjadinya peningkatan trigliserida yang independen terhadap peningkatan berat

badan ( Birkenaes AB, 2008).

53
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

1. Peningkatan berat badan dan trigliserida pada pasien skizofrenia yang

menggunakan antipsiotik atipik terjadi sejak bulan pertama, berlanjut

pada bulan kedua dimana peningkatan berat badan dan trigliserida pada

bulan kedua lebih tinggi dari bulan pertama.

2. Presentasi peningkatan trigliserida lebih tinggi jika dibandingkan dengan

peningkatan berat badan.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian dengan waktu penggunaan antipsikotik atipik

yang lebih lama untuk mengetahui pengaruh jangka panjang antipsikotik

atipik terhadap metabolisme.

2. Perlu dilakukan pemeriksaan awal dan berkala terhadap berat badan

dan kadar trigliserida pada pasien skizofrenia yang mendapatkan

antipsikotik terutama antipsikotik atipik.

3. Perlu dilakukan upaya untuk menjaga keseimbangan berat badan dan

trigliserida pada pasien skizofrenia yang menggunakan yang

mendapatkan antipsikotik terutama antipsikotik atipik dengan cara

menjaga keseimbangan pola makan dan aktifitas fisik yang cukup.

54
DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder. Fifth Edition. Arlinton VA. 2013.h.87-122.

Amir, N.2010. Skizofrenia dalam Buku Ajar Psikiatri. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta. 173-195.

Allison DB, Mentore JL, Heo M, Chandler LP, Cappelleri JC, infant MC, Weiden

PJ. Antipsychotics-induced weight gain: a comprehensive research

synthesis.Am J Psychiatry 1999;156:1686-1696

Avramoglu RK, Qiu W, Adeli K, Mechanism of metabolic dyslipidema in insulin

resistance states: deregulation of hepatic and intestinal lipoprotein

secretion. Front biosci 2003;8:13 F-16F

Bhugra D. The Global Prevalence of Schizophrenia. PLOS Medicine

2005;2(5):372-73

Brown S, Kim M, Mitchell C, Inskip H. Twenty –five year mortality of a

community cohort with schizophrenia. Br J Psychiatry 2010 feb;

196(2):116-121

Birkenaes AB, Birkelan KL, Engh JA, et al. Dyslipidemia independent of body

mass in antipsychotics-treated patients under rela life conditions. J clin

Psychopharmacol 2008; 28:132-7.

55
BR Godlewska, Olanzapin Induced Weight Gain Is Associated with the

Polymorphism of the HTR 2C gene, Hindawi Publishing Coorporation,

Skizophrenia research and treatment, 2001

Christian L. Shriqui, Antipsychitics Atypical, article on the Canadian Journal of

CME, 2002

Citrome L: Metabolic syndrome and cardiovascular disease. J

Psychopharmacol2005, 19: 84-93

Deng C, Effects of antipsychotics medication on apetite, weight and insulin

resistance. Endocrinology and Metabolism Clinics of North America,

Vol.42;3: 545-563

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan

Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III). Jakarta, 1993

De Hert M, Schreurs V, Sweers K, et al. Typical and Typical antipsychotics

differentially affect long term incicence rates of the metabolic syndrome

in first-episode patients with schizophrenia: a retrospective chart review.

Schizophr Res 2008; 101:295-303.

Dwyer DS, Donohoe D: Induction of hyperglycemia in mica with atypical

antipsychotic drugs that inhibit glucose uptake Pharmacol Biochem

Behav 2003; 75:255-260

56
Fabio Panariello, Weight Gain, Schizophrenia and Antyp.sychotics, new Finding

from animal made and Pharmacogenomic Studies, the

Pharmacogenomics Journal, 2009.

Fenton WS, Chafez MR :Medication induced Weight gain and dyslipidemia in

patients with Schizophrenia. Am J Psychiatry 2016;163:10.

Graham I, Cooney MT, Bradley D, Dudina a, Reiner Z. Dsylipidemia in the

prevention ofcardiovascular disease: risk and causality. Curr Cardiol Rep

202; 14: 709-720

Gaebel W.Schizophrenia Current science and Clinical Practice. World

Psychiatric Association. Willey Blakwell. 2011 :31-32

Hennekens CH: Prevention of Premature mortality among patients with

Schiophrenia: the need for primary preventionefforts in cardiovascular

disease. CNS Spectr 2008,13(6 suppl 10):9-10

Hasnain M, R Vieweg WV. Acute Effect of Newer antipsychotics drugs on

Glucose Metabolism. Am J Med 2008 oct;121(10):e17, author reply e19

Henderson DC, Cagliero E, Gray C, Nasrallah RA, Hayden D, Schoenfeld Da,

Goff DC. Clozapine, Diabetes Mellitus, Weight Gain, and Lipid

Abnormalities: A Five-Year naturalistic Study. Am J Psychiatry

2000;157:975-981

57
Hasan A, Wobrock T, reich-Erkelenz D, Falkai P. Treatment of first-episode

Schizophrenia : pharmacological and neurobiological aspect. Drug

Discovery Today: therapeutic Strategies 2011;8:31-5

Huang TL, Chen JF. Serum Lipid profiles and schizophrenia : effects of

conventional or atypical antipsychotics drugs in Taiwan.Schizophre Res

2005; 80:55-9.

Kolovou GD, Anagnostopoulou KK, Cokkinos DV. Pathophysiology of

Dyslipidemia in the Metabolic Syndrome. Postgraduated medical

journal.2005.

Laursen TM. Life expectancy among person with schizophrenia or Bipolar

Affective disorder. Schizophr Res 2011 Sep;131):101-104

Masaki T, Yoshimatsu H, Chiba S, Watanabe T. Sakata T. , Targeted disruption

of histamine H1-receptor attenuates regulatory effects of leptin on

Feeding, adiposity and UCP family in mice. Diabetes.2001;50:385-91

Marks DB, Marks AD, Smith C. Metabolisme Lemak, Biokimia Kedokteran

Dasar, Sebuah Pendekatan Klinis. 2000.EGC : 481-54

Matsui-Sakata a, Ohtani H, Sawada Y: Receptor occupancy-based analysis of

the contribution of various receptors to antipsychotics-induced weight

58
gain and diabetes mellitus. Drug Metab Pharmacokinet 2005;2 27:368-

378

McEvoy JP, Lieberman JA, Perkins Do et al. Efficacy and Tolerability of

olanzapine, quetiapine, and Risperidon in the treatment of early

psychosis. Am J Psychiatry 2007;164:1050-60

Messias E, Chen CY, Eaton WW. Epidemiology of Schizophrenia Review of

Findings and Myths. Psychiatr Clin North A..2007;30(3):323-338.

Meyer J, Nasrallah H, McEvoy J, Goff D, Davis S, Chakos M, et al. The Clinical

Antipychotics trials of Effectiveness (CATIE): Clinical Comparison of

subgroup with and without the metabolic Syndrome.Schizophr Res

2005;80:9-18. J Clin Psychiatry 2002;63:425-33

Meyer JM. A retrospective comparison of weight, lipid, and glucose changes

between risperidon and olanzapin- treated inpatients: metabolic

outcomes after1 year

Murray RK, Granner DK, Rodwell W. Biokimia Harper edisi 27 (Harper’s

Illustrated Biochemistry). EGC . 2012

Must A, Spadano J, Coakely EH, Field AE, Colditz G, Dietz WH. The Disease

buren associated with overweight and obesity. JAMA 1999;282:1523-9.

59
National Cholesterol Education Program National Heart, Lung, and Blood

Institute National Institutes of Health. Third Report of the National

Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult

Treatment Panel III) Final Report. 2002.h.II-1 – II-60

Nasrallah AH. Atypical antipsychotics- induced metabolic side effects: insight

from receptorbinding pofile. Molecular psychiatry.2008(13):27-35

Newcomer JW. Second-generation (Atypical) Antypsychotics and metabolic

effect: a comprehensive literature review. CNS Drugs 2005;19(suppl

1):1-93

Newcomer JW, Haupt DW, Fucetola R, Melson AK, Schweiger JA, Cooper BP,

Selke G: Abnormalities in glucose regulation during antipsychotic

treatment of schizophrenia. Arch Gen Psychiatry 2002; 59:337-345

R-R Wu, F-Y Zhang, K-M Gao, J-J Ou, P Shao, H Jin, W-B Guo, PK Chan, J-

PZhao. Metformin treatment of antipsychotic-induced dyslipidemia : an

analysis of two randomized,placebo-controlled trials. Molecular

Psychiatry 2016:21, 1537-1544

Ruzzana ZZ, Ong LY, Cheah YC, Fairuz A, Marhani M. the Association

between dyslipidemia and types of antipsychotics medication

60
amongpatients with chronic schizophrenia. Med J Malaysia 2012;67:39-

44

Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. Behavioral

Sciences/Clinical Psychiatry. Edisi Kesepuluh. Philadelphia : Lippincott

William & Wilkins. 2005 : h. 467 – 97.

Sheerwood,L.,2007. Energy Balance and Temperature Regulation. In:

Adams,P., Arbogast,M., Hopperstead,K., edotors. Human physiology:

From cells to system. Sixth edition.Belmont.USA.Thomson higher

Education.p.633-640.

Sianturi L, Amin MM. Perbedaan profil lipid Sebelum dan sesudah Pengobatan

Olanzapin pada pasien Skizofrenik. Universitas Sumatra Utara, 2015.

Sinaga, B.R. 2006. Skizofrenia dan Diagnosis banding.fakultas kedokteran

Universitas Indonesia

Silvester JS, Prous J. Research on Adverse drugs event. Muscarinic M3

receptor binding affinity could predict the risk of antipsychotics to induce

type 2 Diabetes. Methods FindExpClin Pharmacol. 2005;27: 289-304

Stahl SM. Stahl’s Essential Psychopharmacology. Fourth Edition 2013.

Cambridge University Press. New York

61
Suyono S. Hiperlipidemia. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Edisi Ketiga, 1996.

h.714-24

Tarricone I, Casoria M, Gozzi BF, Grieco D, Menchetti M, Serretti A, et al.

Metabolic risk factor profile associated with use of second generation

antipsychotics: a cross sectional study in a community mental health

centre. BMC Psychiatry 2006, 6:11.

Toth PP. Insulin Resistence, Small LDL Particles, and Risk for atherosclerotic

disease. Curr Vasc Pharmacol 2014; 12:653-657

Verma AK, Bajaj S, Verma S, Varma A, Meena LP. Study of the Assosiation of

the Metabolic Syndome with Schizophrenia in North Part of India.

International Journal of Medical Science and Public health. 2013.Vol 2;3:

583-587

Weiden PJ, Mackell JA, Mcdonnell DD : Obesity as a risk factors for

antipsychotics noncompliance.Schizophrenia research 2004;66(3):51-7

Yoshimatsu H. Hypotalamic neuronal histamine regulates body weight trough

the modulation of diurnal feeding rhythm. Nutrition.2008;24:827-31

62

Anda mungkin juga menyukai