Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

Disusun Oleh :

Nurul Husna
P07120115068

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARBARU
2017
KONSEP DASAR GANGGUAN KESEHATAN JIWA
ISOLASI SOSIAL
A. Masalah Utama
Isolasi sosial: Menarik diri
B. Proses Terjadinya Masalah
1. DEFINISI
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme
individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari
interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima
sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam
(Wilkinson, 2007).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ).
Atau suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi
Anna Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993
dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat, 2006)

2. TANDA DAN GEJALA


Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f. Pasien merasa tidak berguna
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
h. Kurang spontan
i. Apatis
j. Ekspresi wajah kurang berseri
k. Perawatan diri <
l. Komunikasi verbal 
m. Mengisolasi diri
n. Aktivitas me 
o. Energi <
p. Harga diri <
q. Postur tubuh berubah  sikap foetus

3. RENTANG RESPONS

Respon Adaptif Respon Maldaptif

Menyendiri Merasa sendiri Menarik diri


Otonomi Depedensi Ketergantungan
Bekerjasama Curiga Manipulasi
Interdependen Curiga

Sumber (Townsend, 1998)


4. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga
adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan
memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan
tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan
antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya
yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada
masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan
orang lain pada masa berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi
apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat
membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang
konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen,
Orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah
laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus
diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk
sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi
dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim
dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi
individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai
yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman
sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan
jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun
teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua.
Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan
perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan
perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta
peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk
membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda
adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat
digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang
dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat
diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman,
maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan
bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti
atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
e. Factor Komunikasi dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan
(double blind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga
menerima pesan yang salingbertentangan dalam waktu bersamaan yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi:
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stresor sosial budaya, yaitu stres yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya seperti keluarga
b. Faktor internal
Contohnya adalah stresor psikologis, yaitu stres terjadi akibat ansietas
yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan indivisu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat
tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya
kebutuhan individu

C. POHON MASALAH

Pathway Isolasi Sosial


Sumber: (Keliat, 2006)

D. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah
3. Resiko perubahan sensori persepsi
4. Koping individu yang efektif sampai dengan ketergantungan pada orang lain
5. Gangguan komunikasi verbal
6. Intoleransi aktivitas
7. Kekerasan resiko tinggi
E. Data yang Perlu dikaji
1. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti bagi pasien:..............................................................................
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat:.........................................
c. Hambatan berhubungan dengan orang lain:............................................................
d. Masalahkeperawatan:..............................................................................................

F. Diagnosis Keperawatan
Isolasi sosial
G. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan

Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK


keperawatan selama 3 x 24 jam Klien
Klien dapat berinteraksi dengan
SP 1
orang lain baik secara individu
maupun secara berkelompok a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi penyebab isolasi sosial
dengan kriteria hasil : c. Diskusikan bersama Klien
keuntungan berinteraksi dengan
a. Klien dapat membina hubungan orang lain dan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain
saling percaya. d. Ajarkan kepada Klien cara
b. Dapat menyebutkan penyebab berkenalan dengan satu orang
e. Anjurkan kepada Klien untuk
isolasi sosial. memasukan kegiatan berbincang-
c. Dapat menyebutkan keuntungan bincang dengan orang lain dalam
jadwal kegiatan harian dirumah
berhubungan dengan orang lain.
d. Dapat menyebutkan kerugian
SP 2
tidak berhubungan dengan orang
lain. a. Evaluasi pelaksanaan dari jadwal
kegiatan harian Klien
e. Dapat berkenalan dan bercakap- b. Beri kesempatan pada Klien
cakap dengan orang lain secara mempraktekan cara berkenalan
dengan dua orang
bertahap. c. Ajarkan Klien berbincang-bincang
f. Terlibat dalam aktivitas sehari- dengan dua orang tetang topik
tertentu
hari d. Anjurkan kepada Klien untuk
memasukan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam
jadwal kegiatan harian dirumah
SP 3

a. Evaluasi pelaksanaan dari jadwal


kegiatan harian Klien
b. Jelaskan tentang obat yang
diberikan (Jenis, dosis, waktu,
manfaat dan efek samping obat)
c. Anjurkan Klien memasukan
kegiatan bersosialisasi dalam
jadwal kegiatan harian dirumah
d. Anjurkan Klien untuk
bersosialisasi dengan orang lain

Keluraga

SP 1

a. Diskusikan masalah yang


dirasakan kelura dalam merawat
Klien
b. Jelaskan pengertian, tanda dan
gejala isolasi sosial yang dialami
Klien dan proses terjadinya
c. Jelaskan dan latih keluarga cara-
cara merawat Klien

SP 2

a. Melatih keluarga mempaktekkan


cara merawat klien isolasi sosial
b. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada klien
isolasi sosial

SP 3

a. Membantu keluarga membuat


jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat
b. Menjelaskan follow up klien
stelah pulang
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri,
Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada tanggal 17 Juni
2017 pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan-isolasi-sosial/
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat.
Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga.
Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta :
fajar Interpratama

Anda mungkin juga menyukai