Anda di halaman 1dari 53

JUAL BELI VS RIBA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

(Wawancara dengan MUI Provinsi Jawa Barat serta Ormas Islam di


Provinsi Jawa Barat: Muhammadiyah, dan Nadhlatul Ulama)

LAPORAN PENELITIAN

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam
yang diampu oleh :
Saepul Anwar, S.Pd.I, M.Ag.
M. Rindu Fajar, Lc., M.Ag.

Oleh:
Kelompok 6
Luniar Abdullah 1700677
Dini Asryani 1702005
Della Frisca D. 1700069
Tika Triwahyuni 1703681

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2019

i
ABSTRAK

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita melupakan etika dalam


kegiatan jual beli dimanapun. Salah satu, etika jual belinya adalah adanya
kesepakatan (ijab) diantara penjual dan pembeli, sehingga tidak ada penambahan
apapun (riba). Riba menjadi sesuatu yang diharamkan dalam kehidupan kita,
karena riba merupakan kesepakatan yang tidak pantas dan tidak adil dalam
kegiatan jual beli. Maka disini kami akan membahas mengenai kegiatan jual-beli
dan riba dalam perspektif Islam di Indonesia.

Kata Kunci : Jual Beli, Riba, Al-Quran, Hadits, Prinsip, Kebiasaan.

ii
LEMBAR PENGESAHAN
JUAL BELI VS RIBA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
(Wawancara dengan MUI Provinsi Jawa Barat serta Ormas Islam di Provinsi Jawa
Barat: Muhammadiyah, Nadhlatul Ulama dan Persis)

Tanggung Jawab Yuridis Ada pada Penulis

Ketua Kelompok 6

Luniar Abdullah
NIM. 1700677

LAPORAN PENELITIAN INI TELAH DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Mengetahui dan Menyetujui:


Dosen SPAI

Saepul Anwar, S.Pd. I.,M. Ag


NIP. 19811109 200501 1 001

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik, dan Hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan
laporan penelitian yang berjudul “Jual Beli VS Riba dalam Perspektif Islam”
dalam bentuk dan isi yang sangat sederhana.

Dalam penyusunan laporan peneltian ini, penyusun mengalami kesulitan


terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun,
berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya laporan peneltian ini
dapat terselesaikan dengan baik. Karena itu, penyusun mengucapkan terimakasih
kepada Bapak Saepul Anwar, S.Pd.I, M.Ag. dan Bapak M. Rindu Fajar, Lc.,
M.Ag. sebagai dosen pengampu Seminar Pendidikan Agama Islam yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penyusun dalam menyelesaikan
laporan penelitian ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, karena


kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata. Oleh karena itu, penyusun
memohon maaf apabila ditemukan kesalahan pada laporan penelitian ini. Semoga
laporan ini dapat menambah nilai pengetahuan dan dapat dimanfaakan sebagai
sarana ilmu pengetahuan bagi pembaca. Segala kritik dan saran sangat penyusun
harapkan demi kelengkapan laporan ini.

Bandung, 5 November 2019

Penyusun,

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN .................................. iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian ..................................................................... 1
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 2
E. Sistematika Penulisan ................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 4
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 15
A. Lokasi Penelitian ...................................................................................... 15
B. Pendekatan Penelitian .............................................................................. 15
C. Metode Penelitian..................................................................................... 16
D. Sumber Data Penelitian ............................................................................ 16
E. Teknik dan Instrumen Pemngumpulan Data ............................................ 17
F. Teknik Analisis Data ................................................................................ 18
G. Langkah-Langkah Penelitian ................................................................... 18
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................. 20
A. Hasil Penelitian ........................................................................................ 20
B. Pembahasan ................................................................................................ ii
BAB V PENUTUP ................................................................................................. i
A. Kesimpulan ................................................................................................ ii
B. Saran ........................................................................................................... ii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... ii
LAMPIRAN ........................................................................................................... i

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan jual beli atau dapat disebut juga sebagai kegiatan berniaga
merupakan sebuah kegiatan yang telah lama ada, kegiatan jual beli ini
dilakukan agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya. Manusia telah lama
menjadi pemeran utama pada kegiatan ini. Bahkan pada zaman dimana nilai
mata uang belum ditetapkan, manusia telah menemukan ide dan caranya
sendiri untuk mendapatkan barang yang ia butuhkan di kehidupan sehari-
harinya. Zaman dahulu, manusia telah melakukan sistem barter atau tukar-
menukar untuk mendapatkan barang-barang yang mereka butuhkan.
Berdasarkan dengan paparan di atas, terlihat bahwa kegiatan jual beli ini
sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.
Dapat kita ketahui pula bahwa kegiatan ini akan terjadi bila adanya interaksi
antara dua individu sebagai penjual dan pembeli. Adapula kegiatan tawar
menawar setelah penjual menetapkan harga. Harga tersebut dapat berkurang
apabila adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli. Dari sini dapat kita
ketahui bahwa secara ringkas, kegiatan jual beli ini akan terjadi apabila
adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli.
Akan tetapi, adapula kesepakatan yang tidak pantas dan tidak adil dalam
kegiatan jual beli. Salah satunya adalah riba. Maka dari itu, kami sebagai
peneliti mengangkat tema ini sebagai bahan kajian dalam penelitian kami.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dan etika jual beli dalam Islam?
2. Bagaimana batasan riba kegiatan jual beli dalam pandangan Islam?
3. Bagaimana problematika jual beli di masyarakat Indonesia saat ini?

1
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana penanganan yang
tepat menurut perspektif Islam terhadap jual beli dan riba. Tujuan penelitian
ini diantaranya:
1. Mengetahui konsep dan etika jual beli dalam Islam.
2. Mengetahui pandangan Islam mengenai batasan riba dalam kegiatan jual
beli.
3. Mengetahui problematika jual beli di masyarakat Indonesia saat ini.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberikan wawasan luas untuk
mengetahui dan memahami bagaimana upaya dalam menangani kegiatan
jual beli dalam pespektif Islam, serta dapat dijadikan bahan kajian untuk
penelitian yang berikutnya.
2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sarana untuk menambah
wawasan pengetahuan dan memberikan pemahaman agar masyarakat tetap
berada pada kegiatan jual beli yang sesuai dengan etika islam.

E. Sistematika Penulisan
Untuk memahami lebih jelas laporan ini, maka materi-materi yang tertera pada
Laporan Penelitian ini dikelompokkan menjadi beberapa sub bab dengan sistematika
penyampaian sebagai berikut :
1. BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan teori yang berupa pengertian dan definisi yang diambil
dari kutipan buku maupun jurnal yang berkaitan dengan penyusunan
laporan serta beberapa literature review yang berhubungan dengan
penelitian.

2
3. BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran penelitian yang mencakup lokasi penelitian,
pendekatan penelitian, metode penelitian, sumber data penelitian, teknik
dan instrumen pengumpulan data, serta teknik analisis data
4. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan gambaran hasil dari data data yang dikumpulkan selama
penelitian dan pembahasan mengenai hasil penelitian yang sudah
dilakukan
5. BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan analisa dan
optimalisasi sistem berdasarkan yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Jual Beli


Dalam bahasa Arab, jual beli disebut dengan al-bai’, dari segi bahasa
berarti memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling
mengganti (Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2010), atau menukar suatu
barang dengan barang yang lain (barter). Sedangkan menurut istilah, al-
bai’ memiliki banyak pengertian sebagaimana dikemukakan oleh para
ulama: Pertama, Imam Hanafi (Mazhab Hanafi); jual beli ialah pertukaran
suatu harta dengan harta yang lain menurut cara tertentu. Kedua, Imam
Syafi’i (Mazhaab Syafi’i), jual beli ialah pertukaran sesuatu harta benda
dengan harta benda yang lain, yang keduanya boleh di-tasharruf-kan
(dikendalikan), dengan ijab dan qabul menurut cara yang diizinkan oleh
syari’at. Ketiga, Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini, jual beli adalah
kontrak pertukaran harta benda yang memberikan seseorang hak memiliki
sesuatu benda atau manfaat untuk selama-lamanya. Keempat, Al-Qlayubi,
akad saling mengganti dengan harta yang berakibat kepada kepemilikan
terhadap satu benda atau manfaat untuk tempo waktu dan selamanya dan
bukan untuk bertaqarrub kepada Allah (bukan Hibah, Sadaqah, Hadiah,
wakaf).

Definisi jual beli sebagaimana dikemukakan oleh para ulama di atas


memberikan suatu pengertian sekaligus penekanan bahwa istilah jual beli
merupakan gabungan dari kata al-bai’ (menjual) dan syira’ (membeli) –
karena adanya keterlibatan aktif antara dua belah pihak yang melakukan
transaksi jual beli. Atau dengan kata lain, jual beli merupakan aktifitas yang
melibatkan dua belah pihak atau lebih untuk melakukan pertukaran barang
dengan cara tertentu, baik pertukaran barang dengan barang (barter) maupun
dengan alat tukar (uang). Dalam definisi tersebut juga terkandung nilai,
bahwa jual beli merupakan salah satu proses al-taghayyur al-
milkiyah (perubahan kepemilikan) dari pihak penjual kepada pihak pebeli
yang bersifat permanen. Oleh sebab itu, jual- beli yang syar’i adalah jual

4
beli secara lepas atau tidak diikat dengan syarat tertentu seperti menjual
dalam waktu satu bulan, satu tahun dan lainnya, atau menjual barang dengan
syarat si pembeli harus menjual kembali barang tersebut kepada pihak
penjual pertama pada waktu yang sudah mereka tentukan.

B. Dasar Hukum Disyari’atkannya Jual-Beli


Jual beli merupakan salah satu aktifitas yang banyak dilakukan oleh
ummat manusia, bahkan hampir tidak ada seorangpun di dunia ini yang
terbebas dari aktifitas jual-beli, baik sebagai penjual maupun sebagai
pembeli. Dasar hukum disyari’atkannnya jual-beli dapat dijumpai dalam
beberapa ayat al-Qur’an, antara lain;

‫الربذ نذْ ك لُُلن الَّذِين‬ ‫قذ للنا يبذََّّْ لُ ك ذ يلذ ا كلمذ ي يمذ الشَّذْكط ل نتخبَّ ل‬
‫طذ ل الَّذ يِ نقلذن ل ُمذ يإ َّل نقلن لمذن ل ي‬
‫الرب يمثك لل ا كلب كْ لع يإ ََّّم‬ َّ ‫الربذ وح َّذر ا كلبْكذع‬
‫ّللال وأحذ َّل ي‬ ‫سذُ مذ فُذ ل فذ كَّتُ ر يبذ ي يمذ ك م كن يعظذ جذ َ ل فمذ ك ي‬
‫ّللاي إيل وأ كم لر ل‬ َّ ‫ب فْلولئي ع د وم ك‬ ‫البقرة – خ يلدلو فيُْ له ك النَّ ير أصكح ل‬: 275

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan


seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-
Baqarah: 275)”.

‫عذ ك تيجذ رة تُلذن أ ك إي َّل بي كلب يطذ يل بْكذن لُ ك أ كمذنال لُ ك تْ ك لُُلنا ل آمنلنا الَِّين أنُُّ ن‬ ‫ت كقتلُلذنا ول يمذ كن لُ ك تذرا‬
‫ّللا إي َّ أ كَّفلس لُ ك‬
َّ ُ ‫النس َ – ر يحْم بي لُ ك‬: 29

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu

5
membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu” [An-Nisaa : 29].

Dalam hadis, dijelaskan pula mengenai jual-beli dalam Islam, salah


satunya hadis berikut:

‫سئيل‬ ‫الر لجذ يل عمذ لل قذ ؟ أ كطْذ ل ا كلُ ك‬


‫سذ ي أ ُّ وسَُّ عُ كْ ي هللا صَُّ النَّ يب ُّي ل‬ َّ ‫روا – مب لكذر كور بْكذع وُلذ ُّل يبْذ يد ي‬
‫والح ُ االبزار‬

“Nabi saw pernah ditanya; Usaha (pekerjaan/profesi) apakah yang paling


baik (paling ideal) ?, Rasulullah saw bersabda; pekerjaan (usaha)
seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik.” (HR. Bazzar
dan al-Hakim)

‫ع ك ا كلب كْ لع يإََّّم‬ ‫البُْقي روا – ترا‬

“Sesungguhnya jual beli (harus) atas dasar saling ridha (suka sama suka).”
(HR. Al-Baihaqi)

C. Prinsip-Prinsip Dalam Jual Beli


Dalam artikel-artikel sebelumnya, telah banyak diulas tentang etika bisnis
dalam Islam. Namun dalam pembahasan kali ini perlu dikemukakan
beberapa prinsip dan etika yang relevan dengan persoalan jual beli. Dengan
demikian diharapkan setiap aktifitas jual beli yang dilakukan sesuai dengan
tuntunan syari’at Islam. prinsip-prinsip syar’i yang harus diperhatikan antara
lain:

1. Larangan menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain.


…‫الر لج لل نبي كْ لع ول‬
َّ ‫… أ يخ كْ ي يخ كطب ي عُ ن كخ ل‬. – ‫مسُ روا‬
ُ‫ط ل ول أ يخ كْ ي بْ يكع ع‬

“….dan janganlah seorang membeli (menawar) sesuatu yang sedang


dibeli (ditawar) oleh saudaranya, dan jangan pula ia melamar (wanita)
yang sedang dilamar oleh saudaranya….”(HR. Muslim)

Salah satu hikmah larangan menawar barang yang sedang ditawar


oleh orang lain adalah untuk menghindari munculnya kekecewaan
(gelo), perkelahian dan pertentangan di antara sesama. Sebab orang

6
yang menawar (membeli) suatu barang umumnya dilatarbelakangi oleh
keinginan untuk memiliki dan kebutuhkannya terhadap barang tersebut.
Namun karena diambil oleh pihak lain (pada saat terjadinya tawar
menawar), menyebabkan hal tersebut tidak didapatkannya. Akibatnya,
muncul rasa kecewa, marah, bahkan kebencian di antara mereka.

2. Sesuatu yang diperjual belikan adalah sesuatu yang mubah (boleh)


dan bukan sesuatu yang diharamkan.
Dalam hadis Nabi saw. banyak dijelaskan tentang larangan
menjual sesuatu yang diharamkan oleh agama. Larangan menjual
barang yang diharamkan tersebut tidak hanya secara zat (benda) nya
saja (bai’ an-najas), tetapi juga larangan memakan hasil penjualannya.
Hal ini dapat ditemukan penjelasannya dalam beberapa ayat dan hadis
Nabi saw.sebagai berikut;

‫ابكذ ي عذ ي‬ ‫قذ وسذَُّ عُْكذ ي هللال صذَُّ النَّبيذي أ َّ عبَّذ‬: ‫الشُّذ لح كن ل عُذْ يكُ ل لح يرمذ ك ا كلْ لُ كذند هللال لعذ‬
‫ثمنذ ل عُذْ يكُ ك ح َّذر شذ كْ أُكذل ق كذن عُذ ح َّذر إيذا هللا وإي َّ أثكم َّيُذ أُُل كذن و فب ع كلنهذ‬. – ‫روا‬
‫داود أبن و أحمد‬

“Dari Ibnu Abbas Nabi saw bersabda: Allah melkanat orang-orang


Yahudi, karean telah diharamkan kepada mereka lemak-lemak
(bangkai) namun mereka menjualnya dan memakan hasil
penjualannya. Sesungguhnya Allah jika mengharamkan kepada suatu
kaum memakan sesuatu, maka haram pula hasil penjualannya”. (HR.
Ahmad dan Abu Dawud)

Contoh-contoh jual beli yang termasuk kategori ini misalnya; jual


beli babi, anjing, bangkai, khamar dan lainnya. Hal ini dijelaskan
dalam al-Qur’an dan hadis Nabi saw., antara lain:

‫يذر ا كلخ كم لذر يإ ََّّمذ آمنل كذنا نآ ُّنُ الَّذ يِ كن‬


‫ب وا كلم كْس ل‬
‫واأل كزل ل واأل كَّصذ ل‬ ‫شذْكط ي عمذ يل يمذ ك يرجك ذ‬
َّ ‫ال‬
‫ت ل كف يُ لح كن لعَُّ لُ ك ف جك تنيبل كن ل‬. – ‫الم ئدة‬: 90

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras


(khamar), berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan

7
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntunga”.
(QS. Al-Ma’idah: 90)

Sedangkan dalam hadis Nabi saw, dijelaskan:

‫ ع كن لُم هللا ر يضي هللا ع كب يد كب ي ج يب ير ع ك‬: ‫س كن س يمع أََّّ ل‬ ‫عذ نقل كذن ل سذَُّ و عُْكذ ي هللا صَُّ هللا ر ل‬
‫ يبمَُّذ وهلذن ا كلفذتك ي‬، َّ ‫س كذنل ل هللا يإ‬
‫واألصكذن ي وا كل يخ كن يزن يكذر وا كلمْكتذ ي ا كلخ كم يذر بْكذع ح َّذر ور ل‬. ‫نذ ف يقْكذل‬
‫س كن‬ ‫سفل ل بيُ نل كطُ ف يإََُّّ ا كلم كْت ي ل‬
‫ش لح كن أرأ كن هللاي ر ل‬ ُّ ‫صبي ل ا كل لجُل كن لد بيُ ونل كد يه ل ال‬ ‫النَّذ ل بيُ ونل ك‬
‫ست ك‬
‫ومسُ البخ ر روا – حرا هلن ل فق ؟‬.

“Dari Jabir bin Abdillah ra; bahwasanya ia telah mendengar


Rasulullah saw bersbda pada saat penaklukan kota Makkah (Fathu
Makkah); sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan
jual-beli khamar, bangkai, babi dan patung (berhala). Lalu ditanyakan
(diantara sahabat ada yang bertanya); bagaimana pendapatmu tentang
lemak bangkai, maka sesunggunnya ia (lemak bangkai) digunakan
untuk menambal perahu dan untuk menyemir kulit serta digunakan
untuk alat penerangan oleh manusia ? lalu Rasulullah saw menjawab;
Tidak ! ia (tetap) haram.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Disamping dijelaskan tentang status keharaman jual beli barang


najis, juga dalam ayat dan hadis Nabi saw dijelaskan tentang dampak
yang akan didapatkan oleh orang yang melakukan jual-beli benda najis,
yaitu dosa dan murka Allah dan Rasul-Nya. Dalam hadis Nabi saw
dijelaskan:

ُّ ‫عشذرة ا كلخ كم يذر فيذ وسذَُّ عُْكذ ي هللا صذَُّ النَّبي‬: ‫وح يمُُذ وشذ يربُ و لم كعت يصذره ع يصذره‬
‫ذي لع‬
‫ثمنيُذ وآ يُذذل وب ئيعُذ وسذ قيُْ إيلْكذ ي وا كل لح لم كنلذ‬ ‫روا – لُذ وا كل لمشكذتراة لُذ وا كل لمشكذتر‬
ِْ‫م ج واب الترم‬

“Nabi saw telah melaknat dalam masalah khamar sepuluh golongan;


yang memerasnya (produsennya), yang meminta diperskan (pemesan),
yang meminumnya (konsumen), yang membawanya, yang meminta
diantarkan, yang menuangkannya (pelayan), yang menjualnya, yang

8
memakan hasil penjualannya, yang membelinya, dan yang meminta
dibelikan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

3. Menghindari praktek perjudian dalam sistem jual beli.


Pada saat ini, praktek perjudian (maisir) dalam sistem jual beli
semakin banyak ditemukan, baik di pasar-pasar tradisional maupun
pasar-pasar moderen seperti di mall-mall besarr. Teknik dan
stateginyapun semakin beragam, bahkan dengan menggunakan
peralatan canggih – seperti komputer dan mesin-mesin judi. Sebagian
penjual ada yang menjual barang dagangannya dengan cara
melemparkan batu, gelang dan sejenisnya, atau dengan memasukkan
coin dalam mesin yang sudah disiapkan. Jika barang yang dilempar
tersebut kena atau gelangnya masuk dalam barang yang diinginkan,
maka barang tersebut bisa menjadi milik si pembeli. Namun jika
sebaliknya, maka si pembeli kehilangan uangnya tanpa mendapatkan
barang yang diinginkan.

Praktek-praktek semacam ini termasuk kategori perjudian yang


dikemas dalam bentuk jual beli. Hal ini diharamkan baik berdasarkan
ayat al-Qur’an maupun hadis Nabi saw, antara lain:

‫يذر ا كلخ كم لذر يإ ََّّمذ آمنل كذنا نآنُُّ الَّذ يِ كن‬


‫ب وا كلم كْس ل‬
‫واأل كزل ل واأل كَّصذ ل‬ ‫شذْكط ي عمذ يل يمذ ك يرجك ذ‬
َّ ‫ال‬
‫ت ل كف يُ لح كن لع َُّ لُ ك ف جك ت ينبل كن ل‬. – ‫الم ئدة‬: 90

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras


(khamar), berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntunga”.
(QS. Al-Ma’idah: 90)

‫ّللاي ع كب يد ع ك‬
َّ ‫ذي أ َّ ع كمذرو بكذ ي‬
َّ ‫ّللاي َّ يب‬ َّ ‫وا كلُلنبذ ي وا كلم كْس ييذر ا كلخ كم يذر عذ ك َُّذ وسذَُّ عُْكذ ي‬
َّ َُّ‫ّللال صذ‬
‫داود أبن و أحمد روا – وا كلغلبْكر ي‬
َ‫ا‬

“Dari Abdullah bin Amru, bahwasanya Nabi saw melarang


(meminum) khamar, perjudian, menjual barang dengan alat dadu atau

9
sejenisnya (jika gambar atau pilihannya keluar maka ia yang berhak
membeli) dan minuman keras yang terbuat dari biji-bijian (biji
gandum). (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Selain tiga prinsip di atas, masih banyak lagi prinsip-prinsip dan


etika yang harus diperhatikan sehingga sebuah praktek jual beli menjadi
sah sesuai dengan ajaran agama Islam, antara lain; menghindari
berbagai bentuk penipuan dan kecurangan (gharar dan al-gasy), tidak
transparan (jahalah), menzalimi konsumen/pembeli; seperti menimbun
barang (ihtikar) sehingga menyebabkan kelangkaan barang di pasaran
dan menyulitkan masyarakat untuk mendapatkannya, atau mematok
harga dengan sangat tinggi di saat masyarakat sangat membutuhkannya,
melakukan praktek yang membahayakan (dharar), praktek yang banyak
terjadi dalam sistem MLM (akan diulas dalam pembahasan tersendiri)
dan lain sebagainya.

D. Hakikat Riba
1. Definisi Riba
Kata Riba berasal dari bahasa Arab yang menunjukkan pengertian
“tambahan atau pertumbuhan”. Sebagaimana yang termaktub dalam Al-
Qur’an, diantaranya adalah firman Allah Ta’ala:
“Maka (masing-masing) mereka mendurhakai Rasul Tuhan mereka, lalu
Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang seperti riba.” (QS. Al-
Haaqqah : 10).
2. Hukum Riba
Riba hukumnya haram. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
‫ي َوذَ ُروا للاَ اتَّقُوا َءا َمنُوا الَّذِينَ يَآأَيُّ َها‬َ ‫الربَا ِمنَ َمابَ ِق‬ ِ ‫{ ُّمؤْ ِمنِينَ ُكنتُم إِن‬278} ‫ت َ ْفعَلُوا لَّ ْم فَإِن‬
‫سو ِل ِه للاِ ِمنَ بِ َح ْرب فَأْذَنُوا‬ ُ ‫ظلَ ُمونَ َولَ ت َْظ ِل ُمونَ لَ أ َ ْم َوا ِل ُك ْم ُر ُء‬
ُ ‫وس فَلَ ُك ْم ت ُ ْبت ُ ْم َوإِن َو َر‬ ْ ُ‫ت‬
{279}
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman.—-Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan

10
memerangimu. dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka
bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya.” (Al Baqarah: 278-279)
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam orang yang bermu’amalah
dengan riba dengan ancaman yang yang sangat berat, Dia berfirman:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena
(tekanan) penyakit gila.” (QS. Al Baqarah: 275). Di ayat tersebut
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwa orang yang
bermu’amalah dengan riba tidak dapat bangkit dari kuburnya pada
hari Kiamat melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan
karena (tekanan) penyakit gila, hal ini disebabkan mereka memakan
riba ketika di dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala menamai pemakan
riba sebagai “Kaffaar” (Al Baqarah ayat 276), yang artinya sangat
kufur terhadap nikmat Allah, karena ia tidak kasihan kepada orang
yang lemah, tidak membantu orang fakir, tidak memberi tempo
kepada orang yang kesusahan. Dan bisa mengeluarkannya dari Islam,
jika ia menganggap halal melakukan riba. Allah Subhanahu wa Ta’ala
juga mengumumkan perang dari-Nya dan dari Rasul-Nya kepada
orang-orang yang memakan riba, dan menyifati orang-orang yang
memakan riba sebagai orang yang zalim (lihat Al Baqarah: 279)
َ‫سو ُل لَ َعن‬ َّ ‫صلَّى‬
ُ ‫ّللاِ َر‬ َّ ‫سلَّ َم َعلَ ْي ِه‬
َ ُ‫ّللا‬ ِ ُ‫س َواء ُه ْم َوقَا َل َوشَا ِهدَ ْي ِه َوكَاتِبَهُ َو ُمؤْ ِكلَه‬
َ ‫الربَا آ ِك َل َو‬ َ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba,
pemberinya, dua saksinya dan penulisnya. Beliau juga bersabda,
“Mereka sama (dosanya).”
3. Jenis Riba
Para ulama membagi Riba mejadi 2, yaitu:
a. Riba Jahiliyah atau Riba Al Qard (Hutang)
Yaitu pertambahan dalam hutang sebagai imbalan tempo
pembayaran (Ta’khir), baik disyaratkan ketika jatuh tempo
pembayaran atau di awal tempo pembayaran. Inilah riba yang
pertama kali diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam

11
firmanNya. Pada masa jahiliyyah riba memiliki beberapa bentuk
aplikatif, diantaranya adalah:
1) Bentuk pertama: Riba pinjaman. Yakni yang direfleksikan
dalam satu kaidah di masa jahiliyyah: “Tangguhkanlah
hutangku, aku akan menambahnya.”
2) Bentuk kedua: Pinjaman dengan pembayaran tertunda,
namun dengan syarat harus dibayar dengan bunganya.
Hutang itu dibayar sekaligus pada saat berakhirnya masa
pembayaran.
3) Bentuk ketiga: Pinjaman Berjangka dan Berbunga dengan
Syarat Dibayar Perbulan (kredit bulanan)
b. Riba Jual Beli
Yaitu riba yang terdapat pada penjualan komoditi riba fadhal.
Komoditi riba fadhal yang disebutkan dalam nash ada enam: Emas,
perak, gandum, kurma, garam dan jewawut. Riba jual beli ini terbagi
dua, yaitu riba fadhal dan riba nasii-ah.
1) Riba Fadhal
Kata Fadhl dalam bahasa Arab bermakna Tambahan,
sedangkan dalam terminologi ulama adalah
‫الحالين الجنس المتحدي الربويين أحد في الزيادة‬
(Tambahan pada salah satu dari dua barang ribawi yang sama jenis
secara kontan).
2) Riba Nasii-ah ( ‫)النسيئة ربا‬
Nasii-ah dalam etimologi bahasa Arab bermakna Pengakhiran.
Sedangkan dalam pengertian etimologi ahli fikih adalah
pengakhiran serah terima pada salah satu komoditi ribawi yang
satu illaat-nya pada riba fadhl (‫في المتحدين الربويين أحد في القبض تأخير‬
‫ )الفضل ربا علة‬atau penerimaan salah satu dari barang yang dibarter
atau dijual secara tertunda dalam jual beli komoditi riba fadhal.

E. Beberapa Kemajuan dalam Bidang Jual Beli

12
Pada zaman sekarang teknologi hampir tidak bisa dipisahkan lagi
dengan kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan sehari – hari, tak
terkecuali dalam bidang perdagangan dan jasa, telah terjadi berbagai
kemajuan yang diakibatkan oleh teknologi. Salah satu kemajuan dalam
bidang jual beli adalah adanya transaksi belanja secara online. Kegiatan
jual beli melalui media internet perlahan mulai menggeser sistem
bertransaksi jual beli masyarakat yang pada mulanya dengan cara offline ke
sistem jual beli online. Sistem transaksi offline merupakan adanya
perjumpaan langsung antara penjual dan pembeli dimana pihak pembeli
dapat memilih secara langsung barang yang akan dibeli. Saat ini sistem
offline telah banyak tergantikan dengan sistem online dimana antara penjual
dan pembeli tidak diharuskan untuk bertatap muka. Jual beli atau
perdagangan menggunakan media internet juga disebut dengan electronic
commerce (e-commerce) (Jusmaliani, 2008).
Bisnis online (e-commerce) telah ditetapkan dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 atau UU ITE adalah undang-undang yang mengatur
tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi secara umum.
Bunyi dari Undang-Undang pasal 19 UU ITE “para pihak yang melakukan
transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang disepakati”.
Jadi sebelum melakukan transaksi elektronik maka para pihak menyepakati
sistem elektronik yang akan digunakan untuk melakukan transaksi, kecuali
ditentukan lain oleh pihak, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran
transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan disetujui oleh penerima
sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 20 ayat 1 UU ITE.
Islam memandang bahwa bisnis online sebagai bentuk transaksi bisnis
yang dibolehkan namun masih dalam konteks syari’ah. Bagi Islam
kemajuan teknologi tidak boleh dijadikan sebagai celah oleh seseorang
untuk mengeksploitasi yang lainnya dan harus aman digunakan karena
prinsip syari’ahnya terpenuhi. Berdasarkan prinsip tersebut maka Islam
memberi kesempatan yang luas untuk mengembangkannya. Untuk menilai
apakah kegiatan bisnis online sesuai dengan syari’ah dapat dilihat dari
aktivitasnya, konsep usaha islami dapat dijadikan sebagai acuan. Bisnis

13
online tidak mengenal ruang dan waktu, dapat dilakukan dimanapun
dengan rentan waktu hampir 24 jam. Adapun dalam bisnis online juga
terdapat beberapa kelemahan yaitu kesalahan pencatuman harga dalam
sebuah produk dapat mendatangkan kerugian pada penjual, walau
secanggih apapun sebuah teknologi yang digunakan oleh manusia tetap
tidak bisa menghindar dari sebuah masalah teknis yang mengakibatkan
kerugian salah satu pihak atau kedua pihak yang bertransaksi (Suhandang,
2004).

BAB III

14
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Penelitian yang berjudul “Jual Beli VS Riba dalam Perspektif Islam”
ini akan dilaksanakan di MUI Provinsi Jawa Barat, Jl. RE. Martadinata
No.105 Kota Bandung Jawa Barat; NU Provinsi Jawa Barat, Jl.
Galunggung No.9 Kota Bandung Jawa Barat; Muhammadiyah Provinsi
Jawa Barat, Jl. Sancang No.6 Kota Bandung Jawa Barat; dan Persis
Pusat, Jl. Perintis Kemerdekaan No.2 Kota Bandung Jawa Barat.

B. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualititatif merupakan suatu cara yang digunakan
untuk menjawab masalah penelitian yang berkaitan dengan data berupa
narasi yang bersumber dari aktivitas wawancara, pengamatan, pengalian
dokumen. Untuk dapat menjabarkan dengan baik tentang pendekatan dan
jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, teknik
pengumpulan data, analisis data, dan pengecekan keabsahan temuan dalam
suatu proposal dan/atau laporan penelitian diperlukan pemahaman yang
baik tentang masing-masing konsep tersebut. Hal ini penting untuk
memastikan bahwa jenis penelitian sampai dengan pengecekan keabsahan
temuan yang dituangkan dalam proposal dan laporan penelitian telah
sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah yang dipersyaratkan
(Wahidmurni, 2017, hlm. 7).
Dalam penelitian ini masalah yang dikaji oleh peneliti adalah
masalah yang besifat sosial, dinamis, dan sangat penting. Oleh karena
itu, peneliti memilih menggunakan pendekatan kualitatif untuk
memperoleh data yang lebih mendalam dalam mengembangkan teori
dan mendeskripsikan realitas serta kompleksitas fenomena yang diteliti.

C. Metode Penelitian

15
Metode penelitian yang kami lakukan adalah metode deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan
suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang. (Sujana
dkk., 1989, hlm. 65). Peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian
yang menjadi pusat perhatiannya, kemudian menggambarkan atau
melukiskannya sebagaimana adanya, sehingga pemanfaatan temuan
penelitian ini berlaku pada saat itu pula yang belum tentu relevan bila
digunakan untuk waktu yang akan datang.

D. Sumber Data Penelitian


Sumber yang didapatkan langsung dari tempat penelitian ketika
sedang melakukan wawancara. Sumber ini diambil dengan cara
pencatatan tertulis maupun dengan wawancara untuk mendapatkan
informasi tentang “Jual Beli VS Riba dalam Perspektif Islam”.
Wawancara ini dilakukan di berbagai tempat, yaitu:

1. MUI Provinsi Jawa Barat


Nama : Ayat Dimiati
Posisi : Wakil Ketua
Kontak : (022)727286413
Alamat : Jl. RE. Martadinata No. 105 Bandung

2. PWNU Provinsi Jawa Barat


Nama : Dr. Ramdan Fauzi
Posisi : Sekertaris LBM PWNU
Kontak : 081220052845
Alamat : Jl. Galunggung No. 9 Bandung

3. PW Muhammadiyah Provinsi Jawa Barat


Nama : Dr. H. Dikdik, M.Hum
Posisi : Wakil Sekertaris Pimpinan Muhammadiyah Jawa Barat
Kontak : 082120024482
Alamat : Jl. Sancang No. 6 Bandung

4. Pimpinan Pusat Persis

16
Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan No. 2 Kota Bandung
No Telepon : 022-4220702 / 022-422070

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan tim
penulis untuk mengumpulkan data. Ada beberapa teknik atau metode
pengumpulan data yang biasanya dilakukan oleh tim penulis. Tim penulis
dapat menggunakan salah satu atau gabungan dari metode yang ada
tergantung masalah yang dihadapi (Kriyantono, 2009, hlm. 93). Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu dari beberapa teknik dalam
mengumpulkan informasi atau data. Pada awalnya teknik wawancara
sangat jarang digunakan, tetapi pada abad ke-20 menjadi puncak
pencapaian karya jurnalistik yang hebat dihasilkan melalui wawancara,
teknik wawancara berlanjut sampai sekarang abad ke-21 (Suhandang,
2004).
Wawancara merupakan kemampuan dan keterampilan mutlak yang
harus dimiliki oleh setiap lulusan psikologi. Hampir semua pekerjaan
yang berhubungan dengan lulusan psikologi dilakukan dengan
wawancara untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan sebagai
pertimbangan langkah selanjutnya.
2. Dokumentasi
Teknik dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh
melalui dokumen-dokumen. Pada pelaksanaannya data dokumentasi
merupakan data sekunder yaitu data informasi yang terkait dengan
masalah penelitian yang diperoleh dari buku, internet, majalah, surat
kabar, dan dokumen-dokumen yang terkait.
Adapun dokumentasi yang digunakan dalam proses pencarian data
penulisan karya ilmiah ini diantaranya: a) Rekaman, tim Penulis
menggunakan alat bantu recorder untuk merekam wawancara dengan
narasumber dan informan. (b) Catatan lapangan yang bertujuan untuk

17
mencatatan hal-hal yang penting dari narasumber dan informan
(Arikunto, 2006, hlm. 76).

F. Teknik Analisis Data


Menurut Miles dan Huberman, analisis data dalam penelitian kualitatif
dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan
setelah selesai di lapangan. Adapun dalam analisis selama di lapangan ini
peneliti menggunakan Model Miles dan Huberman. Analisis data dalam
penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung,
dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Aktivitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terusmenerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
(Sugiyono, 2010, hlm. 337).

G. Langkah-Langkah Penelitian
1. Perencanaan
Menentukan judul penelitian dengan mengidentifikasi dan
merumuskan masalah mengenai jual beli dalam islam dan riba.
Melakukan studi literatur tentang jual beli dalam islam dan riba.
Pembuatan proposal dan surat izin observasi.
2. Pelaksanaan
Melakukan observasi mengenai jual beli dalam islam dan riba
dengan melakukan wawancara dengan MUI Provinsi Jawa Barat, PW
Muhammadiyah Jawa Barat, PW Nahdlatul Ulama Jawa Barat dan PP
Persatuan Islam.
3. Seminar dan Pelaporan Hasil Penelitian
Pengolahan dan Analisis Data, Pembuatan Laporan Penelitian dan
Pelaksanaan Seminar.

BAB IV

18
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Wawancara dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa
Barat
Nama : Ayat Dimiati
Posisi : Wakil Ketua
Hasil Wawancara :
Menurut MUI, jual beli sudah menjadi kegiatan sehari-hari setiap
manusia karena berorientasi kepada usaha dalam memenuhi kebutuhan
hidup. Jual beli merupakan suatu interaksi antara pemilik barang
sebagai penjual dan seseorang yang ingin memiliki barang atau disebut
sebagai pembeli. Terdapat empat syarat utama dalam kegiatan jual
beli, yaitu :
1. Terdapat penjual dan pembeli,
2. Barang, dapat berupa barang atau jasa,biayanya obyek jual berupa
barang namun bisa juga jasa yang berupa sewa-menyewa.
3. Harga, kesepakatan nilai tukar,harga bisa berupa senilai barang dan
senilai uang
4. Transaksi, adanya penyerahan uang dari pembeli dan penyerahan
barang dari penjual.
Adapula etika kegiatan jual beli dalam perspektif Islam menurut
MUI, yaitu tidak boleh adanya saling tipu muslihat. Dalam kegiatan
jual beli harus adanya nilai kejujuran, karena khianat itu sangat tidak
dianjurkan, bahkan dalam kegiatan sosial lainnya. Khianat ini akan
menimbulkan persepsi buruk bagi seseorang yang melakukannya.
Sehingga dalam kegiatan jual beli dalam kehidupan sehari-hari, salah
satu pihak yang berkhianat tidak akan diberikan kepercayaan oleh
pihak lainnya. Apabila ternyata ada kecacatan barang dari penjual, ia
harus menginformasikannya kepada pembeli secara terbuka kepada
pembeli. Sehingga apabila pembeli dapat menilai sendiri untuk
menerima barang itu dengan senang hati dan ridho (antarodhin).

19
Sebagaimana seorang gadis dilamar oleh seorang pria, orang tua dari
kedua belah pihak harus menyampaikan kekurangannya masing-
masing, sehingga adanya keterbukaan. Diterima atau tidak menjadi
keputusan final yang sudah dipertimbangkan secara matang.
Dewasa ini marak sekali kegiatan jual beli secara online. Menurut
MUI, kegiatan jual beli secara online ini digolongkan ke dalam jual
beli salam yang secara istilah mudahnya merupakan jual beli dimana
dimana si pembeli memesan barang tersebut dan melakukan
pembayaran terlebih dahulu, barang yang ia pesan diterima kepada
pembeli dikemudian hari sesuai dengan kesepakatan diawal. Jadi, jual
beli secara online ini diperbolehkan asalkan jangan adanya
ketidaksesuaian antara kesepakatan awal berupa spesifikasi barang
yang sudah disampaikan penjual kepada pembeli dengan hasil atau
barang yang diterima oleh pembeli pada kemudian hari. Oleh karena
itu, sikap keterbukaan dalam menawarkan barang harus dimiliki oleh
penjual. Setelah pembeli memiliki keinginan setelah melihat
spesifikasi yang sudah ditawarkan, akan terjadi transaksi antara
penjual dan pembeli. Kemudian barang datang sesuai dengan
spesifikasi yang ada (barang real), maka kegiatan jual beli berjalan
sebagaimana mestinya. Akan tetapi, apabila adanya penyimpangan
dari ketentuan yang sudah ditetapkan, maka kegiatan jual beli itu tidak
diperbolehkan. Maka dari itu, kegiatan jual beli secara online
dibutuhkan nilai kejujuran yang tinggi.
Menurut MUI, yang disebut dengan riba adalah ketika merugikan
salah satu pihak. Ketika pembeli mendapatkan rugi, maka disebut riba.
Maka bila transaksi sudah dilakukan, maka apabila ada kecacatan.
Barang harus dapat di kembalikan. Batasan riba menurut MUI, yaitu
tidak merugikan salah satu pihak. Dari awal transaksi sebetulnya sudah
dapat diteliti adanya cikal bakal riba atau tidak adanya riba. Termasuk
dalam mengambil untung 100% apabila pembeli tidak ridho, maka itu
dapat disebut riba.

20
Menurut MUI, transaksi jual beli dengan uang elektronik
diperbolehkan dengan syarat dapat dipertanggung jawabkan. Sehingga
antara kedua pihak mengetahui karakter-karakternya. Begitu pula
dengan adanya diskon melalui uang elektronik, diperbolehkan karena
adanya keridhoan diantara kedua belah pihak (tidak merugikan).
Riba itu transaksi antara individu dengan individu. Kalo dengan
sebuah instansi salah satunya adalah bank, maka harus dibantu dan
dipahami sistemnya. Oleh karena kita tidak memahami sistemnya
maka ada perbedaan pandangan mengenai istilah, selama ini lembaga
ada yang mengatakan riba dan ada yang tidak. Bunga di bank
konvensional dan bank syariah, karena itu kelembagaan maka tidak
ada riba karena jelas pemilik uangnya. Pengurangan dan penambahan
harus digolangkan oleh pemilik uang bukan oleh direktur perusahan.
Direktur sebagai petugas di kantor dan hanya menerima, karena ketika
adanya pengurangan uang kita dengan bahasa biaya administrasi,
sebetulnya perusahaan tidak mengambil uang kita secara diam-diam.
Akan tetapi itu sudah tertera dalam peraturan atau ketentuan yang
berlaku, yang pastinya sudah disetujui nasabah ketika bergabung
menjadi nasabah bank tersebut.
Mereka berpegangan pada firman Allah dalam Surat an-Nisa’ ayat
29: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”
Pada ayat di atas, Allah melarang memakan harta orang lain
dengan cara yang batil, seperti mencuri, menggasab, dan dengan cara
riba. Sebaliknya, Allah menghalalkan hal itu jika dilakukan dengan
perniagaan yang berjalan dengan saling ridha. Karenanya, keridhaan
kedua belah pihak yang bertransaksi untuk menentukan besaran
keuntungan di awal, sebagaimana yang terjadi di bank, dibenarkan
dalam Islam. Maka dari itu, tidak disebut riba. Singkatnya, individu
mempunyai harta, maka harus membantu kolektif atau kepentingan

21
umum. Yang salah itu koruptor yang tidak punya uang tetapi
mengambil uang kelembagaan yang sudah jelas bukan haknya.

2. Wawancara dengan PW Nahdhatul Ulama (NU) Provinsi Jawa Barat


Nama : Dr. Ramdan Fauzi
Posisi : Sekertaris LBM PWNU
Hasil Wawancara :
PWNU mengacu pada Abdu al-Rahman dalam karyanya
mengatakan bahwa hukum jual beli bersifat kondisional, yakni bisa al-
Ibahah (boleh), wajib, haram, dan mandub (sunah). Al-Ibahah
merupakan hukum dasar dalam jual beli. Yakni jual beli hukumnya
netral, karenanya bisa jatuh ke makruh, sunah, wajib, dan bisa juga
haram bergantung latar belakangnya. Pemahaman Abdu al-Arahman
dalam memahami hukum jual beli al-Ibahah didasarkan pada hadis
riwayat muslim dan ayat-ayat di bawah ini:
“....dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba...” (al-Baqarah ayat 275)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan
janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu” (al-Nisa ayat 29)
“...persaksikanlah apabila kamu berjual beli” (al-Baqarah ayat 282)
PWNU mengartikan jual beli menurut bahasa artinya tukar
menukar sesuatu. Adapun menurut syariat jual beli yaitu tukar
menukar harta dengan harta yang lain dengan tujuan untuk jadi
produktif. Jual beli yang merupakan kegiatan tolong menolong antara
sesame manusia mempunyai landasan yang amat kuat dalam Islam,
baik dari Alquran, Sunnah dan Ijma’. Allah swt. berfirman:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dari tuhanmu” (Q.S. .al-Baqarah (2):198)
“Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu” (Q.S. al-Nisā‘ (4):29)

22
Di dalam salah satu hadis Rasulullah saw. dijelaskan:
“Nabi Muhammad saw pernah ditanya. Apakah profesi yang paling
baik? Rasulullah menjawab: “Usaha tangan manusia tersendiri dan
setiap jual beli yang diberkati”. (H.R. al-Barzar dan Al-Hakim)
Para ulama fiqh ber’ijma bahwa hukum dari jual beli adalah mubah
(boleh). Karena manusia sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu, hikmah dari jual beli itu
sendiri dapat membantu manusia untuk kelangsungan hidupnya. Dan
manusia tidak bisa hidup tanpa saling membantu sesamanya.
Cara bertransaksi jual beli dalam islam dengan terpenuhinya syarat
dan rukun, yang artinya kita harus memenuhi rukun dalam jual beli
kemudian dalam rukun tersebut ada syarat. Rukun dalam jual beli
diantaranya ada pembeli, penjual, dan barang atau harta yang akan
diperjual belikan. Masing-masing dari rukun tersebut ada syarat yang
harus terpenuhi. Beberapa syarat penjual yaitu harus sudah baligh,
berakal, dan mengerti jual beli. Jual beli yang sesuai dengan Syariat
Islam harus memenuhi rukun dan syarat dari jual beli sementara rukun
dan syarat adalah sesuatu yang harus dipenuhi agar jual beli itu
dipandang sah. Karena jual beli merupakan suatu akad, maka harus
dipenuhi rukun dan syaratnya. Mengenai rukun dan syarat jual beli,
menurut PWNU membagi rukun jual beli menjadi empat:
1. Adanya penjual
2. Adanya pembeli
3. Ada barang yang dibeli.
4. Ada nilai tukar pengganti barang.
Syarat orang yang berakad Ulama fiqih sepakat, bahwa orang yang
melakukan transaksi jual beli harus memenuhi syarat-syarat :
1. Berakal, bahwa orang yang melakukan transaksi jual beli itu
harus telah akil baliqh dan berakal
Syarat yang terkait dengan ijāb dan qabūl. Kabul harus sesuai
dengan ijab. Sebagai contoh : “saya jual mobil ini dengan harga seratus

23
juta rupiah”, lalu pembeli menjawab : “saya beli dengan harga seratus
juta rupiah”.
Syarat yang diperjual belikan yaitu barangnya itu ada, barang
tersebut dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia, milik
seseorang (barang yang belum milik seseorang tidak boleh menjadi
objek jual beli), dan apat diserahkan pada saat akad berlangsung, atau
pada waktu yang telah disepakati.
Syarat nilai tukar (harga barang):
1. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
2. Dapat diserahkan pada saat waktu transaksi, sekalipun secara
hukum seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit. Apabila
barang dibayar kemudian (berhutang), maka waktu
pembayarannya harus jelas waktunya.
3. Jika jual beli itu dilakukan dengan cara barter, maka barang yang
dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan syara’
seperti babi dan khamar.
Di masa modern sekarang jual beli banyak dilakukan secara online.
Hal ini terjadi karena kemajuan teknologi dan manusia sudah mulai
ingin praktis. Jual beli biasanya dilakukan secara tatap muka antara
penjual dan pembeli. Namun apabila secara online, penjual dan
pembeli tidak ada tatap muka. Menurut PWNU Jual beli secara online
diperbolehkan, apabila memenuhi persyaratan. Salah satu persyaratan
yang harus dipenuhi adalah mencantumkan spesifikasi atau detail
barang yang dijualnya. Kedua akad jual beli online itu menggunakan
akad salam, yaitu akad yang tidak langsung. Apabila tidak ada
spesifikasi tidak diperbolehkan adanya jual beli.
Qiyas jual beli online dengan akad salam, bahwa dalam konteks
ini, mekanisme jual beli online dapat diqiyaskan dengan jual beli
salam/salaf di mana harga/uangnya didahulukan, sedangkan barangnya
diserahkan kemudian dapat dinyatakan pula pembiayaan di mana
pembeli diharuskan untuk membayar sejumlah uang tertentu untuk
pengiriman barang. Atau dalam kata lain pembayaran dalam transaksi

24
salam dilakukan di muka. Dikatakan salam karena ia menyerahkan
uangnya terlebih dahulu sebelum menerima barang dagangannya.
Berkaitan dengan jual beli, karena jual beli merupakan salah satu
perbuatan muamalah maka hukumnya boleh sepanjang tidak ada dalil
yang mengharamkannya. Kemudian jual beli online juga termasuk
dalam kegiatan jual beli, sehingga selama tidak ada dalil yang
mengharamkannya maka hukumnya boleh.
Selain itu sedang trend menggunakan uang elektronik berbasis
aplikasi yang banyak digunakan oleh masyarakat. Menurut PWNU
penggunaan uang elektronik di Indonesia, MUI belum menfatwakan
itu, selama tidak melanggar prinsip jual beli itu diperbolehkan. Namun
apabila dalam hal tersebut ada pemaksaan dan uang kita yang ada
dalam dompet eletronik tersebut sisa, dan sisanya tidak bisa
digunakan, maka itu termasuk ke dalam riba. Menurut NU Lebih baik
dihindari menggunakan dompet online seperti itu. Untuk aplikasi yang
peminjaman uang, itu termasuk riba nasyiah.
Menurut PWNU dompet online berupa aplikasi itu meragukan,
lebih baik jangan menggunakan aplikasi. Tinggalkan lah yang
meragukan menuju yang tidak meragukan. Diskon dalam aplikasi
dompet online menurut PWNU itu bukan termasuk ke dalam riba, akan
tetapi cenderung seperti “penipuan”. Karena hanya merekayasa harga
saja, untuk menarik minat konsumen. Ini merupakan haram.
Dalam jual beli erat kaitannya dengan riba. Riba menurut PWNU
yaitu melebihi apa yang seharusnya. Riba bagian dari jual beli yang
melebihkan diluar kesepakatan yang sudah disepakati. Riba ini terbagi
menjadi 3 macam diantaranya riba aliyad, riba nasyiah, dan riba fadl.
Contoh riba fadl yaitu menukar beras bagus dengan beras berkutu
dengan besaran yang berbeda, yang lebihnya termasuk riba. Contoh
riba kontan yaitu menjual barang yang sudah disepakati dengan
pembeli, namun si penjual tidak langsung memberikan barang tersebut
karena menunggu adanya kenaikan harga. Harga yang dinaikkan itu
termasuk riba, kecuali apabila dari awal sudah ada kesepakatan antara

25
penjual dan pembeli akan ada kenaikan harga maka itu dinyatakan
bukan riba. Contoh dalam riba nasyiah seperti utang piutang. Batasan
dalam riba tercantum dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 275,
orang yang melakukan riba maka dia sama dengan api neraka.
Berbeda kasus dengan hukum bunga bank itu termasuk haram.
Namun tetap masih banyak bank-bank yang menggunakan sistem
seperti itu yang menurutnya itu tidak merugikan siapapun.
Menggunakan uang riba, apabila tidak disengaja itu hukumnya tidak
apa apa. Namun kita tidak boleh mengulanginya lagi karena itu
termasuk dilarang atau haram. Upaya untuk menghentikan riba bunga
bank di Indonesia kembali lagi ke aturan hukum yang berlaku di
Indonesia, adanya penegak hukum, dan kesadaran hukum masyarakat.

3. Wawancara dengan PW Muhammadhiyah Provinsi Jawa Barat


Nama : Dr. H. Dikdik, M.Hum
Posisi : Wakil Sekertaris Pimpinan Muhammadiyah Jawa Barat
Hasil Wawancara :
Berdasarkan hasil wawancara dengan Muhammadhiyah di dapat
bahwa terdapat perbedaan hukum antara jual beli dan riba, dimana
Allah menghalalkan jual beli sementara sebaliknya Allah
mengharamkan riba. Dalam hukum ekonomi jual beli dapat diartikan
sebagai barter. Bisa barter dalam arti barang dengan mata uang dan
bisa juga dalam arti barang dengan barang. Semacam di Papua yang
masih berlangsung barter antara barang dengan barang, contoh beli
ikan yang dibayar dengan bawang yang dikarenakan di beberapa
tempat Negara Papua tidak ada uang, dan hal semacam ini dikatakan
jual beli. Sementara Riba merupakan menentukan kelebihan dari
sebuah kegiatan ekonomi. Misal ketika seseorang meminjam barang,
uang, ataupun yang lainnya kemudian dia meminta pengembalian
dengan akad atau perjanjian bahwa itu harus dilebihkan kemudian
kelebihan tersebut bahkan berlipat-lipat manakala ada keterlambatan
ataupun faktor lainnya, dan Allah sangat tidak menghendaki hal
tersebut.

26
Jual beli pada prinsipnya adalah antarodhin dimana antarodhin
ini diartikan sebagai “saling meridhoi” sementara riba tidak mungkin
ada antarodhin (yang ridho hanya yang meminjamkan sementara yang
dipinjamkan tidak bahkan merasa tersiksa). Oleh karenanya beberapa
kegiatan ekonomi disarankan selain adanya antarodhin yaitu tidak
boleh adanya manipulasi, tidak boleh ada gurur dimana gurur ini
diartikan sebagai “angan-angan” atau ketidakpastian. Contohnya
adalah misal mangga yang masih di pohon kita jual. Maka syarat
utama dari jual beli adalah antarodhin dan di dalam riba tidak mungkin
ada antarodhin (saling meridhoi). Jual beli dapat dikatakan riba
apabila dalam jual beli terdapat unsur-unsur gurur dan manipulasi yang
dimana hal ini dapat dikatakan termasuk riba.
Problematika jual beli VS riba di Indonesia sangat beragam.
Salah satu yang paling trend saat ini adalah jual beli online. Menurut
Muhammadhiyah jual beli apapun baik itu face to face ataupun jual
beli online boleh dilakukan asalkan mengacu pada 3 prinsip utama jual
beli yaitu antarodhin, tidak adanya manipulasi, dan tidak adanya gurur
karena walaupun tidak secara face to face atau secara online jual beli
tersebut masih dapat memungkinkan. Misal ketika kita ingin membeli
sepatu secara online, di penjual tersebut pasti diperlihatkan mengenai
harganya, kualitas sepatu, produk sepatu, kemudian bahannya dari apa,
bahkan kita lebih bisa teliti ketimbang misalkan kita masuk ke toko
atau ke pasar secara langsung.
Dalam jual beli online dikenal dengan adanya istilah pre order,
mengenai hal tersebut apakah termasuk manipulasi?
Menurut Muhammadhiyah, yang namanya order itu murni keinginan
kita. Order ini artinya “kita ingin barang ini, ini, dan lain sebagainya”,
dari situ kita sudah melemparkan karakter dari barang yang ingin kita
beli. Hal tersebut menjadi terbalik karena biasanya ketika kita hendak
membeli sesuatu itu sesuai atau tidak dengan keinginan kita tetapi ini
malah sebaliknya kita yang mengorder barang yang sesuai dengan apa
yang ingin kita beli, tinggal si produsen tersebut bisa atau tidak

27
menyediakan barangnya. Terdapat berbagai macam permasalahan
dalam sistem pre order ini yang paling utama adalah dalam hal
kejujuran perihal persoalan produk yang ditawarkan atau yang akan di
jual. Produsen tersebut mampu atau tidak membuat sesuai dengan
barang yang akan di order oleh konsumen tersebut. Kemudian yang
kedua biasanya ada semacam DP dimana ketika kita sudah memberi
DP baru produsen tersebut akan mengerjakan barang yang kita
inginkan. Kalau penjual menyalahi, itu termasuk salah satu dosa yang
harus di tanggung oleh penjual tersebut.
Problematika selanjutnya mengenai pinjaman elektronik seperti
pada aplikasi-aplikasi yang saat ini mudah digunakan, apakah hal
tersebut termasuk riba?
Menurut Muhammadhiyah, pinjamannya boleh saja, yang tidak boleh
adalah di ribanya (ada bunga dari pinjaman). Sama saja dengan kita
meminjam uang di bank, meminjamnya boleh tetapi bunganya yang
tidak boleh. Itulah salah satu alasan mengapa sebagian besar ulama
mengharamkan kita berhubungan dengan bank konvensional. Jadi
apapun bentuknya, entah itu dengan menyimpan atau meminjam uang
dari suatu bank itu bukan pinjamannya atau simpanannya yang
dipermasalahkan tetapi riba atau bunganya tersebut yang menjadi
persoalannya.Yang justru dikedepankan itu adalah ikatannya yaitu dia
di ikat dengan bunga yang besar, ketika kita lambat membayar
bunganya akan semakin besar, semakin besar, dan semakin besar.
Lalu jika bunga bank dianggap riba, bagaimana dengan bunga
bank yang digunakan oleh nasabah, dibolehkan atau tidak?
Muhammadhiyah sudah menganjurkan sepanjang tidak darurat maka
segera tinggalkan bank konvensional dan masuk ke bank syari’ah.
Misal kita dapat beasiswa dan yang mengharuskan penerimaan
beasiswa tersebut adalah bank konvensional. Ketika beasiswa tersebut
menjadi salah satu untuk biaya hidup maka kita harus
memindahkannya ke bank syari’ah agar terhindar dari bunga bank
yang digunakan oleh nasabah. Lalu apakah bunga bank boleh

28
digunakan nasabah? Kalau memang sudah dihukumi tidak boleh maka
sebisa mungkin hindari dan tinggalkan.
Ada beberapa yang berpendapat bahwa jual beli yang
melibatkan lebih dari satu akad itu haram, bagaimana menurut
Muhammadhiyah?
Menurut Muhammadhiyah semuanya dikembalikan ke prinsip awal
jual beli dimana harus ada antharodhin, tidak boleh adanya
manipulasi, dan tidak boleh adanya gurur. Sepanjang itu terlalui maka
boleh-boleh saja sekalipun melalui beberapa akad. Misal kita
menyuruh orang lain membeli ikan asin di pasar (sudah termasuk akad
satu kali), nanti orang tersebut beli ke warung “beli ikan asin” lalu
penjual tersebut bilang “nampi artosna, nyanggakeun barangna”
(sudah termasuk akad 2 kali). Yang jual beli tetap kita dengan tukang
warung, hanya saja melalui pembantu, dan itu hukumnya boleh selama
keduanya saling ridho ketika melakukan transaksi tersebut.

B. Pembahasan
1. Konsep dan Etika Jual Beli dalam Islam
Berdasarkan hasil wawancara dari ketiga ormas Islam, yaitu MUI,
PWNU, dan Muhammadiyyah, secara umum kegiatan jual beli
merupakan kegiatan tukar menukar antara seseorang yang memiliki
barang atau biasa kita sebut sebagai penjual, dan ada seseorang yang
ingin memiliki barang yang biasa kita sebut sebagai pembeli. Dalam
Islam, terdapat etika jual beli dimana kegiatan jual beli ini harus
memenuhi rukun dan syaratnya. Menurut hasil wawancara dari ketiga
ormas, terdapat kesamaan diantara ketiganya. Dimana rukun jual beli
dalam Islam, yaitu: adanya kedua belah pihak yang akan bertransaksi
(penjual dan pembeli), adanya harga atau ketentuan lain yang
disepakati, adanya barang, dan adanya kegiatan transaksi atau serah
terima. Sedangkan syarat jual beli dalam Islam, yaitu adanya
kesadaran, keridhoan, keterbukaan, kejujuran, dan sesuai dengan
kesepakatan yang telah disepakati antara kedua belah pihak. Sehingga

29
antara penjual dan pembeli ini harus saling terbuka dan tetap
terhubung dengan baik.
2. Pandangan Islam mengenai Batasan Riba dalam Kegiatan Jual Beli
Berdasarkan hasil wawancara dari ketiga ormas Islam, yaitu MUI,
PWNU, dan Muhammadiyah, dinyatakan bahwa riba ini merupakan
suatu tambahan yang bersifat melebih-lebihkan. Dalam kegiatan jual
beli, ini sangat erat kaitannya dengan melebihkan harga yang terlalu
jauh, atau melebih-lebihkan kesepakatan yang telah dibuat sehingga
tidak adanya prinsip antarodhin yang seharusnya dipenuhi dalam
kegiatan jual beli. Menurut ketiga ormas, riba ini tidak akan terjadi
apabila adanya sikap saling meridhoi diantaraa penjual dan pembeli.
Apabila kedua belah pihak sudah menyetujui kesepakatan yang telah
dibuat, maka bila penjual melebih-lebihkan harga pun tidak disebut
sebagai riba apabila pembeli juga menyetujuinya.
3. Problematika Jual Beli di Masyarakat Indonesia Saat ini
Berdasarkan hasil wawancara dari ketiga ormas Islam, yaitu MUI,
PWNU, dan Muhammadiyah, dinyatakan bahwa dewasa ini banyak
sekali perkembangan dalam kegiatan jual beli di masyarakat Indonesia.
Tanggapan dari ketiga ormas Islam murujuk pada hasil yang serupa
mengenai kegiatan jual beli online atau dengan penggunaan uang
elektronik (e-money). Berkaitan dengan jual beli, karena jual beli
merupakan salah satu perbuatan muamalah maka hukumnya boleh
sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkannya. Kemudian jual beli
online juga termasuk dalam kegiatan jual beli, sehingga selama tidak
ada dalil yang mengharamkannya dan masih memenuhi rukun dan
syaratnya maka hukumnya boleh dan tidak termasuk riba. Terlebih lagi
apabila penjual dan pembeli memahami sistem online yang
digunakannya, contohnya dalam transaksi melalui perusahaan GO-JEK
atau GRAB yang biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut ketiga ormas, selama tidak melanggar prinsip kegiatan jual
beli, maka transaksi yang dilakukan tidak termasuk riba, sehingga
diperbolehkan.

30
Berbeda dengan bahasan mengenai kegiatan jual beli online atau
dengan penggunaan uang elektronik (e-money), bahasan mengenai
bunga bank memiliki perbedaan antara ketiga ormas. Secara umum,
menurut PWNU dan Muhammadiyah, bunga bank itu termasuk haram.
Menurut PWNU, tetap masih banyak bank-bank yang menggunakan
sistem seperti itu yang menurutnya itu tidak merugikan siapapun.
Menggunakan uang riba, apabila tidak disengaja itu hukumnya tidak
apa apa. Namun kita tidak boleh mengulanginya lagi karena itu
termasuk dilarang atau haram. Upaya untuk menghentikan riba bunga
bank di Indonesia kembali lagi ke aturan hukum yang berlaku di
Indonesia, adanya penegak hukum, dan kesadaran hukum masyarakat.
Menurut Muhammadiyah, Muhammadhiyah sudah menganjurkan
sepanjang tidak darurat maka segera tinggalkan bank konvensional
untuk menghindari riba dan masuk ke bank syari’ah. Karena di bank
syari’ah ini memiliki ketentuan-ketentuan sesuai pandangan dalam
Islam, berbeda dengan bank konvensional. Sedangkan menurut MUI,
riba itu transaksi antara individu dengan individu. Kalo dengan sebuah
instansi salah satunya adalah bank, maka harus dibantu dan dipahami
sistemnya. Oleh karena kita tidak memahami sistemnya maka ada
perbedaan pandangan mengenai istilah, selama ini lembaga ada yang
mengatakan riba dan ada yang tidak. Bunga di bank konvensional dan
bank syariah, karena itu kelembagaan maka tidak ada riba karena jelas
pemilik uangnya. Pengurangan dan penambahan harus digolangkan
oleh pemilik uang bukan oleh direktur perusahan. Direktur sebagai
petugas di kantor dan hanya menerima, karena ketika adanya
pengurangan uang kita dengan bahasa biaya administrasi, sebetulnya
perusahaan tidak mengambil uang kita secara diam-diam. Akan tetapi
itu sudah tertera dalam peraturan atau ketentuan yang berlaku, yang
pastinya sudah disetujui nasabah ketika bergabung menjadi nasabah
bank tersebut.

31
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kegiatan jual beli merupakan kegiatan tukar menukar antara seseorang
yang memiliki barang atau biasa kita sebut sebagai penjual, dan ada
seseorang yang ingin memiliki barang yang biasa kita sebut sebagai
pembeli. Rukun jual beli dalam Islam, yaitu: adanya kedua belah pihak
yang akan bertransaksi (penjual dan pembeli), adanya harga atau ketentuan
lain yang disepakati, adanya barang, dan adanya kegiatan transaksi atau
serah terima. Sedangkan syarat jual beli dalam Islam, yaitu adanya
kesadaran, keridhoan, keterbukaan, kejujuran, dan sesuai dengan
kesepakatan yang telah disepakati antara kedua belah pihak.
2. Riba merupakan suatu tambahan yang bersifat melebih-lebihkan. Dalam
kegiatan jual beli dan sangat erat kaitannya dengan melebihkan harga yang
terlalu jauh, atau melebih-lebihkan kesepakatan yang telah dibuat sehingga
tidak adanya prinsip antarodhin yang seharusnya dipenuhi dalam kegiatan
jual beli.
3. Jual beli online termasuk dalam kegiatan jual beli, selama tidak ada dalil
yang mengharamkannya dan masih memenuhi rukun dan syaratnya maka
hukumnya boleh dan tidak termasuk riba. Sedangkan mengenai bunga
bank, itu termasuk haram. Menggunakan uang riba, apabila tidak disengaja
itu hukumnya tidak apa apa. Namun kita tidak boleh mengulanginya lagi
karena itu termasuk dilarang atau haram. Upaya untuk menghentikan riba
bunga bank di Indonesia kembali lagi ke aturan hukum yang berlaku di
Indonesia, adanya penegak hukum, dan kesadaran hukum masyarakat.
Sepanjang tidak darurat maka segera tinggalkan bank konvensional untuk
menghindari riba dan masuk ke bank syari’ah.

32
B. Saran
Dengan adanya laporan ini, setelah memahami isi dari laporan
diharapkan kepada pembaca agar dapat menghindari Riba dalam
kehidupan sehari-hari dan berhati-hati ketika akan melakukan transaksi
jual beli. Tentunya kita harus memahami ilmu dan hukumnya terlebih
dahulu. Jadikan problematika jual beli dan riba di kalangan masyarakat
sebagai sarana untuk menjalankan perintah dan larangan Allah SWT agar
terhindar dari laknat Allah SWT dan sebagai sarana untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT.

33
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S.. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara.


Jusmaliani, dkk.. (2008). Bisnis Berbasis Syariah: Pandangan terhadap E-
commerce. Jakarta: Bumi Aksara.
Kriyantono, Rachmat. (2009). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Malang:
Prenada Media Group.
Safitra, Khanza. (2017). 7 Etika Jual Beli dalam Islam. [Online]. Diakses
dari: https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/etika-jual-beli-dalam-
ekonomi-islam. [17 September 2019]
Sudjana, dkk.. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar
Baru.
Syamhudi, Kholid. (2016). Hakekat Riba. [Online]. Diakses dari:
https://pengusahamuslim.com/1024-hakekat-riba.html [17 September
2019].
Malik, Ahmad. (2015). Dasar Hukum Jual Beli dalam Islam. [Online].
Diakses dari: https://suduthukum.com/2015/02/pengertian-dan-dasar-
hukum-jual-beli.html [17 September 2019]
Marwah, Musa. (2013). Hakikat Riba. [Online]. Diakses dari:
https://yufidia.com/3274-hakikat-riba.html [17 September 2019].
Maxi Research. (2017). Google Forms Tutorial. [Online]. Diakses dari:
https://www.maxiresearch.com/wp-content/uploads/2017/12/Google-
Form-Tutorial-2018-Indonesia.pdf [17 September 2019].
Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Suhandang, Kustadi. (2004). Pengantar Jurnalistik Seputar Organisasi,
Produk dan Kode Etik. Bandung : Yayasan Nuansa Cendikia.
Tuahsika, Muhammad Abduh. (2008). Jual Beli dan Syarat-Syaratnya.
[Online]. Diakses dari: https://muslim.or.id/222-jual-beli-dan-syarat-
syaratnya.html. [17 September 2019]
Wahidmurni. (2004). Pemaparan Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang.

34
LAMPIRAN - LAMPIRAN

1. Personalia Penelitian

Ketua
Nama Lengkap : Luniar Abdullah
NIM : 1700677
TTL : 07 Maret 2000
Alamat : Geger Kalong Girang No.25 Kota Bandung
No. HP : 085774096907
Anggota
1. Nama Lengkap : Dini Asryani
NIM : 1702005
TTL : Bandung, 13 Februari 1998
Alamat : Jl. Sariwangi No. 24 RT 03/10 Kab. Bandung
Barat
No. HP : 081222219472
2. Nama Lengkap : Della Frisca Damayanti
NIM : 1700069
TTL : Bandung, 19 Juli 1999
Alamat : Jl. Cianjur No. 10 CA Kota Bandung
No. HP : 082273374161
3. Nama Lengkap : Tika Triwahyuni
NIM : 1703681
TTL : 14 November 1999
Alamat : Jl. Cigadung Raya Timur No.110 Kota Bandung
No. HP : 087735517765

35
2. Pedoman Wawancara

Tanggal dan Waktu Wawancara :


Tempat :

A. Konsep dan etika jual beli dalam Islam


1. Menurut anda, apa definisi jual beli dalam syariat Islam?
2. Bagaimana cara transaksi jual beli yang sesuai dengan syariat Islam?

B. Batasan Riba kegiatan jual beli dalam pandangan Islam


1. Apa arti dari riba menurut anda?
2. Bagaimana cara membedakan bahwa kegiatan itu merupakan jual beli atau
riba?
3. Bagaimana batasan riba dalam kegiatan jual beli menurut anda?

C. Problematika jual beli di masyarakat Indonesia saat ini


1. Bagaimana pendapat anda mengenai transaksi jual beli secara online?
2. Saat ini jual beli secara online banyak dilakukan karena dianggap lebih
mudah, bagaimana menurut hukum islam?
3. Bagaimana pendapat anda mengenai transaksi jual beli menggunakan uang
elektronik?
4. Beberapa ulama berpendapat bahwa menggunakan diskon-diskon dari
uang elektronik termasuk ke dalam riba. Bagaimana tanggapan anda?
5. Bagaimana tanggapan anda mengenai hukum bunga di bank?
6. Apakah ada perbedaan penggunaan uang dari bunga dari bank
konvensional dan bagi hasil dari bank syariah?
7. Jika bunga bank dianggap riba, bagaimana dengan hasil bunga bank yang
terlanjur diterima nasabah? Apakah boleh digunakan?

36
3. Jadwal Pelaksanaan
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Kelompok 6
September Oktober November
No. Kegiatan
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Perencanaan
Melakukan studi literatur
1. tentang jual beli dalam islam
dan riba
Pembuatan proposal dan surat
2.
izin observasi
Pelaksanaan
Melakukan observasi mengenai
jual beli dalam islam dan riba
dengan melakukan wawancara
3. pada MUI Provinsi Jawa Barat
dan Ormas Islam di Provinsi
Jawa Barat: Muhammadiyah,
NU dan Persis.
Melakukan wawancara pada
MUI Provinsi Jawa Barat dan
4. Ormas Islam di Provinsi Jawa
Barat: Muhammadiyah, NU dan
Persis
Analisis data dan pelaporan
5. Pengolahan dan Analisis Data
6. Pembuatan Laporan Observasi
7. Pelaksanaan Seminar

37
4. Surat Pengantar Penelitian

38
39
40
5. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

41
42
43
44
45
46
6. Dokumentasi

Gambar 1. Dokumentasi Foto PWNU Gambar 2. Dokumentasi Foto PWNU


(Dok. Kelompok 6A, 2019) (Dok. Kelompok 6A, 2019)

Gambar 3. Dokumentasi Foto dengan Gambar 4. Dokumentasi Foto dengan


PW Muhammaddhiyah PW Muhammaddhiyah
(Dok. Kelompok 6A, 2019) (Dok. Kelompok 6A, 2019)

Gambar 5. Dokumentasi Foto MUI Gambar 6. Dokumentasi Foto MUI


(Dok. Kelompok 6A, 2019) (Dok. Kelompok 6A, 2019)

47
48

Anda mungkin juga menyukai