Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan
kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu, baik sehat maupun sakit
yang mengalami gangguan fisik, psikis dan sosial agar dapat mencapai
derajat kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat
berupa meningkatkan kemampuan yang ada pada individu, mencegah,
memperbaiki dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang
dipersepsikan sakit oleh individu (Nursalam, 2003).

Salah satu tempat yang memberikan pelayanan keperawatan adalah


rumah sakit. Oleh karena itu, rumah sakit menjadi tempat bagi pasien dan
keluarganya menaruh harapan kesembuhan. Akan tetapi, selain
keberhasilan dalam pengobatan dan perawatan kepada pasien yang dirawat
di rumah sakit, banyak pula laporan tentang kegagalan pengobatan dan
perawatan pasien tersebut sehingga menyebabkan waktu perawatan di
rumah sakit menjadi lebih lama dan biaya perawatan meningkat (Widianti,
2011).

Salah satu pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit adalah


pelayanan tindakan pembedahan. Sejalan dengan perkembangan teknologi
yang semakin maju, prosedur tindakan pembedahan pun mengalami
kemajuan pesat. Sejumlah penyakit merupakan indikasi untuk
dilakukannya tindakan pembedahan. Salah satu teknik operasi atau
pembedahan adalah teknik pembedahan Digestif, pembedahan digestif
adalah sub-bagian dari cabang ilmu bedah kedokteran yang dikhususkan
untuk penanggulangan gangguan kesehatan yang terjadi pada bagian
pencernaan tubuh manusia. Bedah digestif memerlukan tindakan dan
instrumen, yang dilakukan khusus oleh dokter bedah digestif. Salah satu
tindakan dari bedah digestif adalah Appendiktomi.
Masalah yang sering muncul pada pasien dengan pembedahan digestif
adalah nyeri yang dirasakan pasien saat setelah operasi pembedahan. Nyeri
tersebut dapat mengganggu aktifitas dan mengurangi ruang gerak pasien
dalam kegiatan sehari-harinya. Rasa nyeri yang timbul pada saat pasca
pembedahan dapat dikurangi atau diminimalkan dengan banyak cara, ada
dengan cara kolaborasi dan mandiri, cara kolaborasinya adalah dengan
mengguakan obat antibiotik untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
oleh pasien dan cara mandirinya adalah dengan menggunakan beberapa
teknik yang digunakan seperti teknik relaksasi nafas dalam, teknik
menggenggam jari, teknik mendengarkan musik dan lain sebagainya. Dari
beberapa teknik mandiri tersebut pasti ada salah satu teknik yang efektif
untuk menghilangkan rasa nyeri.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakuakn penelitian


yang bejudul “ Hubungan Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Teknik
Relaksasi Genggam Jari Untuk Meminimalkan Nyeri Pada Pasien Pasca
Operasi Digestif “.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka rumusan
masalah dari penelitian ini adalah :
1. Mana yang lebih efektif teknik nafas dalam dan teknik genggam jari
untuk menghilangkan nyeri pada pasien pasca operasi digestif?
2. Bagaimana proses nyeri yang berkurang pada teknik relaksasi nafas
dalam dan teknik genggam jari?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian tersebut adalah menganalisis
keefektifan teknik relaksasi nafas dalam dan teknik relaksasi genggam
jari terhadap nyeri pasien pasca operasi digestif.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian tersebut adalah mengetahui lebih
efektif mana teknik relaksasi nafas dalam atau teknik relaksasi
genggam jari.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Masyarakat
Mengetahui lebih efektif mana teknik relaksasi nafas dalam dan
teknik relaksasi genggam jari.
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keprawatan
Sebagai penelitian pendahuluan untuk mengawali penelitian lebih
lanjut tentang keefektifan teknik relaksasi nafas dalam dan teknik
genggam jari terhadap nyeri pada pasien pasca operasi digestif.
3. Peneliti
Memperoleh pengalaman dalam melakukan aplikasi riset
keperawatan,khususnya penelitian tentang keefektifan teknik relaksasi
nafas dalam dan teknik genggam jari terhadap nyeri pada pasien pasca
operasi digestif.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Nyeri
1. Definisi Secara Medis

Moncastel mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensori yang


dibawa oleh stimulus sebagai akibat adanya ancaman atau kerusakan
jaringan, dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah ketika seorang terluka
(secara fisik).

International Association for Study of Pain mendefinisikan, nyeri


sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat
aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian dimana
terjadi kerusakan.

Arthur C. Curton mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu


mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak,
dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan
rasa nyeri.

2. Definisi Secara Psikologis

Sternbach mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang abstrak, dimana


nyeri terdapat pada:

a. Personality, dimana sensasi terhadap nyeri yang dirasakan individu


bersifat pribadi
b. Adanaya stimulus yang merugikan sebagai peringatan terhadap
kerusakan jaringan
c. Pola respon dari individu terhadap nyeri, sebagai alat proteksi
untuk melindungi dirinya dari kerugian yang ditimbulkan oleh
nyeri.
3. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi dari nyeri adalah:

a. Nyeri Akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah terjadinya cedera


akut, penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang
cepat dengan itensitas yang bervariatif dan berlangsung untuk
waktu singkat (Meinhart & McCaffery). Fungsi nyeri akut adalah
untuk memberi peringatan akan cedera atau penyakit yang akan
datang, nyeri ini akan hilang tanpa pengobatan setelah area yang
rusak atau sakit pulih kembali.

Nyeri ini biasanya diakibatkan oleh trauma, bedah atau


inflamasi. Hampir semua individu pernah merasakan nyeri ini,
seperti sakit kepala, sakit gigi, tertusuk jarum, terbakar, nyeri otot,
nyeri sesudah pembedahan dan lain-lain. Nyeri ini terkadang
disertai dengan aktivasi sistem saraf simpatis yang akan
memperlihatkan gejala seperti peningkatan tekanan darah,
peningkatan respirasi, peningkatan denyut jantung, diaphoresis dan
dilatasi pupil.

b. Nyeri Kronik

Nyeri kronik berlangsung lebih lama daripada nyeri akut,


itensitasnya bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan.
Nyeri kronik dapat dirasakan oleh klien hampir setiap harinya
dalam suatu periode yang panjang. Luka bakar yang parah, kanker
yang diderita oleh klien merupakan keadaan yang dapat
menyebabkan nyeri kronik.
c. Nyeri Kutaneus/ Superficial

Ada dua macam nyeri bentuk superficial, yang pertama adalah


nyeri dengan onset secara tiba-tiba yang mempunyai kualitas yang
tajam, dan bentuk keduanya adalah nyeri dengan onset yang lambat
disertai rasa terbakar. Nyeri superficial dapat dirasakan pada
seluruh permukaan tubuh atau kulit klien, trauma gesekan, suhu
yang terlalu panas dapat menjadi penyebab timbulnya nyeri
superficial ini.

d. Nyeri Stomatis Dalam

Nyeri Stomatis dalam biasanya bersifat difus (menyebar),


berbeda dengan nyeri superficial yang mudah untuk dilokalisir.
Struktur stomatis yang ada di dalam tubuh manusia berbeda
itensitasnya terhadap nyeri, bagian yang memiliki sensitivitas
tinggi terhadap nyeri antara lain tendon, fascia dalam, ligamen,
pembuluh darah, tulang periosteum, dan nervus- nervus. Otot
skeleton hanya sensitif terhadap iskemi dan peregangan. Tulang
dan kartigalo biasanya sensitif terhadap tekanan yang ekstrim atau
stimulasi kimia.

e. Nyeri Visceral

Istilah Visceral biasanya mengacu pada bagian viscera abdomen,


walaupun sebenarnya kata visceral berarti setiap organ tubuh
bagian dalam yang lebar dan mempunyai ruang seperti cavitas
tengkorak, cavitas thorak, cavitas adbominal dan pelvis.

Penyebabnya adalah semua rangsangan yang dapat


menstimulasi ujung saraf nyeri di daerah visceral. Rasangan
tersebut dapat berupa iskemi jaringan visceral, spasme suatu
viscera berongga, rangsang kimiawi dan distensi berlebihan suatu
organ viscera. Terdapat beberapa organ yang sama sekali tidak
sensitiv terhadap rangsangan nyeri apapun, seperti parenkim hati
atau alveolus paru paru. Nyeri visceral cenderung bersifat difus
(dirasakan menyebar), sulit dilokalisir, samar samar dan bersifat
tumpul.

f. Reffered Pain

Nyeri dalam dapat diakibatkan dari gangguan organ viceral atau


lesi pada bagian stomatis dalam. Keduanya dapat dirasakan
menyebar sampai kebagian pemukaan kulit, hal ini dikarenakan
serabut saraf visceral bersinapsis kedalam medula spinalis dengan.
Beberapa neuron urutan kedua yang sama, menerima serabut nyeri
dari kulit.

g. Nyeri Psikogenik

Nyeri ini disebut juga nyeri somatoform, adalah nyeri yang tidak
diketahui secar fisik, nyeri ini biasanya timbul karena pengaruh
psikologis, mental, emosional atau faktor perilaku. Sakit kepala,
back pain atau nyeri perut adalah contoh dari sbagian nyeri
psikogenik yang paling umum.

4. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan


memudahkan perawat di dalam menetapkan data dasar,
menegakkan diagnose keperawatan yang tepat, merencanakan
terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan perawat dalam
mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang di berikan.

Tindakan perawat yang perlu dilakukan dalam mengkaji pasien


selama nyeri akut adalah:
1) Mengkaji perasaan klien (respon psikologis yang muncul).
2) Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi
nyeri.
3) Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.

Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan


saat klien dalam keadaan waspada (perhatian penuh pada nyeri),
sebaiknya perawat berusaha untuk mengurangi kecemasan klien
terlebih dahulu sebelum mencoba mengkaji kuantitas persepsi
klien terhadap nyeri. Sedangkan untuk pasien dengan nyeri kronis
maka pengkajian yang lebih baik adalah dengan memfokuskan
pengkajian pada dimensi perilaku, afektif, kognitif (NIH, 1986;
McGuire, 1992).

Donovan dan Girton (1984) mengidentifikasikan komponen-


komponen tersebut, diantaranya:

1) Penentuan ada tidaknya nyeri.

Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus


mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri,
walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya
cedera atau luka.

a) Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T).

(1) Faktor Pencetus (P: Provocate),

Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-


stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga
dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang
mengalami cedera.
(2) Kualitas (Q: Quality),

Kualitas nyeri merupakan seseuatu yang subjektif yang


diungkapkan oleh klien. Misal kalimat-kalimat: tajam,
tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih,
perih, dan tertusuk.

(3) Lokasi (R: Region),

Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta


klien untuk menunjukkan semua bagian atau daerah
yang dirasakan tidak nyaman oleh klien.

(4) Keparahan (S: Severe),

Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan


karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini
klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia
rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat.

(5) Durasi (T: Time).

Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan


awitan, durasi, dan rangkaian nyeri

b) Faktor yang memperberat/memperingan nyeri.

Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang dapat


memperberat nyeri pasien, misalnya peningkatan aktivitas,
perubahan suhu, stres, dan lain-lain.

(1) Respon Fisiologis.

Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju


ke batang otak dan thalamus, system saraf otonom
menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stres.
Stimulasi pada cabang simpatis pada system saraf
otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri
berlangsung terus menerus, berat, dalam dan
melibatkan organ-organ visceral (misal: infark,
miokard, kolik akibat kandung empedu, atau batu
ginjal) maka sistem saraf simpatis menghasilkan suatu
aksi. Beberapa respon fisiologis terhadap nyeri yaitu:

(a) Stimulasi Simpatik: (nyeri ringan, moderat, dan


superficial).
(b) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

(2) Respon Perilaku.

Respon perilaku terhadap nyeri yang biasa ditunjukkan


oleh pasien antara lain: merubah posisi tubuh,
mengusap bagian yang sakit, menopang bagian nyeri
yang sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan
ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis, ekspresi
verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit,
meraung.

(3) Respon Afektif.

Respon ini diperhatikan oleh seorang perawat di dalam


melakukan pengkajian terhadap pasien dengan
gangguan rasa nyeri.

(4) Pengaruh Nyeri Terhadap Kehidupan Klien.

Pengkajian pada perubahan aktivitas ini bertujuan


untuk mengetahui sejauh mana kemampuan klien
dalam berpartisipasi terhadap kegiatan-kegiatan sehari-
hari, sehingga perawat juga mengetahui sejauh mana
dia dapat membantu dalam program aktivitas pasien.
Perubahan-perubahan yang dikaji: perubaha pola tidur,
pengaruh nyeri pada aktivitas, serta perubahan pola
interaksi pada orang lain.

(5) Persepsi Klien Tentang Nyeri.

Perawat mengkaji persepsi klien terhadap nyeri yang ia


alami dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri
dan lingkungan.

(6) Mekanisme Adaptasi Klien Terhadap Nyeri.

Perawat mengkaji cara-cara apa saja yang bisa klien


gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia alami.

B. Pengertian Teknik Diktraksi dan Teknik Relaksasi

1. Teknik Distraksi

Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap


nyeri ke stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri
berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus
nyeri, jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat
menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang
atau tidak dirasakan oleh klien). Stimulus yang menyenangkan dari
luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri
yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri secara
umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu,
banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu
dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran
dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri
dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri, 2007).

Jenis Tehnik Distraksi antara lain :


a. Distraksi visual

Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran,


melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.

b. Distraksi pendengaran

Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara


burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih
musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan
diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga
diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu
seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007).

Musik klasik salah satunya adalah musik Mozart. Dari sekian


banyak karya musik klasik, sebetulnya ciptaan milik Wolfgang
Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling dianjurkan. Beberapa
penelitian sudah membuktikan, Mengurangi tingkat ketegangan
emosi atau nyeri fisik. Penelitian itu di antaranya dilakukan oleh
Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell. Mereka mengistilahkan
sebagai “Efek Mozart”.

Dibanding musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi yang


tinggi pada karya-karya Mozart mampu merangsang dan
memberdayakan daerah kreatif dan motivatif di otak. Yang tak
kalah penting adalah kemurnian dan kesederhaan musik Mozart itu
sendiri. Namun, tidak berarti karya komposer klasik lainnya tidak
dapat digunakan (Andreana, 2006)

c. Distraksi pernafasan

Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada


satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi
perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan
kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan
dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan
klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap
gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga
terbentuk pola pernafasan ritmik.

Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk


melakukan pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan
lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan
melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri.

d. Distraksi intelektual

Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu,


melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan
perangko, menulis cerita.

e. Tehnik pernafasan

Seperti bermain, menyanyi, menggambar atau sembayang

f. Imajinasi terbimbing

Adalah kegiatan klien membuat suatu bayangan yang


menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut
serta berangsur-angsur membebaskan diri dari dari perhatian
terhadap nyeri

2. Teknik Relaksasi

Relaksasi adalah metode yang efektif terutama pada pasien yang


mengalami nyeri kronis. Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam
relaksasi yaitu posis yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang
tenang. Posisi pasien diatur senyaman mungkin dengan semua bagian
tubuh disokong (missal bantal menyokong leher), persendian fleksi,
dan otot-otot tidak tertarik (misal tangan dan kaki tidak disilangkan).
Untuk menenangkan pikiran pasien dianjurkan pelan-pelan
memandang sekeliling ruangan misalnya melintasi atap turun ke
dinding , sepanjang jendela, dll. Untuk melestarikan muka, pasien
dianjurkan sedikit tersenyum atau membiarkan geraham bawah
kendor. Steward (1976: 959) menjelaskan teknik relaksasi sebagai
berikut:

a. Pasien menarik nafas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara.


b. Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh
menjadi kendor dan merasakan betapa nyaman hal tersebut.
c. Pasien bernafas beberapa beberapa kali dengan irama normal
d. Pasien menarik nafas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan
dan membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang
kendor.Perawat minta pasien untuk mengkonsentrasikan pikiran
pasien pada kakinya yang terasa ringan dan hangat.

Menurut Walsleben, teknik-teknik ini akan lebih efektif jika dilakukan


tepat sebelum tidur. Ada baiknya dilakukan di tempat yang tenang dan
nyaman. Berikut beberapa teknik dari Walsleben yang bisa Anda
coba:

a. Pernafasan perut

Cobalah bernafas dari perut dan fokuskan pikiran Anda ke


setiap tarikan nafas Anda. Cara ini bisa membantu agar Anda tetap
tenang, baik siang maupun malam hari. Untuk memaksimalkan
hasil, Anda bisa mencoba teknik ini dalam ruangan temaram,
dengan menutup mata atau mendengarkan musik lembut sambil
memusatkan perhatian ke setiap tarikan nafas.

Sambil duduk atau berbaring di tempat tidur, cobalah


meletakkan tangan Anda di perut."Saat menarik dan
menghembuskan nafas, tangan akan bergerak perlahan," tutur
Doner. Dengan fokus pada gerakan ini, terang Doner, Anda bisa
mengalihkan perhatian dari pikiran-pikiran ke tubuh Anda. Anda
bisa menarik dan menempatkan diri pada satu situasi yang
berbeda.

b. Gambaran indah

Membayangkan situasi yang membuat Anda rileks merupakan


salah satu teknik pilihan. Tidak ada aturan khusus mengenai
gambaran yang Anda pilih, yang penting bisa membuat Anda
nyaman. Meskipun awan, laut dan gunung merupakan pilihan
yang umum digunakan, Anda tetap bisa fokus pada hal-hal lain
yang Anda sukai.

"Ada pasien yang suka menggambarkan kantornya,


membersihkan dan merapikan semua yang ada di meja kerja
sebelum akhirnya tertidur," terang Walsleben, seperti dikutip situs
health.com. Ada juga yang membayangkan sedang meniup balon
sabun. Mereka melihat diri mereka memasukkan tongkat kecil ke
dalam kotak sabun, memandangi gelembung memenuhi halaman,
hingga akhirnya air sabunnya habis."

c. Pilihlah tempat yang nyaman menurut Anda

Kemudian gunakan imajinasi Anda, gunakan semua indera


untuk melihat dan merasakan hal yang Anda bayangkan."Otak
kadang-kadang tidak tahu perbedaan antara bayangan dan
kenyataan," tutur Doner.

d. Meditasi pikiran

Sebelum tidur, cobalah fokus pada setiap aspek dalam hidup


Anda. Fokuskan pikiran pada satu permasalah, kemudian cobalah
melepaskan pikiran tersebut. Lakukan juga pada pikiran yang
lain. Anda akan lebih tenang setelah melepaskan semua beban
pikiran yang memenuhi kepala Anda.
Anda bisa mencoba dengan menulis. Sediakan waktu 15 menit
dan tuliskan semua pikiran yang ada di kepala. Kemudian
gunakan 15 menit berikutnya untuk memikirkan dan menulis
langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah
Anda. Teknik ini, terang Walsleben, ada baiknya dilakukan di
siang hari. Dengan begitu, pikiran Anda akan jauh lebih tenang
saat hendak tidur di malam hari.

e. Hitung mundur

Saat berbaring di tempat tidur, mulailah dengan melihat ke


atas."Sedikit peregangan mata bisa membuat Anda rileks," terang
Doner. Tarik nafas dari perut dan tahan. Saat mengeluarkan nafas,
biarkan tubuh dan pikiran Anda rileks. Ulangi satu atau dua kali.
Selanjutnya coba bayangkan Anda sedang berjalan dari tangga
pesawat dengan menghitung langkah mulai dari 10 atau 20. Tiap
angka menuntun langkah Anda ke anak tangga yang lebih rendah.
Hembuskan nafas setiap Anda melangkah turun.

C. Pengertian Bedah Degistif

Bedah Digestif atau Bedah Perut dan saluran cerna adalah cabang
keilmuan bedah atau bedah umum yang lebih spesifik menangani masalah,
komplikasi atau problematika penyakit pada perut/dinding perut dan organ
cerna dan saluran cerna. Perkembangan Keilmuan ini dihadirkan bagi
pasien atau masyarakat yang memerlukan informasi, Konsultasi dan
pelayanan kesehatan /tindakan operasi khusus pada perut dan saluran cerna
( digestive ) secara paripurna yang mudah dijangkau masyarakat
,dilakukan dengan keilmuan dan teknik operasi yang terkini, dengan
kualitas terbaik menekan resiko serendah mungkin dengan mengutamakan
keselamatan pasien.

Pelayanan Bedah Perut dan Saluran cerna (digestif) bedasarkan organ dan
penyakit,meliputi :

1. HATI yang terdiri dari Kista Hati, Infeksi Hati dan Abses, Trauma
hati,Tumor Hati.
2. EMPEDU yang terdiri dari Kolesistitis (radang kandung empedu ) /
infeksi Empedu), Cholecystolithiasis ( batu empedu ), Kista
Kholedochal ( Kiste Saluran Empedu), Kanker kandung empedu, Polip
Empedu.
3. PANKREAS DAN LIMPA yang meliputi Kanker pancreas, Kista
Pankreas dan Tumor kistik.
4. Tumor endokrin pancreas, Pankreatitis kronis / Pankreatitis Akut,
Tumor pankreas endokrin, Cedera /Trauma Pankreas
5. SALURAN CERNA ATAS Obesitas Menurunkan berat badan ( Bedah
bariatrik), Kanker Lambung, Akhalasia kesulitan menelan, Kanker
kerongkongan.
6. KOLOREKTAL/USUS BESAR Ambeien / Hemorroid, Kanker kolon
dan rectum, usus buntu/appendisitis.
7. ANUS Abces Pernianal , Fistula Ani , Fissure anal , Polip Recti
8. HERNIA yang terdiri dari Herniorepair/operasi secara open atau
laparoscopi.

Anda mungkin juga menyukai