Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Islam Nusantara atau model Islam Indonesia adalah suatu wujud empiris Islam
yang dikembangkan di Nusantara setidaknya sejak abad ke-16 yang sesuai dengan realitas
sosio-kultural Indonesia. Istilah ini secara perdana resmi diperkenalkan dan digalakkan
oleh organisasi Islam Nahdlatul Ulama pada 2015, sebagai bentuk penafsiran alternatif
masyarakat Islam global yang selama ini selalu didominasi perspektif Arab dan Timur
Tengah. Islam Nusantara didefinisikan sebagai penafsiran Islam yang mempertimbangkan
budaya dan adat istiadat lokal di Indonesia dalam merumuskan fikihnya. Pada Juni 2015,
Presiden Joko Widodo telah secara terbuka memberikan dukungan kepada Islam
Nusantara, yang merupakan bentuk Islam yang moderat dan dianggap cocok dengan nilai
budaya Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi Islam Nusantara?
2. Bagaimana sejarah adanya Islam Nusantara?
3. Bagaimana karakteristik Islam Nusantara?

C. TUJUAN
1. Ingin mengetahui tentang definisi Islam Nusantara
2. Ingin mengetahui bagaimana sejarah adanya Islam Nusantara
3. Ingin mengetahui bagaimana karakteristik Islam Nusantara

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ISLAM NUSANTARA


Beberapa pendapat para ahli mengenai definisi Islam Nusantara, yaitu:
1. K.H. Afifuddin Muhajir, katib suriyah PBNU, mendefinsikan Islam Nusantara sebagai
faham dan praktik keislaman di bumi nusantara sebagai hasil dialektika antara teks
syariat dengan realita dan budaya setempat,
2. K.H. Musthofa Bisyri, secara sederhana beliau menjelaskan maksud Islam Nusantara,
yakni Islam yang ada di Indonesia dari dahulu hingga sekarang yang diajarkan Wali
Songo, “Islam ngono iku seng digoleki wong kono (Islam seperti itu yang di cari
orang sana), Islam yang damai, guyub (rukun), ora petentengan (tidak mentang-
mentang), dan yang rahmatan lil ‘alamin.” Terangnya,
3. Prof. Isom Yusqi menjelaskan bahwa Islam Nusantara merupakan istilah yang
digunakan untuk merangkai ajaran dan paham keislaman dengan budaya dan kearifan
lokal nusantara yang secara prinsipil tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar ajaran
Islam.

B. SEJARAH ISLAM NUSANTARA


Penyebaran Islam di Indonesia adalah proses yang perlahan, bertahap, dan
berlangsung secara damai. Satu teori menyebutkan bahwa Islam datang secara langsung
dari jazirah Arab sebelum abad ke-9 M, sementara pihak lain menyebutkan peranan kaum
pedagang dan ulama Sufi yang membawa Islam ke nusantara pada kurun abad ke-12 atau
ke-13, baik melalui Gujarat di India atau langsung dari Timur Tengah. Pada abad ke-16,
Islam menggantikan agama Hindu dan Buddha sebagai agama mayoritas di Nusantara.
Islam tradisional yang pertama kali berkembang di Indonesia adalah cabang dari Sunni
Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang diajarkan oleh kaum ulama, para kyai di pesantren.
Model penyebaran Islam seperti ini terutama ditemukan di Jawa. Beberapa aspek dari
Islam tradisional telah memasukkan berbagai budaya dan adat istiadat setempat.
Praktik Islam awal di Nusantara sedikit banyak dipengaruhi oleh ajaran Sufisme
dan aliran spiritual Jawa yang telah ada sebelumnya. Beberapa tradisi, seperti
menghormati otoritas kyai, menghormati tokoh-tokoh Islam seperti Wali Songo, juga ikut
ambil bagian dalam tradisi Islam seperti ziarah kubur, tahlilan, dan memperingati maulid

2
nabi, termasuk perayaan sekaten, secara taat dijalankan oleh Muslim tradisional Indonesia.
Akan tetapi, setelah datangnya Islam aliran Salafi modernis yang disusul datangnya ajaran
Wahhabi dari Arab, golongan Islam puritan skripturalis ini menolak semua bentuk tradisi
itu dan mencelanya sebagai perbuatan syirik atau bid’ah, direndahkan sebagai bentuk
sinkretisme yang merusak kesucian Islam. Kondisi ini telah menimbulkan ketegangan
beragama, kebersamaan yang kurang mengenakkan, dan persaingan spiritual antara
Nahdlatul Ulama yang tradisional dan Muhammadiyah yang modernis dan puritan.
Sementara warga Indonesia secara seksama memperhatikan kehancuran Timur
Tengah yang tercabik-cabik konflik dan perang berkepanjangan, mulai dari Konflik Israel-
Palestina, Kebangkitan dunia Arab, perang di Irak dan Suriah, disadari bahwa ada aspek
keagamaan dalam konflik ini, yaitu munculnya masalah Islam radikal. Indonesia juga
menderita akibat serangan teroris yang dilancarkan oleh kelompok jihadi seperti Jamaah
Islamiyah yang menyerang Bali. Doktrin ultra konservatif Salafi dan Wahhabi yang
disponsori pemerintah Arab Saudi selama ini telah mendominasi diskursus global
mengenai Islam. Kekhawatiran semakin diperparah dengan munculnya ISIS pada 2013
yang melakukan tindakan kejahatan perang nan keji atas nama Islam. Di dalam negeri,
beberapa organisasi berhaluan Islamis seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front
Pembela Islam (FPI), juga Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah secara aktif bergerak
dalam dunia politik Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini menggerogoti
pengaruh institusi Islam tradisional khususnya Nahdlatul Ulama. Elemen Islamis dalam
politik Indonesia ini kerap dicurigai dapat melemahkan Pancasila. Akibatnya, muncullah
desakan dari golongan cendekiawan Muslim moderat yang hendak mengambil jarak dan
membedakan diri mereka dari apa yang disebut Islam Arab, dengan mendefinisikan Islam
Indonesia. Dibandingkan dengan Muslim Timur Tengah, Muslim di Indonesia menikmati
perdamaian dan keselarasan selama beberapa dekade. Dipercaya hal ini berkat
pemahaman Islam di Indonesia yang bersifat moderat, inklusif, dan toleran. Ditambah lagi
telah muncul dukungan dari dunia internasional yang mendorong Indonesia
Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar, agar berkontribusi dalam evolusi
dan perkembangan dunia Islam, dengan menawarkan aliran Islam Nusantara sebagai
alternatif terhadap Wahhabisme Saudi. Maka selanjutnya, Islam Nusantara diidentifikasi,
dirumuskan, dipromosikan, dan digalakkan. Dalam Islam, rujukan beragama memang
satu, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist, namun fenomena menunjukkan bahwa wajah Islam
ada banyak. Ada berbagai golongan Islam yang terkadang mempunyai ciri khas masing-

3
masing dalam praktik dan amaliah keagamaan. Tampaknya perbedaan itu sudah menjadi
kewajaran, sunatullah, dan bahkan suatu rahmat. Yang menjadi permasalahan adalah
dapatkah dari yang berbeda tersebut saling menghormati, tidak saling menyalahkan, tidak
menyatakan paling benar sendiri, dan bersedia berdialog, sehingga tercermin bahwa
perbedaan itu benar-benar rahmat. Jika ini yang dijadikan pijakan dalam beramal dan
beragama, maka inilah sebenarnya makna konsep “Islam Moderat”. Artinya, siapa pun
orangnya yang dalam beragama dapat bersikap sebagaimana kriteria tersebut, maka dapat
disebut berpaham Islam yang moderat. Walaupun dalam Islam sendiri konsep Islam
moderat tidak ada rujukannya secara pasti, akan tetapi untuk membangun ber-islam yang
santun dan mau mengerti golongan lain, tanpa mengurangi prinsip-prinsi Islam yang
sebenarnya, konsep Islam moderat tampaknya patut diaktualisasikan.

C. KARAKTERISTIK ISLAM NUSANTARA


Ciri utama dari Islam Nusantara adalah tawasut (moderat), rohmah (pengasih),
anti-radikal, inklusif dan toleran. Dalam hubungannya dengan budaya lokal, Islam
Nusantara menggunakan pendekatan budaya yang simpatik dalam menjalankan syiar
Islam. Ia tidak menghancurkan, merusak, atau membasmi budaya asli, tetapi sebaliknya,
merangkul, menghormati, memelihara, serta melestarikan budaya lokal. Salah satu ciri
utama dari Islam Nusantara adalah mempertimbangkan unsur budaya Indonesia dalam
merumuskan fikih.
Islam Nusantara dikembangkan secara lokal melalui institusi pendidikan
tradisional pesantren. Pendidikan ini dibangun berdasarkan sopan santun dan tata krama
ketimuran, yakni menekankan penghormatan kepada kyai dan ulama sebagai guru agama.
Para santri memerlukan bimbingan dari guru agama mereka agar tidak tersesat sehingga
mengembangkan paham yang salah atau radikal. Salah satu aspek khas adalah penekanan
pada prinsip Rahmatan lil ‘Alamin (rahmat bagi semesta alam) sebagai nilai universal
Islam, yang memajukan perdamaian, toleransi, saling hormat-menghormati, serta
pandangan yang berbineka dalam hubungannya dengan sesama umat Islam, ataupun
hubungan antaragama dengan pemeluk agama lain.

4
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Banyak para ahli memberikan definisi berbeda mengenai Islam Nusantara.
Secara sederhana, definisi Islam Nusantara adalah sebuah praktik keislaman di Bumi
Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks syariat dengan realita dan budaya
setempat, bukan faham atau agama baru tetapi agama yang ada di nusantara yang
dibawa oleh Walisongo dari dahulu hingga sekarang. Islam nusantara muncul
dilatarbelakangi atas sebuah pemikiran bahwa Islam adalah agama damai, agama
kemanusiaan dan saling menghargai (moderat), sementara di Timur Tengah sebagai
wilayah turunnya Islam selalu bergelut dengan suasana konflik, yang justru tidak
mencerminkan ruh Islam yang sebenarnya.

5
BAB IV
PENDAPAT PRIBADI

Menurut saya, istilah Islam Nusantara yang dimaksud adalah cara pandang
kebudayaan. Islam Nusantara bukan merupakan aliran atau golongan baru. Islam
Nusantara meneladani prinsip hidup ulama Nusantara yang dicontohkan oleh
Walisongo. Islam Nusantara adalah pelestarian kebudayaan Nusantara yang sesuai
dengan ajaran Islam. Kebudayaan yang dianut bukan kebudayaan yang tidak sesuai
ajaran Islam, seperti judi, syirik, minum arak, dan lain-lain, tetapi kebudayaan yang
menimbulkan kerukunan, kesatuan, kepedulian, penghormatan, seperti tahlilan, ziarah
kubur, walimahan, dan lain sebagainya. Orang-orang menolak label terhadap Islam
dengan alasan Islam ya Islam. Secara sederhana, Islam Nusantara adalah sifat dan
kebiasaan yang terkandung dalam masyarakat muslim Nusantara, cara pandang
kebudayaan yang mengedepankan toleransi, penghormatan, dan pelestarian tradisi.

6
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_Nusantara. Diakses pada 22 September 2019 pukul 19.00


https://www.academia.edu/37533841/ISLAM_NUSANTARA. Diakses pada 22 September
2019 pukul 19.10

Anda mungkin juga menyukai