Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

Pembimbing:
dr. Halomoan Simon Tambunan, Sp.S, M.Si, Med

Disusun oleh:
Ahmad Alvin Dictara, S.Ked
Arinda Stefani, S.Ked
Dicky Auliansyah, S.Ked
Fidya Cahya Sabila, S.Ked
Fitri Nadia Silvani, S.Ked
Hanifah Salma Ramadhani, S.Ked
Haula Rizqiyah, S.Ked
Nabila Casogi A, S.Ked
Okta Della Susmitha, S.Ked
Ria Andriana, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SYARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT AHMAD YANI METRO
2019
KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Benign Paroxysmal Positional Vertigo” tepat pada waktunya. Adapun
tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Syaraf
Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Halomoan Simon Tambunan,


Sp.S, M.Si, Med yang telah meluangkan waktunya untuk kami dalam
menyelesaikan laporan kasus ini. Saya menyadari banyak sekali kekurangan
dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bukan hanya
untuk saya, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.

Bandar Lampung, 9 Desember 2019

Penulis
BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Umur : 51 tahun
Alamat : Yosomulyo, Metro Pusat
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiun PNS
Status : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal Masuk : 9 Desember 2019
Tanggal Anamnesis : 9 Desember 2019
No. MR : 277442

B. Riwayat Perjalanan Penyakit

Anamnesis : Autoanamnesis dan alloanamnesis


Keluhan Utama : Pusing berputar sejak 1 jam SMRS.
Keluhan Tambahan : Mual disertai muntah

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien Tn. E usia 51 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSU Ahmad
Yani pada tanggal 9 Desember 2019 dengan keluhan pusing berputar yang
dirasakan sejak 1 jam SMRS. Gejala muncul secara tiba-tiba dan serangan
hilang timbul selama 3 jam. Keluhan bertambah parah dengan adanya
perubahan posisi ke arah kiri. Keluhan berkurang apabila pasien menutup
mata. Keluhan pusing berputar disertai dengan adanya muntah sebanyak 5x
didahului dengan mual. Keluhan tersebut muncul ketika pasien merubah
posisi. Muntah berisi air serta makanan. Pasien mengatakan keluhan
dirasakan baru pertama kali.
Pasien menyangkal adanya penurunan pendengaran ataupun telinga
berdenging. Pasien juga menyangkal adanya riwayat batuk pilek. Pada saat
ini pasien mengatakan keluhan pusing berputar sudah berkurang.

Pasien memiliki riwayat penyakit jantung.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan dan


didiagnosa stroke pada tahun 2000. Pasien tidak memiliki riwayat kencing
manis. Riwayat trauma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami hal yang serupa dengan
pasien. Riwayat darah tinggi, kencing manis, dan sakit jantung pada
keluarga tidak ada.

Riwayat Pengobatan
Aspilet
Furosemide
ISDN
Spironolaktone
Ramipril

Riwayat Sosial dan Pribadi

Pasien merokok sebanyak 2 bungkus dalam sehari.


C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum :Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 V5 M6 = 15
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 89 x/menit,
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5 o C
Berat Badan : 53kg
Tinggi Badan : 159cm
Gizi : 20.9 (normal)

Status Generalis
Kepala
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : Liang lapang, simetris, serumen minimal
Hidung : Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-)

Leher
Pembesaran KGB : tidak ada pembesaran KGB
Pembesaran Tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Trakhea : di tengah

Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba ICS V axilla anterior
Perkusi : Batas jantung melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur(-), gallop(-)
Pulmo
Inspeksi : Normothorax, pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-/-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : BU (+) 8/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-), organomegali (-)

Extremitas
Superior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik
Inferior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik

Status Neurologis
Saraf Kranialis N.Olfactorius (N.I)
Daya penciuman : Normosmia

N.Opticus (N.II)
Tajam penglihatan : Normal
Lapang penglihatan : Sama dengan pemeriksa
Tes warna : tidak buta warna
Fundus oculi : tidak dilakukan

N.Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III – N.IV – N.VI)


Kelopak Mata
Ptosis : (-/-)
Endophtalmus : (-/-)
Exopthalmus : (-/-)
Lagofthalmus : (-/-)
Pupil
Ukuran : (2 mm / 2 mm)
Bentuk : (Bulat / Bulat)
Isokor/anisokor : Isokor
Posisi : (Sentral / Sentral)
Refleks cahaya langsung : (+/+)
Refleks cahaya tidak langsung : (+/+)

Gerakan Bola Mata


Medial : +/+
Lateral : +/+
Superior : +/+
Inferior : +/+
Obliqus superior : +/+
Obliqus inferior : +/+
Refleks pupil akomodasi : +/+
Refleks pupil konvergensi : +

N.Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
Ramus oftalmikus : +/+
Ramus maksilaris : +/+
Ramus mandibularis : +/+

Motorik
M. masseter :+
M. temporalis :+
M. pterygoideus :+

Refleks
Refleks kornea : (+/+)
Refleks bersin : Tidak dilakukan
N.Fascialis (N.VII)
Inspeksi Wajah Sewaktu
Diam : simetris
Tertawa : simetris
Meringis : simetris
Bersiul : simetris
Menutup mata : simetris

Pasien disuruh untuk


Mengerutkan dahi : simetris
Menutup mata kuat : kuat
Mengembungkan pipi : simetris

Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah : normal

N.Acusticus (N.VIII)
N.cochlearis
Ketajaman pendengaran : baik
Tinitus : (-/-)

N.vestibularis
Test vertigo : Dix Hallpike tidak dilakukan, test romberg tidak
dilakukan
Nistagmus : Horizontal

N.Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)


Suara bindeng/nasal : (-)
Posisi uvula : normal
Palatum mole : normal
Arcus palatoglossus : normal
Arcus palatoparingeus : normal
Refleks batuk : normal
Refleks muntah : normal
Peristaltik usus : Bising usus (+) N
Bradikardi : (-)
Takikardi : (-)

N.Accesorius (N.XI)
M.Sternocleidomastodeus: simetris
M.Trapezius : simetris

N.Hipoglossus (N.XII)
Atropi : (-)
Fasikulasi : (-)
Deviasi : (-)

Tanda Perangsangan Selaput Otak


Kaku kuduk : tidak dilakukan
Kernig test : tidak dilakukan
Laseque test : tidak dilakukan
Brudzinsky I : tidak dilakukan
Brudzinsky II : tidak dilakukan

Sistem Motorik Superior Inferior


Gerak (+/+) (+/+)

Kekuatan Otot 5/5 5/5


Klonus (-/-) (-/-)
Atropi (-/-) (-/-)
Refleks Fisiologis (+/+) (+/+)
Refleks Patologis (-/-) (-/-)
Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan
Rasa raba : +/+
Rasa nyeri : +/+
Rasa suhu panas : tidak dilakukan
Rasa suhu dingin : tidak dilakukan

Proprioseptif / rasa dalam


Rasa sikap : tidak dilakukan
Rasa gerak : tidak dilakukan
Rasa getar : tidak dilakukan
Rasa nyeri dalam : tidak dilakukan

Fungsi kortikal untuk sensibilitas


Stereognosis : normal

Koordinasi
Tes telunjuk hidung : Tidak dilakukan
Tes pronasi supinasi : Tidak dilakukan

Susunan Saraf Otonom


Miksi : Normal
Defekasi : Normal
D. Pemeriksaan Penunjang
Parameter Hasil Nilai rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 15.4 14,0 – 18,0 g/dL

Leukosit 10.96 5 – 10 103/μL

Eritrosit 5.09 4,37 – 5,63 106/μL

Hematokrit 43.7 41 – 54 %

Trombosit 249 150-450 103/μL

MCV 85.9 80 – 92 fL

MCHC 35,6 32 – 36 g/dL

MCH 30,6 27 – 31 pg

GDS 107 <140 mg/dL

Ureum 82,1 19 – 44 mg/dL

Creatinin 2,12 0,9 – 1 mg/dL

E. Resume

Telah diperiksa pasien atas nama Tn. E usia 51tahun dengan hasil
anamnesis pasien mengeluhkan keluhan pusing berputar yang dirasakan
sejak 1 jam SMRS secara tiba-tiba dan serangan hilang timbul selama 3 jam.
Perubahan posisi ke arah kiri memperberat keluhan. Keluhan berkurang
apabila pasien menutup mata. Gejala penyerta berupa muntah sebanyak 5x
didahului dengan mual. Keluhan dirasakan baru pertama kali.
Penurunan pendengaran ataupun telinga berdenging (-). Riwayat batuk pilek
(-). Pada saat ini pasien mengatakan keluhan pusing berputar sudah
berkurang. Pasien memiliki riwayat penyakit jantung.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda tanda vital dalam batas normal,
status gizi dalam batas normal, pemeriksaan neurologis ditemukan adanya
nistagmus horizontal, sistem motorik dan sensibilitas dalam batas normal.

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan kadar ureum dan


kreatinin, memberikan kesan adanya gangguan ginjal kronik stadium 3.

F. Diagnosis

Diagnosis klinis : Syndrome Vertigo


Diagnosis topik : Sistem Vestibularis Perifer
Diagnosis etiologi : BPPV

G. Diagnosis Banding
BPPV
Meniere
Neuritis vestibuler

H. Penatalaksanaan
Rehidrasi Cairan
 Asering + sohobion = 20 tpm
Antiemetic
 Ondansetron 2x4mg
PPI
 Omeprazole 1x40mg
Antivertigo
 Betahistin mesylate 3x6mg
Analgetik
 Paracetamol 3x500mg
Muscle relaxants
 Eperisone 3x50mg
I. Prognosis

Quo ad vitam : bonam


Quo ad Funcitonam : bonam
Quo ad Sanationam : bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar


mengelilingi pasien atau pasien serasa berptar mengelilingi lingkungan
sekitar. Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah
istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalam 4 subtipe tergantung
gejala yang digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa vertigo,
presinkop (perasaan lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi cerebral),
light-headness, disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang ketika
berdiri.

Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar – merujuk
pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang,
umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistem keseimbangan.

2.2 Etiologi

Vertigo merupakan suatu gejala, sederet penyebabnya antara lain akibat


kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu
sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan
posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang
terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang
berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh
kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga
dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.

Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi


tentang posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata.
Penyebab umum dari vertigo:
1. Keadaan lingkungan: mabuk darat, mabuk laut.
2. Obat-obatan : alkohol, gentamisin.
3. Kelainan telinga: endapan kalsium pada salah satu kanalis
semisirkularis di dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan
benign paroxysmal positional.
4. Vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit
maniere
5. Peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
6. Kelainan Neurologis: Tumor otak, tumor yang menekan saraf
vestibularis, sklerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai
cedera pada labirin, persyarafannya atau keduanya.
7. Kelainan sirkularis: Gangguan fungsi otak sementara karena
berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak (transient ischemic
attack) pada arteri vertebral dan arteri basiler.

VERTIGO PERIFER

Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler
sampai ke inti nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII
sampai ke korteks. Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan
vertigo. Penyebab vertigo serta lokasi lesi :
1. Labirin, telinga dalam
a. vertigo posisional paroksisimal benigna
b. pasca trauma
c. penyakit menierre
d. labirinitis (viral, bakteri)
e. toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
f. oklusi peredaran darah di labirin
g. fistula labirin

2. Saraf otak ke VIII


a. neuritis iskemik (misalnya pada DM)
b. infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
c. neuritis vestibula
d. neuroma akustikus
3. Telinga luar dan tengah
a. Otitis media
b. Tumor

VERTIGO SENTRAL

1. Supratentorial
a. Trauma
b. Epilepsi
2. Infratentorial
a. Insufisiensi vertebrobasiler
3. Obat

Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus


dan hilangnya pendengaran. Obat-obat itu antara lain aminoglikosid,
diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik
yang mengandung platin, Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik,
demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin
lebih bersifat ototoksik. Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala
vestibuler antara lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan
minosiklin. Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi
fisik, penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan karena
jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibuler. Obat penyekat alfa
adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan
rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.
2.3 Klasifikasi
Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau
otak) atau di perifer (telinga – dalam, atau saraf vestibular).
1. Fisiologik: ketinggian, mabuk udara.
Vertigo fisiologik adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh
stimulasi dari sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan
somatosensorik berfungsi baik. Yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain :
a. Mabuk gerakan (motion sickness)
Mabuk gerakan ini akan ditekan bila dari pandangan sekitar (visual
surround) berlawanan dengan gerakan tubuh yang sebenarnya.
Mabuk gerakan akan sangat bila sekitar individu bergerak searah
dengan gerakan badan. Keadaan yang memperovokasi antara lain
duduk di jok belakang mobil, atau membaca waktu mobil bergerak.

b. Mabuk ruang angkasa (space sickness)


Mabuk ruang angkasa adalah fungsi dari keadaan tanpa berat
(weightlessness). Pada keadaan ini terdapat suatu gangguan dari
keseimbangan antara kanalis semisirkularis dan otolit.

c. Vertigo ketinggian
Adalah suatu instabilitas subjektif dari keseimbangan postural dan
lokomotor oleh karena induksi visual, disertai rasa takut jatuh, dan
gejala-gejala vegetatif.

2. Patologik
a. Sentral: diakibatkan oleh kelainan pada batang otak atau cerebellum.

b. Perifer: disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus


cranialis vestibulo-choclearis (N.VIII)

c. Medical vertigo: dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah,


kadar gula darah yang rendah, atau gangguan metabolic karena
pengobatan atau infeksi sistemik.
Vertigo Perifer
Terdapat tiga jenis vertigo perifer yang paling sering dialami yaitu :

1. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)


Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab
utama vertigo. Onsetnya lebih sering terjadi pada usia rata-rata 51
tahun. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan
oleh pergerakan otolit dalan kanalis semisirkularis pada telinga
dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan
menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis
anterior dan horizontal. nistagmus.

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik


tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi
dan neuritis vestibular sebelumnya, meskipun gejala benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi bertahun-tahun
setelah episode.

2. Meniere Disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti
dengan keluhan pendengaran. Gangguan pendengaran berupa
tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi
yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga. Ménière’s disease
terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik. Ménière’s
disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini
terjadi karena dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan
kanalis semisirularis telinga dalam dengan peningkatan volume
endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik atau sekunder akibat
infeksi virus atau bakteri telinga atau gangguan metabolic.

3. Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan
nistagmus. Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada nervus
vestibularis. Labirintis terjadi dengan komplek gejala yang sama
disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran. Keduanya
terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.

Vertigo Sentral
Beberapa peyakit yang menyebabkan vertigo sentral:
1. Migraine
Vertigo menjadi gejala yang sering dilaporkan pada 27-33% pasien
dengan migraine.Sebelumnya telah dikenal sebagai bagian dari aura
(selain kabur, penglihatan ganda dan disarthria) untuk basilar
migraine dimana juga didapatkan keluhan sakit kepala sebelah.
Vertigo pada migraine lebih lama dibandingkan aura lainnya, dan
seringkali membaik dengan terapi yang digunakan untuk migraine.

2. Vertebrobasiler Insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode
rekuren dari suatu vertigo dengan onset akut dan spontan pada
kebanyakan pasien terjadi beberapa detik sampai beberapa menit.
Lebih sering pada usia tua dan pada paien yang memiliki factor
resiko cerebrovascular disease. Sering juga berhungan dengan gejala
visual meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah. Pemeriksaan
diantara gejala biasanya normal.

3. Tumor Intrakranial
Tumor intracranial jarang memberi manifestasi klinik vertigo
dikarenakan kebanyakan adalah tumbuh secara lambat sehingga ada
waktu untuk kompensasi sentral. Gejala yang lebih sering adalah
penurunan pendengaran atau gejala neurologis. Tumor pada fossa
posterior yang melibatkan ventrikel keempat atau Chiari
malformation sering tidak terdeteksi di CT scan dan butuh MRI
untuk diagnosis. Multipel sklerosis pada batang otak akan ditandai
dengan vertigo akut dan nistagmus walaupun biasanya didaptkan
riwayat gejala neurologia yang lain dan jarang vertigo tanpa gejala
neurologia lainnya.
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Perifer Dan Vertigo Sentral

Ciri-Ciri Vertigo Perifer Vertigo Sentral


Lesi Sistem vestibular (telinga Sistem vertebrobasiler
dalam, saraf perifer) dan gangguan vaskular
(otak, batang otak,
serebelum)
Penyebab Vertigo posisional Iskemik batang otak,
paroksismal jinak (BPPV), vertebrobasiler
penyakit maniere,neuronitis insufisiensi, neoplasma,
vestibuler, labirintis, migren basiler
neuroma akustik, trauma
Gejala gangguan Tidak ada Diantaranya :diplopia,
SSP parestesi, gangguan
sensibilitas dan fungsi
motorik, disartria,
gangguan serebelar
Masa laten 3-40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
Intensitas vertigo Berat Ringan
Telinga berdenging
Kadang-kadang Tidak ada
dan atau tuli
Nistagmus spontan + -

2.4 Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat
kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah
sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei
vestibularis dengan nuklei N.III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis,
dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh
akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor
vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul
kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah
proprioseptik.

Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat


keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik
kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan
sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa
penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak.
Disamping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral
dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang
aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu,
akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons
penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal
yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan
gejala lainnya.

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian


ketidakseimbangan tubuh :
1. Teori Rangsang Berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori Konflik Sensorik


Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal
dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus,
vestibulum dan proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan
sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan
kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat
berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan
(gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang
berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan,
teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai
penyebab.

3. Teori Neurall Mismatch


Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori
ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu;
sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai
dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan
saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-
ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak
lagi timbul gejala.

4. Teori Otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai
usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim
simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis
mulai berperan.

5. Teori Neurohormonal
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo
6. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan
stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor),
peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat,
berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah
beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

2.5 Gejala Klinis


Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala primer,
sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh
gangguan pada sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsion,
oscilopsia, ataxia, gejala pendengaran. Vertigo, diartikan sebagai sensasi
berputar. Vertigo dapat horizontal, vertical atau rotasi. Vertigo horizontal
merupakan tipe yang paling sering, disebabkan oleh disfungsi dari telinga
dalam. Jika bersamaan dengan nistagmus, pasien biasanya merasakan
sensasi pergerakan dari sisi yang berlawanan dengan komponen lambat.
Vertigo vertical jarang terjadi, jika sementara biasanya disebabkan oleh
BPPV. Namun jika menetap, biasanya berasal dari sentral dan disertai
dengan nistagmus dengan gerakan ke bawah atau ke atas. Vertigo rotasi
merupakan jenis yang paling jarang ditemukan. Jika sementara biasanya
disebabakan BPPV, namun jika menetap disebabakan oleh sentral dan
biasanya disertai dengan rotator nistagmus.

Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskrepsikan


sebagai sensasi didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi
disfungsi apparatus otolitik pada telinga dalam atau proses sentral sinyal
otolit. Oscilopsia ilusi pergerakan dunia yang dirovokasi dengan
pergerakan kepala. Pasien dengan bilateral vestibular loss akan takut
untuk membuka kedua matanya. Sedangkan pasien dengan unilateral
vestibular loss akan mengeluh dunia seakan berputar ketika pasien
menoleh pada sisi telinga yang mengalami gangguan. Ataksia adalah
ketidakstabilan berjalan, biasanya universal pada pasien dengan vertigo
otologik dan sentral. Gejala pendengaran biasanya berupa tinnitus,
pengurangan pendengaran atau distorsi dan sensasi penuh di telinga. Gejala
sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan
sensivitas visual. Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness.
Istilah ini tidak terlalu memiliki makna pada penggunaan biasanya. Jarang
dignkan pada pasien dengan disfungsi telinga namun sering digunakan pada
pasien vertigo yang berhubungan dengan problem.

Pasien saat dianamnesa dapat ditanyakan :


1. Bentuk serangan vertigo
a. Pusing berputar
b. Rasa goyang atau melayang
2. Sifat serangan vertigo
a. Periodik
b. Kontinyu
c. Ringan atau berat
3. Faktor pencetus atau situasi pencetus dapat berupa
a. Perubahan gerakan kepala atau posisi
b. Situasi keramaian dan emosional
c. suara
4. Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo
a. Mual, muntah, keringat dingin
b. Gejala otonom berat atau ringan
5. Ada atau tidaknya gejala gangguan pendengaran seperti tinitus atau tuli
6. Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti: streptomisin,
gentamisisn, kemoterapi
7. Tindakan tertentu: temporal bone surgery, transtympanal treatment
8. Penyakit yang diderita pasien: DM, hipertensi, kelainan jantung
9. Defisit neurologis: hemihipestesi, baal wajah satu sisi, perioral
numbness, disfagia, hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia serebelaris
Tabel 2. Klinis Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral

Perifer Sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala (+) (-)
Gejala otonom (++) (-)
Gangguan pendengaran (+) (-)

Selain itu kita bisa membedakan vertigo sentral dan perifer berdasarkan
nystagmus. Nystagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya involunter,
bolak balik, ritmis, dengan frekuensi tertentu. Nystagmus merupakan
bentuk reaksi dari refleks vestibulo oculer terhadap aksi tertentu.
Nystagmus bisa bersifat fisiologis atau patologis dan manifes secara
spontan atau dengan rangsangan alat bantu seperti test kalori, tabung
berputar, kursi berputar, kedudukan bola mata posisi netral atau
menyimpang atau test posisional atau gerakan kepala.

Tabel 3. Membedakan Nystagmus Sentral dan Perifer


No Nystagmus Vertigo sentral Vertigo perifer
1. Arah Berubah-ubah Horizontal/horizontal
rotatoar
2. Sifat Unilateral/bilateral Bilateral
3. Test posisional
- Latensi Singkat Lebih lama
- Durasi Lama Singkat
- Intensitas Sedang Larut/sedang
- Sifat Susah ditimbulkan Mudah ditimbulkan
4. Test dengan Dominasi arah jarang Sering ditemukan
rangsang (kursi ditemukan
putar, irigasi
telinga)
5. Fiksasi mata Tidak pengaruh Terhambat
Gejala penyerta berupa penurunan pendengaran, nyeri, mual, muntah dan
gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis penyebab vertigo.
Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran berasal dari
perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular yang mengenai arteri
auditorius interna atau arteri anterior inferior cebellar. Nyeri yang menyertai
vertigo dapat terjadi bersamaan dengan infeksi akut telinga tengah, penyakit
invasive pada tulang temporal, atau iritasi meningeal. Vertigo sering
bersamaan dengan muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis dan
pada meniere disease yang parah dan BPPV.

Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala neurologis
berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan pendengaran,
parestesia, penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain pada fungsi
sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo sentral
misalnya penyakit cererovascular, neoplasma, atau multiple sklerosis. Pasien
dengan migraine biasanya merasakan gejala lain yang berhubungan dengan
migraine misalnya sakit kepala yang tipikal (throbbing, unilateral, kadnag
disertai aura), mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia. 21-35 persen pasien
dengan migraine mengeluhkan vertigo

2.6 Penunjang Diagnosis


Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular
testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis, Tes audiologik tidak
selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien mengeluhkan gangguan
pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas maka dapat dilakukan
audiometric pada semua pasien meskipun tidak mengeluhkan gangguan
pendengaran.

Vestibular testing tidak dilakukan pada semau pasien dengan keluhan


dizziness. Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang
jelas. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah,
fungsi thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen
pasien.

Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan


vertigo yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk
terjadinya CVA, tuli unilateral yang progresif. MRI kepala mengevaluasi
struktur dan integritas batang otak, cerebellum, dan periventrikular white
matter, dan kompleks nervus VIII.

2.7 Diagnosis
A. BPPV
Gejala Klinis yang akan timbul :
a. Pusing seperti berputar, langsung dalam waktu singkat, biasanya
kurang dari 30 detik, bisa disertai dengan keluhan mual dan muntah.
b. Memberat pada perubahan posisi kepala dan tubuh, kelelahan dan
ketegangan.
c. Tidak didapatkan gangguan pendengaran.
d. Tidak didapatkan defisit neurologis lainnya.
e. Serangan. Umumnya BPPV menghilang sendiri dalam beberapa hari
sampai minggu dan kadang-kadang bisa kambuh lagi.

Pemeriksaan fisik yaitu :


a. Pemeriksaan fisik di arahkan kekemungkinan penyebab sistemik.
b. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respiratori rate dan lain-lain.

Pemeriksaan Neurologis (dilakukan dengan perhatian khusus pada):

a. Pemeriksaan Nistagmus : saat mata diam dan mata bergerak. Jika


terdapat nistagmus tentukan arah nistagmus dengan melihat fase
cepatnya.
b. Tes Romberg jatuh kesegala arah saat mata terbuka dan tertutup.
c. Tandem Gait : pada kelainan vestibuler perjalanannya akan
menyimpang.
B. Meniere

Tanda dan Gejala Klinis :


a. Vertigo dengan sensasi berputar episodik periodik, disertai mual-
muntah, dan berlangsung dengan durasi 20 menit hingga 24 jam.
b. Pendengaran menurun fluktuasi, progresif, unilateral atau bilateral.
c. Tinitus unilateral atau bilateral.
d. Sebuah sensasi penuh atau tekanan dalam satu atau kedua telinga.

Pemeriksaan fisik
a. Diagnosis dengan hidrops endolimfatik didasarkan pada gejala klinis.
Tidak ada tes diagnostik khusus untuk penyakit meniere dan diagnosis
definitif hanya dapat dibuat postmortem.
b. Diagnosis klinis pada sebagian pasien adalah berdasarkan riwayat,
evaluasi neurologik dan respon klinis untuk manajemen medis.

Pemeriksaan penunjang
a. Audiometri : didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi rendah, atau
kombinasi frekuensi rendah dan tinggi.
b. Test vestibular : abnormal pada sisi yang terkena. Menggunakan tes
elektronistagmografi (ENG), test kursi berputar, dan dinamik
posturografi komputerisasi.
c. Tes Gliserin : pasien diberikan minum gliserin 1,2ml/kgbb setelah itu
diperiksa tes kalori dan audiogram. Setelah 2 jam diperiksa kembali
dan dibandingkan. Adanya perbedaan bermakna menunjukkan adanya
hydrops endolimfe.

2.8 Penatalaksanaan
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan
pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar
kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan
yang sering digunakan:
Non Medikamentosa
Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode
BrandDaroff. Pasien duduk tegak di pinggir tempat tidur dengan kedua
tungkai tergantung, dengan kedua mata tertutup kemudian baringkan tubuh
dengan cepat kesalah satu sisi. Pertahankan selama 30 detik, kemudian
duduk kembali. Setelah 30 detik, baringkan dengan cepat ke sisi lain.
Pertahankan selama 30 detik, lalu duduk kembali. Lakukan latihan sebanyak
3 kali pada pagi, siang, dan malam hari masing-masing diulang 5 kali selama
2 minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi dan sore hari.

Medikamentosa
Penyebab vertigo yang beragam, sering kali membuat penderita vertigo
merasa sangat terganggu dengan keluhan tersebut, dan membuat
seringkali menggunakan pengobatan simptomatik.Lamanya pengobatan
bervariasi, sebagian kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu.
Beberapa golongan obat yang sering digunakan:
1. Antihistamin (Dimenhidrinat atau Difenhidramin)
a. Dimenhidrinat, bekerja selama 4-6 jam. Obat ini diberikan per oral
atau parenteral (suntikan intravena atau intramuscular) dengan
dosis 25mg-50mg per tablet, 4 kali sehari
b. Difenhidramin HCl, bekerja selama 4-6 jam, diberikan dengan
dosis 25mg-50mg per kapsul, 4 kali sehari peroral
c. Betahistine mesylate dengan dosis 12mg, diberikan peroral 3 kali
sehari. Betahistine HCl dengan dosis 8-24mg, 3 kali sehari dibagi
menjadi maksimum 6 tablet dalam beberap dosis

2. Kalsium antagonis
Cinnarizine, mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular dan
dapat mengurangi respon terhadap akselerasi angular dan linier.
Dosisnya 15-30mg, diberikan 3 kali sehari atau 1x75mg sehari
Terapi BPPV
1. Komunikasi dan informasi
Karena gejala yang timbul merupakan nyeri yang hebat, pasien akan
menjadi cemas dan khawatir akan adanya penyakit berat seperti stroke
atau tumor otak. Oleh karena itu, pasien perlu diberikan penjelasan
bahwa BPPV bukan sesuatu yang berbahaya dan prognosisnya dapat
baik serta hilang spontan setelah beberapa waktu, namun kadang-kadang
dapat berlangsung lama dan dapat kambuh kembali
2. Obat antivertigo seringkali tidak diperlukan, namu apabila terjadi dis-
ekuilibrium pasca BPPV, pemberian betahistine akan berguna untuk
mempercepat kompensasi
3. Terapi BPPV kanal posterior: Manuver epley, prosedur semont,
metode brand daroff

Rencana Tindak Lanjut


Vertigo pada pasien perlu pemantauan untuk mencari penyebabnya,
kemudian dilakukan tatalaksana sesuai penyebab

Konseling dan Edukasi


1. Keluarga turut mendukung dengan memotivasi pasien dalam
mencari penyebab vertigo dan mengobatinya sesuai penyebab
2. Mendorong pasien untuk teratur melakukan latihan vestibular

Kriteria Rujukan
1. Vertigo vestibular tipe sentral harus segera dirujuk
2. Tidak terdapat perbaikan pada vertigo vestibular setelah diterapi
farmakologi dan non farmakologi
DAFTAR PUSTAKA

Bashiruddin, J. 2008. Vertigo posisi paroxismal jinak. Jakarta: Balai penerbit


Fakultas Kedokteran UI.

Lumbantobing.2010. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:


Fakultas Kedokteran UI.

Munir, Badrul. 2017. Neurologi dasar edisi ke-2. Malang: Sagung seto.

Anda mungkin juga menyukai