Referat Tika
Referat Tika
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Epidemiologi
Insiden trauma medulla spinalis diperkirakan 30-40 per satu juta
penduduk per tahun, dengan sekitar 8.000-10.000 kasus per tahun. Angka
mortalitas diperkirakan 48% dlam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80%
meninggal di tempat kejadian, ini disebabkan vertebra servicalis yang
memiliki resiko trauma yang paling besar, dengan level tersering C5, diikuti
C4, C6 dan kemudian T12, L1 dan T105.
Data dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003
angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang
5
2.2.3. Etiologi
Kausa cedera medulla spinalis biasanya multiple dan bervariasi untuk
tiap daerah, misalnya di daerah industri kecelakaan motor sering sebagai
penyebab cedera medulla spinalis. Trauma medulla spinalis akut dapat
terjadi karena kecelakaan lalu lintas, terjatuh, olahraga (diving, berkuda,
dll), dan kecelakaan industri6.
Kerusakan medula spinalis tersering oleh penyebab traumatik,
disebabkan dislokasi, rotasi, axial loading, dan hiperfleksi atau hiperekstensi
medula spinalis atau kauda ekuina. Mekanisme tersering ialah gaya
translasional tidak langsung pada vertebra seperti hiperekstensi dan
fleksirotasi mendadak yang mengakibatkan cedera medula spinalis. Cedera
juga dapat diakibatkan oleh kompresi langsung pada medula spinalis6,7.
2.2.4. Klasifikasi
Trauma medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan inkomplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.
Perbedaan karakteristik tersaji dalam tabel berikut8.
Tabel 1. Perbedaan karakteristik lesi medulla spinalis8
2.2.5. Mekanisme
Adapun mekanisme terjadinya cedera medulla spinalis, antara lain:5
1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi
pada vertebra. Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang
dapat menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen
posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen posterior, maka
fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi
2. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama
dengan rotasi. Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga
ditemukan fraktur faset. Pada keadaan ini terjadi pergerakan
kedepan/dislokasi vertebra di atasnya. Semua fraktur dislokasi
bersifat tidak stabil.
3. Kompresi
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang
akan menyebabkan kompresi aksial. Cedera kompresi sering
disebabkan karena jatuh atau melompat dari ketinggian dengan
posisi kaki atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan fraktur
vertebra dan menekan medulla spinalis. Diskus dan fragmen tulang
7
2. Spasme otot
Gangguan spame otot terutama terjadi pada trauma komplit
transversal, dimana pasien trejadi ketidakmampuan melakukan
pergerakan.
3. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis di bawah garis
kerusakan, hilangnya sensasi, hilangnya refleks – refleks spinal,
hilangnya tonus vasomotor yang mengakibatkan tidak stabilnya
tekanan darah, tidak adanya keringat di bawah garis kerusakan dan
inkontinensia urine dan retensi feses.
4. Autonomik dysrefleksia
Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan
refleks autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal,
distensi bladder.
5. Gangguan fungsi seksual.
Banyak kasus memperlihatkan pada laki – laki adanya impotensi,
menurunnya sensai dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi
tidak dapat ejakulasi.
2.2.8. Penatalaksanaan
Terapi pada kasus cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk
meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensorik dan motorik. Pasien
dengan cedera medula spinalis komplit hanya memiliki peluang 5% untuk
kembali normal. Lesi medula spinalis komplit yang tidak menunjukkan
perbaikan dalam 72 jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya
buruk. Cedera medula spinalis inkomplit cenderung memiliki prognosis
yang lebih baik. Bila fungsi sensorik di bawah lesi masih ada, maka
kemungkinan untuk kembali berjalan >50%9.
Farmakoterapi standar berupa metilprednisolon 30 mg/kgBB secara
bolus intravena, dilakukan pada saat kurang dari 8 jam setelah cedera. Jika
terapi tersebut dapat dilakukan pada saat kurang dari 3 jam setelah cedera,
terapi tersebut dilanjutkan dengan metilprednisolon intravena kontinu
dengan dosis 5,4 mg/kgBB/jam selama 23 jam kemudian. Jika terapi bolus
metilprednisolon dapat dikerjakan pada waktu antara 3 hingga 8 jam setelah
cedera maka terapi tersebut dilanjutkan dengan metilprednisolon intravena
kontinu dengan dosis 5,4 mg/kgBB/jam selama 48 jam kemudian. Terapi ini
efektif dimana terjadi peningkatan fungsi sensorik dan motorik secara
signifikan dalam waktu 6 minggu pada cedera parsial dan 6 bulan pada
cedera total7,10.
Pencegahan komplikasi sangat berperan penting. Tindakan rehabilitasi
medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cedera medula
spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training harus dilakukan
sedini mungkin. Tujuan utama fisioterapi ialah untuk mempertahankan
range of movement (ROM) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat
fungsi otot- otot. Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat
dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas, serta mempertahankan
kemampuan aktivitas hidup sehari-hari. Pembentukan kontraktur harus
dicegah seoptimal mungkin.
11
2.2.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada trauma medulla spinalis, antara lain:5
1. Neurogenik shock
2. Hipoksia
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic hypotensi
6. Ileus paralitik
7. Infeksi saluran kemih
8. Kontraktur
9. Dekubitus
10. Inkontinensia bladder
11. Konstipasi
12. Trombosis vena profunda
13. Gagal napas
14. Hiperefleksia autonomik
15. Infeksi
2.9.10 Prognosis
Cedera inkomplit memiliki kemungkinan keluaran yang lebih baik
dibanding-kan cedera komplit servikal, torakal, atau torakolumbal. Studi
lampau menyebutkan bahwa hampir tidak terjadi perbaikan pada cedera
medula spinalis komplit. Cedera medula spinalis komplit yang bisa
mengalami perbaikan dapat diidentifikasi dengan tes elektrofisiologi yang
menunjukkan serabut saraf yang masih intak pada stadium subakut maupun
kronik. Studi otopsi menunjukkan bahwa pada cedera medula spinalis
komplit masih terdapat daerah anatomi yang intak1.
12
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
1. Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung
maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis
sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan
kecacatan menetap atau kematian.
2. Penyebab paling sering untuk terjadinya trauma medulla spinalis adalah
kecelakaan lalu lintas, terjatuh, olahraga (diving, berkuda, dll), dan
kecelakaan industri.
3. Trauma medulla spinalis sendiri diklasifikasikan menjadi trauma medulla
spinalis komplit dan trauma medulla spinalis inkomplit. Gambaran klinik
trauma medula spinalis tergantung dari tingkat kerusakan dan lokasi
kerusakan.
4. Terapi cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan
mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Terapi operatif kurang
dianjurkan kecuali jika pasien memiliki indikasi untuk dilakukannya
operasi.
13
DAFTAR PUSTAKA