GLOMERULONEFRITIS
Presentan
dr. Muhammad Zikron Firdaus
Pembimbing
dr. Tries Emnaldy, Sp.PD
Pendamping
dr. Murniati
dr. Muhammad
Tanggal (kasus) : 7 Juli 2018 Presenter :
Zikron Firdaus
Tanggal
September 2019 Pendamping : dr. Murniati
Presentasi :
Tempat
RSUD Dr. Rasidin Padang
Presentasi :
Objektif
Presentasi :
□
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran Tinjauan
Pustaka
□
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah
Istimewa
□ □ □ □
□ Anak □ Remaja □ Dewasa
Neonatus Bayi Lansia Bumil
Perempuan usia 28 tahun dangan dengan keluhan bengkak pada
Deskripsi seluruh badan sejak 1 minggu SMRS. Didiagnosa dengan :
Glomerulonefritis
Bahan □Tinjauan
□ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan : Pustaka
Cara □
□ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas Diskusi
Data OS : Nama : Ny. L, perempuan, 28 tahun No. Registrasi :
Nama RS : RSUD Rasidin Padang Telp : - Terdaftar sejak : 2019
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis: Glomerulonefritis
2. Gambaran Klinis:
Bengkak pada seluruh tubuh sejak 1 minggu SMRS
Kencing seperti cucian daging (+)
Palpebra oedem (+)
Pitting oedem (+)
Nyeri pada saat menelan (+)
Demam (+)
Perut terasa pedih dan disertai nyeri ulu hati.
Mual dan muntah, frek rata-rata 5x/hari, isi sisa makanan.
BAB tidak ada keluhan.
3. Riwayat Pengobatan:
Os belum pernah berobat sama sekali.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
Subjektif:
Keluhan Utama:
Bengkak pada seluruh tubuh sejak 1 minggu SMRS.
1. Objektif :
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Gizi baik
Tekanan darah : 148/100 mmHg.
Nadi : 128 kali / menit.
Suhu : 36,8oC
Pernapasan : 22 kali / menit.
Status Generalisata
Kulit : Turgor kulit baik, tidak ikterik, tidak sianosis
KGB : Tidak terdapat pembesaran KGB di leher.
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring hiperemis
Gigi dan Mulut : Caries dentis (-) Mukosa mulut dan bibir basah
Leher : Tidak ditemukan kelainan
Thoraks
a. Paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, dalam keadaan statis dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler di kedua lapangan paru, ronkhi (-/-), wheezing
(-/-).
b. Jantung
Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat.
Palpasi : tidak ditemukan kelainan
Perkusi : tidak ditemukan kelainan
Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada.
Abdomen
Inspeksi : Tidak ditemukan kelainan.
Palpasi : Distensi, hepar tidak teraba., lien tidak teraba membesar.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Akral hangat, pitting oedema
Laboratorium
Hb : 11.6 gr/dl Hematokrit : 38 %
Leukosit : 7.500 /mm3 Trombosit : 380.000 /mm3
GDS : 118 mg/dl Ureum : 17 mg/dl
Kreatinin : 0.6 mg/dl Albumin : 3 g/dl
SGOT : 19 u/l SGPT : 30 g/dl
Warna urin : Kuning Pekat Protein Urin : +3
2. Assesment
Diagnosis Kerja : Glomerulonefritis
4. Plan
1) Umum
Istirahat
2) Khusus
IVFD RL 24 jam/kolf
Diet rendah protein
OMZ inj 1 x 1 amp
Ceftriaxone inj 1 x 2gr
Ondansentron 3 x 1 tab
Sucralfat syr 3 x cth 1
Ramipril 1 x 5mg
3) Rencana
Cek Vital Sign
USG ginjal
Cek Profil Lipid
Follow up
8 Juli 2019
Rawatan Hari I
S : - Sembab pada seluruh tubuh
- Sesak nafas
- Perut membuncit
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 120kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 30 kali/menit
Tekanan Darah : 140/90 mmHg Suhu : 37º C
Thoraks: ronkhi +/-
Abdomen: Hepar dan lien sulit dinilai, NT epigastrium (+)
A : - Glomerulonefritis dd/ SN
P:
• IVFD RL 24 jam/kolf
• Ceftriaxone inj 1 x 2gr
• Lasix inj 1x1amp
• OMZ inj 1 x 1 amp
• Ondansentron 3 x 1 tab
• Sucralfat syr 3 x cth 1
• Ramipril 1 x 5mg
• Pasang Kateter
• Cek ulang albumin, profil lopid, ureum, creatinin, Elektrolit.
9 Juli 2019
Rawatan Hari II
S : - Sembab berkurang
- Sesak nafas berkurang
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 107 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 24 kali/menit
Tekanan Darah : 125/90 mmHg Suhu : 36,6º C
Thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: supel, NT epigastrium (+)
Hasil Labor :
Ureum : 19 mg/dl Natrium : 137 mmol/L
Kreatinin : 0,8 mg/dl Kalium : 3,3 mmol/L
Clorida : 102 mmol/L Albumin : 3 g/dl
A : Glomerulonefritis dd/ SN
P:
• IVFD RL 24 jam/kolf
• Ceftriaxone inj 1 x 2gr
• Lasix inj 2 x 1 amp
• OMZ inj 1 x 1 amp
• VIP albumin 3 x 1
• KSR 2 x 1
• Ramipril 1 x 5mg
• Ondansentron 3 x 1 tab
• Sucralfat syr 3 x cth 1
10 Juli 2019
Rawatan Hari III
S : - Sembab semakin berkurang
- Sesak semakin berkurang
- Mual semakin berkurang
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 80 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 22 kali/menit
Tekanan Darah : 118/80 mmHg Suhu : 36,5º C
Thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: supel, NT epigastrium (+)
A : Glomerulonefritis dd/ SN
P:
• IVFD RL 24 jam/kolf
• Ceftriaxone inj 1 x 2gr
• Lasix inj 2 x 1 amp
• OMZ inj 1 x 1 amp
• VIP albumin 3 x 1
• KSR 2 x 1
• Ramipril 1 x 5mg
• Ondansentron 3 x 1 tab
• Sucralfat syr 3 x cth 1
11 Juli 2019
Rawatan Hari IV
S : - Sembab
- Sesak nafas
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 84 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 22 kali/menit
Tekanan Darah : 128/80 mmHg Suhu : 36,7º C
Thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: supel, NT epigastrium (+)
A : Glomerulonefritis dd/ SN
P:
• IVFD RL 24 jam/kolf
• Ceftriaxone inj 1 x 2gr
• Lasix inj 2 x 1 amp
• OMZ inj 1 x 1 amp
• VIP albumin 3 x 1
• KSR 2 x 1
• Ramipril 1 x 5mg
• Ondansentron 3 x 1 tab
• Sucralfat syr 3 x cth 1
12 Juli 2019
Rawatan Hari V
S : - Sembab
- Sesak nafas
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 82 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 20 kali/menit
Tekanan Darah : 120/90 mmHg Suhu : 36,8º C
Thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: supel, NT epigastrium (+)
A : Glomerulonefritis dd/SN
P:
• IVFD RL 24 jam/kolf
• Ceftriaxone inj 1 x 2gr
• Lasix inj 2 x 1 amp
• OMZ inj 1 x 1 amp
• VIP albumin 3 x 1
• KSR 2 x 1
• Ramipril 1 x 5mg
• Ondansentron 3 x 1 tab
• Sucralfat syr 3 x cth 1
• Rencana : cek urinalisa dan albumin
13 Juli 2019
Rawatan Hari VI
S : - Sembab berkurang
- Sesak nafas berkurang
- BAB dan BAK (+)
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 82 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 20 kali/menit
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Suhu : 36,6º C
Thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: supel, NT epigastrium (+)
Laboratorium:
Albumin : 3,3 gr/dl Warna urin : Kuning Tua
Protein urin : +3 Eritrosit : 1-2 LPB
A : Glomerulonefritis dd/SN
P:
• IVFD RL 24 jam/kolf
• Lasix inj 2 x 1 amp
• OMZ inj 1 x 1 amp
• VIP albumin 3 x 1
• KSR 2 x 1
• Ramipril 1 x 5mg
• Ondansentron 3 x 1 tab
• Sucralfat syr 3 x cth 1
14 Juli 2019
Rawatan Hari VII
S : - Sembab berkurang
- Sesak nafas berkurang
- BAB dan BAK (+)
O :
Keadaan Umum : Baik Nadi : 84 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 22 kali/menit
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Suhu : 36,8º C
Thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: supel, NT epigastrium (-)
A : Glomerulonefritis dd/SN
P:
• Boleh pulang
• Spironolakton 1 x 25mg
• Cefixime 2x200mg
• Lansoprazole 1 x 30mg
• Curcuma 3x1 tab
• Furosemid 1 x 40mg
• Ramipril 1 x 5 mg
• Metilprednisolon 16mg 1 x 3 tab
• Kontrol ke poliklinik penyakit dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Glomerulonefritis akut post infeksi streptococcus (GNAPS) adalah sebuah
contoh klasik sindrom nefritik akut yang ditandai dengan awitan mendadak
terjadinya hematuria, edema, hipertensi, dan insufisiensi renal (azotemia). Gejala-
gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus β hemolitikus grup A di
saluran nafas bagian atas atau setelah infeksi di kulit.3,4
II. ETIOLOGI
Insiden GNAPS mengikuti infeksi sterptococcus β hemolitikus pada
faring atau kulit. Hanya tipe M tertentu yang berhubungan dengan sekuel tersebut.
Pembagian tipe M berdasarkan lokasi menginfeksi. Tipe 3, 4, 12, 25 berhubungan
dengan GNAPS-faringitis dan tipe 2, 6, 49, 55 dan 57 berhubungan dengan
GNAPS-pioderma. GNAPS-faringitis memuncak pada musim semi dan musim
salju sedangkan GNAPS-pioderma lebih prevalen pada musim panas dan musim
gugur. Interval antara terjadinya infeksi streptococcus dengan perkembangan
GNAPS adalah 1-2 minggu (rata-rata 10 hari) pada GNAPS-faringitis dan 4-8
minggu pada GNAPS-pioderma. Faktor penentu dimana hanya beberapa strain
streptococcus nefritogenik tertentu yang mampu menginfeksi masih belum jelas
2,4,5
III. PATOGENESIS
Pada GNAPS, periode laten antara infeksi akut dengan onset nefritis
diperkirakan merupakan periode yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah
antibodi antistreptococcus yang cukup untuk menginduksi pembentukan
kompleks imun. Beberapa antigen streptococcus telah berhasil diidentifikasi pada
deposit imun dalam glomerulus yaitu endostreptosin, protein strain nerfritic dan
nephritis plasma-binding protein, yang membuktikan bahwa antigen tersebut
adalah target serangan sistem imun yang selanjutnya menyebabkan kerusakan
pada glomerulus. Hipotesis terakhir mengungkapkan bahwa antigen target
pertama kali terperangkap di dalam glomerulus dan memicu pembentukan
kompleks imun berikutnya di dalam ginjal. Antigen tersebut berasal dari kuman
streptococcus atau merupakan molekul glomerulus normal yang mengalami reaksi
silang (cross reaction) dengan antibody yang sebenarnya dihasilkan untuk
menyerang antigen streptococcus. Imunoglobulin G dapat menjadi antigen yang
tertanam setelah mengalami desialasi oleh neuraminidase streptococcus dengan
pengambilan Imunoglobulin G elektrostatik akibat paparan muatan permukaan
yang positif. Sesaat setelah deposit imun glomerular terbentuk, aktivasi kaskade
komplemen dan infiltrasi leukosit yang berada dalam sirkulasi akan mengawali
terjadinya kerusakan glomerulus yang bersifat eksudatif dengan banyak neutrofil
intraglomerular dijumpai.1
IV. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pada gejala-gejala klinik berikut:
1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria
Kerusakan dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih permeable
dan porotis terhadap protein dan sel-sel eritrosit, maka terjadi proteinuria
dan hematuria.
3. Hipertensi
Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis)
Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam
genesis hipertensi ringan dan sedang.
Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada
hipertensi berat. Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-
obatan yang dapat menurunkan konsentrasi renin, atau tindakan
nefrektomi.
Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga
prostaglandin. Penurunan konsentrasi dari zat ini menyebabkan
hipertensi
Bendungan Sirkulasi
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari
sindrom nefritik akut, walaupun mekanismenya masih belum
jelas.
a) Vaskulitis umum
Gangguan pembuluh darah dicurigai merupakan salah satu tanda
kelainan patologis dari glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan
pembuluh darah ini menyebabkan transudasi cairan ke jaringan
interstisial dan menjadi edema.
b) Penyakit jantung hipertensif
Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan
hipertensi yang dapat terjadi pada glomerulonefritis akut.
c) Miokarditis
Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan
perubahan-perubahan elektrokardiogram: gelombang T terbalik
pada semua lead baik standar maupun precardial. Perubahan-
perubahan gelombang T yang tidak spesifik ini mungkin
berhubungan dengan miokarditis.
V. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis bervariasi. Kadang-kadang gejala ringan tetapi kadang
juga berat. Gejala yang sering ditemukan ialah hematuria/ kencing berwarna
merah daging. Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata
atau di seluruh tubuh. Umumnya edem berat terdapat pada oligouria dan bila ada
gagal jantung. Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari
pertama kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila
terdapat kerusakan jaringan ginjal maka tekanan darah akan tetap tinggi selama
beberapa minggu dan menjadi permanen bila penyakit menjadi kronis. Hipertensi
timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal dan berhubungan dengan gejala
serebrum dan kelainan jantung. Suhu badan tidak terlalu tinggi tapi bisa sangat
tinggi pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada walaupun tidak
ada gejala ginjal lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah,
tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.4,5,7
Pasien akan mengalami sindrom nefritik akut setelah 1-2 minggu dari
infeksi streptococcus tipe faringitis secara antesenden dan setelah 3-6 minggu
infeksi streptococcus tipe pioderma. Tingkat keparahan keterlibatan ginjal
bervariasi dari hematuria mikroskopis yang asimptomatik dengan fungsi ginjal
yang masih normal hingga gagal ginjal akut. Bergantung pada tingkat keparahan
keterlibatan ginjal, pasien akan mengalami berbagai derajat edema, hipertensi, dan
oligouria. Pasien mungkin akan berkembang menjadi encefalopati dan atau gagal
jantung akibat dari hipertensi atau hipervolemia. Encefalopati juga bisa
disebabkan oleh efek toksik secara langsung dari streptococcus pada sistem syaraf
pusat. Edema biasanya disebabkan oleh adanya retensi garam dan air. Sindrom
nefrotik juga bisa muncul pada 10-20% kasus. Gejala nonspesifik seperti malaise,
letargi, nyeri abdominal dan flank, dan demam merupakan gejala yang paling
umum dirasakan pasien. Fase akut pada umumnya akan sembuh dalam 6-8
minggu. Meskipun ekskresi protein urin dan hipertensi akan normal kembali
dalam 4-6 minggu setelah onset. Namun hematuri mikroskopis dapat bertahan
hingga 1-2 tahun setelah kemunculan yang pertama kali.4,5,7
VI. DIAGNOSIS
2.6.1 Anamnesis1,2,3,5
Riwayat infeksi saluran nafas atas (faringitis) 1-2 minggu sebelumnya
atau infeksi kulit (pyoderma) 3-6 minggu sebelumnya.
Umumnya pasien datang dengan hematuria yang nyata atau sembab di
kedua kelopak mata dan tungkai.
Kadang-kadang pasien datang dengan kejang dan penurunan kesadaran
akibat ensefalopati hipertensi.
Oligouria/anuria akibat gagal ginjal atau gagal jantung
VII. KOMPLIKASI1,6
1. Oligouria sampai anuria dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi
sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia, dan hidremia.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing,
muntah, dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh
dfarah lokal dengan anoksisa dan edem otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, ortopneu, terdapatnya ronki
basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang
bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga
disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping
sintesis eritropoietin yang menurun.
VIII. PENATALAKSANAAN1,2,4,5,8
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh.
Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi
penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak
berakibat buruk pada perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin masih ada dan
mencegah terjadinya nefritis pada carrier. Kultur swab tenggorok
sebaiknya juga dilakukan ke anggota keluarga lain yang
kemungkinan terinfeksi. Dosis yang diberikan yaitu 50 mg/KgBB
dibagi dalam 3 dosis. Pemberian obat golongan penisilin ini
dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis
yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab
tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara
teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman
nefrirtogen yang lain tetapi kemungkinanya sangat kecil.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1
g/KgBB/hari), dan rendah garam (1 g./hari). Makanan lunak dapat
diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa
bila suhu sudah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah,
maka diberikan IVFD dengn larutan glukosa 10%. Pada penderita
tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema,
hipertensi, dan oligouria maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
4. Untuk masalah hipertensi diberikan diuretic. Loop diuretic akan
meningkatkan urin output sehingga dapat mengurangi kongesti
jantung dan tekanan darah. Diuretik yang digunakan adalah
Furosemid dengan dosis 20-40 mg, selama 6-8 jam setelah dosis
sebelumnya hingga dosis yang diinginkan tercapai. Furosemid
bekerja dengan cara meningkatkan ekskresi air melalui sistem co
transport ion klorida, sehingga akan menghambat reabsorbsi garam
dan klorida di bagian ansa Henle dan tubulus distal renalis.
5. Hipertensi yang tidak dapat dikontrol dengan diuretic, dapat
digunakan calcium channel blocker atau angiotensin converting
enzyme inhibitor (ACE inhibitor). Calcium channel blocker
menghambat perpindahan ion calcium melewati membrane sel
sehingga tidak terjadi pembentukan impuls dan konduksi jantung.
Jenis yang digunakan biasanya Amlodipine (Norvasc) yang bekerja
dengan cara merelaksasi otot polos jantung dan akan menghasilkan
dilatasi arteri koronaria sehingga oksigenasi jantung meningkat.
Sehingga dapat memperbaiki gangguan fungsi sistolik, hipertensi
dan aritmia yang terjadi. Untuk ACE inhibitor, bekerja dengan
menghambat perubahan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2
sehingga sekresi aldosteron akan menurun. Preparat yang
digunakan adalah Captopril dan Enalapril. Enalapril bekerja
dengan cara menjadi inhibitor kompetitif angiotensin converting
enzyme sehingga dapat mengurangi kadar angiotensin 2 dan
menurunkan sekresi aldosteron. Sehingga mencegah terjadinya
retensi air dan natrium.
6. Untuk hipertensi tipe maligna/emergensi digunakan natrium
nitropruside intravena dan nifedipin parenteral yaitu vasodilator.
Vasodilator bekerja dengan cara menurunkan resistensi vaskuler
sehingga dapat meningkatkan cardiac output dan aliran darah.
Preparat yang digunakan adalah nitroprusid yang bekerja dengan
meningkatkan aktivitas inotropik jantung. Preparat lain adalah
Hidralazine yang bekerja dengan menurunkan resistensi sistemik
melalui vasodilatasi.