Anda di halaman 1dari 24

PORTOFOLIO

GLOMERULONEFRITIS

Presentan
dr. Muhammad Zikron Firdaus

Pembimbing
dr. Tries Emnaldy, Sp.PD

Pendamping
dr. Murniati

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RSUD RASIDIN
PADANG
2019
PORTOFOLIO KASUS GLOMERULONEFRITIS

Nama Peserta : dr. Muhammad Zikron Firdaus


Nama Wahana : RSUD Dr. Rasidin Padang
Nama Pasien : Ny. L
Tanggal Presentasi : September 2019
Nama Pendamping : dr. Murniati
Tempat Presentasi : RSUD Dr. Rasidin Padang
Objektif Presentasi : Keilmuan
Bahan Bahasan : Kasus
Cara Membahas : Presentasi dan diskusi
Borang Portofolio Kasus Medikal
Topik : GLOMERULONEFRITIS

dr. Muhammad
Tanggal (kasus) : 7 Juli 2018 Presenter :
Zikron Firdaus
Tanggal
September 2019 Pendamping : dr. Murniati
Presentasi :
Tempat
RSUD Dr. Rasidin Padang
Presentasi :
Objektif
Presentasi :

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran Tinjauan
Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah
Istimewa
□ □ □ □
□ Anak □ Remaja □ Dewasa
Neonatus Bayi Lansia Bumil
Perempuan usia 28 tahun dangan dengan keluhan bengkak pada
Deskripsi seluruh badan sejak 1 minggu SMRS. Didiagnosa dengan :
Glomerulonefritis

Mengenali, melakukan penegakan diagnosis, dan pengobatan pada


Tujuan
OS glomerulonefritis.

Bahan □Tinjauan
□ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan : Pustaka
Cara □
□ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas Diskusi
Data OS : Nama : Ny. L, perempuan, 28 tahun No. Registrasi :
Nama RS : RSUD Rasidin Padang Telp : - Terdaftar sejak : 2019
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis: Glomerulonefritis

2. Gambaran Klinis:
 Bengkak pada seluruh tubuh sejak 1 minggu SMRS
 Kencing seperti cucian daging (+)
 Palpebra oedem (+)
 Pitting oedem (+)
 Nyeri pada saat menelan (+)
 Demam (+)
 Perut terasa pedih dan disertai nyeri ulu hati.
 Mual dan muntah, frek rata-rata 5x/hari, isi sisa makanan.
 BAB tidak ada keluhan.

3. Riwayat Pengobatan:
Os belum pernah berobat sama sekali.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

 Subjektif:

Keluhan Utama:
 Bengkak pada seluruh tubuh sejak 1 minggu SMRS.

Riwayat penyakit Sekarang


 Bengkak pada seluruh tubuh sejak 1 minggu SMRS
 Kencing seperti cucian daging (+)
 Palpebra oedem (+)
 Pitting oedem (+)
 Nyeri pada saat menelan (+)
 Demam (+)
 Perut terasa pedih dan disertai nyeri ulu hati.
 Mual dan muntah, frek rata-rata 5x/hari, isi sisa makanan.
 BAB tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


OS belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan OS.
Riwayat sosial ekonomi
 OS seorang Ibu Rumah Tangga.
 OS tinggal di Lubuk Minturun, Koto Tangah, Kota Padang.

1. Objektif :

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Gizi baik
Tekanan darah : 148/100 mmHg.
Nadi : 128 kali / menit.
Suhu : 36,8oC
Pernapasan : 22 kali / menit.

Status Generalisata
Kulit : Turgor kulit baik, tidak ikterik, tidak sianosis
KGB : Tidak terdapat pembesaran KGB di leher.
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring hiperemis
Gigi dan Mulut : Caries dentis (-) Mukosa mulut dan bibir basah
Leher : Tidak ditemukan kelainan
Thoraks
a. Paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, dalam keadaan statis dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler di kedua lapangan paru, ronkhi (-/-), wheezing
(-/-).
b. Jantung
Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat.
Palpasi : tidak ditemukan kelainan
Perkusi : tidak ditemukan kelainan
Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada.
Abdomen
Inspeksi : Tidak ditemukan kelainan.
Palpasi : Distensi, hepar tidak teraba., lien tidak teraba membesar.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Akral hangat, pitting oedema

Laboratorium
Hb : 11.6 gr/dl Hematokrit : 38 %
Leukosit : 7.500 /mm3 Trombosit : 380.000 /mm3
GDS : 118 mg/dl Ureum : 17 mg/dl
Kreatinin : 0.6 mg/dl Albumin : 3 g/dl
SGOT : 19 u/l SGPT : 30 g/dl
Warna urin : Kuning Pekat Protein Urin : +3
2. Assesment
Diagnosis Kerja : Glomerulonefritis
4. Plan
1) Umum
Istirahat
2) Khusus
 IVFD RL 24 jam/kolf
 Diet rendah protein
 OMZ inj 1 x 1 amp
 Ceftriaxone inj 1 x 2gr
 Ondansentron 3 x 1 tab
 Sucralfat syr 3 x cth 1
 Ramipril 1 x 5mg
3) Rencana
 Cek Vital Sign
 USG ginjal
 Cek Profil Lipid
Follow up

8 Juli 2019
Rawatan Hari I
S : - Sembab pada seluruh tubuh
- Sesak nafas
- Perut membuncit

O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 120kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 30 kali/menit
Tekanan Darah : 140/90 mmHg Suhu : 37º C
Thoraks: ronkhi +/-
Abdomen: Hepar dan lien sulit dinilai, NT epigastrium (+)

A : - Glomerulonefritis dd/ SN
P:
• IVFD RL 24 jam/kolf
• Ceftriaxone inj 1 x 2gr
• Lasix inj 1x1amp
• OMZ inj 1 x 1 amp
• Ondansentron 3 x 1 tab
• Sucralfat syr 3 x cth 1
• Ramipril 1 x 5mg
• Pasang Kateter
• Cek ulang albumin, profil lopid, ureum, creatinin, Elektrolit.

9 Juli 2019
Rawatan Hari II
S : - Sembab berkurang
- Sesak nafas berkurang
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 107 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 24 kali/menit
Tekanan Darah : 125/90 mmHg Suhu : 36,6º C
Thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: supel, NT epigastrium (+)

Hasil Labor :
Ureum : 19 mg/dl Natrium : 137 mmol/L
Kreatinin : 0,8 mg/dl Kalium : 3,3 mmol/L
Clorida : 102 mmol/L Albumin : 3 g/dl
A : Glomerulonefritis dd/ SN
P:
• IVFD RL 24 jam/kolf
• Ceftriaxone inj 1 x 2gr
• Lasix inj 2 x 1 amp
• OMZ inj 1 x 1 amp
• VIP albumin 3 x 1
• KSR 2 x 1
• Ramipril 1 x 5mg
• Ondansentron 3 x 1 tab
• Sucralfat syr 3 x cth 1

10 Juli 2019
Rawatan Hari III
S : - Sembab semakin berkurang
- Sesak semakin berkurang
- Mual semakin berkurang
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 80 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 22 kali/menit
Tekanan Darah : 118/80 mmHg Suhu : 36,5º C
Thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: supel, NT epigastrium (+)
A : Glomerulonefritis dd/ SN

P:
• IVFD RL 24 jam/kolf
• Ceftriaxone inj 1 x 2gr
• Lasix inj 2 x 1 amp
• OMZ inj 1 x 1 amp
• VIP albumin 3 x 1
• KSR 2 x 1
• Ramipril 1 x 5mg
• Ondansentron 3 x 1 tab
• Sucralfat syr 3 x cth 1

11 Juli 2019
Rawatan Hari IV
S : - Sembab
- Sesak nafas
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 84 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 22 kali/menit
Tekanan Darah : 128/80 mmHg Suhu : 36,7º C
Thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: supel, NT epigastrium (+)
A : Glomerulonefritis dd/ SN
P:
• IVFD RL 24 jam/kolf
• Ceftriaxone inj 1 x 2gr
• Lasix inj 2 x 1 amp
• OMZ inj 1 x 1 amp
• VIP albumin 3 x 1
• KSR 2 x 1
• Ramipril 1 x 5mg
• Ondansentron 3 x 1 tab
• Sucralfat syr 3 x cth 1
12 Juli 2019
Rawatan Hari V
S : - Sembab
- Sesak nafas
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 82 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 20 kali/menit
Tekanan Darah : 120/90 mmHg Suhu : 36,8º C
Thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: supel, NT epigastrium (+)
A : Glomerulonefritis dd/SN
P:
• IVFD RL 24 jam/kolf
• Ceftriaxone inj 1 x 2gr
• Lasix inj 2 x 1 amp
• OMZ inj 1 x 1 amp
• VIP albumin 3 x 1
• KSR 2 x 1
• Ramipril 1 x 5mg
• Ondansentron 3 x 1 tab
• Sucralfat syr 3 x cth 1
• Rencana : cek urinalisa dan albumin

13 Juli 2019
Rawatan Hari VI
S : - Sembab berkurang
- Sesak nafas berkurang
- BAB dan BAK (+)
O :
Keadaan Umum : Sedang Nadi : 82 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 20 kali/menit
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Suhu : 36,6º C
Thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: supel, NT epigastrium (+)
Laboratorium:
Albumin : 3,3 gr/dl Warna urin : Kuning Tua
Protein urin : +3 Eritrosit : 1-2 LPB
A : Glomerulonefritis dd/SN
P:
• IVFD RL 24 jam/kolf
• Lasix inj 2 x 1 amp
• OMZ inj 1 x 1 amp
• VIP albumin 3 x 1
• KSR 2 x 1
• Ramipril 1 x 5mg
• Ondansentron 3 x 1 tab
• Sucralfat syr 3 x cth 1
14 Juli 2019
Rawatan Hari VII
S : - Sembab berkurang
- Sesak nafas berkurang
- BAB dan BAK (+)
O :
Keadaan Umum : Baik Nadi : 84 kali/menit
Kesadaran : Compos Mentis Nafas : 22 kali/menit
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Suhu : 36,8º C
Thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen: supel, NT epigastrium (-)
A : Glomerulonefritis dd/SN
P:
• Boleh pulang
• Spironolakton 1 x 25mg
• Cefixime 2x200mg
• Lansoprazole 1 x 30mg
• Curcuma 3x1 tab
• Furosemid 1 x 40mg
• Ramipril 1 x 5 mg
• Metilprednisolon 16mg 1 x 3 tab
• Kontrol ke poliklinik penyakit dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Glomerulonefritis akut post infeksi streptococcus (GNAPS) adalah sebuah
contoh klasik sindrom nefritik akut yang ditandai dengan awitan mendadak
terjadinya hematuria, edema, hipertensi, dan insufisiensi renal (azotemia). Gejala-
gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus β hemolitikus grup A di
saluran nafas bagian atas atau setelah infeksi di kulit.3,4

II. ETIOLOGI
Insiden GNAPS mengikuti infeksi sterptococcus β hemolitikus pada
faring atau kulit. Hanya tipe M tertentu yang berhubungan dengan sekuel tersebut.
Pembagian tipe M berdasarkan lokasi menginfeksi. Tipe 3, 4, 12, 25 berhubungan
dengan GNAPS-faringitis dan tipe 2, 6, 49, 55 dan 57 berhubungan dengan
GNAPS-pioderma. GNAPS-faringitis memuncak pada musim semi dan musim
salju sedangkan GNAPS-pioderma lebih prevalen pada musim panas dan musim
gugur. Interval antara terjadinya infeksi streptococcus dengan perkembangan
GNAPS adalah 1-2 minggu (rata-rata 10 hari) pada GNAPS-faringitis dan 4-8
minggu pada GNAPS-pioderma. Faktor penentu dimana hanya beberapa strain
streptococcus nefritogenik tertentu yang mampu menginfeksi masih belum jelas
2,4,5

III. PATOGENESIS
Pada GNAPS, periode laten antara infeksi akut dengan onset nefritis
diperkirakan merupakan periode yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah
antibodi antistreptococcus yang cukup untuk menginduksi pembentukan
kompleks imun. Beberapa antigen streptococcus telah berhasil diidentifikasi pada
deposit imun dalam glomerulus yaitu endostreptosin, protein strain nerfritic dan
nephritis plasma-binding protein, yang membuktikan bahwa antigen tersebut
adalah target serangan sistem imun yang selanjutnya menyebabkan kerusakan
pada glomerulus. Hipotesis terakhir mengungkapkan bahwa antigen target
pertama kali terperangkap di dalam glomerulus dan memicu pembentukan
kompleks imun berikutnya di dalam ginjal. Antigen tersebut berasal dari kuman
streptococcus atau merupakan molekul glomerulus normal yang mengalami reaksi
silang (cross reaction) dengan antibody yang sebenarnya dihasilkan untuk
menyerang antigen streptococcus. Imunoglobulin G dapat menjadi antigen yang
tertanam setelah mengalami desialasi oleh neuraminidase streptococcus dengan
pengambilan Imunoglobulin G elektrostatik akibat paparan muatan permukaan
yang positif. Sesaat setelah deposit imun glomerular terbentuk, aktivasi kaskade
komplemen dan infiltrasi leukosit yang berada dalam sirkulasi akan mengawali
terjadinya kerusakan glomerulus yang bersifat eksudatif dengan banyak neutrofil
intraglomerular dijumpai.1

Hasil penyelidikan klinis-imunologis dan percobaan pada binatang


menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab dengan
beberapa hipotesis yaitu: terbentuknya kompleks antigen antibody yang melekat
pada membrane basalis glomerulus kemudian merusaknya; streptococcus
nefritogen dan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis ginjal.
Secara garis besar terdapat dua mekanisme terjadinya glomerulonefrtis yaitu
circulating immune complex dan terbentuknya deposit kompleks imun secara in
situ. Antigen yang berperan pada pembentukan deposit in situ berasal dari
komponen membrane basal glomerulus sendiri atau substansi dari luar yang
terjebak pada glomerulus. Mekanisme pertama apabila antigen dari luar memicu
terbentuknya antibody spesifik, kemudian membentuk kompleks imun Ag-Ab
yang ikut dalam sirkulasi. Kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen
yang kemudian berikatan dengan kompleks Ag-Ab. Kompleks imun yang
mengalir dalam sirkulasi akan terjebak dalam glomerulus dan mengendap di
subenditel dan mesangium. Aktivasi sistem komplemen akan terus berjalan
setelah terjadi pengendapan kompleks imun. Mekanisme kedua apabila antibody
secara langsung berikatan dengan antigen yang merupakan komponen glomerulus.
Alternatif lain apabila antigen non glomerulus yang bersifat kation terjebak pada
bagian anionic glomerulus diikuti pengendapan antibody dan aktivasi komplemen
secara loca.1
Meskipun studi morfologis dan penurunan level komplemen serum (C3)
secara kuat mengindikasikan bahwa glomerulonefritis akut post infeksi
streptococcus diperantarai oleh imun kompleks, mekanisme pasti dimana
streptococcus nefritogenik menginduksi pembentukan kompleks imun belum
dapat ditentukan. Selain persamaan klinis dan histologis dengan serum sickness
akut pada kelinci, penemuan kompleks imun yang bersikulasi pada GNAPS tidak
selalu sama dan aktivasi komplemen terutama melalui jalur alternatif daripada
melalui jalur klasik.1

IV. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pada gejala-gejala klinik berikut:
1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria
Kerusakan dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih permeable
dan porotis terhadap protein dan sel-sel eritrosit, maka terjadi proteinuria
dan hematuria.

Gambar 4. Proses proteinuria dan hematuria pada GNA


2. Edema
Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa
penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme
edema pada sindrom nefrotik.
Penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi glomerulus (LGF) tidak
diketahui sebabnya, mungkin akibat kelainan histopatologis
(pembengkakan sel-sel endotel, proliferasi sel mesangium, oklusi kapiler-
kaliper) glomeruli. Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan
penurunan ekskresi natrium Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi
natrium Na+. Keadaan retensi natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan
garam natrium dari diet. Retensi natrium Na+ disertai air menyebabkan
dilusi plasma, kenaikan volume plasma, ekspansi volume cairan
ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema.

3. Hipertensi
 Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis)
Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam
genesis hipertensi ringan dan sedang.
 Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada
hipertensi berat. Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-
obatan yang dapat menurunkan konsentrasi renin, atau tindakan
nefrektomi.
 Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga
prostaglandin. Penurunan konsentrasi dari zat ini menyebabkan
hipertensi

 Bendungan Sirkulasi
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari
sindrom nefritik akut, walaupun mekanismenya masih belum
jelas.

Beberapa hipotesis yang berhubungan telah dikemukakan dalam


kepustakaan-kepustakaan antara lain:

a) Vaskulitis umum
Gangguan pembuluh darah dicurigai merupakan salah satu tanda
kelainan patologis dari glomerulonefritis akut. Kelainan-kelainan
pembuluh darah ini menyebabkan transudasi cairan ke jaringan
interstisial dan menjadi edema.
b) Penyakit jantung hipertensif
Bendungan sirkulasi paru akut diduga berhubungan dengan
hipertensi yang dapat terjadi pada glomerulonefritis akut.
c) Miokarditis
Pada sebagian pasien glomerulonefritis tidak jarang ditemukan
perubahan-perubahan elektrokardiogram: gelombang T terbalik
pada semua lead baik standar maupun precardial. Perubahan-
perubahan gelombang T yang tidak spesifik ini mungkin
berhubungan dengan miokarditis.

Retensi cairan dan hipervolemi tanpa gagal jantung


Hipotesis ini dapat menerangkan gejala bendungan paru akut, kenaikan cardiac
output, ekspansi volume cairan tubuh. Semua perubahan patofisiologi ini akibat
retensi natrium dan air.

V. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis bervariasi. Kadang-kadang gejala ringan tetapi kadang
juga berat. Gejala yang sering ditemukan ialah hematuria/ kencing berwarna
merah daging. Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata
atau di seluruh tubuh. Umumnya edem berat terdapat pada oligouria dan bila ada
gagal jantung. Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari
pertama kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila
terdapat kerusakan jaringan ginjal maka tekanan darah akan tetap tinggi selama
beberapa minggu dan menjadi permanen bila penyakit menjadi kronis. Hipertensi
timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal dan berhubungan dengan gejala
serebrum dan kelainan jantung. Suhu badan tidak terlalu tinggi tapi bisa sangat
tinggi pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada walaupun tidak
ada gejala ginjal lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah,
tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.4,5,7

Selama fase akut, terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang


mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan
filtrasi glomerulus menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat lainnya
berkurang, sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin darah meningkat. Fungsi
tubulus relatif kurang terganggu. Ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga
diuresis berkurang (timbul oligouria dan anuria) dan ekskresi natrium mengurang.
Ureum juga diresorbsi kembali lebih dari biasanya. Akhirnya terjadi insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidremia dan asidosis metabolic.4,5,7

Pasien akan mengalami sindrom nefritik akut setelah 1-2 minggu dari
infeksi streptococcus tipe faringitis secara antesenden dan setelah 3-6 minggu
infeksi streptococcus tipe pioderma. Tingkat keparahan keterlibatan ginjal
bervariasi dari hematuria mikroskopis yang asimptomatik dengan fungsi ginjal
yang masih normal hingga gagal ginjal akut. Bergantung pada tingkat keparahan
keterlibatan ginjal, pasien akan mengalami berbagai derajat edema, hipertensi, dan
oligouria. Pasien mungkin akan berkembang menjadi encefalopati dan atau gagal
jantung akibat dari hipertensi atau hipervolemia. Encefalopati juga bisa
disebabkan oleh efek toksik secara langsung dari streptococcus pada sistem syaraf
pusat. Edema biasanya disebabkan oleh adanya retensi garam dan air. Sindrom
nefrotik juga bisa muncul pada 10-20% kasus. Gejala nonspesifik seperti malaise,
letargi, nyeri abdominal dan flank, dan demam merupakan gejala yang paling
umum dirasakan pasien. Fase akut pada umumnya akan sembuh dalam 6-8
minggu. Meskipun ekskresi protein urin dan hipertensi akan normal kembali
dalam 4-6 minggu setelah onset. Namun hematuri mikroskopis dapat bertahan
hingga 1-2 tahun setelah kemunculan yang pertama kali.4,5,7

VI. DIAGNOSIS
2.6.1 Anamnesis1,2,3,5
 Riwayat infeksi saluran nafas atas (faringitis) 1-2 minggu sebelumnya
atau infeksi kulit (pyoderma) 3-6 minggu sebelumnya.
 Umumnya pasien datang dengan hematuria yang nyata atau sembab di
kedua kelopak mata dan tungkai.
 Kadang-kadang pasien datang dengan kejang dan penurunan kesadaran
akibat ensefalopati hipertensi.
 Oligouria/anuria akibat gagal ginjal atau gagal jantung

2.6.2 Pemeriksaan Fisik1,2,3,5


 Edema. Edema adalah manifestasi klinis yang paling umum pada pasien
GNAPS, yaitu 90% kasus. Edema biasa terjadi di pagi hari pada bagian
periorbital. Ekstremitas bagian bawah adalah lokasi kedua untuk retensi
cairan. Biasanya tidak dijumpai ascites atau efusi pleura kecuali pada
pasien dengan sindrom nefrotik. Derajat edema tergantung pada jumlah
garam dalam diet. Pasien dengan edema yang kurang jelas, dapat
kehilangan 1-2 kg berat badan selama masa penyembuhan.
 Hematuria. Gross hematuria adalah tanda umum kedua setelah edema.
Hematuria ini dideskripsikan pasien sebaga air kencing yang berwarna
seperti teh atau cola. Warna coklat pada kencing ini akibat terjadinya
hemolisis sel darah merah dengan pembebasan hemoglobin yang
kemudian diubah menjadi hematin pada suasana urin yang asam.
 Hipertensi. Hipertensi terjadi pada 70-82% kasus, dan dapat memberat
pada setengah dari persentase tersebut. Hipertensi biasanya muncul
bersamaan onset GNAPS. Hipertensi pada pasien GNAPS berhubungan
dengan ekspansi volume intravaskular dan ekstravaskuler hingga
vasospasme akibat faktor neurogenik dan hormonal. Hipertensi pada
GNAPS adalah bentuk ‘volume-dependent-hypertension’, sehingga
restriksi cairan dan garam serta pemberian diuretik dan vasodilator
mampu mengontrol kejadian hipertensi dengan optimal.
 Hipertensif Ensefalopati. Gejala serebral biasanya berhubungan dengan
peningkatan tekanan darah akut. Gejala ini dilaporkan terjadi pada 5-
10% kasus. Manifestasi cerebral akut yang paling umum adalah sakit
kepala, nausea, muntah, gangguan kesadaran dan kejang.
 Gagal jantung kongestif / Edem Pulmo. Bukti klinis adanya gagal
jantung kongestif yaitu adanya takikardi, takipneu, respiratory distress,
ritme gallop, dan pembesaran hepatik dan adanya bukti radiologis
adanya edem pulmonum yaitu infiltrat pada alveolar pulmo,
cardiomegali, dan penebalan septum terjadi pada 20% kasus. Hipertensi
dan hipervolemia adalah faktor primer yang menghasilkan gejala gagal
jantung kongestif. Pada GNAPS, volume plasma pada pasien
meningkat, dan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara volume
darah dengan gejala edem pulmonal. Pada anak dengan distress
respiratory, dan foto thoraks dengan cardiomegali dan edem pulmonal,
maka analiusa urin harus segera dilakukan untuk mendiagnosis
glomerulonefritis akut. Hemoptisis (perdarahan pulmonal) juga dapat
terjadi pada GNAPS.

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang1,2,3,5


 Hematuria mikroskopis biasanya muncul pada semua pasien.
Pemeriksaan urin mengungkapkan kadar RBCs dengan bukti hematuria
glomerular, dan silinder eritrosit dapat dilihat pada spesimen urin segar.
 Proteinuria muncul pada 80% kasus dengan GNAPS. Meskipun begitu
proteinuria masif hanya muncul pada 4-10% pasien.
 Kadar serum komplemen C3 didapatkan turun pada 80-95% kasus jika
pengukuran dilakukan 2 minggu awal penyakit. Kadar komplemen
biasanya akan kembali normal pada 6-8 minggu. Kadar komplemen
yang ,menetap lebih dari 8 minggu mengindikasikan penyebab lain dari
glomerulonefritis .
 Fungsi ginjal : azotemia timbul pada GNAPS, biasanya terdapat
penurunan ringan hingga sedang dari laju filtrasi glomerulus. Serum
kreatinin biasanya tidak lebih dari 150 micromole/L pada sebagian
besar pasien.
 Anemia biasanya timbul ringan berhubungan dengan ekspansi volume
plasma (anemia dilusi).
 Laju sedimentasi meningkat selama fase akut penyakit.
 Kreatinin dan ureum darah meningkat
 ASTO meningkat pada 75-80% kasus
 Kultur tenggorok positif mendukung diagnosis atau menunjukkan
bahwa seseorang adalah carrier. Dengan kata lain, titer antibody yang
naik terhadap antigen streptococcus mengkonfirmasi infeksi
streptococcus yang baru terjadi.
 Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, didapatkan hiperkalemia,
asidosis metabolic, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
 Biopsi ginjal harusnya dipertimbangkan bila hanya dijumpai gagal
ginjal akut, sindrom nefrotik, tidak ada bukti infeksi streptococcus atau
kadar komplemen yang normal. Biopsi ginjal juga dianjurkan bila
terdapat hematuria, proteinuria, hilangnya fungsi ginjal dan kadar C3
yang menetap selama 2 bulan setelah onset.

VII. KOMPLIKASI1,6
1. Oligouria sampai anuria dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi
sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia, dan hidremia.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing,
muntah, dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh
dfarah lokal dengan anoksisa dan edem otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, ortopneu, terdapatnya ronki
basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang
bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga
disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping
sintesis eritropoietin yang menurun.

VIII. PENATALAKSANAAN1,2,4,5,8
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh.
Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi
penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak
berakibat buruk pada perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin masih ada dan
mencegah terjadinya nefritis pada carrier. Kultur swab tenggorok
sebaiknya juga dilakukan ke anggota keluarga lain yang
kemungkinan terinfeksi. Dosis yang diberikan yaitu 50 mg/KgBB
dibagi dalam 3 dosis. Pemberian obat golongan penisilin ini
dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis
yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab
tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara
teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman
nefrirtogen yang lain tetapi kemungkinanya sangat kecil.
3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1
g/KgBB/hari), dan rendah garam (1 g./hari). Makanan lunak dapat
diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa
bila suhu sudah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah,
maka diberikan IVFD dengn larutan glukosa 10%. Pada penderita
tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema,
hipertensi, dan oligouria maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
4. Untuk masalah hipertensi diberikan diuretic. Loop diuretic akan
meningkatkan urin output sehingga dapat mengurangi kongesti
jantung dan tekanan darah. Diuretik yang digunakan adalah
Furosemid dengan dosis 20-40 mg, selama 6-8 jam setelah dosis
sebelumnya hingga dosis yang diinginkan tercapai. Furosemid
bekerja dengan cara meningkatkan ekskresi air melalui sistem co
transport ion klorida, sehingga akan menghambat reabsorbsi garam
dan klorida di bagian ansa Henle dan tubulus distal renalis.
5. Hipertensi yang tidak dapat dikontrol dengan diuretic, dapat
digunakan calcium channel blocker atau angiotensin converting
enzyme inhibitor (ACE inhibitor). Calcium channel blocker
menghambat perpindahan ion calcium melewati membrane sel
sehingga tidak terjadi pembentukan impuls dan konduksi jantung.
Jenis yang digunakan biasanya Amlodipine (Norvasc) yang bekerja
dengan cara merelaksasi otot polos jantung dan akan menghasilkan
dilatasi arteri koronaria sehingga oksigenasi jantung meningkat.
Sehingga dapat memperbaiki gangguan fungsi sistolik, hipertensi
dan aritmia yang terjadi. Untuk ACE inhibitor, bekerja dengan
menghambat perubahan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2
sehingga sekresi aldosteron akan menurun. Preparat yang
digunakan adalah Captopril dan Enalapril. Enalapril bekerja
dengan cara menjadi inhibitor kompetitif angiotensin converting
enzyme sehingga dapat mengurangi kadar angiotensin 2 dan
menurunkan sekresi aldosteron. Sehingga mencegah terjadinya
retensi air dan natrium.
6. Untuk hipertensi tipe maligna/emergensi digunakan natrium
nitropruside intravena dan nifedipin parenteral yaitu vasodilator.
Vasodilator bekerja dengan cara menurunkan resistensi vaskuler
sehingga dapat meningkatkan cardiac output dan aliran darah.
Preparat yang digunakan adalah nitroprusid yang bekerja dengan
meningkatkan aktivitas inotropik jantung. Preparat lain adalah
Hidralazine yang bekerja dengan menurunkan resistensi sistemik
melalui vasodilatasi.

Anda mungkin juga menyukai