Anda di halaman 1dari 27

TINDAK PIDANA KORUPSI

KELAS :

1A / D-III TEKNIK TEKNOLOGI PERTAMBANGAN

OLEH :

KELOMPOK 3

1. Icha Roqiqoh Dazkiyyah (09)

2. Muhammad Ghazy Apung Estyawan (17)

3. Muhammad Romi Amarullah (18)

4. Uzdah Rachmi Gunawan (24)

5. Wafikron Falaqissoba (25)

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan
Rahmat dan Hidayahnya. Shalawat dan salam tak lupa pula kita kirimkan kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita jalan kebenaran lewat ajaran yang telah
dibawaknya. Kami selaku yang ditugaskan untuk menyusun makalah ini sangat bersyukur
kepada Allah SWT. Karena berkat bimbingannya makalah ini dapat diselesaikan dengan
lancar dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan keilmuan bagi siapapun yang membacanya,
utamanya para Mahasiswa yang sedang bergelut pada bidang Ilmu Hukum. Demikianlah
makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah “TINDAK PIDANA
KORUPSI” saya selaku penyusun makalah ini memohon saran dan kritik yang membangun
kepada para pembaca, utamanya Dosen terkait dengan materi makalah ini untuk
penyempurnaan penyusunan makalah berikutnya.

Malang, 24 Oktober 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................................... 7
2.1 Pengertian Tindak Pidana Korupsi ............................................................................................... 7
2.2 Komisi Pemberantasan Korupsi ................................................................................................... 8
2.3 Peran Kejaksaan dalam Pemberantasan Korupsi. ....................................................................... 10
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 12
3.1 Proses Hukum Tindak Pidana Korupsi ....................................................................................... 12
3.2 Dampak korupsi terhadap Aspek Ekonomi ................................................................................ 16
3.3 Upaya dalam memberantas korupsi ............................................................................................ 17
3.3.1 Pemerintah ........................................................................................................................... 17
3.3.2 Upaya oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) ................................................................ 21
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................................. 25
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 25
4.2 Saran ........................................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 27

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana khusus.
Tindak pidana korupsi secara langsung maupun tidak langsung dimaksudkan menekan
seminimal mungkin terjadinya kebocoran dan penyimpangan terhadap keuangan dan
perekonomian negara. Dengan diantisipasi sedini dan seminimal mungkin penyimpangan
tersebut, diharapkan roda perekonomian dan pembangunan dapat dilaksanakan sebagaimana
mestinya sehingga lambat laun akan membawa dampak adanya peningkatan pembangunan
dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih


dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat
dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat
menyentuh berbagai bidang kehidupan. Tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan
keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta
dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan
menjadi budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan
makmur.

Selama ini korupsi lebih banyak dimaklumi oleh berbagai pihak daripada
memberantasnya, padahal tindak pidana korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat
menyentuh berbagai kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara,
perekonomian, keuangan negara, moral bangsa, dan sebagainya, yang merupakan perilaku
jahat yang cenderung sulit untuk ditanggulangi. Sulitnya penanggulangan tindak pidana
korupsi terlihat dari banyak diputus bebasnya terdakwa kasus tindak pidana korupsi atau
minimnya pidana yang ditanggung oleh terdakwa yang tidak sebanding dengan apa yang
dilakukannya. Hal ini sangat merugikan negara dan menghambat pembangunan bangsa. Jika
ini terjadi secara terus-menerus dalam waktu yang lama, dapat meniadakan rasa keadilan dan
rasa kepercayaan atas hukum dan peraturan perundang-undangan oleh warga negara.
Perasaaan tersebut memang telah terlihat semakin lama semakin menipis dan dapat
dibuktikan dari banyaknya masyarakat yang ingin melakukan aksi main hakim sendiri kepada
pelaku tindak pidana di dalam kehidupan masyarakat dengan mengatasnamakan keadilan
yang tidak dapat dicapai dari hukum, peraturan perundang-undangan, dan juga para penegak

4
hukum di Indonesia.

Korupsi di Indonesia ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang
sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang sangat
besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan
keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan alih
studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk
perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah
tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang
menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi
diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas.
Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik
nadi yang paling rendah maka jangan harap negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena
korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang
kehancuran.

Pada tanggal 17 September 2019, Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan revisi


Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU KPK) yang kontroversial dan telah ditolak secara luas karena klaim bahwa
undang-undang yang direvisi akan melemahkan kemampuan KPK untuk beroperasi dan
melakukan investigasi terhadap kasus-kasus korupsi. Revisi UU KPK dikerjakan hanya
dalam 12 hari di DPR. KPK menyatakan bahwa KPK tidak pernah terlibat dalam diskusi
revisi UU tersebut, Serangkaian unjuk rasa massal yang dipimpin oleh mahasiswa telah
terjadi di kota-kota besar di Indonesia sejak 23 September 2019, untuk menentang revisi UU
KPK, serta beberapa UU lainnya termasuk revisi Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP). Pendemo terutama terdiri atas mahasiswa dari 300 universitas, dan tidak
terkait dengan partai politik atau kelompok tertentu. Demonstrasi ini telah berkembang
menjadi pergerakan siswa di Indonesia terbesar sejak Kerusuhan Mei 1998 yang menurunkan
rezim Soeharto.

5
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses hukum tindak pidana korupsi ?


2. Bagaimana dampak korupsi terhadap aspek ekonomi dalam negara dan
masyarakat ?
3. Bagaimana Peran Pemerintah maupun KPK dalam memberantas Korupsi ?

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Tindak Pidana Korupsi


Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang dengan penyuapan
manipulasi dan perbuatan-perbuatan melawan hukum yang merugikan atau dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan atau kepentingan
rakyat/umum. Perbuatan yang merugikan keuangan atau perekonomian negara adalah korupsi
dibidang materil, sedangkan korupsi dibidang politik dapat terwujud berupa memanipulasi
pemungutan suara dengan cara penyuapan, intimidasi paksaan dan atau campur tangan yang
mempengaruhi kebebasan memilih komersiliasi pemungutan suara pada lembaga legislatif
atau pada keputusan yang bersifat administratif dibidang pelaksanaan pemerintah.

Tindak Pidana Korupsi pada umumnya memuat efektivitas yang merupakan


manifestasi dari perbuatan korupsi dalam arti luas mempergunakan kekuasaan atau pengaruh
yang melekat pada seseorang pegawai negeri atau istimewa yang dipunyai seseorang didalam
jabatan umum yang menguntungkan diri sendiri maupun orang yang menyuap sehingga
dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi dengan segala akibat hukumnya yang
berhubungan dengan hukum pidana.

Secara etimologis, korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu corruption atau corruptus,
dan istilah bahasa Latin yang lebih tua dipakai istilah corumpere. Arti harafiah dari kata itu
adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian.. Memperhatikan Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, maka Tindak Pidana Korupsi dapat dilihat
dari dua segi, yaitu korupsi aktif dan korupsi pasif

7
2.2 Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah
lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna
terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas
dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Komisi ini
didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002
mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK
berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas,
kepentingan umum, dan proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan
menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.

Dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua dan empat
orang wakil ketua. Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih
kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK
bersifat kolektif kolegial. Sebagai contoh Pada periode 2011-2015 KPK dipimpin oleh Ketua
KPK Abraham Samad, bersama 4 orang wakil ketuanya, yakni Zulkarnaen, Bambang
Widjojanto, Busyro Muqoddas, dan Adnan Pandu Praja

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas :

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana


korupsi;
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi;
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :

1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;


2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada
instansi yang terkait;

8
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

2.3 Fenomena korupsi di tahun 2019

 29 Juli 2019 KPK menetapkan Sekretaris Jawa Barat Iwa Karniwa sebagai tersangka
dalam kasus izin proyek Meikarta. Iwa diduga menerima suap terkait Pembahasan
Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Detail Tata Ruang Kabupaten Bekasi
Tahun 2017. Iwa diduga meminta uang sebesar Rp1 miliar pada PT Lippo Cikarang
guna memuluskan proses RDTR tingkat provinsi. Pada hari yang sama, KPK juga
menetapkan mantan Presiden Direktur Lippo Cikarang Bartholomeus Toto sebagai
tersangka. Bartholomeus diduga menyuap Bupati Bekasi Neneng Hassanah sebesar
Rp10,5 miliar untuk memuluskan izin proyek Meikarta.
 26 Juli 2019 KPK tangkap Bupati Kudus Muhammad Tamzil beserta 8 orang lain dalam
Operasi Tangkap Tangan. Penangkapan ini terkait dengan jual beli jabatan.
 10 Juli 2019 KPK menangkap Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun dalam Operasi
Tangkap Tangan terkait izin lokasi rencana reklamasi di wilayahnya. Ia ditangkap beserta
lima orang lainnya termasuk dari pihak swasta. Dalam OTT ini, KPK berhasil
mengamankan uang SGD 6.000.
 15 Maret 2019 KPK menangkap Ketua Umum Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Muhammad Romahurmuziy atau Rommy di Hotel
Bumi Surabaya dalam kasus suap jual jabatan di Kementerian Agama Jawa Timur,
Rommy diduga menerima suap dari HRS, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama
Jawa Timur dan MFQ, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik. Dalam Operasi
Tangkap Tangan ini KPK juga mengamankan uang tunai senilai Rp 156.758.000.
 22 Maret 2019, KPK melakukan OTT pada Direktur Teknologi dan Produksi
PT Krakatau Steel (Persero), Wisnu Kuncoro terkait dengan dugaan suap pengadaan
barang dan jasa di Krakatau Steel. KPK akhirnya menetapkan Wisnu Kuncoro sebagai
tersangka bersama dengan pihak swasta yang juga sebagai penerima, Alexander
Muskitta. Sementara dari pihak pemberi, KPK menetapkan Kenneth Sutardja dan
Kurniawan Eddy sebagai tersangka.

9
2.3 Peran Kejaksaan dalam Pemberantasan Korupsi.
Penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan selama ini menjadi
salah satu misi utama dan menjadi tugas pokok yang harus disukseskan sejalan dengan
tuntutan reformasi di bidang penegakan hukum di Indonesia.

Berbagai kebijakan dan petunjuk pimpinan Kejaksaan dalam upaya mendorong dan
meningkatkan intensitas penanganan kasus-kasus tindak pidana korupsi oleh seluruh
jajaran Kejaksaan se-Indonesia secara terus menerus selalu dikeluarkan seiring dengan
perkembangan kuantitas dan kualitas modus operandi kasus-kasus korupsi di Indonesia.
Berdasarkan amanat Undang-undang, Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak
hukum dituntut lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan
kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia serta pemberantasan korupsi, kolusi
dan nepotisme.

Wewenang Kejaksaan dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi sebagaimana


diamanatkan :Pasal 30 ayat (1) huruf d UU RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia di mana menyebutkan “Kejaksaan berwenang untuk melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang”.

Berbagai dasar hukum lain yang menjadi tuntunan bagi Kejaksaan dalam penanganan
kasus korupsi sebagaimana tertuang dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo. Pasal 17 PP
No. 27 Tahun 1983. Berikutnya adalah Keppres No. 86 Tahun 1999 tanggal 30 Juli 1999
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia yang dalam
Pasal 17 menyebutkan : Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM PIDSUS) mempunyai
tugas dan wewenang melakukan penyelidikan, penyidikan, pemeriksaan tambahan,
penuntutan, pelaksanaan penetapan hakim dan putusan pengadilan, pengawasan terhadap
pelaksanaan keputusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lain mengenai tindak pidana
ekonomi, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana khusus lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.

Kejaksaan diharapkan sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi karena


Kejaksaan memegang posisi sentral dalam penegakan hukum. Posisi sentral disebabkan
tugas dan wewenang yang dimiliki oleh Kejaksaan, di mana Kejaksaan yang menentukan
apakah suatu kasus layak atau tidak ditingkatkan ke penuntutan. Dimana pemeriksaan

10
sidang di Pengadilan adalah merupakan gerbang bagi pencari keadilan untuk menemukan
kebenaran dan keadilan yang sesungguhnya.

11
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Proses Hukum Tindak Pidana Korupsi
Dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi (Tidpikor), perlu diperhatikan
langkah-langkah sesuai prosedur perundang-undangan, antara lain:

1. Prosedur, Metode dan Teknis Pemeriksaan Kasus Korupsi.

Dari segi sumber informasi yang diperoleh oleh Kejaksaan mengenai adanya dugaan
tindak pidana korupsi didapat melalui : Pencarian sendiri/mengembangkan informasi sendiri;
Memperoleh informasi dari masyarakat; Menindaklanjuti hasil temuan dari ; Badan
Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Provinsi (Bawasprop),
Badan Pengawas Daerah (Bawasda), Badan Pengawas Keuangan (BPK), dan Inspektur
Jenderal Departemen. Dalam melakukan kegiatan tersebut di atas melalui tahapan :
Pengumpulan Data/Informasi, Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan.

a. Pengumpulan Data/Informasi

Berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Kep-


552/A/JA/10/2002 tentang Administrasi Intelijen Yustisial Kejaksaan disebutkan bahwa
pengumpulan bahan keterangan, data, bukti terhadap gejala, indikasi pelanggaran ketentuan
perundang-undangan yang berlaku melalui Operasi Intelijen Yustisial yang didukung oleh
Surat Perintah Operasi Intelijen Yustisial, dimana jangka waktu selama 30 hari atau bisa lebih
menurut perintah Pimpinan. Bisa juga operasi intelijen untuk mencari data dengan
dikeluarkan Surat Perintah Tugas (Print-Tug) dengan masa paling lama 7 hari. Secara
organisatoris bahwa kegiatan pengumpulan data ini dibidangi oleh Intelijen di Kejaksaan,
yang dibantu oleh Jaksa dan Tata Usaha bidang lain sesuai dengan Surat Perintah Tugas
maupun Surat Perintah Operasi Intelijen Yustisial. Apabila hasilnya lengkap, setelah melalui
proses ekspose atau gelar perkara di instansi Kejaksaan yang bersangkutan dengan dihadiri
oleh Jaksa-jaksa baik struktural maupun fungsional maka dapat ditingkatkan menjadi
penyelidikan atau dihentikan.

b. Penyelidikan

12
Penyelidikan berarti serangkaian tindakan mencari dan menemukan sesuatu keadaan
atau peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran tindak pidana atau yang
diduga sebagai perbuatan pidana, bermaksud untuk menentukan sikap pejabat penyelidik,
apakah peristiwa yang ditemukan dapat dilakukan penyidikan atau tidak sesuai dengan cara
yang diatur oleh KUHAP (Pasal 1 butir 5). Dari fungsi di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa kegiatan penyelidikan adalah merupakan bagian awal dari kegiatan penyelidikan,
artinya penyelidikan bukan merupakan bagian yang terpisahkan dari fungsi penyidikan. Jadi
berfungsi untuk mengumpulkan bukti-bukti permulaan. Karena merupakan bagian dari
penyidikan, secara teknis ini masuk dalam bidang kerja Pidana Khusus. Akan tetapi dalam
praktek melibatkan dan dikoordinasikan oleh bidang Intelijen.

Berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Kep-


518/A/JA/11/2001 tanggal 01 Nopember 2001 secara administrative dikeluarkan Surat
Perintah Penyelidikan (P-2) oleh Kepala Kejaksaan Negeri bila Instansi adalah Kejaksaan
Negeri dengan menunjuk Jaksa Penyelidik yang bertugas melaksanakan penyelidikan atas
kebenaran informasi yang didapat dari Intelijen maupun masyarakat. Apabila dipandang
cukup bukti maka Tim Jaksa Penyelidik melalui gelar perkara (ekspose) dapat
menentukan/menetapkan tersangka dan meneruskan perkara ke tahap penyidikan.

c. Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
(Pasal 1 butir 2 KUHAP).

Secara teknis kinerja penyidikan ditangani oleh bidang Tindak Pidana Khusus yang
secara administratif mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (P-8) di mana menugaskan
beberapa Jaksa untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan
oleh tersangka. Dalam penyidikan Kejaksaan melakukan beberapa kegiatan di antaranya :
Membuat Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada KPK (sesuai UU No.
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi), Jaksa Penuntut Umum dan Instansi
Penegak Hukum lain yang mempunyai kewenangan penyidikan perkara korupsi.
Pemanggilan saksi-saksi dan tersangka yang dalam format surat biasa disebut P-9 dengan

13
tujuan mendengar dan memeriksa seseorang sebagai saksi atau tersangka dalam perkara
tindak pidana korupsi tertentu dan atas nama tersangka tertentu. Penyampaian surat panggilan
selambat-lambatnya 3 hari sebelum yang bersangkutan harus menghadap.

Pemanggilan bantuan keterangan ahli (P-10) di mana penyidikan dapat menghadirkan


ahli untuk memperkuat pembuktian. Dapat melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan, penyitaan dan tindakan hukum lain yang menurut hukum yang
bertanggungjawab (Pasal 7 ayat (1) KUHAP. Dapat menentukan/menemukan tersangka baru.
Dapat menghentikan penyidikan bila tidak cukup bukti atau tidak terbukti. Apabila berkas
sudah lengkap, maka penyidik sesuai dengan Pasal 8 ayat 2 dan 3 KUHAP, menyerahkan
berkas perkara kepada penuntut umum melalui dua tahap : Tahap pertama hanya
menyerahkan berkas perkara; Tahap kedua penyidik menyerahkan tanggungjawab tersangka
dan barang bukti kepada penuntut umum. Kemudian sampailah pada tahap penuntutan.

d. Penuntutan.

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke


Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
(Pasal 1 butir 7 KUHAP). Di intern Kejaksaan disebutkan bahwa dalam bidang penuntutan
terbagi menjadi dua bidang yaitu Pra Penuntutan dan Penuntutan. (Keppres No. 86 Tahun
1999 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia).

Dalam Pra Penuntutan, segera setelah adanya SPDP (Surat Perintah Dimulainya
Penyidikan) maka Jaksa yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan penyidikan (P-16)
memeriksa berkas perkara tahap pertama yang diajukan oleh penyidik, apabila dianggap
kurang lengkap maka Jaksa penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara kepada
penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Apabila dalam waktu empat belas hari penuntut
umum tidak mengembalikan berkas perkara maka penyidikan dianggap selesai (Pasal 110
KUHAP). Ketika seorang Jaksa menerima surat perintah mengikuti perkembangan
penyidikan (P-16), Jaksa berwenang untuk meneliti berkas perkara dan SP-3 dari penyidik.
KUHAP memberikan batasan waktu, yaitu untuk meneliti berkas tahap pertama diberi waktu
7 hari harus sudah memberitahukan apakah hasil penyidikan sudah lengkap/belum.

14
Dan dalam waktu 14 hari setelah berkas diterima dari penuntut umum penyidik harus
sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu ke penuntut umum (Pasal 138 KUHAP).
Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa berkas sudah lengkap maka penuntut umum,
secara teknis di Kejaksaan membuat P-21 atau menyatakan bahwa hasil penyidikan sudah
lengkap dan segera penyidik menyerahkan barang bukti dan tersangkanya kepada penuntut
umum.

Kemudian masuk dalam bidang Penuntutan, dimana Kejaksaan membuat surat P-16 A
yaitu Penunjukan Jaksa Penuntut Umum untuk Penyelesaian Perkara Tindak Pidana, dimana
Jaksa berwenang untuk : Melaksanakan penahanan/pengalihan penahanan/pengeluaran
tahanan, Melakukan pemeriksaan tambahan, Melakukan penghentian penuntutan, Melakukan
penuntutan perkara ke pengadilan, Melaksanakan penetapan hakim, Melakukan perlawanan
terhadap penetapan hakim, Melakukan upaya hukum, Memberi pertimbangan atas
permohonan grasi terpidana, Memberikan jawaban/tangkisan atas permohonan peninjauan
kembali putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, Menandatangani
berita acara pemeriksaan PK. Itu adalah wewenang yang terdapat dalam P-16A, segera
setelah itu Jaksa membuat Dakwaan dan segera dilimpahkan ke Pengadilana (P-31) dengan
permintaan agar segera mengadili. Apabila Ketua Pengadilan menyatakan berwenang untuk
mengadili maka segera menentukan hari sidang.

Jaksa Penuntut Umum bertugas untuk membuktikan dakwaannya, sebagaimana asas


hukum kita, siapa yang menuduh maka berkewajiban membuktikan tuduhannya, kecuali
diatur tertentu oleh undang-undang seperti pembuktian terbalik dalam pemberian gratifikasi.
Sementara itu, untuk tenggang waktu Penyidikan Korupsi rsebut tdiberi Waktu 3 Bulan
sebagaimana Surat Edaran (SE) Jaksa Agung No SE-007/AJA/11/2004 tentang Mempercepat
Proses Penanganan Perkara-perkara Korupsi se-Indonesia yang ditandatangani Jaksa Agung
Abdul Rahman Saleh 26 November 2004.

15
3.2 Dampak korupsi terhadap Aspek Ekonomi
Dalam sektor perekonomian, beberapa orang menginginkan agar upaya
pemberantasan korupsi digencarkan dengan alasan, korupsi bisa menghambat laju investasi.
Jika laju investasi terhambat maka perkembangan dunia usaha bisa terkena dampaknya.
korupsi pun bisa membuat investasi terhambat dikarenakan korupsi membuat investor baik
dalam dan luar negeri ragu-ragu untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sebab, investasi
yang terjadi di sebuah negara dengan tingkat korupsi tinggi memiliki risiko tinggi untuk
gagal. Alih-alih memberikan keuntungan, suntikan modal dari investor justru habis digerogoti
koruptor. Pengusaha di mana pun tentu tidak mau mengambil risiko seperti ini. Oleh
karenannya, banyak investor yang memindahkan investasinya dari sebuah negara rawan
korupsi ke negara yang lebih rendah tingkat korupsinya.

Negara dengan tingkat korupsi tinggi memiliki birokrasi berbelit dan berbiaya mahal.
Kondisi seperti ini merugikan karena urusan yang berkaitan dengan dunia usaha seperti
perizinan, pajak dan lain sebagainya akan menjadi rumit dan mahal. Sebab, untuk
memudahkan urusan biasanya pengusaha harus membayar pungutan tak resmi dan biaya-
biaya siluman lainnya. Dengan adanya hal-hal tersebut akan timbul dampak lanjutan dari
biaya ekonomi tinggi adalah harga barang yang ikut melambung, Alasannya karena biaya
produksi menjadi tinggi akibat fasilitas-fasilitas pendukung dunia usaha seperti jalan,
jembatan, rel kereta, bandara dan pelabuhan yang tidak terbangun dengan baik.

Kemiskinan yang berujung pada lemahnya daya beli merupakan akibat dari korupsi
yang nyata dan menjadi salah satu dampak terbesar, dengan turunnya investasi dan
pertumbuhan ekonomi akan berdampak langsung pada turunnya kesempatan kerja.
Akibatnya, jumlah pengangguran meningkat. Bila masyarakat produktif menganggur maka
kemiskinan akan meningkat. Hasil akhirnya, daya beli masyarakat pun turun. Hal inilah yang
paling menjadi problema utama terlebih kepada pengusaha maupun BUMN. Sebab, semurah
apapun harga barang menjadi percuma karena masyarakat tidak punya uang untuk membeli
barang kebutuhan.

16
3.3 Upaya dalam memberantas korupsi
3.3.1 Pemerintah
Korupsi merupakan perilaku yang melibatkan penyalahgunaan pejabat publik atau
kekuasaan untuk keuntungan pribadi. Menurut (Shah & Shacter 2004), kategori korupsi
meliputi tiga jenis: pertama, grand corruption yaitu sejumlah besar sumber daya publik dicuri
dan disalahgunakan oleh segelintir pejabat publik. Kedua, state or regulatory capture yaitu
lembaga publik dengan swasta memperoleh keuntungan pribadi dengan melakukan tindakan
kolusi. Ketiga, bureaucratic or petty corruption yaitu sejumlah besar pejabat publik
menyalahgunakan kekuasaan untuk mendapatkan sogokan kecil atau uang semir.
Bureaucratic or petty corruption merupakan bagian dari pelaksanaan kebijakan yang
biasanya dilakukan oleh pegawai negeri sipil biasa dan sering terjadi pada titik pelayanan
publik seperti layanan imigrasi, polisi, rumah sakit, pajak, perizinan, ataupun sekolah.
Sedangkan grand corruption dan regulatory capture biasanya dilakukan para elite politik
ataupun pejabat pemerintah senior dalam menyalahgunakan sejumlah besar pendapatan dan
fasilitas umum serta menerima suap dari perusahaan – perusahaan nasional maupun
internasional dengan cara merancang kebijakan atau perundang undangan untuk keuntungan
diri mereka sendiri.

Menurut Cooper drury, et al (2006), negara yang menganut sistem demokrasi dapat
mengurangi level korupsi dan juga mengubah komposisi korupsi dengan asumsi; pertama,
politisi dihadapkan pada pertimbangan benefit dan cost dalam melakukan korupsi. Kedua,
biaya korupsi bervariasi tergantung pada jenis korupsi dan system politik. Biaya bagi politisi
terutama dipengaruhi oleh bagaimana korupsi teresebut melukai aktor – aktor sosial dan
seberapa kuat aktor tersebut merespon kerusakan yang diakibatkan oleh tindak korupsi
tersebut melalui sitem politik. Tetapi Indonesia yang menganut sistem demokrasi ternyata
tingkat korupsinya tetap tinggi.

Selama ini implementasi pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia perlu mendapatkan apresiasi dengan hasil CPI tahun 2014 . Hal yang
sama juga dengan masyarakat sipil yang aktif dalam ikut serta memberikan pendidikan
politik bagi warga negara tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi. Bagi Indonesia
tahun ini adalah tahun politik dimana gelaran pesta demokrasi terbesar digelar. Pemilu 2019
ini merupakan momentum bagi para politisi dan warga untuk berdemokrasi. Survei Persepsi
Masyarakat terhadap Integritas Pemilu yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi

17
(KPK) di beberapa tahun terakhir, menghasilkan 71% responden paham bahwa praktik politik
uang dalam pemilu merupakan hal yang umum terjadi di Indonesia. Bahkan nyaris seluruh
responden (92%) menyatakan bahwa pemimpin dan politisi yang tersangkut kasus korupsi
merupakan hal yang umum terjadi di Indonesia. Informasi lain, seperti Global Corruption
Barrometer 2013, yang dikeluarkan oleh Transparency International mengafirmasi dengan
menyebutkan bahwa Parpol dan Parlemen, sebagai salah satu institusi demokrasi sebagai
lembaga yang sarat dengan korupsi, menurut persepsi masyarakat. Artinya problem korupsi
politik merupakan akar dari masalah korupsi yang terjadi di Indonesia. Korupsi politik telah
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan akses kesejahteraan bagi warga negara di
Indonesia.

Ada beberapa alternatif Upaya yang dilakukan Pemerintah Dalam Menekan Perilaku
Korupsi Pada Birokrasi Pemerintahan Indonesia, Walapun terasa sulit untuk membasmi
secara revolusioner budaya korupsi yang terjadi pada setiap elemen pemeirntahan, namun
kesadaran pemerintah dan masyarakat diharapkan bersama-sama mengikis korupsi terhadap
anggaran dan pelayanan pemerintahan. Kebijakan pemberian tunjangan jabatan atau
tunjangan kinerja pegawai yang meningkatkan jumlah pendapatan mereka dari yang
sebelumnya belum dapat menurunkan tingkat korupsi seperti yang diharapkan. Salah satu
yang menyebabkan hal tersebut adalah rendahnya moral serta kesadaran aparat dan
masyarakat mengenai korupsi itu sendiri. Masyarakat menganggap korupsi sebagai suatu hal
yang biasa sebab tanpa disadari, kita sudah terbiasa melakukan korupsi. Misalnya saja dalam
penyediaan alat tulis kantor, pegawai terbiasa mengambil uang yang tersisa dari dana yang
disediakan. Padahal sesungguhnya dana tersebut untuk pembelian alat tulis yang kualitasnya
lebih baik. Akibat adanya kebiasaan korupsi ini, pemberantasan prilaku korupsi di Indonesia
menjadi sulit dilakukan. Memperkecil ruang gerak kebiasan dan perilaku korupsi merupakan
alternatif lainnya yang patut ditempuh oleh pemerintah. Ruang gerak tersebut dipersempit
dalam pelaksanaan pelayanan pemerintahan, sehingga kesempatan untuk berperilaku korupsi
bisa terkikis. Beberapa alternatif upaya yang dapat memperkecil ruang gerak korupsi tersebut
adalah pendidikan anti korupsi, standar operasional prosedur pelayanan, e-service dan
meningkatkan partisipasi masyarakat.

Perlunya Pendidikan Anti Korupsi Setiap Negara di dunia pun berusaha untuk
memberantas korupsi walaupun melalui cara dan pendekatan yang berbeda-beda seperti
melalui jalur hukum, pendidikan, budaya dan lainnya. Indonesia pun telah gencar-gencarnya

18
melakukan berbagai cara dan pendekatan untuk menekan tindak perilaku korupsi.
Pemberantasan korupsi seharusnya dilakukan dengan cara mengubah kebiasaan masyarakat
sejak dini dan menanamkan paradigma bahwa korupsi ini adalah suatu hal yang salah. Dalam
dunia pendidikan misalnya, Pemerintah Indonesia memasukkan materi Pendidikan Anti
korupsi sebagai mata kuliah dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi. Program ini perlu diikuti
oleh lembaga pemerintah lainnya, terutama yang bersentuhan langsung dengan pelayanan
masyarakat. Aparat pemerintah perlu tahu prilaku mana yang sudah masuk tindakan korupsi.
Lembaga yang berhubungan dengan pendidikan dan latihan aparatur di seluruh Indonesia
hendaknya memasukkan materi Pendidikan Anti Korupsi dalam setiap kegiatan diklat, baik
itu diklat jabatan maupun diklat fungsional. Materi ini untuk diharapkan mampu mendidik
aparat untuk mengetahui batas-batas mana yang termasuk korupsi dan mana yang tidak, serta
membentuk prilaku aparat untuk mengikis korupsi di bidang pemerintahan, Kebijakan ini
merupakan salah satu cara untuk mendidik aparat dan masyarakat mengenai apa itu korupsi.
Hal ini karena, kadang masyarakat tidak sadar dan tidak mengerti bahwa telah memberikan
peluang terjadinya korupsi. Contohnya, misalkan pemberian “uang terima kasih” kepada
aparat desa dalam pengurusan surat keterangan domisili, atau aparat kepolisian di polsek
dalam pembuatan surat keterangan kehilangan. Walaupun kadang pemahaman beberapa
masyarakat tersebut, bahwa pemberian itu sebenarnya dengan niat yang ikhlas karena rasa
terima kasih. Namun di sisi lain pemberian tersebut dapat mendidik mental masyarakat
lainnya untuk berbuat sama, dan pada pihak aparat menjadi terdidik untuk terus menerima
gratifikasi. Contoh lainnya misalkan dengan “pilih kasih” terhadap pengguna layanan
kesehatan. Dikarenakan ada pasien pengguna layanan yang merupakan kerabat dari seorang
perawat sehingga pelayanannya dipercepat mendahului pasien lainnya. hal tersebut tentunya
memperlambat pelayanan pasien yang sudah seharusnya dilakukan.

Standar Operasional Prosedur Pelayanan Pemerintahan Salah satu hal yang


seharusnya disediakan oleh lembaga pemerintah dalam setiap kegiatan pelayanan masyarakat
ialah adanya Standar Operasional Prosedur. SOP diperlukan sebagai pedoman bagi aparat
pemerintah untuk melakukan kegiatan pelayanan. SOP ini menggambarkan adanya
transparansi dalam pelayanan pemerintahan. Prinsip transparansi ini penting karena
pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses kebijakan
dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik.
Transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi
kepercayaan karena kepercayaan masyarakat merupakan modal bagi pemerintah untuk

19
melaksanakan kegiatannya. SOP ini memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
tatacara pelaksanaan pelayanan, dengan adanya SOP ini masyarakat menjadi tahu harus
mengurus kemana, syaratsyaratnya apa, dan berapa biaya yang mereka harus keluarkan.

E-service Pelayanan publik yang berkualitas dan memiliki integritas merupakan salah
satu tujuan kegiatan pemerintahan. Tujuan ini harus terhindarkan dari kegiatan
penyelewengan dalam pelayanan dan penyediaan public goods. E-service merupakan salah
satu cara untuk membatasi ruang gerak korupsi. Melalui e-service, peluang aparat pelaksana
pelayanan semakin kecil untuk bertemu langsung dengan masyarakat. Masyarakat dapat
menikmati layanan dengan tenang tanpa harus antri atau menunggu tanda tangan lurah atau
camat atau pejabat berwenangan lainnya. bila ada biaya atas pelayanan tersebut pun,
masyarakat bisa langsung ke loket yang disediakan atau langsung melalui bank. Biayanya
pun langsung masuk ke kas/bank tanpa melalui calo atau aparat pelayanan. Mungkin banyak
yang pesimis hal ini bisa dilakukan di luar wilayah perkotaan, tetapi kita harus optimis bahwa
pelayanan melalui komputer atau melalui jalur internet sudah bisa dilakukan di ibukota
kabupaten maupun kecamatan. Warung internet ataupun handphone yang menggunakan
internet sudah banyak digunakan masyarakat hingga di desa-desa. Pelayanan yang
terkomputerisasi ataupun yang melalui elektronik akan memudahkan sistem pelaporan dan
evaluasi pekerjaan pelayanan. E-service menyajikan data pelayanan yang akurat dan
menghindarkan ruang gerak prilaku korupsi. Data yang terkomputerisasi tersaji secara jelas,
berapa orang yang melakukan pengurusan surat kartu keluarga, berapa orang yang membuat
surat keterangan domisili sementara, apakah ada atau tidak alamat yang sama atau
dipalsukan, berapa biaya ijin mendirikan bangunan yang masuk dan berbagai data lainnya.

Adanya Partisipasi Masyarakat Masyarakat sipil mendapatkan keabsahannya dari


kegiatan yang dilakukan untuk memajukan kepentingan publik di bidang hak asasi manusia,
lingkungan hidup, kesehatan, pendidikan dan pemberantasan korupsi. Masyarakat sipil
dengan keahlian dan jaringan kerja yang dimiliki dapat menghadapi persoalan bersama,
termasuk korupsi. Sebagian besar korupsi dilakukan oleh pejabat pemerintah dan sektor
swasta, dan masyarakat sipil adalah kelompok sosial yang harus menanggung kerugian.
Karenanya masyarakat sipil seharusnya menjadi bagian dari pemecahan masalah korupsi.
Untuk itulah pemerintah harus memberikan akses layanan pengaduan hingga ke tingkat
kecamatan terhadap penyelewengan dan pelanggaran korupsi yang dilakukan oleh aparatnya.
Dengan adanya layanan pengaduan tersebut masyarakat merasa terlindungi dari perilaku

20
korupsi aparat, selain itu masyarakat akan merasa memiliki dan mempunyai akses terhadap
perbaikan pelayanan pemerintahan

3.3.2 Upaya oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK)


Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-
upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas
korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para
pelaku tindak korupsi. KPK memiliki beberapa strategi dalam menangani kasus korupsi yang
juga menjadi ciri khas KPK dalam bertugas seperti Strategi Represif, Deduktif, Preventif,
Gerakan Moral, dan Gerakan pengefektifan birokrasi pemerintahan

Strategi Preventif Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada
hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus
dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu
perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya
ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah
adanya korupsi. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan
pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.

Kemudian ada Strategi Deduktif, dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar


apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat
diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat
ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi,
sehingga sistem- sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat
memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan
adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan
diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Strategi
Represif memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak
yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak
dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji
untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat

21
dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara
terintregasi.

Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang
hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah
korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi
secara preventif maupun secara represif antara lain seperti konsep “carrot and stick” yaitu
konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang keberhasilannya sudah dibuktikan di
Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri
yang cukup untuk hidup dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan,
pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan
“gaya” dan “gagah”. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan masih ada yang
berani korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan
sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu dijatuhi hukuman mati.

Lalu ada Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di


Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan
gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang
lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya
koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya
dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari
partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah
dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.

Kemudian ada Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum


(KPK, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab
serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa
memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan
dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure
follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih
dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur
organisasi tersebut.
Selain itu juga ada Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa

22
korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat
manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat
yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima,
mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan
melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama
generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari
moral korup.
Terakhir, ada Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai
dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang
yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang
melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti
bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi
kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat
kehidupan.

Pemerintah setiap negara pada umumnya pasti telah melakukan langkah-langkah


untuk memberantas korupsi dengan membuat undang-undang. Indonesia juga membuat
undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan mengalami perubahan
yaitu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu terdapat upaya pemberantasan korupsi dengan memberikan edukasi kepada
masyarakat atau mahasiswa dengan memberikan materi atau wawasan tentang buruknya
korupsi terhadap negara dan memberikan pelatihan guna membangun rasa tanggung jawab
dalam berpolitik dan social control, selain itu terdapat Upaya Edukasi LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat) seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) yaitu organisasi non-
pemerintah yang mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia
dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi
melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW lahir di
Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki
pemerintahan pasca-Soeharto yang bebas korupsi. Kemudian ada Transparency International
(TI) ialah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di
Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak

23
menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan
Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
Indonesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disusul
Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia berada di
posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan,
Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, serta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya,
Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia
adalah negara terbebas dari korupsi.

24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perbuatan korupsi tidak mungkin dihapus dari muka bumi ini hanya dengan
mengeluarkan sebuah peraturan, bahkan dengan ancaman pidana yang cukup berat, yaitu
pidana mati pun. Usaha pembentuk undang-undang melalui pembuatan paraturan tersebut
terbatas, apabila tidak dibarengi dengan pemberantasan korupsi ini dengan tindakan-tindakan
lain, seperti bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Gejala yang dialami oleh
Indonesia tersebut juga muncul di negara-negara berkembang yang lain di dunia.
Dampak yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi di segala bidang membuat Indonesia
semakin terpuruk karena banyak sekali terjadi kasus korupsi di Indonesia yang merugikan
baik pemerintah maupun masyarakat. Tindak pidana korupsi ini yang membuat Indonesia
semakin miskin.

Cara atau upaya memberantas tindak pidana korupsi yang paling utama adalah
gerakan “moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah
kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui
gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat
menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung,
dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui
lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi
muda sebagai langkah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral kor
Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan)


dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur
“penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran).

b. Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan
sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak
akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan dan kepercayaan yang
pada akhirnya menjadi krisis multidimensi.

25
c. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok mahasiswa sering
menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi.

d. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul kelom-pok sosial
baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan alih
“kepentingan rakyat”.

e. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi.

f. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indonesia,
antara lain upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi
masyarakat/mahasiswa dan upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

4.2 Saran
a. Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di Indonesia agar
mendapat informasi yang lebih akurat.
b. Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya di
dalam kehidupan sehari-hari.

26
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/www.michelelqudsi.com/54ffbb69a33311bd4c510eff/fenomena-
korupsi-di-indonesia-dan-pemberantasannya 26/10/2019 20:15
http://indonesiabaik.id/motion_grafis/apa-saja-tugas-dan-wewenang-kpk 26/10/2019 20:15
https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak-korupsi/infografis/dampak-korupsi-terhadap-
ekonomi
https://www.cekaja.com/info/dampak-korupsi-di-indonesia/
https://acch.kpk.go.id/id/berkas/buku-antikorupsi/umum/panduan-teknis-penyelidikan-dan-
penyidikan-terhadap-korporasi-dalam-tindak-pidana-korupsi
https://buktipers.com/prosedur-penanganan-perkara-tindak-pidana-korupsi/
https://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi_Republik_Indonesia
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-30-2002-komisi-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi

27

Anda mungkin juga menyukai