Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat ini, penerapan teori keperawatan kedalam praktik keperawatan keluarga
belum lengkap, tapi berkembang secara mengesankan. Teori-teori keperawatan sangat
menjanjikan apabila diterapkan dalam keluarga. Teori-teori keluarga memiliki gambaran
yang jauh lebih lengkap dan memiliki kekuatan lebih dalam menjelaskan tentang perilaku
keluarga (teori ilmu sosial keluarga) dan intervensi keluarga (teori terapi keluarga)
tapiperlu dirumuskan ulang atau diadaptasi ulang sehingga teori-teori tersebut cocok
dengan perspektif keperawatan.
Salah satu teori keperawatan keluarga yang sering digunakan adalah teori Friedman.
Model pengkajian keluarga Friedman merupakan integrasi dari teori sistem, teori
perkembangan keluarga, dan teori struktural fungsional sebagai teori-teori utama yang
merupakan dasar dari model dan alat pengkajian keluarga. Teori-teori lain ikut berperan
kedalam dimensi struktural dan fungsional adalah teori komunikasi, peran dan stress
keluarga.
Balita termasuk kedalam usia berisiko tinggi terhadap suatu penyakit. Kekurangan
asupan zat gizi pada balita dapat mempengaruhi status gizi pada usia balita merupakan
dampak komulatif dari berbagai faktor baik yang berpengaruh langsung terhadap status
gizi pada balita, adapun faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita secara langsung
yaitu keluarga.
Dalam hal ini keluarga mempunyai peranan penting dalam permasalahan status gizi
pada balita khususnya gizi kurang. Oleh karena itu yang berkaitan langsung pada keluarga
yaitu faktor pendidikan, bagaimanapun pendidikan akan akan secara otomatis memberi
dampak pada suatu permasalahan dalam suatu keluarga dalam hal penangulangan maupun
pencegahan staus gizi. Dalam menyikapi berbagai macam permasalahan dalam sebuah
keluarga yang mendasari permasalahan pendidikan yang rendah maka dari itu dengan cara
penanggulangan dengan pendidikan kesehatan (health education) akan menjadi salah satu
alternatif yang efektif ( Moehji. S. 2009).
Menurut WHO Di Asia jumlah balita kurang gizi diperkirakan lebih besar sekitar 71
juta pada tahun 2012. Sekitar 178 juta anak secara global terlalu pendek untuk kelompok
usia mereka dan kejadian ini menjadi indikator kunci dari mal nutrisi kronis (WHO, 2013).
Dari data riset kesehatan dasar (Riskesdas 2013), menyajikan prevalensi berat-kurang
(underweight) menurut provinsi dan nasional. Secara nasional, prevalensi berat-kurang
pada tahun 2013 adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi
kurang. Sedangkan pravalensi gizi kurang dijawa timur pada tahun 2013 sebesar 9,9%.
Hasil data Dinas kesehatan Ponorogo status gizi kurang yang terdapat diwilayah kerja
Puskesmas Kecamatan jetis pada tahun 2016 terdapat 23,62% sebanyak 418 balita Gizi
kurang dari 1772 balita.
Masalah yang sering muncul pada balita ini juga ada ISPA dan Karies gigi. Prevalensi
penyakit menular seperti ISPA pada balita mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan hasil Riskesdas 2013. Prevalensi ISPA turun dari 13,8% menjadi 4,4%. Penyakit
karies gigi hingga sekarang masih menjadi prioritas permasalahan terhadap kesehatan
anak. Bila ditinjau dari kelompok umur penderita karies gigi terjadi peningkatan pula
prevalensinya dari tahun 2007 ke tahun 2013, dengan peningkatan terbesar pada usia balita
1-4 tahun (10,4%) (Riskesdas, 2013).
Baik Status gizi anak balita, karies gigi ataupun ISPA salah satunya dipengaruhi oleh
faktor kondisi sosial ekonomi, antara lain pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak,
pengetahuan dan pola asuh ibu serta kondisi ekonomi orang tua secara keseluruhan. Oleh
karena itu, kami ingin membahas tentang pentingnya asuhan keperawatan keluarga pada
balita.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan penjelasan latar belakang, penulis dapat merumuskan beberapa masalah
yang meliputi:
1. Apa Pengertian Keluarga?
2. Apa Saja Bentuk-Bentuk Keluarga?
3. Apa Model Keperawatan Keluarga Menurut Friedman?
4. Apa Fungsi Keluarga?
5. Apa Saja Tahapan Perkembangan Kehidupan Keluarga?
6. Apa Saja Tingkat Kemandirian Keluarga?
7. Apa Peran Perawat Keluarga?
8. Apa Saja Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul Pada Keluarga Dengan
Balita?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori?
10. Bagaimana Pengkajian Yang Dilakukan Terkait Kasus?
11. Bagaimana Asuhan Keperawatan Keluarga Terkait Kasus?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui Apa Pengertian Keluarga
2. Mengetahui Apa Saja Bentuk-Bentuk Keluarga
3. Mengetahui Apa Model Keperawatan Keluarga Menurut Friedman
4. Mengetahui Apa Fungsi Keluarga
5. Mengetahui Apa Saja Tahapan Perkembangan Kehidupan Keluarga
6. Mengetahui Apa Saja Tingkat Kemandirian Keluarga
7. Mengetahui Apa Peran Perawat Keluarga
8. Mengetahui Apa Saja Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul Pada Keluarga
Dengan Balita
9. Mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori
10. Mengetahui Bagaimana Pengkajian Yang Dilakukan Terkait Kasus
11. Mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan Keluarga Terkait Kasus

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ini yaitu pada BAB I, penulis memaparkan tentang latar
belakang, rumusan masalah, tujuan, sistematika, dan metode penulisan. Pada BAB II,
penulis menjelaskan mengenai tinjauan pustaka mengenai keluarga: penyakit pada balita,
masalah pada keluarga dengan balita, serta peran perawat keluarga. BAB III, penulis
menjelaskan analisis kasus dan asuhan keperawatan keluarga yang tepat pada keluarga
dengan balita. Bab IV Pembahasan. BAB V berisi kesimpulan dan saran penulis

1.5 Metode Penulisan


Penulisan makalah ini berbasis PBL (Problem Based Learning). Mahasiswa masing-
masing mencari sumber literatur melalui buku, jurnal, maupun sumber dari internet sesuai
dengan bahasan yang diterima.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Keluarga
2.1.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan
tertentu untuk saling berbagi pengalaman dan melakukan pendekatan
emosional, serta mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga
(Friedman, 2010). Berbeda halnya dengan Padila (2012), keluarga adalah
suatu arena berlangsungnya interaksi kepribadian atau sebagai sosial terkecil
yang terdiri dari seperangkat komponen yang sangat tergantung dan
dipengaruhi oleh struktur internal dan sistem-sistem lain.
Sudiharto (2007), mendefinisikan keluarga adalah unit pelayanan
kesehatan yang terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan komunitas.
Masalah kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga dapat
mempengaruhi anggota keluarga lain. Dari beberapa pengertian keluarga
disimpulkan keluarga adalah dua orang atau lebih yang hidup bersama dan
diikat oleh suatu ikatan pernikahan yang sah untuk berbagi pengalaman satu
sama lain dan mampu memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani pasangan.
2.1.2 Bentuk – Bentuk Keluarga
1. Nuclear family (keluarga inti)
Adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu, dan anak yang masi
menjadi tanggungannya dan tinggal satu rumah, terpisah dari sanak
keluarga lainnya.
2. Extended family (keluarga besar)
Adalah satu keluarga yang terdiri dari satu atau dua keluarga inti yang
tinggal dalam satu rumah dan saling satu sama lain.
3. Single parent family
Adalah satu keluarga yang dikepalai satu kepala keluarga dan hidup
bersama dengan anak-anak yang masih bergantung kepadanya.
4. Nuclear dyed
Adalah keluarga yang terdiri dari pasngan suami-istri tanpa anak,
tinggal dalam satu rumah yang sama.
5. Blended family
Adalah keluarga yang terbentuk dari perkawinan pasangan, yang
masing-masing pernah menikah dan membawa anak hasil perkawinan yang
terdahulu.
6. Three generation
Family adalah yang terdiri dari tiga generasi yaitu kakek, nenek, bapak,
ibu, dan anak dalam satu rumah.
7. Single adult living alone
Adalah bentuk keluarga yang hanya terdiri dari satu orang dewasa yang
hidup dalam rumahnya.
8. Middle age atau elderly couple
Adalah keluarga yang terdiri dari sepasang suami-istri paruh baya.
2.1.3 Model Keperawatan Keluarga Menurut Friedman
Teori keperawatan keluarga terus berkembang sejalan dengan penelitian
dan praktik keperawatan, dan para peneliti keperawatan terus berdebat tentang
perkembangan teori keperawatan di semua area keperawatan. Banyak debat
yang berfokus pada konseptualisasi baru konsep metaparadigma keperawatan
dan merefleksikan pengaruh perspektif pascamoderenisasi dan
neomoderenisasi (Friedman, 2010).
Model pengkajian keluarga Friedman merupakan pendekatan terpadu
dengan menggunakan teori sistem umum, teori perkembangan keluarga, teori
struktural-fungsional, dan teori lintas budaya sebagai landasan teoritis primer
model dan alat pengkajian keluarga. Teori pertengahan lainnya juga dipadukan
kedalam berbagai dimensi struktural dan fungsional yang dikaji, seperti teori
komunikasi, teori peran, dan teori stress keluarga. Diagnosis keperawatan
keluarga dan strategi intervensinya juga dibahas terkait dengan setiap data yang
diidentifikasi, sosiokultural, perkembangan, struktural, fungsional, dan bidang
kajian stress serta kopingnya (Friedman, 2010).
2.1.4 Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (2010), lima fungsi keluarga menjadi saling
berhubungan erat pada saat mengkaji dan melakukan intervensi dengan
keluarga. Lima fungsi itu adalah:
1. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun
berkelanjutan unit keluarga itu sendiri, sehingga fungsi afektif merupakan salah
satu fungsi keluarga yang paling penting. Saat ini, ketika tugas sosial
dilaksanakan di luar unit keluarga, sebagian besar upaya keluarga difokuskan
pada pemenuhan kebutuhan anggota keluarga akan kasih sayang dan
pengertian. Manfaat fungsi afektif di dalam anggota keluarga dijumpai paling
kuat di antara keluarga kelas menengah dan kelas atas, karena pada keluarga
tersebut mempunyai lebih banyak pilihan. Sedangkan pada keluarga kelas
bawah, fungsi afektif sering terhiraukan. Balita yang seharusnya mendapatkan
perhatian dan kasih sayang yang cukup, pada keluarga kelas bawah hal tersebut
tidak didapatkan balita terutama pada pola makan balita. Sehingga dapat
menyebabkan gizi kurang pada balita tersebut (Friedman, 2010).
2. Fungsi sosialisasi dan status sosial
Sosialisasi anggota keluarga adalah fungsi yang universal dan lintas budaya
yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup masyarakat menurut Lislie dan
Korman (1989 dalam Friedman, 2010). Sosialisasi merujuk pada banyaknya
pengalaman belajar yang diberikan dalam keluarga yang ditujukan untuk
mendidik anak-anak tentang cara menjalankan fungsi dan memikul peran sosial
orang dewasa seperti peran yang dipikul suami-ayah dan istri-ibu.
Karena fungsi ini semakin banyak diberikan di sekolah, fasilitas rekreasi dan
perawatan anak, serta lembaga lain di luar keluarga, peran sosialisasi yang
dimainkan keluarga menjadi berkurang, tetapi tetap penting. Orang tua tetap
menyediakan pondasi dan menurunkan warisan budayanya ke anak-anak
mereka. Dengan kemauan untuk bersosialisasi dengan orang lain, keluarga bisa
mendapatkan informasi tentang pentingnya asupan gizi, penyakit yang
ditimbulkan dan pencegahan terjadinya gizi kurang untuk anak khususnya balita
(Friedman, 2010).
3. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan,
pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan, dan perlindungan terhadap
bahaya. Pelayanan dan praktik kesehatan (yang mempengaruhi status kesehatan
anggota keluarga secara individual) adalah fungsi keluarga yang paling relevan
bagi perawat keluarga. Kurangnya kemampuan keluarga untuk memfasilitasi
kebutuhan balita terutama pada asupan makanan dapat menyebabkan balita
mengalami gizi kurang (Friedman, 2010).
4. Fungsi reproduksi
Salah satu fungsi dasar keluarga adalah untuk menjamin kontinuitas antar-
generasi keluarga masyarakat yaitu : menyediakan anggota baru untuk
masyarakat menurut Lislie dan Korman (1989 dalam Friedman, 2010).
Banyaknya jumlah anak dalam suatu keluarga menyebabkan kebutuhan
keluarga juga meningkat terutama pada kebutuhan makan anak. Karena tidak
terpenuhinya kebutuhan makanan anak mengakibatkan anak mengalami gizi
kurang (Friedman, 2010).
5. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup
finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses
pengambilan keputusan. Pendapatan keluarga yang terlalu rendah
menyebabkan keluarga tidak mampu membeli kebutuhan gizi anak, sehingga
anak mengalami gizi kurang (Friedman, 2010).
2.1.5 Tahap Perkembangan Kehidupan Keluarga
1. Tahap I: Keluarga Pasangan Baru (beginning family)
Pembentukan pasangan menandakan permulaan suatu keluarga baru dengan
pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai ke hubungan intim yang
baru. Tahap ini juga disebut tahap pernikahan. Tugas perkembangan
keluarga tahap I adalah membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu
sama lain, berhubungan secara harmonis dengan jaringan kekerabatan dan
merencanakan sebuah keluarga (Friedman, 2010).
2. Tahap II: Keluarga Kelahiran Anak Pertama (childbearing family)
Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai bayi berusia 30
bulan. Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci dalam
siklus kehidupan keluarga. Tugas perkembangan keluarga disini adalah
setelah hadirnya anak pertama, keluarga memiliki beberapa tugas
perkembangan penting. Suami, istri, dan anak harus memepelajari peran
barunya, sementara unit keluarga inti mengalami pengembangan fungsi dan
tanggung jawab (Friedman, 2010).
3. Tahap III: Keluarga dengan Anak Prasekolah (families with preschool)
Tahap ini dimulai ketika anak pertama berusia 2,5 tahun dan diakhiri ketika
anak berusia 5 tahun. Keluarga saat ini dapat terdiri dari tiga sampai lima
orang, dengan posisi pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-saudara laki-laki,
dan putri-saudara perempuan. Tugas perkembangan keluarga saat ini
berkembang baik secara jumlah maupun kompleksitas. Kebutuhan anak
prasekolah dan anak kecil lainnya untuk mengekplorasi dunia di sekitar
mereka, dan kebutuhan orang tua akan privasi diri, membuat rumah dan
jarak yang adekuat menjadi masalah utama. Peralatan dan fasilitas juga
harus aman untuk anak-anak (Friedman, 2010).
4. Tahap IV: Keluarga dengan Anak Sekolah (families with school children)
Tahap ini dimulai pada saat tertua memasuki sekolah dalam waktu penuh,
biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia mencapai pubertas, sekitar
usia 13 tahun. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota keluarga yang
maksimal dan hubungan akhir tahap ini juga maksimal menurut Duvall dan
Miller (1985 dalam Friedman, 2010). Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah keluarga dapat mensosialisasikan anak-anak, dapat
meningkatkan prestasi sekolah dan mempertahankan hubungan pernikahan
yang memuaskan (Friedman, 2010).
5. Tahap V: Keluarga dengan Anak Remaja (families with teenagers)
Biasanya tahap ini berlangsung selama enam atau tujuh tahun, walaupun
dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluargalebih awal atau lebih
lama jika anak tetap tinggal di rumah pada usia lebih dari 19 atau 20 tahun.
Anak lainnya yang tinggal dirumah biasanya anak usia sekolah. Tujuan
keluarga pada tahap ini adalah melonggarkan ikatan keluarga untuk
memberikan tanggung jawab dan kebebasan remaja yang lebih besar dalam
mempersiapkan diri menjadi seorang dewasa muda menurut Duvall dan
Miller (1985 dalam Friedman, 2010). Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab
seiring dengan kematangan remaja dan semakin meningkatnya otonomi
(Friedman, 2010).
6. Tahap VI: Keluarga Melepaskan Anak Dewasa Muda (launching center
families)
Tahap ini dimulai pada saat perginya anak pertama dari rumah orang tua
dan berakhir dengan “kosongnya rumah”, ketika anak terakhir juga telah
meninggalkan rumah. Tahap ini dapat cukup singkat atau cukup lama,
bergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak yang belum
menikah tetap tinggal di rumah setelah mereka menyelesaikan SMU atau
kuliahnya. Tahap perkembangan keluarga disini adalah keluarga membantu
anak tertua untuk terjun ke duania luar, orang tua juga terlibat dengan anak
terkecilnya, yaitu membantu mereka menjadi mandiri (Friedman, 2010).
7. Tahap VII: Orang Tua Paruh Baya (middle age families)
Tahapan ini dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
dengan pensiunan atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini dimulai
ketika orang tua berusia sekitar 45 tahun sampai 55 tahun dan berakhir
dengan persiunannya pasangan, biasanya 16 sampai 18 tahun kemudian.
Tahap perkembangan keluarga pada tahap ini adalah wanita
memprogramkan kembali energi mereka dan bersiap-siap untuk hidup
dalam kesepian dan sebagai pendorong anak mereka yang sedang
berkembang untuk lebih mandiri (Friedman, 2010).
8. Tahap VIII: Keluarga Lanjut Usia dan Pensiunan
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini adalah dimulai pada saat
pensiunan salah satu atau kedua pasangan, berlanjut sampai kehilangan
salah satu pasangan, dan berakhir dengan kematian pasangan yang lain
menurut Duvall dan Miller (1985 dalam Friedman, 2010). Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah mempertahankan penataan
kehidupan yang memuaskan. Kembali ke rumah setelah individu
pensiun/berhenti bekerja dapat menjadi problematik (Friedman, 2010).

2.1.6 Tingkat Kemandirian Keluarga


Keberhasilan asuhan keperawatan keluarga yang dilakukan perawat keluarga
dapat dinilai seberapa tingkat kemandirian keluarga dengan mengetahui kriteria
atau ciri-ciri yang menjadi ketentuan tingkatan mulai dari tingkat kemandirian
I sampai tingkat kemandirian IV menurut Depkes (2006 dalam Achjar, 2012),
adalah sebagai berikut:
1. Tingkat kemandirian I (keluarga mandiri tingkat I / KM-I)
a. Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana
keperawatan.
2. Tingkat kemandirian II (keluarga mandiri tingkat II / KM-II)
a. Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana
keperawatan
c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
d. Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang dianjurkan
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
3. Tingkat Kemandirian III (keluarga mandiri tingkat III / KM-III)
a. Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana
keperawatan
c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
d. Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang dianjurkan
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
f. Melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran
4. Tingkat kemandirian IV (keluarga mandiri tingkat IV / KM-IV)
a. Menerima petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat
b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana
keperawatan
c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
d. Melakukan tindakan keperawatan sederhana sesuai yang dianjurkan
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
f. Melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran
g. Melakukan tindakan promotif secara aktif
2.1.7 Peran Perawat Keluarga
Dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga, perawat keluarga perlu
memperhatikan prinsip-prinsip berikut: (1) melakukan kerja bersama keluarga
secara kolektif, (2) memulai pekerjaan dari hal yang sesuai dengan kemampuan
keluarga, (3) menyesuaikan rencana asuhan keperawatan dengan tahap
perkembangan keluarga, (4) menerima dan mengakui struktur keluarga, dan (5)
menekankan pada kemampuan keluarga (Sudiharto, 2007).
Peran perawat keluarga menurut Sudiharto (2007), adalah sebagai berikut:
a. Sebagai pendidik
Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga. Terutama pada keluarga
dengan gizi kurang, perawat memberikan pendidikan tentang pengertian gizi
kurang, penyebab, tanda dan gejala, akibat yang ditimbulkan dan cara
mendeteksi dini balita agar tidak terjadi gizi kurang.
b. Sebagai Koordinator Pelaksana Pelayanan Keperawatan
Perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang
komprehensif. Pelayanan keperawatan yang berkesinambungan di berikan
untuk menghindari kesenjangan. Kemampuan mengkoordinir pelaksana
pelayanan kesehatan dengan baik mengakibatkan keluarga dapat terintervensi
dengan baik sehingga angka gizi kurang berkurang.
c. Sebagai Pelaksana Pelayanan Perawatan
Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui kontak
pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki masalah kesehatan.
Dengan demikian, anggota keluarga yang sakit dapat menjadi “entry point” bagi
perawat untuk memberikan asuhan keperawatan keluarga secara komprehensif.
Memberikan pelayanan yang maksimal untuk keluarga dengan gizi kurang
sehingga dapat mengurangi angka kejadian gizi kurang.
d. Sebagai Supervisor Pelayanan Keperawatan
Perawat melakukan supervisi ataupun pembinaan terhadap keluarga melalui
kunjungan rumah secara literatur, baik terhadap keluarga malalui kunjungan
rumah secara teratur, baik terhadap keluarga berisiko tinggi maupun yang tidak.
Kunjungan rumah tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu atau secara
mendadak. Terutama pada keluarga yang mempunyai balita dengan gizi kurang
karena banyak orang tua yang tidak mau membawa anaknya ke posyandu untuk
penimbangan BB tiap bulan.
e. Sebagai Pembela (Advokat)
Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi hakhak keluarga
sebagai klien. Perawat diharapkan mampu mengetahui harapan serta
memodifikasi sistem pada perawatan yang diberikan untuk memenuhi hak dan
kebutuhan keluarga. Pemahaman yang baik oleh keluarga terhadap hak dan
kewajiban mereka sebagai klien mempermudah perawat untuk memandirikan
keluarga. Hak bagi keluarga dengan gizi kurang adalah mendapatkan pelayanan
yang baik dari tenaga kesehatan sedangkan kewajiban dari keluarga dengan gizi
kurang adalah mendeteksi dini tumbuh kembang anak ke tenaga kesehatan.
f. Sebagai Fasilitator
Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga, dan masyarakat
untuk memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi
sehari-hari serta dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi
masalah. Keluarga dengan gizi kurang dapat bertanya pada perawat tentang
perkembangan balitanya.
g. Sebagai Peneliti
Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahami masalah-masalah
kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga. Masalah kesehatan yang muncul
di dalam keluarga biasanya terjadi menurut siklus atau budaya yang
dipraktikkan keluarga. Begitu juga dengan keluarga dengan gizi kurang, karena
kebiasaan atau budaya keluarga tidak pernah memperhatikan pola makan anak
sehingga anak tidak terpantau asupan gizi yang dikonsumsinya setiap hari dan
anak jatuh pada gizi kurang.

2.1.8 Tujuan Keperawatan Keluarga


Kerangka tingkat pencegahan ini digunakan untuk menjelaskan tujuan
keperawatan keluarga. Tingkat pencegahan mencakup keseluruhan spektrum
isu sehat dan sakit, serta tujuan yang sesuai untuk setiap tingkatan. Menurut
Friedman (2010), ketiga tingkatan itu adalah:
1. Pencegahan primer, yang melibatkan promosi kesehatan dan tindakan
pencegahan spesifik atau tindakan perlindungan kesehatan yang dirancang
untuk menjaga individu bebas dari penyakit atau cedera. Tindakan
pencegahan spesifik atau perilaku yang melindungi kesehatan juga disebut
pemeliharaan kesehatan. Pencegahan primer pada keluarga dengan gizi
kurang adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang penting
gizi bagi balita.
2. Pencegahan sekunder, yang terdiri atas deteksi dini, diagnosis dan terapi.
Pada keluarga dengan gizi kurang pencegahan sekunder yang dilakukan
adalah mendeteksi dini tumbuh kembang balita.
3. Pencegahan tersier, yang mencakup tahap pemulihan dan rehabilitasi,
dirancang untuk meminimalkan disabilitas klien dan memaksimalkan
tingkat fungsi dirinya. Pencegahan tersier pada keluarga dengan gizi kurang
adalah memberi kesempatan pada balita untuk pemulihan terhadap kondisi
fisik yang lalu.
Tiga tingkat pencegahan ini merupakan tujuan keperawatan keluarga.
Tujuan keperawatan keluarga terdiri atas promosi dan pemeliharaan kesehatan
(pencegahan primer), deteksi dan terapi, dan pemulihan kesehatan. Promosi
kesehatan merupakan sebuah tujuan utama dalam keperawatan keluarga. Akan
tetapi, tentu saja deteksi dini, diagnosis, dan terapi (pencegahan sekunder) juga
merupakan tujuan yang penting. Selain itu, dengan mempertimbangkan
perkembangan pelayanan kesehatan di rumah dan prevalensi penyakit kronik
serta disabilitas yang terjadi dikalangan populasi lansia yang jumlahnya
meningkat dengan cepat, pecegahan tersier atau rehabilitasi dan pemulihan
kesehatan juga merupakan tujuan penting dari keperawatan keluarga saat ini
(Friedman, 2010).

2.2 Masalah Kesehatan Pada Balita Dengan Gizi Kurang


2.2.1 Pengertian Gizi Kurang
Gizi (nutrition) adalah proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi (penyerapan),
transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan, untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi
normal organ-organ, serta menghasilkan energi (Pudiastuti, 2011).
Gizi kurang atau kurang gizi (sering kali tersebut malnutrisi) muncul akibat
asupan energi dan makronutrien yang tidak memadai. Pada beberapa orang
kurang gizi juga terkait dengan defisiensi mikronutrien nyata ataupun subklinis
(Webster-Gandy, 2014).
2.2.2 Agregat Balita
Balita sebagai Populasi Resiko
Kelompok resiko adalah kumpulan orang
yang lebih beresiko menderita suatu penyakit daripada yang lain (Stanhope &
Lancaster, 2004). Allender dan Spradley (2005) mendefinisikan populasi resiko
sebagai kumpulan orang yang berpeluang mengalami peningkatan masalah
kesehatan karena beberapa faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan
pengertian diatas, dapat disimpulkan populasi resiko merupakan kelompok
yang memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami masalah kesehatan
dibandingkan dengan kelompok lain bila dipaparkan pada kondisi tertentu.
Stanhope dan Lancaster (2004) menjelaskan faktor biologi, sosial ekonomi,
gaya hidup dan peristiwa dalam kehidupan menempatkan balita sebagai
kelompok beresiko.
1. Faktor Biologi
Faktor biologi merupakan faktor genetik atau fisik yang berkontribusi
terhadap timbulnya resiko tertentu yang mengancam kesehatan. Faktor genetik
merupakan faktor gen yang diturunkan orang tua pada anaknya. Beberapa
masalah kesehatan yang diturunkan secara genetik adalah diabetes mellitus,
penyakit jantung, kejiwaan dan sebagainya. Anak tidak dapat menghindari
masalah kesehatan yang diturunkan secara genetik, namun resiko masalah
kesehatan akibat faktor genetik dapat diminimalisir dengan perilaku hidup sehat
(Stanhope & Lancaster, 2004).
Menurut Stangope dan Lancaster (2004), faktor usia seringkali dihubungkan
dengan tahap perkembangan. Tahapan perkembangan yang terjadi menurut usia
dapat berkontribusi terhadap timbulnya resiko masalah kesehatan. Usia balita
merupakan kelanjutan dari proses pertumbuhan dan perkembangan bayi (Potter
& Perry, 2003). Allender dan Spradley (2005) membagi balita menjadi tiga
kelompok usia, yaitu bayi (0-1 tahun), usia toddler (1-2 tahun), dan preschool
(3-4 tahun). Sementara Potter dan Perry (2003) mengelompokkan balita
menjadi tiga, yaitu bayi (0-1 tahun), toddler (1-3 tahun) dan periode prasekolah
(3-6 tahun). Stanhope dan Lancaster (2004) membagi balita dalam tiga
kelompok umur, yaitu infant (1 bulan-1 tahun), toddler (1-3 tahun), dan
preschool (3-5 tahun). Berdasarkan batasan-batasan tersebut, maka dapat
disimpulkan balita adalah anak yang berusia 1-5 tahun.
Pada usia balita terjadi perkembangan yang dapat meningkatkan resiko
terhadap terjadinya masalah kesehatan. Menurut Potter dan Perry (2003),
pertumbuhan dan perkembangan pada balita dapat dilihat dari aspek fisik,
kognitif, dan psikososial. Ditinjau dari aspek fisik, perubahan pada balita
ditandai dengan pertumbuhan dan dibarengi dengan perkembangan motorik
yang pesat. Perkembangan motorik tampak pada peningkatan koordinasi otot
besar dan halus sehingga keterampilan balita dalam berjalan, berlari, dan
melompat semakin baik. Kemampuan balita untuk melakukan aktifitas sendiri
antara lain berpakaian, eliminasi dan makan semakin meningkat. Selain itu,
secara fisik sistem kekebalan tubuh pada anak usia balita belum matang
(Whaley & Wong, 1995). Namun pada usia ini, anak senang memasukkan
segala sesuatu kedalam mulutnya sehingga terjadi peningkatan resiko
keracunan dan masuknya mikroorganisme seperti virus dan bakteri yang
mengakibatkan anak memiliki resiko lebih besar untuk mengalami masalah
kesehatan (Stanhope & Lancaster, 2004).
Secara biologis, anak yang mengalami gangguan kesehatan akan
meningkatkan resiko terjadinya masalah kesehatan lainnya. Adapun gangguan
kesehatan yang merupakan penyebab masalah sulit makan diantaranya meliputi
gangguan pencernaan, infeksi akut dan kronis, kelainan neurolog/susunan saraf
pusat, alergi, bayi berat lahir rendah (BBLR)
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya masalah
kesehatan. Stanhope dan Lancaster (2004), mendefinisikan lingkungan sebagai
karakteristik orang-orang disekitar tempat tinggal beserta sumber dan fasilitas
yang tersedia. Lingkungan internal keluarga yang sehat merupakan sistem
pendukung tercapainya kesehatan secara fisik dan psikologis bagi seluruh a
nggota keluarga (Friedman, 2003). Kondisi lingkungan eksternal yang tidak
sehat seperti tingkat kriminalitas tinggi, polusi udara, kimia, suara dan
minimnya fasilitas kesehatan merupakan penyebab terjadinya masalah
kesehatan pada keluarga (Stanhope & Lancaster, 2004).
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor finansial yang memiliki keterkaitan
secara langsung terhadap kemampuan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan.
Keluarga yang memiliki sumber finansial adekuat dapat memenuhi seluruh
kebutuhannya termasuk kebutuhan dalam mempertahankan kondisi kesehatan.
Anak usia balita memiliki ketergantungan penuh pada keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang
menghadapi masalah ekonomi lebih beresiko mengalami masalah kesehatan
(Stanhope & Lancaster, 2004).
4. Faktor gaya hidup (Perilaku)
Gaya hidup/perilaku merupakan kebiasaan yang diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Gaya hidup yang beresiko akan berdampak pada
terjadinya ancaman terhadap kesehatan ((Stanhope & Lancaster). Gaya hidup
yang beresiko antara lain konsumsi rokok dan alkohol, junk food, dan tidak
berolahraga.
Keluarga merupakan penentu keberhasilan penanaman gaya hidup sehat
bagi anggotanya, termasuk anak. Apabila keluarga tidak menerapkan dan
memperkenalkan perilaku/gaya hidup sehat sejak dini akan mengakibatkan
resiko masalah kesehatan lebih besar bagi anak (Friedman, 2003)
5. Faktor Peristiwa dalam Kehidupan
Kejadian dalam kehidupan merupakan transisi yang dapat menimbulkan
reaksi emosional. Kejadian dalam kehidupan yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan seperti pindah tempat tinggal, anggota keluarga meninggalkan
rumah, kehilangan anggota keluarga, dan ada anggota keluarga baru (Stanhope
& Lancaster, 2004).
2.2.3 Keluarga Dengan Tahap Perkembangan Anak Usia Sekolah
Burgess, dkk dalam Friedman (2003) mendefinisikan keluarga terdiri dari
orang- orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan ikatan adopsi,
dimana anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam
peran- peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan
anak perempuan, saudara dan saudari. Menurut Whall dalam Friedman (2002)
keluarga sebagai “kelompok yang mengidentifikasikan diri” dengan
anggotanya terdiri dari dua individu atau lebih. Dapat disimpulkan keluarga
adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan kebersamaan dan ikatan
emosional yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga.
Tugas perkembangan keluarga dengan tahap anak usia pra sekolah yaitu:
pemenuhan kebutuhan anggota keluarga, membantu anak bersosialisasi,
beradaptasi dengan kebutuhan anak pra sekolah, merencanakan
kelahiran/kehamilan berikutnya, mempertahankan hubungan di dalam maupun
di luar keluarga , pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak,
pembagian tanggung jawab, dan merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi
tumbuh kembang anak
Tugas kesehatan keluarga terkait masalah gizi kurang adalah:
a. Kemampuan keluarga mengenal masalah gizi pada anak
Keluarga sebaiknya mengetahui pengertian gizi, kebutuhan gizi pada anak
balita,gizi kurang, bentuk perilaku sulit makan, penyebab, tanda dan gejala,
komplikasi dan prognosis terkait masalah gizi kurang pada anak. Stanhope dan
Lancaster (2004) mengemukakan beberapa perilaku yang menunjukkan
masalah sulit makan pada anak adalah makan dalam waktu lama, memilih –
milih makanan, menyukai makanan tertentu saja. ondisi anak sulit untuk diberi
makan yang ditandai dengan memilih - milih makanan, menyukai makanan
tertentu saja serta kurangnya minat anak dalam mengkonsumsi makanan yang
diberikan pada saat makan.
b. Kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan
yang tepat
Perawat dapat membantu keluarga dalam mengenali akibat dan dampak
masalah sulit makan. Keluarga yang telah mengenal akibat dan dampak dari
masalah kesehatan diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat dalam
mengatasi masalah kesehatan pada anggotanya. Masalah sulit makan
menimbulkan dampak negatif pada anak, keluarga dan masyarakat. Pada
individu anak, sulit ,akan dapat berdampak pada keterlambatan dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak, gangguan kognitif serta prestasi
akademik ketika anak memasuki usia sekolah (Hall, et al, 2001 dalam Allender
& Spradley, 2005).
c. Kemampuan keluarga merawat balita yang mengalami masalah gizi kurang
Keluarga mengetahui cara penanganan sulit makan dengan mengetahui
kebutuhan gizi anak, cara pengolahan dan penyajian makan yang baik serta cara
pemberian makan yang tepat untuk mengatasi masalah sulit makan pada anak.
Selain itu, keluarga perlu mengetahui cara pemberian makan yang tepat bagi
anak yang memiliki masalah sulit makan yaitu meningatkan anak untuk makan
saat menjelang waktu makan, tidak memberikan makanan selingan mendekati
jam makan, memberikan makanan secara bertahap (porsi sedikit dengan
intensitas sering), memberikan kesempatan pada anak untuk makan sendiri dan
tidak memburu – buru anak untuk cepat menghabiskan makanannya.
Lingkungan yang saling mendukung antara anggota keluarga merupakan
salah satu ciri lingkungan yang dapat mempengaruhi status kesehatan anggota
keluarga di dalamnya. Dukungan keluarga dalam membentuk perilaku makan
sehat pada anak dapat diwujudkan dengan memberi contoh konsumsi makanan
sehat dan menciptakan suasana makan yang menyenangkan bagi anak yaitu
dengan menggunakan kata - kata dengan nada lembut saat memberikan makan,
menyajikan makanan yang mudah digenggam dan dalam bentuk, tekstur, warna
dan rasa yang menarik serta melibatkan anak dalam membuat menu makanan
(Wong, 2009).
d. Kemampuan keluarga memelihara kondisi lingkungan yang sehat
Keluarga sebaiknya mengenal sumber – sumber yang ada dalam keluarga
misalnya sumber keuangan dan anggota keluarga yang bertanggung jawab
terhadap anggota keluarga secara keseluruhan serta mengetahui manfaat
pemeliharaan lingkungan yang sehat bagi anggota keluarga. Lingkungan sehat
dapat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan,
sebaiknya lingkungan tidak sehat dapat memperburuk kondisi kesehatan
(Stanhope & Lancaster, 2004).
e. Kemampuan keluarga menggunakan falisitas kesehatan dimasyarakat
Keluarga dapat mengidentifikasi keberadaan fasilitas kesehatan,
memahami manfaat dari fasilitas kesehatan dan mengetahui dalam kondisi
seperti apa sebaiknya anggota keluarga dibawa ke fasilitas kesehatan. Menurut
Judarwanto (2004), keluarga harus membawa anak ke fasilitas pelayanan
kesehatan jika kondisi sulit makan terjadi lebih dari 2 minggu dengan atau tanpa
penurunan berat badan. Manfaat penggunaan fasilitas kesehatan terkait masalah
sulit makan adalah untuk mencari penyebab terjadinya sulit makan pada anak
karena penyebab sulit makan pada masing – masing anak dapat berbeda - beda.
Fasilitas kesehatan yang dapat dikunjungi untuk mengatasi masalah sulit makan
yaitu puskesmas dan klinik pertumbuhan dan perkembangan anak, namun jika
masalah sulit makan belum dapat teratasi, keluarga sebaiknya melakukan
konsultasi dengan dokter anak, psikiater anak, dokter neurologi dan
gastroenterology anak. Keluarga juga harus dapat bekerjasama dengan tim
perawatan kesehatan sehingga keluarga dapat mengungkapkan kebutuhan-
kebutuhan akan informasi kesehatan maupun pelayanan keperawatan terkait
dengan gizi balita
2.2.4 Etiologi Gizi Kurang
Penyebab gizi kurang pada anak menurut Pudiastuti (2011), antara lain
adalah:
1. Pola makan yang salah
Asupan gizi dari makanan sangat berpengaruh besar pada pertumbuhan balita.
Jumlah makanan yang dikonsumsi oleh balita harus diperhatikan, pola makan
yang salah dapat menyebabkan balita mengalami gizi kurang.
2. Anak sering sakit dan perhatian yang kurang
Perhatian dan kasih sayang orang tua pada anak sangat dibutuhkan pada masa
perkembangan anak. Rendahnya perhatian dan kasih sayang orang tua pada
anak menyebabkan makan anak tidak terkontrol.
3. Infeksi penyakit
Adanya penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan/ kondisi balita terutama
pada balita yang asupan gizinya tidak terkontrol dengan baik.
4. Kurangnya asupan gizi
Rendahnya asupan gizi pada anak menyebabkan anak mengalami gizi kurang
sehingga pertumbuhan tubuh dan otak anak terganggu.
5. Berbagai hal buruk yang terkait dengan kemiskinan
Status ekonomi yang terlalu rendah menyebabkan keluarga tidak mampu
memberikan asupan makanan yang cukup pada anak sehingga penyakit mudah
berkembang di tubuh anak.
2.2.5 Penilaian pertumbuhan fisik pada balita
Penilaian pertumbuhan fisik pada anak menurut Hidayat (2008), dapat
dilakukan dengan pengukuran antropometri (tabel dan kurva terlampir pada
lampiran 7 dan 8), pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan radiologi, diantaranya:
1. Pengukuran antropometri
Pengukuran antropometri ini meliputi pengukuran berat badan, tinggi badan
(panjang badan), lingkar kepala, dan lingkar lengan atas. Dalam pengukuran
antropometri terdapat dua cara dalam pengukuran yaitu pengukuran
berdasarkan usia dan pengukuran tidak berdasarkan usia, diantaranya:
a. Pengukuran berat badan
Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan semua
jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot, lemak, organ tubuh,
dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status keadaan gizi atau tumbuh
kembang anak. Adapun cara menentukan berat badan sebagai berikut:
1) Penilaian berat badan berdasarkan usia menurut WHO dengan standar
NCHS (National Center for Health Statistics) yaitu menggunakan
persentil sebagai berikut: persentil ke 50-3 dikatakan normal, sedangkan
persentil < 3 termasuk kategori malnutrisi.
2) Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan menurut WHO yaitu
menggunakan persentase dari median sebagai berikut : antara 80 – 100
% dikatakan malnutrisi sedang dan < dari 80% dikatakan malnutrisi
akut.
3) Penilaian berat badan berdasarkan tinggi badan menurut standar baku
NCHS yaitu menggunakan persentil sebagai berikut : persentil 75 – 25
dikatakan normal, persentil 10 – 5 dikatakan malnutrisi sedang dan <
persentil 5 dikatakan malnutrisi berat.
b. Pengukuran tinggi badan
Pengukuran ini digunakan untuk menilai gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak. Penilaian tinggi badan berdasarkan usia menurut
WHO dengan standar baku NCHS yaitu menggunakan perentase dari
median sebagai berikut : > 90 % dikatakan normal, sedangkan < 90 %
dikatakan malnutrisi kronis (abnormal).
c. Pengukuran lingkar kepala
Pengukuran lingkar kepala ini digunakan sebagai salah satu parameter untuk
menilai pertumbuhan otak. Penilaian ini dapat mendeteksi secara dini
apabila terjadi pertumbuhan otak mengecil yang abnormal yang dapat
mengakibatkan adanya retardasi mental atau pertumbuhan otak membesar
yang abnormal yang dapat disebabkan oleh penyumbatan pada aliran cairan
secebrospinalis.
d. Pengukuran lingkar lengan atas Klasifikasi pengukuran status gizi bayi/anak
menurut Irianto (2014), berdasarkan lingkar lengan atas, yang sering
dipergunakan adalah mengacu kepada standard Wolanski, klasifikasinya
adalah sebagai berikut:
 Gizi baik, apabila LILA bayi/anak menurut umurnya lebih dari 85%
standard
Wolanski.
 Gizi kurang, apabila LILA bayi/anak menurut umurnya berada diantara
70,1%-85% standard Wolanski.
 Gizi buruk, apabila LILA bayi/anak menurut umurnya 70% atau kurang
dari standard Wolanski.
Pengukuran status gizi bayi/anak berdasarkan lingkar lengan atas secara
terperinci adalah menggunakan tabel seperti berikut:
Tabel 2.1 Standard baku lingkar lengan atas (LILA) menurut Umur
Usia Standar 85% (dalam 70% (dalam
Tahun Bulan (dalam cm) cm) cm)

0 6-8 14,75 12,50 10,50

0 10-11 15,1 13,25 11,00

1- 16,0 13,50 11,25

2- 16,25 13,75 11,50

Sumber: Irianto, 2014


2. Pemeriksaan fisik
Penilaian terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak dapat juga ditentukan
dengan melakukan pemeriksaan fisik, melihat bentuk tubuh, membandingkan
bagian tubuh dan anggota gerak lainnya, serta memeriksa lengan atas dan
melihat warna rambut (Hidayat, 2008).
2.2.6 Kebutuhan Gizi Balita
Menurut Proverawati dan Wati (2011), menjelaskan kebutuhan gizi
seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan
pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis
kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan
pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang
baik. Status gizi balita dapat dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan
dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS).
1. Kebutuhan energi
Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang
dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat.
Kecukupannya akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia.
Menurut Almatsier (2013), kebutuhan energi pada anak umur 0 – 6 bulan 350
kkal, umur 7 – 11 bulan 650 kkal, 1 – 3 tahun 1000 kkal dan 4 – 6 tahun 1550
kkal.
2. Kebutuhan zat pembangun (protein)
Secara fisiologis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga
kebutuhannya relatif lebih besar dari pada orang dewasa. Namun, jika
dibandingkan dengan bayi yang usianya kurang dari satu tahun, kebutuhannya
relatif lebih kecil. Menurut Almatsier (2013), kebutuhan protein pada anak
umur 0 – 6 bulan 10 gr, umur 7 – 11 bulan 16 gr, 1 – 3 tahun 25 gr dan 4 – 6
tahun 39 gr.
3. Kebutuhan zat pengatur
Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan
bertambahnya usia. Menurut Almatsier (2013), kebutuhan zat pengatur anak
yaitu:
Tabel 2.3 Kebutuhan zat pengatur anak
Kebutuhan 0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun
zat pengatur
Vit. A (RE) 375 400 400 450

Vit. D (mcg) 5 5 5 5

Vit. E (mg) 4 5 6 7

Vit. K (mcg) 5 10 15 20

As. Folat 65 80 150 200


(mcg)
Vit. B12 0,4 0,5 0,9 1,2
(mcg)
Vit. C (mg) 40 40 40 45

Kalsium (mg) 200 400 500 500

Fosfor (mg) 100 225 400 400

Magnesium 25 55 50 90
(mg)
Fe (mg) 0,5 7 8 9

Iodium (mcg) 90 120 120 120

Seng (mg) 1,3 7,9 8,3 10,3

Sumber : Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004


Untuk pertumbuhan dan perkembangan, balita memerlukan enam zat gizi
utama, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Zat gizi
tersebut dapat diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Agar balita
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, makan makanan yang dimakannya
tidak boleh hanya sekedar mengenyangkan perut saja. Makanan yang
dikonsumsi balita seharusnya:
 Beragam jenisnya
 Jumlah atau porsi cukup (tidak kurang atau berlebihan)
 Higienis dan aman (bersih dari kotoran dan bibit penyakit serta tidak
mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan)
 Makan dilakukan secara teratur 5) Makan dilakukan dengan cara yang baik
Menurut Proverawati dan Wati (2011), keenam zat gizi utama digunakan
oleh tubuh anak untuk:
1) Menghasilkan tenaga yang digunakan oleh anak untuk melakukan berbagai
kegiatan seperti belajar, berolah raga, bermain, dan aktivitas lain (disebut
zat tenaga). Zat makanan yang merupakan sumber tenaga utama adalah
karbohidrat dan lemak. Makanan yang banyak mengandung karbohidrat
adalah beras, jagung, singkong, ubi jalar, kentang, talas, gandum dan sagu.
Makanan yang banyak mengandug lemak adalah lemak hewani (gajih),
mentega, minyak goreng, kelapa dan keju.
2) Membangun jaringan tubuh dan mengganti jaringan tubuh yang aus/rusak.
(disebut zat pembangun). Zat makanan yang merupakan zat pembangun
adalah protein. Makanan yang banyak mengandung protein adalah tahu,
tempe oncom, kacang-kacangan, telur, daging, ikan, udang dan kerang.
3) Mengatur kegiatan-kegiatan yang terjadi di dalam tubuh (disebut zat
pengatur). Zat makanan yang merupakan zat pengatur adalah vitamin,
mineral dan air. Makanan yang banyak mengandung vitamin, mineral dan
air adalah sayur-sayuran dan buah-buahan.

Kebutuhan tubuh balita akan keenam macam gizi untuk melakukan tiga
fungsi tersebut tidak bisa dipenuhi hanya dari satu macam makanan saja karena
tidak ada satu pun makanan dari alam yang mempunyai kandungan gizi
lengkap. Jika makanan anak beragam, maka zat gizi yang tidak terkandung atau
kurang dalam satu jenis makanan akan dilengkapi oleh zat gizi yang berasal dari
makanan jenis lain. Agar makanan yang dimakan anak beraneka ragam, maka
kita harus selalu ingat bahwa makanan yang dimakan anak harus mengandung
zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Ketiga zat ini dapat berasal dari
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air.
2.2.7 Manifestasi Klinis
1. KEP ringan
Pada KEP ringan tanda-tanda klinis belum terlalu tampak, hanya saja standar
berat yang tidak sesuai dan biasanya berat badan anak jauh dari standar baku
yang ditemukan
2. KEP berat
Ada KEP berat dibagi dalam tiga kategori yaitu, marasmus, kwashiorkor,
marasmus-kwashiorkor:
a. Maramus
 Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
 Wajah seperti orang tua\
 Cengeng, rewel
 Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan
sampai tidak ada
 Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah buang air, serta penyakit
kronik
 Tekanan darah, detak jantung, dan pernafasan berkurang.
b. Kwashiorkor
 Oedem umumnya di seluruh tubuh dan terutama pada kaki
(dorsum medis)
 Wajah membulat dan sembab
 Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi
berdiri dan duduk, anak berbaring terus-menerus
 Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
 Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
 Pembesaran hati
 Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/mencret
 Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
 Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah
menjadi hitam terkelupas (crazy pavement dermatosis)
 Pandangan mata anak nampak sayu
c. Maramus kwashiorkor
Tanda-tanda marasmus-kwashiorkor adalah gabungan dari tanda-tanda
yang ada pada marasmus dan kwashiorkor yang ada.
2.2.8 Penatalaksanaan Medis Gizi Kurang
Gizi kurang terjadi akibat kurangnya asupan gizi pada anak, yang bila tidak
ditangani secara cepat, tepat dan komprehensif dapat mengakibatkan terjadinya
gizi buruk. Perawatan gizi kurang dapat dilakukan dengan cara:
1. Terapi gizi kurang
Menurut Webster-Gandy (2012), ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa
bantuan gizi mampu menambah asupan protein dan energi, memperbaiki berat
badan dan mengurangi penurunan berat badan diantaranya adalah:
a. Penilaian
Disaat kurang gizi didiagnosis, penilaian gizi secara menyeluruh harus
dilakukan guna mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan menjadi
dasar terapi.
b. Akses makanan
Setelah penilaian, jelas terlihat bahwa diperlukan beberapa tindakan
nonteknis yang relatif mudah untuk membantu mereka yang kurang gizi
mendapat makanan yang sesuai.
c. Pemberian suplemen menggunakan makanan
Modifikasi dan/atau penyediaan makanan dan minuman menggunakan
bahan makanan yang sudah umum dapat meningkatkan asupan energi dan
zat gizi yang besar bagi banyak pasien. Langkah ini relatif jelas dan lugas
serta harus dicoba terlebih dulu sebelum intervensi yang rumit dimulai.
Status pasien harus rutin dipantau.
Kelebihan langkah ini antara lain: fleksibel, makanan memiliki cita rasa,
perilaku makan diperbaiki tanpa ada intervensi obat-obatan, dan terjangkau.
Kelemahannya antara lain : memerlukan motivasi dan upaya yang tinggi
dan keterampilan kuliner dari sang pasien, pengasuh dan profesional
kesehatan, terbatasnya persediaan bahanbahan makanan yang sesuai di
institusi dan berpotensi memerlukan suplemen mikronutrien tambahan.
d. Pemberian suplemen menggunakan suplemen gizi khusus per oral
Suplemen gizi per oral siap-guna sering disebut sip feeds dapat digunakan
bersama fortifikasi makanan untuk menutupi kekurangan jika seseorang
tidak dapat mengasup cukup makanan. Kelebihannya antara lain:
komposisinya sudah diketahui, sebagian besar menyajikan energi, makro-
dan mikronutrien yang seimbang, tersedia dalam bentuk siap-guna.
Kelemahannya antara lain: penggunaan produk-produk siap pakai yang
cepat dan praktis tanpa menilai kebutuhan pasien seutuhnya, rasa bosan
terhadap cita rasa produk setelah dipergunakan sekian lama.
2.2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Balita dengan Kasus Gizi
Kurang
A. Pengkajian Anggota Keluarga Dengan Gizi Kurang
Format pengkajian keluarga model Friedman yang diaplikasikan ke kasus dengan
masalah utama Gizi Kurang menurut Friedman (2010), meliputi:
1. Data umum
Menurut Friedman (2010), data umum yang perlu dikaji adalah:
a. Nama kepala keluarga dan anggota keluarga, alamat, jenis kelamin, umur,
pekerjaan dan pendidikan. Pada pengkajian pendidikan diketahui bahwa
pendidikan berpengaruh pada kemampuan dalam mengatur pola makan dan
pentingnya asupan gizi bagi balita. Sedangkan pekerjaan yang terlalu sibuk
bagi orang tua mengakibatkan perhatian orang tua terhadap tumbuh
kembang anak tidak ada.
b. Tipe keluarga Menjelaskan mengenai jenis/tipe keluarga beserta kendala
atau masalah-masalah yang terjadi dengan jenis/tipe keluarga yang
mengalami gizi kurang (Padila, 2012). Biasanya keluarga yang mempunyai
balita dengan gizi kurang mempunyai jumlah anggota keluarga yang banyak
sehingga kebutuhan nutrisi anak tidak terpenuhi.
c. Suku bangsa Identifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan
kesehatan (Sutanto, 2012). Biasanya keluarga dengan gizi kurang
mempunyai budaya tidak terlalu memperhatikan menu makan balita, yang
terpenting balita sudah mendapatkan makanan.
d. Status sosial ekonomi keluarga Status sosial ekonomi keluarga ditentukan
oleh pendapatan baik dari kepala keluarga maupun dari anggota keluarga
lainnya. Pada pengkajian status sosial ekonomi diketahui bahwa tingkat
status sosial ekonomi berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang.
Dampak dari ketidakmampuan keluarga membuat seseorang tidak bisa
mencukupi kebutuhan nutrisi keluarga (Padila, 2012). Biasanya keluarga
dengan gizi kurang mempunyai perekonomian yang rendah karena keluarga
tidak mampu mencukupi semua kebutuhan balita.
2. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari keluarga
inti (Gusti, 2013). Biasanya keluarga dengan gizi kurang berada pada tahap
perkembangan keluarga dengan anak pra sekolah.
b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan mengenai tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
oleh keluarga serta kendala-kendala yang dialami (Padila 2012). Biasanya
keluarga belum mampu memenuhi semua kebutuhan anak karena
keterbatasan penghasilan yang diperoleh.
c. Riwayat keluarga inti
Menjelaskan riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga inti, upaya
pencegahan dan pengobatan pada anggota keluarga yang sakit, serta
pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada (Gusti, 2013). Biasanya keluarga
dengan gizi kurang tidak memantau tumbuh kembang anak ke tenaga
kesehatan.
3. Pengkajian lingkungan
a. Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat tipe rumah, jumlah
ruangan, jenis ruang, jumlah jendela, jarak septic tank dengan sumber air,
sumber air minum yang digunakan, tanda cat yang sudah mengelupas, serta
dilengkapi dengan denah rumah (Friedman, 2010). Biasanya keluarga
dengan gizi kurang mempunyai keuangan yang tidak mencukupi kebutuhan
anak sehingga luas rumah tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarga.
4. Fungsi keluarga
a. Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji seberapa jauh keluarga saling asuh dan saling
mendukung, hubungan baik dengan orang lain, menunjukkan rasa empati,
perhatian terhadap perasaan (Friedman, 2010). Bisanya keluarga dengan
gizi kurang jarang memperhatikan kebutuhan akan kasih sayang dan
perhatian pada anak, serta tidak mau bersosialisasi dengan lingkungan luar
karena merasa malu akan kondisi anak.
b. Fungsi sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana
anggota keluarga belajar disiplin, penghargaan, hukuman, serta memberi
dan menerima cinta (Friedman, 2010). Biasanya keluarga dengan gizi
kurang tidak disiplin terhadap pola makan balita.
c. Fungsi perawatan kesehatan
1) Keyakinan, nilai, dan prilaku kesehatan: menjelaskan nilai yang dianut
keluarga, pencegahan, promosi kesehatan yang dilakukan dan tujuan
kesehatan keluarga (Friedman, 2010). Biasanya keluarga tidak
mengetahui pencegahan yang harus dilakukan agar balita tidak
mengalami gizi kurang.
2) Status kesehatan keluarga dan keretanan terhadap sakit yang dirasa:
keluarga mengkaji status kesehatan, masalah kesehatan yang membuat
kelurga rentan terkena sakit dan jumlah kontrol kesehatan (Friedman,
2010). Bisanya keluarga tidak mampu mengkaji status kesehatan
keluarga.
3) Praktik diet keluarga: keluarga menegtahui sumber makanan yang
dikonsumsi, cara menyiapkan makanan, banyak makanan yang
dikonsumsi perhari dan kebiasaan mengkonsumsi makanan kudapan
(Friedman, 2010). Biasanya keluarga tidak terlalu memperhatikan menu
makanan, sumber makanan dan banyak makanan yang tersedia.
4) Peran keluarga dalam praktik keperawatan diri: tindakan yang dilakukan
dalam memperbaiki status kesehatan, pencegahan penyakit, perawatn
keluarga dirumah dan keyakinan keluarga dalam perawatan dirumah
(Friedman, 2010). Biasanya kelurga dengan gizi kurang tidak tau cara
pencegahan penyakit dan mengenal pennyakit.
5) Tindakan pencegahan secara medis: status imunisasi anak, kebersihan
gigi setelah makan, dan pola keluarga dalam mengkonsumsi makanan
(Friedman, 2010). Biasanya keluarga tidak membawa anaknya
imunisasi ke posyandu.
d. Fungsi sosialisasi
Pada kasus penderita gizi kurang, dapat mengalami gangguan fungsi sosial
baik didalam keluarga maupun didalam komunitas sekitar keluarga (Padila,
2012). Biasanya keluarga sangat kesulitan untuk bersosialisasi anggota
keluarga maupun lingkungan sekitar rumah.
e. Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah: berapa
jumlah anak, apa rencana keluarga berkaitan dengan jumlah anggota
keluarga, metode yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan
jumlah anggota keluarga (Padila, 2012). Jumlah anak sangat berpengaruh
dengan kecukupan gizi yang dikonsumsi anak balita. Biasanya keluarga
mempunyai anak lebih dari 2 orang.
f. Fungsi ekonomi
Menjelaskan bagaimana upaya keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
sandang, pangan dan papan serta pemanfaatan lingkungan rumah untuk
meningkatkan penghasilan keluarga (Gusti, 2013). Biasanya keluarga
belum bisa memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papa balita.
5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang di
gunakan pada pemeriksaan fisik head to toe untuk pemeriksaan fisik untuk gizi
kurang adalah sebagai berikut:
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda - tanda vital. Bisanya balita mempunyai BB rendah.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah. Biasanya balita yang mengalami
gizi kurang mempunyai warna rambut yang kecoklatan, pucat dan anemia.
c. Sistem Integumen
Biasanya balita mempunyai turgor kulit menurun, kulit tampak kering dan
kasar, kelembaban dan suhu kulit meningkat, tekstur rambut dan kuku juga
kasar.
d. Sistem Pernafasan
Pernafasan balita masih dalam rentang normal karena balita belum jatuh
pada gizi buruk.
e. Sistem Kardiovaskuler
Perfusi jaringan balita menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, dan disritmia, pemeriksaan CRT.
f. Sistem Gastrointestinal
Bising usus pada balita yang mengalami gizi kurang terdengar jelas,
frekuensi > 20 kali/menit, mual, muntah, diare, konstipasi, perubahan berat
badan, peningkatan lingkar abdomen.
g. Sistem Urinary
Sistem perkemihan pada klien gizi kurang tidak mengalami gangguan.
h. Sistem Muskuluskletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri.
i. Sistem Neurologis
Pada balita gizi kurang terjadi penurunan sensoris, penurunan kesadaran,
reflek lambat, kacau mental dan disorientasi.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan
pada pengkajian, yang terdiri dari masalah keperawatan yang akan berhubungan
dengan etiologi yang berasal dari pengkajian fungsi perawatan keluarga. Diagnosa
keperawatan mengacu pada rumusan PES (problem, etiologi dan simpton) dimana
untuk problem menggunakan rumusan masalah dari NANDA, sedangkan untuk
etiologi dapat menggunakan pendekatan lima tugas keluarga atau dengan
menggambarkan pohon masalah (Padila, 2012).
Tipologi dari diagnosa keperawatan keluarga terdiri dari diagnosa keperawatan
keluarga actual (terjadi defisit/gangguan kesehatan), risiko (ancaman kesehatan)
dan keadaan sejahtera (wellness) (Padila, 2012).
Diagnosa keperawatan keluarga dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Diagnosa keperawatan keluarga: aktual
2. Diagnosa keperawatan keluarga: resiko
3. Diagnosa keperawatan keluarga: sejahtera (potensial)
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan gizi kurang
menurut problem (NANDA, 2015-2017) dan etiologi (Friedman, 2010) adalah:
1. Ketidakseimbangan nurtrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan kekurangan
nutrisi.
2. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam melakukan stimulasi pada balita.
3. Resiko Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
mengatasi masalah gizi kurang
Tabel 2.4 Skala prioritas masalah keluarga
Kriteria Skor Bobot

1. Sifat masalah
a. Aktual (tidak / kurang 3
sehat) 2 1
b. Ancaman kesehatan 1
c. Keadaan sejahtera
2. Kemungkinan masalah
dapat diubah 2
a. Mudah 1 2
b. Sebagian 0
c. Tidak dapat
3. Potensi masalah untuk
dicegah
a. Tinggi 3
b. Cukup 2 1
c. Rendah 1
Sumber: Baylon & Maglaya (1978) dalam Padila (2012)
Skoring:
a. Tentukan skor untuk setiap kriteria
b. Skor dibagi dengan angka tertingi dan dikalikan dengan bobot.
Skor X Bobot
Angka tertinggi
c. Jumlahkanlah skor untuk semua kriteria (Susanto, 2012).
2.3 Masalah Kesehatan Pada Balita Dengan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
2.3.1 Pengertian ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian
bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan
menyerang host apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit
ISPA ini paling banyak ditemukan pada anak-anak dan paling sering
menjadi satu-satunya alasan untuk datang ke rumah sakit atau puskesmas
untuk menjalani perawatan inap maupun rawat jalan (Cahya, 2016).
World Health Organization (WHO) dalam Siska (2017), memperkirakan
insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang
dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah
15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Pada tahun 2010, jumlah
kematian pada balita Indonesia sebanyak 151.000 kejadian, dimana 14%
dari kejadian tersebut disebabkan oleh pneumonia (Siska, 2017).
Hasil Riskesdas (2013) infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh
virus atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu
atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering
atau berdahak. Namun data prevalence ISPA di Sulawesi Tenggara
mencapai (22,2%). Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas
2013, (25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%) (Riskesdas, 2013)
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak Balita, karena sistem pertahanan
tubuh anak masih rendah. Penyakit ISPA dapat ditularkan melalui air
ludah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh
orang sehat kesaluran pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas
terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan umur,
tetapi ISPA yang berlanjut menjadi Pneumonia sering terjadi pada anak
kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan
lingkungan yang tidak hygiene (Siska, 2017).
2.3.2 Manifestasi Klinis
Depkes RI membagi tanda dan gejala ISPA menjadi tiga yaitu:
1. Gejala ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
c. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 C
2. Gejala ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika ditemukan satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a. Pernapasan cepat ( fast breathing) sesuai umur yaitu: untuk kelompok
umur kurang dari 2 bulan frekuensi napas 60 kali per menit atau lebih untuk
umur 2-<12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih padaumur 12 bulan-<5
tahun.
b. Suhu tubuh lebih dari 39C
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f. Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)
3. Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ditemukan satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun
c. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
d. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernapas
e. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f. Tenggorokan berwarna merah
2.3.3 Pengobatan
1. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotic parenteral,
oksigen dan sebagainya
2. Pneumonia: diberi obat antibiotic kotrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotic
pengganti yaitu ampisilin, amoksilin atau penisilin prokain.
3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotic. Diberikan perawatn di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk
lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,
dekstrometorfan dan antihistamin bila deman diberikan obat
4. Penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
ada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcus dan harus diberi antibiotic(
penisilin) selama 10 hari.
2.3.4 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Balita dengan Kasus ISPA
1. Struktur dan sifat keluarga
a. Genogram
b. Struktur peran
c. Suku bangsa
d. Agama
e. Riwayat tahap perkembangan keluarga
2. Riwayat kesehatan
a. Kebutuhan nutrisi
b. Kebutuhan eliminasi
c. Istirahat tidur
d. Kebersihan diri
e. Rekreasi/waktu senggang
3. Fungsi keluarga
4. Faktor sosial budaya dan ekonomi
5. Faktor lingkungan
6. Psikologis
7. Derajat kesehatan
8. Pengkajian fisik keluarga
9. Diagnose keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas An.A pada keluarga Tn N berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk
mengatasi ISPA
b. Resiko terjadinya penyakit TBC berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehatan.
10. Prioritas masalah (skoring)
a. Diagnosa I
Ketidakefektifan jalan nafas An. A pada keluarga Tn N berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
untuk mengatasi ISPA

NO KRITERIA PERHITUNGAN SKOR PEMBENARAN

1. Sifat masalah aktual 3/3 x 1 1 An. A sudah 5 hari sakit


batuk dan pilek atau tidak
(tidak sehat) sehat dan memerlukan
tindakan mencegah
komplikasi

2. Kemungkinan masalah 2/2 x 2 2 Pengetahuan sumber daya


dapat diubah dan fasilitas kesehatan
tersedia dan dapat
(mudah) dijangkau/dimanfaatkan

3. Potensi masalah dapat 3/3 x 1 1 ISPA adalah penyakit yang


dicegah dapat dicegah dan diobati bila
keluarga mengetahui
(tinggi)
4. Menonjolnya masalah 0/2 0

(tidak dirasakan)

5. Total Skore 4

b. Diagnosa II
Resiko terjadinya penyakit TBC berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehatan

NO KRITERIA PERHITUNGAN SKOR PEMBENARAN

1. Sifat masalah aktual 2/3 x 1 2/3 Merupakan ancaman


kesehatan karena bila tidak
(ancaman kesehatan)
ditangani dapat
menyebabkan terjadinya
penyakit

2. Kemungkinan masalah 1/2 x 2 1 Dapat dicegah dengan


dapat diubah pengetahuan yang cukup
dan pola hidup yang sehat.
(hanya sebagian)

3. 2/3 x 1 2/3
Kemungkinan masalah Dapat dicegah dengan
dapat dicegah pengetahuan yang cukup
dan pola hidup yang sehat.
(cukup)

4. Menonjolnya masalah 0/2 0

(masalah tidak
dirasakan)

5. Total Skore 3 1/3

2.4 Masalah Kesehatan Pada Balita Dengan Karies Gigi


2.4.1 Pengertian Karies Gigi
Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering
memengaruhi individu pada segala usia, karies gigi merupakan masalah oral
yang utama pada anak-anak dan remaja. Upaya menurunkan insidensi dan
akibat gangguan sangat penting pada masa kanak-kanak karena karies gigi, jika
tidak ditangani, akan menyebabkan kerusakan total pada gigi yang sakit (Wong,
2009)
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan
sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik dalam suatu karbohidrat
yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi jaringan keras gigi yang
kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Dalam pencapaian target
Indonesia Sehat 2013, dilakukan peningkatan status kesehatan gigi juga
peningkatan kemampuan masyarakat untuk melakukan pencegahan secara
global.
Karies gigi adalah suatu proses penghancuran setempat jaringan kalsifikasi
yang dimulai pada bagian permukaan gigi melalui proses dekalsifikasi lapisan
email gigi yang diikuti oleh lisis struktur organik secara enzimatis sehingga
terbentuk kavitas (lubang) yang bila didiamkan akan menembus email serta
dentin dan dapat mengenai bangian pulpa (Dorland, 2010).
2.4.2 Faktor terjadinya karies gigi
Faktor risiko karies gigi adalah faktor-faktor yang memiliki hubungan sebab

akibat terjadinya karies gigi atau faktor yang mempermudah terjadinya karies
gigi. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman
karies gigi, kurangnya penggunaan fluor, oral higiene yang buruk, jumlah
bakteri, saliva serta pola makan dan jenis makannya. (Sondang, 2008).

2.4.3 Pencegahan Karies Gigi


Karies gigi adalah penyakit yang dapat dicegah. Pencegahan ini meliputi
seluruh aspek kedokteran gigi yang dilakukan oleh dokter gigi, individu dan
masyarakat yang mempengaruhi kesehatan rongga mulut. Sehubungan dengan
hal ini pelayanan pencegahan difokuskan pada tahap awal, sebelum timbulnya
penyakit (pre-patogenesis) dan sesudah timbulnya penyakit (patogenesis)
(Angela, 2005). Hugh Roadman Leavell dan E Guerney Clark (Leavell dan
Clark) dari Universitas Harvard dan Colombia membuat klasifikasi pelayanan
pencegahan tersebut atas 3 yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier
(Rethman, 2000).
a. Pencegahan Primer
Pelayanan yang diarahkan pada tahap pre-patogenesis merupakan
pelayanan pencegahan primer atau pelayanan untuk mencegah timbulnya
penyakit. Hal ini ditandai dengan upaya meningkatkan kesehatan (health
promotion) dan memberikan perlindungan khusus (spesific protection).
Upaya promosi kesehatan meliputi pemberian informasi mengenai cara
menyingkirkan plak yang efektif atau cara menyikat gigi dan menggunakan
benang gigi (flossing). Upaya perlindungan khusus termasuk pelayanan
yang diberikan untuk melindungi host dari serangan penyakit dengan
membangun penghalang untuk melawan mikroorganisme (Rethman,
2000).
b. Pencegahan Sekunder
Pelayanan yang ditujukan pada tahap awal pathogenesis merupakan
pelayanan pencegahan sekunder, untuk menghambat atau mencegah
penyakit agar tidak berkembang atau kambuh lagi. Kegiatannya ditujukan
pada diagnosa dini dan pengobatan yang tepat. Sebagai contoh, melakukan
penambalan pada lesi karies yang kecil dapat mencegah kehilangan
struktur gigi yang luas (Rethman, 2000).
c. Pencegahan Tersier
Pelayanan ditujukan terhadap akhir dari patogenesis penyakit yang dikenal
sebagai pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah kehilangan fungsi
dari gigi. Kegiatannya meliputi pemberian pelayanan untuk membatasi
ketidakmampuan (cacat) dan rehabilitasi. Gigi tiruan dan implan termasuk
dalam kategori ini (Rethman, 2000).
2.4.4 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Balita dengan Kasus Karies
Gigi
I. PENGKAJIAN KELUARGA
A. Data Dasar Keluarga
1. Nama kepala Keluarga (KK)
2. Usia
3. Agama
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
6. Alamat
7. Komposisi Keluarga
8. Genogram
9. Tipe keluarga
10. Suku Bangsa
11. Agama
12. Status Ekonomi
13. Aktivitas Rekreasi keluarga
B. Riwayat Dan Tahap Perkembangan Keluarga
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
2. Tugas perkembangan keluarga :
C. Data Lingkungan
1. Karakteristik Rumah
2. Fasilitas sosial dan kesehatan
3. Karakteristik tetangga dan komunitas
4. Mobilitas geografis keluarga
5. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
6. Sistem pendukung keluarga
D. STRUKTUR KELUARGA
1. Pola komunikasi keluarga

No Data Diagnosa
2. Struktur kekuatan
3. Struktur Peran
4. Nilai dan Norma Budaya
E. FUNGSI KELUARGA
F. STRESS DAN KOPING KELUARGA
1. Stressor jangka pendek dan jangka panjang
2. Kemampuan Keluarga Berespon terhadap Situasi Stressor
G. Pemeriksaan Fisik
II. ANALISA DATA
III. PRIORITAS MASALAH
1. Defisit Perawatan Diri (gigi) pada Keluarga Tn.B khususnya An.R berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan karies
gigi.
2. Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan pada keluarga Tn.B khususnya
Tn.B berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga dengan gastritis (maag).
BAB III

TINJAUAN KASUS

Keluarga dengan Balita Perawat T mempunyai keluarga binaan yaitu keluarga Bp. Rs
(30 th) dengan anak pertama, An R berusia 3 tahun. Berdasarkan hasil pengkajian pada
keluarga Bp Rs terdapat beberapa masalah kesehatan yang dialami. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik, berat badan (BB) An R 10 kg, tinggi badan (TB) 89 cm. Menurut hasil
perhitungan BB/ TB anak perempuan usia 2- 5 tahun Depkes RI, An R dikategorikan memiliki
gizi kurang. An. R tidak menentu pola makannya. Terkadang An R tidak makan nasi dalam
sehari, hanya minum susu saja. Kalau An. R sedang mau makan biasanya 2 x per hari, pagi dan
sore. Keluarga Bp Rs makan setiap hari dengan komposisi nasi, lauk, sayur (2-4 kali per
minggu), buah (belum tentu tiap minggu konsumsi buah) dan susu (khusus untuk An R). Pola
makan An R jika dirinci adalah sebagai berikut: susu 3- 4 botol per hari @ 120 cc dengan
perbandingan 3 sendok susu kental manis dan 120 cc air, nasi 2 x per hari (pagi dan sore) @ 7
sendok makan, sayur hanya mau kuah nya saja kecuali sayur kangkung. Sayur belum tentu
makan setiap hari, hanya 2-3 x per minggu. Buah belum tentu makan setiap minggu, yang
disukai hanya buah jeruk. Setiap bangun tidur jam 06. 00 pagi An R minum susu, jam 08.00
pagi makan makanan kecil sambil nonton TV, jam 09.00 makan pagi (belum tentu makan pagi
tiap hari) jam 11.00 minum susu, jam 14.00 minum susu, jam 15.00 makanan kecil, jam 17.00
makan sore, dan jam 19.00 minum susu. An R alergi telur, tiap makan telur kelur bintik- bintik
merah pada muka AnR. Ibu E tidak mengetahui komposisi makanan yang tepat dan cara
mensiasati An. R yang tidak suka makan sayur dan buah. Ibu E tidak mengetahui bagaimana
mengolah makanan secara variatif dan membuat makanan camilan yang kaya gizi dan sehat.
Ketika An R susah makan, ibu E tetap membujuk agar An R mau makan. Akan tetapi Ibu E
tidak pernah memodifikasi lingkungan menjadi menyenangkan dan menarik keinginan anak
untuk makan. Menurut Ibu E, posyandu merupakan sarana untuk pemantauan gizi dan berat
badan balita. Akan tetapi Ibu E malas mengajak An R ke posyandu karena saat posyandu
banyak pekerjaan rumah yang belum diselesaikan.selain itu anak R saat ini juga sedang
mengalami masalah kesehatan batuk dan pilek, An R mengalami batuk pilek sudah 3 hari ini,
Anak.R mengalami sesak nafas saat tidur sehingga mengganggu tidurnya, ibu E malas
membawa anaknya pergi ke puskesmas dikarenakan biasanya hanya diberikan obat batuk
warung An.R dapat sembuh. Tahap lanjut setelah pengkajian dan merumuskan masalah adalah
menyusun perencanaan dan implementasi. An R juga saat dilakukan pemeriksaan fisik
didapatkan giginya berlubang, terlihat ada gigi yang hitam-hitam, minum susu saat tidur karena
masih minum memakai dot, terkadang juga suka sakit giginya. Pertumbuhan An R bagus sesuai
tahapan perkembangannya di usia 4 tahun, namun Ibu E ingin memberikan mainan sesuai tahap
tumbuh kembang An R tapi tidaktahu.
3.1 Asuhan Keperawatan
3.1.1 Pengkajian
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELUARGA
I. IDENTITAS UMUM
a. Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn. RS Pendidikan : SLTA
Umur : 30 Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama :Islam Alamat : Limo, Depok
Suku :Indonesian

b. Komposisi Keluarga
No Nama L/P Umur Hub.Keluarga pekerjaan Pendidikan

Tn. Rs L 30 SUAMI KARYAWAN SLTA


Ny. E
1. P 26 ISTRI IRT SLTA
2. An. R
3.
P 3 ANAK - -

c. Tipe keluarga :
a) Jenis tipe keluarga : Nuclear Family
b) Masalah yang terjadi dengan tipe keluarga : keluarga klien mempunyai masalah
yaitu Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan
An. R yang dikategorikan memiliki gizi kurang, Batuk Pilek pada An. R sudah
3 hari, masalah gigi yang menghitam, dan ketidakmampuan ibu untuk memilih
mainan sesuai tumbuh kembang serta membuat keputusan.

d. Suku Bangsa
a) Asal suku bangsa : Jawa Barat
b) Budaya yang berhubungan dengan kesehatan : klien beranggapan sakit akan
sembuh hanya dengan minum obat warung (tidak mengunjungi Puskesmas).

e. Agama dan kepercayaan : klien beragama islam.

f. Status sosial ekonomi keluarga


a) Anggota keluarga yang mencari nafkah :Tn. RS
b) Pengahasilan : 2.000.000
c) Upaya lain :tidak ada usaha sampingan
d) Harta benda yang dimiliki (perabot, transportasi, dll) :klien mempunyai tv,
kulkas, sofa
e) Kebutuhan yang dikeluarkan tiap bulan > 1.800.000

g. Aktivitas reaksi keluarga : Klien melakukan rekreasi di sekitar wilayah rumah,


setiap seminggu sekali.

II. RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA


a. Tahap perkembangan keluarga : Saat ini keluarga Tn. RS berada pada tahap
perkembangnan keluarga anak usia pre school.
Dengan tugas perkembangan antara lain :
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain,
privasi.
2) Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan
anak yang lain.
3) Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga.
4) Menanamkan nilai-nilai dan norma kehidupan.
5) Mulai menanamkan keyakinan beragama.
6) Mengenalkan kultur keluarga.
7) Memenuhi kebutuhan bermain anak.
8) Membantu anak dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
9) Menanamkan tanggung jawab dalam lingkup kecil.
10) Memperhatikan dan memberikan stimulasi bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak prasekolah.

b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi : Tugas perkembangan yang


seharusnya dilalui oleh keluarga saat ini keluarga merasa sudah terpenuhi, Keluarga
Tn.S mengatakan semaksimal mungkin menciptakan keluarga yang
membahagiakan, terutama untuk membahagiakan anak-anaknya.

c. Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga


1) Riwayat kesehatan saat ini : Ny. E mengatakan An. R susah untuk makan,
Ny. E tidak mengetahui komposisi makanan yang benar dan tidak tahu cara
menasehati An. R, Ny. E mengatakan An. R alergi telur dan timbul bitnik
merah jika makan telur, An. R pilek sudah 3 hari dan diberi obat warung
saja, terlihat gigi yang berlubang dan menghitam pada An. R
2) Riwayat penyakit keturunan : klien mengatakan klien tidak mempunyai
penyakit keturunan.
Iminisasi Tindakan
Keadaan (BCG/POLIO/ Masalah Yg Telah
No Nama Umur BB/TB
Kesehatan DPT/HB/CAM Keluarga Dilakukan
PAK)
Tn. Rs 30 Sehat -
Ny. E Sehat
26
An. R 3 -
10/89
Sakit Tdk lengkap -

d. Sumber pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan : klien tidak memanfaatkan sumber


pelayanan kesehatan karena ketika sakit hanya minum obat dokter, tidak memanfaatkan
posyandu dikarenakan malas dan banyak pekerjaan rumah yang belum selesai.

e. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya : klien mengatakan anak sering batuk pilek,
tidak mau makan, dan suka jajan di pinggir jalan
HASIL PENGKAJIAN

III. PENGKAJIAN Karakteristik rumah 1. Jenis rumah : Petak


LINGKUNGAN 2. Jenis bangunan :
Semipermanen
3. Luas bangunan : ± 4x18 m2
4. Luas perkarangan : 6 m2
5. Status kepemilikan rumah : Milik
keluarga Tn.S
6. Kondisi ventilasi rumah: Kurang baik
7. Kondisi penerangan rumah : Kurang
baik
8. Kondisi pencahayaan rumah: Kurang
baik
9. Kondisi lantai : Kurang bersih dan
tidak teratur
10. Kebersihan rumah secara
keseluruhan: Bersih
11. Bagaimana pembagian ruangan
dirumah : Tertata baik
12. Pengelolaan sampah keluarga :
Dibakar
13. Sumber air bersih dalam keluarga:
Sumur Artetis
14. Kondisi jamban keluarga: Bersih
15. Pembuangan limbah : BerSIH
Karakteristik tetangga Tetangga keluarga Tn.RS sebagian besar
dan komunitas RW bekerja sebagai buruh, kuli, dan
pengrajin kayu, sebagian karyawan
swasta. Tidak ada kebiasaan kurang baik
dari lingkungan yang mempengaruhi
kesehatan. Bila ada masalah antar warga,
diselesaikan dengan pertemuan tingkat
RT yang dipimpin oleh ketua RT.

Mobilitas geografis Tn.RS bersama keluarga menempati


keluarga rumahnya yang sekarang sudah 3 tahun
tetapi Tn.RS sendiri merupakan
penduduk asli Desa Kangkung.Alat
transportasi umum yang ada yaitu ojek.
Sedang untuk mobilitas,keluarga
menggunakan satu buah sepeda motor,
yang fungsi utamanya untuk alat
transportasi saat Tn.RS bekerja maupun
alat rekreasi keluarga bila ada waktu
untuk bepergian.

Perkumpulan keluarga Tn.RS bersama keluarga menempati


dan interaksi dengan rumahnya yang sekarang sudah 3 tahun
masyarakat tetapi Tn.RS sendiri merupakan
penduduk asli Desa Kangkung.Alat
transportasi umum yang ada yaitu ojek.
Sedang untuk mobilitas,keluarga
menggunakan satu buah sepeda motor,
yang fungsi utamanya untuk alat
transportasi saat Tn.RS bekerja maupun
alat rekreasi keluarga bila ada waktu
untuk bepergian.
Sistem pendukung jika ada yang sakit keluarga hanya
keluarga membeli obat warung tidak ke puskesmas
atau ke pelayanan kesehatan lainnya.
IV. STRUKTUR Pola/cara Komunikasi Komunikasi yang digunakan dalam
KELUARGA keluarga : keluarga Tn.RS yaitu komunikasi
terbuka, jika ada masalahmaka akan
dirembuk bersama, tidak melibatkan
orang lain.

Struktur peran Setiap anggota keluarganya mempunyai


peran dan dapat menjalankan peran
masing-masing dengan baik. Tn. RS
sebagai kepala keluarga berperan sebagai
pengambil keputusan, meskipun tetap
lewat musyawarah keluarga.
Tn. RS berperan sebagai kepala keluarga,
yang bertanggung jawab bekerja mencari
nafkah untuk menghidupi keluarganya.
Ny. E sebagai istri,bertugas merawat
anak, pendamping suami, juga
menyiapkan makanan bagi anak dan
suami. An. R berperan sebagai anak.

Nilai dan norma Keluarga cukup taat dalam melaksanakan


keluarga kewajiban agamanya, yaitu ibadah sholat
5 waktu dan mengikuti pengajian di RT.
Dalam keluarga saling menghargai antar
anggota keluarga.

V. FUNGSI Fungsi efektif Keluarga saling memberikan perhatian


KELUARGA dan kasih sayang, Tn. RS selalu
mendukung apa yang dilakukan anggota
keluarga yang lain selama dalam batas
kewajaran dan tidak melanggar etika dan
sopan santun, diterapkan demokrasi
dalam mengatasi permasalahan keluarga.

Fungsi sosialisasi Tn. RS mengatakan bahwa cara


menanamkan hubungan interaksi sosial
pada keluarganyanya dengan tetangga
dan masyarakat yaitu dengan
menganjurkan keluarganya berpartisipasi
dalam lingkungan sekitar, misalnya jika
ada kerja bakti setiap bulan dan dalam
acara perkumpulan dengan masyarakat
sekitar.

Fungsi perawatan Pengetahuan keluarga tentang


keluarga penyakitnya dan penanganannya.

Stressor yang dihadapi Keluarga merasa cemas dan khawatir


keluarga dengan keadaan An. R yang mengalami
batuk.

Stress jangka panjang Keluarga mengatakan merasa ada


masalah yang dirasakan dalam waktu
kurang dari enam bulan ini yaitu
kecemasan oleh anaknya (An. R sering
sekali menderita batuk pilek dan sering
kambuh). Tetapi keluarga memikirkan
bersama-sama sehingga masalah menjadi
ringan.

Kemampuan keluarga Keluarga mengatakan apabila ada


berespon terhadap masalah yang dirasa sangat berat maka
VI. STRESS masalah mereka akan memecahkannya secara
DAN
bersama-sama, dibicarakan bersama
KOPING
KELUARGA kemudian dicari jalan keluar yang terbaik
atau kadang-kadang keluarga Tn.RS
bertanya pada orang tua dari Tn. RS yang
tinggalnya di samping rumah keluarga
Tn. RS.

Startegi koping yang Jika ada masalah keluarga lebih suka


digunakan berunding bersama atau konsultasi
dengan orang yang lebih tahu atau orang
tua mereka

Startegi adaptasi Keluarga Tn. RS tidak memperlakukan


disfungsional anak-anaknya dengan Identifikasi bentuk
yang digunakan secara ekstensif:
kekerasan, perlakukan kejam terhadap
anak, mengkambinghitamkan, ancaman,
mengabaikan anak, mitos keluarga yang
merusak, pseudomutualitas, triangling
dan otoritarisme.

VII. HARAPAN KELUARGA Keluarga Tn. RS berharap pada


petugas kesehatan ynag ada di
desa KangKung dapat cepat
mengatasi masalah yang terjadi
pada anaknya agar kembali
sembuh. Keluarga berharap bisa
diberikan informasi kepada
mereka tentang hal-halyang
berhubungan dengan kesehatan,
baik itu untuk kesehatan tentang
ISPAyang diderita oleh anaknya
atau pun nyeri sendi pada Tn. RS.
3.1.2 Analisa Data

Analisa Masalah
NO Analisa Data Masalah Etiologi

1. DS: ibu mengatakan : Ketidakefektifan Menurut hasil


Pemeliharaan perhitungan BB/ TB
- An R alergi telur, tiap makan telur Kesehatan pada anak perempuan
kelur bintik- bintik merah pada muka keluarga TN. Rs usia 2- 5 tahun
AnR. khususnya An. R Depkes RI, An R
- Ibu E tidak mengetahui komposisi berhubungan dengan dikategorikan
makanan yang tepat dan cara ketidak mampuan memiliki gizi
mensiasati An. R yang tidak suka keluarga merawat kurang. An. R tidak
makan sayur dan buah. anggota keluarga menentu pola
dengan masalah kurang makannya.
- Ibu E tidak mengetahui bagaimana gizi (00099)
mengolah makanan secara variatif dan Ibu E tidak
membuat makanan camilan yang kaya mengetahui
gizi dan sehat. komposisi makanan
yang tepat dan cara
- Ketika An R susah makan, ibu E mensiasati An. R
tetap membujuk agar An R mau yang tidak suka
makan. Akan tetapi Ibu E tidak pernah makan sayur dan
memodifikasi lingkungan menjadi buah. Ibu E tidak
menyenangkan dan menarik keinginan mengetahui
anak untuk makan. bagaimana
mengolah makanan
- Menurut Ibu E, posyandu merupakan
secara variatif dan
sarana untuk pemantauan gizi dan
membuat makanan
berat badan balita. Akan tetapi Ibu E
camilan yang kaya
malas mengajak An R ke posyandu
gizi dan sehat
karena saat posyandu banyak
pekerjaan rumah yang belum
diselesaikan.

DO:

- berat badan (BB) An R 10 kg, tinggi


badan (TB) 89 cm

- Menurut hasil perhitungan BB/ TB


anak perempuan usia 2- 5 tahun
Depkes RI, An R dikategorikan
memiliki gizi kurang.
2. DS: Perilaku Kesehatan Perilaku kurang
Cenderung Beresiko mencari bantuan
- ibu mengatakan An. R mengalami pada keluarga Tn. R kesehatan
batuk-pilek sudah 3 hari khususnya An. R
- ibu mengatakan anak mengalami berhubungan dengan
sesak nafas saat tidur sehingga ketidakmampuan
mengganggu tidur nya keluarga merawat
anggota keluarga
- ibu mengatakan malas membawa dengan masalah ISPA
anaknya ke puskesmas dikarenakan (00188)
biasanya hanya diberkan obat warung
dan An. R dapat sembuh

DO:

- anak terlihat batuk pilek

- nafas cuping hidung

3. DS: Defisit Perawatan Diri Akibat minum susu


(gigi) pada Keluarga saat tidur dan terlalu
- Ibu mengatakan anak minum Tn.Rs. Khususnya An.R sering minum susu.
susu saat mau tidur berhubungan dengan
menggunakan DOT ketidakmampuan
- Ibu mengatakan gigi anak keluarga merawat
terkadang sakit anggota keluarga
DO: dengan karies gigi

- saat dilakukan pemeriksaan fisik


didapatkan giginya berlubang,
terlihat ada gigi yang hitam-
hitam

3.1.3 Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2018, NIC, NOC)

NO Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan pada keluarga TN. Rs
khususnya An. R berhubungan dengan ketidak mampuan
keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah kurang gizi
(00099)
2. Perilaku Kesehatan Cenderung Beresiko pada keluarga Tn. R
khususnya An. R berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah ISPA
(00188)
3. Defisit Perawatan Diri (gigi) pada Keluarga Tn.Rs. Khususnya
An.R berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat
anggota keluarga dengan karies gigi
PENAPISAN MASALAH
Kriteria
No Diagnosa Keperawatan Jumlah Keterangan
A B C D E F G H I J K L
1 Ketidakefektifan 5 5 5 5 4 3 3 2 3 3 2 3 44 Keterangan
Pemeliharaan Kesehatan
A. Sesu
pada keluarga TN. Rs
komu
khususnya An. R
berhubungan dengan B. Resik
ketidak mampuan keluarga C. Resik
merawat anggota keluarga
D. Poten
dengan masalah kurang gizi
(00099) An R E. Inter
dikategorikan memiliki gizi F. Kem
kurang. An. R tidak
menentu pola makannya. bu
E tidak mengetahui
komposisi makanan yang
tepat dan cara mensiasati
An. R yang tidak suka
makan sayur dan buah. Ibu
E tidak mengetahui
bagaimana mengolah
makanan secara variatif dan
membuat makanan camilan
yang kaya gizi dan sehat
G. Relev
2 Perilaku Kesehatan 5 5 5 5 4 2 3 2 3 3 2 3 42
H. Terse
Cenderung Beresiko pada
keluarga Tn. R khususnya I. Tersed
An. R berhubungan dengan J.Tersed
ketidakmampuan keluarga
K. Terse
merawat anggota keluarga
dengan masalah ISPA L. Terse
(00188) Perilaku kurang
mencari bantuan kesehatan
3 Defisit Perawatan Diri 4 4 4 4 3 2 2 2 3 3 2 3 36 Keterangan
(gigi) pada Keluarga Tn.Rs.
1.sangat
Khususnya An.R
berhubungan dengan 2.rendah
ketidakmampuan keluarga 3.Cukup
merawat anggota keluarga
4.Tinggi
dengan karies gigi Akibat
minum susu saat tidur dan 5.Sangat
terlalu sering minum susu.

Diagnosa Pentingnya Perubahan Penyelesaian Total


Keperawatan Penyelesaian Positif Untuk Untuk Score
Masalah Penyelesaian Di Peningkatan
Komunitas Kualitas
Hidup
1: rendah
0 : tidak ada
0 : tidak ada
2: sedang
1 : rendah
1 : rendah
3: tinggi
2 : sedang
2 : sedang
3 : tinggi
3 : tinggi
Ketidakefektifan 3 3 3 9
Pemeliharaan
Kesehatan pada
keluarga TN. Rs
khususnya An. R
berhubungan dengan
ketidak mampuan
keluarga merawat
anggota keluarga
dengan masalah
kurang gizi (00099)
An R dikategorikan
memiliki gizi kurang.
An. R tidak menentu
pola makannya. bu E
tidak mengetahui
komposisi makanan
yang tepat dan cara
mensiasati An. R
yang tidak suka
makan sayur dan
buah. Ibu E tidak
mengetahui
bagaimana mengolah
makanan secara
variatif dan membuat
makanan camilan
yang kaya gizi dan
sehat

Perilaku Kesehatan 3 3 2 8
Cenderung Beresiko
pada keluarga Tn. R
khususnya An. R
berhubungan dengan
ketidakmampuan
keluarga merawat
anggota keluarga
dengan masalah ISPA
(00188) Perilaku
kurang mencari
bantuan kesehatan

Defisit Perawatan 2 2 3 7
Diri (gigi) pada
Keluarga Tn.Rs.
Khususnya An.R
berhubungan dengan
ketidakmampuan
keluarga merawat
anggota keluarga
dengan karies gigi
Akibat minum susu
saat tidur dan terlalu
sering minum susu.
E. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan skoring diatas, maka prioritas diagnosa keperawatan komunitas di RW
01 Desa Suka Maju adalah sebagai berikut :
No
Diagnosa Keperawatan
Prioritas
1 Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan pada keluarga TN. Rs khususnya An. R berhubung
dengan ketidak mampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah kurang gizi (0009
An R dikategorikan memiliki gizi kurang. An. R tidak menentu pola makannya. bu E tid
mengetahui komposisi makanan yang tepat dan cara mensiasati An. R yang tidak suka makan say
dan buah. Ibu E tidak mengetahui bagaimana mengolah makanan secara variatif dan membu
makanan camilan yang kaya gizi dan sehat
2 Perilaku Kesehatan Cenderung Beresiko pada keluarga Tn. R khususnya An. R berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah ISPA (00188)
Perilaku kurang mencari bantuan kesehatan.

3 Defisit Perawatan Diri (gigi) pada Keluarga Tn.Rs Khususnya An.R berhubungan deng
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan karies gigi Akibat minum susu sa
tidur dan terlalu sering minum susu.

No
Diagnosa Keperawatan
Prioritas
1 Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan pada keluarga TN. Rs khususnya An. R berhubung
dengan ketidak mampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah kurang gizi (0009
An R dikategorikan memiliki gizi kurang. An. R tidak menentu pola makannya. bu E tid
mengetahui komposisi makanan yang tepat dan cara mensiasati An. R yang tidak suka makan say
dan buah. Ibu E tidak mengetahui bagaimana mengolah makanan secara variatif dan membu
makanan camilan yang kaya gizi dan sehat

2 Perilaku Kesehatan Cenderung Beresiko pada keluarga Tn. R khususnya An. R berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah ISPA (00188)
Perilaku kurang mencari bantuan kesehatan.

3 Defisit Perawatan Diri (gigi) pada Keluarga Tn.Rs. Khususnya An.R berhubungan deng
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan karies gigi Akibat minum susu sa
tidur dan terlalu sering minum susu.

Intervensi Keperawatan Komunitas (NANDA 2018,NIC,NOC)

Data Diagnosis NOC


Keperawatan

Kode Diagnosis Hasil

Data pendukung masalah kesehatan keluarga : Keluarga dengan balita ; Gizi Kurang; ISPA; Karies Gig
Ketidakefektifan 00099 Ketidakefektifan Keluarga mampu menyebutkan - Be
ketida
Pemeliharaan Kesehatan Pemeliharaan ketidakseimbangan nutrisi
Jelask
pada keluarga TN. Rs kesehatan ibu mampu memberikan nutrisi yang tepat maka
khususnya An. R (00099) untuk anak seperti protein,karbohidrat,lemak,
mineral,vitamin, dan air - Jela
berhubungan dengan ketidak cara p
mampuan keluarga merawat ibu dapat memberikan vitamin C pada anak
- - Jela
anggota keluarga dengan Ibu dapat memberikan makanan catata
mengandung zat besi seperti sayur,susu.
masalah kurang gizi (00099)
- - a
An R dikategorikan Ibu dapat memilih makanan yang banyak menin
mengandung makanan yangs ehat dan bergizi meng
memiliki gizi kurang. An. R seperti sayuran, buah, dan susu. - b
tidak menentu pola ke
Ibu mampumelakukan halyang dapet nu
makannya. bu E tidak membuat BB anak meningkat, seperti - jel
mengetahui komposisi memberi makanan yang bergizi. se
makanan yang tepat dan cara - an
Ibu mampu memodifikasi lingkungan pada
B
mensiasati An. R yang tidak saat pemberian makan
- b
suka makan sayur dan buah. te
nu
Ibu E tidak mengetahui
bagaimana mengolah
makanan secara variatif dan
membuat makanan camilan
yang kaya gizi dan sehat
Perilaku Kesehatan 00188 Perilaku - Keluarga dapat menjelaskan pengertian 1.kaji
Cenderung Beresiko pada Kesehatan ISPA , dapat menyebutkan tanda dan gejala
keluarga Tn. R khususnya 2.jela
Cenderung ISPA , dapat menjelaskan perawatan penge
An. R berhubungan dengan
keluarga yang menderita ISPA. dilaku
ketidakmampuan keluarga Beresiko
merawat anggota keluarga mend
(00188) - Keluarga Tn.RS dapat melakukan
dengan masalah ISPA perawatan kesehatan 3.ber
(00188) Perilaku kurang bertan
mencari bantuan kesehatan. - Keluarga dapat menerapkan pola hidup
sehat 4.ber
kelua
- Keluarga dapat menyebutkan cara
5.bim
penularan dan keluarga dapat mengetahui
kemb
cara pencegahan terjadinya ISPA
6.ber
- Keluarga Tn.S memeriksakan anggota disa
keluarga yang sakit ke pelayanan kesehatan 7. Be
dan
Puskesmas.
8. dis
penge
balik/
untuk
secar

9. ber
ban
pus
Defisit Perawatan Diri (gigi) Defisit a. - Keluarga dapat mengenal tentang 1. D
pada Keluarga Tn.RS. Perawatan diri karies gigi : ka
b. Menjelaskan pengertian karies gigi 2. A
Khususnya An.R pada Kel Tn Rs
dengan bahasa yang sederhana ke
berhubungan dengan Khususnya An. c. Menyebutkan penyebab karies gigi ba
ketidakmampuan keluarga R d. Menyebutkan tanda dan gejala karies 3. B
gigi 4. Id
merawat anggota keluarga
e. Keluarga mampu mengambil 5. D
dengan karies gigi Akibat keputusan untuk segera mengatasi 6. B
minum susu saat tidur dan karies gigi pada An. R dengan : 7. D
Menjelaskan akibat yang terjadi bila pe
terlalu sering minum susu.
karies gigi tidak diatasi dengan baik 8. B
f. Mengambil keputusan yang tepat pe
untuk segera merawat An. R yang 9. G
menderita karies gigi. gi
g. Keluarga dapat menyebutkan cara 10. B
mencegah :Menjelaskan cara m
mencegah karies gigi dirumah 11. B
h. Menjelaskan cara mengatasi karies ke
gigi 12. B
i. Keluarga dapat memodifikasi ke
lingkungan sehat 13. G
ka
14. B
su
15. D
ca
16. K
te
17. D
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang terjadi antara teori dan
kasus yang ada pada klien, faktor pendukung dan penghambat dalam melakukan asuhan
keperawatan pada lansia meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal pada proses keperawatan secara menyeluruh, pada
tahap ini penulis akan membandingkan Pengkajian, analisadata, prioritas masalah,
diagnosis keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperwatan, dan evaluasi kep
erawatan.
Pada teori menyebutkan bahwa Penyebab langsung, yaitu makanan anak. Penyebab
gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit.
Penyebab tidak langsung, yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta
pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan adalah kemampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang
cukup dan baik mutunya.

Dan di harapkan perawat untuk membantu mengatasi masalah karies gigi yang
diderita oleh An.R, mengatasi hipertensi Ny. Sa dan penyakit maag yang di derita Tn. B serta
membantu memelihara kesehatan semua anggota keluarganya.

World Health Organization (WHO) dalam Siska (2017), memperkirakan


insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka
kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada
golongan usia balita. Pada tahun 2010, jumlah kematian pada balita Indonesia sebanyak
151.000 kejadian, dimana 14% dari kejadian tersebut disebabkan oleh pneumonia
(Siska, 2017).
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak Balita, karena sistem pertahanan tubuh
anak masih rendah. Penyakit ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, bersin, udara
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran
pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh
virus, sering terjadi pada semua golongan umur, tetapi ISPA yang berlanjut menjadi
Pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan
dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene (Siska, 2017).
pada kasus keperawatan Keluarga berbanding lurus dengan Balita Perawat T
mempunyai keluarga binaan yaitu keluarga Bp. Rs (30 th) dengan anak pertama, An R
berusia 3 tahun. An R dikategorikan memiliki gizi kurang. selain itu anak R saat ini juga
sedang mengalami masalah kesehatan batuk dan pilek, An R mengalami batuk pilek sudah
3 hari ini, Anak.R mengalami sesak nafas saat tidur sehingga mengganggu tidurnya.
An R juga saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan giginya berlubang, terlihat
ada gigi yang hitam-hitam, minum susu saat tidur karena masih minum memakai dot,
terkadang juga suka sakit giginya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan terdapat kesenjangan yang tidak ada pada teori dan kasus.
Tidak terdapat adanya diagnosa yang sama dari teori dan kasus. Pada teori terdapat
diagnosa keperawatan NANDA untuk meningkatkan kesehatan.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan gizi kurang
menurut problem (NANDA, 2015-2017) dan etiologi (Friedman, 2010) adalah:
5. Ketidakseimbangan nurtrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan kekurangan nutrisi.
6. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam melakukan stimulasi pada balita.
7. Resiko Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit.
8. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam mengatasi
masalah gizi kurang
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan karies gigi menurut
problem (NANDA, 2015-2017) :
a) Defisit Perawatan Diri (gigi) pada Keluarga Tn.B khususnya An.R berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan karies gigi.
b) Resiko pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan pada keluarga Tn.B khususnya Tn.B
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan
gastritis (maag)
c) Resiko terjadinya stroke pada keluarga Tn. B khususnya pada Ny. Sa berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang menderita
hipertensi
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan ispa menurut problem
(NANDA, 2015-2017) :
a) Ketidakefektifan jalan nafas An. A pada keluarga Tn N berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi ISPA
b) Resiko terjadinya penyakit TBC berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
memodifikasi lingkungan yang mendukung kesehat.

Sedangkan pada kasus terdapat diagnosa mendapatkan faktor penghambat yaitu


karena dalam menyusun dan menentukan diagnosa perlu analisa yang tinggi dan
pengalaman yang lebih karena penulis masih pemula dan masih belajar, sedangkan faktor
pendukung yang penulis dapat adalah data-data mengenai tanda-gejala yang ada sudah
sesuai dengan hasil wawancara keluarga dan tepat untuk menegakkan diagnosa tersebut,
dan penulis sudah menulis dan menentukkan diagnosa sesuai referensi dan mengikuti
bimbingan dengan pembimbing. Solusinya adalah perawat dapat lebih banyak belajar dan
menambah pengalaman lagi agar dapat menentukan diagnosa, serta membina hubungan
saling percaya agar pasien dapat trustdengan perawat.

3.Perencanaan Keperawatan
Pada tahap perencanaan ini, penulis membuat perencanaan sesuai dengan teori dan
telah di moodifikasi sesuai kebutuhan klien. Perencanaan: kaji kesiapan keluarga klien
mengikuti pembelajaran termasuk pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anaknya,
jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari, jelaskan tentang tujuan pemberian obat,dosis,frekuensi
dan cara pemberian serta efek samping yang mungkin timbul.

Pada perencanaan kedua yaitu : Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan pada


keluarga TN. Rs khususnya An. R berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat
anggota keluarga dengan masalah kurang gizi (00099) An R dikategorikan memiliki gizi
kurang. An. R tidak menentu pola makannya. bu E tidak mengetahui komposisi makanan
yang tepat dan cara mensiasati An. R yang tidak suka makan sayur dan buah. Ibu E tidak
mengetahui bagaimana mengolah makanan secara variatif dan membuat makanan camilan
yang kaya gizi dan sehat. Defisit Perawatan Diri (gigi) pada Keluarga Tn.Rs. Khususnya
An.R berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan
karies gigi Akibat minum susu saat tidur dan terlalu sering minum susu..Perilaku Kesehatan
Cenderung Beresiko pada keluarga Tn. R khususnya An. R berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah ISPA (00188) Perilaku
kurang mencari bantuan kesehatan. menyebutkan pengertian kurangnya pengetahuan,
penyebab kurangnya pengetahuan, tanda-tanda kurangnya informasi, cara mencegah
kurangnya informasi dan akibat lanjut kurangnya pengetahuan keluarga khususnya ibu dalam
merawat, dan memberikan nutrisi/gizi yang baik untuk balita.

4.Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu perwujudan dari perencanaan yang sudah disusun
pada tahap perencanaan sebelumnya ( Nanda 2018 ). Berdasarkan hal tersebut penulis dalam
implementasi dengan masing-masing diagnosa.
Pada tahap ini merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan keluarga
yang telah disusun. prinsip dalam pelaksanan implementasi keperawatan, yaitu:
Pada tahap ini merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan keperawatan keluarga
yang telah disusun. prinsip dalam pelaksanan implementasi keperawatan, yaitu:
1. Disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di keluarga.
2. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara diri sendiri serta lingkungannya.
3. Bekerja sama dengan profesi lain.
4. Menekankan pada aspek peningkatan kesehatan keluatga dan pencegahan penyakit.
5. Memperhatikan perubahan lingkungan masyarakat.
6. Melibatkan partisipasi dan peran serta keluarga dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Setelah penulisan melakukan asuhan keperawatan komunitas antara teori dan
kasus, penulis menggunakan metode SOAP dalam mengevaluasi dari proses keperawatan
komunitas dan hasil respon klien terhadap tindakan pelaksaan
keperawatan. Penulis memproritaskan diagnosa keperawatan yang belum sesuai antara
teori dengan kasus.
Diagnosa keperawatan yaitu Ketidakseimbangan nurtrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan
kekurangan nutrisi. Tujuan tercapai masalah teratasi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh ditandai dengan kenaikan berat badan pada balita dan para orang tau
memberikan makana yang bergizi dan seimbang, tidak membolehkan anaknya untuk
memberi makanan instan seperti snack, mie, junkfood dll.

Untuk diagnosa keperawatan Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan pada keluarga TN.


Rs khususnya An. R berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat anggota
keluarga dengan masalah kurang gizi (00099) An R dikategorikan memiliki gizi kurang.
Keluarga mampu menyebutkan ketidakseimbangan nutrisi. ibu mampu memberikan nutrisi
yang tepat untuk anak seperti protein,karbohidrat,lemak, mineral,vitamin, dan air. Ibu dapat
memilih makanan yang banyak mengandung makanan yang sehat dan bergizi seperti
sayuran, buah, dan susu.
BAB V

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling
berbagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta mengidentifikasikan diri
mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2010).

Balita termasuk kedalam usia berisiko tinggi terhadap suatu penyakit. Kekurangan asupan zat
gizi pada balita dapat mempengaruhi status gizi pada usia balita merupakan dampak komulatif
dari berbagai faktor baik yang berpengaruh langsung terhadap status gizi pada balita, adapun
faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita secara langsung yaitu keluarga.

Peran perawat keluarga menurut Sudiharto (2007), adalah sebagai berikut:

1.Sebagai pendidik
2. Sebagai Koordinator Pelaksana Pelayanan Keperawatan
3. Sebagai Pelaksana Pelayanan Perawatan
4. Sebagai Supervisor Pelayanan Keperawatan
5. Sebagai Pembela (Advokat)
6. Sebagai Fasilitator
7. Sebagai Peneliti
Gizi termasuk faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan balita, seorang
balita yang mengalami gizi kurang akan mudah terserang penyakit dan akan menghambat
proses pertumbuhan dan perkembangannya (Santosa & Ranti, 2004).

2. Saran

1. Diharapkan pada kader kesehatan setempat agar dapat hadir setiap penulis melakukan
pendidikan kesehatan kepada Keluarga
2. Adanya kerjasama antara mahasiswa kader kesehatan dan petugas Kesehatan
3. Diharapakan pelnulis lebih intensif mempelajari literature asuhan keperawatan keuarga
4. Diharapkan agar perawat dapat mengetahui pemahaman dan kesadaran tentang intervensi
yang sudah di rencanakan pada klien
DAFTAR PUSTAKA

Achjar, Komang Ayu Henny. 2012. Asuhan Keparawatan Keluarga: Strategi Mahasiswa
Keperawatan dan Praktisi Perawat Perkesmas. Jakarta: CV Sagung Seto

Depkes RI. 2011. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. http://gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2012/05/BUKU-GIZIBURUK-I-2011.pdf

Friedman, Marilyn M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan Praktik. Jakarta
: EGC

Gusti, Salvari. 2013. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: CV Trans Info Media

Irianto, Djoko Pekik. 2009. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Ed. I. Yogyakarta:
ANDI Irianto, Koes. 2014. Ilmu Kesehatan Anak. Bandung: Alfabeta Kemenkes RI. 2011. Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. http://gizi.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2011/11/buku-skantropometri-2010.pdf

Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Keluarga Dilengkapi Aplikasi Kasus Askep Keluarga
Terapi Herbal dan Terapi Modalitas. Yogyakarta: Nuha Medika

Anderson, E.T and Mc Farlane, J. (2006), Community As Partner : Theory and Practice in Nursing.
Lippincott Williams & Wilkins

Allender, J.A., (2010). Community Health Nursing : Promoting and Protecting The Public’s
Health. Lippincott Williams & Wilkins

Brooks, J. (2011) The Process of Parenting. Eight Edition. New York : McGrawHill

Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E.G (2003). Family Nursing : Research Theory &
Practice. New Jersey: Person Education Inc.

Potter, P.A., dan Perry A.G (2005). Fundamental Keperawatan: Teori, Konsep, dan Praktik. Terj.
Y. Asih. Jakarta : EGC

Rahayu, dkk (2011). Keamanan Pangan : Peduli Kita Bersama. Bogor : IPB Press

Sarwono, B. K (2011). Pengaruh Iklan terhadap Perilaku Anak-Anak.


http://billisarwonowp.com/2011/02/26pengaruh-iklan-terhadap-perilaku- anak-anak.
Schwartz, C., Scholtens, P. A. M. J., Lalanne, A., Weenen, H. & Nicklaus, S. (2011). Development
of healthy eating habits early in life: review of recent evidence and selected guidelines. Appetite,
57, 796-807

Stanhope and Lancaster (2004). Community and Public Health Nursing. New York: Mosby Year
Book

Whaley & Wong. (1995), Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Jakarta : EGC

Achjar, K.A. (2010). Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : Sagung Seto

Riyanti E. (2005). Penatalaksanaan Perawatan Nursing Mouth Caries. Jurnal Kedokteran Gigi
Anak. Bandung: Bagian Kedokteran Gigi anak FKG Unpad

https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/viewFile/18778/17857

http://www.depkes.go.id/article/view/18110200003/potret-sehat-indonesia-dari-riskesdas-
2018.html

Info Datin Gizi

Anda mungkin juga menyukai