Anda di halaman 1dari 29

BAB II

KONSEP MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA PADA AKHIR ABAD KE


20

A. Latar Belakang Pemikiran tentang Masyarakat Madani di Indonesia


1. Pengertian Masyarakat, Bentuk-Bentuk Masyarakat dan Proses
Terbentuknya Masyarakat

Berdasarkan judul penelitian yaitu “Konsep Masyarakat Madani Di


Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20 (Study Pemikiran Nurcholis Madjid tentang
Masyarakat Madani)” maka diperlukan penjelasan yang berkaitan dengan
masyarakat madani dan pemikiran Nurcholis Madjid. Berikut akan dijelaskan
pengertian masyarakat, bentuk-bentuk masyarakat, proses terbentuknya
masyarakat dan macam-macam masyarakat.
Manusia merupakan mahluk hidup yang tidak bisa lepas dari manusia
lainnya dan lingkungan sekitarnya (masyarakat). Sejak lahir manusia sudah
hidup bersosial-masyarakat. Masyarakat memiliki pengertian kelompok
manusia yang hidup bersama dan yang menghasilkan kebudayaan. Dengan
demikian, tak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya
tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya.
Masyarakat berasal dari bahasa Arab “syaraka” yang berarti ikut serta, berpartisipasi,
atau “masyaraka” yang berarti saling bergaul. Di dalam bahasa Inggris dipakai istilah
“society”, yang sebelumnya berasal dari kata lain “socius” berarti “kawan”. Masyarakat
juga bisa diartian sebagai sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem, dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok
tersebut. Kata “masyarakat” sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab “musyarak“.
Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar
makhluk sosial. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling
tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu
sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia masyarakat dibagi menjadi
beberapa bagian yang mempunyai arti antara lain: Masyarakat adalah pergaulan
hidup manusia, sehimpunan manusia yang hidup bersama dalam sesuatu tempat
dengan aturan ikatan-ikatan yang tentu. Bermasyrakat adalah merupakan
masyarakat yang bersekutu. Permasyarakatan adalah lembaga yang mengurus
orang hukuman. Kemasyarakatan adalah mengenai masyarakat, sifat-sifat atau
hal masyarakat, mendefinisikan masyarakat (society) sebagai berikut :“Setiap
kelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama, sehingga
mereka dapat mengatur dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan
sosial dengan batas-batasnya yang jelas“. David mendefinisikan masyarakat
sebagai berikut: “Masyarakat adalah suatu kumpulan manusia yang berinteraksi
yang aktivitas-aktivitasnya terarah pada tujuan-tujuan yang sama dan yang
cenderung memiliki sistem kepercayaan, sikap serta bentuk kegiatan yang
sama”. “Masyarakat adalah menitikberatkan pada aspek hubungan antar
manusia dan proses timbal baliknya”.1
Masyarakat, dalam arti yang luas, berarti sekelompok manusia yang
memiliki kebiasaan, ide dan sikap yang sama, hidup di daerah tertentu,
menganggap kelompoknya sebagai kelompok sosial dan berinteraksi.2
Pengertian Masyarakat menurut para ahli:
➢ Koentjaraningrat
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu
rasa identitas bersama.
➢ Selo Soemardjan
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan
kebudayaan.
➢ Paul B. Horton & C. Hunt
Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup
bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu,
mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di
dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.
➢ L Gillin dan J.P Gillin
Masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai
kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang sama.

1
(Krech, Crutcfield dan Ballachey, 1962: 308). Kellehear, 1990; Kuper, 1987; Mack dan Young, 1968;
Mitchell, 1989
2
ArifinTajul. 2008. “Ilmu Sosial Dasar”. Bandung: Gunung Djati Press. Hal. 45
➢ Emile Durkheim
Masyarakat adalah suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antar anggota
sehingga menampilkan suatu realitas tertentu yang mempunyai ciri-cirinya
sendiri.
➢ Karl Marx
Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi
atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok
yang terbagi secara ekonomi.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah
manusia yang hidup bersama di suatu wilayah tertentu dalam waktu yang cukup
lama yang saling berhubungan dan berinteraksi dan mempunyai kebiasaan,
tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang sama.
Masyarakat menurut Ferdinan Toennis, berpendapat bahwa masyarakat
adalah karya ciptaan manusia sendiri. Masyarakat bukan organism yang
dihasilkan oleh proses-proses biologis.Juga bukan mekanisme yang terdiri dari
bagian-bagian individual yang masing-masing berdiri sendiri, sedang mereka
didorong oleh naluri-naluri spontan yang bersifat menentukan bagi manusia.
Masyakarat adalah usaha manusia untuk mengadakan dan memelihara
relasi-relasi timbal balik yang mantap, kemauan manusia mendasari
masyarakat.
Definisi-definisi yang telah dijelaskan di atas intinya menjelaskan
bahwa masyarakat adalah kelompok yang saling berhubungan, saling
mempengaruhi, mempunyai norma-norma, memiliki identitas yang sama dan
memiliki wilayah. Masyarakat bisa meliputi lingkup yang besar, seperti
masyarakat Indonesia. Sedangkan masyarakat dalam lingkup yang sempit,
masyarakat yang ditemukan di desa, kota atau suku tertentu.

1. Teori Masyarakat
Berikut akan dijelaskan beberapa teori masyarakat yang ada di
Indonesia:
a. Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang hidup, tumbuh dan
berkembang di kawasan pesisir. Pesisir adalah sebuah desa pantai yang
sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan. Masyarakat pesisir
adalah masyarakat yang tinggal dan hidup di wilayah pesisiran. Wilayah ini
adalah wilayah transisi yang menandai tempat perpindahan antara wilayah
daratan dan laut atau sebaliknya. Di wilayah ini, sebagian besar
masyarakatnya hidup dari mengelola sumber daya pesisir dan laut, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dari perspektif mata
pencariannya, masyarakat pesisir tersusun dari kelompok-kelompok
masyarakat yang beragam seperti nelayan, petambak, pedagang ikan, pemilik
toko, serta pelaku industri kecil dan menengah pengolahan hasil tangkap.
Di kawasan pesisiran yang sebagian besar penduduknya bekerja
menangkap ikan, sekelompok masyarakat nelayan merupakan unsur
terpenting bagi eksistensi masyarakat pesisir. Mereka mempunyi peran yang
besar dalam mendorong kegiatan ekonomi wilayah dan pembentukan struktur
sosial budaya masyarakat pesisir. Sekalipun masyarakat nelayan memiliki
peran sosial yang penting, kelompok masyarakat yang lain juga mendukung
aktivitas sosial ekonomi masyarakat.
Masyarakat nelayan merupakan kelompok masyarakat yang pekerjaannya
adalah menangkap ikan. Sebagian hasil tangkapan tersebut dikonsumsi untuk
keperluan rumah atau dijual seluruhnya. Biasanya isteri nelayan akan
mengambil peran dalam urusan jual beli ikan dan yang bertanggung jawab
mengurus domestik rumah tangga.
Tingkat produktivitas perikanan tidak hanya menentukan fluktuasi
kegiatan ekonomi perdagangan desa-desa pesisir, tetap juga mempengaruhi
pola-pola konsumsi penduduknya. Pada saat tingkat penghasilan besar, gaya
hidup nelayan cenderung boros dan sebaliknya ketika musim paceklik tiba
mereka akan mengencangkan ikat pinggang, bahkan tidak jarang
barang-barang yang dimilikinya akan dijual untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari.
Dalam masyarakat nelayan, struktur yang terkonstruksi merupakan
aktualisasi dari organisasi kehidupan perahu. Sistem organisasi nelayan
memberi ruang yang luas bagi tumbuhnya penghargaan terhadap nilai-nilai
prestatif, kompetitif, beorentasi keahlian, tingkatan solidaritas sosial kerana
faktor nasib dan tantangan alam, serta loyalitas terhadap pemimpin yang
cerdas. Karena itu, posisi sosial seorang nelayan atau pedagang ikan yang
sukses secara ekonomis dan memiliki modal kultural, seperti suka menderma
dan sudah berhaji, sangat dihormati oleh masyarakat di lingkungannya dan
diikuti pendapatnya. Mereka ini merupakan modal sosial berharga yang bisa
didayagunakan untuk mencapai keberhasilan program pemberdayaan
masyarakat pesisir.
b. Masyarakat Pegunungan
Wilayah di sekitar pegunungan aktif memang memiliki potensi ekonomi
yang cukup tinggi karena lahannya subur dan dapat dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian yang baik, namun disamping itu menyimpan potensi bencana yang
dapat merugikan masyarakat. Posisi masyarakat desa pegunungan yang bersifat
semi otonom dengan segala perangkat yang dimilikinya merupakan modal
dasar dalam perencanaan pembangunan dengan prisnsip partisipasi. Jaringan
organisasi yang terdapat di dalam struktur masyarakat pedesaan merupakan
jalur penyampaian pendapat dan pembahasan keputusan yang solid. Kuatnya
ikatan kekerabatan dan ikatan emosional dapat dimanfaatkan untuk mencapai
tujuan.

2. Proses Terbentuknya Masyarakat


Masyarakat terbentuk tanpa disadari, hal tersebut dikarenakan manisia sejak
lahir sudah saling membutuhkan satu sama lainnya yang akhirnya manusia tersebut
membentuk apa yang disebut masyarakat dan saling berinteraksi satu sama lainnya.
Menurut konsep sosiologi proses bagaimana terbentuknya masyarakat adalah:
➢ Akibat adanya pemenuhan biologis baik itu sandang, pangan dan papan yang
akan sangat susah untuk dilengkapi jika hidup secara individu, maka dalam
penyelenggaraannya akan mudah dilakukan secara bersama-sama.
➢ Kemungkinan untuk bersatu dengan manusia yang lainnya.
➢ Keinginan untuk bersatu dengan lingkungannya.
➢ Dengan terbentuknya suatu masyarakat, maka ancaman-ancaman akan lebih
berkurang, dan dapat mempertahankan diri dalam menghadapi kekuatan alam,
binatang, atau kelompok lain yang lebih besar.
➢ Manusia memiliki ciri sebagai makhluk hidup yang melakukan reproduksi,
maka dalam satu keluarga secara alami sudah terbentuk suatu masyarakat kecil.
➢ Manusia mempunyai kecendrungan untuk saling berinteraksi antara satu
dengan yang lain untuk memperluas wawasan dan pengetahunnya.
Jika kita membahas proses terbentuknya masyarakat, maka kita dapat
mengambil proses terbentuknya keluarga. Dimulai dari pertemuan antara satu
orang laki-laki dan perempuan yang kemudian melakukan hubungan dengan tujuan
memiliki keturunan. Setelah itu lama-kelamaan akan terbentuk “keluarga”. Lalu,
keluarga itu juga kaan berkembang sehingga membentuk “keluarga besar”. Lambat
laun, akan terbentuk suatu “wangsa”. Wangsa dengan ciri fisik dan kebudayaan
yang sama kemudian membentuk “bangsa”, dan terakhir akan terbentuk suatu
negara-bangsa”.
Sementara itu, proses terbentuknya masyarakat menurut para ahli diantaranya:

➢ Proses terbentuknya masyarakat :


a. Pemburu dan Peramu
Masyarakat pemburu dan peramu adalah bentuk masyarakat paling
sederhana (john J Macionis, 43). Kegiatan mereka umumnya sekadar
berburu hewan (memburu) serta mengumpulkan hasil tanaman non
budidaya dengan teknologi berupa peralatan sederhana (meramu). Kendati
kini perkembangan teknologi sudah menciptakan masyarakat posindustri,
masyarakat pemburu dan peramu masih ada di sejumlah wilayah Indonesia.
Akibat teknologi diterapkan hanya mampu mengelola alam secara pasif,
sebagian besar kegiatan sosial mereka habiskan untuk mencari makanan
berupa hewan buruan ataupun tanam-tanaman demi pemenuhan kebutuhan
subsisten. Sercombe dan Sellato menyebut masih terdapat suku yang masuk kategori
masyarakat pemburu-peramu di Kalimantan, yaitu: Punan Tubu dan Punan
Malinau (sebelah utara Kalimantan Timur); Kayan-Tabang-Segah-Kelai
(sebelah tengah-selatan Kalimantan Timur); Hovongan dan Kereho
(perbatasan Kalimantan Barat, Tengah, danTimur); Buket (ujung barat
Kalimantan Timur dekat perbatasan dengan KalimantanBarat); Buket
(ujung timur Kalimantan Barat, dekat perbatasan Kalimantan Timur dan
Serawak. Masyarakat pemburu dan peramu lainnya adalah orang rimba di
Taman Nasional Bukit Dua belas, Jambi.
b. Holtikultural dan Pastoral (Pra Agraris)
Masyarakat hortikultural menerapkan teknologi peralatan tangan
untuk mengkoleksi hasil pertanian. Masyarakat pastoral menerapkan
teknologi domestikasi hewan. Masyarakat hortikultural dan pastoral masih
dapat ditemukan di wilayah Asia, Amerika Selatan, dan Afrika. Material
surplus–jumlah kebutuhan subsisten lebih besar dari persyaratan hidup–
masyarakat hortikultural dan pastoral berbeda dengan masyarakat
sebelumnya. Tingkat produksi makanan mereka lebih besar karena
teknologi yang mereka terapkan memungkinkan campur tangan manusia
atas produksi tanaman dan hewan. Akibatnya, populasi masyarakat
hortikultural dan pastoral mengalami peningkatan. Masyarakat pastoral
hidup nomadik dengan menggembala ternak, sementara masyarakat
hortikultural mulai mendirikan pemukiman permanen. Mereka baru pindah
tatkala tanah tempat tumbuhnya tanaman tidak lagi subur atau ditemukan
tanah garapan baru yang lebih subur dan mampu menampung jumlah
populasi mereka.
Akibat pokok perkembangan teknologi di dalam masyarakat
hortikultural dan pastoral adalah munculnya kelompok yang lebih kaya dan
lebih berkuasa. Ketimpangan sosial mulai muncul. Satu keluarga lebih
berpengaruh ketimbang keluarga lainnya. Satu kelompok lebih
mendominasi kelompok lain. Keluarga atau kelompok tersebut
memanfaatkan sumber daya politik dan keamanan untuk menjamin
posisinya. Perbedaannya dengan masyarakat yang lebih kemudian (masyarakat
agraris) adalah jangkauan wilayah kekuasaannya yang relatif kecil karena
pertumbuhan populasi masyarakat fase ini yang belum terlalu signifikan.
c. Agraris
Masyarakat agraris dicirikan kegiatan cocok tanam berskala besar.
Cocok tanam skala besar dimungkinkan akibat ditemukannya teknologi
pembantu produksi manusia, semisal tenaga hewan (sapi untuk menarik
bajak, kuda untuk menarik pedati). Masyarakat ini juga ditengarai telah
menemukan teknologi irigasi, teknik baca tulis,dan penggunaan peralatan
yang terbuat dari logam. Lewat bantuan bajak, teknik irigasi,dan peralatan
logam, masyarakat agraris dapat menetap di suatu wilayah, tidak perlulagi
berpindah layaknya masyarakat hortikultural. Mereka mampu melakukan
refertilization tanah garapan.
Populasi masyarakat agraris semakin menumpuk di suatu wilayah
karena lahan tanaman dapat digunakan oleh beberapa generasi dengan
tingkat kesuburan yang berkurang lambat. Produksi cocok-tanam
masyarakat agraris berlipat ganda dibandingkan hortikultural. Peningkatan
material-surplus membuat peningkatan serupa pada jumlah manusia yang
tidak perlu terlibat langsung dalam kegiatan produksi subsisten. Waktu
luang mereka manfaatkan untuk menemukan teknologi baru. Didalam
masyarakat agraris, jaringan perdagangan tumbuh lebih pesat, dan uang
mulai digunakan sebagai alat tukar. Indonesia merupakan masyarakat
agraris. Luas wilayah masyarakat ini daratan dan lautan – mencapai 1.904.569
km2. Dari luas total tersebut, 24% merupakan daratan. Dari total daratan ini,
67 juta hektar (35%) digunakan sebagai kawasan lindung dan sisanya seluas
123 juta hektar (65%) digunakan untuk areal budidaya, baik untuk pertanian
maupun non pertanian. Sebanyak 53,71 juta hektar lahan dari 123 juta
hektar area budidaya digunakan sebagai lahan pertanian.3 Dalam konteks
ini, Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris ketika 43,33% (hampir
setengah) luas lahan daratan yang dapat dibudidaya digunakan untuk
pertanian. Namun, masyarakat agraris ini lambat laun mulai tergusur oleh
terbentuknya jenis masyarakat baru yang sudah mulai menggejala.
d. Masyarakat Industrial
Masyarakat industrial adalah masyarakat dengan ciri utama produksi
barang, makanan, pakaian, bahan bangunan dengan bantuan teknologi
mesin yang digerakkansumberdaya energi non hewani (sumber daya baru).
Penggunaan energi hewan yangmarak di tahap masyarakat agraris berkurang
penggunaannya. Teknologi mesin yang operasinya didukung sumber daya
energi baru (bahan bakar fosil), membuat prose sproduksi jauh lebih cepat
dengan hasil jauh lebih banyak ketimbang yang bisa dilakukan masyarakat
sebelumnya. Material surplus dalam masyarakat ini terjadi berkali-kali
lipat. Apalagi dengan turut ditemukannya teknologi kereta uap, kapal
uap,listrik, rel-rel besi, juga komunikasi kawat, yang kesemuanya
memungkinkan proses distribusi hasil produksi semakin cepat dan
ekstensif. Perluasan pasar dan pencarian sumber daya mendorong
munculnya imperialisme. Imperialisme memungkinkan pemilik alat
produksi dari bangsa imperial mencapai keuntungan yang semakin
besar.Akibatnya, ketimpangan sosial di dalam masyarakat industri jauh

3
Arsyad, Sitanala, 2010, Konservasi Tanah dan Air, Bogor, IPB Press, Hal.65
lebih besar dan rumit lagi. Untuk sebagian masyarakat Indonesia,
khususnya di kota-kota besar, masyarakat industrial sudah atau paling tidak
mulai terbentuk. Kendati masih terlokalisir di wilayah sentra pabrik dan
kegiatan perdagangan, masyarakat industrial Indonesia nyata
menampakkan wujudnya. Hingga kini pun telah dilihat, bahwa dalamalur
pikir Lenski ternyata masyarakat Indonesia ditengarai beragam jenis
masyarakat, tidak mono jenis.

e. Posindustrial
Posindustrial (Modern) Masyarakat posindustrial dicirikan kegiatan
produksi untuk menghasilkan informasi yang dimungkinkan oleh adanya
teknologi komputer. Jika masyarakat industri kegiatannya terpusat pada
pabrik dan mesin penghasil barang material, maka masyarakat posindustri
fokus pada pengelolaan dan manipulasi informasi, yang produksinya
bergantung pada komputer dan peralatan elektronik lain. Teknologi
utamanya digunakan untuk memproduksi, memproses, menyimpan, dan
menerapkan informasi. Jika individu masyarakat industri belajar keahlian
teknis, maka individu masyarakat posindustri mengembangkan kemampuan
teknologi informasi menggunakan komputer dan perangkat teknologi
informasi lain sebagai alat bantu kerja. Masyarakat posindustri cenderung
mengembangkan softskill ketimbang hard skill. Percepatan pekerjaan
masyarakat posindustri berkali-kali lipat masyarakat industri. Produksi
barang lewat tenaga manusia dalam masyarakat posindustri lebih sedikit.
Akibatnya, terjadi peralihan besar-besaran tenaga kerja untuk menjalani
profesi guru, penulis, sales, penjual pulsa, operator telepon, termasuk bisnis
online (e-business). Industri yang berkembang mengarah pada produksi
softskill ketimbang hardskill. Masyarakat posindustri dihadang oleh kian
merenggangnya kohesi sosial, rumitnya varian kriminalitas, serta rusaknya
lingkungan akibat aktivitas masyarakat sebelumnya (industrial).
Kelima masyarakat evolutif Lenski ada di Indonesia, berkelindan satu
samalain, kendati kuantitas penganutnya berbeda satu sama lain.
Masyarakat pemburu danperamu hingga kini masih dapat ditemui di
pedalaman Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Kendati jumlahnya kian
sedikit, terhimpit proses pembukaan wilayah oleh masyarakat pendatang,
mereka tetap masyarakat Indonesia yang punya hak hidup, bermata pencaharian,
serta mengembangkan kebudayaannya. Masyarakat hortikultural Indonesia
ditandai konsep umum perladangan berpindah. Masyarakat seperti
initerutama masih terdapat di wilayah Kalimantan dan Sulawesi.
Masyarakat pastoral terdapat di kepulauan Nusa Tenggara, wilayah
Indonesia yang punya padang rumputyang luas guna mempraktekkan
kehidupan menggembala. Masyarakat agraris (termasuk nelayan) masih
merupakan elemen terbesar masyarakat Indonesia dan iniditandai masih
adanya Kementerian Pertanian serta Kementerian Kelautan dan Perikanan,
kendati ditandai perhatian mereka yang setengah hati. Masyarakat
industrial menempati ruang hidup di kota-kota besar. Masyarakat
Posindustrial menggejala dikota-kota industri Indonesia, yang kendati
kuantitas definitifnya sulit diprediksi, tetapi dipastikan meningkat seiring
mewabahnya penggunaan teknologi telepon seluler, dan didukung
pengembangan kabel internet.
➢ Proses Terbentuknya Masyarakat menurut Karl Max
Dalam pembentukan masyarakat, Max menggunakan peran konflik.
Menurut prespektif ini, sejarah masyarakat ditandai pertentangan kelas.
Klasifikasi Lenski atas kelima jenis masyarakat yang didasarkan pengaruh
teknologi material) atas cara produksi, membuat analisis masyarakat lewat
prespektif konflik lebih mudah dipahami. Marx adalah teoritisi konflik
paling terkemuka, dan bahkan sejak awal telah meringkas perubahan
masyarakat versi Lenski kedalam konsepnya yaitu Materialisme historis.
Konsep ini menjelaskan bahwa sejarah masyarakat tidak lain tersusun
berdasarkan cara-cara produksi material. Materialisme historis beroperasi
dalam kaidah materialisme dialektis. Materialisme dialektis menyatakan
bahwa setiap cara produksi di setiap tahapan perkembangan masyarakat
menghasilkan struktur-struktur sosial khas yang saling bertentangan.
Masyarakat baru kemudian muncul sebagai buah pertentangan antar
struktur masyarakat lama. Bagi Marx, bukan gagasan yang menciptakan
masyarakat melainkan cara-cara produksi material-lah yang menciptakan
gagasan. Justru cara-cara produksi-lah yang menciptakan aneka gagasan
manusia seputar masyarakat. Inilah penjelasan singkat mengenai
materialisme historis. Karena Marx menggunakan cara produksi ekonomi
sebagai monofaktor kekuatan penggerak perubahan masyarakat maka ia dikenal
menganut determinisme ekonomi.
➢ Proses terbentuknya Masyarakat menurut Max Weber
Max Weber mengakui peran teknologi bagi perkembangan masyarakat.
Namun, Weber tidak sepakat dengan determinisme ekonomi Marx. Jika
Marx menganut materialisme historis, maka Weber dapat dikatakan
menganut idealism historis. Bagi Weber, masyarakat terbentuk lewat
gagasan atau cara berpikir manusia. Dalam hal ini, Weber bertolak belakang
dengan Marx yang justru mengasumsikan gagasan tidak lebih proyeksi
cara-cara produksi ekonomi.
3. Unsur-Unsur Masyarakat
Menurut Soerjono Soekanto alam masyarakat setidaknya memuat
unsur sebagai berikut ini :
1. Berangotakan minimal dua orang.
2. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
3. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan
manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan
hubungan antar anggota masyarakat.
4. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta
keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat
Menurut Marion Levy diperlukan empat kriteria yang harus
dipenuhi agar sekumpolan manusia bisa dikatakan / disebut sebagai
masyarakat.
1. Ada sistem tindakan utama.
2. Saling setia pada sistem tindakan utama.
3. Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota.
4. Sebagian atan seluruh anggota baru didapat dari kelahiran /reproduksi
manusia.
Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya
dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada:
masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat
bercocoktanam, dan masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut
masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap masyarakat industri
dan pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari
masyarakat agrikultural tradisional.
Sementara itu, ada yang membagi unsur-unsur dalam masyarakat
menjadi dua yaitu bahasa dan agama. Berikut penjelasannya:
1. Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi dan juga alat interaksi antar
manusia. Bahasa merupakan salah satu faktor terjadinya interaksi sosial di
masyarakat. Bahasa memungkinkan manusia membentuk hubungan
rohaniah. Secara jasmaniyah warga masyarakat terpisah antara satu dengan
lainnya tetapi secara rohaniah mereka berhubungan. Tanpa hubungan
rohaniah masyarakat tidak terbentuk. Interaksi timbullah kerja sama dan
kehidupan bersama antara kelompok pribadi itu, sehingga terbentuklah
masyarakat.
2. Agama
Manusia bersahaja dahulu ketika pada awal pembentukan pengetahuan,
menghadapi alam dan peristiwa-peristiwa alam dalam kehidupan dengan
penuh tanda tanya. Mana yang tak terjawaboleh pengetahuan mereka yang
dangkal mereka pulangkan pada hal-hal yang gaib. Apa yang tak terjawab
oleh pengetahuan mereka yang dangkal, dipulangkan pada agama,antara lain
tentang hidup mati, keraguan dan ketakutan dalam mengahadapi berbagai
peristiwa, harapan setelah meniggalkan dunia ini. Tanpa agama manusia
terdampar pada kehidupan jasmaniah saja. Tanpa kehidupan rohaniah lenyap
tempat tegak etika dan moral serta kepercayaan kehidupan di seberang
kubur.4

4. Bentuk-Bentuk Masyarakat
Masyarakat yang terdiri dari sekumpulan orang, kemudian membentuk
perkumpulan yang setiap kelompoknya berbeda-beda. Berikut
bentuk-bentuk kelompok masyarakat:
1) Masyarakat Tradisional
Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang kehidupannya
masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Jadi, masyarakat

4
Kaelani, 2000, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Bumi Aksara, hal.159
tradisional di dalam melangsungkan kehidupannya berdasarkan
pada cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan lamayang masih diwarisi
dari nenek moyangnya. Kehidupan mereka belum terlalu
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang berasal dari luar
lingkungan sosialnya. Masyarakat ini dapat juga disebut masyarakat
pedesaan atau masyarakat desa. Masyarakat desa adalah
sekelompok orang yang hidup bersama, bekerja sama, dan
berhubungan erat secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir
seragam.5
2) Masyarakat Modern
Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar
warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke
kehidupan dalam peradaban dunia masa kini. Perubahan-Perubahan
itu terjadi sebagai akibat masuknya pengaruh kebudayaan dari luar
yang membawa kemajuan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
seimbang dengan kemajuan di bidang lainnya seperti ekonomi,
politik, hukum, dan sebagainya. Bagi negara-negara sedang
berkembang seperti halnya Indonesia. Pada umumnya masyarakat
modern ini disebut juga masyarakat perkotaan atau masyarakat
kota.6
3) Masyarakat Transisi
Masyarakat transisi ialah masyarakat yang mengalami
perubahan dari suatu masyarakat ke masyarakat yang lainnya.
Misalnya masyarakat pedesaan yang mengalami transisi ke arah
kebiasaan kota, yaitu pergeseran tenaga kerja dari pertanian, dan
mulai masuk ke sektor industri.
Ciri-ciri masyarakat transisi adalah: adanya pergeseran dalam
bidangpekerjaan, adanya pergeseran pada tingkat pendidikan,
mengalami perubahan ke arah kemajuan, masyarakat sudah mulai

5
(Baruta, Imran. 2011. Masyarakat Tradisional dan Masyarakat Modern. Dipublikasikan di

http://imranuad.wordpress.com/2011/05/19/123/ diakses pada 21 April 2015)


6
Ibid.,
terbuka dengan perubahan dan kemajuan zaman, tingkat mobilitas
masyarakat tinggi dan biasanya terjadi pada masyarakat yang sudah
memiliki akses ke kota misalnya jalan raya.7

2. Pengertian Masyarakat Madani


Sejarah masyarakat madani atau masyarakat sipil lahir pertama kalinya
dalam perjalanan politik masyarakat sipil di barat. Istilah masyarakat sipil luas
dengan istiliah Civil Society yang didefenisikan oleh para ahli bahwasanya
karakter dari masyarakat sipil sebagai komunitas sosial dan politik pada
umumnya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dengan lembaga negara.
Istilah “Masyarakat Madani” dimunculkan pertama kalinya di kawasan asia
tenggara oleh Cendikiawan Malaysia yang bernama Anwar Ibrahim.
Masyarakat madani berbeda dengan masyarakat civil barat yang beriorientasi
penuh pada kebebasan individu. Menurut mantan Perdana Mentri Malaysia itu
Masyarakat Madani adalah sistem sosial yang tumbuh berdasarkan prinsip
moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dan mayarakat
yang berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan
undang-undang dan bukan nafsu keinginan individu. Ia juga mengatakan
masyarakat madani memiliki ciri-ciri yang khas yaitu kemajemukan
kebudayaan (Multicultural), Hubungan timbal balik (Reprocity) dan sikap yang
saling memahami dan menghargai. Anwar Menjelaskan watak masyarakat
madani yang ia maksud adalah guiding ideas, dalam melaksanakan ide-ide
yang mendasari keberadaanya yaitu prinsip moral, keahlian, kesamaan,
musyawarah dan demokratis.

Dawam Rahardjo juga mengemukakan defenisi masyaraakat madani


adalah proses penciptaan peradaban yang mengacu pada nilai-nilai kebijakan
bersama. Menurutnya masyarakat madani adalah warga negara bekerja sama
membangun ikatan sosial, jaringan produktif, solidaritas kemanusiaan yang
bersifat non negara. Ia juga mengemukakan dasar utama masyarakat madani
adalah persatuan dan integrasi nasional yang didasarkan pada suatu pedoman

7
(Pambudi, Angga Restu. 2011. Ciri-Ciri Masyarakat Tradisional dan Modern. Dipublikasikan di

http://anggarestupambudi.wordpress.com/2011/11/17/ciri-ciri-masyarakat-tradisional-dan-modern/

diakses 21 Desember 2016)


hidup, menghindarkan diri dari konflik permusuhan yang menyebabkan
perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Sejalan dengan itu, Azyumardi Azra juga mengemukakan bahwa
masyarakat madani lebih dari sekedar gerakan prodemokrasi yang mengacu
pada pembentukan masyarakat bekwalitas dan ber-tamaddun (Civility).
Menurut beberapa ahli lainnya yaitu Cicero mengemukakan “Civil Society
adalah merupakan masyarakat politik yang memiliki kode hukum”, John Locke
mengemukakan “Civil Society adalah sebagai masyarakat politik. Ia diharapkan
sebagai otoritaspaternal atau keadaaan alami masyarakat yang damai, penuh
kebijakan saling melindungi, penuh kebebasan, penuh kebebasan tidak ada rasa
takut atau kesetaraan“.
Jean-Jaques Roesseau mengemukakan “Civil Society adalah karena
pendapatnya kontrak sosial masyarakat terwujud akibat kontrak sosial“
Antoniao Gramsci mengemukakan “Civil Society adalah kumpulan organisme
yang disebut privat dengan masyarakat politik”. Alexis de”Tocqueville
mengemukakan “Civil Society adalah wilayah-wilayah kehidupan yang
terorganisasi dan bercirikan, antara lain kesukarelaan, kewasembadaan
kemadirian tinggi berhadapan dengan norma-norma atau nilai-nilai
hukum yang diidkuti warganya“. Ernest Gellner mengemukakan “Civil
Society adalah masyarakat yang terdiri atas intitisi non pemerintah yang otonom
dan cukup kuat untuk mengimbangi Negara”.

Masyarakat madani memiliki pengertian yang terus berkembang. Banyak


istilah-istilah yang digunakan untuk menyebutkan masyarakat madani
diantaranya, civil society, masyarakat beradab, dan masyarakat sipil. Namun,
masyarakat sipil jarang digunakan karena cenderung merendahkan dan
menyederhanakan pengertiannya.

3. Perkembangan Masyarakat Madani


Dilihat dari presfektif sejarah, maka akal pemikiran dari civil society dapat
dilacak jauh ke belakang. Versi awalnya dapat ditemukan dalam karya
Aristoteles yaitu Politike Koinoia (Political Society atau Community) atau yang
biasa dirumuskan dalam bahasa latinSocieties Civilis, yaitu sebuah komunitas
politik tempat warga terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi
politik dan pengambilan keputusan. 8 Dalam perkembangannya filusuf-filusuf
besar seperti Hobbes dan Locke yang merumuskan teori ”Kontrak sosial”
memisahkan adanya negara di satu sisi dengan masyarakat madani sisi laininya.
Menurut Hobbes, masyarakat madani harus memiliki kekuasaan mutlak, agar
mampu sepenuhnya mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi
setiap warga negara terutama perilaku politiknya. Sementara menurut John
Locke, kehadiran masyarakat madani dimaksudkan untuk melindungi
kebebasan dan hak milik setiap warga negara dan berusaha menghidupkan
peran masyarakat dalam menghadapi kekuasaan mutlak para raja dan hak-hak
istimewa para bangsawan. Ini ia tulis dalam bukunya Civillian Goverment
(pemerintahan sipil). John Locke dalam tulisannya berusaha membangun
pemikiran otoritas umat untuk merealisasikan kemerdekaan dari kekuasaan elit
yang memonopoli kekuasaan dan kekayaan dan hal tersebut dapat diwujudkan
dalam demokrasi parlementer .
Menurut Hegel, masyarakat bukanlah satu-satunya yang dibentuk dalam
perjanjian kemasyarakatan (Social Contract). Dengan kata lain masyarakat
madani merupakan satu bagian saja dari tatanan politik. Secara keseluruhan
tatanan politik yang lain adalah negara. Hegel membedakan antara masyarakat
madani dengan masyarakat politik, yaitu bahwa kalau masyarakat madani
adalah bentuk perkumpulan yang bersifat spontan dan berdasarkan kebiasaan
dalam masyarakat tetap bergantung pada hukum, sedangkan masyarakat politik
adalah lembaga hukum dan politik mengayomi masyarakat secara
keseluruhan.9
Sementara Rustam Ibrahim memahami masyarakat madani itu ditandai
adanya berbagai organisasi di dalam masyarakat yang keberadaannya relatif
otonom dari negara dan mampu mengatur dirinya sendiri dalam bentuk
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga atau peraturan lainnya seperti Code
Of Conduct dan mampu menegakan aturan-aturan tersebut dengan baik. Selain
itu, organisasi anggota diakui hak-haknya termasuk hak sipil dan hak politik.10

8
Azyumardi Azra, 2003,Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM, Masyarakat Madani,
Jakarta: Tim ICCE UIN, hal.243
9
Dawan Rahardjo, 1987, Islam dan Modernisasi: Catatan Atas Paham Sekularisasi Nurcholish
Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung : Mizan, hal.21
10
Rustam Ibrahim, 1998,Civil Society dan LSM di Indonesia dalam Kastorius Sinaga (ed) Menuju
Masyarakat Madani, Jakarta: INPI-Pact, hal.21
Dengan demikian, komponen utama masyarakat madani adalah individu,
organisasi sipil, pers masyarakat, kampus atau akademisi, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan kelompok-kelompok diskusi yang hak-hak sipil dan
hak-hak politiknya dilindungi. Menurut Kuntowijoyo, bahwa masyarakat
madani berwatak dinamis, terbuka dan kenyataan riil dalam sejarah, bukan
masyarakat yang utopis dan bisa dilihat dari berbagai sudut pandang baik dari
kacamata agama, aliran pemikiran ataupun mazhab filsafat.
Dalam sejarahnya, ada dua hal yang terdokumentasi sebagai masyarakat
madani yaitu:
1. Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.
2. Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjian Madinah antara
Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang
beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj.
Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk
saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial,
menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW
sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap
keputusan-keputusannya, dan memberikankebebasan bagi penduduknya
untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya.

4. Karakteristik Masyarakat Madani


Berikut ini ada pendapat mengenai karakteristik yang harus dimiliki
masyarakat yang dapat dikatakan bahwa masyarakat tersebut adalah
masyarakat madani, diantaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif ke
dalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang
mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan
alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh
negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena
keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan
masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh
rejim-rejim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga
individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial
dengan berbagai ragam perspektif.
8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang
beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan
sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat baik secara individu
maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang
dapat mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah
diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa
terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan
terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan
untuk umat manusia.
14. Berakhlak mulia.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani
adalah sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan
hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan
kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang
seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program
pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, masyarakat madani bukanlah
masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Masyarakat madani
adalah konsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan
yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat
dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus
dipenuhi untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance
(pemerintahan demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan
democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil
security; civil responsibility dan civil resilience).
Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani
sebagai berikut:
1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam
masyarakat.
2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (socail
capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas
kehidupan dan terjalinnya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata
lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan
lembaga-lembaga swadaya untuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu
kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap
saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga
ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan
kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi
antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.
Tanpa prasyarat tesebut maka masyarakat madani hanya akan berhenti pada
jargon. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit
yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering
melanggar hak azasi manusia. Dengan kata lain, ada beberapa rambu-rambu yang
perlu diwaspadai dalam proses mewujudkan masyarakat madani.
Konsep Masyarakat Madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas usulan
untuk meletakkan peran agama ke dalam suatu masyarakat Multikultural.
Multikultural merupakan produk dari proses demokratisasi dinegeri ini yang sedang
berlangsung terus menerus yang kemudianmemunculkan ide pluralistik dan
implikasinya kesetaraan hak individual. Perlu kita pahami, perbincangan seputar
Masyarakat Madani sudah ada sejak tahun 1990-an, akan tetapi sampai saat ini,
masyarakat Madani lebih diterjemahkan sebagai masyarakat sipil oleh beberapa pakar
Sosiologi. Untuk lebih jelasnya, kita perlu menganalisa secara historis kemunculan
masyarakat Madani dan kemunculan istilah masyarakat Sipil, agar lebih akurat
membahas tentang peran agama dalam membangun masyarakat bangsa.

5. Masyarakat Madani pada Akhir Abad ke 20


Masyarakat Madani yang pertama kali dikenal di Indonesia atas
pemikiran Anwar ibrahim yang dikenal dengan istilah civil society yang
kemudian mendapat legitimasi dari beberapa pakar di Indonesia termasuk salah
satunya yaitu Nurcholis Madjid yang telah melakukan rekontruksi terhadap
masyarakat madani dalam artikelnya menuju masyarakat madani.11 Kemudian
istilah masyarakat madani ini mulai dikenal dan semakin banyak disebut oleh
kalangan intelektual seperti Emil Salim, Amien Rais, Abdurrahman Wahid dan
lain-lain.
Menurut Abdurahman Wahid bahwa masyarakat madani Civil Society
adalah sebuah wacana atau diskursus.12Sebagai sebuah diskursus, pembahasan
ini terkait dengan diskursus-diskursus sosial (sosial discourse) dan
praktik-praktik iskursif (discoursive practices) sebagai bagian dari
perjuangannya. Civil society adalah sebuah harapan atau bisa juga dikatakan
sebagai sebuah teori tentang masyarakat yang dicita-citakan. Perjuangan untuk
mewujudkannya akan selalu terkait dengan praktik-praktik diskursif dalam
masyarakat. Wacana yang dominan selalu menekankan perbincangan lain
melalui pengetahuan dan institusi sosial. Tetapi wacana yang dominan tidak
sepenuhnya terlindungi dari fenomena persaingan.13 Demikian pula pemikiran
Abdurrahman Wahid. Sebagai sebuah wacana, ia akan selalu terkait dengan
diskursus-diskursus sosial dan praktik-praktik diskursif sebagai bagian dari yang
dipengaruhi dan yang mempengaruhi perjuangan dan pemikirannya.

11
Sufyanto, Masyarakat Tamaddun: Kritik Hermeneutis Masyarakat Madani Nurcholis Madjid,
Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 2001.
12
Ahmad Baso, Civil Society Versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran Civil Society dalam
Islam Indonesia (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), 44
13
Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Press, 1995), 30-31.
Sementara itu, Amien Rais yang pemikirannya lebih kepada politik
islam yang berpendapat bahwa negara bukan merupakan negara islam namun
harus menganut demokrasi modern. Dalam pemikirannya bahwa masyarakat
madani menurut pandangan Amien Rais, yang lebih mendefinisikan pada
istilah Islamic State atau Negara Islam tidak ada dalam al-Quran maupun dalam
Sunnah. Oleh karena itu, menurut Amien Rais, tidak ada perintah dalam Islam
untuk menegakkan Negara Islam. Yang ada adalah khilafah, yaitu suatu misi
kaum Mislimin yang harus ditegakkan di muka bumi ini untuk memakmurkan
sesuai dengan petunjuk dan peraturan Allah swt., maupun Rasul-Nya. Adapun
cara pelaksanaanya, lanjut Amien Rais, al-Quran tidak menunjukkan secara
terperinci, tetapi dalam bentuk global saja. Amien mencontohkan Saudi Arabia,
sebagai suatu negara yang aneh dalam zaman modern ini, dan para pemimpinya
menyatakan tidak perlu konstitusi karena mereka sudah mempunyai sandaran
syari’ah Islam. Namun, bagi Amien aplikasi syari’ah Islam sendiri di sana
begitu sempit, dan jauh dari idealisme Islam itu sendiri. Amien menyebutkan,
seperti prinsip-prinsip monarkhi Saudi Arabia itu sendiri sudah bertabrakan
dengan prinsip-prinsip ajaran Islam di bidang kemasyarakatan dan politik.14

Masyarakat madani atau yang disebut orang barat Civil


society mempunyai prinsip pokok pluralis, toleransi dan human right termasuk
di dalamnya adalah demokrasi. Sehingga masyarakat madani dalam artian
negara menjadi suatu cita-cita bagi negara Indonesia ini, meskipun sebenarnya
pada wilayah-wilayah tertentu, pada tingkat masyarakat kecil, kehidupan yang
menyangkut prinsip pokok dari masyarakat madani sudah ada. Sebagai
bangsa yang pluralis dan majemuk, model masyarakat madani merupakan tipe
ideal suatu mayarakat Indonesia demi terciptanya integritas sosial bahkan
integritas nasional.
Di Indonesia, pluralisme dalam keberagamaan dapat dibagi menjadi 3
jaman perkembangannya, yaitu:
1. Pluralisme cikal-bakal. Yang di maksud istilah ini adalah pluralisme
yang relative stabil, karena kemajemukan suku dan masyarakat pada
umumnya masih berada dalam taraf statis. Mereka hidup dalam
lingkungan yang relative terisolasi dalam batas-batas wilayah yang
tetap, dan belum memiliki mobilitas yang tinggi karena
teknologi komunikasi dan transportasi yang mereka miliki

14
http://adieth12.blogspot.co.id/2013/06/pemikiran-nurcholish-madjid-dan-amien_8471.html diunduh
pada 07 Juli 2017 Jam 20.10
belum memadai. Agama-agama suku hidup dalam claim dan domain yang
terbatas, tidak berhubungan satu dengan lainnya. Keadaan seperti ini tidak
banyak berubah sampai datang pengaruh agama yaitu agama Hindu dan
Budha dengan tingkat peradabannya masing-masing.
2. Pluralisme kompetitif. Pluralisme jenis kedua ini kira-kira mulai abad 13
ketika agama islam mulai berkembang di Indonesia, dan kemudian disusul
dengan kedatangan agama Barat atau agama Kristen (baik katolik maupun
Protestan) pada kira-kira abad 15. konflik dan peperangan mulai terjadi
diantara kerajaan islam di pesisir dengan sisa-sisa kekuatan Majapahit di
pedalaman Jawa. Ketika penjajah dating dengan konsep “God, Gold, and
Glory”, persaingan antara Islam dan Kristen terus berlangsung hingga akhir
abad 19.
3. Pluralisme Modern atau pluralisme organik. Di awal abad ke 20, puncak
dominasi Belanda atas wilayah nusantara tercapai dengan didirikannya
“negara” Nederland Indie. Kenyataan negara ini menjadi sebuah
kesatuan organic yang memiliki satu pusat pemerintah yang mengatur
kehidupan berdasarkan hukum dan pusat kekuasaan yang riil. Pluralisme
SARA memang diperlemah, disegregasikan dan dibuat terfragmentasikan
demi kepentingan Belanda. Kemudian upaya-upaya mansipasi SARA pun
terjadi dalam peristiwa Sumpah pemuda 1928 dan proklamasi
kemerdekaan 1945.15

B. Teori-Teori tentang Masyarakat Madani yang Berkembang di Indonesia


pada Abad ke-20
1. Masyarakat Madani dalam pandangan Islam
Dalam Pandangan islam pada kata masyarakat madani terdapat kata
kunci pada konsep masyarakat madani (civil society), yakni kata “ummah” dan
“madinah”. Dua kata kunci yang memiliki eksistensi kualitatif inilah yang
menjadi nilai-nilai dasar bagi terbentuknya masyarakat madani.Kata “ummah”
misalnya, yang biasanya dirangkaikan dengan sifat dan kualitas tertentu, seperti
dalam istilah-istilah ummah Islamiyah, ummah Muhammadiyah, khaira ummah
dan lain-lain, merupakan pranata sosial utama yang dibangun oleh Nabi

15
Th. Sumartana, Pluralisme, Konflik, dan Dialog; Refleksi tentang Hubungan antar Agama di Indonesia
Muhammad SAW segera setalah hijrah di Madinah.16“Ummah” dalam bahasa
arab menunjukan pengertian komunitas keagamaan tertentu, yaitu komunitas
yang mempunyai keyakinan keagamaan yang sama. Secara umum, seperti
disyaratkan al-Qur’an, “ummah” menunjukan suatu komunitas yang
mempunyai basis solidaritas tertentu atas dasar komitmen keagamaan, etnis,
dan moralitas.
Dalam perspektif sejarah, “ummah” yang dibangun oleh Nabi
Muhammad SAW di Madinah dimaksudkan untuk membina solidaritas di
kalangan para pemeluk Islam (kaum Muhajirin dan kaum Anshar). Khusus bagi
kaum muhajirin, konsep “ummah” merupakan sistem sosial alternatif pengganti
sistem sosial tradisional, sistem kekabilahan dan kesukuan yang mereka
tinggalkan lantaran memeluk Islam. Hal di atas menunjukan bahwa konsep
“ummah” mengundang konotasi sosial, ketimbang konotasi politik.
Istilah-istilah yang sering dipahami sebagai cita-cita sosial Islam dan memiliki
konotasi politik adalah “khilafah”, “dawlah” dan “hukumah”. Istilah pertama,
“khilafah”, disebutkan sembilan kali dalam al-Qur’an, tapi kesemuanya bukan
dalam konotasi sistem politik, tapi dalam konteks misi kehadiran manusia di
muka bumi. Oleh karena itu, penisbatan konsep “khilafah” dengan institusi
politik tidak mempunyai landasan teologis. Begitu pula dengan istilah
“dawlah”, yang diartikan negara (nation state) dan dipahami sebagai
masyarakat madani yang harus di tegakkan, tidak terdapat dalam al-Qur’an.
Kata “hukumah” yang diartikan pemerintah juga tidak terdapat dalam
al-Qur’an. Al-Qur’an memang banyak menyebut bentuk-bentuk dari akar kata
“hukumah”yaitu “hukama”, tapi dalam pengertian dan konteks yang berbeda.
Ayat-ayat al-Qur’an yang dipakai untuk menunjukan adanya pemerintahan
Islam, seperti yang terdapat dalam teori “hakamiyan” (pemerintahan
ilahi).Namun, perlu dicatat bahwa pengertian kata-kata “yahkumu” dalam
ayat-ayat tersebut tidak menunjukan konsep pemerintahan.17
Sementara itu, madinah adalah derivasi dari kosa kata Arab yang
mempunyai dua pengertian. Pertama, madinah berarti kota atau disebut dengan

16
Warson M, Ahmad, 1984, “Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia”, Yogyakarta: Pondok Pesantren
“Al-Munawir”. Hal.95
17
Din Syamsudin, 2002,Etika Agama dalam membangun Masyarakat Madani, Jakarta: Logos,
Hal. 95
"masyarakat kota. Kedua, “masyarakat berperadaban” karena madinah adalah
juga derivasi dari kata tamaddun atau madaniyah yang berarti
“peradaban”, yang dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai civility dan civilization. Kata sifat dari kata madinah adalah madani.18
Adapun secara terminologis, masyarakat madani adalah komunitas
Muslim pertama di kota Madinah yang dipimpin langsung oleh Rasul Allah
SAW dan diikuti oleh keempat al-Khulafa al-Rasyidun. Masyarakat madani
yang dibangun pada zamanNabi Muhammad SAW tersebut identik
dengan civil society, karena secara sosio-kultural mengandung substansi
keadaban atau civility. Model masyarakat ini sering dijadikan model
masyarakat modern, sebagaimana yang diakui oleh seorang sosiolog Barat,
Robert N. Bellah, dalam bukunya The Beyond of Belief (1976). Bellah, dalam
laporan penelitiannya terhadap agama-agama besar di dunia, mengakui bahwa
masyarakat yang dipimpin Rasul Allah SAW itu merupakan masyarakat yang
sangat modern untuk zaman dan tempatnya, karena masyarakat Islam kala itu
telah melakukan lompatan jauh ke depan dengan kecanggihan tata sosial dan
pembangunan sistem politiknya.19
Nabi Muhammad SAW melakukan penataan negara tersebut, dengan
cara : (1) membangun infrastruktur negara dengan masjid sebagai simbol dan
perangkat utamanya. (2) menciptakan kohesi sosial melalui proses
persaudaraan antara dua komunitas yang berbeda, yaitu Quraisy dan Yatsrib,
serta komunitas Muhajirin dan Anshar dalam bingkai
solidaritas keagamaan. (3) membuat nota kesepakatan untuk
hidup berdampingan dengan komunitas lain, sebagai sebuah masyarakat
pluralistik yang mendiami wilayah yang sama, melalui Piagam Madinah. (4)
merancang sistem negara melalui konsep jihad fi sabilillah (berjuang di jalan
Allah). Dengan dasar ini, negara dan masyarakat Madinah yang dibangun oleh
Nabi Muhammad SAW merupakan negara dan masyarakat yang kuat dan solid.
Peristiwa hijrah telah menciptakan keberagaman penduduk Madinah. Penduduk
Madinah tidak terdiri dari Suku Aus, Khazraj dan Yahudi saja, tetapi

18
A H Hujair Sanaky, 2002, Paradigma Pendidikan Islam : Membangun Masyarakat Madani
Indonesia, Yogyakarta: Safiria Insani Press, Hal.30

19
Hatta, Ahmad. 2001. Peradaban yang Bagaimana? Rincian Misi Negara Tauhid Madinah. http: //
rully-indrawan.tripod.com pada tanggal 14 Desember 2016
juga Muhajirin Quraisy dan suku-suku Arab lain. Nabi SAW menghadapi
realitas pluralitas, karena dalam struktur masyarakat Madinah yang baru
dibangun terdapat beragam agama, yaitu: Islam, Yahudi, Kristen, Sabi’in, dan
Majusi—ditambah ada pula yang tidak beragama (atheis) dan bertuhan banyak
(polytheis). Struktur masyarakat yang pluralistik ini dibangun oleh
Nabi SAW di atas pondasi ikatan iman dan akidah yang nilainya lebih tinggi
dari solidaritas kesukuan (ashabiyah) dan afiliasi-afiliasi lainnya.
Selain itu, masyarakat pada saat itu terbagi ke dalam beberapa
kelompok yang didasarkan atas ikatan keimanan, yaitu: mu'minun, munafiqun,
kuffar, musyrikun, dan Yahudi. Dengan kata lain, masyarakat Madinah pada
saat itu merupakan bagian dari komunitas masyarakat yang majemuk atau
plural. Kemajemukan masyarakat Madinah diawali dengan membanjirnya
kaum Muhajirin dari Makkah, hingga kemudian mengakibatkan munculnya
persoalan-persoalan ekonomi dan kemasyarakatan yang harus diantisipasi
dengan baik. Dalam konteks itu, sosialisasi sistem persaudaraan menjadi
kebutuhan mendesak yang harus diwujudkan. Untuk mengatasi persoalan
tersebut, Nabi Muhammad SAW bersama semua unsur penduduk madinah
secara konkret meletakkan dasar-dasar masyarakat Madinah yang mengatur
kehidupan dan hubungan antar komunitas, yang merupakan komponen
masyarakat majemuk di Madinah. Kesepakatan hidup bersama yang dituangkan
dalam suatu dokumen yang dikenal sebagai “Piagam Madinah” (Mitsaq
al-Madinah) dianggap sebagai konstitusi tertulis pertama dalam sejarah
manusia. Piagam ini tidak hanya sangat maju pada masanya, tetapi juga menjadi
satu-satunya dokumen penting dalam perkembangan konstitusional dan hukum
di dunia. Dalam dokumen itulah umat manusia untuk pertama kalinya
diperkenalkan, antara lain, kepada wawasan kebebasan, terutama di bidang
agama dan ekonomi, serta tanggung jawab sosial dan politik, khususnya
pertahanan secara bersama. Dalam piagam tersebut juga ditempatkan hak-hak
individu, yaitu kebebasan memeluk agama, persatuan dan kesatuan,
persaudaraan (al-ukhuwwah) antaragama, perdamaian, toleransi, keadilan
(al-'adalah), tidak membeda-bedakan (anti diskriminasi), dan menghargai
kemajemukan.
Dengan kemajemukan tersebut, Nabi Muhammad SAW mampu
mempersatukan mereka. Fakta ini didasarkan pada: pertama, mereka hidup
dalam wilayah Madinah sebagai tempat untuk hidup dan bekerja
bersama. Kedua, mereka bersedia dipersatukan dalam satu umat untuk
mewujudkan kerukunan dan kemaslahatan secara bersama-sama. Ketiga,
mereka menerima Muhammad SAW sebagai pemimpin tertinggi dan pemegang
otoritas politik yang legal dalam kehidupan. Otoritas tersebut juga dilengkapi
dengan institusi peraturan yang disebut Piagam Madinah yang berlaku
atas seluruh individu dan setiap kelompok.
Dalam konstitusi Piagam Madinah, secara umum masyarakat berada
dalam satu ikatan yang disebut ummah. Yaitu suatu masyarakat yang terdiri
dari berbagai kelompok sosial yang disatukan dengan ikatan sosial dan
kemanusiaan yang membuat mereka bersatu menjadi ummah wahidah. Oleh
karena itu, perbedaan agama bukan merupakan penghambat dalam
mencipatakan suasana persaudaraan dan damai dalam masyarakat plural.
Muhammad Abduh dalam tafsirnya, al-Manar, mengakui bahwa agama
bukanlah satu-satunya faktor ikatan sosial dalam suatu umat, melainkan ada
faktor universal yang dapat mendukung terwujudnya suatu umat, yaitu unsur
kemanusiaan. Karenanya unsur kemanusiaan sangat dominan dalam kehidupan
manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk politik. Demikian juga
Muhammad Imarah, dalam karyanya berjudul Mafhum al-Ummah fi Hadharat
al-Islam, menyatakan bahwa umat yang dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW
di Madinah merupakan umat yang sekaligus bersifat agama dan politik.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa umat yang dibentuk Nabi
Muhammad SAW di kota Madinah bersifat terbuka, karena Nabi mampu
menghimpun semua komunitas atau golongan penduduk Madinah, baik
golongan yang menerima risalah tauhid beliau maupun yang menolak.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa sebenarnya
masyarakat madani yang bernilai peradaban itu dibangun setelah Nabi
Muhammad SAW melakukan reformasi dan transformasi pada individu yang
berdimensi akidah, ibadah, dan akhlak. Dalam praktiknya, iman dan
moralitaslah yang menjadi landasan dasar bagi Piagam Madinah.
Prinsip-prinsip dan nilai-nilai tersebut menjadi dasar bagi semua aspek
kehidupan, baik politik, ekonomi, dan hukum pada masa Nabi SAW.
Masyarakat Madinah yang dibangun Nabi SAW itu sebenarnya identik
dengan civil society, karena secara sosio-kultural mengandung substansi
keadaban atau peradaban. Nabi SAW menjadikan masyarakat Madinah pada
saat itu sebagai classless society (masyarakat tanpa kelas), yaitu tidak
membedakan antara si kaya dan si miskin, atasan dan bawahan, namun, semua
sama dimata hukum. Dari uraian di atas, secara terminologis masyarakat
madani yang berkembang dalam konteks Indonesia setidaknya berada dalam
dua pandangan, yakni, masyarakat Madinah dan masyarakat sipil (civil society).
Keduanya tampak berbeda, tetapi sama. Berbeda, karena memang secara
historis keduanya mewakili budaya yang berbeda, yakni masyarakat Madinah
yang mewakili historis peradaban Islam. Sedangkan masyarakat sipil adalah
hasil dari peradaban Barat, seperti telah dipaparkan di atas. Perbedaan lainnya,
masyarakat Madinah menjadi tipe ideal yang sangat sempurna, karena
komunitas masyarakat dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW.
Apabila masyarakat madani diasosiasikan sebagai penguat peran masyarakat
sipil, maka masyarakat madani hanya bertahan di era empat al-Khulafa’
al-Rasyidun. Setelah itu, masyarakat Islam kembali kepada masa monarki, di
mana penguasaan negara (state power) kembali menjadi besar, dan peran
masyarakat (society participation) menjadi kecil. Oleh sebab itu, ketiga prinsip
yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan sebagai elemen penting
terbentuknya “masyarakat madani”, yaitu masyarakat yang memegang teguh
ideologi yang benar, berakhlak mulia, bersifat mandiri secara
kultural-politik-ekonomi, memiliki pemerintahan sipil, memiliki prinsip
kesederajatan dan keadilan, serta prinsip keterbukaan.

2. Masyarakat Madani di Abad ke 20


Secara historis kelembagaan civil society muncul ketika proses proses
tranformasi akibat modernisasi terjadi dan menghasilkan pembentukan sosial
baru yang berbeda dengan masyarakat tradisional. Hal ini dapat ditelaah ulang
ketika terjadi perubahan sosial pada masa kolonial, utamanya ketika
kapitalisme mulai di kenalkan oleh Belanda. Hal itu telah mendorong terjadinya
pembentukan sosial lewat proses industrialisasi, urbanisasi dan pendidikan
modern. Pada akhirnya muncul kesadaran dikalangan kaum elit pribumi yang
kemudian mendorong terbentuknya organisasi sosial modern diawal abad ke
20, gejala ini menandai mulai berseminya masyarakat madani.
Pada tahun 1980-an terjadi perubahan politik yang cukup signifikan
yang dipandang sebagai proses demokratisasi dan perkembangan masyarakat
madani di Indonesia. Kalangan muslim yang sebelumnya berada dimargin
politik mulai berani masuk ketengah kekuasaan dan pada saat yang sama proses
demokratisasi menemukan hal yang baru dan katup yang membendung proses
demokratisasi mulai terbuka terbukti dengan maraknya gerakan prodemokrasi.
Turunnya rezim Soeharto dan munculnya orde baru menunjukkan
proses rekonstruksi politik, ekonomi, sosial dan membawa dampak bagi
perkembangan masyarakat madani di Indonesia. Pada tataran sosial ekonomi
akselerasi pembangunan melalui industrialisasi telah berhasil menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan mendorong
terjadinya perubahan struktur sosial masyarakat Indonesia yang diandaidengan
bergesernya pola-pola kehidupan masyarakat agraris.
Berakhirnya rezim orde baru dibawah pimpinan Soeharto yang
memerintah dengan memperkuat posisi negara disegala bidang yang
menyebabkan merosotnya kemandirian dan partisipasi masyarakat sehingga
menyebabkan kondisi dan pertumbuhan masyarakat madani menampilkan
beberapa produk. Misalnya dengan semakin berkembangnya kelas menengah
seharusnya semakin mandiri sebagai keseimbangan kekuatan negara
sebagaimana yang terdapat dinegara kapatalis Barat, tetapi kenyataannya kelas
menengah yang tumbuh masih bergantung kepada negara.
Tumbangnya pemerintahan Soeharto dengan cepat dan dramatis pada
Mei 1998 dan diikuti dengan perubahan-perubahan sosial dan politik sangat
penting dan potensial bagi terciptanya masyarakat madani. Secara umum politik
represi (menekan) yang menandai pemerintahan Soeharto berakhir dan
digantikan dengan politik yang lebih bebas dan demokratis. Berakhirnya era
3parpol yaitu PPP, PDI, dan GOLKAR dengan pemberian kebebasan kepada
masyarakat untuk mendirikan partai-partai, sehingga pada akhirnya terdapat
lebih dari 100 partai, namun setelah melalui seleksi tim 11 hanya ada 48 partai
yang dinyatakan berhak mengikuti pemilu serta berakhirnya era asas tunggal
Pancasila dan memberikan kebebasan memilih asas lain termasuk asas agama.20
Pemerintahan orde baru yang telah menghilangkan kekuatan
kebhinekaan dan mencoba menggusur suatu masyarakat yang uniform sehingga
terciptalah suatu struktur kekuasaan yang sangat sentralistik dan birokratik
yang menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia karena dalam usaha menekan
persatuan yang mengesampingkan perbedaan melalui cara-cara represif yang
berakibat mematikan inisiatif dan kebebasan berfikir serta bertindak dalam
pembangunan bangsa. Maka era reformasi yang mempunyai cita-cita
pengakuan kebhinekaan sebagai modal bangsa Indonesia dalam rangka untuk
menciptakan masyarakat madani yang menghargai perbedaan sebagai kekuatan
dan sebagai identitas bangsa yang secara kultural inilai sangat kaya dan
bervariasi.

20
Azumardi Azra, Menuju Masyarakat adani, Vi

Anda mungkin juga menyukai