Anda di halaman 1dari 13

A.

ETIOLOGI
Sebab yang primer dari solusio plasenta tidak diketahui, tetapi terdapat
beberapa keadaan
patologik yang terlihat lebih sering bersama dengan atau menyertai solusio
plasenta dan dianggap sebagai faktor risiko (lihat Tabel 38-1). Usia ibu dan
paritas yang tinggi berisiko lebih tinggi. Perbedaan suku kelihatan berpengaruh
pada risiko.8

Dalam buku sarwono, terkait dengan etiologi sebagai berikut8:


- Kategori penyakit ibu sendiri memegang peran penting seperti penyakit
tekanan darah tinggi dan kelainan.
- Sistem pembekuan darah seperti trombofilia.
- Dalam kategori fisik termasuk trauma tumpul pada perut, umumnya
karena kekerasan dalam rumah tangga atau kecelakaan dalam
berkendaraan.
- Kategori kelainan pada rahim seperti mioma terutama mioma
submukosum di belakang plasenta atau uterus berseptum.
- Kategori sebab iatrogenik seperti merokok dan kokain.

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler2,3
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia . Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi
pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi
yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung
berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
2. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat
bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi
pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Pengalaman di RSUPNCM
menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu dengan
paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin
kurang baik keadaan endometrium2,3,5.
3. Faktor usia ibu
Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya
peningkatankejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur
ibu. Hal ini dapat diterangkankarena makin tua umur ibu, makin tinggi
frekuensi hipertensi menahun1,2,3,5.
4. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio
plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung
leiomyoma3.
5. Riwayat solusia plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat
solusio plasenta adalahh bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada
kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil
lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya3.

B. PATOFISIOLOGI
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua
basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari
pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom
subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding
uterus 2,3.

Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit


mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum
terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui
setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan
pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna
kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak
terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu
berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi.
Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian
akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta
akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan
masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga
dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan
ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya
berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut
dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara
makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru
atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa
sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan
berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan
sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat 3,5.

Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah


pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga
berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan
sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan
hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan
pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh
lainnya5.

C. KLASIFIKASI
Yg lain sesuai di ppt.
Dalam buku sarwono menjelaskan8 :
1. Solusio plasenta ringan
Tumpahan darah yang keluar terlihat seperti pada haid bervariasi dari
sedikit sampai seperti menstruasi yang banyak. Gejala-gejala perdarahan
sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang
kehitaman. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.
2. Solusio plasenta sedang
Umumnya pertumpahan darah terjadi ke luar dan ke dalam bersama-sama.
Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jeias seperti rasa nyeri pada perut yang
rerus menerus, denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi dan takikardia.
3. Solusio plasenta berat
Pertumpahan darah bisa terjadi ke luar dan ke dalam bersama-sama.
Gejala-gejala dan tanda-tanda klinik jelas, keadaan umum penderita buruk
disertai syok, dan hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi
koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguri biasanya telah
ada.

D. GEJALA KLINIS

Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas


pengelompokannya menurut gejala klinis8:
1. Solusio plasenta ringan
Ini dapat diketahui secara retrospektif pada inspeksi plasenta setelah partus.
Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit,
sehingga belum keluar melalui vagina. Nyeri yang belum terasa menyulitkan
untuk membedakannya dengan plasenta previa kecuali darah yang keluar
bewarna merah segar pada plasenta previa. Tanda-tanda vital dan keadaan
umum ibu ataupun janin masih baik. Pada inspeksi dan auskultasi tidak
dijumpai kelainan kecuali pada palpasi, sedikit terasa nyeri lokal pada tempat
terbentuk hematom dan perut sedikit tegang tapi bagian-bagian janin masih
dapat dikenal. Kadar fibrinogen darah dalam batas-batas normal yaitu 350
mg%. Walaupun belurn memerlukan intervensi segera, keadaan yang ringan ini
perlu dimonitor terus sebagai upaya mendeteksi keadaan bertambah berat.
Pemeriksaan ultrasonografi berguna untuk menyingkirkan plasenta previa dan
mungkin bisa mendeteksi luasnya solusio remtama pada solusio seding atau
berat.
2. Solusio plasenta sedang
Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang
terus-menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat
janin, perdarahan yang tampak keluar lebih banyak, takikardia, hipotensi,
kulit dingin dan keringatan, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang
antara 150 sampai 250 mg/100 ml dan mungkin kelainan pembekuan darah
dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada. Rasa nyeri dan tegang perut
jelas sehingga palpasi bagian-bagian anak sukar. Rasa nyeri datangnya akut
kemudian menetap tidak bersifat hilang timbul seperti pada his yang normal.
Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna kehitaman, penderita pucat karena
mulai ada syok sehingga keringat dingin. Keadaan janin biasanya sudah
gawat. Pada stadium ini bisa jadi telah timbul his dan persalinan telah mulai.
Pada pemantauan keadaan janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada
deselerasi lambat. Perlu dilakukan tes gangguan pembekuan darah. Bila
terminasi persalinan terlambat atau fasilitas perawatan intensif neonatus
tidak memadai, kematian perinatal dapat dipastikan terjadi.
3. Solusio plasenta berat
Oleh karena itu palpasi bagian-bagian janin tidak –mungkin lagi dilakukan.
Fundus uteri lebih tinggi daripada yang seharusnya oleh karena telah terjadi
penumpukan darah di dalam rahim pada kategori concealed bemonbage. Jika
dalam masa observasi tinggi fundus bertambah lagi berarti perdarahan baru
masih berlangsung. Pada inspeksi rahim kelihatan membulat dan kulit di
atasnya kencang dan berkilat. Pada auskultasi denyut jantung janin tidak
terdengar lagi akibat gangguan anatomik dan fungsi dari plasentalo. Keadaan
umum menjadi buruk disertai syok. Ada kalanya keadaan umum ibu jauh lebih
buruk dibandingkan perdarahan yang tidak seberapa keluar dari vagina.
Hipofibrinogenemia dan oliguria boleh jadi telah ada sebagai akibat
komplikasi pembekuan darah intravaskular yang lruas (disseminated intra
vascular coagulation), dan gangguan fungsi ginjal. Kadar fibrinogen darah
rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan telah ada trombositopenia.

E. DIAGNOSIS
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup
luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali
meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan
efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal
tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal
sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan
perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih
besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati
yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak
diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau
terlambat 2,3.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio
plasenta antara lain 5 :
a. Anamnesis
- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat
menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
- Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-
konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah
yang berwarna kehitaman.
- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya
berhenti (anak tidak bergerak lagi).
- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.
Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar
pervaginam.
- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
2. Palpasi
- Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois
(wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.
- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
3. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar
biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang
bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.
4. Pemeriksaan dalam
- Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
- Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang,
baik sewaktu his maupun di luar his.
- Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta
ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus
placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.
5. Pemeriksaan umum
- Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh
dalam keadaan syok. nadi cepat, kecil dan filiformis.
6. Pemeriksaan laboratorium
- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder
dan leukosit
- Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match
test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan
darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot
Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan
tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).
7. Pemeriksaan plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan
cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum
atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang
disebut hematoma retroplacenter.
8. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
- Terlihat daerah terlepasnya plasenta
- Janin dan kandung kemih ibu
- Darah
- Tepian plasenta

F. TATALAKSANA
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau
ringannya gejala klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan 2
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada
perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin
hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio
plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup,
lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin
untuk mempercepat persalinan 4.

b. Solusio plasenta sedang dan berat


Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan,
penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan
jika perlu seksio sesaria5.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan
telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera
diberikan5. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan
intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari
tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi
ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom
subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan
juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk
memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan 3,4.
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang
terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat
tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks
ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum
penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui
dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin
dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai
hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi
penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi,
mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan
mengatasi kelainan pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio
plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan
amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan
adalah seksio sesaria5.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi
histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah
dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan5.

G. PROGNOSIS8
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan
lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio
plasenta ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena
tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang
mempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap janinnya karena
mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi di samping morbiditas ibu, yang
lebih berat. Solusio plasenta berat mempunyai prognosis paling buruk baik
terhadap ibu lebih-lebih terhadap janinnya. Umumnya pada keadaan yang
demikian janin telah mati dan mortalitas maternal meningkat akibat salah satu
komplikasi. Pada solusio plasenta sedang dan berat prognosisnya juga
bergantung pada kecepatan dan ketepatan bantuan medik yang diperoleh
pasien. Transfusi darah yang banyak dengan segera dan terminasi kehamilan
tepat waktu sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal dan
perinatal.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta
berlangsung.
 Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:
1. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak
dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila
persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan
postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan
perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan
darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan
jumlah perdarahan yang terlihat 2,3,12.

2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena
perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak,
yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi
ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan
proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal
mendadak 2,5. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran
pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta
berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang
secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin
menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah 2.
3. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di
RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134
kasus solusio plasenta yang ditelitinya 5.
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%,
berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari
100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah 2,5.

 Komplikasi yang dapat terjadi pada janin 8 :


1. Kelahiran premature perinatal,
2. Kematian janin, merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada
solusio plasenta.
DAPUS

1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak. Dalam:
Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002;
3-21

2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. Obstetrical
Haemorraghe. William Obstetrics 21th edition. Prentice Hall International Inc Appleton.
Lange USA. 2001; 819-41.
3. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R
Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya:
Airlangga University Press, 2001; 450-70.

4. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003.


518-20.

5. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Imu Kebidanan, edisi III Jakarta.


Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawiroharyo, 2002; 362-55.

8.

Anda mungkin juga menyukai