Bahkan Asy-Syaikh Abdullah bin Umar bin Mar’i Al-Adeni –hafizhahullah- juga
menyatakan bahwa pakaian berwarna hitam untuk wanita adalah termasuk “sunnah para
shahabiyah” sebagaimana yang dimuat oleh Majalah Akhwat edisi perdana, bagian:
Fatwa Ulama.
Benarkah demikian?
Tulisan ini tidak menjelaskan syarat-syarat dan perincian pakaian atau hijab wanita
muslimah karena sudah dibahas oleh banyak ulama baik dahulu maupun sekarang.
Tulisan ini hanya menjelaskan sedikit informasi tentang warna-warna pakaian yang
dikenakan muslimah pada masa Salafush Shalih dan kesalahan orang-orang sekarang
dalam memahami teks-teks hadits Rasulullah .
ﺔﺴﻴ
ﺍﻟْﺄَ ْﻛﻦ ﻣﺎﻥﺑﺮ ﺍْﻟﻐﺳﻬِﻦ
ﻭﺀﻋﻠَﻰ ﺭ ﺎﺭِ ﻛَﺄَﻥ ﺍﻟْﺄَﻧْﺼﺎﺀﻧﺴﺝﺮ { ﺧﺟﻠَﺎﺑِﻴﺒِﻬِﻦ ﻦ ﻣﻴﻬِﻦَﻋﻠ ﲔﻧﺪ } ﻳَﻟﺖﺎ ﻧَﺰﻟَﻤ
“Ketika turun ayat: “Hendaknya mereka (para muslimah) mengenakan jilbab-jilbab
mereka atas mereka.” (QS. Al-Ahzab: 59) maka para wanita Anshar keluar (dari rumah
mereka) seolah-olah di kepala mereka ada burung gagak dari pakaian (yang mereka
pakai, pen). “ (HR. Abu Dawud: 3578 dan di-shahih-kan oleh Al-Albani dalam Jilbab Al-
Mar’atil Muslimah: 82).
Berikut ini adalah keterangan para ulama yang menjelaskan bahwa hadits di atas tidak
menunjukkan wajibnya wanita memakai warna hitam:
1
ﻳﻌﲏ :ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﺍﳋﻤﺮ ،ﻭﺍﳌﻘﺼﻮﺩ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺃﳖﻦ ﺑﺎﺩﺭﻥ ﺇﱃ ﺗﻐﻄﻴﺔ ﺭﺀﻭﺳﻬﻦ ﻭﻭﺟﻮﻫﻬﻦ ﺣﺘﻰ ﺻﺮﻥ ] :ﻛﺄﻥ
ﻋﻠﻰ ﺭﺀﻭﺳﻬﻦ ﺍﻟﻐﺮﺑﺎﻥ [ ،ﻳﻌﲏ :ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺍﻟﻠﻮﻥ ،ﻭﻟﻮﻥ ﺍﻟﻐﺮﺑﺎﻥ ﺃﺳﻮﺩ ﻭﻟﻮﻥ ﺍﳋﻤﺮ ﺍﻟﱵ ﻛﺎﻧﺖ ﻋﻠﻴﻬﻦ ﻛﺬﻟﻚ .ﻭﻻ
“Maksudnya: ini dari sisi kerudungnya. Yang dimaksud dari hadits ini adalah bahwa
mereka bercepat-cepat untuk menutup kepala mereka dan wajah-wajah mereka
sehingga “seolah-olah di atas kepala mereka ada burung gagak”, yakni dari sisi
warna. Dan warna burung gagak adalah hitam dan warna kerudung mereka adalah
seperti itu. Dan ini tidaklah mengharuskan jilbabnya berwarna hitam.” (Syarh
Sunan Abi Dawud lisy Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad: 23142).
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyah wal Ifta’ -dalam fatwa nomer: 7523,
pertanyaan kelima- pernah ditanya:
ﺱ :5ﻣﺎ ﺣﻜﻢ ﻟﺒﺲ ﺍﻟﺴﻮﺍﺩ ﻟﻠﻨﺴﺎﺀ ،ﻭﻣﺎ ﻣﻌﻨﻰ ﻗﻮﻝ ﺃﻡ ﺍﳌﺆﻣﻨﲔ ﻋﺎﺋﺸﺔ -ﺭﺿﻲ ﺍ ﻋﻨﻬﺎ -ﰲ ﺍﳋﱪ..) :
ﺝ :5ﳚﻮﺯ ﻟﻠﻨﺴﺎﺀ ﻟﺒﺲ ﺍﻟﺴﻮﺍﺩ ﻭﻏﲑﻩ ﳑﺎ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﺗﺸﺒﻪ ﺑﺎﻟﺮﺟﺎﻝ ،ﻭﺃﻣﺎ ﻗﻮﻝ ﻋﺎﺋﺸﺔ -ﺭﺿﻲ ﺍ ﻋﻨﻬﺎ..) :-
ﻛﺄﻥ ﻋﻠﻰ ﺭﺅﻭﺳﻬﻦ ﺍﻟﻐﺮﺑﺎﻥ( ﻓﻬﻮ ﺛﻨﺎﺀ ﻣﻨﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﺍﳌﺴﻠﻤﺎﺕ ،ﺑﺎﻣﺘﺜﺎﳍﻦ ﺃﻣﺮ ﺍﳊﺠﺎﺏ ،ﻭﻫﻮ ﻳﻮﺣﻲ ﺑﺄﻥ
ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻠﺒﺎﺱ ﺃﺳﻮﺩ ﺍﻟﻠﻮﻥ .ﻭﺑﺎ ﺍﻟﺘﻮﻓﻴﻖ ،ﻭﺻﻠﻰ ﺍ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﳏﻤﺪ ﻭﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﻭﺳﻠﻢ.
ﻋﺒﺪ ﺍ ﺑﻦ ﻗﻌﻮﺩ ...ﻋﺒﺪ ﺍ ﺑﻦ ﻏﺪﻳﺎﻥ ...ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺯﺍﻕ ﻋﻔﻴﻔﻲ ...ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍ ﺑﻦ ﺑﺎﺯ
2
Tanya: “Apakah hukum pakaian berwarna hitam bagi wanita? Dan apa pula makna
ucapan Ummul Mukminin Aisyah : “Seolah-olah di kepala mereka ada burung
gagak?”
Jawab: “Diperbolehkan bagi wanita untuk memakai pakaian warna hitam dan warna
lainnya dari pakaian yang tidak menyerupai laki-laki. Adapun ucapan Aisyah –semoga
Allah meridlainya- : “Seolah-olah di atas mereka ada burung gagak.” Maka ini adalah
pujian darinya kepada para muslimah karena ketaatan mereka terhadap perkara
hijab. Dan ini memberikan pengertian bahwa pakaian tersebut berwarna hitam.
Wabillahittaufiq washallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alihi washahbihi wasallam.
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (ketua), Abdur Razzaq Afifi (wakil ketua), Abdullah
bin Ghudayyan (anggota), Abdullah bin Qu’ud (anggota).
Sungguh benar apa yang dijelaskan oleh Al-Lajnah Ad-Daimah dan Syaikh Abdul
Muhsin Al-Abbad bahwa yang dimaksud dengan ucapan Aisyah “Seolah-olah di atas
mereka ada burung gagak.” adalah pujian darinya kepada wanita Anshar karena
ketaatan mereka terhadap perkara hijab dan bukan keharusan atau anjuran
memakai jilbab atau kerudung hitam.
ﻬﻦَﻭﻃﺮ ﻣﻘﱠﻘْﻦ { ﺷﻮِﺑﻬِﻦﻴﻋﻠَﻰ ﺟ ﻦ ِﺮﻫ ِﺑﺨُﻤﻦﻀْﺮِﺑْﻟﻴ } ﻭﻝَ ﺍﻟﻠﱠﻪﺎ ﺃَﻧْﺰﻭﻝَ ﻟَﻤ ُ ﺍﻟْﺄﺍﺕﺎﺟِﺮﻤﻬ ْ ﺍﻟﺎﺀﻧﺴ ﺍﻟﻠﱠﻪﻢﺮﺣ ﻳ
“Semoga Allah merahmati wanita muhajirat yang pertama. Ketika Allah menurunkan
ayat: “Hendaknya para wanita membentangkan kerudung-kerudung mereka di atas
dada-dada mereka.” (QS. An-Nur: 31), mereka langsung menyobek pakaian bawah
(muruth) mereka kemudian berkerudung dengannya.” (HR. Al-Bukhari secara
mu’allaq dalam Shahihnya: Kitabut Tafsir, Bab: “Hendaknya para wanita
membentangkan kerudung-kerudung mereka di atas dada-dada mereka.”).
Kata “muruth” dalam riwayat di atas adalah pakaian bawahan dan tidak harus
berwarna hitam.
3
ٌﻭﻁﺮ ﻣ. ﻪﻤﻌ ﻭﺟ، ﻀَﺮ ﺍ َﻷﺧﺏ ﻫﻮ ﺍﻟ َﺜﻮ: َﻴﻞ ﻭﻗ، ِ ﺃﻭ َﻛﺘﱠﺎﻥﻮﻑ ﺃَﻭ ﺻﺰ ﻣﻦ ﺧﺴﺎﺀ ﻛ: ُﺮﻁ ﻭﺍﳌ
“Al-Mirth adalah pakaian dari sutera (bulu yang ditenun) atau wol atau kattan (linen).
Ada yang mengatakan bahwa mirth adalah baju yang berwarna hijau. Bentuk jamaknya
adalah muruth.” (Al-Muhkam wal Muhith Al-A’zham: 9/170). Dan ia digunakan untuk
sarung dan selimut wanita. (Mushbahul Munir: 8/440).
“Muruth adalah pakaian yang memiliki tanda (corak) yang terbuat dari sutera (atau
bulu yang ditenun) dan juga bisa dari bulu wol.” (Ihkamul Ahkam Syarh Umadatul
Ahkam: 1/93)
Bisa jadi jilbab yang berwarna hijau atau bercorak itu dilihat oleh Aisyah sebagai
pakaian hitam seperti burung gagak karena gelapnya malam. Ini ditunjukkan oleh riwayat
Ibnu Abi Hatim bahwa ketika mereka keluar untuk ikut shalat subuh, Aisyah melihat
mereka seolah-olah di atas mereka ada burung gagak.
ﺑﻦ ﻋﺜﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﺧﺜﻴﻢ ﻋﻦ ﺻﻔﻴﺔ ﻣﺎ ﻳﻮﺿﺢ ﺫﻟﻚ ﻭﻟﻔﻈﻪ ﺫﻛﺮﻧﺎ ﻋﻨﺪ ﻋﺎﺋﺸﺔﻭﻻﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺣﺎﰎ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﻋﺒﺪ ﺍ
ﻣﺎ ﺭﺃﻳﺖ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﻧﺴﺎﺀ ﺍﻷﻧﺼﺎﺭ ﺃﺷﺪﻧﺴﺎﺀ ﻗﺮﻳﺶ ﻭﻓﻀﻠﻬﻦ ﻓﻘﺎﻟﺖ ﺇﻥ ﻧﺴﺎﺀ ﻗﺮﻳﺶ ﻟﻔﻀﻼﺀ ﻭﻟﻜﲏ ﻭﺍ
ﻭﻻ ﺇﳝﺎﻧﺎ ﺑﺎﻟﺘﻨﺰﻳﻞ ﻟﻘﺪ ﺃﻧﺰﻟﺖ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﻮﺭ ﻭﻟﻴﻀﺮﺑﻦ ﲞﻤﺮﻫﻦ ﻋﻠﻰ ﺟﻴﻮﲠﻦ ﻓﺎﻧﻘﻠﺐ ﺭﺟﺎﳍﻦﺗﺼﺪﻳﻘﺎ ﺑﻜﺘﺎﺏ ﺍ
ﺇﻟﻴﻬﻦ ﻳﺘﻠﻮﻥ ﻋﻠﻴﻬﻦ ﻣﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﺎ ﻣﻨﻬﻦ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﺇﻻ ﻗﺎﻣﺖ ﺇﱃ ﻣﺮﻃﻬﺎ ﻓﺄﺻﺒﺤﻦ ﻳﺼﻠﲔ ﺍﻟﺼﺒﺢ ﻣﻌﺘﺠﺮﺍﺕ ﻛﺄﻥ ﻋﻠﻰ
ﺭﺅﻭﺳﻬﻦ ﺍﻟﻐﺮﺑﺎﻥ ﻭﳝﻜﻦ ﺍﳉﻤﻊ ﺑﲔ ﺍﻟﺮﻭﺍﻳﺘﲔ ﺑﺄﻥ ﻧﺴﺎﺀ ﺍﻷﻧﺼﺎﺭ ﺑﺎﺩﺭﻥ ﺇﱃ ﺫﻟﻚ
“Dan menurut Ibnu Abi Hatim dari jalan Abdullah bin Utsman bin Khutsaim1 dari
Shofiyah ada riwayat yang menjelaskan keterangan di atas. Lafazhnya adalah: “Kami
menyebut-sebut -di sisi Aisyah- wanita Quraisy dan keutamaan mereka. Maka beliau
1
Abdullah bin Utsman bin Khutsaim Al-Makki. Al-Hafizh berkata: shaduq. (Taqribut Tahdzib: 526).
4
berkata: “Sesungguhnya wanita Quraisy adalah utama, akan tetapi aku –demi Allah- tidak
melihat ada wanita yang lebih afdlal dari wanita Anshar, lebih sangat dalam
membenarkan Kitabullah dan lebih mengimani terhadap wahyu yang turun. Sungguh
telah diturunkan Surat An-Nur: : “Hendaknya para wanita membentangkan kerudung-
kerudung mereka di atas dada-dada mereka.” Maka suami-suami pulang dan
membacakan ayat ini kepada mereka. Kemudian mereka mengambil baju bawahan
(muruth) mereka (untuk dijadikan kerudung, pen). Kemudian mereka berpagi-pagi
mengikuti jamaah shalat shubuh dengan menutupi tubuh mereka seolah-olah di atas
kepala mereka ada burung gagak.”2 Dan 2 riwayat di atas bisa dikompromikan dengan
makna bahwa wanita Anshar bercepat-cepat untuk melaksanakannya (perintah
Allah, pen).” (Fathul Bari: 8/490).
Jadi makna riwayat di atas adalah sikap wanita Anshar yang patut diteladani yaitu cepat-
cepatnya mereka melaksanakan perintah Allah . Dan jilbab atau kerudung yang
mereka pakai bisa berwarna hitam atau hijau dan lain sebagainya.
2
Riwayat Ibnu Abi Hatim yang dibawakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar ternyata memiliki 2 jalan. Jalan
pertama: Ibnu Abi Hatim berkata:
َﻴﺔﺻﻔ
ﻋﻦ ,ٍﻢﺜَﻴﺑﻦِ ﺧ ﺎﻥﺜْﻤ ﻋﺑﻦ ﺍﻟﱠﻠﻪﺒﺪﻲ ﻋﺪﺛَﻨ ﺣ,ﺪﺧﺎﻟ ﺑﻦ ﺰْﻧﺠِﻲ ﻲ ﺍﻟﺪﺛَﻨ ﺣ,ﻮﻧُﺲﺑﻦِ ﻳ ﺍﻟﻠﱠﻪﺒﺪ ﻋﺑﻦ ﻤﺪ ﺛﻨﺎ َﺃﺣ,ﺎ ﺃَﺑِﻲﺪﺛَﻨ ﺣ
Silakan lihat kembali Tafsir Ibnu Abi Hatim: 10/107, nomer: 15232 dan 15233. Syaikh Alwi bin Abdul Qadir
As-Saqqaf menyatakan: “Hasan lighairih.” (Takhrij Ahadits wa Atsar Kitab Fii Zhilalil Quran nomer: 631
(226)).
5
Di antara cuplikan Haditsul Ifk adalah perkataan Aisyah :
ﻱﻲ ﺍﻟﱠﺬﺰِﻟﻣﻨ ﺖﻤﻤ َﻓَﺘﻴﺠِﻴﺐﻟَﺎ ﻣﺍﻉٍ ﻭ ﺩﻢﻨﻬﻣ ﺎ ِﺑﻬﺲَﻟﻴ ﻭﻢﺎﺯَِﻟﻬﻣﻨ ﺠﺌْﺖ
ِ َ ﻓﺶﺠﻴ
ْ ﺍﻟﺮﺳﺘَﻤ
ﺎ ﺍ ﻣﺪﺑﻌ ﻱﻘْﺪ ﻋﺕﺪﻭﺟ ﻭ
ﺍﻥ ْﻔﻮ ﺻﻛَﺎﻥ ﻭﺖﻤﻲ َﻓﻨﻴﻨﻲ ﻋْﺘﻨﻲ َﻏَﻠﺒﺰِﻟﻣﻨ ﻲﺔٌ ﻓﻟﺴﺎﺎ ﺃَﻧَﺎ ﺟﻨﺒﻴ َﻓ ﺇِﻟَﻲﻮﻥ ِﺟﻌﺮﻲ َﻓﻴﻭﻧﺪﻔْﻘﺳﻴ
ﻢ ﺃَﱠﻧﻬﻨﺖ َﻇﻨ ﻭ ﺑِﻪﻨﺖُﻛ
ﻪﺎﻋﺟﺮﺳﺘ
ﺍﺮﺔً َﻏﻴﻤ َﻛﻠﻪﻣﻨ ﻌﺖ ﻤﻟَﺎ ﺳ ﻭﺔﻤﺎ ﺑِ َﻜﻠﻤﻨ ﺗَ َﻜﻠﱠ
“Dan aku temukan kalungku setelah pasukan berjalan jauh. Aku mendatangi tempat
mereka dan aku tidak menjumpai seorang pun di antara mereka. Tidak ada yang
memanggil dan tidak ada yang menyahuti. Aku menuju tempatku semula dan aku kira
mereka akan kehilangan aku dan mencariku. Ketika aku menunggu di tempatku tiba-tiba
aku diserang rasa kantuk dan tertidur. Adalah Shafwan bin Muaththal As-Sulami
kemudian Adz-Dzakwani berada di belakang pasukan. Maka ia masuk waktu shubuh di
tempatku dan melihat hitam-hitamnya manusia yang tidur. Kemudian ia
mengetahuiku dan ia sudah pernah melihatku ketika sebelum turunnya ayat hijab. Maka
aku terbangun dengan istirja’nya (ucapan: Innalillahi wainna ilaihi rajiuun) ketika
mengetahuiku. Maka aku tutupi wajahku dengan jilbabku. Dan demi Allah kami tidaklah
berbincang-bincang dengan satu kata pun. Dan aku tidak mendengar satu kata pun
darinya kecuali ucapan istirja’nya.” (HR. Al-Bukhari: 3826, 4381, Muslim: 4974,
Ahmad: 24444).
Dan ketika sepulang dari ziarah makam Baqi’ pada malam hari, Rasulullah bertanya
kepada Aisyah:
“Kamukah hitam-hitam yang aku lihat di depanku?” Jawabku (Aisyah): “Ya.” (HR.
Muslim: 1619, An-Nasa’i: 3901, Ibnu Hibban: 7110 (16/4546), Abdur Razzaq dalam
Mushannafnya: 6712 (3/570)).
6
Riwayat-riwayat di atas tidak menunjukkan secara pasti bahwa Aisyah memakai baju
hitam karena gelapnya malam.
ﻗﻮﻟﻪ ﻓﺮﺃﻯ ﺳﻮﺍﺩ ﺇﻧﺴﺎﻥ ﻧﺎﺋﻢ ﺍﻟﺴﻮﺍﺩ ﺑﻠﻔﻆ ﺿﺪ ﺍﻟﺒﻴﺎﺽ ﻳﻄﻠﻖ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺸﺨﺺ ﺃﻱ ﺷﺨﺺ ﻛﺎﻥ ﻓﻜﺄﳖﺎ ﻗﺎﻟﺖ
“Ucapannya (Aisyah atau Shafwan bin Muaththal dalam haditsul ifk): “Kemudian ia
melihat hitam-hitamnya manusia yang tidur”. As-sawad dengan lafazh lawan kata
putih, adalah untuk seseorang manusia siapapun orangnya. Maka seolah-olah ia
melihat seorang manusia tapi tidak jelas apakah laki-laki ataukah perempuan.”
(Fathul Bari: 8/462).
ﻭﻗﻮﻟﻪ ﻻ ﻳﻔﺎﺭﻕ ﺳﻮﺍﺩﻱ ﺳﻮﺍﺩﻩ ﻭﺃﻧﺖ ﺍﻟﺴﻮﺍﺩ ﺍﻟﺬﻱ ﺭﺃﻳﺖ ﺃﻣﺎﻣﻲ ﻭﻋﻦ ﳝﻴﻨﻪ ﺃﺳﻮﺩﺓ ﻭﻋﻦ ﻳﺴﺎﺭﻩ ﺃﺳﻮﺩﺓ ﻭﺭﺃﻳﺖ
“Dan sabda beliau: “Hitamku tidak berpisah dengan hitamku”, “Kamukah hitam-
hitam yang aku lihat di depanku?”, “Dari sisi kanannya ada hitam-hitam”, “Dari sisi
kirinya ada hitam-hitam”, “Aku melihat hitam-hitam yang banyak”, “Dan hitam-
hitam di pantai” semuanya adalah berarti orang, beberapa orang dan sekumpulan
orang.” (Masyariqul Anwar: 2/229). Tidak harus bajunya berwarna hitam.
Ini seperti kata ‘As-Sawadul A’zham’ (hitam-hitam yang besar) yang berarti Kelompok
mayoritas orang dari Ahlus Sunnah wal Jamaah. Dan pakaian mereka tidak harus
berwarna hitam.
Contoh lainnya dari baju hitam pada masa shahabiyat adalah baju hitam milik Ummu
Khalid yang disebut dengan khamishah. Dari Ummu Khalid , ia berkata:
7
َﻜﺖ َﻓﺴﻩﺬ ﻫﻮ ﻧَﻜْﺴ ﺃَﻥﻥﻭ ﺗَﺮﻦ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻣﺓﲑﺻﻐ
ﺍﺀﻮﺩ ﺔٌ ﺳﻴﺼﻤﺎ ﺧﻴﻬﺎﺏٍ ﻓﺜﻴ ِﺑﺳﻠﱠﻢ
ﻭﻪﻋَﻠﻴ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ
ﺒِﻲﻲ ﺍﻟﻨ
ﺃُﺗ
ﻦﺣﺴ ﺔﺸﻴ
ﺤﺒ
ْ ﺑِﺎﻟﺎﻩﺳﻨ
ﻭﺎﻩﻨﺬَﺍ ﺳ ﻫﺪﺎﻟ ﺧﺎ ﺃُﻡ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻳﻔَﺮ ﺃَﺻ ﺃَﻭﻀَﺮَﺃﺧ
ﺍﳋﻤﻴﺼﺔ ﻛﺴﺎﺀ ﺃﺳﻮﺩ ﻣﻌﻠﻢ ﺍﻟﻄﺮﻓﲔ ﻣﻦ ﳓﻮ ﺻﻮﻑ ﻓﺈﻥ ﱂ ﻳﻜﻦ ﻣﻌﻠﻤﺎ ﻓﻠﻴﺲ ﲞﻤﻴﺼﺔ
“Khamishah’ adalah baju hitam yang bercorak pada kedua tepinya, terbuat dari wol.
Kalau tidak bercorak maka bukan khamishah.” (At-Ta’arif: 327).
) ﻭﺍﳊﺪﻳﺚ ( ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﳚﻮﺯ ﻟﻠﻨﺴﺎﺀ ﻟﺒﺎﺱ ﺍﻟﺜﻴﺎﺏ ﺍﻟﺴﻮﺩ ﻭﻻ ﺃﻋﻠﻢ ﰲ ﺫﻟﻚ ﺧﻼﻓﺎ
“Hadits Ummu Khalid di atas menunjukkan bahwa diperbolehkan bagi wanita untuk
memakai baju hitam. Dan aku tidak menjumpai adanya perselisihan ulama dalam hal
ini.” (Nailul Authar: 2/96).
8
“Dan diperbolehkan memakai pakaian hitam dan qaba’ (sejenis mantel) bahkan bagi
wanita sekalipun.” (Syarh Muntahal Iradat: 1/369).
Perhatikanlah bahwa para ulama hanyalah menyatakan mubah (boleh) bagi wanita
untuk memakai pakaian hitam. Mereka tidak menganjurkan atau mewajibkan atau
bahkan menyatakan jilbab hitam sebagai sunnah shahabiyah.
Di antara hadits Nabi yang membolehkan pakaian selain warna hitam bagi wanita
adalah hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
ﳛﻪ ِ ﺭﻲﻔﻭﺧ ﻧُﻪ َﻟﻮﺮﺎ َﻇﻬ ﻣﺎﺀﻨﺴ ﺍﻟﻴﺐﻃ ﻭﻧُﻪ َﻟﻮﻲﻔﻭﺧ ﻪ ﺭِﳛﺮﺎ َﻇﻬﺎﻝِ ﻣﺮﺟ ﺍﻟﻴﺐﻃ
“Wangi-wangian lelaki adalah yang tampak baunya dan samar warnanya dan wangi-
wangian perempuan adalah yang tampak warnanya dan samar baunya.” (HR. At-
Tirmidzi: 2711, ia berkata: hadits hasan, Abu Dawud: 1859, An-Nasa’i: 5028 dan di-
shahih-kan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami: 3937)
ﺃﺭﺍﻩ ﻗﺎﻝ ﺇﳕﺎ ﲪﻠﻮﺍ ﻗﻮﻟﻪ ﻭﻃﻴﺐ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺃﺭﺍﺩﺕ ﺃﻥ ﲣﺮﺝ ﻓﺄﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﻋﻨﺪ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﻓﻠﺘﻄﻴﺐ ﲟﺎ
ﺷﺎﺀﺕ ﺍﻧﺘﻬﻰ
Yang demikian itu oleh karena pakaian wanita itu ada 2 macam, yaitu pakaian yang
dipakai di dalam rumah dan pakaian yang dipakai untuk keluar rumah.
9
ﻣﺎ ﺑﲔ ﻛﻌﺐ ﺍﻟﻘﺪﻡﺳﻠﱠﻢ
ﻭﻪَﻠﻴ ﻋﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ
ﻭﻗﺪ ﺫﻛﺮ ﺷﻴﺦ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﺃﻥ ﻟﺒﺎﺱ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﰲ ﺑﻴﻮﲥﻦ ﰲ ﻋﻬﺪ ﺍﻟﻨﱯ
ﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﺧﺮﺟﻦ ﺇﱃ ﺍﻟﺴﻮﻕ ﻓﻘﺪ ﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﻧﺴﺎﺀ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻛﻦ. ﻭﻛﻒ ﺍﻟﻴﺪ ﻛﻞ ﻫﺬﺍ ﻣﺴﺘﻮﺭ ﻭﻫﻦ ﰲ ﺍﻟﺒﻴﻮﺕ
“Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa pakaian wanita di dalam
rumah mereka di jaman Rasulullah adalah antara mata kaki dan telapak tangan. Ini
semua tertutup dalam keadaan mereka dalam rumah mereka. Adapun jika mereka keluar
ke pasar maka sudah diketahui bahwa para wanita shahabat memakai pakaian yang luas
yang menyeret di atas tanah. Dan Nabi memberikan rukhshah kepada mereka untuk
memanjangkan sampai 1 hasta tidak lebih.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin:
12/275).
Oleh karena itu ketika Aisyah mengikuti Rasulullah ke maqam Baqi’ pada malam
hari, ia berkata:
ﻋﻠَﻰ ِﺇﺛْ ِﺮﻩ ﺍﻧْ َﻄﻠَﻘْﺖ ﺇِﺯَﺍﺭِﻱ ﺛُﻢﻌﺖ ﻭﺗَﻘَﻨ ﺕﺮﺧﺘَﻤ ﺍﻲ ﻭﺃْﺳﻲ ﺭﻲ ﻓﻋﺭ ﺩﻠْﺖﺠﻌ
َﻓ
“Kemudian aku menjadikan baju kurung pada kepalaku, memakai kerudung dan
menutupi kepalaku dengan sarungku. Kemudian aku berjalan di belakang beliau.” (HR.
Muslim: 1619, An-Nasa’i: 3901, Ibnu Hibban: 7110 (16/4546), Abdur Razzaq dalam
Mushannafnya: 6712 (3/570)).
Di antara hadits Nabi yang membolehkan pakaian berwarna merah bagi wanita
adalah hadits Abdullah bin Umar :
10
ﺱﺭ ﺍْﻟﻮﺲﺎ ﻣﻣﻘَﺎﺏِ ﻭﺍﻟﻨﻦِ ﻭ ﺍﻟْﻘُﻔﱠﺎ َﺯﻳﻦ ﻋﻣﻬِﻦﺍﺮﻲ ِﺇﺣ ﻓﺎﺀﻨﺴﻰ ﺍﻟ ﻧَﻬﺳﻠﱠﻢ
ﻭﻪﻋَﻠﻴ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ
ﻮﻝَ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳ ﺭﻊﻤ ﺳﺃَﻧﱠﻪ
ﺍﻭِﻳﻞَ ﺃَﻭﺮ ﺳﺎ ﺃَﻭﻴﺣﻠ ﺍ ﺃَﻭﺰ ﺧﺍ ﺃَﻭﻔَﺮﺼﻣﻌ ِﺎﺏﺍﻥِ ﺍﻟﱢﺜﻴ ﺃَْﻟﻮﻦ ﻣﺖﺒﺎ َﺃﺣ ﻣﻚ ﺫَﻟﺪﻌ ﺑﺲﻟَْﺘْﻠﺒﺎﺏِ ﻭ ﺍﻟﺜﱢﻴﻦ ﻣﺍﻥﻔَﺮﺰﻋ ﺍﻟﻭ
“Bahwa ia pernah mendengar Rasulullah melarang para wanita ketika sedang ber-
ihram dari memakai kaos tangan, niqab, pakaian yang diberi waras dan pakaian yang
dicelup za’faran. Dan hendaknya ia (wanita) setelah itu memakai apa yang ia sukai
dari berbagai macam pakaian, baik mu’ashfar, sutera, perhiasan, sirwal, gamis
ataukah sepatu khuf.” (HR. Abu Dawud: 1556, Al-Baihaqi dalam Al-Kubra: 9342
(5/52), di-hasan-kan oleh Ibnul Mulaqqin dalam Al-Badrul Munir: 6/327 dan isnadnya di-
shahih-kan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud: 1603).
) ﻭﺍﳌﻌﺼﻔﺮ ( ﻫﻮ ﺍﳌﺼﺒﻮﻍ ﺑﺎﻟﻌﺼﻔﺮ ﻛﻤﺎ ﰲ ﻛﺘﺐ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻭﺷﺮﻭﺡ ﺍﳊﺪﻳﺚ ﻭﺍﻟﻌﺼﻔﺮ ﻳﺼﺒﻎ ﺻﺒﺎﻏﺎ ﺃﲪﺮ
“Baju ‘mu’ashfar’ adalah yang dicelup dengan ushfur sebagaimana dalam kitab-kitab
bahasa dan syarh-syarah hadits. Dan ‘ushfur’ adalah yang dicelup dengan celupan
berwarna merah.” (Tuhfatul Ahwadzi: 5/322).
. ﻭﻫﻮ ﻧﺒﺎﺕ ﻣﻌﺮﻭﻑ ﻟﻮﻧﻪ ﺃﺻﻔﺮ، ﺍﳌﺼﺒﻮﻍ ﺑﺎﻟﻌﺼﻔﺮ: ﺃﻱ.[ (] )ﻭﻋﻦ ﻟﺒﺲ ﺍﳌﻌﺼﻔﺮ
“Maksud “dari baju mu’ashfar” adalah baju yang dicelup dengan ushfur yaitu suatu
tumbuhan tertentu, warnanya kuning.” (Syarh Sunan Abi Dawud: 23/28).
“Aku melihat 6 orang istri Nabi memakai baju mu’ashfar (yang dicelup warna
merah atau kuning).” (HR. Abdur Razzaq dalam Mushannafnya: 19956 (11/76) dan
isnadnya di-shahih-kan oleh Al-Arna’uth dalam Tahqiq Musnad Ahmad: 11/439).
11
Dari Sa’id bin Jubair bahwa:
.ﺓﻔَﺮﺼﻣﻌ ﺎﺏﺛﻴ ﺎﻴﻬَﻠﻭﻋ ، ﺖﺒﻴْ ﺑِﺎﻟ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ َﺗﻄُﻮﻑ ﺻﻠﻰ ﺍﻨﺒِﻲﺍﺝِ ﺍﻟ ﺃَﺯْﻭﺾﺑﻌ ﺃَﻯ ﺭﺃَﻧﱠﻪ
ﺎﻔُﺮِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻣﺼﺔٌ ﺑِﺎْﻟﻌﺮﺟ َﻀﻳﻄَﺔٌ ﻣﺭ ﻋﻠَﻲ ﻭ ﺇِﻟَﻲ َﻓﺎْﻟﺘَ َﻔﺖﺮ َﺃﺫَﺍﺧﺔﻨﻴَ ﺛﻦ ﻣﺳﻠﱠﻢ
ﻭﻪَﻠﻴ ﻋﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ
ﻮﻝِ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳ ﺭﻊﺎ ﻣﺒﻠْﻨْﺃَﻗ
ﺎ ﻣ ﺍﻟﻠﱠﻪﺪﻋﺒ ﺎ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻳ ﺍْﻟﻐَﺪﻦ ﻣﻴﺘُﻪَ َﺃﺗ ﺛُﻢﻴﻪﺎ ﻓ ﻓَﻘَﺬَﻓُْﺘﻬﻢﺭﻫ ﻮ َﺗﻨﻭﻥﺮﺴﺠ
ﻳﻢﻭﻫ ﻲﻠ َﺃﻫﺖ ﻓَﺄََﺗﻴﺎ ﻛَﺮِﻩ ﻣْﻓﺖﺮ َﻓﻌﻩﺬﻫ
3
Sanadnya adalah: Berkata Ibnu Abi Syaibah:
ٍﻴﺮﺒﺑﻦِ ﺟ ﻴﺪﻌ ﺳﻋﻦ ، ٍﺮﻌﺸ ﺃَﺑِﻲ ﻣﻋﻦ ، ﻴﺪﻌ ﺳﻋﻦ ، ﻭﻥﺎﺭ ﻫﺑﻦ ِﺰﻳﺪﺎ ﻳﺪﺛَﻨ ﺣ
Sa’id bin Abi Arubah adalah seorang tsiqat dan ikhtilat di akhir umurnya dan Yazid bin Harun mendengar
haditsnya sebelum ikhtilat (Al-Kawakibun Nayyirat: 193). Al-Hafizh memasukkannya sebagai mudallis
derajat kedua yaitu mudallis yang masih dipakai dalam kitab Ash-Shahih karena sedikit tadlisnya atau ia
hanya mentadlis dari orang tsiqat. (Thabaqatul Mudallisin: 31).
12
dipakai wanita.” (HR. Abu Dawud: 3544, Ibnu Majah: 3593, Ahmad: 6556 dan di-
hasan-kan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah: 2903).
Dan di antara hadits yang membolehkan warna merah untuk pakaian muslimah adalah
hadits Ummu Salmah bahwa Rasulullah bersabda:
“Seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya tidak boleh memakai pakaian
mu’ashfar (dicelup warna merah atau kuning), tidak pula baju mumasysyaq, tidak
pula perhiasan, tidak boleh mengecat (dengan hena’) dan tidak boleh memakai celak.”
(HR. Abu Dawud: 1960, An-Nasa’i: 3479, Al-Baihaqi dalam Al-Kubra: 15941 (7/440),
isnadnya di-hasan-kan oleh Ibnul Mulaqqin dalam Tuhfatul Muhtaj ila Adillatil Minhaj:
1504 (2/417), dan di-shahih-kan oleh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil: 2129 (7/295)).
ﺮﻤ َﺃﺣﲔ ﻃﻲﻭﻫ ﺓﻤﻐْﺮ ْ ﺑِﺎﻟﻖِ ﺃَﻱﻤﺸ ْﻮﻍٌ ﺑِﺎﻟﺒﺼ ( ﻣﻖﻤﺸ ﻣﺏ) َﺛﻮ
“Baju mumasysyaq adalah baju yang dicelup dengan lumpur merah.” (Al-Maghrab fi
Tartibil Mu’arrab: 5/82).
Larangan ini berlaku selama 4 bulan 10 hari dan setelah itu ia boleh mengenakan baju-
baju tersebut.
. ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻻ ﳜﺘﻠﻔﻮﻥ ﰲ ﺟﻮﺍﺯ ﻟﺒﺎﺳﻬﻦ ﺍﳌﻌﺼﻔﺮ ﺍﳌﻔﺪﻡ ﻭﺍﳌﻮﺭﺩ ﻭﺍﳌﻤﺸﻖ
“Adapun wanita maka para ulama tidak berselisih tentang bolehnya mereka
memakai baju mu’ashfar, baju mufaddam, baju muwarrad dan baju mumasysyaq.”
(At-Tamhid lima fil Muwaththa’minal Ma’ani wal Asanid: 16/123).
13
ﺃﻋﻠﻢ ﻣﺄﺧﻮﺫ ﻣﻦ ﻟﻮﻥ ﺍﻟﻮﺭﺩ ﻭﺃﻣﺎ ﺍﳌﻤﺸﻖﺍﳌﻔﺪﻡ ﻋﻨﺪ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﳌﺸﺒﻊ ﲪﺮﺓ ﻭﺍﳌﻮﺭﺩ ﺩﻭﻧﻪ ﰲ ﺍﳊﻤﺮﺓ ﻛﺄﻧﻪ ﻭﺍ
“Baju mufaddam menurut ahli bahasa adalah yang sangat merah. Baju muwarrad
merahnya lebih pudar seakan-akan kata ‘muwarrad’ –wallahu a’lam- diambil dari warna
bunga mawar. Adapun baju mumasysyaq adalah tanah liat merah yang digunakan untuk
mencelup yaitu Al-Maghrah atau semisalnya sehingga baju yang dicelup dengannya
dinamakan baju mumasysyaq.” (At-Tamhid lima fil Muwaththa’minal Ma’ani wal
Asanid: 16/123).
Di antara hadits yang membolehkan seorang muslimah berkerudung hijau adalah kisah
wanita berkerudung hijau (istri Rifa’ah) dalam hadits Ikrimah. Ikrimah berkata:
ﺎﺑﺎ ﺿَﺮْﺗﻬﺃَﺭﺎ ﻭﺟﻬ ﺎ ﺯَﻭﻬ ﺇَِﻟﻴﻜَﺖ َﻓﺸﻀَﺮ َﺃﺧﺎﺭﻤﺎ ﺧﻬﻋَﻠﻴ ﺎ ﻭﻬﻋﻨ ﺍﻟﻠﱠﻪﻰﺿﺸﺔَ ﺭ
ﺋﺎﻠَﻰ ﻋ ﻋَﻠﺖﺧ ﺩﺃَﺓﺮ ﺍﻣﺃَﻥ
...ﻗَﺎَﻟﺖﺎ ﻭﻨﻬﻋ ﺍﻟﻠﱠﻪﻰﺿﺔُ ﺭﺋﺸﺎ ﻋﻚ ﺫَﻟ ﻟَﻪﺕ ﻓَﺬَﻛَﺮ- ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢﺻﻠﻰ ﺍ- ﻮﻝُ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳﻞَ ﺭﺪﺧ َﺎ ﻓﺪﻫ ْﺠﻠ
ِ ِﺑ
“Bahwa seorang wanita memasuki rumah Aisyah –semoga Allah meridlainya- dengan
mengenakan kerudung hijau. Kemudian wanita itu mengadukan kepadanya tentang
suaminya dan memperlihatkan bekas pukulan di kulitnya. Kemudian Rasulullah
memasuki rumah dan Aisyah menceritakan kisah wanita itu kepada beliau dan
Aisyah berkata:….” (HR. Al-Bukhari: 5377, Al-Baihaqi dalam Al-Kubra: 14689 (7/227)
dan ini adalah lafazh Al-Baihaqi)
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﻀﺮ ﺑﻦ ﴰﻴﻞ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﳌﺮﻁ ﺇﻻ ﺩﺭﻋﺎ ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﺧﺰ ﺃﺧﻀﺮ ﻭﻻ ﻳﺴﻤﻰ ﺍﳌﺮﻁ ﺇﻻ ﺃﺧﻀﺮ ﻭﻻ ﻳﻠﺒﺴﻪ
ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ
An-Nadlar bin Syumail4 berkata: “Bukanlah mirth (bentuk tunggal muruth) kecuali
berupa baju kurung atau pakaian bawah. Ia terbuat dari sutera (atau bulu yang
ditenun) hijau. Dan tidak disebut mirth kecuali hijau dan tidak dipakai oleh wanita
(secara asal, pen).” (Umdatul Qari: 6/244). Dan muruth itu bisa hijau polos atau atau ada
coraknya sebagaimana penjelasan Al-Allamah Ibnu Daqiqil Ied yang telah lalu.
َ ﻓَﻘَﺎﻝﺟﻬِﻪ ﻭ ﻲ ﻓ ﺍْﻟﻐَﻀَﺐﻓْﺖﺮﺎ َﻓﻌُﺘﻬ ﻓََﻠِﺒﺴﺎ ﺇِﻟَﻲ ﺑِﻬﻌﺚ ﺒَ ﻓﺍﺀﺮﺳﻴ
ُﺣﻠﱠﺔ ﺳﻠﱠﻢ
ﻭﻪﻋَﻠﻴ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ
ﻮﻝِ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳﺮﻟﺖﻳﺪُﺃﻫ
ﺎﺀﻨﺴ ﺍﻟﻦﺑﻴ ﺍﺮﻤﺎ ﺧﻘﱢ َﻘﻬﻟُﺘﺸﻚﺎ ﺇِﻟَﻴ ﺑِﻬﻌﺜْﺖ ﺎ ﺑﺎ ﺇِﻧﱠﻤﻬﺒﺴﻟﺘَْﻠﻚﺎ ﺇِﻟَﻴ ِﺑﻬﺚﻌ ﺃَﺑﺇِﻧﱢﻲ ﻟَﻢ
ِﻃﻢ ﺍ ﺍﻟْ َﻔﻮﻦﻴﺍ ﺑﺮﻤ ﺧﻘﱢﻘْﻪﺎ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺷﻠﻴ ﻋﻄَﺎﻩ ِﺮﻳﺮٍ ﻓَ َﺄﻋ ﺣﺏ َﺛﻮﺳﻠﱠﻢ
ﻭﻪﻋَﻠﻴ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ
ﻨﺒِﻲﻯ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺪﺔَ َﺃﻫﻭﻣ ﺩﺭﺪ ﺃُ َﻛﻴﺃَﻥ
4
Beliau adalah Al-Allamah Al-Imam Al-Hafizh Abul Hasan Al-Mazini Al-Bashri Al-Lughawi Alim kota Marwa.
Wafat tahun 203 H. (Tadzkiratul Huffazh: 1/229).
15
“Bahwa raja Ukaidardumah menghadiahkan kepada Nabi baju sutera maka beliau
memberikannya kepada Ali dan berkata: “Potonglah menjadi beberapa kerudung untuk
Fatimah-fatimah.” (HR. Muslim: 3863, Ibnu Majah: 3586).
ﺣﻠﱠﺔً ﺣﺘّﻰ ﺗﻜﻮﻥ ﺛﻮﺑﲔ ﻰ ﻻ ﺗﺴﻤ، ﻭﺭﺩﺍﺀ ﺇﺯﺍﺭ:ُ ﻭﺍ ُﳊﻠﱠﺔ. ﺍﻟﻴﻤﻦﺮﻭﺩ ﺑ:ُ ﺍ ُﳊﻠَﻞ:ﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ ﻋﺒﻴﺪ
“Abu Ubaid (Al-Qasim bin Salam) berkata: “Hullah’ adalah baju burud (sejenis baju
bulu) Yaman. Hullah terdiri dari izar (sarung) dan rida’ (selendang) dan tidaklah
disebut sebagai hullah kecuali terdiri dari 2 baju (sarung dan selendang).” (Ash-
Shihhah fil Lughah: 1/144).
ْﻔﺮ ﻓﻴﻪ ﺧﻄﻮﻁ ﺻﺮﺩ ﺑ ﺑﻜﺴﺮ ﺍﻟﺴﲔ ﻭﻓﺘﺢ ﺍﻟﻴﺎﺀ ﻭﺍﳌﺪﺍﺀﺮﺴﻴ
ﻭﺍﻟ
“Pakaian ‘as-siyara’ dengan kasrah huruf sin dan fathah ya’ dan madd (dibaca panjang)
adalah baju burud (sejenis baju bulu) yang memiliki garis-garis kuning.” (Lisanul
Arab: 4/389).
ﺮﻳﺮﻄﻪ ﺣﺨﺎﻟ ﻳﻭﺩﺮﻉ ﻣﻦ ﺍﻟﺒ ﻧَﻮ: ﺍﺀ ﺑﻜﺴﺮ ﺍﻟﺴﲔ ﻭﻓﺘﺢ ﺍﻟﻴﺎﺀ ﻭﺍﳌﺪﲑﺍﻟﺴ
“Pakaian ‘as-siyara’ dengan kasrah huruf sin dan fathah ya’ dan madd adalah semacam
baju burud (sejenis baju bulu) yang bercampur dengan sutera.” (An-Nihayah fi
Gharibil Hadits: 2/1055).
Jadi ‘hullah siyara’’ yang dihadiahkan kepada Rasulullah adalah berupa sarung dan
selendang yang bermotif garis sutera yang berwarna kuning. Oleh karena itu Ali
dilarang memakainya.
16
Kejadian ini terjadi setelah adanya perintah untuk berjilbab dan berkerudung -ketika
keluar rumah- pada ayat hijab karena ayat hijab turun pada tahun 5 hijriyah. (Taisirul
Allam Syarh Umdatul Ahkam: 2/109). Sedangkan pengiriman Khalid bin Walid dan
sariyyahnya ke Ukaidar (Dumatul Jandal) terjadi pada tahun 9 hijriyah. (Uyunul Atsar fii
Fununil Maghazi was Syama’il was Siyar: 2/259).
Pada jaman Rasulullah terdapat baju Qabathi. Bentuk tunggalnya adalah baju
qubthiyyah.
ﺍﻟﻘﺒﺎﻃﻲ ﺑﻔﺘﺢ ﺍﻟﻘﺎﻑ ﻭﻣﻮﺣﺪﺓ ﻭﻛﺴﺮ ﻃﺎﺀ ﻣﻬﻤﻠﺔ ﻭﲢﺘﻴﺔ ﻣﺸﺪﺩﺓ ﲨﻊ ﻗﺒﻄﻴﺔ ﻭﻫﻲ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﰲ ﺍﻟﻨﻬﺎﻳﺔ ﺛﻮﺏ ﻣﻦ
ﺛﻴﺎﺏ ﻣﺼﺮ ﺭﻗﻴﻘﺔ ﺑﻴﻀﺎﺀ ﻛﺄﻧﻪ ﻣﻨﺴﻮﺏ ﺇﱃ ﺍﻟﻘﺒﻂ ﻭﻫﻢ ﺃﻫﻞ ﻣﺼﺮ ﻭﺿﻢ ﺍﻟﻘﺎﻑ ﻣﻦ ﺗﻐﻴﲑ ﺍﻟﻨﺴﺐ ﻭﻫﺬﺍ ﰲ
ﺍﻟﺜﻴﺎﺏ ﻓﺄﻣﺎ ﰲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻘﺒﻄﻲ ﺑﺎﻟﻜﺴﺮ ﻭﰲ ﺍﳌﺼﺒﺎﺡ ﻭﺍﻟﻘﺒﻄﻲ ﺛﻮﺏ ﻣﻦ ﻛﺘﺎﻥ ﺭﻗﻴﻖ ﻳﻌﻤﻞ ﲟﺼﺮ ﻧﺴﺒﺔ ﺇﱃ ﺍﻟﻘﺒﻂ
ﺍﻧﺘﻬﻰ
“Al-Qabathi dengan fathah huruf qaf dan ba’, dengan kasrah huruf tha’ dan ya’, bentuk
jamak dari Qubthiyyah. Yaitu –sebagaimana keterangan dalam An-Nihayah- adalah baju
Mesir tipis berwarna putih, seolah-olah dinisbatkan kepada Qibthi, penduduk Mesir.
Untuk pakaian huruf qaf didlammahkan menjadi Qubthi –sebagai perubahan nisbat-
sedangkan untuk orangnya adalah Qibthi dengan kasrah huruf qaf. Dalam Al-Mishbah,
baju Qubthi adalah baju dari kattan (linen) yang tipis, dibuat di Mesir, nisbat kepada
orang Qibthi. Selesai.” (Aunul Ma’bud: 11/117).
َﻰ ﻓَﻘَﺎﻝَﺃﺗﺮﺎ ﺍﻣﻮﺗُﻬ ﻓَ َﻜﺴ، ﺔُ ﺍﻟْ َﻜْﻠﺒِﻰﺣﻴ ﺩ ﺎ ﻟَﻪﺍﻫﺪﻴﻔَﺔً َﺃﻫﺔً َﻛﺜﻄﻴ ُﻗﺒ- ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢﺻﻠﻰ ﺍ- ﻮﻝُ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳﻰ ﺭﺎﻧﻛَﺴ
»: َ ﻓَﻘَﺎﻝ. ﻰﺃَﺗﺮﺎ ﺍﻣﻮُﺗﻬ َﻛﺴ: ﻗُْﻠﺖ.« ﺔَ؟ﻄﻴ ﺲِ ﺍﻟْ ُﻘﺒ ﻻَ َﺗْﻠﺒﺎ ﻟَﻚ» ﻣ: - ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢﺻﻠﻰ ﺍ- ﻮﻝُ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳﺭ
“Rasulullah pernah memberiku baju qubthiyyah yang tebal yang merupakan hadiah
dari Dihyah Al-Kalbi untuk beliau. Maka aku kenakan pada istriku. Maka Rasulullah
17
berkata: “Kenapa kamu tidak memakai baju qubthiyyah?” Jawabku: “Aku
pakaikan pada istriku.” Maka beliau bersabda: “Suruhlah istrimu mengenakan baju
dalam dulu sebelum mengenakan baju qubthiyyah karena aku khawatir baju
tersebut menggambarkan lekuk-lekuk tulangnya.” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad:
20787, Al-Baihaqi dalam Al-Kubra: 3388 (2/234), Ath-Thabrani dalam Al-Kabir: 376
(1/160). Al-Haitsami berkata dalam Majma’uz Zawaid 5/240 : “Di dalamnya ada
Abdullah bin Muhammad bin Aqil, haditsnya hasan dan di dalamnya ada kelemahan,
sedangkan perawi lainnya adalah orang-orang tsiqat.” Dan di-hasan-kan pula oleh Al-
Albani dalam Ats-Tsamarul Mustathab: 318 dan Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah: 131).
Jadi baju qubthiyyah yang dipermasalahkan oleh Rasulullah adalah karena tipisnya
sehingga menggambarkan lekuk-lekuk tubuh bukan karena warnanya yang putih.
ﻲﺴﺎﻧ
ﻗَﺎﻝَ } َﻛﺪﻦِ َﺯﻳﺔَ ﺑﺎﻣ ﺃُﺳﻦ ﻋﻭِﻱﺎ ﺭﻤ ( ﻟﻢﺤﺠ
ﺍْﻟﻮﻧَﺔَ ﻭﺨﺸ
ُ ْﺍﻟ ﻭ ﺍﻟﻠﱢﲔﻒﺼﺎ ﻳ ﻣﺲ ُﻟﺒﺎﺀﺴﻠﻨ ﻟﻩﻜْﺮﻭﻳ )
“Dan dibenci bagi wanita memakai baju yang menggambarkan halus dan kasarnya
tubuh serta tulang-tulang karena adanya hadits yang diriwayatkan dari Usamah bin
Zaid , ia berkata: “Rasulullah pernah memberiku baju qubthiyyah yang
tebal…dst.” (Kasysyaful Qina’: 2/307). Dan beliau tidak menyatakan: “Dan dibenci
bagi wanita memakai baju yang berwarna putih..”
Jilbab berwarna putih pun boleh dikenakan oleh seorang muslimah jika itu menjadi
pakaian kebiasaan wanita di negerinya.
ً ﻛﺄﻧﻪ ﻳﻘﻮﻝ ﻫﻞ ﳚﻮﺯ ﺃﻥ ﺗﻠﺒﺲ ﺍﳌﺮﺃﺓ ﲬﺎﺭﺍً ﻏﲑ ﺃﺳﻮﺩ ﻓﺎﳉﻮﺍﺏ ﻧﻌﻢ ﳍﺎ ﺃﻥ ﺗﻠﺒﺲ ﲬﺎﺭﺍ: ﺗﻌﺎﱃﻓﺄﺟﺎﺏ ﺭﲪﻪ ﺍ
ﻏﲑ ﺃﺳﻮﺩ ﺑﺸﺮﻁ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﳋﻤﺎﺭ ﻛﻐﱰﺓ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﺜﻞ ﻏﱰﺓ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻛﺎﻥ ﺣﺮﺍﻣﺎً ﻷﻥ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺳﻠﻢ )ﻟﻌﻦ ﺍﳌﺘﺸﺒﻬﲔ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﺑﺎﻟﻨﺴﺎﺀ ﻭﺍﳌﺘﺸﺒﻬﺎﺕ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﺑﺎﻟﺮﺟﺎﻝ( ﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥﺍ
18
ﻟﻮﻧﻪ ﺃﺑﻴﺾ ﻭﻟﻜﻨﻪ ﻻ ﻳﻠﺒﺲ ﻋﻠﻰ ﻛﻴﻔﻴﺔ ﻟﺒﺎﺱ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻓﻬﺬﺍ ﺇﺫﺍ ﺍﻋﺘﺎﺩﻩ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﰲ ﺑﻼﺩﻫﻢ ﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ ﻭﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ
ٍ ﻋﻨﻪ ﻭﺇﻧﲏ ﲠﺬﻩ ﺍﳌﻨﺎﺳﺒﺔ ﺃﻭﺩ ﺃﻥ ﺃﺫﻛﺮ ﺃﺧﻮﺍﺗﻨﺎ ﺍﳌﺴﻠﻤﺎﺕ ﺑﺄﻣﺮ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﻓﻼ ﻷﻥ ﻟﺒﺎﺱ ﺍﻟﺸﻬﺮﺓ ﻣﻨﻬﻲﻏﲑ ﻣﻌﺘﺎﺩ
ﻫﺎﻡ ﺃﻻ ﻭﻫﻮ ﻣﺎ ﺍﻋﺘﺎﺩﻩ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻣﻦ ﺗﻠﻘﻲ ﺍﳌﻮﺿﺎﺕ ﺍﳉﺪﻳﺪﺓ ﺑﺎﻟﻘﺒﻮﻝ ﻭﺍﳌﺘﺎﺑﻌﺔ ﻭﻟﻮ ﻋﻠﻰ ﺣﺴﺎﺏ ﺍﻵﺩﺍﺏ
ﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﰲ ﺍﻟﻠﺒﺎﺱ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮ ﺃﻭ ﺍﻟﻠﺒﺎﺱﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﻓﺈﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻣﻦ ﻓﺘﻨﺖ ﺑﺘﻠﻘﻲ ﺍﳌﻮﺿﺎﺕ ﻭﺍﺳﺘﻌﻤﺎﳍﺎ ﺳﻮﺍﺀ
ﺍﻟﺒﺎﻃﻦ ﺃﻭ ﰲ ﺍﳌﺰﻳﻨﺎﺕ ﻭﻫﺬﺍ ﻏﻠﻂٌ ﻋﻈﻴﻢ ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻠﻤﺮﺃﺓ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﳍﺎ ﺍﻋﺘﺪﺍﺩ ﺑﻨﻔﺴﻬﺎ ﻭﻋﺎﺩﺍﲥﺎ ﻭﻣﺎ ﺃﻟﻔﻪ
ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ﺣﺘﻰ ﻻ ﺗﻜﻮﻥ ﺇﻣﻌﺔ ﺗﻘﻮﻝ ﻣﺎ ﻳﻘﻮﻝ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﺗﻔﻌﻞ ﻣﺎ ﻳﻔﻌﻞ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻷﳖﺎ ﺇﺫﺍ ﻋﻮﺩﺕ ﻧﻔﺴﻬﺎ ﺍﳌﺘﺎﺑﻌﺔ
ﻛﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﺧﻄﺮﺍً ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺃﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﳍﺎ ﺷﺨﺼﻴﺔ ﻭﻻ ﻗﻴﻤﺔ ﻓﻠﻴﺤﺬﺭ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻣﻦ ﺗﻠﻘﻲ ﺍﳌﻮﺿﺎﺕ ﺍﳉﺪﻳﺪﺓ ﻻ ﺳﻴﻤﺎ
Dan jilbab berwarna putih pernah dipakai oleh para muslimah di jaman Al-Imam Asy-
Syafi’I sedangkan warna lainnya jarang dipakai.
ﻟَﺎ ﻭﺓﺮﺷﻬ
ﺏ َﺛﻮﻦﺴﻳْﻠﺒ ﻟَﺎ ﻭﺎﺕﻴﺒََﺘﻄ ﻏﲑ ﻣﺎﺀ ﺑِﺎﻟْﻤﻴﻔَﺎﺕﺎ ﻧَﻈَﻧﻬﻀُﺮﻳﺤ ﺍﺕَﻠﻮﺍﻟﺼ ﻭﺎﺩﻋﻴ ﺍﻟْ َﺄﺎﺀﺴ ﺍﻟﻨﻀَﺮ ﺇﺫَﺍ ﺣﺐُﺃﺣﻭ
ﺎﻤ ﺃﻭ ﻫﺓﺮﺸﻬ
ﺍﻟﺔَ ﻭﻳﻨ ﺍﻟﺰﺸﺒِﻪ
ُﺎ ﺗﺎ ﻓَﺈِﻧﱠﻬﻎَ ُﻛﱠﻠﻬﺼﺒ
ﺍﻟﻦ ﻟَﻬﻩﺃَﻛْﺮ ﻭﺮِﻩﻭ َﻏﻴ ِﺎﺽﻴ ﻣﻦ ﺍْﻟﺒﺓﺪﺎ ﻗَﺼﺎﺑﺛﻴ ﻦﺒﺴْﻳﻠ ﺃَﻥﺔ ﻭﺯِﻳﻨ
“Dan aku senangi jika para wanita menghadiri shalat hari raya dan shalat-shalat
lainnya hendaknya mereka menghadirinya dalam keadaan bersih dengan air tanpa
memakai minyak wangi. Dan janganlah wanita memakai baju syuhrah (kemasyhuran)
dan juga baju perhiasan. Hendaknya mereka memakai baju yang sedang-sedang
seperti warna putih dan lainnya. Dan aku membenci mereka menggunakan celupan
semuanya karena celupan itu menyerupai kemasyhuran dan perhiasan atau kedua-
duanya.” (Al-Umm: 1/233).
ﺃﻱ،ﺏﺪﻣﻬ ﻘْﺲﻣ ﻭﺩ. ﻣﺎ ﻋﻠﻰ ﺃﻃﺮﺍﻓﻪ:ﺍﺏ ﺍﻟﺜﻮﺏﺪ ﺍﻟﺜﻮﺏ ﻭﻫﺏﺪ ﻭﻫ. ﻭﺿﻢ ﺍﻟﺪﺍﻝ ﻟﻐﺔٌ ﻓﻴﻪ،ُﻤﻠَﺔ َ ﺍﳋ:ُﺔﺑﺍﳍُﺪ
20
adalah rumbai-rumbai yang ada pada kedua tepi sajadah (alas shalat) yang sering kita
jumpai.
Pemilik jilbab dengan rumbai-rumbai tersebut adalah wanita yang berkerudung hijau
(istri Rifa’ah) yang datang ke rumah Aisyah sebagaimana kisah yang telah lalu.
Aisyah berkata:
ﻮﻝَ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳﺎ ﺭ ﻳﻜْﺮٍ ﻓَﻘَﺎَﻟﺖﻮ ﺑ ﺃَﺑﻩﺪﻋﻨ ﻭ ٌﺔﻟﺴﺎﺃَﻧَﺎ ﺟ ﻭﺳﻠﱠﻢ
ﻭﻪَﻠﻴ ﻋﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪ
ﻮﻝَ ﺍﻟﻠﱠﻪﺳ ﺭﻲﻇﺔَ ﺍﻟْﻘُﺮ ﺭِﻓَﺎﻋﺃَﺓﺮ ﺍﻣﺕﺎﺀﺟ
َﻮﻝﺳﺎ ﺭ ﻳﻪﻣﻌ ﺎ ﻣﺍﻟﻠﱠﻪ ﻭﺇِﻧﱠﻪﺮِ ﻭﺑﻴ ﺍﻟﺰﻦﻦِ ﺑﻤﺮﺣ ﺍﻟﺪﻋﺒ ﻩﺪﺑﻌ ﺖﻭﺟ ﻲ َﻓﺘَﺰ ﻃَﻠَﺎﻗﺖﻲ ﻓَﺒﺔَ ﻓَ َﻄﻠﱠ َﻘﻨ ﺭِﻓَﺎﻋﺖ ﺗَﺤﺖﺇِﻧﱢﻲ ﻛُﻨ
ﻴَﻠﺘَﻪﻋﺴ ﻲﻭﺗَﺬُﻭﻗ ﻴَﻠﺘَﻚﻋﺴ َﺬُﻭﻕﺣﺘﱠﻰ ﻳ ﺔَ ﻟَﺎﻲ ﺇِﻟَﻰ ﺭِﻓَﺎﻋﺮ ِﺟﻌ َﺗ
“Istri Rifa’ah Al-Qurazhi mendatangi Rasulullah -dan aku dalam keadaan duduk-. Di
sisi beliau ada Abu Bakar. Maka wanita itu berkata: “Wahai Rasulullah sesungguhnya
aku dulu adalah istrinya Rifa’ah kemudian ia menceraikanku (talak 3, pen). Kemudian
aku menikah dengan Abdurrahman bin Az-Zubair setelahnya. Demi Allah, tidaklah
batang kemaluannya (Abdurrahman) kecuali seperti rumbai-rumbai ini.” Maka ia
mencabut sehelai rumbai-rumbai dari jilbabnya. Maka Khalid bin Sa’id
mendengarkan ucapan wanita tadi dalam keadaan ia masih ada di depan pintu dan belum
mendapat ijin (untuk masuk, pen). Khalid berkata: “Wahai Abu Bakar mengapa kamu
tidak melarang wanita ini dari kata-katanya yang keras di sisi Rasulullah ?” Maka demi
Allah, Rasulullah tidaklah lebih dari hanya sekedar tersenyum saja (mendengar
ucapan wanita tersebut, pen). Maka Rasulullah berkata kepada wanita itu: “Apakah
kamu ingin kembali lagi kepada Rifa’ah? Tidak boleh sampai ia (Abdurrahman) bisa
mencicipi kenikmatan berjima’ dengan dirimu dan kamu bisa mencicipi kenikmatan
berjima’ dengan dirinya.” (HR. Al-Bukhari: 5346, An-Nasa’i: 3356, Ahmad: 22929).
ﻭﺃﻧﻪ ﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ، ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﺃﻥ ﺍﻟﺜﻴﺎﺏ ﺍﳌﻬﺪﺑﺔ ﻣﻦ ﻟﺒﺎﺱ ﺍﻟﺴﻠﻒ
21
“Tidak ada pelajaran yang lebih banyak yang dapat diambil dari hadits ini selain
kenyataan bahwa baju yang memiliki rumbai-rumbai adalah termasuk baju As-Salaf. Dan
tidak apa-apa dipakai.” (Syarh Ibnu Bathal alal Bukhari: 9/82).
ﻭﻣﻌﻠﻮﻡ ﺃﻧﻪ ﻗﺪ ﺛﺒﺖ- ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻐﻠﻮ ﰲ ﺩﻳﻨﻪ –ﺗﺒﺎﺭﻙ ﻭﺗﻌﺎﱃ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﺍﻻﻓﱰﺍﺀ ﻭﺍﻟﻜﺬﺏ ﻋﻠﻰ ﺍ:ﺍﳉﻮﺍﺏ
ﻋﻠﻴﻪﺻﻠﻰ ﺍ- ﺃﻥ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﺭﻓﺎﻋﺔ ﺃﺗﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍ- ﻋﻨﻬﺎﻋﻨﺪ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﺎﺋﺸﺔ –ﺭﺿﻲ ﺍ
ﰲ- ﻭﻋﻠﻴﻬﺎ ﺛﻮﺏ ﺃﺧﻀﺮ ﻭﻣﻦ ﺷﺎﺀ ﻓﻠﲑﺍﺟﻊ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻌﻼﻣﺔ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻧﺎﺻﺮ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻻﻟﺒﺎﻧﻲ –ﺭﲪﻪ ﺍ-ﻭﺳﻠﻢ
ﻃﺒﻌﺘﻪ ﺍﻷﺧﲑﺓ ﺃﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﻴﺎﺕ ﻣﻦ ﻛﻦ ﻳﺮﺗﺪﻳﻦ ﺃﻟﻮﺍﻧﺎ ﻏﲑ ﺍﻟﺴﻮﺍﺩ ﻭﻻ ﺩﻟﻴﻞ ﺍﻃﻼﻗﺎ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻮﺏ ﺍﻟﺜﻮﺏ
.ﺍﻷﺳﻮﺩ
ﺍﻟﻮﺟﻮﺏ ﻳﻘﻮﻟﻪ ﺍﳉﻬﺎﻝ ﻣﻦ. ﺟﻮﺍﺯ ﺍﻟﺜﻮﺏ ﺍﻷﺳﻮﺩ ﻟﻠﻤﺮﺃﺓ ﻭﻟﻜﻦ ﱂ ﻳﻘﻮﻟﻮﺍ ﺍﻟﻮﺟﻮﺏ:ﻭﺻﻨﻴﻊ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺃﳖﻢ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ
ﻭﻻ ﺳﻨﺔ- –ﻋﺰ ﻭﺟﻞﺍﳌﻠﺘﺰﻣﲔ ﰲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻌﺼﺮ ﺍﻷﺧﲑ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻏﻠﺐ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﻟﻐﻠﻮ ﻟﻴﺲ ﻣﺆﺳﺴﺎ ﻻ ﻋﻠﻰ ﻛﺘﺎﺏ ﺍ
Tanya: “Wajibkah seorang wanita mengenakan pakaian hitam ataukah boleh mengenakan
pakaian yang lainnya?”
Perbuatan para ulama adalah bahwa mereka menyatakan bolehnya memakai baju
berwarna hitam bagi wanita dan tidak menyatakan wajib. Yang mewajibkan hanyalah
orang-orang bodoh dari kalangan orang-orang yang ber-iltizam (dengan As-Sunnah)
di masa terakhir ini yang terkalahkan oleh sikap ghuluw (ekstrim), tidak berdasar
pada Kitabullah dan juga sunnah Rasul-Nya .” (Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah:
444).
Demikianlah petunjuk Salafush Shalih dalam warna pakaian muslimah yang tidak
mewajibkan pada warna hitam saja. Dan termasuk sebuah kesalahan jika menyatakan
bahwa pakaian warna hitam merupakan sunnah shahabiyah. Wallahu a’lam.
23