Anda di halaman 1dari 1

BAB 2.

TINJAUAN PUSTA

Priming biji adalah salah satu cara yang diyakini mampu meningkatkan
ketahanan tanaman dalam kondisi tercekam (Nawaz et al., 2013). Priming akan
memacu metabolisme awal biji saat berkecambah, tapi tidak sampai pada tahap
munculnya tunas dan akar (Broucklehurts et al., 1984). Biji tersebut kemudian
dapat dikeringkan dan disimpan dalam jangka waktu lama. Keuntungan lain dari
metode priming, pertumbuhan semai akan lebih cepat dan seragam (Imran, 2012).
Hormonal priming adalah perlakuan priming dengan fitohormon seperti giberelin,
kinetin atau asam salisilat (Nawaz et al., 2013). Asam salisilat adalah senyawa
fenolik yang berperan dalam mekanisme pertahanan tanaman terhadap cekaman
biotik maupun abiotik, termasuk cekaman salinitas (Zahra et al., 2010).
Keberhasilan hormonal priming sendiri dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti
durasi, konsentrasi dan jenis hormon yang diberikan (Sedghi et al., 2014).
Priming merupakan suatu teknik yang dikembangkan oleh Heydecker serta
kawan-kawannya sekitar pada tahun 1975, yang secara fisiologis bersifat
kompleks merupakan perlakuan dimana benih disetimbangkan dengan potensial
air yang memungkinkan proses penyerapan air secara lambat atau terkendali,
tetapi tetap menahan pemunculan radikel, atau memperlakukan benih dalam suatu
larutan osmotikum untuk meningkatkan laju perkecambahan dan keserempakan
tumbuh (R, Ekosari, 2011).
Prinsip priming adalah mengaktifkan sumber daya yang dimiliki benih
(internal) ditambah dengan sumber daya dari luar (eksternal) untuk
memaksimalkan pertumbuhan. Perlakuan priming yang tepat akan mengendalikan
laju kebutuhan air benih selama perkecambahan serta memacu laju metabolisme.
Keadaan ini memungkinkan faseaktivitas berlangsung lama sehingga akan
memberikan perbaikan fisiologi, antara lain benih akan berkecambah lebih cepat
dan serempak, serta dapat meningkatkan persentase perkecambahannya (Bailly,
1998).

Anda mungkin juga menyukai