Anda di halaman 1dari 13

FAKTOR PSIKOSOSIAL DALAM INTERAKSI MASYARAKAT

DENGAN GERAKAN LGBT DI INDONESIA

Psychosocial Factors Interacting With LGBT Movement in Indonesia

Elga Andina
Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
Jl. Gatot Subroto Senayan Jakarta

Naskah diterima: 2 Oktober 2016


Naskah dikoreksi: 19 November 2016
Naskah diterbitkan: 22 Desember 2016

Abstract: In this paper we elaborate the psychosocial factors that affecting Indonesian community in dealing
with LGBT movement. There has been an increase of LGBT campaign in the beginning of 2016 where they’re
demanding protection from discimination, violence, and constitutional barriers. However, LGBT is still
considered deviation to local wisdom, making it abnormality according to American Psychiatry Association
(APA)’s guidance. LGBT movement is in contrast with most people’s belief, healthy behavioral patterns, and
positive children’s developmental phase. Parents are worry that their kids will engage in sexual disorder.
Childhood is the most important phase to prepare for functional adulthood. Thus, government is clear when
saying there’s no room for LGBT movement. Even so, as a citizen, LGBT people are the subject that must abide
and be protected by the law. Therefore, government must implement the law precisely without exception to make
sure everyone’s safe. At the same time, government need to deliver more education and socialization to increase
respecting behavior among citizens.
Keyword: LGBT, human rights, culture, psychosocial.

Abstrak: Dalam tulisan ini kami mengelaborasi faktor-faktor psikososial yang memengaruhi komunitas Indonesia
ketika berhadapan dengan gerakan LGBT. Terjadi peningkatan kampanye LGBT pada awal 2016 dimana mereka
menuntut perlindungan dari diskriminasi, kekerasan, dan hambatan konstitusional untuk melakukan perkawinan
sesama jenis. Akan tetapi, LGBT dianggap bertentangan dengan kearifan lokal, sehingga dapat disebut
abnormalitas sesuai dengan petunjuk American Psychiatry Association (APA). Gerakan LGBT bertentangan
dengan keyakinan kebanyakan orang, pola-pola perilaku sehat, dan tahap perkembangan anak yang positif. Orang
tua khawatir jika anaknya melakukan perilaku seksual yang menyimpang. Masa kanak-kanak merupakan fase
yang paling penting untuk mempersiapkan pada masa dewasa yang fungsional. Selain itu, Pemerintah juga sudah
jelas menyatakan bahwa tidak memberikan ruang bagi gerakan LGBT. Akan tetapi, sebagai warga negara pelaku
LGBT harus tunduk dan dilindungi peraturan yang ada. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengimplementasikan
hukum secara tepat dan tanpa pengecualian untuk memastikan semua orang terlindungi. Bersamaan dengan itu,
pemerintah juga melakukan edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan perilaku saling menghormati sesama
warga negara.
Kata kunci: LGBT, HAM, budaya, psikososial.

Pendahuluan LGBT, meminta presiden dan DPR memberikan


Maraknya isu gerakan Lesbian Gay Biseksual sanksi bagi pejabat negara yang melakukan
dan Transgender (LGBT) pada awal tahun 2016 diskriminasi, dan meminta presiden agar serius untuk
meresahkan masyarakat, sehingga memunculkan menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi
wacana perlunya suatu pengaturan mengenai LGBT. orang-orang LGBT. Tuntutan serupa disederhanakan
Isu LGBT mengusik masyarakat bukan karena ia oleh aktivis dan pelaku LGBT, Hartoyo, menjadi tiga
adalah kasus baru, tapi karena pada tahun 2016 yaitu “agar ada penghapusan diskriminasi seksual
ini, penggiat LGBT membuka diri dan menuntut dan identitas gender, pemenuhan hak-hak dasar, dan
persamaan hak dalam hal identitas yang diakui perlakuan khusus”.1 Lebih jauh lagi, para aktivis
negara. Sebagaimana disampaikan oleh Forum
LGBT + Intersex and Queer (LGBTIQ) pada tanggal 1
“LGBT Berhak Layanan Kesehatan Jiwa”, http://dev.
27 Januari 2016 yang isinya antara lain meminta republika.co.id/berita/koran/halaman-1/16/02/21/
o2vtz81-lgbt-berhak-layanan-kesehatan-jiwa, diakses
penghapusan diskriminasi dan kekerasan pada kaum tanggal 10 November 2016.

Elga Andina, Faktor Psikososial dalam Interaksi Masyarakat | 173


LGBT mempertanyakan hambatan konstitusional mendapatkan aspirasi untuk merumuskan Undang-
yang tidak membolehkan pernikahan sesama jenis. Undang Anti-LGBT.2 Namun, Indonesia jelas
Juga permasalahan identitas jenis kelamin yang menolak memasukkan hak-hak LGBT dalam
hanya memiliki dua pilihan yaitu laki-laki dan Agenda PBB, New Urban Agenda pada tahun 2016.
perempuan dalam kartu identitas. Hal ini menegaskan bahwa tidak ada ruang untuk
Permasalahan yang ada di lapangan gerakan LGBT di tanah air.
menunjukkan gerakan LGBT mulai mengambil Gerakan LGBT yang dikampanyekan selama
langkah masif dalam upaya promosi dan penetrasi, ini hanya berfokus pada dampak psikologis pelaku
terutama dalam aspek legal. Pelaku LGBT merasa LGBT. Padahal, dalam interaksinya kampanye
belum difasilitasi kebutuhannya untuk memperoleh ini sangat memengaruhi kesejahteraan mental
hak asasi. Sebaliknya, timbul kekhawatiran masyarakat.
masyarakat ketika LGBT berasimilasi menjadi Kajian ini akan menggali faktor-faktor
bagian budaya di Indonesia yang sarat dengan norma psikososial yang memengaruhi masyarakat ketika
agama. Masyarakat takut jika LGBT dibebaskan berhadapan dengan gerakan LGBT.
akan memberikan pengaruh kepada generasi muda. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan
Munculnya komunitas LGBT secara terang- landasan bagi wacana pembuatan kebijakan
terangan menuntut poin-poin di atas menimbulkan tentang LGBT. Hasil kajian ini dapat dijadikan
pro dan kontra di tengah masyarakat. Pihak yang kerangka pemahaman anggota DPR RI dalam
pro menyanjung pelaksanaan perlindungan Hak mempertimbangkan manfaat dan biaya yang
Asasi Manusia (HAM) yang seharusnya juga ditimbulkan regulasi yang ada. Kajian ini
dilekatkan kepada kaum LGBT. Selama ini kaum menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk
LGBT tidak pernah mendapatkan perhatian, apalagi menggambarkan situasi, kondisi sosial ataupun
kekerasan karena identitasnya, selama ia dapat hubungan kondisi sosiologis masyarakat Indonesia
memenuhi fungsi sosial yang dituntun oleh norma dalam menyikapi LGBT. Dalam kajian ini dilakukan
masyarakat. Banyak masyarakat yang menganggap studi kepustakaan dengan cara membaca dan
orientasi seksual sebagai urusan pribadi setiap mempelajari sejumlah buku, literatur, jurnal ilmiah,
individu yang tidak perlu dicampuri oleh orang website internet untuk mendapatkan kerangka teori
lain, meski tidak sedikit yang menjadikannya topik untuk mengetahui landasan sejarah dan pandangan
pembicaraan. Akan tetapi, tidak seperti konflik akademis mengenai LGBT. Peneliti kemudian
antarumat beragama, tidak ada pengusiran terhadap menggunakan data dari media massa nasional
orang dengan LGBT. Hal ini sesuai dengan laporan baik cetak maupun elektronik untuk menganalisis
UNDP & USAID (2014:29) yang menyatakan: pandangan masyarakat mengenai LGBT.
Secara sepintas, orang transgender terutama waria,
mendapatkan toleransi dan dapat ditemukan di LGBT, Gangguan Kejiwaan dan Psikologi
banyak lingkungan pergaulan masyarakat. Yang American Psychiatry Association (APA)
tidak disadari adalah keadaan bahwa banyak menjelaskan bahwa LGBT adalah kependekan
orang seperti ini mungkin dapat “ditoleransi” dari lesbian, gay, biseksual dan transgender.
tetapi belum tentu mereka diterima oleh keluarga
Huruf “LGB” dalam terminologi ini mengacu
sendiri. Penerimaan berarti orang transgender dapat
mengikuti seluruh kegiatan keluarga dan masyarakat pada orientasi seksual, yang diartikan sebagai pola
tanpa rasa enggan atau ragu-ragu. yang kerap muncul baik berupa emosi, romantis
dan/atau ketertarikan seksual antara laki-laki
Mereka yang tidak sepakat dengan kampanye terhadap perempuan atau perempuan terhadap laki-
LGBT memilih sikap lain, salah satunya laki (heteroseksual), antara perempuan terhadap
permohonan uji materi terhadap terhadap Pasal perempuan atau laki-laki terhadap laki-laki
284, 285 dan 292 KUHP. Permohonan tersebut (homoseksual), atau oleh laki-laki atau perempuan
disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi pada terhadap kedua jenis kelamin (biseksual).3 Ini juga
tanggal 23 Agustus 2016, di mana para pemohon mengacu pada perasaan personal dan identitas
meminta pelaku kumpul kebo, homoseksual sosial seseorang berdasarkan ketertarikan tersebut,
dan perkosaan sesama jenis di penjara (Tempo, terkait dengan perilaku dan keanggotaan dalam
2016), yang ujungnya berharap adanya perubahan
KUHP untuk mengakomodir pemidanaan homo- 2
Komisi VIII Dapat Aspirasi Usulan RUU Anti LGBT,
seksualitas. http://dpr.go.id/berita/detail/id/13017, diakses tanggal 26
Oktober 2016
Dengan berkecamuknya isu yang beredar 3
APA. Lesbian, gay, bisexual, transgender, http://www.
di masyarakat, muncul wacana untuk mengatur apa.org/topics/lgbt/index.aspx, diakses tanggal 2 Oktober
perilaku LGBT. Bahkan Komisi VIII sudah 2016.

174 | Aspirasi Vol. 7 No. 2, Desember 2016


komunitas orang-orang yang memiliki ketertarikan “persetubuhan dua laki-laki” (buggery). Kata
dan perilaku yang serupa. Beberapa orang yang sodomi yang digunakan di sini berasal dari istilah
memiliki ketertarikan atau hubungan sesama jenis Alkitab yang bercerita tentang kaum Sodom. Kaum
biasanya diidentifikasikan sebagai “queer” atau ini juga disebut dalam Al Qur’an sebagai kaum
dalam lingkup alasan personal, sosial atau politis, Nabi Luth yang menceritakan pertama kalinya
dapat memiliki untuk tidak mengidentifikasikan terjadi sodomi.
dirinya dengan label apapun. Pada abad ke-16, pelaku sodomi tersebut
Huruf “T” dalam LGBT berasal dari kata diganjar hukuman mati bagi pelakunya di Eropa dan
transgender atau gender yang non-conforming, Amerika. Akan tetapi, lambat laun hukum berganti
dan merupakan istilah payung bagi mereka yang bergantung pada siapa yang memegang kekuasaan.
identitas atau ekspresi gendernya tidak mengikuti Menjelang revolusi Perancis, kriminalisasi atas
yang biasanya diasosiasikan dengan jenis kelamin sodomi mulai berkurang, karena campur tangan
yang mereka miliki saat lahir. Beberapa tidak Jean-Jacques-Régis de Cambacérès, Konsul Kedua
mengidentifikasikan dirinya sebagai laki-laki atau yang merupakan pelaku homoseksual.
perempuan, lebih memilih menggunakan istilah Pada tahun 1857 Auguste Ambroise Tardieu
“genderqueer”. Orientasi seksual dan identitas (1818–1879) menerbitkan Kajian Medico-Legal
gender tidak sama, keduanya mencerminkan tentang Pelanggaran Kesusilaan Publik yang
bentuk-bentuk pelanggaran norma gender dan menyimpulkan bahwa ciri psikologis dan perilaku
memiliki keterkaitan sejarah sosial dan politik. kebancian merupakan bentuk ketidakwarasan.
Istilah homoseksual sendiri pertama kali Ketika permasalahan ketidakwarasan mulai
digunakan oleh Károly Mária Kertbeny, seorang diwacanakan, psikologi mulai tertarik untuk
penulis, penerjemah dan jurnalis Austro-Hungarian meneliti lebih lanjut. Peran psikologi dalam
pada tanggal 6 Mei 1868 (LGBT Issues Committee,- menandakan homoseksualitas bisa dibilang sangat
).4 Kata tersebut berasal dari bahasa Yunani “homos” besar. Hal ini terlihat dari konsep seksualitas yang
(artinya sama) dan “seksualis” berakar dari bahasa merupakan salah satu akar dari teori Psikoanalisa
latin. Setahun kemudian, ia menggunakannya dalam yang dicetuskan Freud. Menurut Kennet Lewes
pamflet berbahasa Jerman dan dipublikasikan di (1988), Freud memiliki empat teori tentang
Leipzig, di mana ia mengkritik pengkriminalisasian homoseksualitas:
aktivitas seksual sesama jenis.5 Menurut LGBT 1. Homoseksualitas muncul dari konflik Oedipus
Issues Committee, konsep transgender berkaitan dan pemikiran anak laki-laki yang menganggap
dengan homoseksualitas. Pada tahun 1864 Karl ibunya telah dikebiri. Hal ini menumbuhkan
Heinrich Ulrichs mendeskripsikan pria yang kecemasan sehingga menjadikannya anak laki-
memiliki “jiwa wanita tapi terperangkap dalam laki yang memiliki penampilan feminim.
tubuh pria”, yang pada masa sekarang juga disebut 2. Dalam tiga esainya, Freud mengembangkan
gay (LGBT Issues Committee).6 Dengan begitu, teori bahwa anak yang sangat dekat dengan
ketika membicarakan LGBT, semua bermuara ibunya hingga ia mengindentifikasikan dengan
pada aktivitas sesama jenis karena apapun identitas si ibu dan secara narsistik mengejar objek cinta
seksual yang dianut pelakunya, akhirnya mereka seperti dirinya agar ia dapat mencintai mereka
akan berhubungan dengan mereka yang memiliki sebagaimana ibunya mencintainya. Oleh
identitas seksual yang sama, bukan dengan orang karena itu, banyak menjadi homoseksual.
normal. 3. Jika kompleksitas Oedipus “negatif” atau
“terbalik” muncul, anak laki-laki mencari
Pandangan Psikologi terhadap LGBT
cinta dan identifikasi maskulin ayahnya
Sampai dengan abad ke-19, aktivitas sama
dengan mengambil identifikasi feminin dan
jenis kelamin (terutama sesama pria) disebut dalam
membalikkannya menjadi erotisme anal.
teks Anglo-Amerika dalam istilah “tindakan tidak
4. Kecemburuan terhadap saudara laki-laki dan
alami” (unnatural acts), “kejahatan melawan
ayah yang diubah secara aman menjadi rasa
alam” (crimes against nature), “sodomi”, atau
cinta terhadap pria lain.
4
Nicholai Endres, Kertbeny, Károly Mária (1824-1882), Bagi Freud, meskipun homoseksualitas tidak
http://www.glbtqarchive.com/ssh/kertbeny_km_S.pdf,
ada keuntungannya, namun tidak perlu malu,
diakses tanggal 10 November 2016
5
Nicholai Endres, Kertbeny, Károly Mária (1824-1882), ia bukan keburukan, bukan pula penurunan, ia
http://www.glbtqarchive.com/ssh/kertbeny_km_S.pdf, tidak dapat dikelompokkan sebagai penyakit.
diakses tanggal 10 November 2016 Homoseksualitas hanyalah variasi fungsi seksual,
6
Trangender, http://www.aglp.org/gap/6_transgender/, yang dihasilkan dari penekanan perkembangan
diakses tanggal 10 November 2016.

Elga Andina, Faktor Psikososial dalam Interaksi Masyarakat | 175


seksual tertentu. Ia meyakini bahwa berdasarkan ketika kaum waria dan gay melawan represi polisi yang
perkembangan yang dialami seksualitas anak khususnya terjadi di sebuah bar bernama Stonewall
tampaklah manusia bersifat biseksual (Bertens, Inn. Peristiwa ini dianggap permulaan pergerakan gay
2016:20). yang terbuka dan militan di Barat, dan kini dirayakan
Teori ini dibantah oleh Sandor Rado pada dengan pawai dan acara-acara lain, termasuk di
tahun 1940. Rado mendebat teori biseksualitas Israel, Amerika Latin, Jepang, Filipina, India dan
Freud yang didasarkan pada kesalahan kepercayaan Indonesia. Dengan begitu, psikologi menganggap
abad ke-19 tentang hermaphroditisme embrionik, homoseksualitas sebagai bentuk alternatif seksualitas
suatu hipotesis yang tidak terbuktikan bahwa setiap yang tidak terkait dengan patologi.
embrio memiliki potensi menjadi anatomi laki- Sedangkan transgender yang mengalami
laki atau perempuan. Karena teori awalnya tidak gangguan identitas seksual dimasukkan dalam
terbuktikan, maka menurut Rado heteroseksualitas kategori gender dysphoria dalam DSM V. Mereka
adalah satu-satunya hasil nonpatologis dari yang mengalami gender dysphoria memiliki
perkembangan seksual manusia. Rado melihat keinginan untuk menunjukkan identitas gender yang
homoseksualitas sebagai fobia penghindaran berbeda dengan identitas biologisnya. Gangguan ini
atas jenis kelamin lain yang disebabkan larangan terlihat dalam berbagai bentuk, termasuk keinginan
orang tua terkait seksualitas di masa kanak-kanak. untuk diperlakukan sebagai jenis kelamin lain
Hampir semua teoris pertengahan abad ke-20 yang atau menghilangkan karakteristik gendernya, atau
mengelompokkan homoseksual sebagai patologi, keyakinan kuat bahwa ia memiliki perasaan dan
mengikuti teori Rado. reaksi khas gender yang lain (APA, 2013:1).
Beralihnya Psikoanalisa dari teori Freud
Kategorisasi Abnormal
tentang ketidakdewasaan (homoseksualitas
Konteks perilaku sering kali menjadi penentu
sebagai tahap perkembangan normal menuju
apakah dapat dianggap abnormal (Nolen-Heoksema,
heteroseksualitas dewasa) kepada teori patologi
2007:3). Nolen-Hoeksema mempertimbangkan
Rado (homoseksualitas adalah tanda penyimpangan
empat aspek dalam pendefinisian abnormalitas.
perkembangan) menyebabkan beberapa analis
Pertama, relativitas budaya, yang menyebabkan
menyimpulkan bahwa homoseksualitas dapat
tidak adanya standar universal untuk menandai
disembuhkan. Mereka antara lain Irving Bieber,
suatu perilaku sebagai abnormal (Nolen-Hoeksema,
Charles Socarides, Lionel Ovesey, dan Lawrence
2007:6). Perilaku hanya dapat menjadi abnormal
Hatterer. Dalam perkembangannya, psikoanalisa
tergantung pada norma budaya, sehingga pengertian
cenderung berfokus pada homoseksualitas laki-
abnormalitas dapat saja berbeda di setiap tempat
laki, sehingga homoseksualitas pada perempuan
dengan kebudayaan beragam. Pada kenyataannya
dianggap citra pantulan dari homoseksualitas laki-
norma sosial dan peran gender sangat memengaruhi
laki tersebut (Rado, 1940).
perasaan dan tindakan orang (Nolen-Heoksema,
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut,
2007:7).
maka pada masa itu homoseksualitas dianggap
Kedua, ketidakbiasaan. Perilaku yang tidak
sebuah patologi. Secara konkret homoseksualitas
biasa, atau langka, dianggap abnormal, di mana
diklasifikasikan dalam Diagnostic and Statistical
perilaku yang tipikal, atau biasa, dianggap
Manual of Mental Disorders (DSM) pertama
normal (Nolen-Hoksema, 2007:8). Ketiga,
yang diterbitkan pada tahun 1952, dalam kategori
ketidaknyamanan yang disebabkan sebuah perilaku
penyimpangan seksual (sexual deviation). Diagnosis
membuatnya dianggap sebagai perilaku abnormal.
ini dimaksudkan untuk penyimpangan seksual yang
Kriteria ini menyingkirkan penggunaan norma
tidak merupakan gejala luas seperti schizofrenia
sosial dalam menandai perilaku abnormal.
dan reaksi obsesif. Istilah ini meliputi hampir
Senada dengan Nolen-Hoeksema, Halgin &
semua kasus yang sebelumnya disebut “kepribadian
Whitborn (2007) menjelaskan empat dimensi yang
psikopati dengan patologi seksualitas”. Diagnosis
menjadi kriteria seseorang digolongkan mengalami
akan menentukan tipe perilaku patologinya, apakah
gangguan kejiwaan, yaitu:
itu homoseksualitas, waria, pedofilia, fetisisme, dan
1. Tekanan (Distress)
sadisme seksual (termasuk pemerkosaan, kekerasan
Pengalaman sakit emosional atau fisikal
seksual, dan mutilasi (APA, 1952:38–39).
merupakan hal biasa dalam kehidupan sehari-
Akan tetapi, pada tahun 1973, homoseksualitas
hari. Namun, depresi dalam atau kecemasan
ditarik dari kategori DSM. Hal ini terjadi sebagai
berlanjut dapat menjadi begitu hebat sehingga
respons terhadap perubahan budaya yang ditandai
seseorang tidak mampu menjalankan tugas-
gerakan protes pada tahun 1970-an. Di New York,
tugas kesehariannya.
Amerika Serikat, berlangsung huru-hara Stonewall,

176 | Aspirasi Vol. 7 No. 2, Desember 2016


2. Kerusakan (Impairment) setiap pihak yang mengambil peran serta dalam
Sering kali tekanan berlebihan menyebabkan masalah ini adalah individu yang tergabung dalam
seseorang tidak dapat berfungsi optimal atau komunitas masyarakat. Ide-ide individu selalu
bahkan mencapai fungsi rata-rata . dipengaruhi oleh ide-ide kelompoknya, baik yang
3. Risiko terhadap diri-sendiri atau orang lain ditampilkan secara sejalan maupun berlawanan
Risiko di sini mengacu pada bahaya dan (ketika individu memilih memberontak).
ancaman terhadap kesejahteraan seseorang. Permasalahan LGBT di Indonesia melibatkan
4. Perilaku yang secara sosial atau budaya tidak semua pihak, bukan hanya pelaku dan pemerintah.
dapat diterima. Penulis telah menginventaris masalah yang dihadapi
Kriteria abnormalitas dipandang dari sudut terkait dengan perilaku LGBT dalam tabel berikut.
kewajaran norma yang digunakan oleh suatu Tabel 1. Stakeholder dan Perilaku Terkait LGBT
kelompok sosial atau budaya.
Subjek Tuntutan
Dari dua teori di atas jelas bahwa abnormalitas
Pelaku LGBT • Meminta penghapusan diskriminasi
sangat bergantung pada konteks sosial yang seksual dan identitas gender, pemenuhan
dihadapi. APA menyadari bahwa setiap orang hak-hak dasar, dan perlakuan khusus.
berhak untuk mendapatkan hak hidupnya. • Menginginkan perkawinan sesama
Meskipun LGBT tidak dimasukkan dalam DSM V jenis diakui dan dapat diakomodir
sebagai salah satu bentuk gangguan jiwa, namun pemerintah.
APA menyerahkan kepada setiap komunitas untuk Tokoh agama Meminta agar LGBT ditolak, karena tidak
memperlakukan konsep ini sesuai dengan norma sesuai dengan ajaran agama.
yang berlaku. Setiap budaya memiliki cara berbeda Masyarakat Merasa was-was dan mencurigai
untuk memandang homoseksualitas. keluarganya melakukan praktik LGBT.
Organisasi Melakukan unjuk rasa menolak LGBT.
Faktor-Faktor Psikososial masyarakat
Psikososial merupakan konsep yang sudah anti LGBT
banyak kita temukan dalam peraturan perundang- Aktivis HAM Mendorong penghentian diskriminasi
undangan. Namun, pengertiannya tidak mudah dan feminis terhadap LGBT.
dipahami. Psikososial bukanlah kependekan dari
Pemerintah Tidak memiliki ketegasan dalam mengatur
psikologi sosial. Psikososial dalam hal ini adalah posisi LGBT. Beberapa peraturan daerah
kondisi psikologis dan sosial. melarang LGBT sedangkan yang lain tidak
Variabel psikososial menurut A Singh-Manoux tegas.
(2003:554) dibedakan menjadi dua variabel.
Untuk memahami relasi individu dalam
Yang pertama adalah atribut psikologikal yang
kelompok, perlu dijabarkan dua teori yang melandasi
muncul pada level individu dan terbentuk karena
kajian ini, yaitu teori hirarki kebutuhan oleh
proses sosialisasi. Sedangkan variabel kedua lebih
Maslow dan budaya kolektivisme oleh Hofstede.
struktural bentuknya, seperti kondisi kerja.
Menjadi bagian dari suatu komunitas merupakan
Munculnya komunitas LGBT secara terang-
salah satu kebutuhan manusia. Menurut Maslow
terangan menuntut poin-poin di atas menimbulkan
(1934, dalam Khan, 2013:24), ketika kebutuhan
pro dan kontra di tengah masyarakat. Pihak yang
terpenuhi, seseorang berusaha memenuhi kebutuhan
pro menyanjung pelaksanaan perlindungan HAM
di atasnya. Maslow membagi kebutuhan manusia
yang seharusnya juga dilekatkan kepada kaum
dalam 5 jenjang, yaitu (Dye, Mills, & Weatherbee,
LGBT. Selama ini kaum LGBT tidak pernah
2005:1377):
mendapatkan perhatian, apalagi kekerasan karena
1. Kebutuhan fisiologis dasar;
identitasnya, selama ia dapat memenuhi fungsi
2. Keamanan;
sosial yang dituntun oleh norma masyarakat. Banyak
3. Cinta, kasih sayang, dan aktivitas sosial;
masyarakat yang menganggap orientasi seksual
4. Harga diri dan penghormatan diri;
sebagai urusan pribadi setiap individu yang tidak
5. Aktualisasi diri.
perlu dicampuri oleh orang lain, meski tidak sedikit
yang menjadikannya topik pembicaraan. Akan Kebutuhan yang belum terpenuhi adalah
tetapi, tidak seperti konflik antarumat beragama, motivasi bagi perilaku individu. Begitu ia sudah
tidak ada pengusiran terhadap orang dengan LGBT. terlaksana, maka individu tidak lagi merasa
Saat mencermati faktor-faktor psikososial yang membutuhkannya (Khan, 2013:24–25). Kebutuhan
mewarnai permasalahan LGBT, kita tidak bisa untuk diterima menjadi sangat penting dalam
memisahkan konsep psikis dan sosialnya, karena kelompok sosial yang memiliki budaya kolektivis.

Elga Andina, Faktor Psikososial dalam Interaksi Masyarakat | 177


Menurut Hofstede (2011:11) yang membedakan Sanksi Sosial
budaya menjadi kolektivisme dan individualisme, Penyimpangan-penyimpangan dalam kelompok,
kolektivisme, sebagai suatu kumpulan, bukan masyarakat atau lingkungan sosial biasanya
sebagai ciri individual, adalah sejauh mana menimbulkan bermacam-macam reaksi dan sikap.
orang dalam suatu masyarakat berpadu dalam Semua bergantung pada derajat atau kualitas
kelompok. Merasa bagian dari suatu kelompok penyimpangan dan penampakannya, juga tergantung
merupakan aspek kunci dari pengalaman sosial pada harapan dan tuntutan-tuntutan yang dikenakan
(Putnam, 2000, dalam Harris, et al., 2013:236). oleh lingkungan. Menurut Kartini Kartono (2009:
Rasa memiliki terhadap komunitas tidak saja 41), sanksi sosial yang dikenakan pada orang-
penting bagi kesejahteraan psikososial dan orang yang menyimpang pada umumnya berupa
pembentukan identitas positif individu, namun juga membatasi partisipasi sosialnya, yaitu dihalang-
sering berkaitan langsung pada level keterlibatan halangi keikutsertaannya dalam kegiatan hidup sehari-
masyarakatnya (civic engangement)-nya (Flores, hari. Hal ini disebabkan karena orang tidak ingin
Mansergh, Marks, Guzman, & Colfax, 2009; bersinggungan dengan individu yang dapat merusak
Heath & Mulligan, 2008). Keterlibatan masyarakat citranya.
merupakan mekanisme pengatasan yang penting Sanksi sosial ini tidak hanya diberikan kepada
bagi mereka yang menghadapi berbagai level stres pelaku penyimpangan sosial, tapi juga orang-orang
karena menjadi kelompok minoritas. yang dianggap berhubungan dengan penyimpang,
Dalam budaya kolektivis, ada kebutuhan besar misalnya keluarga.
untuk diterima dalam kelompok. Akan tetapi, untuk Vinjanburi (2015:246) menemukan bahwa para
bergabung dengan kelompok, anggotanya perlu gay mendapatkan interaksi yang tidak diinginkan
mengikuti aturan-aturan yang dianut oleh kelompok dari masyarakat yang mengingatkan posisi mereka
tersebut. Aturan dipengaruhi harapan masyarakat dalam tatanan masyarakat heteroseksual.
mengenai peran seseorang dalam bergaul. Budaya
kolektivis menampilkan kohesivitas dalam LGBT di Indonesia
kelompok, bahkan dengan keluarga besar yang Sebelum mengulas kondisi LGBT di Indonesia,
saling setia dan melindungi mereka dari kelompok kita perlu menelusuri kembali bagaimana komunitas
lain. Budaya kolektivis ini berbeda dengan budaya LGBT tumbuh di Indonesia. Tumbuhnya budaya
individualisme dalam banyak hal. LGBT di Indonesia tampaknya tidak terlepas dari
Tabel 2. Perbedaan Budaya Individualisme sejarah kolonialisme yang panjang. Mengutip
dan Kolektivis sejarah LGBT dari situs Gaya Nusantara, pada
tahun 1920-an muncullah komunitas homoseks di
Individualisme Kolektivisme
kota-kota besar Hindia Belanda. Dalam laporan
Setiap orang harus mengurus Lahir dan hidup dalam USAID dan UNDP (2014) mengenai LGBT
diri dan keluarganya sendiri keluarga besar dituliskan bahwa homoseksualitas di daerah urban
Kesadaran “Aku” Kesadaran “Kita” Indonesia baru ditemukan pada awal abad ke-20,
Hak akan privasi Menekankan kepemilikan yang dimulai dengan gerakan waria di akhir tahun
bersama 1960-an. Mobilisasi gay dan lesbian baru muncul
dalam bentuk kelompok kecil dan memanfaatkan
Mengungkapkan pikiran Perlu menjaga harmonisme
sendiri itu sehat media cetak di tahun 1980-an.
Ketika Gubernur Ali Sadikin memberikan
Mengklasifikasikan orang Mengklasifikasikan orang
ruang kepada LGBT dengan memberi istilah wadam
lain sebagai individual lain sebagaI ingroup atau
outgroup alih-alih banci atau bencong, ada anggapan bahwa
pemerintah menerima kehadiran LGBT. Karena
Memiliki opini sendiri Opini dan pilihan ditentukan
merasa mendapat ‘penerimaan’ dari pemerintah,
dalam kelompok
pada tahun berikutnya berdirilah organisasi wadam
Pelanggaran atas norma Pelanggaran atas norma pertama, Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD).
menyebabkan rasa bersalah menyebabkan rasa malu
Istilah wadam diganti menjadi waria (wanita pria)
Kata “Saya” perlu digunakan Kata “Saya” perlu dihindari pada tahun 1980-an karena sebagian pemimpin
Tujuan belajar adalah Tujuan belajar adalah Islam keberatan istilah awal tersebut mengandung
bagaimana mempelajari bagaimana melakukan nama nabi Adam.
Penyelesaian tugas lebih Hubungan lebih penting
Dari sisi lain, upaya pemerintah itu bisa juga
penting dari pada hubungan daripada penyelesaian tugas ditafsirkan sebagai usaha untuk mengidentifikasi
dan melokalisir pelaku LGBT yang ada di ibukota.
Sumber: Hofstede, 2011: 11.
Pandangan ini diungkapkan pula oleh Prof.

178 | Aspirasi Vol. 7 No. 2, Desember 2016


Didin Hafidhuddin dalam opininya di Republika untuk tidak mengizinkan Kongres ILGA
menulis “sebelum era globalisasi dan teknologi (International Lesbian, Gay Association) di
informasi merambat ke seluruh dunia, tidak pernah Surabaya pada 26–28 Maret 2010. Selain
terbayangkan LGBT berkembang di negara kita yang itu, penyerangan juga dilakukan oleh Forum
berpenduduk mayoritas umat Islam.7 Penyebaran Umat Islam (FUI) ke tempat penginapan
LGBT secara sistematis tidak lepas dari konspirasi peserta konferensi tersebut (Antara News, 25
asing untuk mengaburkan kepribadian suatu bangsa Maret 2010). Pada bulan September 2010, FPI
dan menariknya ke dalam pusaran budaya global melakukan sweeping terhadap beberapa tempat
yang dibangun di atas pandangan hidup sekuler. yang akan melakukan pemutaran film LGBT
Pada tahun 1990-an lebih banyak organisasi di Jakarta dalam rangka Q! Film Festival, di
dibentuk di berbagai daerah, seiring dengan antaranya Kantor Pusat Kebudayaan Perancis
peningkatan infeksi HIV. Berangkat dari dan Goethe House.
permasalahan tersebut, maka diprakarsailah 2. Diskriminasi
pertemuan nasional pertama yang meliputi aliansi UNDP & USAID (2014:11) menemukan
dengan feminis, organisasi kesehatan seksual dan diskriminasi terhadap individu LGBT di
reproduksi dan pro-demokrasi dan HAM, juga pihak dunia kerja tidak mendapatkan perhatian yang
akademisi (USAID & UNDP, 2014:8). Dalam 10 signifikan, dan tidak adanya peraturan anti-
tahun itu, organisasi LGBT bertumbuh di berbagai diskriminasi juga aturan yang jelas terkait
kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, orang-orang LGBT di dunia kerja. Gay dan
Solo, Pekanbaru, Denpasar, Yogyakarta, Malang, lesbian dapat menghindari diskriminasi
Ujungpandang dengan Gaya Nusantara sebagai dengan tidak membuka keadaan sebenarnya.
perkumpulan yang mengorganisir kaum LGBT di Dengan kata lain, asalkan tidak terang-
Indonesia. terangan mengidentifikasikan identitas varian
Setelah reformasi di tahun 1998, kaum LGBT seksualnya dalam dokumen resmi, maka
terdorong untuk bergerak dalam tataran nasional, pelaku LGBT biasanya tidak menghadapi
dengan dibantu program-program yang didanai permasalahan dalam berinteraksi di kehidupan
bantuan USAID untuk menggunakan wacana HAM kesehariannya.
di tingkat nasional. Permasalahan yang lebih konkret adalah ketika
Untuk memahami posisi komunitas LGBT transisi jenis kelamin tidak dapat diakui dalam
di Indonesia, kita perlu melihat dari dua sudut dokumen kependudukan. Misalnya seorang
pandang, pelaku dan masyarakat. transgender tidak dapat mengubah jenis
kelaminnya pada KTP, yang sebelumnya laki-
Pelaku LGBT
laki menjadi perempuan. Hal ini menimbulkan
Pelaku LGBT di Indonesia merasa mendapatkan
kendala untuk mendapatkan dokumen lanjutan
hambatan dalam beberapa hal, antara lain:
terkait dengan layanan kesehatan, jaminan
1. Kekerasan
sosial atau pekerjaan
Intimidasi, ancaman kekerasan, pembubaran
3. Hambatan konstitusional untuk menikah
acara, pengkriminalisasian, pemukulan bahkan
Salah satu isu yang mereka rasakan tidak
penangkapan terhadap individu-individu
adil adalah bahwa negara tidak melegalkan
LGBT acap kali terjadi.
pernikahan sesama jenis, sesuai dengan Pasal
Salah satunya terjadi pada bulan September
1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, bahwa
1999, anggota Front Pembela Islam (FPI)
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
Surakarta mengancam akan membunuh para
seorang pria dan seorang wanita sebagai
aktivis gay yang saat itu merencanakan rapat
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
kerja nasional JLGI (Jaringan Lesbian dan
atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
Gay Indonesia). Kemudian, pada tahun 2000
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
acara Kerlap Kerlip Warna Kedaton (KKWK)
diserang di tengah-tengah acara oleh 150 Masyarakat Menghadapi Perilaku LGBT
laki-laki, dengan pakaian muslim tradisional. Hofstede mengelompokkan Indonesia sebagai
Kejadian serupa terjadi kembali pada bulan masyarakat dengan budaya kolektivisme. Sebagai
Maret 2010. Majelis Ulama Indonesia (MUI) kelompok masyarakat yang saling bergantung
memberikan dukungannya terhadap langkah dan mendukung satu sama lain dalam kesatuan,
Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya pemaknaan kelompok menjadi penting dalam
memengaruhi persepsi individual terhadap LGBT.
7
Hafidhuddin, Didin. “Mencegah Bencana Kemanusiaan”.
Republika, 21 Februari 2016.
Perlu diingat bahwa kelompok membangun nilai-

Elga Andina, Faktor Psikososial dalam Interaksi Masyarakat | 179


nilai yang digunakan bersama dan ditaati oleh kesadaran mengenai dampaknya terhadap tatanan
anggota kelompoknya. Ketika nilai-nilai tersebut kehidupan bermasyarakat.
tidak dapat dipenuhi, maka individual mendapatkan Salah satunya adalah timbulnya ketakutan
sanksi sosial. masyarakat mengenai pola perilaku yang
Pemaknaan kelompok masyarakat di Indonesia mengabaikan praktik umum dalam tatanan sosial kita.
sangat berhubungan dengan nilai-nilai yang Akibat perilaku tersebut menyebabkan gangguan-
mayoritas diyakini. Di Indonesia, agama menjadi gangguan, misalnya permasalahan kesehatan.
ruh dalam kehidupan bernegara, yang terlihat dari Ketakutan masyarakat bukannya tidak
banyaknya peraturan perundang-undangan yang beralasan. Dalam laporan USAID dan UNDP (2014:
diadopsi dan mengakomodir praktik keagamaan. 4) disebutkan bahwa mobilisasi gerakan LGBT
Woodward (2015:71) menekankan peran sentral semakin mendapatkan dorongan dengan maraknya
agama dalam wacana sosial dan politik di Indonesia. HIV pada tahun 1990-an, termasuk pembentukan
Meskipun bukan negara agama, namun Indonesia berbagai organisasi di lebih banyak lokasi. Gay dan
berlandaskan Pancasila di mana sila pertamanya pria yang berhubungan dengan pria di negara-negara
dengan tegas menunjukkan ketaklifan terhadap ekonomi lemah dan menengah terus memikul beban
ketuhanan. Tidak ada agama di Indonesia yang infeksi HIV dibandingkan populasi umum (Arreola
memperbolehkan praktik LGBT. Oleh karena itu, dkk., 2015:228).
praktik yang dianggap bertentangan dengan nilai HIV pertama kali muncul dari kasus 270
agama tidak dapat diaspirasikan dalam perundang- kasus defisiensi imunitas kalangan pria gay.
undangan, termasuk perkawinan sejenis. Pada bulan September 1982 Centers for Disease
Senada dengan ini disampaikan pula oleh Control and Prevention (CDC) menyebutnya
Komisioner Komnas HAM RI dalam opininya di dengan istilah AIDS (Acquired Immune Deficiency
Republika tanggal 28 Januari 2016, yang berbunyi: Syndrome), yang merujuk pada gejala rusaknya
“Semua tahu, bahkan homo atau lesbi kelas berat sistem kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV.
masih santai pergi ke tempat-tempat ibadah… Brasil Meskipun pada tahun-tahun berikutnya diketahui
Mei 2011 melegalkan perkawinan sesama jenis. bahwa penyebaran AIDS juga dapat terjadi pada
Itulah kemenangan besar paham kebebasan. Mereka heteroseksual, jumlah penderita AIDS (ODHA)
masuk lewat tontonan, bacaan, menumpang lewat terus meningkat.
kehidupan glamor para publik figur. Masyarakat
Kementerian Kesehatan telah mengkalkulasikan
dibiasakan melihat sesuatu yang sebenarnya
mengikis kehadiran agama.” jumlah ODHA pada tahun 2013 dan menemukan
bahwa homoseksual menyumbang 19.57% dari
Persoalan LGBT tidak dapat dilihat dari sudut estimasi jumlah ODHA yang ada di Indonesia.
pandang pelaku LGBT semata, karena mereka Jumlah ini ditambah dengan ODHA waria sebesar
akan berinteraksi dengan masyarakat luas juga. 1,36%, sehingga diperkirakan pelaku LGBT yang
Meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai menderita HIV/AIDS pada tahun 2016 mencapai
keberadaan LGBT sekaligus menimbulkan 164.499 orang.

Tabel 3. Estimasi dan Proyeksi Jumlah ODHA Menurut Populasi Kunci di Indonesia Tahun 2011–2016
Jumlah ODHA
Populasi Kunci
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Wanita Pekerja Seks Langsung (WPSL) 10.512 10.616 10.717 10.893 11.091 11.309
Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (WPSTL) 4.647 4.872 5.019 5.158 5.282 5.401
Pelanggan WPS (Langsung & Tidak Langsung) 105.325 107.784 110.076 111.978 113.909 115.954

Laki-laki Seks Laki-laki (LSL) 68.175 81.338 96.632 113.650 132.690 153.771

Pengguna Napza Suntik (Penasun) 29.928 27.763 26.097 24.502 22.99 21.559
Waria 8.733 9.152 9.489 9.887 10.283 10.678
Pelanggan Waria 26.155 27.479 28.565 29.843 31.12 32.396
Laki-laki risiko rendah 101.604 112.921 123.959 134.638 145.123 155.477
Perempuan risiko rendah 190.349 209.898 228.089 245.77 262.768 279.276
Total 545.428 591.823 638.643 686.319 735.256 785.821
Sumber: Kementerian Kesehatan RI Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2011–2016, hlm. 12.

180 | Aspirasi Vol. 7 No. 2, Desember 2016


Selanjutnya dalam laporan Pusdatin Kemenkes Orientasi seksual tampaknya sedikit sekali
disebutkan kelompok berisiko AIDS terbesar bersifat genetik (Papalia, Old, & Feldman,2008:596).
dipegang oleh kelompok heteroseksual (61,5%), Banyak penelitian menyebutkan bahwa orientasi
pengguna narkoba injeksi (IDU) sebesar 15,2%, seksual disebabkan hubungan parental yang
dan homoseksual (2,4%) (Kemenkes RI, 2014:5). terganggu; dorongan orang tua terhadap perilaku
Perlu diingat pula bahwa dari hasil pengamatan lintas-gender dan tidak biasa; imitasi orang tua
Kemenkes sejak tahun 1987 hingga September homoseksual; peluang untuk belajar melalui rayuan
2014 kasus AIDS di Indonesia lebih banyak terjadi oleh homoseksual (Papalia, Old, & Feldman,
pada kelompok laki-laki (54%) atau hampir 2 kali 2008:595).
lipat dibandingkan pada kelompok perempuan Orang tua yang menolak status anak disebabkan
(29%) (Kemenkes RI, 2014:4). karena bertentangan dengan nilai-nilai yang selama
Selain itu, semakin meningkat ketakutan ini dianutnya. Selain merasa malu, anggota keluarga
terkait kasus kriminal terkait aktivitas seksual terutama orang tua menumbuhkan rasa sesal karena
sesama jenis. Hal ini menimbulkan persepsi dianggap ‘gagal’ mendidik anaknya. Tidak ada
bahwa LGBT sering dianggap berkonotasi dengan orang tua yang mendidik anaknya menjadi pelaku
penyimpangan seksual, sehingga tidak salah jika LGBT. Rasa bersalah orang tua ini juga ditekankan
kita mengasosiasikannya dengan banyaknya kasus LaSala (2013:269). Ia menyimpulkan bahwa orang
pelecehan seksual terhadap anak di masyarakat. tua yang memiliki anak gay merasa khawatir akan
Kasus kekerasan seksual pada sesama jenis menjadi kesejahteraan anak, takut bahwa ia akan kesulitan
perhatian masyarakat pada tahun 2015 lalu, karena mencapai kehidupan yang membahagiakan (LaSala,
bukan hanya dilakukan kepada sesama jenis 2013:269)
(terutama laki-laki) tapi juga kepada anak-anak. Ketika anak LGBT menjadi orang dewasa, ia
Wajar jika Ketua Komisi Perlindungan Anak, dihadapkan pada tekanan untuk memperlihatkan
Asrorun Ni’am menegaskan bahwa 33% kriminal perilaku untuk memenuhi tugas perkembangan
disumbangkan oleh perilaku LGBT. Komisi orang dewasa di lingkungannya. Mereka ‘terpaksa’
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat menikah dengan lawan jenis sebagai kamuflase
17.000 anak LGBT tersebar di Jawa Barat (Jabar). pilihan seksual mereka yang sebenarnya. Hal ini
Jumlah itu termasuk 151 anak yang menjadi korban menyebabkan ketidakbahagiaan dalam pernikahan,
prostitusi gay. apalagi jika pelaku LGBT juga mencari hubungan
Tabel 4. Berbagai Kasus Perilaku LGBT sejenis di luar pernikahan. Laki-laki homoseksual
berpasangan dengan wanita untuk berbagai
Tanggal Kasus
alasan. Beberapa mungkin tidak sadar akan
Februari 2016 Pedangdut SJ melecehkan remaja laki- nonheteroseksualitasnya sampai lama. Yang lain
laki ketika sedang tidur. berpasangan dengan wanita untuk alasan relijiusitas,
September 2016 Kasus prostitusi 99 anak di Bogor, di tekanan keluarga, keinginan untuk memiliki anak,
mana ada penggunanya yang merupakan atau cinta tulus kepada wanita tersebut (Bozett,1982,
pelaku homoseksual. dalam Zimmerman, 2013: 2). Setelah ia menyadari
Sumber: diolah dari berbagai sumber dan membuka diri tentang preferensi seksualnya,
Yang paling mengkhawatirkan adalah banyak hubungan ini berakhir, namun sebagian
pengaruh sosial terhadap gaya hidup masyarakat. tetap berjalan (Zimmerman, 2013: 2).
Orang tua perlu meningkatkan kesadaran mengenai Persoalan hubungan yang bersatu atau tidak
pola perilaku LGBT yang tidak sesuai dengan nilai- sama-sama terjadi pada orang heteroseksual dan
nilai Pancasila. homoseksual. Yang jelas, dalam budaya Indonesia
Masa kanak-kanak merupakan waktu yang bergonta-ganti pasangan selalu dikonotasikan
paling mudah untuk menumbuhkan nilai-nilai. secara negatif.
Keterlibatan anak dalam aktivitas yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai positif kebangsaan dikhawatirkan LGBT dan Pengaturan di Indonesia
akan menumbuhkan perilaku yang buruk di masa Prinsip-prinsip hukum disusun untuk
akan datang. Pembentukan sikap manusia dilakukan memastikan terciptanya ketertiban umum.
dengan pembelajaran sosial (Baron & Byrne, 2004: Meskipun dalam pelaksanaannya ada saja pihak
122). Oleh karena itu, penting memastikan kondisi yang tidak sepakat dan merasa dirugikan. Namun,
sosial yang kondusif untuk mengembangkan nilai- pada hakikatnya pengaturan publik dilakukan
nilai yang dianggap positif oleh masyarakat. berdasarkan norma yang umum diterima masyarakat.
Permasalahan varian seksual antar-warganegara
merupakan urusan pribadi. Wakil Presiden Jusuf

Elga Andina, Faktor Psikososial dalam Interaksi Masyarakat | 181


Kalla menyatakan bahwa pemerintah tidak akan yang jujur dan lengkap tentang data kesehatan
ikut campur pada urusan privat warga negara. jiwanya termasuk tindakan yang telah maupun yang
Akan tetapi, negara akan melarang apabila aktivitas akan diterimanya dari tenaga kesehatan dengan
LGBT menjadi satu gerakan masif dan bertujuan kompetensi di bidang kesehatan jiwa; mendapatkan
melakukan perekrutan (Suara Pembaharuan, 23 lingkungan yang kondusif bagi perkembangan jiwa;
Februari 2016). dan menggunakan sarana dan prasarana yang sesuai
Secara psikis pelaku LGBT merasa dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwa.
terdiskriminasi dalam bentuk apapun yang
didasarkan pada orientasi seksual, identitas gender Lemahnya Perlindungan HAM
dan ekspresi gender, yang dilakukan oleh berbagai Secara internasional, perlindungan HAM
pihak, baik oleh pejabat/aparatur negara. Jika disepakati dalam Piagam Universal Declaration
anak LGBT ditolak oleh orang tuanya, maka ia of Human Right (1948) yang memuat HAM yang
rentan mengalami masalah kejiwaan. Kurangnya diterima dan diproklamirkan oleh Majelis Umum
dukungan keluarga terhadap identitas diri pelaku PBB, yang setiap tanggal 10 Desember diperingati
LGBT memengaruhi kualitas kesehatan jiwanya. sebagai hari HAM sedunia. Mark Frezzo (2011: 1)
Dukungan yang dibutuhkan pelaku LGBT berasal meringkasnya menjadi tiga kategori saja:
dari hubungan yang diperoleh, yaitu dari teman; 1. Hak sipil dan politik, termasuk perlindungan
serta dari hubungan yang terberi, yaitu dari keluarga. individual, hak untuk berkumpul, kebebasan
Menurut Ryan et al. (2010: 205), remaja LGBT berpendapat, kebebasan beragama, dan hak
yang diterima oleh keluarganya memiliki kesehatan memilih.
mental dan fisik yang positif. Penelitian ini senada 2. Hak ekonomi dan sosial, termasuk perlindungan
dengan hasil riset Bariola et al. (2015: 2112) yang dari fluktuasi pasar, hak upah yang adil, jaminan
menyimpulkan bahwa dukungan keluarga lebih pengangguran, dan jaminan sosial.
signifikan untuk menjaga tekanan psikologis pelaku 3. Hak kelompok dan budaya, yaitu hak untuk
LGBT. memelihara adat istiadat, menguasai lahan dan
Jika seseorang mendapatkan diskriminasi menggunakan aliran air yang dimiliki secara
dalam jangka waktu panjang, ia rentan memperoleh turun temurun, dan mendapatkan pendidikan
masalah kesehatan jiwa. Hal ini menyebabkan dalam bahasa minoritas.
perbedaan prevalensi masalah kejiwaan antara
Hak tersebut di atas tidaklah dapat
pelaku LGBT dan heteroseksual (D’Augelli &
dilaksanakan secara mutlak, artinya tidak dilakukan
Grossman, 2001; Leonard et al., 2012, dalam
tanpa mengenal batas. Dengan kata lain, jika
Tinney et al., 2015: 1411). Depresi, kecemasan,
pelaksanaannya secara mutlak tanpa batas, tentu
dan penyalahgunaan zat terjadi 1,5 kali lebih
melanggar hak orang lain. Oleh sebab itu, pemerintah
banyak pada pelaku LGBT dibandingkan individu
berkewajiban mengatur pelaksanaan hak, menjamin
heteroseksual (Tinney et al., 2015: 1411).
pelaksanaannya hingga mengatur batas-batasnya
Kondisi di atas menempatkan pelaku LGBT
sampai seberapa jauh hak asasi dapat dilaksanakan
sebagai kelompok masyarakat yang rentan terhadap
demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
masalah kejiwaan. Oleh karena itu, mereka berhak
Indonesia juga menjunjung tinggi perlindungan
atas perlindungan, baik yang umum sebagaimana
HAM sesuai dengan dasar negara, Pancasila sila
telah diakomodir dalam UUD NKRI 1945, UU
ke-5 “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
HAM, atau KUHP, maupun perlindungan jiwa
USAID dan UNDP (2014: 28) mengakui bahwa
secara spesifik. Mereka digolongkan sebagai
MUI dan Komnas HAM menyepakati perlindungan
subjek yang dilindungi dalam Undang-Undang
negara atas kaum LGBT dari tindak kekerasan dan
No.18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Dalam
diskriminasi. Ini menunjukkan bahwa Indonesia
UU tersebut dijelaskan pelayanan kesehatan jiwa
mengakui HAM semua warga negara dan sudah
bagi setiap orang dan jaminan hak Orang Dengan
semestinya melindungi siapa saja dari kekerasan.
Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang Dengan
Oleh karena itu, adanya pelanggaran hak
Gangguan Jiwa (ODGJ) belum dapat diwujudkan
asasi yang tercantum dalam peraturan perundang-
secara optimal. Mereka juga dilindungi haknya,
undangan di Indonesia merupakan sebuah gangguan
antara lain untuk mendapatkan informasi yang
bagi ketertiban bangsa. Perilaku LGBT dalam ranah
tepat mengenai kesehatan jiwa; mendapatkan
privat merupakan hak setiap orang, sama seperti hak
pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan
orang mengakses konten pornografi atau melakukan
kesehatan yang mudah dijangkau; mendapatkan
kekerasan terhadap dirinya sendiri. Akan tetapi,
pelayanan kesehatan jiwa sesuai dengan standar
ketika perilaku tersebut dibawa ke ranah komunitas,
pelayanan kesehatan jiwa; mendapatkan informasi

182 | Aspirasi Vol. 7 No. 2, Desember 2016


maka ada norma yang harus dipatuhi. Hak individu Penutup
dibatasi oleh hak individu lain, yang harus Simpulan
dihormati agar dapat menciptakan kesejahteraan. Kehadiran LGBT di Indonesia merupakan
Ini sama dengan manusia bertangan kidal di antara bagian dari keragaman gaya hidup yang penuh
kebanyakan orang yang menggunakan perlengkapan dinamika. Pelaku dan aktivis LGBT menuntut 2 hal,
untuk pengguna tangan kanan. yaitu kebebasan dari kekerasan dan diskriminasi
Tugas pemerintah adalah untuk melindungi (termasuk legalitas pernikahan sesama jenis).
semua warga negara Indonesia. Setiap bentuk Masih terjadinya kekerasan terhadap kelompok
kekerasan sebenarnya telah diatur dalam perangkat masyarakat ini disebabkan lemahnya penegakan
hukum negara, yaitu KUHP. Oleh karena itu, jika hukum oleh pemerintah. Padahal, seharusnya
ternyata masih ditemukan kasus kekerasan terhadap pemerintah melindungi setiap warga negara sesuai
LGBT maka pemerintah perlu meningkatkan dengan peraturan yang berlaku. Sebaliknya,
kontrol dan pengawasan agar implementasinya keinginan pelaku LGBT untuk mendapatkan
imparsial. legalisasi pernikahan bertentangan dengan hukum
Membuat RUU tersendiri mengenai LGBT yang dijalankan di Indonesia.
hanya akan mendefinisikan dan menyempitkan Meningkatnya kasus HIV dan kejahatan
ruang kebebasan dan kelebihan LGBT. Padahal ini sesama jenis jelas membuat resah masyarakat.
adalah ranah privat yang sebaiknya tidak dicampuri Tidak ada orang tua yang ingin anaknya menjadi
oleh negara. Dengan peraturan yang sudah ada pelaku LGBT dan berusaha membentuk karakter
cukup memberikan perlindungan pada semua yang baik selama proses tumbuh kembang.
orang, termasuk LGBT. Sesuai dengan rumusan APA yang
Secara konkret dapat dilakukan perbaikan menyerahkan klasifikasi homoseksual pada budaya
undang-undang terkait dengan kependudukan, lokal, maka LGBT dianggap abnormal di Indonesia.
misalnya dengan pencatatan jenis kelamin agar Oleh karena itu, LGBT tidak akan bisa diakomodir
disesuaikan dengan keinginan warga negara. Dapat eksistensinya dalam tatanan kenegaraan.
pula diberlakukan seperti pengosongan kolom Saran
agama di KTP, yaitu warga negara yang memilih Seiring dengan itu, sosialisasi dan pendidikan
tidak mencantumkan jenis kelaminnya. Akan perlu diberikan kepada masyarakat dalam
tetapi, ini akan menimbulkan permasalahan sosial memperkuat kebinekaan dan menghindari praktik-
yang lebih luas karena Indonesia hanya mengenal praktik diskriminasi. Instansi pendidikan perlu
2 jenis kelamin. Ketika mereka yang memilih mengenalkan lingkungan yang multikultur untuk
untuk mengosongkan jenis kelaminnya di KTP membangun perilaku saling menghargai. Orang
harus dilayani dengan fasilitas yang dikhususkan tua juga harus semakin berwawasan dan siaga
untuk gender tertentu, akan mengalami kesulitan. melindungi anak dari berbagai gerakan negatif.
Mungkin pelaku transgender tidak terganggu, tetapi Selain itu, penegakan hukum yang dilakukan
bagaimana dengan orang lain? Sedangkan untuk pemerintah harus dilaksanakan tanpa memihak.
mendirikan fasilitas yang nongender dapat merusak Semua pelanggaran atas hak asasi manusia
tata krama dan norma sosial batasan pergaulan sebagaimana yang tercantum dalam berbagai
antar-gender. Oleh karena itu, hal terbaik yang peraturan harus dapat diimplementasikan secara
dapat dilakukan adalah penekanan implementasi optimal.
peraturan yang sudah ada dalam upaya melindungi Pengawasan oleh DPR RI dapat menjadi kunci
hak asasi semua orang, termasuk LGBT. pelaksanaan perlindungan tersebut. Secara konkret
Di sisi lain, pemahaman masyarakat perlu perlu penguatan lembaga atau media yang berdiri
terus ditingkatkan untuk dapat menghargai pelaku independen sebagai tempat aduan bagi perbuatan
LGBT sebagai manusia. Sosialisasi ini perlu untuk melanggar hak asasi manusia.
mencegah tindakan sepihak yang mendiskriminasi
atau melakukan kekerasan terhadap pelaku LGBT.
Pelaku LGBT perlu dipandang sebagai seorang
manusia yang selama masih mengaku warga
negara Indonesia harus mengikuti hukum yang
berlaku, juga dilindungi sebagai bagian dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Elga Andina, Faktor Psikososial dalam Interaksi Masyarakat | 183


DAFTAR PUSTAKA Harris, Angelique; Battle, Juan; Pastrana, Antonio (Jay),
Jr.; Daniels, Jessie. 2013. “The Sociopolitical
Involvement of Black, Latino, and Asian/Pacific
Islander Gay and Bisexual Men.” The Journal of
Buku Men’s Studies, Vol. 21, No. 3, FALL 2013, 236-
Baron, Robert A. & Byrne, Donn. 2004. Psikologi Sosial 254.
(Edisi Kesepuluh). Jakarta: Penerbit Erlangga. Hofstede, Geert. 2011. “Dimensionalizing Cultures: The
Bertens, K. 2016. Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta: Hofstede Model in Context.” Online Readings in
PT. Gramedia Pustaka Utama Psychology and Culture, 2(1).

Boellstorff, Tom. 2005. The Gay Archipelago. Amerika Khan, Reshma Muqtedar. 2013. “Travel Motivations of
Serikat: Princeton University Press. Gay and Lesbian Tourists: A Qualitative Inquiry.”
Thesis.
Goleman, Daniel. 2015. Social Intelligence. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. LaSala, Michael C. 2013. “Out of Darkness: Three Waves
of Family Research and the Emergence of Family
Kartono, Kartini. 2009. Patologi Sosial 1. Jakarta: Therapy for Lesbian and Gay People.” Clinic Soc
Rajawali Press. Work J (2013) 41:267-276.
Nolen-Hoeksema, Susan. 2007. Abnormal Psychology Rado, Sandor.1940. “A Critical Examination of the
(4th Edition). New York: McGraw-Hill. Concept of Bisexuality.” Psychosomatic Medicine,
Papalia, Diane E; Old, Sally Wendkos & Feldman, Ruth 2 (October 1940) 4: 459-467.
Duskin.2008. Human Development (edisi ke-9). Ryan, Caitlin, et al.2010. “Family Acceptance in
Jakarta: Kencana. Adolescence and the Health of LGBT Young
Rhona K. M. Smith, dkk. 2008. Hukum Hak Asasi Adults.” Journal of Child and Adolescent
Manusia. Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Psychiatric Nursing, Volume 23, Number 4, pp.
Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM 205–213.
UII), hal. 39-40. Singh-Manoux. A.2003. “Psychosocial Factors and
WHO. 2015. Sexual Health, Human Rights and the Law. Public Health.” J Epidemiol Community Health. 57:
Geneva: World Health Organization 553–554.
Tinney, Jean; Dow, Briony; Maude, Phillip; Purchase,
Rachel; Whyte, Carolyn; & Barrett, Catherine.
Jurnal
2015. “Mental Health Issues and Discrimination
Arreola, S., Santos, G., Beck, J., Sundararaj, M., Wilson,
among Older LGBTI People.” International
P. A., Hebert, P., Ayala, G. 2015. “Sexual Stigma,
Psychogeriatrics, 27: 9, 1411–1416.
Criminalization, Investment, and Access to HIV
Services Among Men Who Have Sex With Men Vinjamuri, M. 2015. “Reminders of Heteronormativity:
Worldwide.” AIDS and Behavior, 19 (2), 227-234. Gay Adoptive Fathers Navigating Uninvited Social
Interactions.” Family Relations, 64(2), 263-277.
Bariola, E., Lyons, A., Leonard, W., Pitts, M., Badcock,
Retrieved from https://search.proquest.com/docvie
P., & Couch, M. 2015. “Demographic and
w/1662078883?accountid=185286.
Psychosocial Factors Associated with Psychological
Distress and Resilience Among Transgender Zimmerman,Kevin John. 2013. “Maintaining
individuals.” American Journal of Public Health, Commitment in Long-Lasting Mixed Orientation
105 (10), 2108-2116. Relationships: Gay Men Married to Straight
Women.” Graduate Theses and Dissertations.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC).1982.
Paper 13464.
“A Cluster of Kaposi’s Sarcoma and Pneumocystis
carinii Pneumonia among Homosexual Male
Residents of Los Angeles and Range Counties, Laporan
California.” MMWR 31 (23): 305-307. Kementerian Kesehatan RI: Pusat Data dan Informasi.
Dye, Kelly; Mills, Albert J. & Weatherbee, Terrance. 2014. Situasi dan Analisis HIV AIDS. Jakarta:
2005. “Maslow: Man Interrupted: Reading Kementerian Kesehatan RI.
Management Theory in Context.” Management UNDP & USAID. 2014. Hidup sebagai LGBT di Asia:
Decision Vol. 43 No. 10, pp. 1375-1395. Laporan Nasional Indonesia.
Friedman, R. C., & Downey, J. I. 1998. “Psychoanalysis APA. 2013. Gender Dysphoria. http://www.dsm5.org/
and the Model of Homosexuality as Psychopathology: documents/gender%20dysphoria%20fact%20sheet.
A Historical Overview.” American Journal of pdf, diakses tanggal 10 November 2016.
Psychoanalysis, 58 (3), 249-70.

184 | Aspirasi Vol. 7 No. 2, Desember 2016


Undang-Undang WHO. tt. “Growing Recognition of Transgender Health,
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bulletin of the World Health Organization,” http://
www.who.int/ bulletin/volumes/ 94/11/16-021116/
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
en/, diakses 28 Juli 2016.
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
“Gila! 17.000 Anak LBGT Tersebar di Jawa Barat”,
Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan
http://www.kpai.go.id/ berita/ gila-17-000-anak-
Jiwa.
lbgt-tersebar-di-jawa-barat/”, diakses 9 November
2016.
Surat Kabar “History of HIV and AIDS Overview”, http://www.
“Tindak Tegas Kampanye LGBT: Menurut UU avert.org/professionals/history-hiv-aids/overview,
Perkawinan, LGBT tergolong Ilegal.” Suara diakses 7 November 2016.
Pembaharuan, 23 Februari 2016.
“Ketua KPAI: 33 Persen Tindakan Kriminal Disumbang
Hafidhuddin, Didin. “Mencegah Bencana Kemanusiaan”. Perilaku LGBT”, http://www.kpai.go.id/berita/
Republika, 21 Februari 2016. ketua-kpai-33-persen-tindakan-kriminal-
Nasution, Maneger. “Perspektif HAM Perkawinan disumbang-perilaku-lgbt/, diakses tanggal 9
Sesama Jenis”. Republika, 28 Januari 2016. November 2016.
“Komisi VIII Dapat Aspirasi Usulan RUU Anti LGBT”,
Website http://dpr.go.id/berita/detail/ id/13017, diakses 26
APA. 2016. “Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender.” Oktober 2016.
http://www.apa.org/ topics/lgbt/index.aspx, diakses “Lesbian, gay, bisexual, transgender”, http://www.apa.
2 Oktober 2016. org/topics/lgbt/index.aspx , diakses 3 Oktober 2016.
Endres, Nicholai, Kertbeny, Károly Mária. 2016. http:// “The History of Psychiatry & Homosexuality”,http://
www.glbtqarchive.com/ssh/kertbeny_km_S.pdf, www.aglp. org/ gap/1_history/, diakses 10 Oktober
diakses 10 November 2016. 2016.
Jong, Hans Nicholas. 2016. “LGBT Persecution Continues “Transgender”,http://www.aglp.org/gap/6_transgender/,
with Apps Ban.” http://www. thejakartapost.com/ diakses 10 November 2016.
news/ 2016/09/17/lgbt-persecution-continues -with-
apps-ban.html, diakses 19 September 2016. “Sejarah Gay, Waria, Lesbian”, https://gayanusantara.
or.id/info-lgbtiq/ lgbtiq-history/, diakses 1
Murdaningsih, Dwi. 2016. “Kaum LGBT Tuntut 3 Hal November 2016.
Ini Kepada Pemerintah.” http://nasional.republika.
co.id/berita/nasional/umum/16/02/20/o2tt4d368-
kaum-lgbt-tuntut-3-hal-ini-kepada-pemerintah,
diakses 26 Februari 2016.
Wurinanda, Iradhatie. 2016. “Ini Enam Poin Tuntutan
LGBTIQ Indonesia.” http://news.okezone.com/
read/2016/01/27/65/1298518/ini-enam-poin-
tuntutan-lgbtiq-indonesia?page=2, diakses 26
Februari 2016.

Elga Andina, Faktor Psikososial dalam Interaksi Masyarakat | 185

Anda mungkin juga menyukai