Anda di halaman 1dari 84

Matthew’s Case: Tidak Percaya Diri

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas tutorial DS 6 Case 4

Dosen Pembimbing
drg. Deni

Oleh:
Dita Amalia (160110140001) Dwi Afuan (160110140016)
Muthmainna I (160110140002) Regyana Oktavaria E (160110140017)
Fitria Lesmana Putri (160110140003) Hilda Hindasah (160110140018)
Sheilla Fauzia M (160110140004) RAJ Aulia Maharani D (160110140019)
Cahya Wulanda (160110140005) Ranadhiya Maitsa (160110140020)
Piolina Wiwin N (160110140006) Putri Sundari (160110140021)
Hanna Widyawati (160110140007) Fitri Rahmadhanti N (160110140022)
M.Rizki Wahyu R (160110140008) Dina Purnamasari (160110140023)
Shinta Dewi (160110140009)
Dwinda Sandyarini (160110140024)
Ratu Ira Setyawati (160110140010)
Annisa Ghea F (160110140011) Nadya Amalia (160110140025)
Sianny Surya Putri (160110140012) Kamila Washfanabila (160110140026)
Jelita Permatasari (160110140013) Dwi Wahyuningsih (160110140027)
Sitta Zahratunnisa (160110140014) Riandi Verdi (160110140029)
Sarasti Laksmi A. (160110140015) Sausane Abdul W. (160110140030)
Sinta Sondari (160110140031)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah Case 4 blok Dental Science 6.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan

karya tulis ilmiah ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkat,

imbalan, serta karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan

bimbingan dan bantuannya yang tidak ternilai.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih

sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan di kemudian

hari

Akhirnya, penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat

bagi diri penulis sendiri, pembaca sekalian, serta masyarakat luas terutama dalam

hal menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

Jatinangor, Desember 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4

1.1 Deskripsi Kasus Tutorial ............................................................................. 4

1.2 Seven Jumps ................................................................................................ 5

1.3 Mekanisme .................................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 9

2.1 Penyebab Susunan Gigi tidak Beraturan ..................................................... 9

2.2 Klasifikasi Maloklusi ................................................................................ 12

2.2.1 Maloklusi Klas I ............................................................................... 12

2.2.2 Maloklusi Klas II .............................................................................. 13

2.2.3 Klasifikasi Lain ................................................................................ 15

2.3 Gingivitis ................................................................................................... 17

2.3.1 Definisi ............................................................................................. 17

2.3.2 Etiologi ............................................................................................. 20

2.3.4 Klasifikasi......................................................................................... 24

2.3.5 Patogenesis Gingivitis ...................................................................... 27

2.3.6 Histopatologis................................................................................... 32

ii
iii

2.3.7 Pemeriksaan ..................................................................................... 42

2.4 Hubungan Susunan Gigi Tidak Beraturan dengan Gusi Bengkak dan

Berdarah ....................................................................................................... 46

2.5 Fraktur Dental ........................................................................................... 47

2.5.1 Klasifikasi Fraktur Dental ................................................................ 47

2.6 Perawatan .................................................................................................. 50

2.6.1 Perawatan Gingivitis ........................................................................ 50

2.6.2 Perawatan Gingivitis pada Anak ...................................................... 60

2.6.3 Dental Health Education pada Pasien .............................................. 62

2.6.4 Perawatan Gigi Fraktur .................................................................... 63

2.6.5 Perawatan Maloklusi Klas II ............................................................ 63

2.6.6 Restorasi untuk Gigi yang telah dilakukan Perawatan Endodontik . 68

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 79

BAB IV ................................................................................................................. 81

KESIMPULAN ..................................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 83


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Deskripsi Kasus Tutorial

Tutorial 3 bagian 1

Seorang pasien laki-laki berusia 14 tahun, bernama Matthew, kelas 2

SMP. Dia megeluhkan penampilannya yang sering diejek temannya karena

susunan giginya yang tidak beraturan, gigi depannya yang patah serta kondisi

gusinya yang bengkak dan mudah berdarah sejak setahun yang lalu. Pasin

menginginkan agar giginya dirawat agar bisa percaya diri dan tidak dijadikan

bahan ejekan lagi.

Instruksi :

1. Apakah masalah gigi yang dihadapi oleh pasien

2. Uraikan hipotesis/pemikiran saudara atas masalah tersebut

3. Informasi dan pemeriksaan apa yang diperlukan untuk mendukung

pemikiran saudara?

Riwayat Keluhan

Tiga tahun lalu pasien terjatuh ketika sedang mengikuti pelajaran olahraga di

lapangan basket sekolah. Gigi seri pertama kirinya patah 2/3 mahkota. Telah

dilakukan perawatan saraf pada giginya yang patah. Sekarang giginya ingin

4
5

dirawat karena mengganggu rasa percaya diri dan tidak ingin dijadikan bahan

ejekan lagi.

Riwayat Medis

Pasien dalam kondisi kesehatan yang baik.

Pemeriksaan Ekstra Oral Intra Oral

Pasien terlihat sehat, tidak tampak kelainan pada wajahnya. TMJ dan pergerakan

mandibula terlihat normal. Oral hygiene buruk, gusi tampak oedem diseluruh

region bukal dan labial RA RB, namun tidak ada kegoyangan gigi. terlihat gigi 21

patah 2/3 mahkota.

Oklusi Klasifikasi Angle

Gambaran x-Ray

Sefalometri

Panoramic

Instruksi

1. Apakah informasi diatas mengubah hypothesis anda?

2. Urutkan kembali masalah pada kasus tersebut!

3. Buatlah learning issue untuk kasus diatas!

1.2 Seven Jumps

Terminologi Problems Hipotesis


6

- 1. Susunan gigi tidak 1. Maloklusi kelas


beraturan II subdivisi
2. Jatuh 3 tahun yang 2. GIngivitis
lalu
3. Gigi depan patah
(fraktur gigi 21 2/3
mahkota)
4. Gusi bengkak dan
mudah berdarah
(oedem seluruh
region bukal dan
labial RA RB)
5. Pemeriksaan EO :
wajah TAK
6. Pemriksaan IO : TM
normal, pergerakan
mandibula normal,
OH buruk, oedem di
seluruh region bucal
dan labial RA RB,
tidak ada
kegoyangan gigi,
klasifikasi maloklusi
Angle kelas II
subdivisi

More Info Idon’t Learning Issue


Know
Pemeriksaan Ekstraoral, 1. Mengapa susunan gigi tidak
7

Intraoral dan Penunjang beraturan


(Radiologi) 2. Mengapa gusi bengkak dan
mudah berdarah?
3. Jelaskan klasifikasi maloklusi
4. Apa itu gingivitis?
5. Bagaimana hubungan susunan
gigi tidak beraturan dengan
gusi bengkak dan berdarah?
6. Apakah maloklusi
mempengaruhi kecenderungan
terjadinya fraktur gigi?
7. Apa itu maloklusi kelas 2
subdivisi?
8. Apa itu fraktur (definisi,
klasifikasi eli, etiologi)?
9. Bagaimana perawatan pada
gingivitis?
10. Bagaimana perawatan untuk
gigi fraktur?
11. Bagaimana perawatan
maloklusi kelas 2 subdivisi?
12. Mengapa gigi fraktur2/3
mahkota dilakukan perawatan
saraf?

1.3 Mekanisme

Maloklusi dengan susunan gigi


tidak beraturan
8

Gigi sulit
dibersihkan

OH buruk

Gusi bengkak dan mudah Trauma

berdarah (gingivitis)
gigi depan patah

Mengganggu penampilan
dan tidak percaya diri

Pemeriksaan EO, IO,


radiologi

Maloklusi kelas 2
subdivisi

Gingivitis di seluruh
region bukal labial

Fraktur gigi 21 (2/3


mahkota)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyebab Susunan Gigi tidak Beraturan

1. Herediter (Keturunan)

Kerusakan genetik mungkin akan tampak setelah lahir atau mungkin baru

tampak beberapa tahun setelah lahir. Peran heriditer pada pertumbuhan

kraniofasial dan sebagai penyebab deformitas dentofasial sudah banyak dipelajari,

tetapi belum banyak diketahuai bagian dari gen yang mana berperan dalam

pemasakan muskulatur orofasial. Rahang yang lebih sempit daripada gigi dapat

menyebabkan gigi tidak beraturan.

2. Lingkungan

a. Trauma

a) Trauma prenatal

 “Vogelgesicht” pertumbuhan mandibula terhambat berhubungan dengan

ankilosis persendian temporomandibularis, mungkin disebabkan karena

cacat perkembangan oleh trauma.

 Asimetri. Lutut atau kaki dapat menekan muka sehingga menyebabkan

asimetri pertumbuhan muka dan menghambat pertumbuhan mandibula.

b) Trauma postnatal

 Fraktur rahang atau gigi

9
10

 Trauma pada persendian temporomandibularis menyebabkan fungsi dan

pertumbuhan yang tidak seimbang sehingga terjadi asimetri dan disfungsi

persendian.

b. Ekstraksi prematur gigi susu

Bila gigi susu hilang sebelum gigi permanen pengganti mulai erupsi

(mahkota terbentuk sempurna dan akar mulai terbentuk), tulang akan terbentuk

diatas gigi permanen, menyebabkan erupsi terlambat, terlambatnya erupsi akan

menyebabkan gigi yang lain bergeser ke arah ruang yang kosong.

c. Gigi yang tidak tumbuh/tidak ada.

Lengkung gigi dan rongga mulutnya terdapat ruangan kosong sehingga tampak

celah antara gigi (diastema).

d. Gigi yang berlebih

Gigi berlebih tersebut timbul dalam lengkung gigi, akan menyebabkan gigi

berjejal (crowding).

e. Tanggalnya gigi tetap

f. Gigi susu tidak tanggal walaupun gigi tetap penggantinya telah tumbuh

(persistens)

g. Gigi tetap muncul diluar lengkung rahang dan tampak berjejal.

h. Bentuk gigi tetap tidak normal

i. Kebiasaan buruk

Bernapas lewat mulut,menghisap jari,proses penelanan yang salah, minum

susu dengan botol dot menjelang tidur,menggigit pensil atau membuka jepit
11

rambut dengan gigi, meletakkan lidah di antara gigi rahang atas dan gigi rahang

bawah dll

Beberapa kebiasaan sebagian normal dilakukan oleh bayi,misalnya mengisap

jari.namun jika hal ini berkelanjutan sampai dewasa dapat menyebabkan

ketidakteraturan gigi.

j. Penyakit endokrin

Ketidakseimbangan kelenjar endokrin mempengaruhi metabolisme zatzat

yang ada dalam tubuh. Hiperfungsi atau hipofungsi kelenjar endokrin akan

menyebabkan gangguan metabolik dan dapat menyebabkan gangguan

pertumbuhan perkembangan kraniodentofasial. Misalnya : Hipoplasia gigi,

menghambat atau mempercepat pertumbuhan muka tetapi tidak merubah arah

pertumbuhan, menggangu osifikasi tulang, waktu menutupan sutura, waktu erupsi

gigi, waktu resorpsi akar gigi susu, membrana periodontalis dan gingiva sensitif

terhadap gangguan endokrin.

k. Malnutrisi

Selama anak dalam kandungan, ibu harus memperoleh cukup kalsium,

fosfor vit A, C, D untuk menjamin kebutuhan foetus akan zat-zat tersebut. Zat-zat

ini dengan pengawasan fungsi hormon yang seimbang merupakan faktor yang

penting bagi pertumbuhan tulang.

3. Gangguan perkembangan oleh sebab yang tidak diketahui


12

2.2 Klasifikasi Maloklusi

Angle mengklasifikasikan maloklusi menjadi 3:

1. Maloklusi kelas I

2. Maloklusi kelas II

3. Maloklusi kelas III

2.2.1 Maloklusi Klas I

Menurut Angle, maloklusi kelas I dikarakteristikkan dengan adanya

hubungan cusp mesio-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi

pada groove buccal dari molar permanen pertama mandibula. Pasien dapat

menunjukkan ketidakteraturan pada giginya, seperti crowding, spacing, rotasi, dan

sebagainya.

Modifikasi Dewey dari Klasifikasi Angle.


13

Dewey memperkenalkan modifikasi dari klasifikasi maloklusi Angle. Dewey

membagi Klas I Angle ke dalam lima

a. Modifikasi Dewey Klas I.

Tipe 1 : maloklusi Klas I dengan gigi anterior yang crowded.

Tipe 2 : maloklusi Klas I dengan insisiv maksila yang protrusif.

Tipe 3 : maloklusi Klas I dengan anterior crossbite.

Tipe 4 : maloklusi Klas I dengan posterior crossbite.

Tipe 5 : maloklusi Klas I dengan molar permanen telah bergerak ke mesial.

2.2.2 Maloklusi Klas II

Klas II Angle (Distoclusion)

Molar pertama permanen rahang atas terletak lebih ke mesial

daripada molar pertama permanen rahang bawah atau puncak tonjol


14

mesiobukal gigi molar pertama permanen rahang atas letaknya lebih ke

anterior daripada buccal groove gigi molar pertama permanen rahang bawah.

Klas II divisi 1

Pada maloklusi ini, terdapat proklinasi insisivus atas yang menyebabkan

overjet besar, deep overbite dan sering ditemukan bibir atas hipotonik, pendek

dan tidak dapat menutup dengan sempurna. Bentuk lengkung rahang berbentuk

‘V’. Proklinasi insisivus menyebabkan overjet besar dan deep overbite.


15

Klas II divisi 2

Pada Klas II divisi 2 menunjukkan relasi molar Klas II Angle

dengan ciri-ciri inklinasi insisivus sentralis atas ke lingual dan inklinasi

insisivus lateral ke labial. Deep overbite sering terjadi pada pasien klas ini

dan bentuk lengkung rahang seperti huruf ‘U’. Inklinasi insisivus sentralis atas

ke lingual dan inklinasi insisivus lateral ke labial.

Klas II subdivisi

Pada maloklusi ini, relasi molar Klas II terjadi pada satu sisi dan relasi

molar Klas I pada sisi yang lain.

2.2.3 Klasifikasi Lain

Modifikasi Lischer dari Klasifikasi Angle

Neutrocclusion : sama dengan maloklusi Klas I Angle

Distoccclusion : sama dengan maloklusi Klas II Angle

Mesiocclusion : sama dengan maloklusi Klas III Angle


16

Buccoclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak lebih ke

buccal

Linguocclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak lebih ke

lingual

Supraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi di atas batas

normal

Infraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi di bawah

batas normal

Mesioversion : lebih ke mesial daripada posisi normal

Distoversion : lebih ke distal daripada posisi normal

Transversion : transposisi dari dua gigi

Axiversion : inklinasi aksial yang abnormal dari sebuah gigi

Torsiversion : rotasi gigi pada sumbu panjang

Klasifikasi Bennet

Norman Bennet mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan etiologinya

Klas I : posisi abnormal satu gigi atau lebih dikarenakan faktor lokal

Klas II : formasi abnormal baik satu maupun kedua rahang dikarenakan

defek perkembangan pada tulang


17

Klas III : hubungan banormal antara lengkung rahang atas dan bawah, dan

antar kedua rahang dengan kontur fasial dan berhubungan dengan formasi

abnormal dari kedua rahang

2.3 Gingivitis

2.3.1 Definisi

Gingivitis adalah inflamasi atau peradangan yang mengenai jaringan lunak di

sekitar gigi atau jaringan gingiva (Nevil, 2002). Gingivitis juga dapat diartikan

sebagai suatu perubahan patologis pada gingiva yang dihubungkan dengan adanya

sejumlah mikrorganisme dalam rongga mulut. Mikroorganisme tersebut melekat

pada plak gigi dan merupakan penyebab utama terjadinya gingivitis (Carranza,

2006).

Karakteristik gingivitis menurut Manson & Eley (1993) adalah sebagai berikut:

1. Perubahan Warna Gingiva

Tanda klinis dari peradangan gingiva adalah perubahan warna.

Warna gingiva ditentukan oleh beberapa faktor termasuk jumlah dan


18

ukuran pembuluh darah, ketebalan epitel, keratinisasi dan pigmen di dalam

epitel. Gingiva menjadi memerah ketika vaskularisasi meningkat atau

derajat keratinisasi epitel mengalami reduksi atau menghilang. Warna

merah atau merah kebiruan akibat proliferasi dan keratinisasi disebabkan

adanya peradangan gingiva kronis. Pembuluh darah vena akan

memberikan kontribusi menjadi warna kebiruan. Perubahan warna gingiva

akan memberikan kontribusi pada proses peradangan. Perubahan warna

terjadi pada papila interdental dan margin gingiva yang menyebar pada

attached gingiva.

2. Perubahan Konsistensi

Kondisi kronis maupun akut dapat menghasilkan perubahan pada

konsistensi gingiva normal yang kaku dan tegas. Pada kondisi gingivitis

kronis terjadi perubahan destruktif atau edema dan reparatif atau fibrous

secara bersamaan serta konsistensi gingiva ditentukan berdasarkan kondisi

yang dominan.

3. Perubahan Klinis dan Histopatologis

Gingivitis terjadi perubahan histopatologis yang menyebabkan

perdarahan gingiva akibat vasodilatasi, pelebaran kapiler dan penipisan

atau ulserasi epitel. Kondisi tersebut disebabkan karena kapiler melebar

yang menjadi lebih dekat ke permukaan, menipis dan epitelium kurang

protektif sehingga dapat menyebabkan ruptur pada kapiler dan perdarahan

gingiva.

4. Perubahan Tekstur Jaringan Gingiva


19

Tekstur permukaan gingiva normal seperti kulit jeruk yang biasa

disebut sebagai stippling. Stippling terdapat pada daerah subpapila dan

terbatas pada attached gingiva secara dominan, tetapi meluas sampai ke

papila interdental. Tekstur permukaan gingiva ketika terjadi peradangan

kronis adalah halus, mengkilap dan kaku yang dihasilkan oleh atropi epitel

tergantung pada perubahan eksudatif atau fibrotik. Pertumbuhan gingiva

secara berlebih akibat obat dan hiperkeratosis dengan tekstur kasar akan

menghasilkan permukaan yang berbentuk nodular pada gingiva.

5. Perubahan Posisi Gingiva

Adanya lesi pada gingiva merupakan salah satu gambaran pada

gingivitis. Lesi yang paling umum pada mulut merupakan lesi traumatik

seperti lesi akibat kimia, fisik dan termal. Lesi akibat kimia termasuk

karena aspirin, hidrogen peroksida, perak nitrat, fenol dan bahan

endodontik. Lesi karena fisik termasuk tergigit, tindik pada lidah dan cara

menggosok gigi yang salah yang dapat menyebabkan resesi gingiva. Lesi

karena termal dapat berasal dari makanan dan minuman yang panas.

Gambaran umum pada kasus gingivitis akut adalah epitelium yang

nekrotik, erosi atau ulserasi dan eritema, sedangkan pada kasus gingivitis

kronis terjadi dalam bentuk resesi gingiva.

6. Perubahan Kontur gingiva

Perubahan pada kontur gingiva berhubungan dengan peradangan

gingiva atau gingivitis tetapi perubahan tersebut dapat juga terjadi pada
20

kondisi yang lain. Peradangan gingiva terjadi resesi ke apikal

menyebabkan celah menjadi lebih lebar dan meluas ke permukaan akar.

2.3.2 Etiologi

Menurut Manson & Eley (1993) gingivitis disebabkan oleh faktor primer

dan faktor sekunder. Faktor primer dari gingivitis adalah plak. Plak gigi adalah

deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk kepermukaan gigi atau

permukaan jaringan keras di rongga mulut (Daliemunthe, 2008).

Plak gigi mengalami perkembangan pada permukaan gigi dan membentuk

bagian pertahanan bakteri di dalam rongga mulut. Penggunaan antibiotik yang

berspektrum luas secara berkepanjangan adalah salah satu contohnya. Kondisi

tersebut dapat terjadi pertumbuhan mikroorganisme secara berlebihan khususnya

jamur dan bakteri (Daliemunthe, 2008).

Plak gigi tidak dapat dibersihkan hanya dengan berkumur ataupun

semprotan air, tetapi dapat dibersihkan secara sempurna dengan cara mekanis.

Plak gigi tidak dapat terlihat jika jumlahnya sedikit kecuali diberi dengan larutan

disklosing atau sudah mengalami diskolorisasi oleh pigmenpigmen yang berada

dalam rongga mulut. Plak gigi akan terlihat berwarna abu-abu, abu-abu

kekuningan dan kuning jika terjadi penumpukan (Daliemunthe, 2008).

Lapisan plak pada peradangan gingiva memiliki ketebalan 400 μm.

Peradangan gingiva berhubungan dengan akumulasi plak di sekitar marginal

gingiva. Kondisi ini menyebabkan perubahan komposisi plak dari mikroflora


21

streptococci menjadi Actinomyces spp. Selama perkembangan gingivitis,

mikroflora mengalami peningkatan pada jumlah spesies. Beberapa penelitian

menyatakan bahwa terjadi peningkatan mikroba Fusobacterium nucleatum, P.

Intermedia, Capnocytophaga spp., Eubacterium spp. dan spirochete pada gingiva

yang mengalami peradangan (Daliemunthe, 2008).

Menurut Manson & Eley (1993) faktor sekunder dibagi menjadi 2, yaitu

faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal pada lingkungan gingiva merupakan

predisposisi dari akumulasi deposit plak yang menghalangi pembersihan plak.

Faktor-faktor tersebut adalah restorasi gagal, kavitas karies, tumpukan sisa

makanan, gigi tiruan sebagian lepasan yang desainnya tidak baik, pesawat

orthodonti, susunan gigi-geligi yang tidak teratur, merokok tembakau dan

mikroorganisme. Faktor lokal tersebut merupakan proses mulainya peradangan

gingiva.

Lang NP. et al., (2008) menyatakan bahwa apabila gigi geligi dibersihkan

dengan interval 48 jam tidak akan terjadi gingivitis, tetapi apabila pembersihan

gigi geligi ditunda sampai 72 jam akan terjadi inflamasi gingiva. Faktor sekunder

gingivitis yang kedua adalah faktor sistemik. Faktor sistemik dapat memodifikasi

respons gingiva terhadap iritasi lokal (Manson & Eley, 1993).

Faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara

keseluruhan, misalnya:

1) Faktor Genetik
22

Peradangan gingiva yang berasal dari faktor genetik terlihat pada

Hereditary gingival fibromatosis dan beberapa kelainan mukokutaneus yang

bermanifestasi sebagai peradangan gingiva. Hereditary gingival fibromatosis

(HGF) adalah suatu keadaan yang tidak biasa yang ditandai oleh diffuse gingival

enlargement, kadang-kadang menutupi sebagian besar permukaan atau seluruh

gigi. Peradangan timbul tanpa tergantung dari pengangkatan plak secara efektif.

Macam-macam lesi yang dapat mempengaruhi adalah lichen planus, pemphigoid,

pemphigus vulgaris dan erythema multiforme. Hyperplasia gingiva dapat berasal

dari faktor genetik. Hyperplasia gingiva (sinonim dengan gingival overgrowth,

gingival fibromatosis) dapat terjadi sebagai efek dari pengobatan sistemik seperti

phenytoin, sodium valproate, cyclosporine dan dihydropyridines. Peradangan

tergantung pada perluasan plak.

2) Faktor Nutrisional

Secara teoritis defisiensi dari nutrien utama dapat mempengaruhi keadaan

gingiva dan daya tahannya terhadap iritasi plak, tetapi karena saling

ketergantungan berbagai elemen diet yang seimbang, sangatlah sulit untuk

mendefinisikan akibat defisiensi spesifik pada seorang manusia. Peradangan

gingiva karena malnutrisi ditandai dengan gingiva tampak bengkak, berwarna

merah terang karena defisiensi vitamin C. Kekurangan vitamin C mempengaruhi

fungsi imun sehingga menurunkan


23

kemampuan untuk melindungi diri dari produk-produk seluler tubuh berupa

radikal oksigen.

3) Faktor Hormonal

Perubahan hormon endokrin berlangsung semasa pubertas, kehamilan,

menopouse dan diabetes. Keadaan ini dapat menimbulkan perubahan jaringan

gingiva yang merubah respons terhadap produk-produk plak.

Insidens gingivitis pada masa pubertas mencapai puncaknya dan tetap

terjadi walaupun dilakukan kontrol plak. Penemuan Sutclife menyatakan bahwa

peningkatan keparahan gingivitis tidak berhubungan dengan meningkatnya

deposit plak. Jaringan lunak di dalam rongga mulut pada masa pubertas terjadi

inflamasi yang bereaksi lebih hebat terhadap jumlah plak yang tidak terlalu besar

yang diikuti dengan pembengkakan gingiva dan perdarahan. Setelah melewati

masa pubertas keparahan inflamasi gingiva cenderung berkurang (Jeffrey et al.,

2011).

4) Faktor Hematologi

Penyakit darah tidak menyebabkan gingivitis, tetapi dapat menimbulkan

perubahan jaringan yang merubah respons jaringan terhadap plak. Penyakit

hematologi yang menyebabkan perdarahan gingiva, diantaranya adalah anemia,

leukemia dan leukopenia (Manson & Eley, 1993).

Presentase epitel jaringan ikat gingiva yang terkena radang mengalami

perdarahan lebih besar bila dibandingkan dengan gingiva yang tidak mengalami
24

perdarahan. Perdarahan pada gingiva adalah sejalan dengan perubahan

histopatologis yang terjadi pada jaringan ikat periodonsium.

2.3.4 Klasifikasi

a. Klasifikasi berdasarkan lamanya perjalanan dan penyebaran

1. Gingivitis akut

Ginggivitis akut adalah keadaan nyeri yang datang tiba-tiba dan

durasi yang pendek serta terasa nyeri

2. Ginggivitis subakutan

Ginggivitis subakut adalag fase yang sedikit lebih parah dari

kondisi akut

3. Gingivitis rekuren

Rekuren ginggivitis muncul kembali setelah hilang melalui

perawatan atau hilang secara spontan dan muncul kembali

4. Ginggivitis kronik.

Ginggivitis korinik datang secara lambat, memiliki durasi yang

panjang, dan tidak terasa nyeri jika bukan merupakan komplikasi

dari akut atau subakut eksaserbasi.

b. Klasifikasi berdasarkan kondisi gingivitis

1. Gingivitis Marginalis

Gingivitis marginalis merupakan gingivitis yang paling sering

terjadi secara kronis. Keparahannya seringkali dinilai berdasarkan

perubahan-perubahan dalam warna, kontur, konsistensi, adanya


25

perdarahan. Gingivitis ini menunjukan tpi gingiva membengkak

merah dengan interdental menggelembung mempunyai sedikit

warna merah ungu. Stippling hilang ketika jaringan-jaringan tepi

membesar.

2. Acute Necrotizing Gingivitis (ANUG)

ANUG sering kali ditandai oleh

demam, limfadenopati, malaise,gusi merah padam, sakit mulut

yang hebat, hiprsalivasi,dan bau mulut yang khas. Gingivitis ini

memiliki ciri khas yaitu papilla-papilla interdental terdorong ke

luar, berulcerasi dan tertutup dengan pseudomembran yang keabu-

abuan.

3. Pregnancy Gingivitis
26

Pregnancy gingivitis biasa terjadi pada trimester dua dan tiga masa

kehamilan, mingkat pada bulan kedelapan dan menurun setelah

bulan kesembilan. Keadaan ini ditandai dengan gingiva yang

membengkak, merah dan mudah berdarah, sering terjadi pada regio

molar, terbanyak pada regio anterior dan interproximal.

4. Gingivitis Scorbutic

Gingivitis scorbutic terjadi karena defisiensi vitamin C, oral

hygiene jelek, peradangan terjadi menyeluruh dari interdental papil

sampai dengan attached gingival, warna merah terang atau merah

menyala atau hiperplasi dan mudah berdarah.


27

2.3.5 Patogenesis Gingivitis

Stage I Gingivitis: Inisial Lesion

Manifestasi pertama dari inflamasi ginggiva adalah perubahan vaskularisasi yaitu

dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah. Perubahan inflamasi awal ini terjadi,

dalam respon terhadap aktivasi mikroba dari resident leukosit dan stimulasi dari

sel endothelial. Secara klinis, respon awal ginggiva terhadap bakteri plak ini tidak

terlihat.

Secara mikroskopik, beberapa ciri klasik inflamasi akut dapat dilihat pada

jaringan ikat dibawah epithelial junction. Ciri morfologi perubahan pembuluh

darah (pelebaran kapiler dan venula) dan adheren dari neutofil terhadap dinding

pembuluh (marginasi) terjadi dalam 1 minggu dan kadang-kadang lebih cepat 2

hari setelah plak dapat terakumulasi. Leukosit, Polymorphonuclear Neutrophils

(PMN`s) utama, meninggalkan pembuluh darah kapiler dengan bermigrasi

melewati dinding ( diapedesis, emigrasi ). Mereka dapat terlihat dalam jumlah


28

banyak pada jaringan ikat, epithelial junction, dan sulkus gusi. Eksudat dari cairan

sulkus ginggiva dan protein serum ekstravaskular terdapat disini.

Bagaimanapun, penemuan ini tidak diiringi dengan manifestasi dari kejelasan

kerusakan jaringan pada lampu mikroskop atau level ultrastruktural; mereka tidak

membentuk sebuah rembesan (infiltrate ); dan kehadirannnya tidak

dipertimbangkan dalam perubahan patologi.

Perubahan juga dapat terdeteksi dalam epithelial junction dan jaringan ikat

perivaskuler pada tahap awal ini. Limfosit segera terakumulasi. Peningkatan pada

migrasi leukosit dan akumulasinya sampai sulkus gusi dapat dikorelasikan dengan

peningkatan aliran cairan ginggiva dalam sulkus.

Karakter dan intensitas respon host menentukan apakah lesi inisial dapat

dipecahkan secara cepat, dengan restorasi jaringan kembali ke keadaan normal,

atau perlahan-lahan berkembang menjadi lesi inflamasi kronik. Jika hal ini terjadi,

infiltrasi makrofag dan sel limfoid muncul dalam beberapa hari.

Stage II Gingivitis : The Early Lesion

The early lesion berkembang dari initial lesion dalam 1 minggu setelah permulaan

akumulasi plak. Secara klinis, early lesion mugkin tampak seperti gingivitis awal,

yang berkembang dari inisial lesion. Seiring berjalannya waktu, tanda-tanda

klinis eritema dapat terlihat, terutama proliferasi kapiler dan peningkatan formasi

loop kapiler antara rete pegs atau ridges. Perdarahan pada pemeriksaan mungkin
29

juga terjadi. Aliran cairan gingiva dan jumlah dari leukosit yang bertransmigrasi

mencapai jumlah maksimum antara 6 sampai 12 hari setelah onset dari gingivitis

klinik.

Pemeriksaan mikroskopik gusi memperlihatkan infiltrasi leukosit pada jaringan

ikat dibawah epithelial junction terdiri dari limfosit utama ( 75% dengan sel T

mayor ), tetapi juga membuat beberapa migrasi neutrofil, seperti makrofag, sel

plasma, dan mast sel. Semua perubahan terlihat dalam lesi inisial berlanjut ke

intensitas dengan early lesion. Epithelium junction menjadi infiltrasi padat dengan

neutrofil, seperti sulkus ginggiva, dan epithelium junction mulai menunjukkan

perkembangan rete pegs atau ridges.

Terdapat peningkatan jumlah destruksi kolagen; 70% kolagen dihancurkan

disekitar infiltrasi selular. Kelompok serat utama mengakibatkan kolagen terlihat

berbentuk sirkuler dan kumpulan-kumpulan serat dentoginggiva. Perubahan pada

ciri morfologi pembuluh darah juga dapat dilihat.

PMN`s yang telah meninggalkan pembuluh darah karena respon terhadap stimuli

kemotaktik dari komponen plak yang berjalan ke epithelium, menyebrangi lamina

basalis,dan ditemukan pada epithelium dan muncul di daerah poket.. PMNs

menarik bakteri dan terjadi fagositosis. PMN`s mengeluarkan lisosom

berhubungan dengan ingesti bakteri. Fibroblast menunjukkan perubahan

sitotoksik dengan penurunan kapasitas produksi kolagen.

Stage III Gingivitis : The Established Lesion


30

Established lesion karakteristiknya berupa predominan sel plasma dan limfosit B

dan kemungkinan berhubungan dengan pembentukan batas poket gingival kecil

dengan poket epithelial. Sel B yang ditemukan dalam established lesion

predominan oleh imunoglobin G1 (IgG1) dan G3 (IgG3).

Pada gingivitis kronis (stage III), yang terjadi 2 atau 3 minggu setelah permulaan

akumulasi plak, pembuluh darah menjadi engorged dan padat, vena kembali

dirusak, dan aliran darah menjadi lambat. Hasilnya adalah anoxemia ginggiva

local, yang ditandai dengan adanya corak kebiru-biruan pada gusi yang merah.

Ekstravasasi dari sel darah merah kedalam jaringan ikat dan terganggunya

haemoglobin dalam komponen pigmen dapat juga memperdalam warna

kekronisan inflamasi ginggiva. Established lesion dapat dijelaskan secara klinis

selayaknya inflamasi ginggiva pada umumnya.

Secara histology, reaksi inflamasi kronik dapat diobservasi. Beberapa penelitian

menunjukkan inflamasi gingival kronik. Ciri kunci yang membedakan established

lesion adalah peningkatan jumlah sel plasma. Sel plasma menyerbu jaringan ikat

tidak hanya dibawah epithelial junction, tetapi juga jauh didalam jaringan ikat,

sekitar pembuluh darah, dan antara kelompok-kelompok serat kolagen. Epithelial

junction menyingkap ruangan interselular diisi dengan debris granular sel,

termasuk lisosom diperoleh dari neutrofil, limfosit, dan monosit yang terganggu.

Lisosom mengandung asam hidrolase yang dapat menghancurkan komponen

jaringan. Epithelial junction berkembang menjadi rete pegs atau ridges yang

menonjol dalam jaringan ikat, dan lamina basalis dihancurkan pada beberapa area.
31

Pada jaringan ikat, serat kolagen dihancurkan disekitar perembesan dari plasma

sel yang intact dan terganggu.

Predomonan dari sel plasma menjadi karakteristik utama dari established lesion.

Bagaimanapun, beberapa penelitian dari eksperimen gingivitis pada manusia telah

gagal mendemonstrasikan predominansi sel plasma dalam mempengaruhi jaringan

ikat, termasuk satu penelitian dalam durasi 6 bulan. Peningkatan dari proporsi sel

plasma diperjelas dengan gingivitis yang tahan lama, tetapi waktu untuk

perkembangan established lesion mungkin melebihi 6 bulan.

Stage ini terlihat adanya hubungan terbalik antara jumlah kelompok kolagen intact

dan jumlah sel-sel inflamasi. Aktivitas kolagenolitik ditingkatkan dalam jaringan

gusi yang mengalami inflamasi melalui enzim kolagenase. Kolagenase secara

normal berada pada jaringan gusi dan dihasilkan melalui beberapa bakteri oral dan

PMN`s.

Penelitian menunjukkan bahwa inflamasi ginggiva kronik mengalami peningkatan

level asam dan alkaline fosfat, β-glukuronidase, β -glukosidase, β -galaktosidase,

esterase, aminopeptida, sitokrom oksidase, elastase, laktat dehidrogenase, dan aril

sulfatase, semuanya dihasilkan dari bakteri dan penghancuran jaringan. Tingkat

mukopolisakarida netral diturunkan, agaknya merupakan hasil dari degradasi

substansi dasar.

Established lesion terdapat 2 tipe: beberapa tetap stabil dan tidak mengalami

progress untuk beberapa bulan atau tahun dan yang lain menjadi lebih aktif dan

berubah untuk penghancuran lesi secara progresif. Established lesion juga tampak
32

reversible. Flora kembali dari karakteristik yang mendukung kerusakan lesi

menjadi asosiasi dengan kesehatan periodontal. Persentase sel plasma menurun

drastic, dan jumlah limfosit meningkat secara proporsional.

Stage IV Gingivitis : The Advanced Lesion

Perluasan lesi kedalam tulang alveolar merupakan karakter dari stage ke empat

yang disebut advanced lesion.

Secara mikroskopik, terdapat fibrosis pada gingival dan manifestasi inflamasi

yang menyebar dan kerusakan jaringan imunopatologi. Pada dasarnya,dalam

advanced lesion, sel plasma berlanjut mendominasi jaringan ikat, dan neutrofil

berlanjut mendominasi epithelial junction dan celah gingival.

Gingivitis akan mengalami progress menjadi periodontitis hanya pada individu

yang rentan. Bagaimanapun, apakah periodontitis dapat terjadi tanpa didahului

gingivitis atau tidak, belum diketahui saat ini.

2.3.6 Histopatologis

Perubahan patologis pada gingivitis berhubungan dengan adanya

mikroorganisme pada sulkus. Organisme ini dapat mensintesis kolagen,

hyaluronidasi, protease, chondroitis sulfatase, atau endotoksin yang dapat


33

menyebabkan kerusakan pada epitel, sel pada jaringan ikat, kolagen, dan

glycocalyx (cell coat). Hasil dari membesarnya ruangan antara junctional

epithelial saat gingivitis tahap awal dapat memberikan akses bagi bakteri untuk

masuk ke dalam jaringan ikat.

Hasil sintesis mikroba dapat mengaktifkan monosit dan makrofag yang

menghasilkan substansi vasoaktif seperti prostaglandin, interferon, factor nekrosis

tumor, atau IL 1

a. Tahap 1 Gingivitis : Initial Lesion

Manifestasi awal dari inflamasi gingivitis adalah perubahan vascular yaitu

dilatasi kapiler dan bertambahnya aliran darah. Perubahan awal ini terjadi untuk

merespon aktivitas mikroba. Secara klinis, respon awal gingiva terhadap plak

(Subclinical gingivits) tidaklah begitu nyata. Jika dilihat dari mikroskop, fitur

yang biasanya ada pada inflamasi akut dapat terlihat pada jaringan ikat di bawah

junctional epithelium. Perubahan morfologis pembuluh darah (pembuluh darah

membesar) dan melekatnya netrofil pada dinding pembuluh darah (migrasi) terjadi

kurang dari 1 minggu, biasanya 2 hari setelah terakumulasinya plak. Leukosit,


34

terutama sel PMN migrasi meninggalkan pembuluh darah dengan cara diapedesis.

PMN banyak terdapat pada jaringan ikat, junctional epitheliym dan sulkus

gingiva. Pada tahap ini, ada eksudat dari sulkus gingiva dan protein

ekstravaskular.

Peubahan juga terjadi pada junctional epithelium dan jaringan ikat

perivascular. Limfosit bermigrasi dan berakumulasi dalam sulkus gingiv

berhubungan dengan bertambahnya aliran cairan gingiva ke dalam sulkus.

Karakteristik dan intensitas respon host menentukan apakah tahap ini

dapat disembuhkan dengan cepat atau tidak, apakah kembali ke keadaan normal

ataukah malah menjadi inflamasi kronis. Jika tahap ini berlanjut menjadi inflamasi

kronis, makrofag dan sel limfosit akan muncul beberapa hari selanjutnya.
35
36
37

b. Tahap 2 Gingivitis : Early Lesion


38

Dengan berjalannya waktu, tanda klinis berupa eritema akan muncul

terutama karena adanya proliferasi kapiler dan bertambahnya capillary loops di

antara rete pegs atau ridges. Dalam tahap ini biasanya terjadi bleeding on probing.

Bertambahnya jumlah kolagen yang hancur, sekitar 70% kolagen hancur

di sekitar infiltrasi sel. Munculnya circular dan dentogingival fiber. Adanya

perubahan pada morfologis pembuluh darah dan vascular bed patterns.

PMN yang meninggalkan pembuluh darah untuk merespon stimulus yang

kemotaksis dari komponen plak akan berjalan ke epithelium, melewati basement

lamina, dan sampai di epithelium dan muncul pada daerah pocket. PMN akan

berikatan dengan bakteri dan melakukan proses fagositosis. PMN akan

mengeluarkan lisosom untuk memakan bakteri tersebut.

Hasil pemeriksaan dengan mikroskop menunjukkan adanya leukosit pada

jaringan ikat di bawah junctional epithelium dan mengandung banyak limfosit

yang 75% nya adalah sel limfosit T, makrofag, sel plasma dan mast cell. Semua
39

perubahan pada lesi awal akan semakin meningkat. Junctional epithelium menjadi

padat karena adanya infiltrasi neutrophil, dan sama halnya dengan sulkus gingiva,

pada junctional epithelium dapat dilihat adanya perkembangan rete pegs atau

ridges.

c. Tahap 3 Gingivitis : Established Lesion

Pada gingivitis kronis, pembuluh darah akan menjadi bengkak dan padat,

vena mengalami gangguan, dan aliran darah menjadi lambat. Hasilnya adalah

adanya localized gingival anoxemia yang memberi warna kebiruan pada gingiva

yang merah. Pengeluaran sel darah merah ke jaringan ikat dan hancurnya

hemoglobin menjadi komponen-komponen kecil juga dapat menjadikan warna

gingiva yang terkena inflamasi kronis semakin gelap. Established lesion berskala

antara inflamasi sedang sampai berat.


40

Pada permeriksaan histologi, yang menjadi ciri khas dari tahap ini adalah

adanya peningkatan jumlah sel plasma yang akan menjadi preponderant

inflammatory cell type. Sel plasma masuk ke jaringan ikat tidak hanya sampai

melewati junctional epithelium, tapi masuk lebih dalam ke jaringan ikat,

pembuluh darah dan di antara serat kolagen. Junctional epithelium pda tahap ini

mengalami pelebaran ruang intersel yang dipenihi granular cellular debris,

termasuk lisosom, limfosit dan monosit. Lisosom mengandung asam hydrolase

yang dapat menghancurkan komponen jaringan. Junctional epithelium menjadi

rete pegs atau ridges yang menjulur ke dalam jaringan ikat, dan basal lamina

terlihat hancr di beberapa area. Pada jaringan ikat, serat kolagen dihancurkan di

sekitar sel plasma yang masuk baik secara utuh atau sudah hancur, neutorifl,

limfosit, monosit, dan sel mast.

Karakteristik dari established lesion adalah adanya dominasi sel lasma.

Tetapi, dari beberapa hasil penelitian, tidak ditemukan adanya dominasi sel
41

plasma pada jaringan ikat yang terinfeksi. Bertambahnya sel plasma terlihat jelas

pada long standing gingivitis, tapi untuk established lesion membutuhkan waktu 6

bulan.

Hubungan terbalik terdapat antara jumlah kolagen dan jumlah sel

inflammatory. Aktivitas collagenolytic meningkat pada jaringan gingiva yang

inflamasi oleh enzim kolagenase. Kolagenase memang biasanya ada pada jaringan

gingiva dan diproduksi oleh beberapa bakteri oral dan PMN.

Pada inflamasi kronis gingiva terdapat kenaikan jumlah dari asam dan

basa fosfat, beta-glucorunidase, beta-glucosidase, esterase, aminopeptidae, dan

cytochrome oxidase dan terjadi penurunan neutral mucopolysaccharide.

d. Tahap 4 Gingivitis : Advanced Lesion or Phase od Periodontal Breakdown

Perluasan lesi ke tulang alveolar sehingga tulang menjadi hancur

merupakan karakteristik dari tahap keempat.


42

2.3.7 Pemeriksaan

Cara pemeriksaan:

 Pemeriksaan secara visual

 Palpasi

 Konsistensi

 Perdarahan saat probing

Cara mengukur/memeriksa kedalaman poket:

1. Kedalaman biologis

Jarak antara margin gingiva dengan dasar poket

2. Kedalaman klinis atau kedalaman probing


43

Jarak instrumen (probe) masuk ke dalam poket. Kedalaman penetrasi

probe tergantung pada ukuran probe, gaya yang diberikan,arah penetrasi,

retensi jaringan, dan kecembungan mahkota.

Gaya tekan pada probe yang dapat ditoleransi adalah 0,75 N. Pada saat

memasukkan probe gaya yang diberikan tekanan ringan hingga ujung

probe mencapai resistensi jaringan.

Teknik probing yang benar adalah probe dimasukkan ke dalam poket

sejajar sumbu panjang gigi secara sirkumferensial mengelilingi permukaan

setiap gigi untuk mendeteksi daerah penetrasi terdalam. Namun biasanya

sulit apabila terdapatbanyak kalkulus maka biasanya dilakukan

pembuangan kalkulus terlebih dahulu sebelum dilakukan pengukuran

poket.

Pemeriksaan kondisi jaringan periodontal dilakukan untuk menentukan

keparahan penyakit periodontal, antara lain probing depth, clinical

attachment level (CAL), dan bleeding on probing (BOP). Pengukuran

kedalaman poket merupakan salah satu parameter dalam menentukan

derajat keparahan penyakit periodontal.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan periodontal probe

berdasarkan jarak antara margin gingiva dan dasar poket. Saat memasukan

periodontal probe kadang timbul perdaragan akibat terjadinya inflamasi.

BOP ini mengetahui adanya inflamasi pada gingiva dan periodontal.


44

Indeks Gingiva

Menentukan derajat inflamasi gingiva atau gingivitis dipakai indeks

gingiva diperkenalkan oleh Loe dan Silness. Pengukuran dilakukan pada

gigi indeks 16, 12, 24, 36, 32, 44. Jaringan sekitar tiap gigi dibagi ke

dalam empat unit penilaian gingiva, papila distal-labial, margin gingiva

labial, papila mesial-labial dan margin gingiva lingual keseluruhan.

(Daliemunthe, 2008).
45

Skor setiap gigi diperoleh dengan menjumlahkan skor keempat sisi

yang diperiksa, lalu dibagi dengan empat (jumlah sisi yang diperiksa).

Jumlah skor semua gigi yang diperiksa dibagi dengan jumlah gigi yang

diperiksa maka diperoleh skor indeks gingiva. Gingival indeks (GI) adalah

derajat keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukam dari

skor indeks gingiva dengan kriteria sebagai berikut:


46

2.4 Hubungan Susunan Gigi Tidak Beraturan dengan Gusi Bengkak dan

Berdarah

Gingivitis merupakan suatu kondisi inflamasi yang melibatkan gingiva.

Adapun karateristik klinis dari gingivitis dapat dilihat dari :

1. Warna gingiva, terjadi perubahan dari warna pink (merah muda) ke

warna merah, merah tua, merah kebiruan pada gingval tepit an meluas

sampai gingival cekat.

2. Kontur gingiva, terjadi perubahan bentuk gingiva dari bentuk normal

seperti kerah baju (lancip) menjadi membulat dan datar.

3. Tekstur gingiva, terjadi pengurangan stippling (gambaran seperti kulit

jeruk).

4. Konsistensi, terjadi perubahan kekenyalan gingiva dari kenyal, lunak

(odematus) menjadi fibrotik.

5. Ukuran gingiva, dari yang normal sampai membesar dan menyebabkan

terjadinya proliferasi jaringan (didukung dengan hasil radiograf).

6. Tendensi perdarahan, dapat diliat pada saat gigi, bila berdarah maka

terdapat proses inflamasi.

7. Rasa sakit, terjadi bila ada pembengkakan.

Gingivitis dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya kebersihan mulut yang

buruk, penumpukan karang gigi (kalkulus/tartar), dan obat-obatan tertentu yang

diminum secara rutin. Sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan secara seksama

menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Dengan meningkatnya kandungan mineral

dari air liur, plak akan mengeras menjadi karang gigi (kalkulus). Karang gigi
47

dapat terletak di leher gigi dan terlihat oleh mata sebagai garis kekuningan atau

kecoklatan yang keras dan tidak dapat dihilangkan hanya dengan menyikat gigi.

Kalkulus juga dapat terbentuk di bagian dalam gusi (saku gusi/poket). Kalkulus

adalah tempat pertumbuhan yang baik bagi bakteri, dan dapat menyebabkan

radang gusi sehingga gusi mudah berdarah.

Hubungan antara gigi tidak beraturan dengan gusi berdarah disebabkan

karena gigi tidak beraturan menyebabkan sulit untuk dibersihkan dengan menyikat

gigi, hal ini akan menyebabkan terjadinya penumpukkan plak . Plak dalam mulut

akan mengeras berubah menjadi kalkulus dengan meningkatnya kandungan

mineral dari air liur. Klkulus atau karang gigi dapat terjadi di permukaan gigi dan

di bagian dalam gusi atau gusi poket, kalkulus adalah tempat pertumbuhan yang

baik bagi bakteri yang nantinya dapat menyebabkan radang gusi sehingga gusi

mudah berdarah terutama pada saat menyikat gigi.

2.5 Fraktur Dental

Definisi

Menurut American Dental Association (ADA) (2003), fraktur dental atau patah

gigi merupakan hilangnya atau lepasnya fragmen dari satu gigi lengkap yang

biasanya disebabkan oleh trauma atau benturan. Fraktur gigi dapat dimulai dari

ringan (melibatkan chipping dari lapisan gigi terluar yang disebut email dan

dentin) sampai berat (melibatkan fraktur vertikal, diagonal, atau horizontal akar)

(Andreasen, 2007).

2.5.1 Klasifikasi Fraktur Dental


48

Banyak klasifikasi telah diperkenalkan untuk gigi yang mengalami fraktur.

Klasifikasi yang sering digunakan adalah seperti klasifikasi Ellis, klasifikasi Ellis

dan Davey, klasifikasi World Health Organization (WHO) dan klasifikasi

Andreasen. Dengan mengunakan klasifikasi cedera traumatik akan mempermudah

komunikasi serta penyebaran informasinya.

Klasifikasi Fraktur Menurut Ellis

Klasifikasi Ellis (1961) terdiri dari enam kelompok dasar: 8,9,10

a. Fraktur email.

Fraktur mahkota sederhana, tanpa mengenai dentin atau hanya sedikit mengenai

dentin.

b. Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa.

Fraktur mahkota yang mengenai cukup banyak dentin, tapi tanpa mengenai pulpa.

c. Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa.

Fraktur mahkota yang mengenai dentin dan menyebabkan pulpa terbuka.

d. Fraktur akar.

e. Luksasi gigi.

f. Intrusi gigi

Klasifikasi Menurut Ellis dan Davey


49

Ellis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut

banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu:

a. Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email.

b. Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan

dentin tetapi belum melibatkan pulpa.

c. Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan

menyebabkan terbukanya pulpa.

d. Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan

atau tanpa kehilangan struktur mahkota.

e. Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.

f. Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.

g. Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.

h. Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang

menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada tempatnya dan

akar tidak mengalami perubahan.

i. Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.
50

2.6 Perawatan

2.6.1 Perawatan Gingivitis

Rencana Perawatan

Menurut Carranza, perawatan periodontal dapat dilakukan dengan beberapa

tahap, yaitu:

1. Fase Preliminary. Treatment of Emergencies :

 Dental atau periapikal

 Periodontal

 Ekstraksi gigi dan replacement sementara bila dibutuhkan. Ekstraksi

dilakukan apabila :

 Gigi sangat goyang hingga dalam menjalankan fungsinya terasa

sakit

 dapat menyebabkan abses akut selama terapi

 tidak ada gunanya dalam rencana perawatan keseluruhan

2. Fase Etiotropik (Fase I) : Phase I teraphy ini meliputi: initial therapy,

nonsurgical periodontal therapy, cause-related therapy, dam etiotropic teraphy

Kontrol plak & edukasi pasien.

 kontrol diet (pada pasien dengan karies rampant)

 scalling & root planning

 koreksi factor yang dapat mengganggu restorasi & protesa

 Eskavasi karies & restorasi


51

 terapi antimicrobial (lokal atau sistemik)

 terapi oklusal

 minor ortodontik movement

 splinting & protesa sementara

Evaluasi Respon Terhadap Fase Etiotropik : Pemeriksaan ulang

 kedalaman poket & inflamasi gingival

 plak & kalkulus, karies

3. Fase Surgical (Fase II)

 Terapi periodontal, termasuk implant

 Terapi endodontic

4. Fase Restoratif (Fase III)

 Restorasi akhir

 Perbaikan dan/atau protesa lepasan

Evaluasi Respon Terhadap Prosedur Restorasi: Pemeriksaan Periodontal

1. Fase Maintenance (Fase IV): Pemeriksaan ulang secara periodic

 Plak & kalkulus

 kondisi gingiva

 oklusi, tooth mobility

 perubahan patologis lainnya


52

2. Tahapan Terapi Periodontal

Fase Emergency

Fase Etiotropik

Fase Maintenance

Fase Surgical Fase Restoratif

Gingivitis merupakan penyakit reversible yang akan hilang apabila penyebabnya

dihilangkan. Perawatan pada gingivitis adalah debridement dan penghilangan

faktor retensi plak, seperti scaling dan root planning. Tujuannya adalah untuk

menghilangkan plak dan kalkulus untuk menurunkan bakteri subgingiva di bawah

batas ambang yang dapat menginisiasi inflamasi. Obat kumur seperti Chx atau

tricoslan dapat direkomendasikan untuk menurunkan kapasitas bakteri.

Alternatifnya dapat menggunakan obat kumur atau spray yang mengandung

benzylamine untuk mengurangi inflamasi.

Pada intinya, perawatan gingivitis yaitu dengan kontrol plak dari permukaan gigi

dan jaringan gingiva sehingga mencegah berkembangnya bakteri dan


53

pertumbuhan bakteri baru. Kontrol plak yang efektif sangatlah penting pada

perawatan periodontal. Kontrol plak terbagi atas dua, yaitu kontrol plak mekaniS

dan kontrol plak kimia.

2.6.1.1 Kontrol Plak Mekanis

1. Scaling dan Root Planing

Scaling adalah suatu proses membuang plak dan kalkulus dari permukaan

gigi, baik supragingiva maupun subgingiva. Sedangkan root planing adalah

proses membuang sisa – sisa kalkulus yang terpendam dan jaringan nekrotik

pada sementum untuk menghasilkan permukaan akar gigi yang licin dan

keras. Tujuan utama scaling dan root planing adalah untuk mengembalikan

kesehatan gusi dengan cara membuang semua elemen yang menyebabkan

radang gusi baik plak maupun kalkulus dari permukaan gigi. Keberhasilan

scaling dan root planing dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti: anatomi

akar gigi, furkasi, dan kedalaman probing.

Instrumen scaling, root planning, dan kuretase digunakan untuk

pembersihan plak dan deposit yang terkalsifikasi pada mahkota dan akar gigi,

dan pembersihan jaringan lunak yang membentuk poket. Instrumen scaling

dan kuretase diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Scaler sickle merupakan instrumen berat yang digunakan untuk

membersihkan kalkulus supragingiva.


54

b. Kuret merupakan instrumen yang digunakan untuk scaling

subgingiva, root planning, dan pengangkatan jaringan lunak yang

membentuk poket.

c. Scaler hoe, chisel, dan file digunakan untuk membersihkan kalkulus

subgingiva yang keras, dan sementum yang mengalami perubahan.

Instrumen ultrasonik dan sonik digunakan untuk scaling dan

pembersihan permukaan gigi, dan kuretase dinding jaringan lunak

pada poket periodontal.

Dalam pembersihan plak dan kalkulus, terdapat dua teknik yang dapat

dilakukan, bergantung letak kalkulus tersebut, yaitu pada luar gingiva atau

supragingiva dan diantara gigi dengan gingiva atau subgingiva.

a. Teknik scaling Supragingiva

Scaling supragingiva dilakukan untuk menghilangkan plak dan

kalkulus pada permukaan gigi yang tidak tertutupi gingiva. Alat

yang dapat dipakai adalah scaler sickle, scaler chisel, ultrasonic, dan

sonic instrument. Scaler sickle digunakan untuk membersihkan plak

dan kalkulus pada permukaan gigi sisi fasial atau lingual, sedangkan

scaler chisel digunakan untuk membersihkan pada sisi proximal atau

interdental.

Teknik yang dilakukan jika kita menggunakan sickles atau curettes

adalah:
55

1. Sickles atau curettes dipegang dengan gaya memegang pulpen,

dimana salah satu jari lainnya disandarkan pada gigi terdekat dari

working area.

2. Blade dari sickle atau curette dihadapkan pada sudut ± 90°

terhadap permukaan yang discaling.

3. Kemudian cutting edge dari sickle digerakkan dari arah apical

margin hingga korona dengan gerakan yang pendek dan powerful

dalam arah vertical atau oblique (miring). Sharply pointed tip dari

sickle dapat dengan mudah mencabik marginal tissue, oleh karena

itu sebaiknya penggunaan instrument ini harus hati-hati

4. Instrumentasi permukaan gigi tersebut dilakukan hingga deposit

dari kalkulus hilang baik dilihat secara visual ataupun secara

tactile.
56

a. Maxillary right posterior sextant: lingual aspect,

b. Maxillary anterior sextant: lingual aspect, surfaces away from the

operator (surfaces toward the operator are scaled from a front

postion).

b. Teknik scaling Subgingiva

Scaling subgingiva dilakukan untuk menghilangkan plak dan

kalkulus pada permukaan gigi yang ditutupi gingiva. Kalkulus

subginggival umumnya lebih keras dibandingkan dengan kalkulus

supraginggival dan biasanya menempel erat pada permukaan akar

sehingga lebih sulit untuk dibersihkan Instrumen yang dapat dipakai

adalah scaler hoe, curette, file, dan ultrasonic instrument. Yang

paling sering digunakan adalah curette, karena desainnya yang

mudah masuk ke dasar poket dan mudah beradaptasi dengan kontur

gigi.

Instrument universal atau Gracey curettes dapat digunakan dalam

subginggival scaling dan root planning dengan prosedur:

1. Curettes dipegang dengan gaya modified pen grasp (sama seperti

sickle), dan jari tangan lainnya bersandar pada gigi yang terdekat

dari working area yang ingin discaling.


57

2. Cutting edge ditempatkan dengan benar, dengan lower shanknya

dihadapkan sejajar dengan gigi. Kemudian lower shank digrakkan

sedikit masuk kedalam sehingga rapat dengan permukaan gigi.

3. Kemudian blade dimasukkan kedalam ginggiva hingga kedasar

pocket dengan tekanan ringan (light exploratory stroke).

Fig. 47-1 Subgingival scaling procedure. A, Curette inserted with

the face of the blade flush against the tooth. B, Working angulation

(45 to 90 degrees) is established at the base of the pocket. C,

Lateral pressure is applied, and the scaling stroke is activated in the

coronal direction.

2. Penyikatan gigi
58

Sikat gigi merupakan cara yang paling efektif dan sudah menjadi kebiasaan

yang wajib dilakukan oleh masyarakat. Sikat gigi dapat menghilangkan plak

supragingiva. Kalkulus tidak dapat dibersihkan dengan sikat gigi. Sikat gigi

harus memiliki bulu sikat yang memiliki fleksibilitas yang baik serta diameter

yang kecil sehingga dapat masuk ke area interdental dan subgingiva. Sikat

gigi elektrik, dianggap menguntungkan bagi pasien berkebutuhan

khusus/cacat, pasien dengan alat orthodontik cekat, pasien yang

membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan OH seperti pasien anak-

anak.

3. Interproximal cleaning aids

a. Dental floss, digunakan dengan gerakan naik-turun permukaan proksimal

setiap gigi, mulai tepat di bawah titik kontak sampai dibawah margin

gingiva.

b. Interspace brushes (ISBs), berbentuk seperti sikat gigi yang memiliki 1

ikat bulu sikat gigi saja. Digunakan untuk membersihkan daerah

interproksimal, permukaan distal gigi paling posterior, permukaan lingual

gigi rahang bawah, dll.

c. Mini-interdental brushes (MIBs), bentuknya seperti sikat botol.

Digunakan untuk membersihkan daerah interproksimal, daerah lesi

furkasi kelas II & III, daerah sekitar restorasi implan.


59

4. Irigasi gingiva

Air yang digunakan sebagai irigator selain berhasil membuang partikel

makanan, juga dapat membuang produk bakteri sehingga lebih efektif

daripada berkumur. Irigasi ini bermanfaat karena dapat dilakukan ke dalam

sulkus maupun poket sehingga ditemukan jumlah spesies Actinomyces

maupun Bacteroides dapat berkurang.

5. Pengurutan gingiva

Mengurut gingiva dengan sikat gigi menyebabkan penebalan epitel,

peningkatan keratinisasi dan aktivitas mitotik dalam epitel dan jaringan ikat,

serta terbuangnya plak. Semua keadaan ini meningkatkan kesehatan gingiva

sehingga dapat dianjurkan untuk melakukan terapi pada gingiva yang mudah

berdarah.

2.6.1.2 Kontrol Plak Kimia

Kontrol plak kimia adalah pembersihan plak dengan bahan-bahan kimia yang

dapat membantu dalam pembersihan plak dengan teknik mekanis. Bahan kimia

ada yang dimasukkan ke dalam kandungan obat kumur dan pasta gigi dengan

tujuan untuk menghambat pembentukan plak & kalkulus. Agen antiplak juga

memiliki efek signifikan dalam menyembuhkan gingivitis. Beberapa bahan kimia

yang digunakan sebagai kontrol plak antara lain:

 Agen kationik, seperti chlorhexidine gluconate

 Bahan phenol, seperti Triclosan & Listerine

 Sanguinarine
60

 Garam logam berat, seperti garam Zn dan Sn

 Surfaktan, seperti amino alkohol dan Plax

2.6.2 Perawatan Gingivitis pada Anak

Perawatan yang paling utama terhadap gingivitis kronis pada anak yaitu dengan

menghilangkan faktor lokal dan penyebabnya. Selain itu, pemeliharaan kebersihan

mulut sebaik mungkin juga penting dalam perawtan.

Perawatan terhadap gingivitis pada anak dapat dilakukan berdasarkan jenisnya:

1. Perawatan gingivitis marginalis kronis. Oleh karena gingivitis jenis ini

banyak disebabkan oleh iritasi lokal yaitu plak, kalkulus, materia alba,

karies, bakteri oral, dan gabungan deposit terkalsifikasi dan non

kalsifikasi, maka dapat dilakukan dengan cara menghilangkan faktor-

faktor lokal dan instruksi kepada pasien untuk menjaga kebersihan mulut,

dan nasehat diet. Menurut Carranza dan Newman (2002) alat alat dan

bahan-bahan yang dapat digunakan untuk melakukan prosedur

pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut yang efektif antara lain: sikat gigi,

benang gigi, tusuk gigi, sikat gigi interdental, semprotan air, dentifrice .

Adapun cara-caranya dapat dilalakukan dengan kontrol plak, menyikat

gigi, dental flossing, berkumur-kumur, dan kontrol kimia.

2. Pada kasus berupa eruption gingivitisa, akan hilang dengan sendirinya

saat posisi oklusi telah normal. Aapabila ringan, maka tidak membutuhkan

perawatan, hanya dengan memelihara kebersihan mulut saja. Namun bila


61

berat dan menyebabkan sakit, sebaiknya dilakukan perawatan antibiotik.

(McDonald dan Avery, 2004; Pinkham, 2005).

3. Pada gingivitis karena gigi karies dan loose teeth (eksfoliasi parsial) ,

dengan cara merestorasi kavitas gigi tersebut. Sedangkan pada eksfoliasi

pasial sebaiknya dengan cara menghilangkan bagian yang tajam atau bila

diperlukan dapat dilakukan pencabutan gigi.

4. Perawatan gingivitis akibat perawatan ortodonti merupakan tindakan

pertama yang harus dilakukan pada kasus maloklusi dan malposisi gigi.

Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terutama penyikatan gigi yang

benar merupakan langkah selanjutnya yang harus dilakukan. Adapun

teknik penyikatan yang baik adalah harus sederhana, tepat, efisien dan

dapat membersihkan semua permukaan gigi dan gusi, terutama saku gusi

dan interdental, teknik menyikat gigi harus sistematik agar tidak ada gigi

yang terlewati, gerakan sikat tidak boleh menyebabkan kerusakan jaringan

gusi atau abrasi pada gigi. (Manson dan Eley, 1995)

5. Perawatan gingivitis pada mucogingival problems dilakukan dengan

menghilangkan faktor lokal penyebab, mengobati gigi dengan bahan bahan

topical desensitizing/fluoride varnish, regenerasi papilla, penambahan

ridge, pelebaran gusi cekat dilakukan dengan pembedahan dan pasien

harus melakukan kebersihan mulut dengan baik dan frenektomi.

6. Perawatan gingivitis karena resesi gusi lokalisata, langkah awal pada

perawatan ini adalah mengidentifikasi faktor etiologi dan predisposisi.

Banyak kasus resesi yang dapat dicegah dengan memberikan instruksi dan
62

motivasi pada pasien cara teknik menyikat gigi yang baik sehingga akan

menghasilkan kontrol plak yang baik.

2.6.3 Dental Health Education pada Pasien

Dalam perawatan masalah periodontal, selain pembersihan faktor penyebab oleh

dokter gigi, pasien juga harus dapat membersihkannya sendiri. Dokter gigi harus

memberikan edukasi kepada pasien tentang:

 cara sikat gigi yang benar

 berapa kali sikat gigi dalam sehari

 makanan apa yang baik dan buruk untuk kesehatan rongga mulut

 bagaimana cara membersihkan plak dengan menggunakan dental floss

 menganjurkan berkumur dengan obat kumur

 menganjurkan pasien untuk rutin ke dokter gigi

Selain itu, komunikasi dokter gigi dengan pasiennya harus jelas. Dalam

menjelaskan rencana perawatan yang akan diberikan kepada pasien, dokter gigi

harus dapat menjelaskan dengan:

 Spesifik. Contohnya katakan “anda memiliki gingivitis”. Jelaskan keadaan

yang sebenarnya.

 Hindari kalimat yang tidak jelas, seperti “Ada yang harus dilakukan pada

gusi anda” lebih baik katakan “gusi anda harus dibersihkan dengan cara

scaling”
63

 Mulai diskusi dengan kalimat positif. Mulai dengan gigi yang masih dapat

dirawat dan dipertahankan sebelum membahas gigi yang harus dilakukan

ekstraksi.

 Katakan bahwa perawatan kesehatan gigi dan mulut ini merupakan satu

paket, jangan katakan “sekarang dilakukan perawatan gusi, lalu

restorasinya nanti saja”.

 Jelaskan segala pertanyaan pasien dengan jelas, seperti:

“apakah gigi saya harus dirawat?” dijawabnya “iya, karena 1) penyakit

periodontal adalah penyakit karena mikroba, ini merupakan salah satu

faktor penyakit seperti jantung, paru-paru, diabetes, dll. 2) tidak mungkin

apabila dipasang alat restorasi atau fixed bridge pada gigi yang memiliki

penyakit periodontal yang tidak dirawat karena akan tidak berguna bila

struktur yang menyokong kurang baik. 3) kegagalan dalam perawatan

penyakit periodontal tidak hanya kehilangan gigi pada area tersebut, tetapi

juga dapat berdampak pada gigi lainnya. Dengan perawatan yang baik,

gigi serta jaringan periodontal dapat kembali baik dan berfungsi

semestinya.”

2.6.4 Perawatan Gigi Fraktur

2.6.5 Perawatan Maloklusi Klas II

Maloklusi kelas II dibagi menjadi :

• Dentoalveolar

• Skeletal
64

• Neuromuskuler

• Tipe kombinasi

2.6.5.1 Perawatan Maloklusi Dentoalveolar

Tujuan perawatan maloklusi dentoalveolar kelas II divisi 1 :

• Memundurkan gigi-gigi insisif RA ke posterior

• Jika diperlukan dilakukan pencabutan gigi P1 RA kiri dan kanan

Perawatan maloklusi kelas II divisi 2

• Perawatan kasus ini seringkali sulit dilakukan dengan alat lepasan

• Lakukan analisis dan diagnosis dengan cermat dan teliti

• Pada kasus yang tidak begitu berat :

• Jika terdapat gigi yang berjejal  hilangkan keadaan berjejal

• Gigi insisif sentral di dorong ke labial dan di intrusi

• Gigi insisif lateral di tarik ke palatinal

• Deep bite  tanggul gigitan


65

2.6.5.2 Perawatan Maloklusi Skeletal Klas II

Perawatan yang dilakukan untuk menangani kasus maloklusi skeletal kelas

II bergantung pada usia pasien dan berat ringannya kasus. Perawatan untuk pasien

dalam masa pertumbuhan berbeda dengan perawatan untuk pasien dewasa.

1. Perawatan Maloklusi Skeletal Kelas II pada Usia Pertumbuhan

Perawatan maloklusi skeletal kelas II untuk anak-anak dilakukan pada

masa tumbuh kembang pubertas dengan memanfaatkan growth spurt, yaitu pada

usia 9-13 tahun (perempuan) dan usia 10-14 tahun (laki-laki). Tujuan

dilakukannya perawatan ialah untuk mengubah hubungan tulang rahang terhadap


66

cranium normal serta hubungan antara rahang atas dengan rahang bawah normal.

Perawatan ini disebut sebagai perawatan modifikasi pertumbuhan. Perawatan ini

juga merupakan two stage of treatment yang berarti dilakukan dua tahap, yaitu

koreksi rahang terlebih dahulu lalu kemudian koreksi gigi.

2. Alat untuk Perawatan Ortopedik Maloklusi Skeletal Kelas II

Alat yang digunakan untuk perawatan ortopedik maloklusi skeletal kelas II

diantaranya sebagai berikut.

a. Alat fungsional

Alat fungsional merupakan alat ortopedik dengan cara kerja meneruskan

fungsi otot ke gigi dan prosesus alveolaris. Tujuan perawatan dengan alat

fungsional adalah untuk merangsang pertumbuhan rahang bawah ke

anterior dan menghambat pertumbuhan rahang atas ke anterior. Alat

fungsional terdiri dari alat aktif dan alat pasif. Alat aktif merupakan alat

fungsional yang diberi cangkolan tertentu untuk mengkoreksi gigi

sedangkan alat pasif merupakan alat fungsional yang tidak diberi

cangkolan. Beberapa contoh alat fungsional ialah aktivator, monoblok, lip

bumper, dan oral screen, dan Frankel.

a) Aktivator
67

Gambar 1. Aktivator

Cara kerja aktivator ialah dengan memanfaatkan aktivitas otot-otot

pengunyahan dan penutupan mulut serta menghambat pertumbuhan

rahang atas ke anterior melalui sutura-sutura yang menghubungkan

maksila dengan cranium.

b) Lip Bumper

Gambar 2. Lip Bumper

Lip bumper bekerja dengan menahan tekanan otot bibir yang dapat

menyebabkan posisi gigi lebih ke distal.

c) Oral Screen
68

Gambar 3. Oral Screen

Oral Screen bekerja dengan mencegah bad oral habit, mengkoreksi

open bite, melatih bibir hipotonus dan otot mentalis.

b. Alat ekstraoral

Alat ekstraoral merupakan alat yang diaplikasikan di luar mulut. Alat

ekstraoral yang umumnya digunakan untuk perawatan ortopedik maloklusi

skeletal kelas II adalah head gear.

Gambar 4. Head Gear

c. Gabungan alat fungsional dan ekstraoral

2.6.6 Restorasi untuk Gigi yang telah dilakukan Perawatan Endodontik

Restorasi ini merupakan restorasi yang dilakukan pada gigi yang telah dirawat

endodontik dan memiliki struktur jaringan gigi yang sehat masih banyak, serta

retensi yang cukup, dapat direstorasi secara langsung dengan komposit resin atau
69

semen glass ionomer. Restorasi ini dapat dilakukan pada gigi anterior maupun

posterior. Gigi anterior dengan pewarnaan yang meliputi lebih dari setengah atau

seluruh koronal, dapat direstorasi dengan veneer komposit atau porselen. Gigi

anterior dengan sisa jaringan keras gigi sedikit, retensi dari jaringan gigi yang

tersisa tidak adekuat, dan tidak dapat digunakan restorasi lain, maka pasak dan inti

menjadi pilihan. Restorasi komposit menjadi kontraindikasi jika sisa jaringan

kurang dari sepertiga koronal

Dasar Pertimbangan

1. Banyaknya jaringan gigi tersisa

2. Fungsi gigi (mempengaruhi beban kunyah)

3. Posisi atau lokasi gigi

4. Morfologi atau anatomi saluran akar

Semakin sedikit sisa dari struktur gigi dan semakin besar fungsi gigi dalam

lengkung rahang, maka pemilihan restorasi harus dilakukan dengan lebih hati-hati.

Gigi dengan sisa struktur gigi yang sedikit dan beban kunyah yang besar,

sehingga memiliki risiko fraktur yang lebih tinggi

Syarat Ideal

• Menutupi koronal secara menyeluruh

• Melindungi struktur gigi yang tersisa

• Memiliki retensi agar restorasi tidak lepas

• Memiliki resistensi agar mampu menahan daya kunyah


70

• Mampu mengembalikan fungsi gigi yaitu fungsi pengunyahan, estetik,

bicara, dan menjaga gigi antagonis dan gigi sebelahnya

Restorasi secara umum terbagi menjadi 2, yaitu restorasi direct dan indirect.

Restorasi direct merupakan restorasi yang langsung dibuat didalam rongga mulut

pasien,biasanya menggunakan bahan plastis. Restorasi indirect merupakan

restorasi yang dibuat di laboratorium dental dengan menggunakan model cetakan

gigi, yang dipreparasi kemudian disemenkan pada gigi,biasanya menggunakan

bahan rigid. Restorasi direct dan indirect dapat digunakan pada perawatan paska

endodontik baik gigi anterior maupun posterior

Macam-Macam Restorasi

A. Menurut Cara Kerja :

• Restorasi Direct : Amalgam, GIC, resin komposit

• Restorasi Indirect : Inlay, onlay, pasak, crown, bridge

B. Menurut Bahan :

• Restorasi Plastis :

1. Jenis logam : Amalgam, Gold foil

2. Jenis non logam : Silikat, akrilik, GIC, Resin komposit, Kompomer

• Restorasi non Plastis :

1. Tumpatan tuang inlay / onlay

2. Tumpatan tuang penuh (Full cast crown)

3. Mahkota tuangan sebagian (Partial Veneer Crown)


71

4. Mahkota Pigura

5. Mahkota Jaket (Jacket Crown)

6. Mahkota Pasak

7. Mahkota Porselain

Teknik restorasi yang akan dilakukan pada kasus ini adalah dengan restorasi

pasak dan inti pada gigi anterior.

Gambar 5. Gigi sebelum direstorasi, penempatan pasak pada gigi dan gigi yang telah direstorasi

Restorasi Indirect Mahkota Jaket Inti Pasak

Restorasi mahkota gigi pasca perawatan saluran akar dengan retensi intra

radikuler berupa pasak (dowel) dan inti (core) tuang yang sesuai individual

(custom). Gigi pasca perawatan saluran akar memerlukan retensi berupa pasak

masuk ke dalam saluran akar dan inti untuk mendukung restorasinya

Indikasi

• Gigi pasca PSA dengan mahkota yang sudah rusak dan tidak dapat

direstorasi secara konvensional


72

• Merupakan single restorasi untuk memperbaiki inklinasi gigi

• Sebagai abutment gigi tiruan cekat

Kontra Indikasi

• Posisi gigi dengan gigitan tertutup dan edge to edge

• Penderita dengan bad habbit

• Kesehatan umum tidak baik

• Gigi berakar pendek dan tipis

Gambar 6. A. panjang mahkota, B = panjang pasak, C = guta perca, D = panjang akar

Dowel (Pasak)

Pasak (biasanya logam) yang dimasukkan ke dalam saluran akar gigi pasca

perawatan endodontik, mempertahankan dan mendukung restorasi akhir pada gigi

yang rusak parah. Panjang pasak lebih panjang dari mahkota anatomis, 2/3

panjang saluran akar, menyisakan gutapercha di apeks minimal 4 mm


73

Core (inti)

Bagian koronal pasak, sebagai tempat meletakkan restorasi akhir.

Preparasi bagian saluran akar

• Pengambilan gutaperca di saluran akar menggunakan hot endodontic

plugger sedapat mungkin, kemudian saluran akar dilebarkan menggunakan

peeso reamer no. 1/2

• Pengukuran kembali mengenai panjang preparasi saluran pasak,dilihat

melalui foto rontgen (peeso reamer dipasang rubber stop sebagai indikator

kedalaman preparasi)

• Jika saluran akar sempit atau sedikit membengkok ,pelebaran saluran akar

dapat dilakukan menggunakan gates glidden drill

• Pelebaran saluran akar dilanjutkan dengan peeso reamer no 6, bentuk

preparasi saluran akar tidak boleh bulat, sebaiknya dibuat oval atau

trianguler

• Preparasi cavosurface dengan bur diamond bentuk flame membentuk

semacam kerah (collar) dengan tujuan untuk mencegah gigi yang dipegang

supaya tidak fraktur, juga untuk ketepatan pengepasan pasak

Pembuatan model inti pasak direct

• Inlay wax dipanaskan, ditekan sehingga berbentuk kerucut,dalam keadaan

lunak dimasukkan ke dalam preparasi pasak yang telah dibasahi aquades


74

dan dipadatkan dengan sonde yang dipanaskan sampai memenuhi seluruh

preparasi pasak

• Malam coba diambil untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengan

preparasi dan tidak ada undercut

• Bagian inti dibentuk sesuai tonggak mahkota jaket

• Setelah itu sprue dipasang dari kawat yang dipanasi terlebih dahulu. Arah

sprue diusahakan sejajar dengan arah gigi. Sprue diberi tanda dengan

membelokkan supaya mengetahui bagian labial dan lingual/palatal

• Setelah model malam baik,maka model ditanam dalam mofel dan dicor

dengan logam

Pembuatan model inti pasak indirect

 Kawat disiapkan

 Bahan cetak dimasukkan ke saluran akar yang sudah dipreparasi untuk

pasak lalu kawat dimasukkan. Kemudian keseluruhan rahang juga dicetak


75

 Hasil cetakan kemudian diisi gips

 Hasil pengisian sesuai dengan keadaan gigi pasien yang sudah dipreparasi

pasak

 Tahap berikutnya sama dengan metode direct

Penanaman dan pengecoran (investment & casting)

Gambar 7. Pola malam sebelum dicor (kiri) dan sesudah di cor (kanan)
76

Pengepasan inti pasak dan sementasi

1. Semen zinc phosphate : paling sering digunakan untuk pasak

logam, tidak memperkuat sisa akar, aplikasi mudah

2. Semen glass ionomer (konvensional & modifikasi resin) : tidak

memperkuat sisa akar

3. Semen resin (sistem adhesif) : Paling sering digunakan,

meningkatkan retensi, marginal leakage minimal, memperkuat sisa

akar, aplikasi lebih rumit

Try-in & polishing

Gambar 8. Try-in n polishing (kiri) dan ketika sudah di poles (kanan)

Pencetakan inti pasak

• Menggunakan hydrocolloid irreversible atau elastomer

• Setelah pencetakan selesai dan dilepas, kemudian diisi dengan gips keras

• Dikirim ke laboratorium untuk mahkota jaket dengan warna harus sesuai

gigi asli

Penentuan warna
77

Dilakukan 2 kali, sebelum dan sesudah preparasi supaya diketahui apakah dalam

menentukan warna sudah baik dengan cara sebagai berikut, yaitu:

1. Pengaruh warna sekeliling ditutup

2. Peta warna : crevical colour,body colour,incisal colour

3. Kamus warna (shade guide colour)

Mahkota sementara

Digunakan selama menunggu proses pengerjaan mahkota jaket di laboratorium

untuk:

1. Melindungi pulpa gigi dari rangsang termis, khemis, dan mekanis supaya

tidak terjadi iritasi pulpa yang dapat menyebabkan hipersensitivitas dentin

(pada gigi vital)

2. Mencegah terjadinya migrasi/drifting,extrusi gigi yang dipreparasi

3. Mencegah supra erupsi/ekstrusi gigi antagonis

4. Melindungi gingiva margin darah servikal untuk estetika, terutama untuk

restorasi gigi anterior

Macam mahkota sementara

• Celluloid crown form/polycarbonate crown form (warna bening seperti

gigi)

• Guta perca stick (estetika jelek)

• Self-curing acrylic/cold curing acrylic

• Metal/steel crown (untuk gigi posterior)


78

Sementasi mahkota sementara

• Semen seng fosfat (asam dapat mengiritasi pulpa)

• Semen seng okside eugenol

• Semen kalsium hidroksida (paling baik tidak mengiritasi pulpa)

Sementasi mahkota jaket permanen

• Isolasi daerah operasi dengan gulungan kapas, penyedot ludah

• Gigi yang telah preparasi dibersihkan dengan larutan germisida/alcohol

kemudian dikeringkan

• Semen diaduk dengan konsistensi sebagai bahan perekat (sticky stage)

• Semen dioleskan pada tonggak preparasi dan bagian dalam mahkota

jaket

• Mahkota jaket dipasang ,ditekan, kelebihan semen dihilangkan

• Semen yang digunakan : GIC tipe 1, semen seng fosfat, atau

polikarboksilat.
BAB III

PEMBAHASAN

Matthew berusia 14 tahun mengeluhkan penampilanya yang sering diejek

teman – temanya karena susunan gigi yang tidak beraturan, gigi depan yang patah

serta kondisi gusinya yang bengkak dan mudah berdarah sejak satu tahun yang

lalu. Pasien tiga tahun lalu terjatuh ketika sedang mengikuti pelajaran olah raga.

Gigi serinya patah 2/3 mahkota, telah dilakukan perawatan saraf pada giginya

yang patah sekarang, giginya ingin dirawat karena mengganggu rasa percaya

dirinya dan tidak tidak ingin dijadikan bahan ejekan lagi. Diketahui kondisi

keadaan umum baik, pemeriksaan ekstraoral tidak ada kelainan. Pemeriksaan

intraoral menunjukkan kebersihan mulut buruk, gusi tampak oedem diseluh region

bukal dan lingual RA dan RB, namun tidak ada kegoyangan gigi. Terlihat gigi 21

patah 2/3 mahkota.

Matthew didiagnosis mengalami gigi patah 2/3 mahkota, gingivitis dan

maloklusi kelas II subdivisi. Gingivitis adalah inflamasi atau peradangan yang

mengenai jaringan lunak di sekitar gigi atau jaringan gingiva (Nevil, 2002).

Gingivitis juga dapat diartikan sebagai suatu perubahan patologis pada gingiva

yang dihubungkan dengan adanya sejumlah mikrorganisme dalam rongga mulut.

Mikroorganisme tersebut melekat pada plak gigi dan merupakan penyebab utama

terjadinya gingivitis (Carranza, 2006). Maloklusi kelas II subdivisi adalah relasi

posterior dari mandibula tehadap maksila. Mesiobukal cusp molar 1 permanent

79
80

atas berada lebih mesial dari bukal groove gigi molar 1 permanen mandibular

disatu sisi dan sisi lainya kelas I.

Penatalaksanaan untuk kasus ini yang pertama yaitu perawatan OH,

dilakukan scalling dan root planning untuk mengilangkan plak dan kalkulus

sebagai penyebab terjadinya gingivitis. Selanjutnya yaitu perawatan konservatif

pada gigi 21 yaitu dilakukan pembuatan mahkota pasak, dikarenakan termasuk

klasifikasi fraktur ellis kelas III yang sudah melibatkan enamel, dentin dan pulpa.

Sebelumnya gigi telah dilakukan perawatan saraf karena pada umur pasien yang

masih usia 14 tahun ini perlu dipertahankan gigi permanenya. Penatalaksanaan

selanjutnya yaitu melakukan perawatan untuk maloklusi kelas II subdivisi, yaitu

dilakukan pemasanagan fixed orthodonti.


BAB IV

KESIMPULAN

Seorang pasien laki-laki berusia 14 tahun, bernama Matthew, kelas 2

SMP. Dia megeluhkan penampilannya yang sering diejek temannya karena

susunan giginya yang tidak beraturan, gigi depannya yang patah karena trauma,

serta kondisi gusinya yang bengkak dan mudah berdarah sejak setahun yang lalu.

Pasien menginginkan giginya dirawat agar bisa percaya diri dan tidak dijadikan

bahan ejekan lagi

Langkah perawatan pertama setelah dilakukan pemeriksaan, pasien adalah

dilakukan perawatan scaling dan root planning untuk mengobati keadaan gusinya

yang bengkak dan oral hygienenya yang buruk. Sementara trauma yang terjadi

pada gigi dapat menimbulkan berbagai akibat pada gigi tergantung derajat

keparahan trauma. Akibat yang terjadi pada kasus ini yaitu fraktur korona dengan

komplikasi terbukanya pulpa. Bila mahkota atau akar mengalami fraktur, dapat

terjadi beberapa kemungkinan yaitu pulpa dapat sembuh dan tetap vital, dapat

segera mati, atau dapat mengalami degenerasi progresif dan akhirnya mati.

Fraktur Ellis Kelas III merupakan fraktur dengan pulpa terbuka.

Upaya untuk mengkoreksi fraktur mahkota tergantung pada luasnya

fraktur, tahap pertumbuhan gigi, dan lamanya waktu sejak cedera. Gigi yang

mengalami fraktur gigi yang luas disertai pulpa terbuka memerlukan perawatan

saluran akar dan restorasi yang diperkuat dengan inti pasak. Perawatan saluran

81
82

akar (PSA) dapat dilakukan dengan satu kunjungan maupun beberapa kali

kunjungan. PSA satu kunjungan memberikan beberapa keuntungan antara lain

mengurangi resiko kontaminasi mikroorganisme dalam saluran akar di antara

waktu kunjungan dan mengurangi waktu yang diperlukan untuk perawatan.

Gigi yang telah dilakukan PSA akan mengalami beberapa perubahan yaitu

hilangnya struktur gigi yang cukup banyak, perubahan karakteristik fisik, dan

perubahan dalam hal estetik, oleh karena itu dokter gigi harus merencanakan

restorasi yang akan digunakan. Restorasi tersebut memerlukan desain yang dapat

melindungi sisa jaringan gigi terhadap fraktur, mencegah terjadinya infeksi ulang

melalui saluran akar, dan mengganti struktur gigi yang sudah hilang. Salah satu

restorasi pada gigi yang telah dilakukan PSA yaitu diperlukan retensi berupa

pasak untuk menyatukan dengan inti, sebagai dukungan restorasi akhir. Terakhir,

untuk memperbaiki susunan gigi yang tidak beraturan, dokter gigi melakukan

perawatan orthodonti cekat kepada pasien.


DAFTAR PUSTAKA

Andreasen, JO., Andreasen, FM., Anderson, L., 2007. Texbook and color atlas of

traumatic injuries to the teeth. 4th ed., Copenhagen: Blackwell Munksgaard.

Pp 229-35.

Glendor, U. Aetiology and Risk Factors Related to Traumatic Dental Injuries- a

Review of the Literature. Dent Traumatology, 2009; 25: 19-31.

Newman, T. and Carranza. 2006. Carranza’s Clinical Periodontology. 10th ed.

WB Saunders Co: Philadelphia.

Manson, J.D. and B.M. Eley. 1993. Buku Ajar Periodonti. Edisi 2. Jakarta:

Hipokrates.

83

Anda mungkin juga menyukai