Anda di halaman 1dari 7

I.

Nama sediaan

Nama zat aktif : Klorfenirsmin Maleat 4 mg/ tablet


Nama dagang : klor tab
II. Prinsip percobaan
Kempa langsung merupakan pembuataan tablet berdasarkan pengempaan langsung
zat aktif atau campuran zat aktif dengan eksipien tanpa proses pembuatan granul
(basah ata kering) terlebih dahulu. Zat aktif yang digunakan yaitu dosis kecil atau
besar yang mempunyai sifat alir dan kompresibilitas yang baik. Pemilihan bahan
pembantu yang baik daalam sifat alir massa tablet maupun ketepatan kompresibilitas
sangat penting.

III. Tujuan percobaan


3.1.Dapat memahami prinsip pembuatan tablet CTM dengan metode kempa
langsung
3.2.Dapat melakukan pembuatan tablet CTM dengan metode kempa langsung
3.3.Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan pembuatan tablet dengan
metode kempa langsung
3.4.Dapat melakukan evaluasi massa kempa dan tablet
3.5.Dapat menentukan mutu tablet sesuai persyaratan
Pembahasan

Pada praktikum kali ini telah dilakukan pembuatan sediaan tablet dengan
bahan aktif tunggal menggunakan metode kempa langsung. Kempa langsung
merupakan suatu metode pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran zat
aktif dan eksipien kering tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini
digunakan untuk bahan yang memiliki sifat mudah mengalir sebagaimana juga sifat-
sifat kohesifnya yang memungkinkan untuk langsung dikompresi dalam mesin tablet
tanpa memerlukan granulasi basah atau kering (Voigt, 1984).

Untuk Zat aktif yang digunakan yaitu CTM 4 mg/tablet (Chlorpeniramine


maleate) yang kemudian dibuat tablet sebanyak 300 tablet dengan bobot tablet
sebesar 200 mg. Chlorpheniramine Maleat atau lebih dikenal CTM merupakan salah
satu antihistaminika yang memili efek sedative (menimbulkan rasa kantuk). Namun,
dalam penggunaannya dimasyarakat sering sebagai obat tidur dibanding antihistamin
sendiri. Keberadaanya sebagai obat tunggal maupun campuran dalam obat sakit
kepala maupun influenza lebih ditujukan untuk rasa kantuk yang ditimbulkan
sehingga pengguna dapat beristirahat. CTM memiliki indeks terapetik (batas
keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas relatif rendah. Untuk itu
sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM sehingga dapat menimbulkan efek
antihistamin dalam tubuh manusia (Voigt, 1984).

CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah,


bronkus, dan bermacam-macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk mengobati
reaksi hipersensitivitas dan keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen
berlebih. Histamin endogen bersumber dari daging dan bakteri dalam lumen usus
atau kolon yang membentuk histamin dari histidin.Dosis terapi AH1 umumnya
menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan gejala seperti kantuk,
berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek samping ini
menguntungkan bagi pasien yang membutuhkan istirahat namun dirasa mengganggu
bagi mereka yang dituntut melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi. Oleh
sebab itu, pengguna CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang mengendarai
kendaraan. Jadi sebenarnya rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM
merupakan efek samping dari obat tersebut. Sedangan indikasi CTM adalah sebagai
antihistamin yang menghambat pengikatan histamin pada reseptor histamine (Voigt,
1984).

Untuk zat tambahan pada formula A yaitu primogel 10% yang digunakan
sebagai bahan pengisi berfungsi untuk menyesuaikan bobot dan ukuran tablet,
memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa dengan baik, serta mengatasi
masalah kelembaban yang mempengaruhi kestabilan zat aktif (Voight, 1971).

Kemudian digunakan avicel PH 102 qs yaitu digunakan sebagai bahan pengisi


berfungsi untuk mengeluarkan udara dari pengisi pada serbuk agar menjadi lebih
rapat. Konsentrasi yang digunakan yaitu 20-90% (Rowe et al,2009).

Selanjutnya digunakan Mg stearate 1% Sebagai pelincir (lubrican) untuk


mengurangi gesekan antara granul dengan dinding cetakan selama pengempaan dan
pengeluaran tablet. Lubrikan juga berfungsi sebagai antiadherent dan glidan.
Pemakaian lubrikan dan waktu pencampurannya yang tidak tepat dapat menurunkan
efektivitas disintegran. Lubrikan hidrofobik seperti magnesium stearat akan
membentuk film hidrofobik yang tipis di sekeliling eksipien tablet sehingga
mencegah penetrasi air melewati pori tablet dan menunda disintegrasi tablet, dan
biasanya hal ini dapat berpengaruh pada kecepatan disolusi zat aktifnya (Ansel,
1989). Karena itu pemakaian lubrikan harus dalam jumlah yang tepat dan waktu
pencampurannya dengan seluruh eksipien (serta zat aktif) harus dalam waktu yang
tepat agar tidak berpengaruh terhadap waktu hancur dan disolusi zat aktifnya.
Biasanya konsentrasi yang digunakan yaitu 0,25-5% (Rowe et al, 2009).

.
digunakan Talk 2% Sebagai anti lengket (antiadherent) untuk mencegah
menempelnya masa tablet pada punch dan untuk mengurangi penempelan pada
dinding cetakan. Biasanya konsentrasi yang digunakan yaitu 1-10% (Rowe et al,
2009).

Sedangkan untuk formula B yaitu untuk penghancur menggunakan starch


1500 10% , berdasarkan literature konsentrasinya 5-10%, starch digunakan sebagai
penghancur karena sifat starch 1500 merupakan suatu amilum yang tidak diproses
secara kimia untuk memecah sebagian atau seluruhnya dari dalam granul yang
mengandung air kemudian dikeringkan sehingga dapat dikatakan bahwa starch 1500
biasanya memiliki kandungan untuk menarik air yang tinggi sehingga tablet lebih
mudah pecah jika bertemu dengan air. Pada metode KL pembuatannya tidak melalui
granulasi maka dibutuhkan starch 1500 untuk pengikat agar tablet tidak mudah
hancur (Voight, 1971). Sedangkan untuk zat tambahan yang lainnya sama dengan
formula A yaitu Avicel Ph 102 qs, mg stearate 1% dan Talk 2%.

Proses pembuatan tablet CTM pada formula A dan B yaitu masing-masing


bahan dicampurkan sesuai dengan formulanya kecuali talkum dan magnesium
stearate, setelah semua bahan sudah homogen dan tercampur sempurna kemudian
dimasukkan talkum dan mg stearate karena talcum didalam formula digunakan
sebagai lubrikan yang mempunyai sifat pelumas, pelincir dan antilekat sehingga pada
saat pembuatan tablet diharapkan tidak adanya tablet yang lengket dan lubrikan
terhadap profil disolus untuk pembuatan tablet CTM tetapi sifat pelumas dari talkum
kurang bagus. Untuk itu perlu ditambah bahan yang mempunyai sifat pelumas yang
baik, sehingga bila keduanya digabungkan akan saling melengkapi yaitu mg stearate
(Rowe et al,2009)

Kemudian dilakukan evaluasi terhadap massa kempa yang didapat .


Tujuannya adalah agar mengetahui apakah massa kempa tersebut telah sesuai dengan
ketetapan yang berlaku (Lachman et al.2008), evaluasi yang dilakukan yaitu pertama-
tama uji kecepatan alir dengan menggunakan metode corong. Massa cetak yang
digunakan untuk formula A yaitu 30 gram dan untuk formula B digunakan 9 gram,
kemudian diletakkan dalam corong alat uji kecepatan alir yang bagian bawahnya
ditutup. Massa cetak yang keluar dari alat tersebut dihitung kecepatan alirannya
dengan menghitung waktu yang diperlukan oleh sejumlah serbuk untuk turun melalui
corong alat penguji dengan menggunakan stopwatch dari mulai dibukanya tutup
bagian bawah hingga semua massa kempa mengalir keluar dari alat uji. Kecepatan
alir yang dibutuhkan oleh massa kempa untuk formula A yaitu 10 g/detik dan untuk
formula B yaitu 9 g/detik. Dapat disimpulkan bahwa kecepatan aliran massa kempa
formula A baik karena waktu yang diperlukan kurang dari atau sama dengan 10 detik
(untuk 30 gr granul) dan untuk formula B kecepatan aliran massa kempa juga baik
karena waktu yang diperlukan kurang atau sama dengan 9 detik (untuk 9 gram
granul).

Kemudian evaluasi dengan metode sudut baring prinsipnya melakukan


pengukuran sudut yang terbentuk dari lereng timbunan granul yang mengalir bebas
dari corong terhadap suatu bidang datar. Digunakan 30 gram formula A dan 9 gram
formula B kemudian dimasukkan kedalam corong dan granul dibiarkan mengalir
bebas dari lubang corong dan ditampung pada suatu bidang datar hingga didapat
granul membentuk timbunan kerucut, setelah itu diukur sudut istirahat antara lereng
granul dengan bidang datar. Dari evaluasi ini penafsiran hasil yaitu pada sudut derajat
25-300 (granul sangat mudah mengalir) untuk 30-350 (granul mudah mengalir) dan
untuk sudut lebih dari 380 ( granul kurang mengalir) (Fassihi dan Kanfer,1986)..
Hasil yang didapat untuk formula A sudut derajatnya 10,75 dapat disimpulkan bahwa
granul sangat mudah mengalir karena hasil derajatnya lebih kecil dari penafsiran hasil
untuk granul sangat mudah mengalir dan untuk 25-300 saja sudah termasuk kategori
hasil yang sangat mudah mengalir apalagi untuk hasil derajat yang lebih kecil dan
untuk formula B hasil derajanya 13,490 dapat disimpulkan termasuk granul yang
sangat mudah mengalir karena hasil derajatnya kurang dari 25-300 .
Evaluasi granul selanjutnya yaitu kelembaban, digunakan alat Moisture
Analyzer dengan memasukkan granul sebanyak 5 gram kedalam alat dan kemudia
ditara, panaskan granul pada suhu 60-700 sampai skala pada alat tidak berubah atau
stabil, kemudian baca kadar air yang tertera pada skala persen, untuk penafsiran hasil
yang baik yaitu apabila kadar airnya antara 1-3% (Wadke dan cajobson,1980). Dari
percobaan yang dilakukan didapat hasil kelembaban untuk formula A yaitu 1,96%
dan untuk formula B 2,5%, dari dua formula ini dapat disimpulkan bahwa kadar
kelembabapan formula A dan B memenuhi persyaratan karena hasil kadarnya masuk
dalam rentan 1-3%.
DAFTAR PUSTAKA

Voigt. 1984. Buku AjarTeknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendani Noeroto


S.,UGM Press, Yogyakarta.

Voight, R., 1971, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V, 558-564, 570, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta

Ansel,1989. Pengantar bentuk Sedian Farmasi. Universitas Indonesia Press: Jakarta.

Wadke, H.A., and Jacobson, H., 1980, Preformulation Testing, in Lieberman, H.A.,
and Lachman, L., (eds) Pharmaceutical Dosage Forms: Tablets, Vol I, Marcel
Dekker Inc., New York

Fassihi, A. R., dan Kanfer, I., 1986, Effect of Compressibility and Powder
Flow Properties on Tablet Weight Variation in Drug Development Industrial
Pharmacy, Marcel Dekker Inc, Afrika

Lachman L., Herbert, A. L. & Joseph, L. K., 2008, Teori dan Praktek Industri
Farmasi Edisi III, 1119-1120, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Rowe, R.C. et Al. (2009).Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6thEd,


ThePharmaceutical Press, London.

Anda mungkin juga menyukai