Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga kestabilan Negara, baik itu secara
internal maupun eksternal. Secara luas sistem pemerintahan itu berarti menjaga kestabilan masyarakat,
menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga
kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem yang kontiniu. Sampai saat
ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh. Sistem
pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana penerapannya kebanyakan sudah mendarah
daging dalam kebiasaan hidup masyarakatnya dan terkesan tidak bisa diubah dan cenderung statis.

1.2 Rumusan Masalah

Dari Latar Belakang di atas penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini, yakni :

1. Apa Pengertian Sistem Pemerintahan ?

2. Bagaimana Sistem Pemerintahan di Indonesia ?

3. Bagaimana Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia ?

4. Bagaimana Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 ?

5. Bagaimana Sistem Pemerintahan Demokrasi Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan

Maksud penyusunan makalah ini adalah sebagai penambah wawasan dan pengetahuan tentang Sistem
Pemerintahan Indonesia dari sebelum amandemen hingga sesudah amandemen.

Selain itu,bertujuan agar kita semua lebih mengenal sistem Pemerintahan Indonesia serta dapat ikut
berpartisipasi didalamnya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Pemerintahan

Sistem berarti suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai hubungan
fungsional.

Pemerintahan dalam arti luas adalah pemerintah/ lembaga-lembaga Negara yang menjalankan segala
tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislative maupun yudikatif.

Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-
badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang
dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan
negara. Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen
pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan
fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi
tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan
menjalankan pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berate kekuasaan membentuk undang-undang;
Dan Kekuasaan Yudiskatif yang berate kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang.
Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif.
Jadi, system pemerintaha negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan
antarlembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara
yang bersangkutan.

Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya,
tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Lembaga-lembaga yang
berada dalam satu system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk
terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.

Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negaranya dan
berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksakan kekuasaan eksekutif dan
melaksakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang menteri. Apabila semua
menteri yang ada tersebut dikoordinir oleh seorang perdana menteri maka dapat disebut dewan
menteri/cabinet. Kabinet dapat berbentuk presidensial, dan kabinet ministrial.

2.2 Sistem Pemerintahan Indonesia

Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun
dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia
adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk
negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik.

Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan
pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem
pemerintahan presidensial.

Kekuasaan pemerintahan Negara Indonesia menurut undang–undang dasar 1 sampai dengan pasal 16.
pasal 19 sampai dengan pasal 23 ayat (1) dan ayat (5), serta pasal 24 adalah:

1. Kekuasaan menjalan perundang – undangan Negara atau kekuasaan eksekutif yang dilakukan oleh
pemerintah.

2. Kekuasaan memberikan pertimbangan kenegaraan kepada pemerintah atau kekuasaan konsultatif


yang dilakukan oleh DPA.

3. Kekuasaan membentuk perundang – undang Negara atau kekuasaan legislatif yang dilakukan oleh
DPR.

4. Kekuasaan mengadakan pemeriksaan keuangan Negara atau kekuasaan eksaminatif atau


kekuasaan inspektif yang dilakukan oleh BPK.

5. Kekuasaan mempertahankan perundang – undangan Negara atau kekuasaan yudikatif yang


dilakukan oleh MA.

Berdasarkan ketetapan MPR nomor III / MPR/1978 tentang kedudukan dan hubungan tata kerja
lembaga tertinggi Negara dengan atau antara Lembaga – lembaga Tinggi Negara ialah sebagai berikut.

1. Lembaga tertinggi Negara adalah majelis permusyawaratan rakyat. MPR sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam Negara dengan pelaksana kedaulatan rakyat memilih dan mengangkat
presiden atau mandataris dan wakil presiden untuk melaksanakan garis – garis Besar Haluan Negara
(GBHN) dan putusan – putusan MPR lainnya. MPR dapat pula diberhentikan presiden sebelum masa
jabatan berakhir atas permintaan sendiri, berhalangan tetap sesuai dengan pasal 8 UUD 1945, atau
sungguh – sungguh melanggar haluan Negara yang ditetapkan oleh MPR.

2. Lembaga – lembaga tinggi Negara sesuai dengan urutan yang terdapat dalam UUD 1945 ialah
presiden (pasal 4 – 15), DPA (pasal 16), DPR (pasal 19-22), BPK (pasal 23), dan MA (pasal 24).

a. Presiden adalah penyelenggara kekuasaan pemerintahan tertinggi dibawah MPR. Dalam


melaksanakan kegiatannya dibantu oleh seorang wakil presiden. Presiden atas nama pemerintah
(eksekutif) bersama – sama dengan DPR membentuk UU termasuk menetapkan APBN. Dengan
persetujuan DPR, presiden dapat menyatakan perang.

b. Dewan pertimbangan Agung (DPA) adalah sebuah bahan penasehat pemerintah yang berkewajiban
memberi jawaban atas pertanyaan presien. Selain itu DPA berhak mengajukan pertimbangan kepada
presiden.

c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebauh badan legislative yang dipilih oleh masyarakat
berkewajiban selain bersama – sama dengan presiden membuat UU juga wajib mengawasi tindakkan –
tindakan presiden dalam pelaksanaan haluan Negara.

d. Badan pemeriksa keuangan (BPK) ialah Badan yang memeriksa tanggung jawab tentang keuangan
Negara. Dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. BPK memriksa
semua pelaksanaan APBN. Hasil pemeriksaannya dilaporkan kepada DPR.

e. Mahkamah Agung (MA) adalah Badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam
pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh lainnya. MA dapat
mempertimbangkan dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak diminta kepada kepada lembaga
– lembaga tinggi Negara.

2.3. Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia

Tahun 1945 – 1949

Terjadi penyimpangan dari ketentuan UUD ’45 antara lain:

Berubah fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi
kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.

Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer berdasarkan usul BP –
KNIP.

Tahun 1949 – 1950

Didasarkan pada konstitusi RIS. Pemerintahan yang diterapkan saat itu adalah sistem parlementer
kabinet semu (Quasy Parlementary). Sistem Pemerintahan yang dianut pada masa konstitusi RIS bukan
kabinet parlementer murni karena dalam sistem parlementer murni, parlemen mempunyai kedudukan
yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah.

Tahun 1950 – 1959

Landasannya adalah UUD ’50 pengganti konstitusi RIS ’49. Sistem Pemerintahan yang dianut adalah
parlementer cabinet dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Ciri-ciri:

Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.

Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.

Presiden berhak membubarkan DPR.

Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.

Tahun 1959 – 1966 (Demokrasi Terpimpin)

Presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan kekuasaan-kekuasaan
yang menghalanginya sehingga nasib parpol ditentukan oleh presiden (10 parpol yang diakui). Tidak ada
kebebasan mengeluarkan pendapat.

Tahun 1966 – 1998

Orde baru pimpinan Soeharto lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi terpimpin pada era orde
lama. Namun lama kelamaan banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Soeharto mundur pada 21
Mei ’98.

Tahun 1998 – Sekarang (Reformasi)

Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan ruang gerak pada parpol
maupun DPR untuk mengawasi pemerintah secara kritis dan dibenarkan untuk unjuk rasa.

2.4. Sistem Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945

2.4.1.Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen.

Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen
tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut
sebagai berikut.
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).

Sistem Konstitusional.

Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan
Rakyat.

Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.

Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.

Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD
1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa
pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa
itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hamper semua kewenangan
presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau
persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itui tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR,
maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya
kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden dapat
mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan
yang kompak dan solid. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan
pertentangan antarpejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem
pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan
bangsa dan negara daripada keuntungan yang didapatkanya.

Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan
yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang
berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi

1. Adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif,

2. Jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.

Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen
atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional,
diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen
atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan
2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem
pemerintaha Indonesia sekarang ini.
2.4.2. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen.

Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum
diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun
2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan
seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru
diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.

Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut.

Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi dalam
beberapa provinsi.

Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.

Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih
dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan lima tahun. Untuk masa jabatan 2004-2009, presiden dan
wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.

Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.

Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan
Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan
kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.

Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.

Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsure-unsur dari sistem pemerintahan parlementer dan
melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem
presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai
berikut.

Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap memiliki
kekuasaan megawasi presiden meskipun secara tidak langsung.

Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR.

Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR.

Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget
(anggaran)

Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu
diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain
adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral, mekanisme check and balance, dan pemberian
kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia dengan Sistem Pemerintahan Negara Lain

Berdasarkan penjelasan UUD ’45, Indonesia menganut sistem Presidensial. Tapi dalam praktiknya
banyak elemen-elemen Sistem Pemerintahan Parlementer. Jadi dapat dikatakan Sistem Pemerintahan
Indonesia adalah perpaduan antara Presidensial dan Parlementer.

Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia

Presiden dan menteri selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan DPR.

Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya dengan tidak dibayangi krisis kabinet.

Presiden tidak dapat memberlakukan dan atau membubarkan DPR.

Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia

Ada kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan di tangan Presiden.

Sering terjadinya pergantian para pejabat karena adanya hak perogatif presiden.

Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh.

Pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang mendapat perhatian.

2.5. Sistem Pemerintahan Demokrasi Indonesia

Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari
rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).
Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία – (dēmokratía) "kekuasaan rakyat", yang dibentuk dari
kata δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (Kratos) "kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul
pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul
revolusi rakyat pada tahun 508 SM. Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles
sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada
di tangan orang banyak (rakyat). Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburgnya mendefinisikan
demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Hal ini berarti kekuasaan
tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan
suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang
diambil berdasarkan suara terbanyak.
2.5.1. Demokrasi di Indonesia

Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945 memberikan penggambaran
bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus
bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga
secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme
perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun
1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian
Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah
mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan
kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika
pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara
pada tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan sebagai pemenang
Pemilu.

Diskursus demokrasi di Indonesia tak dapat dipungkiri, telah melewati perjalanan sejarah yang demikian
panjangnya. Berbagai ide dan cara telah coba dilontarkan dan dilakukan guna memenuhi tuntutan
demokratisasi di negara kepulauan ini. Usaha untuk memenuhi tuntutan mewujudkan pemerintahan
yang demokratis tersebut misalnya dapat dilihat dari hadirnya rumusan model demokrasi Indonesia di
dua zaman pemerintahan Indonesia, yakni Orde Lama dan Orde Baru. Di zaman pemerintahan Soekarno
dikenal yang dinamakan model Demokrasi Terpimpin, lalu berikutnya di zaman pemerintahan Soeharto
model demokrasi yang dijalankan adalah model Demokrasi Pancasila. Namun, alih-alih mempunyai
suatu pemerintahan yang demokratis, model demokrasi yang ditawarkan di dua rezim awal
pemerintahan Indonesia tersebut malah memunculkan pemerintahan yang otoritarian, yang
membelenggu kebebasan politik warganya.

Dipasungnya demokrasi di dua zaman pemerintahan tersebut akhirnya membuat rakyat


Indonesia berusaha melakukan reformasi sistem politik di Indonesia pada tahun 1997. Reformasi yang
diperjuangkan oleh berbagai pihak di Indonesia akhirnya berhasil menumbangkan rezim Orde Baru yang
otoriter di tahun 1998. Pasca kejadian tersebut, perubahan mendasar di berbagai bidang berhasil
dilakukan sebagai dasar untuk membangun pemerintahan yang solid dan demokratis. Namun, hingga
hampir sepuluh tahun perubahan politik pasca reformasi 1997-1998 di Indonesia, transisi menuju
pemerintahan yang demokratis masih belum dapat menghasilkan sebuah pemerintahan yang
profesional, efektif, efisien, dan kredibel. Demokrasi yang terbentuk sejauh ini, meminjam istilah Olle
Tornquist hanya menghasilkan Demokrasi Kaum Penjahat, yang lebih menonjolkan kepentingan pribadi
dan golongan ketimbang kepentingan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Tulisan ini berusaha
menguraikan lebih lanjut bagaimana proses transisi menuju konsolidasi demokrasi di Indonesia belum
menuju kepada proses yang baik, karena masih mencerminkan suatu pragmatisme politik. Selain itu di
akhir, penulis akan berupaya menjawab pilihan demokrasi yang bagaimana yang cocok untuk diterapkan
di Indonesia.

Munculnya Kekuatan Politik Baru yang Pragmatis Pasca jatuhnya Soeharto pada 1998 lewat
perjuangan yang panjang oleh mahasiswa, rakyat dan politisi, kondisi politik yang dihasilkan tidak
mengarah ke perbaikan yang signifikan. Memang secara nyata kita bisa melihat perubahan yang sangat
besar, dari rezim yang otoriter menjadi era penuh keterbukaan. Amandemen UUD 1945 yang banyak
merubah sistem politik saat ini, penghapusan dwi fungsi ABRI, demokratisasi hampir di segala bidang,
dan banyak hasil positif lain. Namun begitu, perubahan-perubahan itu tidak banyak membawa
perbaikan kondisi ekonomi dan sosial di tingkat masyarakat.

Perbaikan kondisi ekonomi dan sosial di masyarakat tidak kunjung berubah dikarenakan adanya
kalangan oposisi elit yang menguasai berbagai sektor negara. Mereka beradaptasi dengan sistem yang
korup dan kemudian larut di dalamnya. Sementara itu, hampir tidak ada satu pun elit lama berhaluan
reformis yang berhasil memegang posisi-posisi kunci untuk mengambil inisiatif. Perubahan politik di
Indonesia, hanya menghasilkan kembalinya kekuatan Orde Baru yang berhasil berkonsolidasi dalam
waktu singkat, dan munculnya kekuatan politik baru yang pragmatis. Infiltrasi sikap yang terjadi pada
kekuatan baru adalah karena mereka terpengaruh sistem yang memang diciptakan untuk dapat
terjadinya korupsi dengan mudah.

Selain hal tersebut, kurang memadainya pendidikan politik yang diberikan kepada masyarakat,
menyebabkan belum munculnya artikulator-artikulator politik baru yang dapat mempengaruhi sirkulasi
elit politik Indonesia. Gerakan mahasiswa, kalangan organisasi non-pemerintah, dan kelas menengah
politik yang ”mengambang” lainnya terfragmentasi. Mereka gagal membangun aliansi yang efektif
dengan sektor-sektor lain di kelas menengah. Kelas menengah itu sebagian besar masih merupakan
lapisan sosial yang berwatak anti-politik produk Orde Baru. Dengan demikian, perlawanan para reformis
akhirnya sama sekali tidak berfungsi di tengah-tengah situasi ketika hampir seluruh elit politik
merampas demokrasi. Lebih lanjut, gerakan mahasiswa yang pada awal reformasi 1997-1998 sangatlah
kuat, kini sepertinya sudah kehilangan roh perjuangan melawan pemerintahan. Hal ini bukan hanya
disebabkan oleh berbedanya situasi politik, tetapi juga tingkat apatisme yang tinggi yang disebabkan
oleh depolitisasi lewat berbagai kebijakan di bidang pendidikan. Mulai dari mahalnya uang kuliah yang
menyebabkan mahasiswa dituntut untuk segera lulus. Hingga saringan masuk yang menyebabkan hanya
orang kaya yang tidak peduli dengan politik.

Akibat dari hal tersebut, representasi keberagaman kesadaran politik masyarakat ke dunia publik
pun menjadi minim. Demokrasi yang terjadi di Indonesia kini, akhirnya hanya bisa dilihat sebagai
demokrasi elitis, dimana kekuasaan terletak pada sirkulasi para elit. Rakyat hanya sebagai pendukung,
untuk memilih siapa dari kelompok elit yang sebaiknya memerintah masyarakat.

2.5.2. Prinsip-Prinsip Demokrasi

Rakyat dapat secara bebas menyampaikan aspirasinya dalam kebijakan politik dan sosial. Prinsip
demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang
kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi". Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:

Kedaulatan rakyat;

Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;

Kekuasaan mayoritas;

Hak-hak minoritas;

Jaminan hak asasi manusia;

Pemilihan yang bebas dan jujur;

Persamaan di depan hukum;

Proses hukum yang wajar;

Pembatasan pemerintah secara konstitusional;

Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;

Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.

2.5.3. Asas Pokok Demokrasi

Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia,
yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial. Berdasarkan
gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:
Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga
perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan

Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-
hak asasi manusia demi kepentingan bersama.

2.5.4. Ciri-Ciri Pemerintahan Demokratis

Pemilihan umum secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik. Dalam
perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh
negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:

Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun
tidak langsung (perwakilan).

Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).

Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.

Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum

Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.

Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan
kebijakan pemerintah.

Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.

Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan
pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.

Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).

Sejak merdeka, Indonesia telah mempraktekkan beberapa sistem politik pemerintahan atas nama
demokrasi, dari, oleh dan untuk rakyat.

1. Tahun 1945-1959; Demokrasi Parlementer, dengan ciri ;

Ø Dominasi partai politik di DPR Kabinet silih berganti dalam waktu singkat

Ø Demokrasi Parlementer ini berakhir dengan Dekrit Presiden 1959.

2. Tahun 1959-1965; Demokrasi Terpimpin, dengan ciri-ciri :


Ø Dominasi presiden, yang membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, menggantikannya dengan DPR-GR
yang diangkat oleh Presiden, juga diangkat presiden seumur hidup oleh anggota parlemen yang diangkat
presiden itu. Terbatasnya peran partai politik Berkembangnya pengaruh komunis

Ø Munculnya ideologi Nasional, Agama, Komunis (NASAKOM)

Ø Meluasnya peranan militer sebagai unsur sosial politik

Ø Demokrasi terpimpin berakhir dengan pemberontakan PKI September 1965.

3. Tahun 1965-1998; Demokrasi Pancasila; dengan ciri-ciri:

Ø Demokrasi berketuhanan

Ø Demokrasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab

Ø Demokrasi bagi persatuan Indonesia

Ø Demokrasi yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan

Ø Demokrasi berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Kita tidak menafikan betapa indah susunan kata berkaitan dengan Demokrasi Pancasila, tetapi pada
tataran praksis sebagaimana yang kita lihat dan rasakan:

Ø Mengabaikan eksistensi dan peran Tuhan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di mana tidak
merasa dikontrol oleh Tuhan. Para pemimpin, terutama presiden tabu untuk dikritik, apalagi
dipersalahkan. Ini bermakna menempatkan dirinya dalam posisi Tuhan yang selalu harus dimuliakan dan
dilaksanakan segala titahnya serta memegang kekuasaan yang absolut

Ø Tidak manusiawi, tidak adil dan tidak beradab, dengan fakta eksistensi nyawa, darah, harkat dan
martabat manusia lebih rendah dari nilai-nilai kebendaan

Ø Tidak ada keadilan hukum, ekonomi, politik dan penegakan HAM.

Ø Pemilu rutin lima tahunan, tetapi sekedar ritual demokrasi. Dimana dalam prakteknya diberlakukan
sistem Kepartaian Hegemonik, yakni pemilu diikuti oleh beberapa partai politik, tetapi yang harus
dimenangkan, dengan menempuh berbagai cara, intimidasi, teror, ancaman dan uang, hanya satu partai
politik.

4. Tahun 1998- sekarang, orde reformasi dengan ciri-ciri enam agenda:

Ø Amandemen UUD 1945

Ø Penghapusan peran ganda (multifungsi) TNI


Ø Penegakan supremasi hukum dengan indikator mengadili mantan Presiden Soeharto atas kejahatan
politik, ekonomi dan kejahatan atas kemanusiaan.

Ø Melaksanakan otonomi daerah seluas-luasnya

Ø Penegakan budaya demokrasi yang anti feodalisme dan kekerasan

Ø Penolakan sisa-sisa Orde Lama dan Orde Baru dalam pemerintahan

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari seluruh pembahasan Makalah ini, kami dapat simpulkan bahwa Sistem pemerintahan Negara
Indonesia menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan berjalan saling berhubungan
satu sama lain menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam
suatu sistem politik meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan yudikatif.
Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen, pemilu, dan dewan menteri.

Dalam sistem pemerintahan Indonesia, lebaga-lembaga negara berjalan sesuai dengan mekanisme
demokratis.

Sistem pemerintahan negara Indonesia berbeda dengan sistem pemerintahan yang dijalankan di negara
lain. Namun, terdapat juga beberapa persamaan antarsistem pemerintahan negara. Misalnya, dua
negara memiliki sistem pemerintahan yang sama.

Perubahan pemerintah di negara terjadi pada masa genting, yaitu saat perpindahan kekuasaan atau
kepemimpinan dalam negara. Perubahan pemerintahan di Indonesia terjadi antara tahun 1997 sampai
1999. Hal itu bermula dari adanya krisis moneter dan krisis ekonomi.

3.2. Saran
Sudah saatnya, kita bersama-sama bergerak untuk mencapai angan demokrasi yang telah dicita-citakan
oleh para pemimpin-pemimpin dan tokoh-tokoh Indonesia. Unsur-unsur demokrasi yangkadang menjadi
akar permasalahan harus bisa diselesaikan dan diperbaiki, karena konsep demokrasi bukan hak paten
yang tidak bisa dirubah. Ia harus bersifat dinamis dan bisa mengikuti kultur sosial- politik-budaya Negara
yang menggunakannya sebagai asas Negara. Usaha perubahan tersebutsebenarnya telah sering
dilakukan dan sayangnya malah menjadi ancaman bukan kenyamanan.Rakyat perlu diperkuat kembali
bahwa mereka bukan alat kekuasaan yang dengan mudah diatur kesana ke mari. Elit penguasa dan
rakyat harus bisa bekerja sama selama tujuan demokrasi menjadi patokan utama bernegara yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto.2006.Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA kelas XII. Jakarta : Erlangga

Algemeene Secretarie, Regeringsalmanaak voor Nederlandsch-Indie 1942, eerste gedeelte: Grondgebied


en Bevolking, Inrichting van het Bestuur van Neder¬landsch-Indie, Batavia: Landsrukkerij

Bagehot, Walter, The English Constitution, London: Oxford University Press, second ed., eighth printed,
1955

Bonar Sidjabat, 'Notulen Rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia', Majalah Ragi Buana, 52, 1968

Clive Day, The Policy and Administration of the Dutch in Java, Kuala Lumpur: Oxford University Press,
1972

http://lenamegawati.blogspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html

Anda mungkin juga menyukai