PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipospadia merupakan kelainan kongenital berupa adanya muara
urethra yang terletak proximal dibandingkan lokasi yang seharusnya. Kelainan
ini terjadi ketika masa embrio dan dipengaruhi berbagai keadaan. Hipospadia
patut di waspadai dewasa ini karena perkembangan prevalensinya di beberapa
negara yang cukup pesat tanpa diketahui penyebabnya. Beberapa faktor resiko
seperti paparan estrogen atau zat anti-androgen pada masa kehamilan dapat
dihindari untuk menurunkan resiko terjadinya hipospadia. Keluhan yang
paling sering terjadi adalah pancaran urin yang melemah ketika berkemih,
sampai terjadinya gangguan aktivitas seksual maupun infertilitas. Pengobatan
sejak dini disarankan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan komplikasi
yang rendah. Teknik operasi sudah berkembang pesat dan beberapa memiliki
keunggulan masing-masing, namun untuk hipospadia distal paling sering
adalah Tubularization Incised of urethral Plate (TIP) dan pada hipospadia
proximal adalah teknik 2 stage graft. Di Indonesia beberapa penelitian
dilakukan dan menemukan angka kejadian yang cukup merata untuk kelainan
hipospadia, dengan tipe yang bervariasi. Hipospadia distal banyak ditemukan
di Indonesia dan teknik TIP sebagai tatalaksana masih menjadi pilihan utama.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hipospadia?
2. Apa etiologi hipospadia?
3. Bagaimana tanda dan gejala hipospadia?
4. Bagaimana penatalaksanaan hipospadia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hipospadia
2. Untuk mengetahui etiologi hipospadia
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan hiposdia
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Hipospadia
Hipospadia merupakan kelainan kongenital yang paling sering ditemukan
pada anak laki-laki. Kata hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo,
yang berarti dibawah, dan Spadon, yang berarti lubang. Hipospadia
didefinisikan sebagai anomali yang melibatkan aspek ventral penis. Malformasi
ini terutama terdiri dari pembukaan ventral abnormal meatus uretra,
kelengkungan ventral abnormal penis (kordee), dan atau distribusi abnormal
kulup. Kelainan ini terbentuk pada masa embrional karena adanya defek pada
masa perkembangan alat kelamin dan sering dikaitkan dengan gangguan
pembentukan seks primer ataupun gangguan aktivitas seksual saat dewasa.
Belum ada penelitian yang menyebutkan angka kejadian Hypospadia yang
pasti di Indonesia. Beberapa penelitian melaporkan hubungan hipospadia
dengan bayi berat lahir rendah (BBLR), bayi prematur, dan riwayat hipertensi
pada ibu. Hal ini disebabkan fungsi plasenta yang terganggu mengakibatkan
regulasi hormonal dan penyediaan nutrisi pada janin terganggu sehingga
memengaruhi pembentukan saluran uretra. Beberapa literatur menyebutkan
bahwa terdapat hubungan antara kejadian hipospadia dengan paparan
lingkungan yang berhubungan dengan bahan kimiawi, yaitu pestisida,
progestin, dan juga dari pola diet vegetarian yang secara tidak langsung
memengaruhi proses pembentukan urogenetalia. Ibu yang sedang hamil dan
menjalani diet vegetarian dikatakan memiliki faktor risiko terjadinya
hipospadia sebanyak 4 kali lebih banyak bila dibandingkan dengan ibu yang
tidak menjalani diet vegetarian. Hal ini disebabkan phytoestrogen yang
diketahui sebagai reseptor modulator estrogen alamiah yang dapat
memengaruhi perkembangan urogenatalia. Peneliti ingin mengetahui faktor apa
saja yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya hipospadia.
B. Etiologi
Etiologi hipospadia sangat bervariasi dan multifaktorial, namun belum
2
ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini. Beberapa penelitian
mengemukakan semakin berat derajat hipospadia, semakin besar terdapat
kelainan yang mendasari. Beberapa kemungkinan dikemukakan oleh para ahli
mengenai etiologi hipospadia. Adanya defek pada produksi testosterone oleh
testis dan kelenjar adrenal, kegagalan konversi dari testosteron ke
dihidrotestoteron, defisiensi reseptor androgen di penis, maupun penurunan
ikatan antara dihidrostestoteron dengan reseptor androgen dapat menyebabkan
hipospadia. Adanya paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal
kehamilan dicurigai dapat me-ningkatkan resiko terjadinya hipospadia.
Lingkungan yang tinggi terhadap aktivitas estrogen sering ditemukan pada
pestisida di sayuran dan buah, susu sapi, beberapa tanaman, dan obat-obatan.
Namun beberapa penelitian mengemukakan bahwa pil kontrasepsi tidak
menimbulkan hipospadia. Beberapa penelitian menemukan bahwa ibu hamil
yang terpapar diethylstilbestrol meningkatkan resiko terjadinya hipospadia.
Klip et al melakukan penelitain pada 8.934 anak laki-laki, pada 205 ibu muda
yang terpapar diethylstilbestrol ditemukan 4 kasus hipospadia. Sedangkan pada
8.729 kelahiran yang tidak terpapar diethylstilbestrol hanya ditemukan 8 kasus
(OR: 21.3; CI 95%). Begitu pula Pons et al melakukan survey pada 17.633
anak laki-laki, 3 dari 240 anak laki-laki yang terpapar diethylstilbestrol ketika
janin menderita hipospadia. Dari 17.393 anak laki-laki yang tidak terpapar zat
tersebut hanya di-temukan 44 kasus (OR: 4.99; CI 95%). Tidak ada hubungan
antara hipospadia dengan usia ibu ketika hamil. Pada Ibu hamil yang
melakukan diet vegetarian diperkirakan terjadi peningkatan resiko terjadinya
hipospadia. Hal ini dapat disebabkan adanya kandungan yang tinggi dari
fitoestrogen pada sayuran. Respon Activating Transcription Factor (ATF3)
terhadap aktivitas antiandrogen terbukti berperan penting terhadap kelainan
hipospadia. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti epilepsy
seperti asam valproat juga diduga meningkatkan resiko hipospadia.21 Pada
anak laki-laki yang lahir dengan program Intracystolasmic sperm Injection
(ICSI) atau In Vitro Fertilization (IVF) memiliki insidensi yang tinggi pada
hipospadia. Intra uterine growth retardation, berat bayi lahir rendah, bayi
kembar, turunan hipospadia juga merupakan faktor resiko hipospadia yang
3
dapat dikendalikan semasa kehamilan. 3,22,23 Chong et al tidak menemukan
adanya korelasi antara kelahiran prematur dengan hipospadia. Beberapa
kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan hipospadia adalah kelainan
kromosom dan ambigu genitalia seperti hermafrodit maupun
pseudohermafrodit.
C. Klasifikasi
Hipospadia adalah keadaan dimana lubang kencing terletak dibawah
batang kemaluan / penis. Ada beberapa type hipospadia :
1. Hipospadia type Perenial, lubang kencing berada di antara anus dan buah
zakar (skrotum).
2. Hipospadia type Scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan buah
zakar (skrotum).
3. Hipospadia type Peno Scrotal, lubang kencing terletak di antara buah zakar
(skrotum) dan batang penis.
4. Hipospadia type Peneana Proximal, lubang kencing berada di bawah
pangkal penis.
5. Hipospadia type Mediana, lubang kencing berada di bawah bagian tengah
dari batang penis.
6. Hipospadia type Distal Peneana, lubang kencing berada di bawah bagian
4
ujung batang penis.
7. Hipospadia type Sub Coronal, lubang kencing berada pada sulcus coronarius
penis (cekungan kepala penis).
8. Hipospadia type Granular, lubang kencing sudah berada pada kepala penis
hanya letaknya masih berada di bawah kepala penisnya.
D. Gejala Klinis
Gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat kelainan. Secara
umum jarang ditemukan adanya gangguan fungsi, namun cenderung berkaitan
5
dengan masalah kosmetik pada pemeriksaan fisik ditemukan muara uretra pada
bagian ventral penis. Biasanya kulit luar dibagian ventral lebih tipis atau
bahkan tidak ada, dimana kulit luar di bagian dorsal menebal bahkan terkadang
membentuk seperti sebuah tudung. Pada hipospadia sering ditemukan adanya
chorda. Chorda adalah adanya pembengkokan menuju arah ventral dari penis.
Hal ini disebabkan oleh karena adanya atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis
dari tunica albuginea dan fasia di atas tunica, pengencangan kulit ventral dan
fasia Buck, perlengketan Antara kulit penis ke struktur disekitarnya, atau
perlengketan Antara urethral plate ke corpus cavernosa. Keluhan yang mungkin
ditimbulkan adalah adanya pancaran urin yang lemah ketika berkemih, nyeri
ketika ereksi, dan gangguan dalam berhubungan seksual. Hipospadia sangat
sering ditemukan bersamaan dengan cryptorchismus dan hernia inguinalis
sehingga pemeriksaan adanya testis tidak boleh terlewatkan. Pemeriksaan
Penunjang Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang disarankan untuk
penegakkan pasti diagnosis hipospadia. USG Ginjal disarankan untuk
mengetahui adanya anomali lainnya pada saluran kemih pad pasien hipospadia.
Karyotyping disarankan pada pasien dengan ambigu genitalia ataupun
cryptochirdism. Beberapa test seperti elektrolit, hydroxyprogesterone,
testosterone, luteinizing hormon, folliclestimulating hormon, sex hormon
binding globulin, dan beberapa tes genetik dipertimbangkan apabila
memungkinkan.
E. Penatalaksanaan
Tatalaksana Tujuan dari tatalaksana hipospadia adalah :
1. Membuat penis tegak lurus kembali sehingga dapat digunakan untuk
berhubungan seksual,
2. Reposisi muara urethra ke ujung penis agar memungkinkan pasien
berkemih sambil berdiri,
3. Membuat neourethra yang adekuat dan lurus,
4. Merekonstruksi penis menjadi terlihat normal,
5. Menurunkan resiko terjadinya komplikasi seminimal mungkin beberapa
tahap operasi perlu dilakukan seperti orthoplasty (Chordectomy) yaitu
melakukan koreksi chorde sehingga penis dapat tegak lurus kembali, lalu
6
urethroplasty, yaitu membuat urethra baru yang sesuai dengan lokasi
seharusnya, serta Glansplasty yaitu pembentukan glans penis kembali.
Glansplasty sering diikuti dengan prepucioplasty. Usia yang ideal untuk
dilakukan operasi adalah pada usia 6-12 bulan. Semakin dini dilakukan
operasi semakin mudah perawatan paska operasinya, termasuk dalam
masalah higienitas, pemakaian kateter, kebutuhan analgesik, dan perubahan
emosi paska operasi. Beberapa teknik operasi ditemukan dan semakin
mengalami banyak perkembangan. Teknik operasi yang paling sering
dilakukan adalah urethroplasty seperti Meatal Advancement-Glanuloplasty
(MAGPI), Glans Approximation Procedure (GAP), dan Tubularization
Incision of the Urethral Plate (TIP). Pada hipospadia proximal paling sering
digunakan teknik 2 stage graft. Apabila pasien ingin disirkumsisi maka
kulit preputium dapat digunakan sebagai bahan flap, namun apabila pasien
tidak ingin disirkumsisi maka dapat dilakukan prepucioplasty dan bahan
flap didapatkan dari mukosa mulut. Indikasi pemilihan teknik operasi yang
tepat dapat dilakukan berdasarkan lokasi serta derajat kurvatura penis. Di
Indonesia, teknik yang paling sering digunakan adalah TIP seperti yang
dilakukan Duarsa et al (55.56%), Tirtayasa et al (50%), dan Mahadi et al
(95.8%). Hal ini dimungkinkan karena teknik TIP fleksibel, angka
komplikasi rendah, dan menghasilkan muara urethra vertikal, dan jenis
hipospadia yang ditemukan adalah hipospadia distal.
7
BAB III
DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN PADA ANAK DENGAN
HIPOSPADIA
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. X
Umur : 3 tahun
Alamat : Surabaya
PROLOG
Pada tanggal 25 maret 2013, An. X usia 3 tahun dirujuk dari Puskesmas dengan
pipis yang merembes keluar bukan dari ujung penis tapi dari bawah penis. An.
X datang bersama Ibunya dan dilakukan pemeriksaan lalu didapatkan hasil
pemerikasaan Suhu : 37,5 0C, Respirasi : 30x/menit, Nadi : 80x/menit.
Kemudian pasien diobservasi oleh Dokter dan tim, dan didapatkan hasil bahwa
pasien didiagnosa penyakit Hipospadia penoscrotal
8
SUBYEKTIF
Ibu mengeluhkan anaknya meringis kesakitan saat buang air kecil dan
buang air kecil yang merembes dari bawah batang penis.
DATA OBJEKTIF
4. Pemeriksaan Fisik : S
a. Sistem genitalia: ♂ Skrotum kemerahan, 1 lubang berada di bawah
batang penis
b. Ekstrimitas : simetris, CTEV (-), polidaktili (-), akral hangat, CRT
2’, gerakan sendi panggul normal, spina bifida (-), palmar crease (-)
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin : 13,5 gr/dL
b. Hematokrit : 40,1 %
c. Lekosit : 10.250 mg/dl
d. Trombosit : 266.000 mg/dl
9
e. Erytrosit : 5.380.000 mg/dL
A. ANALISA
B. Penatalaksanaan
1. Memberitahukan kepada orang tua mengenai hasil pemeriksaan
2. Menjelaskan tindakan medis oprasi
3. Menjelaskan penanganan sebelum oprasi
4. Meminta orang tua menandatangani dan menyetujui surat persetuujuan (
informed concent) tindakan oprasi yang akan diberikan kepada anak.
5. Melakukan pendokumentasian
10
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipospadia adalah anormali perkembangan ditandai dengan meatus uretra
yang terbuka ke permukaan ventral atau penis, proksimal ke ujung
kelenjar.Meatus dapat berada di mana saja dari kelenjar di sepanjang batang
penis ke skrotum atau bahkan di perineum. Chordee, yaitu kelengkungan
ventral penis, memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan hipospadia.
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang
oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain gangguan
ketidakseimbangan hormon, faktor genetik serta faktor lingkungan.
B. Saran
Agar anak kita tidak menderita penyakit kwashiorkor, sebaiknya
berikan nutrisi yang adekuat kepada anak, terutama kalori dan protein yang
tinggi. Sumber makanan yang mengandung protein tinggi misalnya : tahu,
tempe, telur dll.
11
DAFTAR PUSTAKA
Marzuki, NS. 2017. Kelainan Bawaan Dan Penyebabnya. Jurnal Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
12