Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid
(misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat
menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia
terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan
sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses
penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan
kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan
dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2005).
I.2 Etiologi
Menurut Mutaqqin (2013), penyebabnya luka bakar dapat dibagi dalam beberapa
jenis, meliputi hal-hal berikut ini :
I.2.1 Panas basah (luka bakar) yang disebabkan oleh air panas (misalnya teko
atau minuman
I.2.2 Luka bakar dari lemak panas akibat memasak lemak
I.2.3 Luka bakar akibat api unggun, alat pemanggang, dan api yang disebabkan
oleh merokok ditempat tidur.
I.2.4 Benda panas (misalnya radiator)
I.2.5 Radiasi (misalnya terbakar sinar matahari)
I.2.6 Luka bakar listrik akibat buruknya pemeliharaan peralatan listrik.
Mungkin tidak jelas adanya kerusakan kulit, tetapi biasanya terdapat titik
masuk dan keluar. Luka bakar tersengat listrik dapat menyebabkan aritmia
jantung dan pasien ini harus mendapat pemantauan jantung minimal
selama 24 jam setelah cedera.
I.2.7 Luka bakar akibat zat kimia, disebabkan oleh zat asam dan basa yang
sering menghasilkan kerusakan kulit yang luas. Antidot untuk zat kimia
harus diketahui dan digunakan untuk menetralisir efeknya.
I.2.8 Cedera inhalasi terjadi akibat pajanan gas panas, ledakan, dan luka bakar
pada kepala, leher, atau tertahan di ruangan yang dipenuhi asap.
I.3 Tanda Dan Gejala
Manifestasi klinis yang dapat dilihat berdasarkan derajat luka bakar (Mansjoer,
2000) :
I.3.1 Grade I
I.3.1.1 Jaringan rusak hanya epidermis saja
I.3.1.2 Klinis ada rasa nyeri, warna kemerahan
I.3.1.3 Adanya hiperalgisia
I.3.1.4 Akan sembuh ± 7 hari
I.3.2 Grade II
I.3.2.1 Grade II a
A. Jaringan luka bakar sebagian dermis.
B. Klinis nyeri, warna lesi merah/kuning.
c. Klinis lanjutan terjadi bila basah
d. Tes jarum hiperaligesia, kadang normal
e. Sumber memerlukan waktu 7 – 14 hari
I.3.2.2 Grade II b
a. Jaringan rusak sampai dermis dimana hanya kelenjar keringat
saja yang masih utuh.
B. Klinis nyeri, warna lesi merah/kuning.
c. Tes jarum hiperalgisia
d. Waktu sembuh kurang lebih 14 – 12 hari
e. Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada sikatrik
I.3.3 Grade III
I.3.3.1 Jaringan yang seluruh dermis dan epidermis.
I.3.3.2 Klinis mirip dengan grade II hanya kulit bewarna
hitam/kecoklatan
I.3.3.3 Tes jarum tidak sakit.
I.3.3.4 Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
I.3.3.5 Hasil kulit menjadi sikratrik hipertrofi
I.4 Patofisiologi
Kulit adalah organ terbesar dari tubuh. Meskipun tidak aktif secara metabolic,
tetapi kulit melayani beberapa fungsi penting bagi kelangsungan hidup dimana
dapat terganggu akibat suatu cedera luka bakar. Suatu cedera luka bakar akan
mengganggu fungsi laut, seperti berikut ini :
I.5.3 GDA (Gas Darah Arteri) : untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
I.5.4 Elektrolit serum : kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
I.5.5 Natrium urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
I.5.6 Alkali fosfat : Peningkatan alkali fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
I.5.7 Glukosa serum : peninggian glukosa serum menunjukkan respon stress.
I.5.8 Albumin serum : untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
I.5.9 BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
I.5.10 Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
I.5.11 EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
I.5.12 Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.
I.6 Komplikasi
Komplikasi yang sering dialami oleh klien luka bakar yang luas antara lain :
I.6.1 Burn shock (shock hipovolemik)
Merupakan komplikasi yang pertama kali dialami oleh klien dengan luka
bakar luas karena hipovolemik yang tidak segera diatasi.
I.6.2 Sepsis
Kehilangan kulit sebagai pelindung menyebabkan kulit sangat mudah
terinfeksi. Jika infeksi ini telah menyebar ke pembuluh darah, dapat
mengakibatkan sepsis.
I.6.3 Pneumonia
Dapat terjadi karena luka bakar dengan penyebab trauma inhalasi
sehingga rongga paru terisi oleh gas (zat-zat inhalasi).
I.6.4 Gagal ginjal akut
Kondisi gagal ginjal akut dapat terjadi karena penurunan aliran darah ke
ginjal.
I.6.5 Hipertensi jaringan akut
Merupakan komplikasi yang biasa dialami pasien dengan luka bakar yang
sulit dicegah, akan tetapi bisa diatasi dengan tindakan tertentu.
I.6.6 Kontraktur
Merupakan gangguan fungsi pergerakan.
I.6.7 Dekubitus
Terjadi karena kurangnya mobilisasi pada pasien dengan luka bakar yang
cenderung bedrest terus.
Menurut Smeltzer (2000) :
1.6.1 Curhing ulcer (ulkus curhing)
1.6.2 Septikemia
1.6.3 Pneumonia
1.6.4 Gagal jantung akut
1.6.5 Deformitas
1.6.6 Kontraktur
1.6.7 Hipertrofi jaringan parut
1.6.8 Dekubitus
1.6.9 Syok sirkulasi
1.6.10 Syndrom kompartemen
1.6.11 Ileus parlitik
1.6.12 Defisit kalori protein
1.7 Penatalaksanaan
Pasien luka bakar (combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama
adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan
mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang
menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar
di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka
bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka
bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang
tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien
luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas „tersembunyi‟. Oleh karena itu,
setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan
menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa.
Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan
kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu,
penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
e. Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen
f. Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami
peningkatan sebagai kompensasi untuk mengataasi
kekurangan cairan
2.1.2.5 Pemeriksaan thorak/dada
a. Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi
dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena
cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi,
suara nafas tambahan ronchi
b. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi
adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi
adanya gastritis.
c. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman,
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk
pemasangan kateter.
d. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat
luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun
karen nyeri
2.1.2.6 Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS.
Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok
hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)
2.1.2.7 Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka
bakar (luas dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran
prosentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine lund
and Browder) sebagai berikut :
Bagian Tubuh 1 Th 2 Th Dewasa
Kepala leher 18% 14% 9%
Ekstrimitas atas (kanan dan kiri) 18% 18% 18 %
Badan depan 18% 18% 18%
Badan belakang 18% 18% 18%
Ektrimitas bawah (kanan dan kiri) 27% 31% 30%
Genetalia 1% 1% 1%
Brunner & Suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume
3. Jakarta: EGC
Ners Muda,
Preseptor Klinik,