Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

BRAIN METASTASE DARI TUMOR PARU

Oleh
Miftahul Jannah, S.Ked
NIM. 1830912320009

Pembimbing
dr.H. Among Wibowo, M.Kes, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FKUNLAM-RSUD PENDIDIKAN ULIN
BANJARMASIN
Mei, 2019
STATUS PENDERITA

I. DATA PRIBADI

Nama : Tn. H

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 58 tahun

Bangsa : Indonesia

Suku : Banjar

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Wiraswasta (bengkel)

Status : Menikah

Alamat : Jl.Padat Karya Komp.Herlina P Blok Kruwing Raya


No.75 Sungai Andai

MRS : 12 Mei 2019

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dengan pasien (Tn.H) dan Alloanamnesis dengan adik pasien

pada tanggal 17Mei 2019 pukul 14.30 WITA.

Keluhan Utama

Sakit kepala berat sejak 2 bulan terakhir

Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama

Badan lemah sebelah kiri

1
Perjalanan Penyakit

Pasien datang ke IGD RSUD Ulin Banjarmasin pada 12 Mei 2019 dengan

keluhan penurunan kesadaran. Pada hari Sabtu 11 Mei 2019 jam 11 malam

mulai penurunan kesadaran. Pasien bekerja di bengkel selama beberapa puluh

tahun. Awalnya, sekitar 2 bulan terakhir (sejak bulan Maret) pasien

mengeluhkan sakit kepala berat terasa tegang di bagian belakang

kepala.Keluhan berkurang setelah setiap kali dipijat. Tidak ada keluhan sesak,

batuk dan nyeri dada. Menurut keterangan pasien nafsu makan pasien normal

dan tidak ada penurunan berat badan. Pada saat keluhan nyeri kepala semakin

memberat disertai nyeri regio umbilical, demam hilang timbul danmuntah

terus setiap malam selama 4 hari pasien dibawa ke RSUD Ulin pada akhir

April 2019, lalu pasien mendapatkan perawatan, dari hasil foto thorax dan CT

Scan kepala pasien didiagnosa mengalami tumor otak metastase dari paru.

Pasien pulang dari perawatan tanggal 2 Mei. Setelah keluar rumah sakit,

pasien rutin meminum obat, pasien dapat berdiri dan berputar walau tidak

normal (sempoyongan). Setelah keluar 2 hari rumah sakit pasien merasa

lemah dan kebas sebelah kiri. Keluhan muncul bersamaan dan memburuk saat

pasien sedang berjemur di depan rumah dengan posisi duduk. Setelah merasa

lemah pasien hanya dipijat dengan balsem dan merasa membaik. Namun,

setelah beberapa hari keluhan nyeri kepala belakang dan kelemahan muncul

lagi dan terus memberat. Pasien merasakan nyeri kepala berat (VAS 7)

disertai rasa ngilu ketika menggerakkan kaki kiri. Satu hari sebelum masuk

2
rumah sakit pasien tidak mau makan dan sulit BAB, pasien sudah meminum

dulcolax dan hanya BAB sedikit.

Pada hari Minggu, 19 Mei 2019 di waktu pagi jam 07.30, pasien mengeluh

mata, leher, dan lengan atas kiri dan kanannya mengalami pembengkakan.

Hal ini membuat pasien sesak napas dan kesulitan untuk menelan makanan.

Keluhan berkurang pada sore hari setelah dikompres air panas dan infus

dilepas. Keluhan pasien tersebut dikonsulkan ke dokter DPJP. Dokter DPJP

memberikan persetujuan untuk dilakukan pemasangan NGT untuk keluhan

kesulitan menelan makanan dan rujukan untuk konsul ke bidang THT. Pada

hari Senin dokter THT melakukan pemeriksaan dan jika pasien kembali

mengalami sesak dan pembengkakan, dokter THT menyarankan untuk foto

soft tissue thorax AP/Lateral.

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada

Intoksikasi

Tidak ditemukan riwayat keracunan obat, zat kimia, makanan dan minuman.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah pasien mengalami kanker kulit

Keadaan Psikososial

Pasien tinggal bersama dengan istri, anak dan cucunya. Rumah permanen,

ventilasi rumah baik. Air minum dan MCK berasal dari air ledeng. Jarak

dengan rumah tetangga dekat. Hubungan dengan tetangga baik.

3
III. STATUS INTERNA SINGKAT

1. Keadaan Umum : Keadaan sakit : tampak sakit berat

Tensi : 130/90mmHg

Nadi : 75 kali /menit

Respirasi : 28kali/menit

Suhu : 36 oC

Status gizi : baik

2. Kepala/Leher :

- Mata : mata merah, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak


ikterik, ptosis (-/-), kelopak mata atas bengkak

- Mulut : Bibir kering, mukosa lembab

- Leher : peningkatan JVP (-), leher bengkak karena

pembesaran KGB (+)

3. Thoraks

- Pulmo : Bentuk dan pergerakan simetris, suara napas vesikuler

dan fremitus sedikit meningkat (kanan), wheezing (-),

ronki (-)

- Cor : BJ I/II tunggal, murmur (-)

4. Abdomen :hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani, bising usus
normal

5. Ekstremitas : Edema Plegi Akral hangat

D S D S D S

+ + - - + +

- - - - + +

4
Paresis

D S

- -

- +

IV. STATUS PSIKIATRI SINGKAT

Emosi dan Afek : Eutim (sesuai afek dan mood)

Proses Berfikir : Realistik

Kecerdasan : Baik

Penyerapan : Baik

Kemauan : Baik

Psikomotor : Aktif

V. NEUROLOGIS

A. Kesan Umum:

Kesadaran : Composmentis

GCS : E4V5M6

Pembicaraan : Disartri : (-)

Monoton : (-)

Scanning : (-)

Afasia : Motorik : (-)

Sensorik : (-)

Anomik : (-)

5
Konduksi : (-)

Global : (-)

Kepala : Besar : Normal

Asimetri : (-)

Sikap paksa : (-)

Tortikolis : (-)

Muka : Mask/topeng : (-)

Miophatik : (-)

Fullmooon : (-)

B. Pemeriksaan Khusus

1. Rangsangan Selaput Otak

Kaku kuduk : (-)

Kernig : (-)/(-)

Laseque : (-)/(-)

Bruzinski I : (-)

Bruzinski II : (-)/(-)

Bruzinski III : (-)

Bruzinski IV : (-)

2. Saraf Otak

a. N. Olfaktorius Kanan Kiri

Hyposmia (-) (-)

Parosmia (-) (-)

6
Halusinasi (-) (-)

b. N. Optikus Kanan Kiri

Visus + +

Lapang pandang normal normal

Funduskopi tidak dilakukan tidak dilakukan

c. N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducens

Kedudukan bola mata Kanan Kiri

tengah tengah

Pergerakan bola mata ke

Nasal : Normal Normal

Temporal : Normal Normal

Atas : Normal Normal

Bawah : Normal Normal

Temporal bawah : Normal Normal

Eksopthalmus : - -

Ptosis : - -

Pupil

Bentuk bulat bulat

Lebar 3mm 3mm

Perbedaan lebar isokor isokor

Reaksi cahaya langsung (+) (+)

Reaksi cahaya konsensual (+) (+)

Reaksi akomodasi (+) (+)

7
Reaksi konvergensi (+) (+)

d. N. Trigeminus

Kanan Kiri

Cabang Motorik

Otot Maseter Normal Normal

Otot Temporal Normal Normal

Otot Pterygoideus Int/Ext Normal Normal

Cabang Sensorik

I. N. Oftalmicus Normal Normal

II. N. Maxillaris Normal Normal

III. N. Mandibularis Normal Normal

Refleks kornea langsung Normal Normal

Refleks kornea konsensual Normal Normal

e. N. Facialis

Kanan Kiri

Waktu Diam

Kerutan dahi sama tinggi

Tinggi alis sama tinggi

Sudut mata sama tinggi

Lipatan nasolabial tidak terlihat

Waktu Gerak

Mengerutkan dahi sama tinggi

Menutup matakuat(+)

8
Bersiul bisa

Memperlihatkan gigi normal

Pengecapan 2/3 depan lidah tidak dilakukan

Sekresi air mata cukup

Hiperakusis (-) (-)

f. N. Vestibulokoklearis

Vestibuler

Vertigo : (-)

Nistagmus : (-)

Tinitus aureum :Kanan: (-) Kiri : (-)

Uji Romberg : tidak dilakukan

Cochlearis

Mendengar suara bisikan normal normal

Tes Rinne tdl tdl

Tes Webber tdl tdl

Tes Swabach tdl tdl

g. N. Glossopharyngeus dan N. Vagus

Bagian Motorik:

Suara : normal

Menelan : normal

Kedudukan arcus pharynx : normal

Kedudukan uvula : normal

Detak jantung : normal

9
Bising usus : normal

Bagian Sensorik:

Pengecapan 1/3 belakang lidah : normal

Refleks muntah: (+)

h. N. Accesorius

Kanan Kiri

Mengangkat bahu normal normal normal

Memalingkan kepala normal normal

i. N. Hypoglossus

Kedudukan lidah waktu istirahat : di tengah

Kedudukan lidah waktu bergerak : di tengah

Atrofi : tidak ada

Kekuatan lidah menekan pada bagian : kuat/kuat

Fasikulasi/Tremor pipi (kanan/kiri) : -/-

3. Sistem Motorik

Kekuatan Otot

Tubuh : Otot perut : normal

Otot pinggang : normal

Kedudukan diafragma : Gerak : normal

Istirahat : normal

Lengan (Kanan/Kiri)

M. Deltoid : 5/5

M. Biceps : 5/5

10
M. Triceps : 5/5

Fleksi sendi pergelangan tangan : 5/5

Ekstensi sendi pergelangan tangan : 5/5

Membuka jari-jari tangan : 5/5

Menutup jari-jari tangan : 5/5

Tungkai (Kanan/Kiri)

Fleksi artikulasio coxae : 5/4

Ekstensi artikulatio coxae : 5/4

Fleksi sendi lutut : 5/4

Ekstensi sendi lutut : 5/4

Fleksi plantar kaki : 5/4

Ekstensi dorsal kaki : 5/4

Gerakan jari-jari kaki : 5/4

Besar Otot :

Atrofi : tungkai kiri (disused atrofi)

Pseudohypertrofi :-

Respon terhadap perkusi : normal

Palpasi Otot :

Nyeri :-

Kontraktur :-

Konsistensi : Normal

Tonus Otot :

Lengan Tungkai

11
Kanan Kiri Kanan Kiri

Hipotoni - - - -

Spastik - - - -

Rigid - - - -

Rebound - - - -

phenomen

Gerakan Involunter

Tremor : Waktu Istirahat : -/-

Waktu bergerak : -/-

Chorea : -/-

Athetose : -/-

Balismus : -/-

Torsion spasme : -/-

Fasikulasi : -/-

Myokimia : -/-

Koordinasi :

Telunjuk kanan – kiri tidak dilakukan

Telunjuk-hidung tidak dilakukan

Gait dan station :tidak dilakukan

4. Sistem Sensorik

Kanan/kiri

Rasa Eksteroseptik

 Rasa nyeri superfisial : normal/normal

12
 Rasa suhu : tidak dilakukan

 Rasa raba ringan : normal/normal

Rasa Proprioseptik

 Rasa getar : tidak dilakukan

 Rasa tekan : normal/normal

 Rasa nyeri tekan : normal/normal

 Rasa gerak posisi : normal/normal

Rasa Enteroseptik

 Refered pain : tidak ada

5. Fungsi luhur

 Apraxia : Tidak ada

 Alexia : tidak dilakukan

 Agraphia : tidak dilakukan

 Fingerognosis : Tidak ada

 Membedakan kanan-kiri : Tidak ada

 Acalculia : Tidak ada

6. Refleks-refleks

Refleks kulit

Refleks kulit dinding perut : normal

Refleks cremaster : Tidak dilakukan

Refleks gluteal : Tidak dilakukan

Refleks anal : Tidak dilakukan

Refleks Tendon/Periosteum (Kanan/Kiri):

13
 Refleks Biceps : 2/2

 Refleks Triceps : 2/2

 Refleks Patella : 2/1

 Refleks Achiles : 2/1

Refleks Patologis :

Tungkai

Babinski : -/- Chaddock : -/-

Oppenheim : -/- Rossolimo : -/-

Gordon : -/- Schaffer : -/-

Lengan

Hoffmann-Tromner : -/-

Reflek Primitif : Grasp tidak dilakukan

Snouttidak dilakukan

Sucking tidak dilakukan

Palmomental tidak dilakukan

7. Susunan Saraf Otonom

 Miksi : inkontinensi (-)

 Defekasi : konstipasi (+)

 Sekresi keringat : normal

 Salivasi : normal

8. Columna Vertebralis

Kelainan Lokal

 Skoliosis : tidak ada

14
 Khypose : tidak ada

 Khyposkloliosis : tidak ada

 Gibbus : tidak ada

Gerakan Servikal Vertebra

 Fleksi :normal

 Ekstensi : normal

 Lateral deviation : normal

 Rotasi : normal

Gerak Tubuh:tidak dilakukan

Hasil laboratorium tanggal 12 Mei 2019 :

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Hematologi
Hemoglobin 13.0 14.0 - 18.0 g/dl
Leukosit 10.3 4.0 - 10.5 ribu/ul
Eritrosit 4.34 4.10 –6.00 juta/ul
Hematokrit 39.2 42.00 – 52.00 vol %
Trombosit 298 150 – 450 ribu/ul
RDW-CV 13.5 12.1 - 14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 90.3 75.0 - 96.0 Fl
MCH 30.0 28.0 - 32.0 Pg
MCHC 33.2 33.0 - 37.0 %
Hitung Jenis
Gran% 78.7 50.0 – 70.0 %
Limfosit% 13.9 25.0 – 40.0 %
MID % 7.4 4.0–11.0 %
Gran# 8.10 2.50 - 7.00 ribu/ul
Limfosit # 1.40 1.25 – 4.0 ribu/ul
MID# 0.8 ribu/ul
KIMIA
GULA DARAH
GlukosaDarah Sewaktu 139 <200 mg/dl
HATI DAN PANKREAS
SGOT 16 0– 46 U/l

15
SGPT 16 0– 45 U/I
GINJAL
Ureum 52 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 0.76 0.6 - 1.2 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 134 136-145 Meq/L
Kalium 5.0 3.5-5.1 Meq/L
Chlorida 100 95-107 Meq/L

Hasil laboratorium tanggal 17 Mei 2019:

Pemeriksaan Hasil NilaiRujukan Satuan


KIMIA
FAAL LEMAK DAN JANTUNG
LDH 196 125-220 U/L
GINJAL
Ureum 94 0-50 mg/dl
Kreatinin 0.8 0.72-1.25 mg/dl
IMUNO-SEROLOGI
Hiv (Elisa) 0.19 <1.00 s/co
HEPATITIS
HbsAg (Elisa) 0.23 <1.00 s/co
PERTANDA TUMOR
CEA 358.08 <3.00 ng/ml
TORCH
Anti Toxoplasma IgM 0.03 Neg : <0.56 -
(Negative) Pos : >0.65
Anti Toxoplasma IgG 0 Neg: <4 IU/mL
(Negative) Pos: >6

Pemeriksaan yang disarankan

CT-Scan kontras ( Jadwal 25 Mei 2019)

Guided FNAB

16
Hasil Foto Thorax tanggal 29April 2019

17
Hasil Foto Thorax AP/Lateral tanggal 16 Mei 2019

Kesimpulan:tumorparu dextra

18
CT-Scan 02 Mei 2019

19
CT-Scan 12 Mei 2019

Kesimpulan : lesi hipodense lobus occipital sinistra dan edema peritemporal

hemisphere bilateral

20
RESUME

1. ANAMNESIS:

- Nyeri kepala dengan VAS 7

- Kelemahan tungkai bawah kiri

- Nyeri kepala kronis selama 2 bulan terakhir

2. PEMERIKSAAN

Interna

Kesadaran : Komposmentis, GCS E4 V5 M6

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 75 kali /menit

Respirasi : 28 kali/menit

Suhu : 36oC

Kepala/Leher : Pembengkakan wajah dan leher/

pembesaran KGB

Thorax : suara napas vesiukler dan fremitus

Meningkat

Abdomen : normal

Ekstremitas bawah : parase tungkai kiri

Status psikiatri: tidak ada kelainan

Status Neurologis

 Kesadaran : komposmentis GCS 4-5-6

 Pupil isokor, diameter 3/3mm, refleks cahaya +/+, gerak mata

simetris

21
 Rangsang selaput otak: tidak ada kelainan

 Saraf kranialis: normal

 Motorik: lengan 5/5, tungkai 5/4

 Tonus: Lengan :normal/normal, Tungkai :normal/normal

 Sensorik: Lengan : normal/normal, Tungkai : normal/normal

 Reflek fisiologis BPR : 2/2, TPR: 2/2, KPR : 2/1, APR : 2/1

 Refleks patologis : babinski -/-

 Susunan saraf otonom : konstipasi

 Edem pada daerah wajah, leher dan lengan atas

3. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Sefalgia kronis, monoparasesinistra, sindrom vena

cava superior

Diagnosis Topis : massa tumor paru dextra, lesi hipodense lobus

occipital sinistra dan edema peritemporal

hemisphere bilateral

Diagnosis Etiologis : brain metastase dari tumor paru

4. PENATALAKSANAAN

- IVFD NS/Aminofluid20 tpm - Inj. Citicoline 2x250 mg

- Inj. Lansoprazole1x1 - Inj. Antrain 3x1

- Inj. Dexametasone 3x5 mg - Inj. Lasix 1x40 mg

- PO: NAC 3x200 mg

- PO: Zink 2x1

- Nebul Ventolin/ 8 Jam

22
PEMBAHASAN

Anamnesis didasarkan pada penemuan klinis yaitu dengan cara

menanyakan gejaladefisit neurologis baik saraf kranial maupun saraf otonom,

fungsi motorik dan sensorik serta tanda-tanda peningkatan TIK. Pertanyaan ini

dilengkapi dengan onset dan progresivitas.

Pada anamnesis didapatkan keluhan/gejala defisit neurologik terjadi secara

bertahap dan dirasakan oleh pasien sejak lebih kurang 2 bulan yang lalu. Keluhan

berupa sakit kepala berat dan tegang di bagian belakang kepala, nyeri region

umbilical, demam yang hilang timbul dan muntah setiap malam selama 4 hari

berturut-turut. Akhirnya pasien dibawa ke RSUD Ulin pada akhir 2019 dan

melakukan pemeriksaan foto thorax dan CT Scan.Dari hasil pemeriksaan, pasien

didiagnosa tumor otak metastase dari paru. Tanda dan gejala yang dirasakan

pasien sesuai dengan lokasi massa berada. Kelemahan terjadi pada tungkai kiri.1

Keluhan bengkak/edema di daerah kelopak mata bagian atas, lengan atas

kiri dan kanan serta leher juga dialami oleh pasien. Keluhan bengkak/edema juga

disertai oleh sakit kepala bagian belakang. Berbagai keluhan yang dirasakan

pasien dinamakan sindroma vena cava superior. Penekanan dan invasi tumor ke

pembuluh darah mediastinum dapat menimbulkan gangguan aliran darah vena

cava superior. Keadaan ini dapat menyebabkan gejala edema di wajah,

ekstremitas atas, leher bengkak, vena-vena lengan dan dinding dada melebar serta

menimbulkan rasa sakit kepala dan sesak napas.1

23
Berdasarkan asal dan sifat sel tumor,tumor cerebri dibedakan menjadi

tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dibagi menjadi tumor bersifat

jinak dan tumor bersifat ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas

karena merupakan metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti pada

kanker paru-paru, payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma.

Tumor primer yang bersifat ganas adalah astrositoma, neuroblastoma dan

kordoma, sedangkan yang bersifat jinak adalah neurinoma dan glioma.2.3

Metastasis otak biasanya ditemukan pada penyakit sistemik. Namun, pada

beberapa pasien, tanda dan gejala penyakit intrakranial muncul sebelum kanker

sistemik ditemukan. Evaluasi gejala neurologis menunjukkan metastase sistem

saraf pusat, dan setelah evaluasi sistemik, penyakit keganasan yang mendasarinya

ditemukan. Pada beberapa pasien, sumber keganasan sistemik tidak pernah

ditemukan. Sekitar setengah dari total pasien dengan metastase otak memiliki lesi

tunggal dan tambahan 20% memiliki 2 lesi. Sehingga 70% pasien memiliki

potensi untuk terapi fokal.4

Kanker paru sel besar merupakan lesi primer yang paling sering metastasis

ke otak, namun melanoma dan kanker paru sel besar memiliki kecenderungan

yang lebih besar untuk metastasis ke otak. Kanker primer lainnya yang sering

menyebar ke otak termasuk kanker payudara, ginjal dan gastrointestinal. Hampir

setiap keganasan pernah dilaporkan metastasis ke otak, namun tumor yang jarang

metastasis ke otak adalah tumor prostat, pankreas dan uterus.4

Pada otopsi, sebanyak 25% pasien dengan kanker sistemik memiliki

metastasis intrakranial: 15% metastasis ke otak, 5% ke leptomeninges dan 5% ke

24
dura. Insidensi metastase SSP dapat bertambah seiring canggihnya terapi untuk

memperlama survival rate dari penyakit sistemik. Hal ini dapat membuat tumor

mikroskopik pada lokasi-lokasi seperti SSP berkembang dan menimbulkan gejala.

Metastasis otak 8 kali lebih lazim dibandingkan tumor primer otak; 12.000 orang

dengan tumor primer di otak meninggal setiap tahunnya di US sedangkan 93.000

orang meninggal karena metastasis otak simtomatis setiap tahunnya. 4

Pembagian tumor dalam kelompok benigna dan maligna tidak berlaku

secara mutlak bagi tumor intrakranial, oleh karena tumor yang benigna secara

histologik dapat menduduki tempat yang vital sehingga menimbulkan kematian

dalam waktu singkat. Gejala klinis tumor intrakranial dapat dibagi dalam :

(1) Gangguan Kesadaran akibat Peningkatan Tekanan Intrakranial 5

Proses desak ruang tidak saja memenuhi rongga tengkorak yang merupakan

ruang yang tertutup, tetapi proses neoplasmatik sendiri dapat menimbulkan

perdarahan setempat. Selain itu jaringan otak juga bereaksi menimbulkan

edema yang berkembang karena penimbunan katabolit di sekitar jaringan

neoplasmatik, atau karena penekanan pada vena yang harus mengembalikan

darah vena, terjadilah stasis yang cepat disusul oleh edema. Dapat juga aliran

likuor tersumbat oleh tumor sehingga tekanan intrakranial cepat melonjak

karena penimbunan likuor proksimal daripada tempat penyumbatan. Pada

umumnya dapat dikatakan bahwa tumor di fosa kranii posterior lebih cepat

menimbulkan gejala-gejala yang mencerminkan peningkatan tekanan

intrakranial.

25
Peningkatan tekanan intrakranial secara progresif menimbulkan gangguan

kesadaran dan manifestasi disfungsi batang otak yang dinamakan (a) sindrom

unkus atau sindrom kompresi deinsefalon ke lateral, (b) sindrom kompresi

sentral rostrokaudal terhadap batang otak dan (c) herniasi serebelum di

foramen magnum. Sebelum tahap stupor atau koma tercapai, tekanan

intrakranial yang meninggi sudah menimbulkan gejala-gejala umum.

(2) Gejala-Gejala Umum akibat Peningkatan Tekanan Intrakranial 5

 Sakit kepala – merupakan gejala umum yang dapat dirasakan pada setiap

tahap tumor intrakranial. Sifat sakit kepala berdenyut-denyut atau rasa

penuh di kepala seolah-olah akan meledak. Nyeri paling hebat di pagi hari,

karena selama tidur malam PCO2 serebral meningkat sehingga

mengakibatkan peningkatan CBF dan semakin meningkatkan tekanan

intrakranial. Selain itu lonjakan tekanan intrakranial sejenak karena batuk

atau mengejan juga memperberat nyeri kepala. Nyeri kepala merupakan

gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20% dari penderita. Lokalisasi

nyeri yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendiri. Tumor

di fosa kranii posterior hampir semuanya menimbulkan sakit kepala pada

tahap dini, yang berlokasi di kuduk sampai daerah suboksipital.

Sebaliknay tumor supratentorial jarang menimbulkan sakit kepala di

oksiput kecualai bilamana tumor supratentorial sudah berherniasi di

tentorium.

26
 Muntah – seringkali pada pagi hari setelah bangun tidur karena mekanisme

serupa dengan sakit kepala. Sifat muntah proyektil dan tidak didahului

oleh mual

 Kejang fokal – seringkali merupakan manifestasi pertama tumor

intrakranial pada 15% penderita.

 Gangguan mental – tumor serebri dapat mengakibatkan demensia, apatia,

gangguan watak dan intelegensi, bahkan psikosis

 Perasaan abnormal di kepala – seperti enteng di kelapa atau pusing.

Mungkin sekali perasaan itu timbul sehubung adanya peningkatan tekanan

intrakranial.

(3) Tanda-Tanda Lokalisatorik yang Menyesatkan 5

Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai

dengan tempat yang didudukinya. Adapun tanda-tanda itu adalah :

 Kelumpuhan saraf otak karena desakan tumor, saraf otak dapat tertarik

atau tertekan. Desakan tersebut tidak usah secara langsung mendesak

terhadap saraf otak. Saraf yang paling sering terkena adalah nervus

kranialis 3, 4 dan 6

 Refleks patologis yang positif pada kedua sisi dapat ditemukan pada

penderita dengan tumor di dalam salah satu hemisferum saja. Fenomena

ini dapat dijelaskan oleh adanya pergeseran mesensefalon ke sisi

kontralateral sehingga pedunkulus serebri pada sisi kontralateral itu

mengalami kompresi dan refleks patologik pada sisi kontralateral itu

27
mengalami kompresi dan refleks patologik pada sisi tumor menjadi positif.

Sedangkan refleks patologik di sisi kontralateral terhadap tumor adalah

positif karena kerusakan pada jaras kortikospinalis di tempat yang

diduduki tumor sendiri

 Gangguan mental dapat timbul pada tumor intrakranial di lokasi manapun

 Ensefalomalasia akibat kompresi arteri serebral oleh suatu tumor dapat

terjadi didaerah yang agak jauh dari tempat tumor sendiri, sehingga gejala

defisit yang timbul misalnya hemianposia atau afasia tidak dapat dianggap

sebagai tanda lokalisatorik

(4) Tanda-Tanda Lokalisatorik yang Benar atau Gejala Fokal 5

Neoplasma serebral yang tumbuh di daerah fungsional yang khas akan

membangkitkan defisit serebral tertentu sebelum manifestasi hipertensi

intrakranial menjadi suatu kenyataan. Adapun defisit serebral itu adalah

monoparesis, hemiparesis, hemianopia, afasia, anosmia dan seterusnya.

Dalam hal tersebut, gejala dan tanda di atas memiliki arti lokalisatorik. Tetapi

bilamana tekanan intrakranial sudah cukup tinggi dan membangkitkan berbaragi

gejala dan tanda, maka hemiparesis yang bangkit atau afasia yang baru muncul

tidak mempunyai arti lokalisatorik. Seringkali gejala atau tanda dini luput dihargai

sebagai tanda lokalisatorik, karena proses desak ruang belum terpikir. Baru

setelah manifestasi peningkatan tekanan intrakranial muncul, tanda atau gejala

tersebut dikenal secara retrosektif sebagai tanda atau gejala lokalisatorik.

28
 Tumor lobus frontalis 5

Sakit kepala merupakan manifestasi dini, sedangkan papiledema dan muntah

timbul pada tahap lanjut, bahkan mungkin tidak akan muncul sama sekali.

Walaupun gangguan mental dapat timbul sehubung dengan tumor intrakranial di

daerah manapun, akan tetapi kebanyakan gangguan mental dijumpai sebagai

manifestasi dini pada orang dnegan tumor di lobus frontalis dan korpus kalosum.

Karena fungsi intelektual juga mundur, maka seringkali timbul konfabulasi

sebagai gejala kompensatorik, berupa “Witselsucht” yaitu suka menceritakan

lelucon yang diulang-ulang

Kejang tonik fokal (kejang adversif) merupakan gejala fokal pada bagian lobus

frontalis di sekitar daerah premotorik. Katatonia pun simptom fokal lobus

frontalis. Baik karena tumor maupun lesi apapun refleks memegang yang positif

selalu dinilai sebagai khas lokalisasi lobus frontalis. Juga anosmia menunjuk

kepada adanya tumor di lobus frontalis, bila patologi pada bagian perifer nervus

olfaktorius dapat disingkirkan. Tidak jarang anosmia timbul bersamaan dengan

sindrom Foster-Kennedy (atrofi n. optikus ipsilateral & papiledema kontralateral)

pada tumor (meningioma) yang tumbuh di sekitar traktus olfaktorius.

 Tumor di daerah presentral 5

Tumor yang menduduki girus presentral seringkali bertindak sebagai perangsang

terhadap daerah motorik, sehingga menimbulkan kejang fokal pada sisi

kontralateral sebelum munculnya manifestasi peningkatan tekanan intrakranial.

Bila tumor di daerah presentral sudah menimbulkan destruksi struktural, dapat

29
timbul hemiparesis kontralateral. Jika tumor tumbuh di falks serebri setinggi

daerah presentralis, dapat timbul paraparesis. Gangguan miksi juga lebih sering

dan erat berkorelasi dengan tumor di fisura sagitalis daripada bagian lain di otak.

 Tumor di lobus temporalis 5

Manifestasi khas bagi proses desak ruang di lobus temporalis biasanya kurang

menonjol, apalagi bila temporalis kanan yang diduduki. Kecuali bila bagian

terdepan lobus temporalis yaitu unkus yang terkena. Unkus merupakan pusat

kortikal persepsi penghiduan dan pengecapan. Bila unkus terangsang oleh

neoplasma, maka timbullah serangan yang dinamakan “uncinate fit”.

Hemianopsia kuadran atas kontralateral harus dinilai sebagai tanda lokalisatorik

khas bagi lesi di lobus temporalis bila disertai tinitus, halusinasi auditorik, afasia

sensorik dan apraksia.

 Tumor di lobus parietalis 5

Tumor yang menududki daerah korteks lobus parietalis dapat merangsang korteks

sensorik, sebelum manifestasi lain dijumpai. Akibat rangsangan itulah timbul

serangan Jackson sensorik. Jika tumor sudah menimbulkan destruksi struktural

pada korteks lobus parietalis, maka segala macam perasaan pada daerah tubuh

kontralateral tidak dapat dirasakan dan dikenal. Gangguan ini mengakibatkan

timbulnya astereognosia dan ataksia sensorik. Bila bagian-bagian dalam lobus

parietalis terkena, maka timbullah gejala yang dinamakan ”thalamic over-

reaction” yaitu reaksi berlebihan terhadap rangsang protopatik. Karena lesi yang

30
dalam itu serabut-serabut radiasio optika dapat terputus juga, sehingga timbul

hemianopsia kuadran bawah homonim yang kontralateral. Bagian posterior lobus

parietalis yang berdampingan dengan lobus temporalis dan lobus oksipitalis

merupakan daerah penting bagi keutuhan fungsi luhur. Maka dari itu, destruksi

akibat tumor yang menduduki daerah itu akan disusul dengan timbulnya berbagai

macam agnosia dan afasia sensorik, serta apraksia

 Tumor di lobus oksipitalis 5

Tumor yang menduduki lobus oksipitalis jarang. Bila ada, maka gejala dini yang

menonjol berupa sakit kepala di oksiput. Kemudian dapat disusul oleh

berkembangnya gangguan medan penglihatan dan agnosia visual.

 Tumor di korpus kalosum 5

Terkadang timbul sindrom yang khas, tetapi seringkali menimbulkan gejala-gejala

umum. Sindroma karpus kalosum yang khas terdiri dari gangguan mental,

terutama cepat lupa, sehingga melupakan sakit kepala yang baru saja mereda.

Demensia yang timbul sering disertai kejang umum atau fokal tergantung pada

lokasi dan luasnya tumor yang menduduki korpus kalosum. Gangguan-gangguan

tersebut dapat disusul oleh paraparesis bahkan diaparesis atau manifestasi ganglia

basalis

31
(5) Tanda-Tanda Fisik Diagnostik pada Tumor Intrakranial 5

1. Papiledema dapat timbul pada peningkatan tekanan intrakranial atau akibat

penekanan pada nervus optikus oleh tumor secara langsung. Papiledema

tidak usah memiliki hubungan dengan lamanya tekanan intrakranial yang

meninggi. Bila tekanan intrakranial melonjak secara cepat, maka

papiledemanya memperlihatkan kongesti venosa yang jelas, dengan papil

warna merah tua dan perdarahan-perdarahan di sekitarnya.

2. Pada anak-anak, peningkatan tekanan intrakranial dapat memperbesar

ukuran kepala dan teregangnya sutura. Pada perkusi terdengar bunyi kendi

yang rengat. Dan pada adanya tumor jaringan vaskular atau malformasi

vaskular, askultasi kepala terdengar bising

3. Hipertensi intrakranial mengakibatkan iskemia dan gangguan pusat-pusat

vasomotorik serebral sehingga menimbulkan bradikardia dan tekanan

darah sistemik yang meningkat secara progresif. Fenomena tersebut dapat

dianggap sebagai mekanisme kompensatorik untuk menanggulangi

keadaan iskemia

4. Irama dan frekuensi pernapasan berubah akibat melonjaknya tekanan

intrakranial. Kompresi batang otak dari luar mempercepat pernapasan

yang diseling oleh pernapasan jenis Cheyne-Stokes. Kompresi sentral

rostrokaudal terhadap batang otak menimbulkan pernapasan yang lambat

namun dalam. Bagian-bagian tulang tengkorak dapat mengalami destruksi

atau rangsangan, karena adanya suatu tumor yang berdekatan dengan

tulang tengkorak.

32
Diagnosis Banding pada Keluhan Nyeri Kepala 6

Tegang Otot Tumor Migrain Pasca


Otak Trauma
Frekuensi Minimal 10 x Minimal 10 x
Kualitas Berat seperti Berdentum Berlangsung Menetap
diikat, seakan-akan antara 4 – 72 selama atau
ditekan, mau pecah jam dan diantara baru timbul
tegang serangan tidak setelah 3
ada nyeri kepala bulan pasca
trauma
Berdenyut,
intensitas
sedang – berat
Lokasi Frontal dan Unilateral
nyeri tengkuk,
kadang
menyeluruh
atau bilateral
Faktor Bertambah Bertambah Kegiatan fisik
presipitasi saat siang nyeri bula
hari dan batuk, bersin
berkurang dan
setelah mengedan
istirahat
Tidak ada Muntah Mual dan Insomnia,
proyektil muntah, sukar
Gejala fotofobia, konsentrasi,
penyerta fonofobia lekas marah,
cepat
tersinggung
Defisit Tidak ada Tergantung Tidak ada Dapat timbul
neurologis lokasi tumor hemiplegik,
di otak afasia dan
epilepsi
Tambahan Riwayat
trauma (+)

Penatalaksanaan tumor cerebri sesuai Standar Kompetensi Dokter

Indonesia,dokter praktek umum dituntut untuk bisa mencapai kompetensi 2, yaitu

mendiagnosis dan merujuk. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik

33
terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi

penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti

sesudah kembali dari rujukan.3,7

Penatalaksanaan tumor cerebri sesuai literatur adalah

pemberiankortikosteroid, drug of choice adalah deksametason untuk mengurangi

nyeri pada 85% kasus dan kemungkinan juga menghasilkan perbaikan

neurologis.Pasien mendapatkan PPI. Hal ini dikarenakan karena efek samping

deksamatasone berupa iritasi pada lambung. Sehingga pemberian lansoprazole

pada kasus ini sudah tepat. Analgesik antrain untuk mengurangi rasa nyeri dan

vitamin neurotropik diberikan kepada pasien.8-10

Pasien pada kasus ini diberikan tatalaksana sebagai berikut:

IVFD NS/Aminofluid 20 tpm -Inj.Citicoline 2x250mg

Inj.Lansoprazole 1x1 -Inj.Antrain 3x1

Inj.Dexametasone 3x5mg -Inj.Lasix 1x40mg

PO:NAC 3x200mg

PO:Zink 2x1

Nebul Ventolin/8Jam

Pemberian cairan dengan amino fluid pada kasus ini mengandung elektrolit,

glukosa dan protein dan biasanya akan diberikan sebelum dan setelah tindakan

medis seperti operasi. Aminofluid dibuat dari berbagai senyawa atau zat aktif,

seperti asam amino bebas, glukosa, nitrogen, asam amino esensial atau non

esensial yang bagus untuk perbaikan jaringan, kekebalan tubuh, fungsi otak,

34
gangguan gerakan, kejang, hypomagnesemia akut, kekurangan asam amino, dan

sakit kronis.

Pemberian antrain sebagai analgetik, NAC sebagai mukolitik untuk

mengencerkan lendir pernapasan, zink membantu penyembuhan luka, berperan

dalam indera perasa dan penciuman, memperkuat sistem kekebalan tubuh,

membantu pertumbuhan sel, serta mengurai karbohidrat, citicoline sebagai

neuroprotektor untuk mengobati luka di kepala, penyakit serebrovaskular seperti

stroke, hilang ingatan karena faktor usia, penyakit Parkinson, ADHD (attention

deficit-hyperactive disorder), dan glaukoma, lasix untuk membantu mengobati

retensi cairan (edema) dan pembengkakan yang disebabkan oleh kegagalan

jantung kongestif, penyakit hati, penyakit ginjal, atau kondisi medis lainnya.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Kanker paru Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia.


Perhimpunan Dokter Paru di Indonesia. 2003

2. Chamberlain MC and Tredway TL. Adult primary intradural spinal cord


tumors: a review. Curr Neurol Neurosci Rep. 2011; 11(2):320-8.

3. Bradley, Walter G., Daroff, Robert B., Fenichel, Gerald M dan Jankovic,
Joseph. Neurology in Clinical Practice – Principles of Diagnosis and
Management 4th Edition Volume I. Elsevier. 2004

4. Rowland, Lewis P (Ed). Merritt’s Neurology 13th Edition. Lippincott


Williams and Wilkins. 2015

5. Mardjono, Mahar dan Sidharta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta.


Dian Rakyat. 2008

6. International Headache Society. ‘The International Classification of


Headache Disorders (beta version)” Cephalalgia an International Journal
of Headache 33 No.9 halaman 629 – 808. Sagepub. 2013

7. Ropper, Allan H., Samuels, Martin A dan Klein, Joshua P. Adams and
Victor’s Principles of Neurology 10th Edition. New York. McGraw-Hill.
2014

8. American Cancer Society. Cancer facts & figures 2013. American Cancer
Society; 2013.

9. Lee CS and Jung CH. Metastatic spinal tumor. Asian Spine Journal. 2012;
6(1):71-8.

10. Nittby HR and Bendix T. A review: on the variations of cervical


dermatomes. International Journal of Anatomy and research. 2014;
2(3):462-9.

36

Anda mungkin juga menyukai