Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Allah Swt. mengirim para nabi dan rasul kepada manusia untuk mengajarkan
kepada mereka ajaran-Nya. Diantara manusia, ada yang mengimani kenabian dan
kerasulan tersebut, namun tidak sedikit pula yang mengingkarinya. Untuk
melegitimasi eksistensi mereka sebagai utusan-Nya, Allah menguatkan mereka
dengan mukjizat-mukjizat. Mukjizat-mukjizat tersebut ditantangkan kepada
pembangkangnya untuk mendatangkan hal serupa jika mereka tetap tidak mau
beriman.
Al-Qur’an adalah salah satu dari mukjizat-mukjizat tersebut, diberikan oleh
Allah swt kepada nabi Muhammad saw. Ia adalah mukjizat beliau yang abadi, yang
tidak habis atau terhenti bersamaan dengan wafatnya beliau. Tantangan bagi
pengingkarnya terus berlaku sepanjang zaman. Ketidakmampuan manusia sampai
hari ini untuk mendatangkan semisal dengannya, merupakan mukjizat luar biasa yang
menakjubkan.
Al-Qur’an bagi kaum Muslimin adalah Kalam Allah yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril selama kurang lebih dua
puluh tiga tahun1, dan ia juga adalah satu-satunya kitab suci yang abadi di sepanjang
zaman, karena firman-firman-Nya sepenuhnya benar dan sempurna, maka ia tidak
mungkin terbatas oleh zaman.2 Oleh karena itu, Al-Qur’an selain merupakan kitab
suci, ia juga merupakan mu’jizat yang terbesar bagi Nabi Muhammad saw dan tidak

1
Amal. T. A, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Jakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama,
2001, h. 1.
2
Allamah HM. Thabathaba’i, Mengungkap Rahasia al-Qur’an, Alih bahasa: A. Malik
Madani, Bandung: Mizan, 1997, h. 33.

1
tertandingi sampai saat ini, yang di mata sejumlah pengamat Barat sebagai suatu kitab
yang sulit difahami dan diapresiasi.3
Mengkaji masalah kemu’jizatan Al-Qur’an merupakan suatu hal yang cukup
sulit, karena hakikat mu’jizat itu sendiri tidak dapat dipahami melalui penekatan
ilmiah, dan hanya dapat difahami serta diterima melalui pendekatan iman, di samping
Al-Qur’an secara terus-menerus menantang semua ahli kesusastraan Arab supaya
mencoba ditandingi. Namun tidak seorang pun yang mampu menjawab tantangan Al-
Qur’an. Mereka bahkan tidak sanggup menirunya, karena Al-Qur’an memang berada
di atas puncak yang tidak mungkin diungguli. Al-Qur’an memang bukan kalimat
manusia. Namun demikian, usaha untuk memahami kemu’jizatan Al-Qur’an itu
adalah salah satu cara untuk memahami keagungan dan keistimewaan Al-Qur’an,
bahkan keotentikannya.
Dalam konteks itulah, pada dasarnya kemu’jizatan Al-Qur’an tidak perlu
diperdebatkan lagi. Namun demikian, apa sajakah aspek-aspek kemu’jizatan Al-
Qur’an dan apakah kemu’jizatan itu meliputi seluruh bagian dari Al-Qur’an atau
sebagiannya saja dan apa sajakah jalan-jalan kemu’jizatan Al-Qur’an itu. Menyikapi
kemukjizatan Al-Qur’an ini, ada yang berpendapat bahwa kemukjizatan Al-Qur’an
berasal dari luar (faktor eksternal), bukan dari Al-Qur’an itu sendiri. Sementara yang
lain berpendapat bahwa, kemukjizatan Al-Qur’an itu berasal dari Al-Qur’an itu
sendiri (faktor internal). Tulisan ini, selain akan menjelaskan dua pendapat di atas,
juga menyertakan beberapa contoh segi kemukjizatan internal Al-Qur’an ditinjau dari
segi keindahan bahasa, munasabah, berita gaib, informasi sejarah, ilmu pengetahuan,
hukum dan bilangan.

3
A. T. Welch, Introduction: Qur’anic Studies – Problems and Prospects, Journal of the
American Academy of Religion, vol. 47 (1979), h. 620.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mukjizat


Kata “Mukjizat” telah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, mukjizat diartikan sebagai: kejadian (peristiwa) ajaib yang
sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Pengertian ini bukanlah pengertian
yang dimaksud dalam istilah agama Islam. Mukjizat berasal dari bahasa Arab. Dalam
kamus Al-Munjid, akar kata mukjizat adalah ‘ajaza yang berarti lemah, bentuk
aktifnya adalah a’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan lemah. Mukjizat
diartikan sebagai suatu peristiwa luar biasa yang menjadikan manusia lemah (tidak
mampu) mendatangkan yang semisal dengannya. 4
Pengertian ini pun belum mencakup makna istilah mukjizat menurut agama
Islam. Mukjizat dalam istilah agama Islam, sebagaimana yang didefinisikan oleh
pakar agama Islam, antara lain: sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang
terjadi melalui seorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya, yang
ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa,
namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu.
Sementara menurut Quraish Shihab, mu’jizat adalah suatu hal atau peristiwa
luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi, sebagai bukti
kenabiannya yang ditantangkan kepada orang yang ragu, untuk melakukan atau
mendatangkan hal yang serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan
tersebut.5 Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa mu’jizat merupakan ciptaan
Allah, kejadian luar biasa, yang diberikan kepada Nabi dan mengandung tantangan.
Tantangan ini merupakan salah satu pembeda antara mu’jizat dengan karomah.

4
Ma‟luf, Louis, al-Munjid fi al-Lughah, Beirut:„at-Tab‟ah al-Katulikiyah, t.t. h. 448.
5
M. Quraish Shihab, Mu’jizat al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992, h. 23.

3
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sesuatu itu baru dapat
dikatakan mukjizat apabila memenuhi beberapa unsur:
1. Adanya suatu peristiwa atau hal luar biasa yang berada di luar jangkauan sebab
akibat yang diketahui secara umum hukum-hukumnya. Dengan demikian
hipnotisme atau sihir, misalnya, walaupun sekilas terlihat ajaib atau luar biasa,
namun karena ia dapat dipelajari maka ia tidak termasuk mukjizat.
2. Peristiwa luar biasa itu terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku
nabi. Jika peristiwa atau hal luar biasa itu terjadi pada diri seseorang yang tidak
mengaku nabi, maka yang demikian bukan mukjizat meskipun tampak luar
biasa. Seperti halnya irhas, karomah dan istidraj.
3. Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian, dengan catatan
bahwa tantangan ini harus berbarengan dengan pengakuannya sebagai nabi,
bukan sebelum atau sesudahnya. Di sisi lain tantangan tersebut harus pula
merupakan sesuatu yang sejalan dengan ucapan sang nabi. Namun seandainya
yang terjadi tidak sejalan dengan ucapannya atau malah sebaliknya, maka yang
demikian itu, walaupun luar biasa tidak termasuk mukjizat melainkan istidraj
atau ihanah.
4. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilakukan. Jika yang ditantang
berhasil melakukan hal yang ditantangkan padanya, maka yang demikian tidak
dapat dikatakan mukjizat karena apa yang didakwakan sang penantang tidak
terbukti.

Mu’jizat Nabi Muhammad saw. memiliki kekhususan sendiri dibandingkan


dengan mu’jizat nabi-nabi lainnya. Semua mu’jizat sebelumnya dibatasi oleh ruang
dan waktu, artinya hanya diperlihatkan kepada umat tertentu dan masa tertentu.

4
Sedangkan mu’jizat Al-Qur’an bersifat universal dan eternal (abadi), yakni berlaku
untuk semua umat manusia sampai akhir zaman.6
Sejalan dengan itu para ulama mengajukan persyaratan yang harus dimiliki
sesuatu yang dikategorikan sebagai mu’jizat:
1. Mu’jizat harus berupa sesuatu yang tak sanggup dilakukan siapapun selain
Allah Tuhan Sekalian alam.
2. Tidak sesuai dengan kebiasaan dan berlawanan dengan hukum alam.
3. Mu’jizat harus berupa hal yang dijadikan saksi oleh seorang yang mengaku
membawa risalah Ilahi sebagai bukti atas kebenaran pengakuannya.
4. Terjadi bertepatan dengan pengakuan Nabi yang mengajak bertanding
menggunakan mu’jizat tersebut.
5. Tidak seorang pun yang dapat membuktikan dan membandingkan dalam
pertandinan tersebut.7

2.2 Kemukjizatan Al-Qur’an Menurut Para Ulama


Para ulama berbeda pendapat dalam melihat aspek-aspek kemukjizatan Al-
Qur’an. Akan tetapi, secara umum setidaknya terdapat empat aspek kemukjizatan Al-
Qur’an.
1. Ash-Sharfah (pemalingan)
Pendapat itu dikenal dengan istilah ash-shorfah atau mu‟jiz bi ash-shorfah.
Ash- sharfah terambil dari akar kata sharafa yang berarti memalingkan; dalam arti
Allah memalingkan manusia dari upaya membuat semacam Al-Qur’an, sehingga
seandainya tidak dipalingkan, maka manusia akan mampu. Dengan kata lain,
kemukjizatan Al-Qur’an lahir dari faktor eksternal, bukan dari AlQur‟an itu sendiri.8

6
Muhammad Kamil Abdushshomad, Mu’jizat Ilmiyah dalam Al-Qur’an, Jakarta: Akbar
Media Eka Sarana, 2004, h. 11
7
Ahmad von Denffer, Ilmu Al-Qur’an dan Pengenalan Dasar, Jakarta Rajawali Pers, 1988, h.
176.
8
M. Quraish Shihab, Mu’jizat al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992, h. 155.

5
Teori ini muncul pada abad ketiga hijriyah dan An-Nadhzhom adalah orang
pertama yang menyatakan hal itu. Secara spesifik makna Sharfah menurut An-
Nadhzhom adalah, bahwa Allah telah memalingkan orang Arab dari menandingi Al-
Qur’an padahal mereka mampu melakukannya, maka perihal memalingkan ini adalah
suatu yang luar biasa. Dan makna sharfah menurut pandangan Murtadha adalah,
bahwa Allah mencabut dari mereka, ilmu-ilmu yang mereka butuhkan untuk
mendatangkan semisal Al-Qur’an.9 Sehingga mereka tidak mampu mendatangkan
yang semisal dengannya.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 88:
   
   
   
   
   

Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat
yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa
dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".
(QS. Al-Israa: 88).

2. Aspek Balaghah (Keindahan Bahasa)


Al-Qur’an mempunyai gaya bahasa yang khas yang tidak dapat ditiru oleh
para sastrawan Arab sekalipun, karena adanya susunan yang indah yang berlainan
dengan setiap susunan dalam bahasa Arab. Mereka melihat al-Qur’an memakai
bahasa dan lafadz mereka, tetapi ia bukan puisi, prosa atau syair. Sejarah telah
mencatat bahwa al-Qur’an turun di tengah-tengah bangsa Arab yang menggunakan
sastra. Adalah suatu kebanggaan bila ada diantara mereka terdapat seorang penyair

9
Qattan, 1987. Manna‟ , Mabahist fi „Ulum al-Qur‟an, cet. 24, Lahore : Dar Nasyri alKutub
al-Islamiyah. H. 261.

6
dan sastrawan yang mampu merangkai kata-kata yang indah. Maka setiap tahun
didakan perlombaan syair, dan syair yang terpilih ditulis dengan tinta emas lalu
digantungkan di dinding Ka’bah yang dikenal dengan Mu’allaqah. Dan al-Qur’an
adalah wahyu dari Allah yang merupakan penuntun bagi umat manusia, dan bukan
merupakan karya sastra, namun begitu al-Qur’an diungkapkan baik dalam tuturan
lisan ataupun tertulis.10 Namun, syair atau prosa yang mereka buat tidak mampu
mengungguli ayat-ayat yang dikandung al-Qur’an.
Al-Qur’an tampil dengan bahasa sastra yang tinggi yang tidak tertandingi
oleh hasil-hasil sastra yang ada sebelum dan sesudahnya, di saat bahasa Arab telah
berdiri tegak di hadapan para ahli bahasa dengan sikap menantang. Sebagaimana
yang diungkapkan oleh al-Qur’an berikut ini.
a. Menantang untuk membuat semacam Al-Qur’an secara
keseluruhan.(Q.S.:52: 34).
b. Menantang untuk membuat sepuluh surat Al-Qur’an. (Q.S.: 11: 13).
c. Menantang untuk membuat satu surat saja semacam al-Qur’an. (Q.S:10:38
dan Q.S:2:23).
Mukjizat Al-Qur’an dari segi bahasa ini, adalah bahwa Al-Qur’an turun
dengan bahasa yang indah lagi menawan yang mengandung ciri khas tinggi yang
tidak terdapat pada kalangan apapun dan sastra manapun di kalangan kafilah Arab.11
Doktrin kemu’jizatan Al-Qur’an, tidak hanya pada isi, melainkan juga pada bentuk
kesusastraan, secara umum terdapat pada hampir semua mazhab-mazhab Islam, dan
telah mendapatkan suatu kedudukan dan pengakuan penting dalam berbagai bentuk
penuturan dengan perhatian khusus terhadap hal itu.12
Sebagai mukjizat yang universal dan eternal, beberapa segi kemukjizatan
yang dimiliki al-Qur’an adalah:

10
Ahmad von Denffer, Ilmu al-Qur’an dan Pengenalan Dasar, Jakarta Rajawali Pers, 1988,
h. 79.
11
Muhammad ‘Abd al-‘Azhîm al-Zarqâniy, Manâh al-‘Irfân fi ‘Ulum al-Qur’an, Juz II, ttp:
Dâr al-Kutub al-Arabiyah, tt., h. 227
12
Fazlur Rahman, Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, h. 62.

7
a. Susunan yang indah, berbeda dengan setiap susunan yang ada dalam bahasa
orang Arab.
b. Adanya uslub yang aneh yang berbeda dengan semua uslub-uslub bahasa
Arab.
c. Sifat agung yang tidak mungkin lagi seorang makhluk untuk mendatangkan
hal yang seperti itu.
d. Bentuk undang-undang yang detail lagi sempurna yang melebihi setiap
undan-undang buatan manusia.
e. Mengabarkan hal-hal ghaib yang tidak biasa diketahui kecuali dengan wahyu.
f. Tidak bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan umum yang dipastikan
kebenaranya.
g. Menepati janji dan ancaman yang dikabarkan al-Qur’an.
h. Adanya ilmu-ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya.
i. Memenuhi segala kebutuhan manusia.
j. Berpengaruh kepada hati pengikut dan musuh.13

Uslub yang dipergunakan Al-Qur’an sangat mudah dan indah hal itu
membuat orang-orang Arab dan nonArab kagum dan terpesona. Kehalusan bahasa,
keanehan yang menakjubkan dalam ekspresi, ciri-ciri khas Balaghah dan fashahah
baik yang abstrak maupun yang kongkrit,dapat mengungkapkan rahasia keindahan
dan kekudusan Al-Qur’an. Barang siapa mampu menggali rahasia balaghah al-Qur’an
itu, maka dia akan biasa mengeluarkan khazanah kandunganya.
Uslub Al-Qur’an yang menakjubkan itu mengandung beberapa
keistimewaan, diantaranya:
a. Kelembutan Al-Qur’an secara lafhizah yang terdapat dalam susunan suara dan
keindahan bahasanya.

13
Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta:
Ciputat Pers, 2002, h. 32.

8
b. Keserasian Al-Qur’an baik untuk awam maupun kaum cendekiawan dalam
arti bahwa semua orang dapat merasakan keagungan dan keindahan Al-
Qur’an.
c. Sesuai akal dan perasaan,dimana Al-Qur’an memberikan doktrin pada akal
dan hati, serta merangkum kebenaran dan keindahan sekaligus.
d. Keindahan sajian Al-Qur’an serta susunan bahasanya, seolah-olah merupakan
suatu bingkai yang dapat memukau akal dan memusatkan tanggapan serta
perhatian.
e. Keindahan dalam liku-liku ucapan atau kalimat serta beraneka ragam dalam
bentuknya, dalam arti bahwa satu makna diungkapkan dalam beberapa lafaz
dan susunan yang bermacam-macam yang semuanya indah dan halus.
f. Al-Qur’an mencakup dan memenuhi persyaratan antara bentuk global dann
bentuk terperinci.
g. Dapat mengerti sekaligus dengan melihat segi yang tersurat.14

Gaya bahasa dan untaian kata Al-Qur’an bebas sepenuhnya dari belenggu
sejak dan segala bentuk kaidahnya yang harus diindahkan dalam pengubahan syair
Arab. Dengan demikian, susunan kalimat dan gaya bahasa Al-Qur’an bebas pula dari
tujuan yang umum dikenal dalam syair-syair dan sajak-sajak. Bersamaan dengan itu
irama puitik yang terdapat dalam rangkaian-rangkaian kata itu sendiri menciptakan
pemisah kalimat yang berpola serupa dan yang tidak memerlukan bentuk-bentuk
tertentu yang lazim mengikat susunan syair dan sajak. Dengan demikian, gaya bahasa
Al-Qur’an mencakup semua bentuk puisi dan prosa.
Musthafa Shadiq al-Rifai berpendapat:Semua irama puisi dalam al-Qur’an
selaras, hal itu dapat dilihat dari susunan huruf-hurufnya yang teratur sedemikian
rupa, baik bunyi maupun makhrajnya, satu sama lainnya saling berkesesuaian secara

14
Ahmad von Denffer, Ilmu al-Qur’an dan Pengenalan dasar, Jakarta Rajawali Pers, 1988, h.
127.

9
wajar dalam berbagai nada: lirih dan tenang, keras dan lembut, berat dan ringan,
tekanan dan ulangan.15
Seperti yang tertulis di dalam surat al-Qamar ayat 36:
 
 
 
Artinya
Dan Sesungguhnya Dia (Luth) telah memperingatkan mereka akan azab-
azab Kami, Maka mereka mendustakan ancaman-ancaman itu. (QS. Al-Qamar: 36)
Lafadz mudzur jamak dari nadzir yang bermakna “Orang yang
memperingatkan”, Biasanya harakat Dhammah pada huruf nun dan dzal terasa berat
diucapkan karena dua huruf berdhammah yang letaknya berurutan. Selain itu, terasa
kaku dan jelas jika digunakan untuk mengakhiri kalimat. Tapi al-Qur’an lafaz
demikian itu justru terasa sebaliknya, sifat pengucapanya yang berat malah hilang.
Untuk itulah maka golongan muslim Ortodoks menantang keras setiap usaha
penterjemahan Al-Qur’an dalam bahasa apapun tanpa adanya teks yang berbahasa
Arab. Ternyata hal ini tidak sedikit pengaruhnya dalam usaha mempersatukan kaum
Muslimin di seluruh dunia dalam membaca Al-Qur’an pada waktu shalat lima waktu
dengan bahasa Arab. Dikalangan Kemalis Turki, Al-Qur’an diterjemahkan dan
diterbitkan di Turki tanpa bahasa Arab aslinya, walaupun teks bahasa Arab terus
digunakan dalam shalat. Namun demikian, di Turki sekarang telah terjadi usaha
mengembalikan penggunaan teks bahasa Arab, bahkan untuk bacaan-bacaan di luar
shalat juga.

3. Kemu’jizatan Al-Qur’an dari Aspek Syari’ah


Al-Qur’an adalah sumber ajaran Islam yang utama dan sarat akan hukum
yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama

15
Subhi as-Shalih, Mabâhits fi ‘Ulûm al-Qur’ân, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993, h. 425.

10
manusia dan semua ciptaan-Nya. Jadi hukum Islam yang mencangkup di bidang
aqidah, pokok-pokok akhlaq, ibadah dan perbuatan dapat dijumpai sumbernya yang
asli di dalam ayat-ayat al-Qur’an.16
Keunggulan dan kemu’jizatan Al-Qur’an di bidang ini karena syari’at yang
terdapat dalam Al-Qur’an adalah syari’at yang sempurna dan tinggi melebihi dari
syari’at-syari’at yang terdapat pada kitab-kitab terdahulu. Al-Qur’an berisi pokok-
pokok aqidah, hukum-hukum ibadah, dasar-dasar utama etika, politik dan sosial
kemasyarakatan.Al-Qur’an mengatur cara bermasyarakat yang baik serta meletakkan
dasar-dasar kemanusiaan yang lebih lurus dan murni.
Hal ini tergambar dari cara Al-Qur’an dalam menetapkan hukum, di
antaranya:
a. Secara Mujmal
Kebanyakan urusan ibadah, diterapkan secara mujmal. Cara yang
dipergunakan al-Qur’an dalam menghadapi soal ibadah ini ialah dengan
menerangkan pokok-pokok hukum saja. Demikian pula halnya tentang
mu’amalat badaniyah, al-Qur’an hanya mengemukakan pokok-pokok dan
kaidah-kaidah saja. Perincian dan penjelasan hukum-hukum itu diserahkan
pada sunnah dan ijtihad para mujtahid.
b. Agak Jelas dan Terperinci.
Hukum-hukum yang diterangkan jelas dan agak terperinci ialah
hukum jihad, undang-undang perang, hubungan umat Islam dengan umat lain,
hukum-hukum tawanan dan rampasan perang. Ayat 41 surat At-Taubah yang
menjelaskan dasar hukum berjihad seperti di bawah ini.
  
 
    
    
 
Artinya:
16
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1997, h. 28.

11
Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun
berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang
demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. At-
Taubah: 41)

c. Jelas dan Terperinci.


Hukum-hukum yang jelas dan terperinci adalah masalah:
1) Hutang Piutang
Al-Qur’an menganjurkan untuk bersaksi ketika mengadakan jual
beli dan hutang piutang. Firman Allah:
 
  
   
  
   
    
    
  
  
   
    
   
    
   
 
 
    
  
  
   
 
   
   
    

12
   
   
   
  
    
  
  
   
 
   
    
  
    
   
  

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.
jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak
ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa

13
Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan
(memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu
jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada
dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah
apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya
hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
(QS. Al-Baqarah: 282).

2) Makan Makanan yang Halal dan Haram


Dalam urusan pergaulan sesama insan, Al-Qur’an
mengharamkan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak sah
sesuai dengan firman Allah:
 
  
 
  
   
   
    
  

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu

14
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. (QS. An-Nisa’: 29).

3) Sumpah
Al-Qur’an secara jelas menerangkan hal-hal mensyari’atkan
sumpah sesuai dengan firman Allah:
  
  
  
 
   
   
 
Artinya:
Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di
antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki (mu) sesudah kokoh
tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) karena kamu
menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang besar.
(Q.S. An-Nahl: 94).

4) Perkawinan
Keterangan tentang masalah perkawinan terdapat dalam firman
Allah:
   
 
   
    
  

Artinya:
Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh
ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya

15
perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang
ditempuh) (QS. An-Nisa: 22).

4. Kemu’jizatan al-Qur’an dan Aspek Ilmu


Segi lain dari kemu’jizatan Al-Qur’an, adalah isyarat-isyarat yang rumit
terhadap sebagian ilmu pengetehuan alam telah disinggung Al-Qur’an sebelum
pengetahuan itu sendiri sanggup menemukanya. Juga kemudian terbukti bahwa Al-
Qur’an sama sekali tidak bertentangan dengan penemuan-penemuan mutakhir yang
didasarkan pada penelitian ilmiyah.
Mengkaji kemu’jizatan Al-Qura’n dari segi ilmu bukan berarti Al-Qur’an
dianggap kitab ilmu. Al-Qura’n bukan buku psikologi, bukan eksak maupun fisika,
tetapi kitab hidayah dari irsyad, kitab tasryi’ dan ishlah. Namun demikian ayat-
ayatnya memuat isyarat-isyarat yang cukup dalam dan pelik dalam soal psikologi,
kedokteran dan antropologi, yang mana hal tersebut menunjukkan keberadaannya
sebagai mu’jizat dan wahyu Allah.17
Al-Qura’n adalah petunjuk bagi manusia, yang isinya sarat dengan ajaran-
ajaran dan prinsip-prinsip hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-
Qur’an juga membicarakan isyarat ilmiah dan ilmu kauniya seperti konsep-konsep
dasar biologis, budaya tanaman, kegunaan air bagi kehidupan dan spesies, serta
membicarakan fenomena-fenomena geologi dan reproduksi.
Al-Zakarniy menyebutkan lima bentuk kemu’jizatan al-Qur’an dari aspek
ilmu, yaitu:
a. Ilmu kauniyah tunduk kepada undang-undang yang telah ditetapkan. Al-
Qur’an adalah kitab hidayah dan i’jaz. Dengan demikian Al-Qur’an tidak
membicaran hakikat ilmu alam, bintang dan kimia.
b. Al-Qur’an menganjurkan umat manusia untuk meneliti, menganalisa dan
mengambil manfaat serta pelajaran dari ilmu kauniyah ini.

17
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia: al-Munawwir, Yogyakarta: 1988, h.
43.

16
c. Al-Qur’an menjelaskan bahwa alam tunduk pada kehendaknya.
d. Al-Qur’an menjelaskan bahwa alam adalah ruang lingkup hidayah,
membicarakan rahasia langit dan bumi, apa yang tersembunyi di daratan dan
di bumi dan sebagainya.
e. Uslub yang digunakan Allah swt. dalam mengungkapkan tentang ayat
kauniyah adalah dengan uslub yang indah.18

Dan berikut ini adalah sebagian tentang pembuktian ilmiah:


1) Kesatuan Alam
Teori ilmu pengetahuan modern telah membuktikan bahwa bumi adalah
salah satu dari sekumpulan planet yang telah memisah darinya dan membeku
sehingga cocok untuk dihuni oleh manusia.Teori ini didukung oleh adanya gunung
berapi yang memuntahkan lahar panas. Teori ini tepat sekali dengan firman Allah:

  


  
  
  
    
  
Artinya:
Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit
dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
Mengapakah mereka tiada juga beriman?. (QS. Al-Anbiyaa: 30).

2) Terjadinya Perkawinan dalam Tiap-tiap Benda

18
Muhammad ‘Abd al-‘Azhîm al-Zarqâniy, Manâh al-‘Irfân fi ‘Ulum al-Qur’an, Juz II, ttp:
Dâr al-Kutub al-Arabiyah, tt., h. 245.

17
Orang berkeyakinan bahwa perkawinan itu berlaku pada dua jenis, yaitu
manusia dan hewan. Kemudian datang ilmu pengetahuan modern dan menetapkan
bahwa perkawinan itu terjadi pula pada tumbuhan-tumbuhan, dan benda-benda
(mati). Bahkan pada tiap-tiap benda yang ada di alam ini, juga terjadi perkawinan.
Sampai pada listrik sekalipun ada pasangan min dan plus. Demikian pula atom,
terdapat proton dan netron, yang masing-masing diistilahkan sebagai laki-laki dan
wanita. Penemuan sebenarnya telah didahului al-Qur’an dalam banyak ayat seperti
dalam surat al-Syu’ara ayat 70, Yasin ayat 36, dan al-Zariyat ayat 49, contohnya:

   


  

Artinya:
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah. (QS. Ad-Dzariyat: 49).

3) Perbedaan Sidik Jari Manusia


Pada abad yang silam, tepatnya di Inggris tahun 1884 M telah digunakan
cara untuk mengenali seseorang lewat sidik jarinya. Kemudian cara ini diikuti pula
oleh setiap negara. Karena disebabkan bahwa kulit jari-jari memiliki garis-garis
berbeda-beda bentuknya, dan garis-garis itu tidak akan berubah. Berbeda dengan
garis-garis tubuh yang lainnya. Tidak ada yang hampir sama atau serupa. Sungguh itu
pun suatu mu’jizat Tuhan, mengapa Allah memilih jari-jari manusia buat dalil
kebangkitan nya? Allah berfirman:
  
   
   
 
Artinya:

18
Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan
(kembali) tulang belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun
(kembali) jari jemarinya dengan sempurna. (Q.S. al-Qiyamah: 3-4).

4) Berkurangnya Oksigen.
Sejak manusia mampu menyeruak ruang angkasa dengan pesawat, maka
pengamatan dan penelitian para ilmuan telah sampai pada kesimpulan bahwa di
angkasa oksigen berkurang. Manakala seorang penerbang meluncur tinggi ke
angkasa, dadanya terasa sesak dan sulit bernapas. Oleh karenanya para penerbang
harus memakai “oksigen buatan” saat mereka terbang dalam ketinggian 30.000 kaki
lebih. Penemuan ini sebenarnya telah disinggung oleh al-Qur’an jauh sebelum
manusia melakukan penerbangan, yaitu:
    
   
    
  
   
   
   
 
Artinya:
Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan
Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan
dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah
menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (Q.S.al-An’am: 125).

5) Khasiat Madu dan Daftar Istilah.


Dari hasil penelitian laboratorium USA, bahwa dalam 100 Gr madu
terkandung: zat glucose 34%, fructose 1,9%, sucrose 40%. Zat gula glucose dan
fructose ini langsung diserap oleh usus tanpa proses lagi. Mineral kalsium sebagai

19
pembentuk tulang dan gigi, lain sebagainya. Teori modern tentang madu sesuai
dengan ayat dibawah ini:
   
   
  
  
Artinya:
“Dari perut lebah itu keluar minuman, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
(kebenaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan’’(Q.S. al-Nahl: 68).

Demikianlah diantara kandungan mu’jizat ilmi al-Qur’an hasil penelitian


kemampuan akal manusia yang cuma diberi setetes ilmu pengetahuan oleh Yang
Maha Mengetahui. Seluruh fakta-fakta yang sesuai dengan penemuan ilmiyah
tersebut, walaupun demikian, belum pernah diketahui atau dapat dipahami ketika
wahyu tersebut diturunkan. Pembuktiannya baru berlangsung lewat sejumlah
penemuan ilmiyah yang berlangsung beberapa abad kemudian. Sehingga
keterangkumannya didalam Al-Qur’an sekaligus menunjukkan bahwa kitab tersebut
berasal dari Ilahi, dan bukan buatan manusia. Asal-usul yang Ilahiyah ini, akhirnya
juga semakin diperkuat oleh ketepatan rincian fakta-fakta ilmiyah.19

19
Ahmad von Denffer, Ilmu al-Qur’an dan Pengenalan dasar, Jakarta: Rajawali Pers, 1988,
h. 185.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Mu’jizat merupakan ciptaan Allah, kejadian luar biasa, yang diberikan
kepada Nabi dan mengandung tantangan. Tantangan ini merupakan salah satu
pembeda antara mu’jizat dengan karomah.
Para ulama berbeda pendapat dalam melihat aspek-aspek kemukjizatan Al-
Qur’an. Akan tetapi, secara umum setidaknya terdapat empat aspek kemukjizatan Al-
Qur’an.
1. Aspek Ash-Sharfah (pemalingan), Abu Ishak Ibrahim An-Nazzam, ulama ahli
kalam berpendapat bahwa kemukjizatan al-Qur’an terjadi dengan cara ash-
Sharfah (pemalingan).

21
2. Aspek Balaghah (Keindahan Bahasa), Al-Qur’an mempunyai gaya bahasa
yang khas yang tidak dapat ditiru oleh para sastrawan Arab sekalipun, karena
adanya susunan yang indah yang berlainan dengan setiap susunan dalam
bahasa Arab.
3. Kemu’jizatan Al-Qur’an dari Aspek Syari’ah Al-Qur’an adalah sumber ajaran
Islam yang utama dan sarat akan hukum yang mengatur kehidupan manusia
dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan semua ciptaan-Nya.
4. Kemu’jizatan al-Qur’an dan Aspek Ilmu, Segi lain dari kemu’jizatan Al-
Qur’an, adalah isyarat-isyarat yang rumit terhadap sebagian ilmu pengetehuan
alam telah disinggung Al-Qur’an sebelum pengetahuan itu sendiri sanggup
menemukanya

DAFTAR PUSTAKA

A’luf, Louis, al-Munjid fi al-Lughah, Beirut:„at-Tab‟ah al-Katulikiyah.

Ahmad von Denffer, 1988. Ilmu Al-Qur’an dan Pengenalan Dasar, Jakarta Rajawali
Pers.

Allamah HM. Thabathaba’i, 1997. Mengungkap Rahasia al-Qur’an, Alih bahasa: A.


Malik Madani, Bandung: Mizan.
Amal. T. A, 2001. Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Jakarta: Forum Kajian Budaya
dan Agama.

Fazlur Rahman,1992. Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

M. Quraish Shihab, 1997. Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan..

22
Muhammad ‘Abd al-‘Azhîm al-Zarqâniy, Manâh al-‘Irfân fi ‘Ulum al-Qur’an, Juz II,
ttp: Dâr al-Kutub al-Arabiyah.

Qattan, 1987. Manna‟ , Mabahist fi „Ulum al-Qur‟an, cet. 24, Lahore : Dar Nasyri
alKutub al-Islamiyah.

Said Agil Husin Al-Munawar, 2002. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan


Hakiki, Jakarta: Ciputat Pers.

Subhi as-Shalih, 1993. Mabâhits fi ‘Ulûm al-Qur’ân, Jakarta: Pustaka Firdaus.

T. Welch, 1979. Introduction: Qur’anic Studies – Problems and Prospects, Journal of


the American Academy of Religion, vol. 47.

23

Anda mungkin juga menyukai